Anda di halaman 1dari 16

INVESTASI DAN PASAR MODAL SYARIAH

TEORI DAN KONSEP DASAR INVESTASI SYARIAH

Oleh :
Kelompok 1
Cici Fahrira (4012018043)
Rosliana Khairani (4012018053)
Hanifah Nadia (4012018052)
Muhammad Irsyad Rifaldi

Dosen Pembimbing:
Faisal Umardani Hasibuan, M.M

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puja dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam,
berkat hidayah dan pertolongan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya,
dan para yang setia hingga hari pembalasan.
Makalah Investasi & Pasar Modal SyariahSyariah yang dibuat untuk memenuhi
tugas dari dosen pembimbing. Dalam melaksanakan tugas tersebut, tidak sedikit kendala
yang penulis hadapi, namun berkat semangat dan kerja keras penulis serta dorongan
berbagai pihak, maka kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu.
Penulis yakin bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat keselahan-
kesalahan, baik secara metodologinya maupun dalam pemaparan kata-kata dan isinya.
Untuk itu, kritik yang membangun dari pembaca selalu penulis harapkan. Segala
kekeliruan dan kesalahan dalam makalah ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Langsa, 21 April 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2
A. Teori Investasi Syariah......................................................................................................2
B. Konsep Dasar Investasi Syariah........................................................................................5
C. Investasi Syariah................................................................................................................7
BAB III......................................................................................................................................11
PENUTUP.................................................................................................................................11
Kesimpulam..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman era globalisasi, persoalan ekonomi semakin memegang peranan penting
dalam kehidupan suatu masyarakat dan negara, karena perekonomian merupakan basis
dari suatu negara dalam menghadapi daya saing (competitiveness), baik secara nasional
maupun secara internasional, di samping daya saing kebijakan dan hukum. Untuk
mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, Indonesia harus
mengembangkan teknologi, kualitas dan kuantitas investasi, akses pasar, keterkaitan
strategis antara produsen dengan konsumen, sehingga dengan peningkatan kapabilitas
teknologi dan investasi sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas dan daya saing. Untuk itu Indonesia membutuhkan pembiayaan yang
besar, apalagi setelah sumber devisa dari sektor migas semakin berkurang peranannya,
karena mengalami goncangan harga di pasaran dunia.
Di tengah kemerosotan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, yang juga berimbas
ke sektor pasar modal selaku subsistem dari perekonomian nasional Indonesia, kini
industri pasar modal Indonesia mulai melirik pengembangan penerapan prinsip-prinsip
syariah Islam sebagai alternatif instrumen investasi dalam kegiatan pasar modal di
Indonesia.
Islam memandang kehidupan sebagai satu kesatuan dan tidak dapat dipilah-pilah,
serta memandang kehidupan seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat. Mengingat Islam di Indonesia merupakan suatu bagian dari
berbagai agama maka hal-hal yang berkaitan dengan syariah – seperti investasi syariah
– hendaknya bukan untuk saling menonjolkan kekuatan satu sama lain akan tetapi untuk
saling menutupi kekurangan yang ada, sehingga diharapkan akan didapatkan suatu
sistem yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori investasi Syariah?
2. Bagaimana konsep dasar investasi Syariah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Investasi Syariah


