Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektor pelabuhan akan dibahas seperti di bawah ini, namun
template ini tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di daerah
masing-masing.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Bagian ini menguraikan ringkasan hasil kajian pada dokumen Prastudi Kelayakan yang disusun.
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sub-bab ini akan menguraikan latar belakang diperlukannya proyek KPBU dilihat dari kebutuhan
pengembangan dan pembangunan infrastruktur dan sarana pelabuhan serta pemenuhan target-target
pembangunan di sektor transportasi, khususnya transportasi laut.
Kondisi sarana transportasi laut, mulai dari kondisi nasional hingga wilayah pelayanan.
Target dan rencana pengembangan pelabuhan secara berjenjang, mulai dari kondisi nasional
hingga wilayah pelayanan.
Perlunya kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan pelabuhan di wilayah
pelayanan.
B.
1.
Maksud
2.
Mengkaji kelayakan teknis proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi
di sektor pelabuhan.
Dan/atau lain-lain.
Tujuan
C.
Meningkatkan kinerja pengelolaan pelabuhan, baik itu skala pelayanan kawasan, skala
kota/kabupaten dan skala regional/nasional.
Dan/atau tujuan lain disesuaikan dengan jenis pelabuhan yang akan dikerjasamakan.
Sistematika Pembahasan
Menjelaskan sistematika pembahasan dokumen Prastudi Kelayakan yang sedang disusun, yaitu:
Bab 1
: Pendahuluan
Bab 2
Bab 3
Bab 4
: Kajian Teknis
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
: Kajian Risiko
Bab 9
Bab 10
Bab 11
: Kajian Pengadaan
II.
A.
Kajian Kebutuhan
Rencana pengembangan proyek KPBU harus didasari dengan adanya kebutuhan akan ketersediaan
infrastruktur sebagaimana dimaksud. Kebutuhan akan infrastruktur tersebut dapat diidentifikasi
berdasarkan kajian terhadap data-data sekunder yang menggambarkan:
1.
2.
Proyek KPBU memiliki permintaan yang berkelanjutan serta ketidakcukupan layanan saat ini,
baik secara kuantitas maupun kualitas;
3.
4.
5.
B.
Kajian Kepatuhan
Rencana pengembangan proyek KPBU sektor pelabuhan harus sesuai dan selaras dengan rencana
pengembangan Pemerintah maupun pemerintah daerah yang tertuang di dalam dokumen-dokumen
perencanaan yang ada.
1.
2.
3.
4.
5.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Rencana Induk Pelabuhan Nasional,
dan Rencana Induk Pelabuhan
Mengkaji kesesuaian pelabuhan yang akan dikerjasamakan dengan Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan Rencana Induk Pelabuhan,
termasuk hierarki pelabuhan yang akan dikerjasamakan tersebut.
7.
8.
9.
Kesimpulan
Menyimpulkan kesesuaian proyek KPBU dengan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan
yang telah dibahas diatas.
III.
A.
Kajian Hukum
Kajian hukum bertujuan untuk memastikan bahwa rencana proyek KPBU sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait.
1.
Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan melalui skema KPBU adalah infrastrktur
transportasi.
KPBU dapat melakukan kerjasama lebih dari satu jenis infrastruktur atau gabungan
dari beberapa jenis infrastruktur.
b. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. 4/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, dengan
point-point penting:
o
Lokasi pelabuhan merupakan suatu wilayah tertentu di daratan atau di perairan yang
ditetapkan oleh Menteri menjadi pelabuhan sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta memenuhi
persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan.
c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 414 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk
Pelabuhan Nasional
o
Kajian dilakukan terhadap kesesuaian pelabuhan yang akan dibangun terhadap hierarki
pelabuhan laut serta proyeksi lalu lintas muatan yang tercantum dalam Rencana Induk
Pelabuhan Nasional.
Kajian dilakukan terhadap tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan badan
usaha pada sektor perhubungan.
e. Peraturan Menteri Perhubungan No. 15 Tahun 2015 Tentang Konsesi dan Bentuk
Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang
Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 166
Tahun 2015.
Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan menteri ini adalah
o
e. Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02/2013 Tentang Biaya Operasional dan Biaya
Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
11. Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah
Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik
Daerah dalam Proyek KPBU berdasarkan:
a. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolan Barang Milik Negara/Daerah
b. Peraturan Menteri Keuangan No. 78/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemanfaatan Barang Milik Negara
c. Peraturan Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur.
