Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

PERENCANAAN KEUANGAN SYARIAH


Dosen Pengampu: Dr.M. Siswati Andaswari, SE, MM

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 12

ZUITA PUSPITA SARI (1931811168)


MUHAMMAD RIDUAN (1931811109)
FAHRI DWI DIRGANTORO (1931811071)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana
berkat rahmat, nikmat dan pertolongan-nya kami bisa menyelesaikan makalah
kami yang berjudul ”Perencanaan Keuangan Syariah"

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi


Muhammad saw. beliau telah berhasil membawa kita dari kehidupan yang anarkis
menuju kehidupan yang harmonis. Semoga kita selalu mendapatkan syafaat dan
pertolongan beliau, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada dosen yang telah
membimbing, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan serta banyak kekuragan-kekurangannya, baik dari segi tata
bahasa maupun kalimat, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran
yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami di lain
waktu.

Makalah ini kami susun untuk  memenuhi  tugas kelompok, mata kuliah
Perencanaan Keuangan Syariah semester 6 tahun akademik 2022 Prodi
Perbankan Syariah (PS) pada Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad
Idris Samarinda. Oleh karena itu, kami haturkan terima kasih banyak kepada
Dosen pembina dalam membimbing mata kuliah ini.

Samarinda, 7 Maret 2022

Kelompok 12

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. Instrumen Keuangan Sukuk...................................................................................3
1. Pengertian Sukuk................................................................................................3
2. Sejarah Sukuk.....................................................................................................4
3. Keistimewaan Sukuk..........................................................................................5
4. Jenis-jenis Sukuk................................................................................................6
5. Masalah-masalah Sekuritisasi Sukuk................................................................14
6. Kasus Sukuk Ritel Syariah di Indonesia...........................................................16
B. Zakat Perusahaan.................................................................................................18
1. Pengertian Zakat Perusahaan............................................................................18
2. Zakat Perusahaan dalam Pandangan Ulama.....................................................20
3. Landasan Hukum Zakat Perusahaan.................................................................21
4. Pandangan Ulama Terhadap Zakat Perusahaan................................................22
5. Tata Cara Pengeluaran Zakat Perusahaan.........................................................24
C. Zakat dengan Infestasi, Jaminan Sosial, dan Fungsi Infestasi..............................28
1. Zakat dan Investasi...........................................................................................28
2. Zakat dan Jaminan Sosial.................................................................................34
3. Zakat dan Fungsi Investasi...............................................................................37
4. Lembaga Keuangan Syariah.............................................................................39

iii
BAB III PENUTUP........................................................................................................42
A. Kesimpulan..........................................................................................................42
B. Saran....................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................45

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penerbitan sukuk adalah bentuk kemandirian keuangan negara karena
adanya partisipasi publik dalam menyokong dan membiayai pembangunan
nasional. Dengan demikian dapat dihindari penggunaan dana dari hutang luar
negeri, maupun lembaga-lembaga donor atau pihak ketiga, yang tentunya
memiliki agenda politik. Melalui partisipasi gotong-royong dalam kemandirian
keuangan tersebut, sukuk dipandang sebagai alternatif yang lebih baik daripada
berhutang karena sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, yakni mengandung
unsur kerja sama selain juga bernilai investasi.

Di Indonesia saat ini, instrumen sukuk mulai dilirik pemerintah setelah


beberapa perusahaan swasta meluncurkan obligasi syariah. Pemerintah melalui
Departemen Keuangan (Depkeu) melelui ditjen pengelolaan utang Depkeu
telah menunjuk Bank Syariah dan Konvensional yang memiliki izin Bank
Indonesia (BI) dan perusahaan efek yang memiliki izin usaha sebagai penjamin
emisi efek dari Pengawas Pasar Modal untuk menjadi agen penjual sukuk.

Dewasa ini perkembangan instrumen investasi kian menunjukan


eksistensinya. Telah banyak ditawarkan berbagai macam piihan investasi yang
sesuai dengan kebutuhan investor dan perkembangan zaman. Tidak hanya
saham, obligasi dan reksadana, sukuk kini dapat menjadi pilihan investasi yang
menarik dan sesuai dengan prinsip syariah.

Berbeda dengan obligasi, Sukuk merupakan surat berharga yang


menunjukkan penyertaan kepemilikan atas aset perusahaan, dan bukan
merupakan surat pengakuan utang. Sukuk yang diterbitkan berada di bawah
Fatwa MUI dengan kendali Dewan Syariah Nasional. Dengan demikian
keabsahan sukuk yang diterbitkan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan
kesyariahannya. Perbedaan mendasar lainnya adalah sukuk mendapatkan bagi

1
hasil dari hak atas sertifikat kepemilikan atas suatu aset (proyek riil),
sedangkan obligasi mendapatkan bunga atau kupon.

Zakat perusahaan” (Corporate zakat) adalah sebuah fenomena baru,


sehingga hampir dipastikan tidak ditemukan dalam kitab fiqih klasik. Ulama
kontemporer melakukan dasar hukum zakat perusahaan melalui upaya qiyas,
yaitu zakat perusahaan kepada zakat perdagangan. Zakat perusahaan hampir
sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya zakat perusahaan
bersifat kolektif. Gejala ini dimulai dengan prakarsa para pengusaha dan
manajer muslim modern untuk mengeluarkan zakat perusahaan. Kaum
cendekiawan muslim ikut mengembangkan sistem ini, dan akhirnya BAZ
(Badan Amil Zakat) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) juga ikut memperkokoh
pelaksanaannya. 

B. Rumusan masalah
1. Apa Itu Instrumen Keuangan Sukuk?
2. Apa Asal Usul Dan Keistimewaan Sukuk?
3. Apa Saja Jenis Sukuk?
4. Bagaimana Masalah- masalah Sekuritisasi Sukuk?
5. Bagaimana Kasus Sukuk Ritel di Indonesia?
6. Apa itu Zakat Perusahaan?
7. Bagaimana Dasar Hukum Dan Pandangan Ulama Terkait Zakat Perusahaan?
8. Bagaimana Zakat Dengan Infestasi, Jaminan Sosial Dan Juga Fungsi
Infestasi?
9. Apa itu Lembaga Keuangan Syariah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian, Asal usul, Keistimewaan dan Jenis Sukuk
2. Untuk mengetahui Pengertian, dasar hukum dan pandangan Ulama Terkait
Zakat perusahaan
3. Untuk Mengetahui Apa itu Lembaga

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Instrumen Keuangan Sukuk

1. Pengertian Sukuk

Berdasarkan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial


Institution (AAOIFI), Sukuk adalah sertifikat dengan nilai yang sama yang
mewakili bagian kepemilikan yang sepenuhnya terhadap aset yang tangible,
manfaat dan jasa, atau kepemilikan dari aset dari suatu proyek atau aktivitas
investasi khusus. Meskipun Sukuk seringkali disamakan dengan obligasi
syariah, namun sejatinya sifat Sukuk jauh dari obligasi itu sendiri.
Diterbitkannya Sukuk pertama kali pada bulan Juni 2001 oleh Bahrain
Monetery Agency (BMA), yang berupa Sukuk salam jangka pendek (91 hari),
disambut baik oleh pelaku pasar dan menghapus kesan bahwa Sukuk berbeda
dengan instrumen keuangan Islam lainnya yang selama ini dianggap tidak
likuid dan kurang berkualitas. Sukuk berasal dari bahasa Arab “sakk”
(tunggal) dan “Sukuk” (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat
(note).

Penggunaan kata tersebut dapat ditelusuri pada literatur Islam klasik,


terutama pada aktivitas perdagangan internasional di wilayah muslim pada
abad pertengahan bersamaan dengan kata hawalah (transfer/pengiriman uang)
dan mudharabah (aktivitas bisnis persekutuan). Sejumlah penulis sejarah
perdagangan Islam dari Barat menyimpulkan bahwa kata-kata “Sakk”
merupakan kata dari suara latin “Cheque” atau “Check” yang biasa dikenal
dalam perbankan modern. Dalam pengertian praktis, Sukuk merupakan bukti
(claim) kepemilikan. Sebuah Sukuk mewakili kepentingan, baik penuh
maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset (Hakim, 2005).1

1
Nisful Laila, Pengembangan Sukuk Negara di indonesia, (Jawa Timur: Nizamia Learning Center,
2019) hlm. 28

3
Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah,
Sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti
kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak
terpisahkan atau tidak terbagi atas: pertama, kepemilikan aset berwujud
tertentu; kedua, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas
investasi tertentu; atau ketiga, kepemilikan atas aset proyek tertentu atau
aktivitas investasi tertentu. Di Indonesia, pada awalnya penggunaan istilah
Sukuk hanya populer di kalangan akademisi. Sukuk lebih dikenal dengan
istilah Obligasi Syariah. Tapi, sejak keluar peraturan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM) No. IX.A.13 mengenai
Penerbitan Efek Syariah dan ditetapkannya UU No. 19/2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara, istilah Sukuk tersebut menjadi lebih sering
digunakan. Bagaimanapun, Sukuk itu berbeda dengan Obligasi.

2. Sejarah Sukuk

Sukuk yang berhubungan dengan jual beli sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW. Tetapi, pada saat itu Sukuk masih dianggap negatif
dikarenakan sangat dekat dengan riba, sehingga Rasulullah mengingatkan
umat Islam untuk meninggalkannya. Sukuk kemudian muncul pada awal
kekhalifahan Islam dan berkembang dengan sangat luas pada waktu itu.
Perniagaan yang timbul di dunia Barat tentang transfer hak finansial,
khususnya di Inggris pada pertengahan abad ke-18, memungkinkan seorang
pedagang menggunakan suatu sakk atau cheque yang didasarkan pada suatu
jaminan pembayaran yang ditransfer antara pihak yang mewakili pembayaran
yang terjadi pada transaksi perniagaan jangka panjang. 2

Fernand Braudel, seorang Sarjana sosio-ekonomi dari Renaissance,


menjelaskan bahwa pedagang Yahudi dari negara Muslim mentransfer sakk
ke dalam bahasa Eropa secara langsung menjadi kata cheque, sehingga terjadi
perubahan bentuk dan cara pelaksanaan. Selain itu, Braudel juga
mengingatkan bahwa konsep dari cheque tersebut adalah sama dengan aset
2
Ibid,. hlm. 34

4
real yang bisa diambil sewaktu-waktu. Di zaman modern seperti sekarang,
Sukuk merupakan produk yang lahir dari sejarah untuk masa yang panjang,
dimulai dari munculnya ide tentang securities utang Islam dan obligasi yang
berkembang di sektor keuangan. Sukuk tidak bisa terlepas dari perkembangan
lembaga keuangan konvensional, misalnya bonds, equity, dan surat utang
lainnya. Khususnya di Malaysia, sejarah perkembangan produk securities
Islam dimulai pada awal tahun 1990. Pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi
yang melanda ASEAN dan pada waktu itu pasaran bonds sangat diminati oleh
pemodal. Krisis pada waktu itu menyebabkan Malaysia menghadapi
hambatan untuk meningkatkan pasaran bonds dan equity untuk
menyeimbangkan perkembangan yang tidak kondusif pada pasar modal.3

3. Keistimewaan Sukuk

Penyebaran Sukuk relatif cepat karena Sukuk dikenal memiliki


keistimewaan sebagai instrumen keuangan yang selaras dengan hukum Islam
(syariah). Sementara pada masa tersebut bank-bank syariah memiliki
kesulitan dalam menempatkan dananya, karena instrumen keuangan yang ada
sebagian besar mengandung unsur bunga/riba yang karenanya tidak bisa
digunakan oleh institusi keuangan Islam. Semenjak krisis keuangan global
tahun 2008, pertumbuhan perekonomian global menunjukkan recovery
material meskipun masih terbilang rendah dan fragile. 4

Perekonomian negara di kawasan Eropa, Amerika, Cina, dan Jepang juga


masih menunjukkan pertumbuhan yang melambat (Alamsyah, 2014).
Melambatnya pertumbuhan ini meningkatkan kekhawatiran sekaligus
tantangan, terutama bagi industri keuangan Islam untuk terus meningkatkan
pertumbuhannya. Sistem keuangan Islam yang dianggap relatif lebih stabil,
dan berbasis sektor riil mampu memberikan rasa aman karena diyakini
memiliki daya tahan yang lebih tinggi terhadap krisis, sebagaimana
ditunjukkan dalam krisis keuangan global di tahun 1997 dan 2008.