Secara umum investasi berarti penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi di
masa yang akan datang. Dengan pengertian bahwa investasi adalah menempatkan
modal atau dana pada suatu asset yang diharapkan akan memberikan hasil atau akan
meningkatkan nilainya di masa yang akan datang. Dari sini, investasi berarti diawali
dengan mengorbankan potensi konsumsi saat ini untuk mendapatkan peluang yang lebih
baik atau besar di masa yang akan datang.
Ia hanya melihat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada tenaga kerja
dan jumlah (stock) daripada kapital. Tanpa investasi maka tidak esamei pabrik/mesin
baru dan dengan demikian tidak ada ekspansi. Teori tentang investasi pada umumnya
hendak menjelaskan faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi investasi. Beberapa
esame yang diduga kuat pengaruhnya terhadap investasi ini antara lain tingkat bunga,
penyusutan, kebijaksanaan perpajakan, serta perkiraan (expection) tentang penjualan
serta kebijaksanaan ekonomi.
Dalam model keynessian II, misalnya dalam bentuk aljabar, fungsi investasi
ditunjukkan sebagai berikut:
  I= f1(i)
  i = tingkat bunga
Keynes sendiri menamakan fungsi ini sebagai “the marginal eficiency of capital”
yang sering disebut MEC. Fungsi ini dapat dipandang semacam kurva permintaan.
Makin rendah i (bunga), makin besar jumlah pembelian barang modal (investasi). Kalau
rate of returne (MEC) dari investasi lebih dari tingkat bunga, pengusaha akan
meminjam uang dari “pasaran modal” dan membangun pabrik, membeli alat-alat mesin
dan sebagainya.
Dalam sistem Ekonomi Islam, khusus zakat, maka i (bunga pinjaman) ditetapkan
sama dengan nol, sehingga menurut ivestasi dapat dilihat makin ke kanan berarti
investasi didorong dengan cepat.
 Namun menurut Sahri Muhammad, di balik dihapuskannya bunga (riba) dalam
bank zakat ini, kita lengkapi peralatan baru yang kita kenal dengan zakat produksi dan

2
atau infak produksi. Oleh karenanya MEC masih harus dihitung dengan memperhatikan
besarnya infak ini. Maka, modifikasi rumus investasi Keynes dalam system zakat harus
diubah menjadi:
I = f1 (i)
i = infak / zakat
Perhitungan besarnya infak ini tidak didasarkan pada jumlah pinjaman, tetapi
didasarkan pada perhitungan “kemampuan produksi”. Dengan demikian kata Sahri,
bank zakat memperkenalkan “segi baru” dalam perhitungan MEC. Dengan demikian
melalui kebijaksanaan infak dan zakat, maka beberapa kegunaan yang sekaligus dapat
dicapai, yaitu:
1) Mendorong investasi dan  produksi,
2) Mendorong lapangan kerja baru,
3) Meningkatkan daya beli mayoritas rakyat,
4) Infak dapat dipakai sebagai alat untuk mengendalikan inflasi, mengendalikan uang
yang beredar dalam masyarakat,
5) Mencegah terjadinya sebagaimana yang digambarkan oleh esame sebagai berikut:
“bila MEC lebih kecil dari suku bunganya maka modal tersebut tidak
diinvestasikan”, sebab suku bunga dalam esame zakat telah ditetapkan nol.1 Jadi
rumusnya adalah:
I = f1 (i)
i = infak / zakat
Selain kegunaan zakat sebagaimana tersebut di atas, zakat dapat pula memainkan
perannya sebagai stabilisator perekonomian. Menurut Irfan Syauqi dan Didin
Hafidhuddin, zakat berperan sebagai stabilisator dalam perekonomian enegara. Artinya,
pengelolaan zakat yang baik dapat memberikan dampak terhadap stabilitas
perekonomian.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kondisi perekonomian terkadang berada pada
situasi booming maupun pada situasi depresi. Kondisi yang fluktuatif seperti ini tentu
membutuhkan adanya suatu instrumen yang menjadi stabilisator, sehingga deviasi yang
ditimbulkannya dapat diminimalisasi. Hal ini dapat dilihat pada sebuah analisis dengan
asumsi bahwa rumus zakat dapat ditetapkan sebagai berikut:

1 Abdul Aziz. Manajemen Investasi Syariah, (Bandung :Alfabeta,2010) hlm. 56

3
                        YZ = 2,5 % × GNP
Dimana : YZ = Pendapatan Zakat (secara nasional)
Angka 2,5% menunjukkan standar peersentase terkecil zakat dan merupakan
persentase yang dibeban kan pada mayoritas jenis dan bidang pekerjaan dewasa ini.
Berdasarkan rumus tersebut, maka besar kecilnya pendapatan zakat secara nasional
bervariasi, tergantung pada besar kecilnya nilai GNP. Apabila perekonomian sedang
mengalami booming, maka GNP-nya pun akan meningkat. Sebaliknya, pada kondisi
depresi, nilai GNP-pun akan mengalami penurunan.
Secara sederhana, Irfan dan Didin memberikan ilustrasi sederhana sebagai berikut:
(i) Booming  → GNP ↑→ YZ ↑
(ii) Depresi → GNP ↓ → YZ ↓
Bagaimana zakat berfungsi sebagai stabilisator? Untuk mempermudah jawabannya,
bisa kita lihat contoh sederhana berikut ini:
Negara A berhasil mengumpulkan dana zakat sebanyak 20 trilyun rupiah pada saat
kondisi perekonomian sedang mengalami booming. Dana yang terkumpul tersebut
tidak seluruhnya didistribusikan. Katakanlah hanya 15 trilyun saja yang disalurkan,
sementara sisanya sebanyak 5 trilyun disimpan pada rekening pemerintah. Hal ini
dikarenakan jika pemerintah mendistribusikan seluruhnya, maka permintaan
agregat akan semakin meningkat. Peningkatan permintaan agregat akan
meningkatkan kondisi boming. Dengan menyimpan dana 5  trilyun ini maka
kondisi perekonomian dapat dikendalikan.
Sementara itu pada kondisi depresi, negara A hanya dapat mengumpulkan dana
zakat sebesar 10 trilyun rupiah. Sedangkan kebutuhan negara agar perekonomian
dapat relatif stabil adalah sebesar 15 trilyun rupiah. Untuk menutupi kekurangan
tersebut, maka pemerintah dapat mengeluarkan dana zakat yang disimpan pada saat
booming. Tujuannya agar daya beli masyarakat (permintaan agregat) dapat
meningkat. Dengan demikian, perekonomian pun akan kembali stabil.  
Hal ini pun sejalan dengan kisah nabi yusuf AS ketika mengelola perekonomiaan
mesir yang mengalami kondisi booming dan deprasi secara berturut-turut. Pada kisah
tersebut digambarkan bagaimana pemerintah pada saat itu tidak membelanjakan seluruh
dananya pada saat kondisi perekonomian dalam keadaan baik. Ada persentase tertentu
yang disimpan. Ketika kemarau panjang datang menghadang dan menimbulkan depresi

4
ekonomi, pemerintah pun segera memanfaatkan dana simpanan tersebut untuk
digunakan bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat (QS. 12:47-49).
Bisa dibayangkan bila instrumen lain, seperti infak dan shodaqoh pun dapat
dikelola, berdayaguna, dan dimanfaatkan. Tentu ketiganya: zakat, infak, dan shodaqoh
(ZIS) akan menjadikan sumber garapan yang sangat luar biasa dalam menyejahterakan
masyarakat. Karena itu, pemerintah seyogyanya ikut campur tangan dalam
pengelolaannya, setidaknya meskipun bukan secara keseluruhan namun kebijakan dan
kesungguhan pemerintah sebagaimana dalam memobilisasi pajak. Demikian teori
investasi dalam islam, dimana peran zakat, infak, dan shodaqoh dapat mewujudkan
stabilisasi perekonomian yang bebas dari dampak inflasi, serta efek-efek negatif
lainnya.