12. Peraturan Terkait Dengan Pembiayaan Proyek KPBU
Berisikan kajian mengenai kemungkinan pembiayaan Proyek KPBU Kepelabuhanan mengacu
pada bentuk kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di bidang
kepelabuhanan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 15 Tahun 2015 Tentang Konsesi dan
Bentuk Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang
Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 166
Tahun 2015.
13. Peraturan Terkait Tarif
Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap penentuan dan penetapan tarif pada pengusahaan
kepelabuhanan. Analisa dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No.
95 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penetapan Harga Jual (Charge) Jasa Kepelabuhanan yang
diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.
14. Peraturan Terkait Perpajakan
Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan pengusahaan kepelabuhanan
oleh Badan Usaha. Pada bagian ini diharapkan dapat teridentifikasi kemungkinan pemberian
insentif perpajakan kepada Badan Usaha.
15. Peraturan Terkait Dukungan Pemerintah
Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan pemerintah
terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan dengan pemberian
dukungan pemerintah atas sebagian biaya konstruksi, perlu dilakukan analisa terhadap
Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2012 Pemberian Dukungan Kelayakan Atas
Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Pelaksanaan Infrastruktur.
16. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah
Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah dalam
bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan oleh Menteri Keuangan
melalui PT.Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) selaku badan usaha penjaminan
3.
Kebutuhan Perijinan
Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan proyek
KPBU serta rencara strategi untuk memperoleh perijinan-perijinan tersebut, baik perijinan sebelum
proses pengadaan maupun setelah proses pengadaan. Sebagai contoh adalah perijinan AMDAL,
Izin Lingkungan, Surat Penetapan Lokasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau
jaminan pemerintah (jika dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum proses pengadaan.
Sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sebagainya diperlukan setelah proses pengadaan
dan penandatangan kerjasama.
4.
B.
Kajian Kelembagaan
1.
2.
10
PT. Pelindo
Menguraikan peran pengelola pelabuhan eksisting, serta menentukan peran dalam skema
pengambilan keputusan.
g. Badan Regulator
Menguraikan tugas dan tanggung jawab Badan Regulator apabila memang akan dibentuk.
Perlu diuraikan pula mengenai siapa saja anggota Badan Regulator serta siapa yang akan
mengesahkan keberadaan badan ini. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
11
Badan Lainnya
Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain yang akan
terlibat dalam proyek KPBU yang direncanakan.
3.
4.
12
IV.
KAJIAN TEKNIS
A.
Kondisi Eksisting
Umumnya, prastudi kelayakan merupakan studi yang dilakukan untuk menentukan lokasi terbaik dari
suatu set alternatif pilihan lokasi dalam rangka pembangunan pelabuhan baru. Namun, pada
pelaksanaannya, tidak tertutup kemungkinan berupa pengembangan pelabuhan eksisting. Oleh karena itu,
sub-bab mengenai kondisi eksisting merupakan subbab yang berisikan penjelasan mengenai kondisi saat
ini dari tiap-tiap alternatif lokasi pelabuhan baik alternatif lokasi yang telah memiliki pelabuhan eksisting
maupun tidak.
1.
2.
Pelabuhan Sekitar
Menjelaskan mengenai identifikasi terhadap pelabuhan-pelabuhan yang ada disekitar alternatif
lokasi beserta dengan hubungannya terhadap rencana pengembangan pelabuhan baru ini.
3.
Wilayah Hinterland
Subbab ini berisi mengenai daerah asal dari angkutan yang dilayani beserta dengan daerah
tujuannya. Perlu dicatat bahwa daerah asal dan tujuan tidak terbatas pada batasan administratif.
4.
Jenis Komoditas
Menjelaskan mengenai jenis-jenis komoditas aktual dan juga komoditas-komoditas yang berpotensi
untuk dikembangkan.
5.
Kondisi Sosioekonomi
Kondisi sosioekonomi merupakan faktor penting untuk meninjau potensi perkembangan pelabuhan.
Beberapa kondisi sosioekonomi yang perlu ditinjau antara lain adalah:
Populasi penduduk
Proyeksi penduduk
PDRB
Proyeksi PDRB
Tinjauan terhadap kondisi-kondisi sosioekonomi tersebut harus dilakukan untuk tiap-tiap alternatif
lokasi pelabuhan.
6.
13
7.
Kinerja Pelabuhan
Beberapa kinerja pelabuhan yang diukur antara lain adalah sebagai berikut:
B.
Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kondisi eksisting tata ruang wilayah dari tiap-tiap alternatif lokasi
pelabuhan meliputi:
Rencana pengembangan
Wilayah-wilayah konservasi/khusus
C.