3
Ibid,. hlm. 35
4
Ibid,. hlm. 4

5
Pasar keuangan Islam hingga akhir tahun 2016 menunjukkan
perkembangan yang cukup baik. Perkembangan ini dipicu oleh
perkembangan Sukuk sebagai instrumen keuangan syariah yang relatif baru.
Sukuk mulai banyak diterbitkan dalam berbagai mata uang guna menjangkau
investor secara lebih luas. Sukuk juga mulai banyak digunakan untuk
membiayai proyek-proyek pemerintah di berbagai negara. Dalam rangka
mendorong pengembangan Sukuk dan pasar Sukuk (Sukuk market), beberapa
negara bersedia mengubah undang-undang dan sistem perpajakan mereka.

Keistimewaan Sukuk terletak pada sifatnya yang dapat diperjual belikan,


dapat diperingkat, dan memiliki fleksibilitas hukum. Keistimewaan lain
Sukuk adalah dapat ditawarkan kepada investor baik nasional maupun global
dengan akad yang disesuaikan dengan kebutuhan serta dengan pengenaan
pajak yang berbeda-beda (Huda, 2008). Sukuk juga diyakini sebagai
instrumen keuangan yang lebih aman karena disyaratkan untuk memiliki
underlying asset yang riil.5

4. Jenis-jenis Sukuk

a. Ditinjau berdasarkan akadnya


Menurut Sudarsono (2008:301), berdasarkan Standar Syariah  The
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutons (AAOIFI), sukuk dibagi menjadi sembilan jenis, yaitu:6

1) Sukuk Ijarah.

Ijarah adalah perjanjian pengalihan hak untuk menggunakan barang


atau jasa, tanpa adanya pengalihan kepemilikan atas barang atau jasa
itusendiri. Sukuk ijarah diterbitkan berdasarkan akad ijarah dan terbagi
menjadi: a. Sukuk kepemilikan aset berwujud yang disewakan Yakni
sukuk yang diterbitkan oleh pemilik objek yang disewakan atau

5
Ibid,. hlm. 3
6
Dede Abdul Fatah,” Perkembangan Obligasi Syariah (Sukuk) di Indonesia: Analisis dan
Tantangan”. Jurnal Inovatio UIN Syarief Hidayatullah, Vol.10, No.2. (2011) hlm 37

6
disewakan untuk dijual dan memperoleh hasil dari penjualan tersebut,
sehingga pemilik sukuk menjadi pemilik aset tersebut. b. Sukuk
kepemilikan manfaat Yaitu sukuk yang diterbitkan oleh pemilik aset
atau pemilik manfaat dari asset tersebut untuk menyewakan
aset/manfaat dari aset tersebut dan memperoleh sewa sehingga
pemegang sukuk tersebut menjadi pemilik manfaat dari aset tersebut. c.
Sukuk kepemilikan jasa Yaitu sukuk yang diterbitkan untuk
memberikan layanan tertentu melalui penyedia layanan (misalnya,
layanan pendidikan tinggi) dan memperoleh pembayaran kepada
penyedia layanan sehingga pemegang sukuk menjadi pemilik layanan
tersebut.

2) Sukuk Mudharabah.

Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih


yaitu satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai
penyedia tenaga dan keahlian. Keuntungan dari hasil kerjasama tersebut
dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui, sedangkan kerugian
yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal,
kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian penyedia tenaga dan
keahlian. Sukuk mudharabah adalah sukuk yang merepresentasikan
suatu proyek atau kegiatan usaha yang dikelola berdasarkan akad
mudharabah, dengan menunjuk salah satu patner atau pihak lain sebagai
mudharib (pengelola usaha) dalam melakukan pengelolaan usaha
tersebut. Dalam hal ini, penerbit sukuk adalah pihak Mudharib dan
pembeli sukuk adalah pemilik modal (Shohibul Maal), dan penerbitan
sukuk adalah modal mudharabah, sehingga pemegang sukuk menjadi
pemilik harta/asset mudharabah dan berhak mendapat bagian dari
keuntungan dan dapat menderita kerugian.7

3) Sukuk Salam

7
Ibid,. hlm. 38

7
Salam adalah kontrak untuk pembelian dan penjualan suatu barang
yang kuantitas dan kriterianya telah ditentukan dengan jelas ketika
membayar dimuka dan barang tersebut dikirim kemudian, pada tanggal
yang disepakati bersama. Sukuk salam adalah sukuk yang diterbitkan
untuk mengumpulkan dana modal berdasarkan akad salam sehingga
barang yang akan dikirimkan berdasarkan akad salam menjadi milik
pemegang sukuk.12 Dalam hal ini, penerbit sukuk adalah pihak yang
menjual barang dagangan salam. Pembeli sukuk adalah pihak yang
membeli barang, dan penerbitan sukuk tersebut menghasilkan nilai atau
harga (modal) barang tersebut. Sehingga pemilik sukuk menjadi salah
satu pemilik barang yang dijual dengan salam paralel.

4) Sukuk Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih


untuk meenggabungkan modal baik dalam bentuk uang maupun bentuk
lainya, untuk tujuan memperoleh keuntungan yang akan dibagikan
sesuai dengan nisbah yang selah disetujui. Sedangkan kerugian yang
timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi
modal masing-masing pihak. Sukuk musyarakah adalah sukuk yang
diterbitkan dengan tujuan memperoleh dana untuk menjalankan proyek
baru, mengembangkan proyek yang sudah berjalan atau untuk
membiayai kegiatan bisnis yang dilakukan berdasarkan akad
musyarakah, sehingga pemegang sukuk menjadi pemilik proyek atau
aset kegiatan usaha tersebut sesuai dengan kontribusi dana yang
diberikan. Sukuk musyarakah tersebut dapat dikelola dengan akad
musyarakah (partisipasi) mudharabah atau agen investasi (wakalah).

Dalam hal ini pihak penerbit sukuk adalah pihak yang mengundang
untuk berkolaborasi dalam proyek atau aktivitas bisnis tertentu. Pembeli
sukuk menjadi mitra dalam akad musyarakah. Sehingga para pemilik

8
sukuk berbagi harta dalam kerjasama ini dan membagi untung dan rugi
tergantung dari keikutsertaan dalam kerjasama tersebut.

5) Sukuk Istishna’

Istishna’ adalah perjanjian jual beli harta berupa obyek pembiayaan


antara para pihak yang spesifikasinya, cara, jangka waktu dan harga
aset ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Sukuk istishna’
adalah sukuk yang diterbitkan untuk menghimpun dana untuk produksi
suatu barang sehingga barang yang dihasilkan menjadi milik pemegang
sukuk. Sukuk Istishna’ hampir sama dengan sukuk salam hanya saja
berbeda dari segi pelunasan pokok, yaitu dalam akad salam anda tidak
dapat menghentikan uangnya, padahal untuk istishna’ diperbolehkan
(deferred price). Dalam hal ini, penerbit sukuk adalah produsen
(pemasok atau penjual aset). Pembeli sukuk adalah orang yang
bertindak sebagai pembeli atas aset yang diproduksi, dan hasil
penerbitan sukuk adalah penerbitan sukuk adalah’ .8

6) Sukuk Murabahah

Murabahah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih, yaitu pihak
sebagai pemberi modal dan pihak lain yang menyediakan tenaga dan
keahlian. Keuntungan dari hasil kerjasama dibagi atas dasar nisbah
yang telah disepakati, sedangkan kerugian yang timbul sepenuhnya
ditanggung oleh pemberi modal, kecuali kerugian tersebut disebabkan
oleh kelalaian tenaga dan keahlian. Sukuk Mudharabah sukuk yang
merepresentasikan suatu proyek atau kerugian usaha yang dikelola
berdasarkan akad mudharabah dengan menunjuk salah satu mitra atau
pihak lain sebagai mudharib (pengelola usaha). AAOIFI
mendefinisikan sukuk murabahah sebagai surat berharga dengan nilai
yang sama yang diterbitkan untuk membiayai pembelian komoditas

8
Ibid,. hlm. 38

9
murabahah sedangkan komoditi tersebut menjadi pemilik pemegang
sukuk.9

Sukuk murabahah termasuk non-tradable sukuk dan hanya


diperjual-belikan di pasar primer, karena sertifikat sukuk murabahah
melambangkan hutang. Syariat islam melarang perdagangan hutang
karena dapat menjurus pada riba. Sukuk murabahah lebih
memungkinkan digunakan untuk hal yang berhubungan dengan
pembelian barang untuk sektor publik, misalnya pemerintah
membutuhkan barang-barang dengan harga tinggi maka dimungkinkan
membelinya dengan cara kredit dengan membayar angsuran.15 Sukuk
ini diartikan sebagai sukuk bernilai sama, yang diterbitkan dalam
rangka membiayai pembeli barang/komuditas melalui akad murabahah,
sehingga pemegang sukuk menjadi pemilik barang/komuditas
murabahah.

Dalam hal ini, pihak penerbit sukuk adalah pihak yang menjual
barang murabahah. Pihak pembeli sukuk adalah pihak yang bertindak
sebagai pembeli barang, sedangkan dana hasil penerbitan sukuk adalah
nilai/harga penyediaan atau pembelian barang. Sehingga pemegang
sukuk secara bersama-sama menjadi pemilik barang murabahah dan
berhak atas hasil dari penjualan barang tersebut.