B. Konsep Dasar Investasi Syariah


Dalam ajaran Islam, bahwa kegiatan berinvestasi dapat dikategorikan sebagai
kegiatan ekonomi yang sekaligus kegiatan tersebut termasuk kegiatan muamalah yaitu
suatu kegiatan yang mengartur hubungan antar manusia. Sementara itu berdasarkan
kaidah Fikih, bahwa hukum asal dari kegiatan muamalah itu adalah mubah (boleh) yaitu
semua kegiatan dalam pola hubungan antar manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang
jelas ada larangannya (haram). Ini berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang kegiatan
tersebut baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan
tersebut dianggap dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist
yang melarangnya secara implisit maupun eksplisit.2
Dalam beberapa literatur Islam klasik memang tidak ditemukan adanya terminologi
investasi maupun pasar modal, akan tetapi sebagai suatu kegiatan ekonomi, kegiatan
tersebut dapat diketegorikan sebagai kegiatan jual beli (al Bay). Oleh karena itu untuk
mengetahui apakah kegiatan investasi di pasar modal merupakan sesuatu yang
dibolehkan atau tidak menurut ajaran Islam, kita perlu mengetahui hal-hal yang
dilarang/ diharamkan oleh ajaran Islam dalam hubungan jual beli. Ada beberapa
landasan syariah baik dalam Al Quran, Hadis maupun kaidah fiqih yang mendasari
investasi, di antaranya:

2 Training Module on Comprehensive Training on Sharia Banking, Karim Business Consulting

5
“...Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....” (QS Al-Baqarah [2]:
275);
“Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu ....” (QS Al Nisa
[4]: 29);
“Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....” (QS Al Ma’idah [5]
: 1).
“ Rasulullah saw melarang jual beli (yang mengandung) gharar” (HR Al Baihaqi
dari Ibnu Umar).
“Tidak boleh menjual sesuatu hingga kamu memiliki” (HR Baihaqi dari Hukaim
bin Hizam). Berdasarkan Al-Qur’an, Hadist dan pendapat para ahli fiqh (ajaran islam),
sesuatu yang dilarang atau diharamkan adalah:3
1. Haram karena bendanya (zatnya).
Pelarangan kegiatan muamalah ini disebabkan karena benda atau zat yang menjadi
objek dari kegiatan tersebut berdasarkan ketentuan al Qur’an dan Hadist telah dilarang/
diharamkan. Benda-benda tersebut, antara lain :
1) Babi,
2) Khamr (minuman keras),
3) Bangkai binatang,
4) Darah.

2. Haram selain karena bendanya (zatnya).


Pengertian dari pelarangan atas kegiatan ini adalah suatu kegiatan yang objek dari
kegiatan tersebut bukan merupakan benda-benda yang diharamkan karena zatnya
artinya benda-benda tersebut benda-benda yang dibolehkan (dihalalkan). Akan tetapi
benda tersebut menjadi diharamkan disebabkan adanya unsur : a. Tadlis, b. Taghrir/
Gharar, c. Riba, d. Terjadinya ikhtikar dan Bay Najash.

3. Tidak sahnya akadnya.


Seperti halnya dengan pengharaman disebabkan karena selain zatnya maka pada
kegiatan ini benda yang dijadikan objeknya adalah benda yang berdasarkan zatnya