7) Sukuk Wakalah

Wakalah adalah akad pendelegasian kekuasaan dari suatu pihak


kepada pihak lain dalam hal tertentu. Sukuk Wakalah adalah sukuk
yang mewakili suatu proyek atau kegiatan usaha yang dikelola
berdasarkan akad wakalah dengan menunjuk agen khusus (perwakilan)
untuk mengelola usaha atas nama pemegang sukuk. Sukuk ini
merupakan proyek atau kegiatan yang dikelola berdasarkan perjanjian
wakalah dengan menunjuk agen/perwakilan untuk pengelola kegiatan
9
Ibid,. hlm. 39

10
atas nama pemegang saham. Hukum syariah untuk penerbitkan sukuk.
Dalam hal ini, penerbit sukuk berperan sebagai perwakilan (agen).
Pembeli sukuk adalah pihak pemberi bantuan (muwakkil). Sedangkan
dana hasil penerbitan sukuk merupakan modal investasi. Dengan cara
ini, pemegang sukuk menjadi pemilik harta/asset yang diwakili dalam
sukuk, termasuk manfaat dan resikonya, dan berhak atas manfaat yang
dihasilkan.10

8) Sukuk Muzara’ah

Muzara’ah adalah perjanjian kerjasama di bidang pertanian dimana


pemilik tanah mengalihkan hak pengelolaan tanah kepada pihak lain
(petani). Keuntungan yang diperoleh dari dana hasil dibagikan secara
wajar sesuai kontrak diawal. Sukuk Muzara’ah adalah sukuk yang
diterbitkan untuk menghimpun dana guna mendanai kegiatan pertanian
berdasarkan akad muzara’ah, sehingga pemegang sukuk berhak untuk
ikut serta dalam panen sesuai dengan ketentuan akad.16 Sukuk ini
diterbitkan untuk memobilisasi dana guna membiayai kegiatan
pertanian berdasarkan perjanjian muzara’ah, sehingga pemenang sukuk
memiliki hak untuk ikut serta dalam hasil pertanian sesuai dengan
kesepakatan. Dalam hal ini, terdapat dua jenis sukuk muzara’ah yang
diterbitkan oleh pemilik tanah atau sukuk yang diterbitkan oleh
pengelola lahan (pekerja). jika sukuk tersebut diterbitkan oleh pemilik
tanah, maka pembeli sukuk tersebut bertindak berdasarkan akad
muzara’ah. Dana dari penerbitan sukuk adalah dana untuk menutupi
biaya pertanian.

Namun, dalam kasus penerbitan sukuk oleh pengelola lahan,


pembeli sukuk bertindak sebagai pemilik tanah yang pendapatannya
dari sukuk dialokasikan untuk pembelian lahan pertanian. Dengan

10
Ibid,. hlm. 39

11
demikian, pemegang sukuk berhak untuk ikut serta dalam produksi
tanah sesuai kontrak.

9) Sukuk Musaqah

Musaqah adalah perjanjian kerjasama di bidang irigasi tanaman


pertanian, dimana pemilik tanah menyerahkan hak pengelolaan tanah
kepada pihak lain (penanam) untuk pengairan (irigasi) dan perawatan
tanaman. Keuntungan yang diperoleh dari hasil pertanian dibagi sesuai
kesepakatan. Sukuk musaqah adalah sukuk yang diterbitkan untuk
menggunakan dana hasil emisi sukuk untuk melakukan kegiatan irigasi
untuk tanaman berbuah, untuk menutupi biaya operasi dan
pemeliharaan tanaman berdasarkan kontrak musaqah. Dengan
demikian, pemegang sukuk berhak ikut serta dalam panen sesuai
kontrak.17 Sukuk yang dikeluarkan dengan tujuan penggunaan dana
hasil penerbitan sukuk untuk melakukan irigasi atas tanaman berbuah,
membayar biaya operasional dan perawatan tanaman tersebut
berdasarkan akad musaqah, sehingga pemegang sukuk berhak atas
bagian dari hasil panen dan sesuai dengan kesepakatan. Dalam hal ini,
terdapat dua jenis sukuk musaqah yang dapat diterbitkan oleh pemilik
tanah yang telah memiliki hasil panen, atau sukuk yang diterbitkan oleh
petani. Jika sukuk diterbitkan oleh pemilik tanah yang telah memiliki
hasil panen, maka pembeli akan bertindak sebagai penggarap lahan
berdasarkan akad musaqah. Pendapatan emisi sukuk adalah dana untuk
menutupi biaya irigasi dan pemeliharaan tanaman. Sementara itu, jika
sukuk diterbitkan oleh petani untuk menggarap lahan, maka pembeli
sukuk tersebut bertindak sebagai pemilik lahan tempat emisi sukuk
tersebut digunakan untuk mengairi tanaman. Sehingga pemegang sukuk
berhak ikut serta dalam produksi tanaman sesuai kontrak.11

11
Ibid,. hlm. 40

12
b. Ditinjau dari pihak penerbit 
Berdasarkan sumber penerbitannya, sukuk dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Sukuk Korporasi. Sukuk korporasi merupakan jenis obligasi syariah


yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah.
2. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Surat Berharga Syariah
Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara,
adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

c. Ditinjau dari pembagian atau pendapatan hasil 

Berdasarkan pembagian atau pendapatan hasil, sukuk diklasifikasikan


kedalam tiga jenis, yaitu:
1. Sukuk Margin Sukuk margin yaitu sukuk yang pembayaran
pendapatanya bersumber dari margin keuntungan akad jual beli, sukuk
ini terdiri dari sukuk murabahah, sukuk salam dan sukuk istishna’.
2. Sukuk Fee Sukuk fee yaitu sukuk yang pembayaran pendapatanya
bersifat tetap karena bersumber dari pendapatan tetap dari sewa atau fee
yaitu sukuk ijarah.
3. Sukuk Bagi Hasil Sukuk bagi hasil yaitu sukuk pembayaran
pendapatanya berdasarkan bagi hasil dan hasil yang diperoleh dalam
menjalankan usaha yang dibiayai yaitu sukuk mudharabah dan sukuk
musyarakah.

d. Ditinjau dari basis aset 


Berdasarkan basis aset, sukuk diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu:
1. Sukuk Aset Sukuk aset adalah pembiayaan yang berbasis pada aset
termasuk didalamnya sukuk salam seperti dalam pembiayaan produksi
pertanian, sukuk istishna’ seperti proyek kontruksi gedung dan
perumahan atau instruktur lainya, sukuk murabahah seperti pembiayaan
usaha perdagangan, pembiayaan bahan baku produksi dan sukuk ijarah,
misalnya leasing.

13
2. Sukuk Penyertaan atau Sukuk Equity Sukuk penyertaan atau sukuk
equity adalah pembiayaan yang berbasis pada penyertaan modal. Sukuk
yang termasuk dalam sukuk equity adalah sukuk mudharabah atau yang
lebih dikenal pembiayaan bisnis (business financing) atau sukuk
musyarakah atau yang dikenal kerjasama kemitraan (joint venture).
Selain jenis-jenis sukuk diatas ada juga multi sukuk atau sukuk
campuran (hybrid sukuk) yaitu investasi atau pembiayaan yang
dilakukan dengan multiple akad sukuk atau dibiayai dengan gabungan
beberapa akad sukuk.

5. Masalah-masalah Sekuritisasi Sukuk


Alvi (2005), mengurai masalah-masalah umum pada pengembangan sukuk
antara lain: (1) terbatasnya jumlah penerbitan sehingga perdagangan di pasar
sekunder tidak aktif; (2) buy and hold strategy oleh mayoritas investor; (3)
terbatasnya aset-aset berkualitas untuk sekuritisasi ijarah; (4) terbatasnya
korporasi yang fokus dan concern. Alvi (2005) menambahkan beberapa isu
penting dari aspek regulasi, hukum, syariah, dan lainnya: (1) rendahnya
dukungan regulasi; (2) rendahnya inisiatif pengembangan framework hukum
yang berbeda dengan instrumen konvensional; (3) kurangnya harmonisasi
antara produk sekuritas Islam yang telah ada serta perbedaan pendapat para
ulama; (4) terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang memenuhi kualifi
kasi dalam pasar modal syariah; dan (5) masih sedikitnya bank investasi Islam
menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk strukturisasi, memulai, dan
mengelola transaksi di pasar modal.12

permasalahan utama dalam pengembangan sukuk korporasi terletak pada


empat hal. Ketidakjelasan pajak (regulasi), minim pemahaman pelaku pasar
modal (pelaku pasar), minim SDM profesional (pelaku pasar), dan belum
diterbitkannya sukuk negara (pemerintah). Dari keempat masalah tersebut, dua
12
Endri,”Permasalahan Pengembangan Sukuk Korporasi Di Indonesia Menggunakan Metode
Analytical Network Process”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 13, No.3 (September, 2009)
hlm. 361

14
solusi yaitu revisi aturan pajak/penghapusan pajak ganda dan penerbitan sukuk
negara dapat diimplementasikan secepatnya dan merupakan solusi jangka
pendek. Sementara itu dua solusi lainnya yaitu sosialisasiedukasi dan
penyediaan SDM profesional merupakan solusi jangka panjang yang harus
dilakukan secara simultan. Market driven strategy dipandang sebagai strategi
paling tepat dalam pengembangan sukuk korporasi di Indonesia. Hal ini sejalan
dengan kebijakan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi syariah di
Indonesia secara umum, yaitu bottom up approach. Membangun basis
fundamental yang kuat di masyarakat, kemudian membuat regulasi dan
kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu untuk meng akomodasi pasar secara
bertahap.

Masalah dalam pengembangan sukuk korporasi di Indonesia lebih


didominasi aspek pelaku pasar dan regulasi. Minimnya pemahaman pelaku
pasar modal dan keterbatasan SDM membuat pasar sukuk lambat bergerak di
samping ketidakpastian pajak membuat perusahaan ragu untuk menerbitkan
sukuk. Sedangkan permasalahan umum yang tidak hanya dialami di Indonesia,
tetapi juga di seluruh dunia adalah aspek kompleksitas produk. Sukuk adalah
instrumen baru keuangan syariah yang mempunyai ciri khas dan karakteristik
yang berbeda dibandingkan produk lain. Mengembangkan sukuk agar
kompatibel dengan pasar modal modern tanpa menanggalkan aspek kepatuhan
syariah menjadi sebuah tantangan tersendiri. Kebijakan pemerintah dalam
pengembangan sukuk mengikuti pola kebijakan pengembangan ekonomi
syariah secara umum, yaitu bottom up approach. Sehingga mengembangkan
pasar menjadi faktor kunci dalam menumbuhkan pasar sukuk di Indonesia.13

6. Kasus Sukuk Ritel Syariah di Indonesia

Selama beberapa dekade terakhir, sukuk telah memerankan peran yang


signifikan dalam perkembangan keuangan Islam, hingga menjadi bagian dari
instrumen fiskal untuk memenuhi kebutuhan anggaran banyak negara dalam

13
Ibid,. hlm. 371

15
pembangunan. Sejak 2001 hingga 2016, sudah ada sekitar 29 negara yang
menerbitkan sukuk di pasar global, yang sebagian besar merupakan negara
Muslim. Malaysia menjadi negara yang paling berkontribusi besar dalam
penerbitan sukuk negara di pasar global. Sekitar 55 persen sukuk negara di
pasar global diterbitkan oleh Malaysia, kemudian diikuti oleh Arab Saudi (14
persen), UAE (9 persen) dan Indonesia (8.1 persen). Sebagai negara yang
memiliki populasi penduduk Muslim terbesar di dunia, tentunya mengherankan
bahwa Indonesia masih tertinggal dalam hal ini. Dengan potensi pasar yang
besar, sudah seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan potensinya untuk
mendorong perkembangan sukuk negara, baik di pasar domestik, maupun
internasional.

Hingga akhir tahun 2017, penerbitan sukuk negara sebagai sumber


pendanaan pembangunan mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun
2013, penerbitan sukuk negara di Indonesia mencapai Rp11Triliun, meningkat
menjadi Rp16.7 Triliun pada 2017. Penerbitan sukuk negara merupakan bentuk
kemerdekaan keuangan negara, karena dengan meningkatnya sumber
pendanaan domestik dapat mengurangi ketergantungan negara pada hutang luar
negeri.

Kami menyimpulkan bahwa tiga masalah terpenting yang harus


diselesaikan terkait dengan komitmen pemerintah (15,5 persen), infrastruktur
transaksi yang memadai (10,3 persen), dan kecukupan regulasi (9,6 persen).

Studi oleh Nisful Laila dan Muslich Anshori (2020) telah melakukan
kajian komprehensif melalui riset untuk menjawab masalah diatas terkait
perkembangan sukuk negara di Indonesia. Studi tersebut telah melakukan
penilaian mengenai masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam
mengembangkan sukuk negara, serta memberikan solusi alternatif dan
rancangan strategis untuk meningkatkan kinerja sukuk negara di Indonesia ke
depannya. Metode Analytical Network Process (ANP) diadopsi dalam studi
tersebut untuk melakukan penelitian mendalam terkait isu perkembangan

16
sukuk negara di Indonesia. Tahap awal penelitian dilakukan dengan studi
literatur, kemudian dilanjutkan dengan survei dan wawancara mendalam
dengan stakeholders terkait, termasuk akademisi, praktisi, regulator dan
asosiasi. Pemilihan responden dalam riset tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan pengalaman pekerjaan dan pemahaman responden terkait
masalah yang dikaji. Terdapat 12 responden yang terlibat dalam penelitian,
yang dikelompokkan menjadi 4 grup, yaitu: (1) regulator berasal dari
Direktorat Pengelolaan Utang Negara, Kementerian Keuangan, (2) ahli dari
pihak akademisi yang memiliki rekam jejak penelitian dan pemahaman yang
baik terkait sukuk, (3) informan yang terlibat aktif dalam asosiasi keuangan
Islam, khususnya sukuk negara, (4) praktisi di bidang manajemen portofolio
investasi sukuk.14
Secara keseluruhan, hasil riset berdasarkan menggunakan model ANP,
menunjukkan mayoritas responden setuju bahwa dalam hal masalah yang
dihadapi dalam perkembangan sukuk negara di Indonesia, komitmen
pemerintah menjadi prioritas masalah yang paling penting dengan persentase
hasil survei terhadap akademisi, praktisi, regulator dan asosiasi sebesar 15.5
persen. Kemudian diikuti oleh masalah terkait infrastruktur transaksi (10.3
persen) dan masalah dengan regulasi (9.6 persen). Dalam konteks solusi
alternatif yang diusulkan dalam penelitian tersebut, hasil model ANP
menunjukkan bahwa semua responden setuju bahwa solusi paling penting yang
harus segera direalisasikan adalah terkait meningkatkan komitmen pemerintah
(12.8 persen), dan diikuti oleh meningkatkan kenyamanan transaksi (11.1
persen), serta melakukan revisi terhadap regulasi untuk pengembangan sukuk
negara yang lebih baik ke depannya (10.9 persen).

Dari aspek strategi, hasil ANP menunjukkan bahwa semua responden


setuju mengenai prioritas strategi, yaitu membuat roadmap dan menyediakan
infrastruktur yang memadai (11.2 persen), meningkatkan pengawasan regulasi

14
Nisful Lailaa dan Muslich Anshorib,”The Development of Sovereign Sukuk
in Indonesia”, International Journal of Innovation, Creativity and Change, Vol.11 No.11, (2020)
hlm. 637

17
(11.1 persen) dan optimalisasi peran pemerintah dan insentif pajak yang lebih
mendukung pengembangan sukuk negara di Indonesia (8.6 persen). Beberapa
rekomendasi spesifik yang ditujukan kepada pemerintah agar dapat
meningkatkan kinerja pengembangan sukuk negara di Indonesia, antara lain
adalah (1) mendorong kepastian perpajakan melalui revisi peraturan terkait
insentif pajak untuk sukuk, minimal besarnya pajak atas sukuk sama dengan
obligasi, sehingga kedua instrumen tersebut dapat bersaing dengan adil di pasar
modal, serta (2) meningkatkan peran pemerintah dalam mendukung
pengembangan sukuk negara, bisa dengan meningkatkan pembiayaan berbasis
proyek agar dapat mengoptimalkan kontribusi sukuk negara dalam mengurangi
defisit anggaran.15

B. Zakat Perusahaan

1. Pengertian Zakat Perusahaan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, perusahaan adalah kegiatan atau


pekerjaan dan sebagainya yang diselenggarakan secara teratur dengan tujuan
mencari keuntungan dengan cara menghasilkan sesuatu, mengolah
(membuat, mengubah) barang, berdagang, memberikan jasa, dan
sebagainya.16

Para ahli ekonomi menyatakan bahwa saat ini komoditas-komoditas


yang dikelola perusahaan tidak terbatas hanya pada komoditas-komoditas
tertentu yang sifatnya konvensional yang dilakukan dalam skala, wilayah
dan level sempit. Bisnis yang dikelola perushaan telah merembah berbagai
bidang kehidupan, dalam skala dan wilayah yang sangat luas, bahkan antar
Negara dalam bentuk ekspor-impor. Paling tidak menurut mereke,
perusahaan itu pada umumnya mencakup tiga hal besar:
Pertama, perushaan yang menghasilkan produk-produk tertentu. Jika
dikaitkan dengan kewajiban zakat, maka produk yang dihasilkannya harus
15
Ibid,. hlm. 641
16
Asep dan Ade Mulyana,”Pandangan Ulama Tentang Zakat Perusahaan”, Jurnal Hukum Perdata
Islam, Vol. 22 No. 1, (Juni, 2021) hlm. 119

18
halal dan dimiliki oleh orang-orang yang beragama Islam, atau jika
pemiliknya bermacam-macam agamanya, maka berdasarkan kepemilikan
saham dari yang beragama Islam.
Kedua, perusahaan yang bergerak di bidang jasa, seperti perusahaan di
bidang jasa pelayanan konsultasi hukum (advokat/pengacara), keuangan,
angkutan, dan lain sebagainya.
Ketiga, perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, seperti lembaga
keuangan, baik bank maupun non-bank (asuransi, reksadana, money canger,
dan lain-lainnya) Syarat Pengenaan Zakat Perusahaan :
Zakat perdagangan di era modern ini bisa juga disebut dengan zakat
perusahaan. perusahaan secara umum dapat dikategorikan ke dalam 1)
Perusahaan yang melakukan usaha produksi/menghasilkan produk
(commodity), seperti perusahan industry, perusahaan manufaktur, dan
lainnya. 2) perusahaan yang bergerak dibidang jasa (service), seperti lawyer,
akuntan, auditor, dan lainnya. 3) perusahaan yang bergerak dibidang
keuangan (finance) seperti Bank, lembaga asuransi, reksadana, dan lainnya.
Perusahaan yang dimiliki oleh umat muslim dapat dikenakan zakat, karena
perusahaan tersebut mengalami suatu perkembangan harta dari aktivitas
bisnisnya, dan perusahaan dapat bertindak sebagai amil dalam pembayaran
zakat para pemiliknya sebelum laba dibagikan kepada para pemilik sesuai
dengan proporsinya atau dibayarkan melalui BAZ atau LAZ.Nurhayati
menjelaskan dalam bukunya, bahwa zakat perusahaan harus dikeluarkan
jika syarat berikut terpenuhi.
a. Kepemilikan dikuasai oleh muslim/muslimin
b. Bidang usaha harus halal
c. Asset perusahaan dapat dinilai
d. Asset perusahaan dapat berkembang
e. Minimal kekayaan perusahaan setara dengan 85 gram emas.

Sedangkan syarat teknisnya adalah sebagai berikut:

19
1) Adanya peraturan yang mengharuskan pembayaran zakat perusahaan
tersebut.
2) Anggaran dasar perusahaan memuat hal tersebut 3) RUPS
mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan hal itu 4) Kerelaan
para pemegang saham menyerahkan pengeluaran zakat sahamnya
kepada dewan direksi perusahaan.

2. Zakat Perusahaan dalam Pandangan Ulama

Kekayaan yang mengalami pertumbuhan oleh Islam diwajibkan zakat


ada dua macam. Pertama kekayaan yang dipungut zakatnya dari pangkal
dan pertumbuhannya, yaitu dari modal dan keuntungan investasi, setelah
setahun, seperti yang berlaku pada zakat ternak dan barang dagang. Hal itu
oleh karena hubungan antara modal dengan keuntungan dan hasil investasi
itu sangat jelas. Besar zakatnya adalah 2.5%.

Dan kedua adalah kekayaan yang dipungut zakatnya dari hasil investasi
dan keuntungannya saja pada saat keuntungan itu diperoleh tanpa menunggu
masa setahun, baik modal itu tetap seperti tanah pertanian maupun tidak
tetap seperti lebah madu. Besar zakatnya adalah 10% atau 5%.24 Harta
(modal) perniagaan atau perdagaangan terdiri dari berbagai macam jenis,
antara lain:

a. Berupa barang dagangan yang beredar (manqul) seperti mobil,


traktor, berbagai macam mesin, barang-barang dagangan yang
dijajakan seperti makanan, pakaian dan lain-lain.

b. Berupa barang-barang yang tidak beredar atau tetap (tsawabit) seperti


kantor, mobil yang digunakan untuk bekerja, alat-alat seperti
mesinmesin tulis, mesin-mesin hitung dan berbagai macam perkakas
lain besar nilai harganya.

c. Berupa barang-barang yang tidak bergerak („iqar) seperti gedung-


gedung perkantoran tempat-tempat penjualan dan pemasaran, tanah
kosong dan lain-lain.