3 Basic Training: Fiqh and Instrument on Islamic Capital Market.

6
dikategorikan halal (dibolehkan) tetapi benda tersebut menjadi haram disebabkan akad
atau penjanjian yang menjadikan dasar atas transaksi tersebut dilarang/ diharamkan oleh
ajaran Islam. Perjanjian-perjanjian tersebut, antara lain: a. Ta’aluq, b. Terjadi suatu
perjanjian dimana pelaku, objek dan periodenya sama.
Rasululloh sendiri tidak setuju membiarkan sumber daya modal tidak produktif
dengan mengatakan, “Berikanlah kesempatan kepada mereka yang memiliki tanah
untuk memanfaatkannya dengan caranya sendiri jika hal itu tidak dilakukannya,
hendaknya diberikan pada orang lain agar memanfaatkannya” (HR Muslim).
Khalifah Umar juga menekankan agar umat Islam Menggunakan modal mereka
secara produktif dengan berkata, “Mereka yang mempunyai uang perlu
menginvestasikannya, dan mereka yang mempunyai tanah perlu
mengeluarkannya.” Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan
umatnya untuk melakukan investasi.
Investasi yang diakui oleh hukum positif yang berlaku belum tentu sesuai dengan
prinsip Islam. Ada beberapa aspek yang harus dimiliki dalam berinvestasi menurut
pandangan Islam, yaitu:
1) Aspek material atau finansial. Artinya suatu bentuk investasi
hendaknya menghasilkan manfaat finansial yang kompetitif dibandingkan dengan
bentuk investasi lainnya.
2) Aspek kehalalan. Artinya suatu bentuk investasi harus terhindar dari
bidang maupun prosedur yang syuhbat atau haram. Suatu bentuk investasi yang
tidak halal hanya akan membawa pelakunya kepada kesesatan serta sikap perilaku
destruktif secara individu maupun sosial.
3) Aspek sosial dan lingkungan. Artinya suatu bentuk investasi
hendaknya memberikan kontribusi positif bagi masyarakat banyak dan lingkungan
sekitar, baik untuk generasi saat ini maupun yang akan datang.
4) Aspek pengharapan kepada ridha Allah. Artinya suatu bentuk
investasi tertentu itu dipilih adalah dalam rangka mencapai ridha Allah.4

C. Investasi Syariah

4 Muhammad Firdaus NH d.k.k., Sistem Keuangan dan Investasi Syariah, 2005, Jakarta: Renaisan,


hal. 12 s.d. 17.

7
Investasi syariah adalah suatu investasi yang pada prinsipnya terkait secara
langsung dengan suatu aset atau kegiatan usaha yang spesifik dan menghasilkan
manfaat, karena hanya atas manfaat tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Investasi
syariah mempunyai batasan-batasan tersendiri yang berbeda dibandingkan investasi
konvensional. Batasan tersebut adalah berupa kesesuaian suatu produk investasi atas
prinsip-prinsip ajaran Islam. Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga dibawah
MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk tahun 1999 telah megeluarkan ketentuan
mengenai kegiatan investasi di pasar modal syariah. Ketentuan tersebut dituangkan
kedalam beberapa fatwa MUI tentang kegiatan investasi yang sesuai syariah ke dalam
produk-produk investasi di Pasar Modal Indonesia. Fatwa DSN Nomor : 40/DSN-
MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal, 5 telah menentukan tentang kriterian
produk-produk investasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Pada intinya, produk tersebut
harus mememuhi syarat, antara lain :
1. Jenis Usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan
perusahaan Emiten tidak merupakan usaha yang dilarang oleh prinsip-prinsip
Syariah, antara lain :
1) Usaha perjudian atau permaian yang tergolong judi atau perdagangan yang
dilarang.
2) Lembaga Keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi
konvensional.
3) Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman haram.
4) Produsen, distributor, dan/ atau penyedia barang/ jasa yang merusak moral dan
bersifat mudarat.
2. Jenis Transaksi
Jenis transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar,
maysir, dan zhulm meliputi : najash, ba’i al ma’dun, insider trading, menyebarluaskan
informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang,
melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang

5 Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, 2003, Jakarta: Bank
Indonesia-Dewan Syariah Nasional, Edisi 2 hal. 263.

8
perusahaan kepada lembaga keaungan ribawi lebih dominan dari modalnya, margin
trading dan ikhtiar.6
Selain itu investasi syariah harus mendasarkan diri pada prinsip halal dan maslahah.
Aspek kehalalan investasi mencakup hal-hal berikut:
1) Niat dan motivasi.
Motivasi yang halal adalah transaksi yang berorientasi kepada hasil yang win-win,
yaitu saling memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi.