20
d. Berupa berbagai macam piutang seperti piutang yang pembeliannya
diangsur selama beberapa tahun, piutang yang pelunasannya telah
ditetapkan pada waktu tertentu dan ada pula piutang yang menurut
akutansi disebut “piutang mati” (“ad-dainaul-mayyit”). Selain itu
masih ada pula berbagai macam barang dagangan yang berada di
tangan badanbadan perwakilan (egencies) dagang.17

3. Landasan Hukum Zakat Perusahaan

Dasar hukum pengenaan zakat perusahaan adalah dalil yang bersifat


umum, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 267
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Dasar hukum ini juga ditunjang oleh hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari (hadist ke-1448): “Dari Muhammad bin Abdillah al-Anshari
dari bapaknya, ia berkata bahwa Abu Bakar Shidiq telah menulis surat yang
berisikan perintah zakat oleh Rasulullah kepadanya: “Janganlah digabungkan
sesuatu yang terpisah dan jangan pula dipisahkan sesuatu yang tergabung
(berserikat) karena takut mengeluarkan zakat. dan apa-apa yang telah
digabungkan dari dua orang yang berserikat (berkongsi), maka keduanya
harus diberlakukan secara sama” (HR. Bukhari) Berdasarkan hadis tersebut,
keberadaan sebagai wadah usaha menjadi badan hukum. Sebab di antara
individu itu timbul transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak
luar, dan juga menjalin kerja sama. Segala kewajiban dan hasi akhirnya pun
dinikmati bersama bersama, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah
SWT dalam bentuk zakat. Undang-undang No. 38 tahun 1999, tentang

17
Ibid,. hlm 121

21
pengelolaan zakat, bab IV pasal 11 ayat (2) bagian (b) dikemukakan bahwa di
antara objek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan
perusahaan.18

4. Pandangan Ulama Terhadap Zakat Perusahaan


Adapun beberapa pandangan mengenai zakat, yaitu pandangan sempit
dan pandangan luas. Pandangan sempit tentang kekayaan yang wajib zakat
berpendapat sebagai berikut: 19
1) Rasulullah telah menentukan kekayaan-kekayaan yang wajib zakat,
tetapi tidak memasukkan ke dalamnya harta benda yang dieksploitasi
atau disewakan seperti gedung, binatang, alat-alat dan lain-lain. Yang
prinsip adalah bahwa pada dasarnya manusia ini bebas beban, prinsip itu
tidak bias dilanggar begitu saja tanpa nash yang benar dari Allah dan
Rasul. Sedangkan nash seperti itu dalam masalah ini tidak ada.
2) Hal itu didukung oleh kenyataan bahwa para ulama fiqih dalam berbagai
masa dan asal tidak pernah mengatakan bahwa hal itu wajib zakat. Bila
merela pernah mengatakan demikian tentu akan sampai kepada kita.
3) Bahkan mereka hanya mengatakan sebaliknya, yaitu bahwa rumah
tinggal, alat-alat kerja, hewan tunggangan dan perabot rumah tangga
tidak wajib zakat. Pandangan sempit tentang kekayaan apa saja yang
wajib zakat itu sesungguhnya merupakan pendangan lama yang sudah
dikenal semenjak zaman salaf, ditegakkan dan dibela oleh pemuka
mazhab Zahiri terkemuka, Ibnu Hazm dan dalam zaman modern ini
didukung oleh Syaukani dan Sadik Hasan Khan sehingga sampai
berpendapat bahwa kekayaan dagang, buahan dan buahan segar tidak
wajib zakat. Sedangkan pandangan luas tentang kekayaan yang wajib
zakat adalah mewajibkan zakat atas pabrik-pabrik, gedung-gedung dan
lain-lainnya seperti tersebut di atas. Mereka adalah ulama-ulama mazhab

18
Ibid,. hlm 122
19
Yusuf Qardawi, Hadya al-Islam: Fatwa Mu’ashirah, Penerjemah Al-Hamid Al-Husaini, (Bandung:
Pustaka hidayah, 2000) hlm. 367

22
Maliki dan mazhab Hambali, ulama-ulama Hadawiya dari mazhab
Zaidiah (Syi’ah), dan juga sebagian ulama kurun ini seperti ulama-ulama
terkemuka: Abu Zahra, Khalaf dan Abdur Rahman Hasan.

Pandangan luas inilah yang penulis nilai lebih kuat berdasarkan


alasan-alasan berikut:
a) Allah menegaskan bahwa dalam apa pun kekayaan terdapat
kewajiban tertentu yang namanya zakat atau shadaqah, Ibnu Arabi
telah membantah pendapat mazhab Zahiri yang menolak bahwa zakat
wajib atas harta benda dagang karena tidak adanya hadis shahih tetang
hal itu. Firman Allah ‘Tariklah shadaqah dari kekayaan mereka’
berlaku umum yaitu segala jenis kekayaan apa pun bentuk, jenis dan
tujuannya. Bila hendak dikatakan bahwa ayat itu berlaku khusus atas
kekayaan tertentu saja, hendaknya mengemukakan landasanya.
b) Alasan wajib zakat atas suatu kekayaan adalah logis, yaitu
bertumbuh, sesuai dengan pendapat ulama-ulama fiqih yang
melakukan pengkajian dan penganalogian atas hukum, yaitu segenap
ulama Islam selain golongan kecil ulama mazhab-mazhab Zahiri,
Mu’tazilah dan Syi’ah. Berdasarkan hal zakat tidaklah wajib atas
rumah tinggal, pakaian mewah, perhiasan mahal, peralatan kerja dan
kuda tunggangan, berdasarkan ijmak. Pendapat yang benar juga
adalah bahwa zakat tidak berlaku atas unta dan lembu karena kasus
tertentu, perhiasan wanita yang dipakai sehari-hari dan semua
kekayaan yang tidak mengalami pertumbuhan baik sendiri maupun
karena usaha manusia. Bila pertumbuhan adalah sebab zakat wajib,
maka wajib atau tidak wajibnya zakat tergantung kepada ada atau
tidak adanya sebab itu. Bila pertumbuhan terjadi pada suatu kekayaan
maka berarti zakat wajib, tetapi bila tidak tentu tidak wajib pula.
c) Maksud syariat zakat, yaitu pembersihan dan penyucian bagi
kepentingan pemilik kekayaan sendiri, penyantunan terhadap fakir
miskin dan keikutsertaan dalam membela Islam, Negara dan dakwah.

23
Mengakibatkan pewajiban zakat sangat pantas ditunjukkan kepada
orang-orang yang memiliki kekayaan itu supaya mereka bersih dan
suci, sedangkan orang miskin memperoleh bantuan serta terangkat
harkat dirinya, Islam sebagai agama dan juga Negara menjadi kuat
dan maju. Kasani mengemukakan logika pewajiban zakat atas hasil
tanaman sebagai berikut, “ Pemberian zakat untuk fakir miskin adalah
salah satu bentuk bersyukur kepada Allah, menolong yang lemah,
membantu mereka untuk dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban,
serta merupakan bentuk pemberantasan sifat kikir dan menanamkan
sifat 37 pemurah. Semuanya itu benar menurut logika dan agama.
Lalu karena itu, tidakkah lebih pantas pemilik-pemilik pabrik-pabrik,
gedung-gedung, kapalkapal laut, kapal-kapal terbangdan lain-lain itu
untuk mensyukuri nikmat, menolong orang lemah dan mengikis sifat
kikir. Bila penghasilan yang mereka terima berlipat ganda lebih besar
daripada penghasilan petani jagung dan gandum yang hanya dengan
pengerahan tenaga yang sedikit sekali. Harta berkembang seperti
mesin-mesin, alat-alat industry yang pergunakan sebagai pengganti
tenaga manusia. Harta kekayaan ini dieksploitasikan dengan perkakas
dan alat-alat industry. Harta ini dianggap sebagai harta kebanyakan
berkembang, maka wajib zakat.

5. Tata Cara Pengeluaran Zakat Perusahaan


Para ulama menganalogikan zakat perusahan ini kepada zakat
perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan
sebuah perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan.
Oleh karena itu, secara umum nishab zakat perusahaan senilai nishab emas
dan perak, yaitu 85 gram emas dan zakatnya 2,5 % dari asset (bukan dari
keuntungan), yaitu uang (kas) atau barang siap diperdagangkan atau
persediaan) yang dinilai dengan nilai uang, kemudian dikurangkan dengan
hutang-hutangnya. Dengan kata lain, perhitungan zakat perusahaan adalah

24
didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban
lancar atas aktiva lancar. 20
Adapun pola perhitungan zakat perniagaan berdasarkan assets yang
dimilki terdiri dari21 :
1) Harta dalam bentuk uang tunai, yang terdiri dari kas dan uang
simpanan
2) Harta dalam bentuk persediaan barang dagang dan aktiva berupa
sarana dan prasarana
3) Harta yang berupa piutang usaha atau piutang dagang Ketiga bentuk
harta kena zakat tersebut akan dihitung dan dikurangi harta yang
berupa aktiva tetap (sarana dan prasarana) dan kewajiban-kewajiban
yang dimiliki pada akhir tahun pembayaran zakat.

Dalam muktamar internasional tentang zakat telah menganalogikan zakat


perusahaan pada perdagangan, sesuai dengan keterangan dari Abu Ubaid
dalam kitabul amwal menerangkan bahwa “apabila anda telah sampai batas
waktu membayar zakat, perhatikanlah apa yang engkau miliki, baik berupa
uang (kas) ataupun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian
nilailah dengan nilai uang, dan hitunglah hutang-hutangmu atas apa yang
engkau miliki”. Maka dapat diketahui bahwa pola perhitungan zakat
perusahaan, didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan
mengurangkan kewajiban atas aktiva lancar. Atau seluruh harta (diluar sarana
dan prasarana) ditambah keuntungan, di kurangi pembayaran utang dan
kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5 % sebagai zakatnya.
Sementara pendapat lain menyatakan bahwa yang wajib di keluarkan
zakatnya itu hanyalah keuntungannya saja. Dari penjelasan tersebut dapat
dipahami bahwa pola perhitungan yang lebih sesuai adalah dasar neraca
seperti yang dijelaskan oleh para ulama dengan menganalogikannya pada
zakat perniagaan dengan mengurangkan aktiva lancer dengan hutang lancar.
20
Karseno, “Mengenal Zakat Kontemporer dan Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena
Zakat”, (Padang: BAZ Sumbar, 2005.) hlm. 216
21
Yusuf Qardhawi, “Hukum Zakat (Terjemah)”, (Jakarta: Litera Antarnusa, 2006) hlm. 332

25
Setiap pola perhitungan yang digunakan akan berkaitan dengan
karakteristik setiap perusahaan yang menjadi subjek zakat, dasar neraca tentu
tidak akan sesuai jika diterapkan pada perusahaan jasa yang memiliki modal
dalam bentuk skill bukan modal berupa harta, sehingga dasar laba tentu akan
lebih sesuai untuk jenis perusahaan jasa ini.
Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi.
Bedanya dalam zakat perusahaan bersifat kolektif dari pemilik atau pemegang
saham. Dengan kriteria sebagai berikut :
a) Jika perusahaan bergerak dalam bidang usaha perdagangan maka
perusahaan tersebut mengeluarkan harta sesuai dengan aturan zakat
perdagangan. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 %
b) Jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat
yang dikeluarkan sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian.
Dengan demikian zakat perusahaan dikeluarkan pada saat
menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang
dikeluarkan sebesar 5 % untuk penghasilan bersih dan 10 % untuk
penghasilan kotor. Harta perniagaan adalah harta yang diperuntukkan
untuk diperjualbelikan baik dikerjakan oleh individu maupun
kelompok/syirkah (PT, CV, PD, FIRMA), azas pendekatan zakat
perniagaan:22
1. Nishabnya 85 gram emas dan zakatnya 2,5 %
2. Acuan perhitungannya adalah annual report basis (laporan
tahunan)
3. Obyeknya adalah aktiva lancar aatau profit/laba, termasuk
hibah, royalty, hasil sewa asset, selisih kurs/revaluasi
maupun penghargaan berupa harta yang di terima.
4. Tidak dikenakan pada modal investasi /aktiva tetap
5. Seluruh kewajiban perusahaan merupakan komponen
pengurang dari jumlah zakat yang diperhitungkan

22
Hasan Rifa‟I Al-Faridy, “Panduan Zakat Praktis”, (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika, 2004), h.
20

26
6. Komoditas yang diperdagangkan halal
7. Diperhitungkan after tax
8. Bagi perusahaan yang tidak memilki statement (income
statement financial, dan cash flow statement) atau
memilkinya tetapi tidak lengkap maka diperhitungkan
secara taksiran.
9. Besarnya jumlah zakat yang harus dikeluarkan adalah
berdasarkan “book value”.
10. Usaha patungan dengan non muslim labanya dipisahkan
secara proporsional berdasarkan modal masing-masing.
11. Deviden yang telah dikeluarkan zakatnya tidak lagi
menjadi komponen zakat yang diperhitungkan.
12. Kompensasi rugi tahun lalu tidak diperkenankan
dikurangkan pada penghasilan tahun berjalan.
13. Jika tidak memungkinkan membayar zakat dalam bentuk
uang, maka dapat menggantinya dengan materi lain yang
bernilai dan dapat diperjualbelikan kepada pihak lain.
14. Diperkenankan membayar zakat cicilan secara dimuka
periode tertentu.
15. Apabila terjadi likuidasi, maka zakatnya diperhitungkan
dari total kekayaan perusahaan, dan nilainya berdasarkan
“harga jual” Dari penjelasan diatas, Zakat perusahaan oleh
para ulama kontemporer dianalogkan dengan zakat
perdagangan, karena perusahaan pada hakekatnya suatu
unit bisnis yang kegiatannya adalah perdagangan yang
dapat berbentuk firma, perusahaan dagang, CV, Koperasi,
PT dan sebagainya. Maka pola perhitungan zakat
perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca)
dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar.
Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode
sya'iyyah yang perlu diperhatikan dalam perhitungan zakat

27
perusahaan adalah pentingnya melakukan berbagai koreksi
atas nilai aktiva lancer dan kewajiban jangka pendek yang
kemudian disesuaikan dengan ketentuan syari'ah, seperti
koreksi atas pendapatan bunga, dan pendapatan haram
serta subhat lainnya. Sedangkan asset tetap tidak termasuk
yang diperhitungkan ke dalam harta yang dikenakan zakat,
karena asset tersebut tidak untuk diperjualbelikan. Kadar
zakatnya adalah 2,5 %.

C. Zakat dengan Infestasi, Jaminan Sosial, dan Fungsi Infestasi

1. Zakat dan Investasi

Salah satu tujuan disyariatkannya zakat adalah untuk mengangkat


derajat kaum fakir dan miskin sehingga mereka bisa keluar dari kesulitan
hidup yang dialaminya dan juga penderitaanya yang disebabkan oleh
kemiskinan. Dan juga untuk memperkuat tali silaturahim dan ukhuwah
islamiyah sesama umat muslim, sehingga timbul jiwa tolong menolong.

Agar bisa lebih efektif maka ada yang menganjurkan untuk melakukan
investasi zakat.Dalam investasi zakat, dana tidak hanya disalurkan dalam
bentuk modal usaha saja, akan tetapi lebih diprioritaskan kepada investasi
dana zakat pada sector-sektor yang mendatangkan keuntungan dan
menyediakan lapangan kerja bagi para mustahik, sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup para mustahik menjadi lebih baik. Pengelolaan
asset investasi zakat dilakukan dengan kerja sama antara lembaga pengelola
zakat dengan para mustahiq. Hasil dan keuntungan dari investasi zakat dapat
disalurkan kembali kepada sector-sektor yang menjadi kebutuhan para
mustahiq, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, sarana dan fasilitas
umum dan gerakan dakwah 23

23
Ichsan Hamidi,”Mekanisme Investasi Zakat”,Jurnal Islamic Banking, Vol. 1 No.1, (Agustus, 2015)
hlm. 2

28
a) Pengertian Zakat

Menurut pendapat Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqhuz Zakat, kata


dasar zakat berarti bertambah (‫ ) االزيادة‬dan tumbuh, menumbuhkan(‫) النمو‬
sehingga bisa dikatakan tanaman itu ‘zaka’ artinya tumbuh, sedangkan
setiap sesuatu yang bertambah disebut’zaka’artinya bertambah. Bila satu
tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zakat disini berarti bersih.Dan
juga dapat diartikan mensucikan (‫ )التطهير‬Bila seseorang diberi sifat ‘zaka’
(baik), maka dapat diartikan, orang itu lebih banyak mempunyai sifat yang
baik. Seorang itu ‘zaki’ berarti ia memiliki lebih banyak sifat-sifat orang
baik (Arifin, 2011: 4).

Beberapa arti ini memang sangat sesuai dengan arti zakat yang
sebenarnya. Dikatakan berkah, karena zakat akan membawa keberkahan
pada harta seseorang yang telah melakukan zakat. Dikatakan suci, karena
zakat dapat mensucikan pemilik harta dari sifat tama’, syirik, kikir dan
bakhil. Dikatakan tunbuh, karena zakat akan melipatgandakan pahala bagi
para muzakki dan membantu kesulitan para mustahiq (Asnaini, 2008: 23).

Disebut dengan kata zakat, sebagaimana terungkap dalam firman


Allah SWT dalam surat An-Nur [24]: 56

َ‫َواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ َل لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ن‬

Dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada


rasul, supaya kamu diberi rahmat.

Zakat memiliki makna tumbuh dan bertambah, disebut demikian


karena sesungguhnya ia menjadi sebab bertambahnya harta dimana Allah
ta’ala menggantinya di dunia dan pahala akhirat sebagaimana firmannya
dalam surat As-Saba’ [34]: 39

َ uُ‫ ْي ٍء فَه‬u‫ٓا اَ ْنفَ ْقتُ ْم ِّم ْن َش‬uu‫ق لِ َم ْن يَّ َش ۤا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ٖه َويَ ْق ِد ُر لَهٗ ۗ َو َم‬
‫و‬uuُ‫هٗ ۚ َوه‬uuُ‫و ي ُْخلِف‬u َ ‫قُلْ اِ َّن َرب ِّْي يَ ْب ُسطُ ال ِّر ْز‬
‫خَ ْي ُر ال ٰ ّر ِزقِيْن‬

29
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa
yang dikehendakiNya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan
bagi (siapa yang dikehendakiNya)". dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki
yang sebaik-baiknya. 24

b) Pengertian Investasi

Investasi adalah alokasi uang atau dana dengan harapan untuk


memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana
tersebut. Investasi juga merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan
sumber daya, baik proyek besar maupun proyek kecil, sehingga bisa
mendatangkan manfaat pada masa yang akan datang. Pada umumnya
manfaat ini berbentuk uang, sedangkan modal bisa saja tidak berbentuk
uang, akan tetapi berupa tanah, bangunan, mesin dan lain-lain
(Kamaruddin, 1996: 3).

Investasi dalam Islam adalah pengalokasian harta dalam bentuk aset


yang memenuhi kebutuhan manusia yang nyata, yang sah secara material,
intelektual dan spiritual yang sesuai dengan prioritas kebutuhan.Investasi
dalam Islam berusaha untuk menambah aset dari hasil yang dicapai untuk
memenuhi kebutuhan manusia.Dan untuk membedakan kebutuhan
individu dan yang lainnya. Dan kebutuhan yang sah adalah yang sesuai
dengan prinsip islam yaitu halal baik dari jenis maupun bentuknya. Dan
investasi dalam Islam, Manusia harus memenuhi persyaratan materi,
intelektual dan spiritual.semua prioritas ini harus sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan dan diinginkan (Farah, 1997: 19). 25

c) Investasi Zakat

24
Ibid,. hlm. 3
25
Ibid,. hlm. 4

30
investasi zakat menurut istilah adalah mencari perolehan keuntungan
harta dengan cara melakukan usaha dengan harta zakat. Investasi harta
zakat dapat dibagi menjadi tiga bagian :

1. Investasi harta zakat oleh pihak muzakki (orang yang berzakat)


sendiri.
2. Investasi harta zakat yang dilakukan oleh mustahiq.
3. Investasi harta zakat yang dilakukan oleh penguasa atau badan
amil zakat.

Investasi zakat sebagai penyertaan dana zakat secara terpisah atau


dengan dana lainnya pada sector yang menghasilkan keuntungan
(profitable). Manfaat dari investasi zakat diperuntukkan kepada
kemaslahatan para penerima zakat dalam jangka pendek maupun jangka
panjang dengan tetap berpedoman kepada prinsip-prinsip syariah

Pada awalnya, para ulama berbeda pendapat tentang hukum investasi


zakat. Namun, pada akhirnya para ulama yang tidak membolehkan
investasi zakat membuat beberapa ketentuan yang diperbolehkannya
investasi zakat dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu;
memperhatikan kebutuhan kaum miskin; invetasi tersebut benar benar bisa
mendatangkan kemaslahatan; bersegera mengumpulkan harta zakat ketika
ada kebutuhan; investasi dilakukan oleh pemegang kekuasaan
(pemerintah) atau wakilnya, baik dari departemen-departemen, organisasi-
orgainisasi social atau lembaga donor; investasi ini dikonsultasikan kepada
orang-orang yang berpengalaman dan bisa dipercaya; investasi tersebut
dilakukan pada usaha-usaha yang diperbolehkan menurut syariah dan
bukan usaha yang diharamkan

beberapa hal yang menjadi pedoman dalam melakukan investasi dana


zakat, yaitu:

31
a) Investasi zakat merupakan sarana pendukung pelaksanaan zakat,
bukan sebagai pengganti mekanisme zakat yang ada.
b) Investasi zakat harus berjalan sesuai dengan aturan-aturan syariah,
seperti tidak berhubungan dengan riba atau bunga bank.
c) Para pengelola investasi zakat dipilih berdasarkan kompetensi,
amanah dan akhlak mulia.
d) Strategi investasi zakat dirancang dengan tujuan utana untuk
meningkatkan pendapatan para fakir dan miskin, melindungi mata
pencarian dan merealisasikan kesejahteraan mereka.
e) Lembaga investasi zakat merupakan wakil atau perpanjangan tangan
para mustahik dalam rangka mengelola harta mereka.
f) Investasi zakat harus memprioritaskan kegiatan usaha yang
memberikan manfaat secara langsung kepada para mustahik.
g) Lembaga investasi zakat harus menjaga kepercayaan atas kinerjanya
dengan melakukan audit terhadap administrasinya. 26

4. Zakat Sebagai Investasi

Pengembangan ke arah yang lebih baik dalam pengeloaan harta zakat


harus dilakukan, sehingga zakat yang diberikan kepada lembaga dapat
lebih terlihat manfaatnya secara nyata di tengah-tengah masyarakat. Untuk
menuju ke arah sana harus dapat dilakukan dan menjadikan zakat sebagai
investasi.