2) Transaksi.
Transaksi bisnis yang dibenarkan adalah memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Pihak-pihak yang berransaksi adalah mereka yang memiliki kesadaran dan
pemahaman akan bentuk dan konsekuensi transaksi.
b) Barang atau jasa yang ditransaksikan adalah benda atau jasa yang halal, yang
diketahui karakteristiknya oleh pihak yang terlibat.
c) Bentuk transaksi jelas, baik secara lisan maupun tulisan dan dipahami oleh para
pihak yang terlibat.
d) Adanya kerelaan dari para pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

3) Prosedur pelaksanaan transaksi


Sesudah dilaksanakan akad antara pihak yang berbisnis, maka pelaksanaannya tidak
boleh menyimpang dari kekuatan awal. Masing-masing pihak harus bersikap amanah
dan profesional. Tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada
kecurigaan, apalagi wanprestasi.

4) Penggunaan barang atau jasa yang ditransaksikan.


Kehalalan itu tidak cukup hanya pada barang atau jasa, melainkan juga termasuk
penggunaannya. Oleh karena itu, penggunaan yang tidak benar atau untuk tujuan yang
tidak benar, meskipun benda atau jasa tersebut pada asalnya adalah halal, maka ia dapat
jatuh ke haram.

6 Tim Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia, Studi Tentang Investasi Syariah di
Pasar Modal Indonesia, 2004, Jakarta: BAPEPAM, hal 15 s.d. 16.

9
Sedangkan aspek prinsip maslahah mendasarkan pada asas manfaat yang
merupakan hal yang esensial dalam bermuamalah. Para pihak yang terlibat dalam
investasi, masing-masing harus dapat memperoleh manfaat sesuai dengan porsinya.
a) Manfaat yang timbul harus dirasakan oleh pihak yang bertransaksi.
b) Manfaat yang timbul, harus dapat dirasakan oleh masyarakat pada umumnya.
Seluruh investasi memungkinkan untuk mendatangkan keuntungan yang sedikit
secara sementara, namun akhirnya akan membawa kerugian yang demikian banyak dan
tidak bisa diperbaiki, dianggap oleh Al Quran sebagai bisnis yang sungguh-sungguh
merugikan dan tidak membawa maslahah. Kerugian ini diasumsikan sebagai
merusakkan proporsi karena perbendaharaan akhirat yang abadi diperdagangkan dengan
kenikmatan dunia yang fana.

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulam
 Dapat disimpulkan bahwa,inti utama daripada investasi syariah adalah mengajak
masyarakat untuk bisa ikut serta secara aktif dalam bidang perekonomian guna
pembangunan negara. Mengingat sistem yang digunakan adalah syariah maka sudah
sepantasnyalah apabila bidang yang diinvestasikan merupakan bidang yang dihalalkan
oleh agama dan mengandung unsur manfaat bagi kelangsungan kehidupan. Dengan
adanya investasi ini, selain masyarakat bisa ikut aktif dalam perekonomian, diharapkan
juga adanya suatu pemanfaatan aset-aset menganggur menjadi suatu aset yang produktif
sehingga pada akhirnya aset tersebut bisa berguna bagi yang lain yang notabene tidak
ataupun kurang mampu dalam kepemilikan aset tersebut.
Di dalam melakukan investasi maka Islam telah mengatur bahwa ada beberapa
hal-hal yang tidak diperbolehkan yakni tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik
dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-
hal yang haram, tidak mendzalimi dan tidak didzalimi, keadilan pendistribusian
kemakmuran, transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha, tidak ada unsur riba,
maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar). Sehingga
tercipta suatu iklim investasi yang saling menguntungkan antra satu dengan yang
lainnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Abdul,  2010.  Manajemen Investasi Syariah, Bandung : Alfabeta.


Basic Training: Fiqh and Instrument on Islamic Capital Market.
Dewan Syariah Nasional, 2003, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi 2.
Bank Indonesia-Dewan Syariah Nasional,Jakarta.
Firdaus NH, Muhammad, d.k.k., 2005, Sistem Keuangan dan Investasi Syariah, 
Renaisan, Jakarta.
Tim Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia, 2004, Studi Tentang
Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia,  BAPEPAM, Jakarta.
Training Module on Comprehensive Training on Sharia Banking, Karim Business
Consulting

12

Anda mungkin juga menyukai