Istitsmâr dalam syariat Islam diarahkan kepada pengembangan harta


dengan syarat menjaga hukum-hukum syariah dalam pengembangannya.
Untuk itu istitsmar adalah menginvestasikan harta dan
mengembangkannya melalui produksi apapun, baik dalam perdagangan,
pertanian, industri, atau aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya. Artinya
istitsmar menurut ekonomi Islam adalah aktivitas manusiawi yang positif
yang diambil dari syariat Islam untuk mewujudkan dan mendukung

26
Ibid,. hlm. 5

32
tujuan-tujuan aturan ekonomi Islam melalui prioritas-prioritas yang
mencerminkan sebagai umat Islam

Kajian investasi melalui zakat dapat dilihat dari dua sisi. Pertama,
pengaruh kewajiban zakat terhadap investasi; Kedua, pengaruh harta zakat
ketika dikelola dengan pola investasi yang bersifat produktif. Kewajiban
zakat sangat memengaruhi kepada motivasi investasi yang dilakukan oleh
umat Islam. Di dalam Islam sangat dilarang terjadinya penimbunan atau
ihtikâr, seorang Muslim tidak dimotivasi untuk menyimpan modal atau
kekayaannya, dia harus mengembangkan modalnya untuk usaha-usaha
ekonomi ya

Dari sisi lain, menginvestasikan harta zakat dalam usaha-usaha yang


produktif. Mengeluarkan zakat dengan menyalurkan dan memberikannya
kepada fakir miskin dan mustahiq lainnya merupakan tanggung jawab bagi
orang kaya, karena zakat tidak hanya sekedar tanggung jawab kepada
Allah tetapi institusi zakat juga dapat dijadikan sebagai jaminan sosial.
Sehingga pemberian zakat tidak hanya sekedar untuk memenuhi keperluan
mereka saja, tetapi dengan maksud untuk mengangkat nama mereka dari
kefakiran dan kemiskinan kepada kelompok yang mampu (kelas
menengah) bahkan untuk meningkatkannya sebagai seorang muzakkî
(pemberi zakat). Memproduktifkan harta zakat ini juga sesuai dengan
filosofi zakat itu sendiri, yaitu usaha bagaimana kekayaan itu tidak hanya
beredar pada orang-orang kaya saja (Q.s. al-Hasyr [59]: 7).

Program ini tidak akan dapat berhasil, kecuali dengan menyediakan


modal produksi bagi mereka yang memerlukannya. Hal ini tidak boleh
hanya mengandalkan kemampuan para mustahiq semata-mata, mereka
harus dibantu oleh orang-orang yang ahli dibidangnya. Maka di sinilah
peranan terpenting dari lembaga pengelola zakat (‘âmil), yaitu membantu
para muzakkî untuk dapat mengelola harta zakat dengan baik untuk
menjamin tingkat perekonomian para mustahiq. 27
27
Djawahir Hejazziey,”Zajat Sebagai Sumber Investasi”, Vol.111 No. 2, (Juli, 2011) hlm. 222

33
2. Zakat dan Jaminan Sosial

Membayar zakat merupakan wujud pelaksanaan ibadah guna


menghindarkan diri dari kekufuran sekaligus untuk mengeliminir munculnya
sifat iri dan dengki ketika si miskin melihat kelompok masyarakat kaya.
Sejumlah penelitian juga telah menjelaskan adanya korelasi zakat dan
keadilan sosial yaitu mendeskripsikan Islam mensyariatkan zakat dengan
tujuan meratakan jaminan sosial (keadilan sosial). Karena zakat adalah dana
yang dipungut dari si kaya untuk diberikan kepada si miskin. Jadi tujuan
zakat sangat jelas untuk mendistribusikan harta di masyarakat dengan cara
sedemikan rupa sehingga tidak seorang pun umat Islam yang tinggal dalam
keadaan miskin dan menderita 28

Jaminan sosial secara etimologi terdiri atas dua kata, yaitu jaminan dan
sosial. Dalam hal ini, jaminan merupakan tanggungan atas pinjaman yang
diterima atau janji satu pihak untuk menanggung kewajiban pihak lain.
Sedangkan sosial adalah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat atau
rakyat. Kedua arti tersebut, jika dianalogikan pihak yang satu adalah negara
serta pihak yang lain adalah masyarakat (warga negara), sehingga dapat
diambil sebuah pengertian bahwa seseorang dalam suatu negara wajib untuk
menyetorkan iuran kepada negara secara kolektif dan universal guna
menanggung dan menjamin kehidupan setiap warga negaranya yang
membutuhkan

Zakat merupakan rukun Islam dan salah satu bentuk kewajiban bagi
seorang muslim untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau hartanya yang
telah memenuhi syarat dan ketentuan (M. A. Khan 1989). Oleh karena itu,
zakat sebagai jaminan sosial di dalam masyarakat yang bertujuan
menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih berkeadilan. Rasulullah saw.
bersabda:

28
Maltuf Fitri,”Pengelolaan Zakat Produktif Sebagai Instrumen Peningkatan Kesejahteraan
Umat”, Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 8 No. 1 (2017) hlm. 160

34
“Dari Ibnu Umar ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: Islam
didirikan di atas lima pondasi: kesaksian bahwa tidak ada tuhan yang wajib
disembah selain Allah dan kesaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan berpuasa bulan
Ramadhan.”(HR. Bukhari).

Zakat sejalan dengan prinsip utama tentang distribusi dalam ajaran


Islam, yakni agar harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja
(Noor 2013). Prinsip tersebut menjadi aturan main yang harus dijalankan.
Jika diabaikan, akan menimbulkan jurang yang dalam antara si miskin dan si
kaya, serta tidak tercipta keadilan ekonomi di masyarakat.

Jaminan sosial lainnya di dalam masyarakat, juga dapat diwujudkan


melalui infak dan sedekah. Dalam hal ini, infak diartikan mengeluarkan
sebagian dari harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang
diperintahkan Islam. Jika zakat ada niṣab-nya, maka infak tidak memiliki
niṣab. Selain tidak ada ketentuan niṣab dalam infak, ketentuan tentang
delapan golongan yang menerima zakat juga tidak berlaku di dalam infak.
Jadi, infak boleh diberikan kepada siapa pun 29

Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda, selain untuk


menggapai keridhaan serta pahala dari Allah. Zakat merupakan ibadah yang
berdimensi sosial. Dalam sejarah Islam, zakat banyak digunakan untuk
kepentingan sosial. Wujud kepentingan sosial tersebut dapat berupa
pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, dan lain-
lain. Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang
menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi
pemecahan permasalahan ketimpangan dan distrbusi pendapatan yang tidak
merata di masyarakat jauh sebelum konsep pemerataan pembangunan dari
negara-negara Barat muncul. Bahkan konsep zakat ini merupakan konsep
jaminan sosial pertama yang terlebih dahulu muncul dibandingkan dengan

29
Naerul Edwin Kiky Aprianto,”Kontruksi Sistem Jaminan Sosial Dalam Perspektif Ekonomi Islam”,
Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 8 No. 2 (2017) hlm. 160

35
konsep jaminan sosial yang saat ini diterapkan oleh negara-negara Barat.
Meskipun sebenarnya strategi pembangunan negara-negara Barat banyak pula
mengadopsi konsep Islam pada masa kejayaan.

Namun agar zakat ini dapat optimal sebagai salah satu instrument dalam
penerapan sistem jaminan sosial ialah diarahkan pada zakat yang bersifat
produktif. Dana zakat yang terhimpun dikelola sepenuhnya untuk sesuatu
yang produktif, sehingga dana zakat yang terhimpun dapat tumbuh dan
berkembang. Selanjutnya dari hasil dana zakat tersebut dialokasikan
sepenuhnya sebagai salah satu pendanaan dalam sistem jaminan sosial.
Diharapkan dengan optimalisasi pengelolaan dana zakat ini, maka akan dapat
terjadi sinkronisasi antara zakat dengan sistem jaminan sosial yang dikelola
oleh pemerintah.

Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka zakat akan dapat sinkron
dengan UUD 1945 dalam pasal 34 ayat (2) dimana dinyatakan bahwa:
“negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan”. Karena sistem jaminan sosial akan mampu berdiri
dengan dukungan berbagai sub sistem dalam perekonomian, dan tidak hanya
diserahkan pada pemerintah semata.

Dalam pelaksanaannya, nanti bisa dipilah-pilah dalam bidang


pemberdayaan apakah jaminan sosial yang dibiayai oleh hasil pengelolaan
dari dana zakat. Hal ini bertujuan agar tidak saling tumpang tindih dengan
jaminan sosial yang dikelola oleh pemerintah. Apabila seluruh sub-sistem
dalam perekonomian dapat saling terintegratif, maka Indonesia akan mampu
memiliki suatu sistem jaminan sosial yang lebih mapan dibandingkan dengan
di negara-negara yang menganut welfare state yang sepenuhnya
mengandalkan jaminan sosial hanya kepada pemerintah .30

30
Nur Rianto Al Arif,”Optimalisasi Peran Zakat Dalam Memberdayakan Perekonmian Umat”, Vol.
14 No. 1, (2013)

36
3. Zakat dan Fungsi Investasi

Investasi dalam perekonomian Islam ditentukan oleh dua factor, yaitu


tingkat harapan akan tingkat keuntungan meningkat dan tingkat/besar iuran
pada aset-aset yang tidak termanfaatkan meningkat. Karena tingkat harapan
keuntungan bukan merupakan variabel yang dapat dikendalikan, satu-satunya
instrumen yang tersedia untuk mendorong investasi adalah tingkat iuran pada
aset-aset yang tidak termanfaatkan. Hal ini merupakan alternatif dalam
perekonomian konvensional.

Melihat demikian, kata Syahrial, zakat merupakan instrumen yang


berfungsi untuk mendorong masyarakat atau investor untuk melakukan
invstasi. Hal ini sejalan dengan teori ekonomi konvensional dimana investasi
merupakan variabel yang sangat dibutuhkan dalam mendorong tingkat
pertumbuhan ekonomi statu negara selain variabel konsumsi, belanja
pemerintah, dan ekspor. Jadi, zakat bukan hanya sebagai kegiatan amal
Ibadah semata tetapi juga sebagai salah satu instrumen kebijakan fiscal dalam
ekonomi Islam.

Dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan


dalam Islam, pengaktifkan sistem (ekonomi) Islam melalui instrumen zakat,
dengan pengelolaan (manajemen) profesional merupakan alternatif terbaik
dan solutif. Karena instrumen ini langsung produk dari Allah SWT, yang
tertulis dalam wahyuNya. Islam, kata Didin S. Damanhuri dalam bukunya
Pilar-Pilar Reformasi Ekonomi Politik, (1999: 89), diturunkan agar membawa
rahmat bagi seluruh alam yang sebenarnya sangat empiris. Dalam
penanganan kemiskinan, misalnya, Didin memberikan gambaran bahwa
beberapa instrumen penangkalnya telah dikenal kan bahkan telah terbukti
dalam sejarah. Kejayaan Umar bin Khattab dalam mobilisasi zakat, infak dan
shodaqoh serta mendirikan bait al-maal, merupakan bukti konkrit. Pendirian
bait almaal, sebagai perbendaharaan negara tersebut diletakkan dalam
kerangka makrostruktural karena kemudian membawa implikasi positif pem-
bangunan ekonomi negara masa itu. Bahkan secara ekstrim khalifah

37
sebelumnya, Abu Bakar Shiddiq memerangi orang-orang yang tidak
membayar zakat.

Fungai investasi zakat antara lain :

1. Redistribuís Pendapatan dan Kekayaan

2. Stabilisator Perekonomian

3. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat

Zakat, dari segi pemerolehannya tidak akan dikumpulkan selain dari


harta orang-orang Islam, bukan dari orang non-muslim. Zakat tidak sama
dengan pajak umum, melainkan hanya semata merupakan salah satu bentuk
ibadah dan dianggap sebagai salah satu rukun Islam. Pengumpulan zakat
tidak bisa dilaksanakan karena adanya kebutuhan negara serta maslahat
jama’ah (community), seperti harta-harta lain yang dikumpulkan dari umat.
Zakat merupakan jenis harta lain, yang wajib diberikan kepada baitul maal,
baik ada kebutuhan atau pun tidak.

4. Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang


prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah.
Operasional lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan
maisir. Hal- hal terssebut sangat diharamkan dan sudah diterangkan dalam
AlQuran dan Al- Hadist. Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam
adalah untuk menunaikan perintah Allah dalam bidang ekonomi dan
muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan yang
dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta
menyelesaikan masalah yang memerangkap umat Islam hari ini, bukanlah
hanya menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas

38
dan kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam
berekonomi dan bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit
dalam dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional
(DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan
syariah dan yang mendapat izin operasional sebagai Lembaga Keuangan
Syariah. Definisi ini menegaskan bahwa sesuatu LKS harus memenuhi dua
unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah islam dan unsur legalitas
operasi sebagai lembaga keuangan. Unsur kesesuaian suatu LKS dengan
syariah islam secara tersentralisasi diatur oleh DSN, yang diwujudkan dalam
berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Unsur legalitas
operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai instansi yang
memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi. Beberapa institusi tersebut
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bank Indonesia sebagai institusi yang berwenang mengatur dan
mengawasi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
b. Departemen Keuangan sebagai institusi yang berwenang mengatur dan
mengawasi koperasi.
c. Kantor Menteri Koperasi sebagai institusi yang berwenang mengatur
dan mengawasi koperasi.

Beberapa prinsip operasional dalam LKS adalah :


a. Keadilan, yaitu prinsip berbagi keuntungan atas dasar penjualan yang
sebenarnya berdasarkan konstribusi dan resiko masing-masing pihak.
b. Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan diantara para pihak yang terlibat
dalam kerjasama. Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan
penggunaan dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai
mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
c. Transparansi, dalam hal ini sebuah LKS diharuskan memberikan
laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan kepada

39
nasabah investor atau pihak-pihak yang terlibat agar dapat mengetahui
kondisi dana yang sebenarnya.
d. Universal, yaitu prinsip di mana LKS diharuskan memberikan suku,
agama, ras, dan golongan dalam masyarakat dalam memberikan
layanannya sesuai dengan prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.
Dalam operasionalnya LKS juga harus memperhatikan kepada hal-hal
berikut:
1) Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai
pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2) Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3) Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki
nilai intrinsik.
4) Unsur gharar (ketidakpastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
5) Investasi hanya boleh diberikan kepada usaha-usaha yang tidak
diharamkan dalam Islam sehingga usaha minuman keras, misalnya, tidak
boleh didanai oleh perbankan syariah.31

31
Djaslim Saladin dan Abdus Salam DZ.,”Konsep Dasar Ekonomi Dan Lembaga Keuangan”,
(Bandung: Linda Karya, 2000) hlm. 211

40
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sukuk adalah sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian
kepemilikan yang sepenuhnya terhadap aset yang tangible, manfaat dan jasa,
atau kepemilikan dari aset dari suatu proyek atau aktivitas investasi khusus.
Meskipun Sukuk seringkali disamakan dengan obligasi syariah, namun
sejatinya sifat Sukuk jauh dari obligasi itu sendiri.
Sukuk yang berhubungan dengan jual beli sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW. Tetapi, pada saat itu Sukuk masih dianggap negatif

41
dikarenakan sangat dekat dengan riba, sehingga Rasulullah mengingatkan umat
Islam untuk meninggalkannya. Sukuk kemudian muncul pada awal
kekhalifahan Islam dan berkembang dengan sangat luas pada waktu itu.
Penyebaran Sukuk relatif cepat karena Sukuk dikenal memiliki
keistimewaan sebagai instrumen keuangan yang selaras dengan hukum Islam
(syariah). Sementara pada masa tersebut bank-bank syariah memiliki kesulitan
dalam menempatkan dananya, karena instrumen keuangan yang ada sebagian
besar mengandung unsur bunga/riba yang karenanya tidak bisa digunakan oleh
institusi keuangan Islam.
Jenis-jenis Sukuk
a. Ditinjau berdasarkan akadnya
1) Sukuk Ijarah.
2) Sukuk Mudharabah.
3) Sukuk Salam
4) Sukuk Musyarakah
5) Sukuk Istishna’
6) Sukuk Murabahah
7) Sukuk Wakalah
8) Sukuk Muzara’ah
9) Sukuk Musaqah

b. Ditinjau dari pihak penerbit 


3. Sukuk Korporasi
4. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

c. Ditinjau dari pembagian atau pendapatan hasil 


4. Sukuk Margin
5. Sukuk Fee
6. Sukuk Bagi Hasil

d. Ditinjau dari basis aset 


3. Sukuk Aset

42
4. Sukuk Penyertaan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, perusahaan adalah kegiatan atau


pekerjaan dan sebagainya yang diselenggarakan secara teratur dengan tujuan
mencari keuntungan dengan cara menghasilkan sesuatu, mengolah (membuat,
mengubah) barang, berdagang, memberikan jasa, dan sebagainya.
Para ahli ekonomi menyatakan bahwa saat ini komoditas-komoditas yang
dikelola perusahaan tidak terbatas hanya pada komoditas-komoditas tertentu
yang sifatnya konvensional yang dilakukan dalam skala, wilayah dan level
sempit. Bisnis yang dikelola perushaan telah merembah berbagai bidang
kehidupan, dalam skala dan wilayah yang sangat luas, bahkan antar Negara
dalam bentuk ekspor-impor.
Salah satu tujuan disyariatkannya zakat adalah untuk mengangkat derajat
kaum fakir dan miskin sehingga mereka bisa keluar dari kesulitan hidup yang
dialaminya dan juga penderitaanya yang disebabkan oleh kemiskinan.

B. Saran
Sebagai penulis makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu kami memohon maaf apabila
ada kesalahan dan kami sangat mengharap saran yang membangun dari pembaca
agar kemudian pembuatan makalah kami semakin lebih baik.

43
DAFTAR PUSTAKA

Laila, Nisful. 2019. Pengembangan Sukuk Negara di indonesia. Jawa


Timur: Nizamia Learning Center. hlm. 4-35

Abdul Fatah, Dede. 2011. Perkembangan Obligasi Syariah (Sukuk) di


Indonesia: Analisis dan Tantangan. Jurnal Inovatio UIN Syarief
Hidayatullah, 10(2). hlm 37-40

Endri. 2009. Permasalahan Pengembangan Sukuk Korporasi Di Indonesia


Menggunakan Metode Analytical Network Process, Jurnal Keuangan dan
Perbankan. 13(3). hlm. 361-371

44
Lailaa, Nisful dan Muslich Anshorib. (2020). The Development of
Sovereign Sukuk

in Indonesia, International Journal of Innovation, Creativity and Change,


11(11). hlm. 637-641

Asep dan Ade Mulyana. (2021). Pandangan Ulama Tentang Zakat


Perusahaan. Jurnal Hukum Perdata Islam. 22(1) hlm. 119-122

Qardawi, Yusuf . (2000). Hadya al-Islam: Fatwa Mu’ashirah, Penerjemah


Al-Hamid Al-Husaini, Bandung: Pustaka hidayah. hlm. 332-367

Karseno. (2005). Mengenal Zakat Kontemporer dan Zakat Sebagai


Pengurang Penghasilan Kena Zakat. Padang: BAZ Sumbar. hlm. 216

Rifa, Hasan . (2004). Al-Faridy, “Panduan Zakat Praktis”. Jakarta: Dompet


Dhuafa Republika. hlm. 20

Hamidi, Ichsan. (2015). Mekanisme Investasi Zakat,Jurnal Islamic Banking.


1(1). hlm. 2-5

Hejazziey, Djawahir. (2011). Zajat Sebagai Sumber Investasi. 111(2). hlm.


222

Fitri, Maltuf. (2017). Pengelolaan Zakat Produktif Sebagai Instrumen


Peningkatan Kesejahteraan Umat. Jurnal Ekonomi Islam. 8(1). hlm. 160

Edwin Kiky Aprianto, Naerul. Kontruksi Sistem Jaminan Sosial Dalam


Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Islam. 8(2). hlm. 160

Rianto Al Arif, Nur. (2013). Optimalisasi Peran Zakat Dalam


Memberdayakan Perekonmian Umat. 14(1) hlm. 212

Saladin, Djaslim dan Abdus Salam DZ. (2000). Konsep Dasar Ekonomi
Dan Lembaga Keuangan. Bandung: Linda Karya. hlm. 211

45
46

Anda mungkin juga menyukai