Aspek Transportasi
1.
2.
3.
Network-based
Survei Transportasi
Pada dasarnya survei transportasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan analisis. Namun, pada
umumnya survei yang harus dilakukan adalah survei Traffic Counting (TC). Survei TC membahas
mengenai:
Titik survei
14
4.
D.
Aspek Fisik
1.
Alur
Subbab ini berisikan mengenai spesifikasi dari alur pelayaran di tiap-tiap altenatif lokasi.
Spesifikasi yang dimaksud meliputi:
2.
Kedalaman alur
Lebar alur
Kolam Pelabuhan
Kolam pelabuhan berfungsi sebagai tempat manuver kapal sehingga terdiri dari beberapa
komponen berikut ini:
Kolam putar
Selain daripada itu, kolam putar juga perlu memperhatikan kedalam dari kolam tersebut.
3.
Hidro-Oseanografi
Kajian hidro-oseanografi membahas mengenai kondisi perairan yang terjadi di tiap-tiap alternatif
lokasi pelabuhan. Kajian hidro-oseanografi meliputi:
4.
Tinggi gelombang
Periode gelombang
Tingkat sedimentasi
Survei Batimetri
Survei batimetri sounding dimaksudkan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut. Cara yang
dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan menentukan posisi-posisi kedalaman laut pada jalur
memanjang dan jalur melintang untuk cross check.
15
5.
Survei Hidro-Oseanografi
Survei Hidro-Oseanografi mencakup 3 hal, yaitu:
Pasang surut
Arus
Sedimen
Elevasi penting
Arah arus
Dan dari survei sedimen data-data yang diperoleh antara lain adalah:
E.
Pemilihan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang telah dibahas pada subbabsubbab sebelumnya. Pemilihan lokasi ini dilakukan untuk menentukan lokasi pelabuhan terbaik dari suatu
set alternatif lokasi pelabuhan
1.
Penentuan Kriteria
Kriteria ditentukan berdasarkan aspek-aspek:
2.
Tata ruang
Transportasi
Teknis
Pembobotan Kriteria
Pembobotan dilakukan oleh seluruh stakeholder terkait seperti regulator, operator, dan user.
3.
Analisis Multikriteria
Analisis multikriteria dilakukan dengan melakukan skoring terhadap masing-masing alternatif
lokasi pelabuhan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
16
F.
1.
Tipe Dermaga
Dalam pembahasan mengenai penentuan tipe dermaga, tinjauan perlu diarahkan pada:
2.
3.
Elevasi dermaga
Panjang dermaga
Lebar dermaga
Sistem fender
G.
Perencanaan koridor
Gambar Rencana
Rencana layout pelabuhan untuk tiap-tiap alternatif lokasi disajikan dalam gambar teknik.
H.
Spesifikasi Keluaran
No
1
2
3
4
5
6
Spesifikasi keluaran
Spesifikasi Teknik
Kondisi Lalu Lintas:
VCR
Penghematan waktu tempuh
Penghematan biaya operasi kendaraan
Throughput
Tinggi Gelombang
Kolam Pelabuhan
Luas kolam
Kedalaman kolam
Sedimentasi
Dermaga
Dimensi
Keterangan
Volume/Kapasitas
Rp
Rp
Ton/tahun atau TEUs/tahun
m
m2
m
m/tahun
m
17
No
7
8
I.
Spesifikasi Teknik
Draft
Luasan Layout Pelabuhan per komponen
Jalan akses
Tipe jalan
Panjang jalan
Lebar jalan
Tipikal potongan melintang
Keterangan
m
m2
...lajur/...arah terbagi/tak terbagi
m
m
Menguraikan jadwal pelaksanaan konstruksi dan pengadaan peralatan yang akan dilakukan.
18
V.
A.
Kajian permintaan mengkaji mengenai estimasi dan proyeksi permintaan pada pelabuhan yang
direncanakan untuk dikembangkan. Kajian permintaan dapat dibedakan terhadap pendekatannya, yaitu
pendekatan makro dan pendekatan mikro.
Untuk kajian prastudi kelayakan, permintaan yang dikaji adalah permintaan dari tiap-tiap alternatif lokasi
pelabuhan. Permintaan tersebut kemudian menjadi dasar dalam pemilihan alternatif lokasi pelabuhan
terbaik sehingga output dari kajian prastudi kelayakan adalah lokasi pelabuhan yang memiliki potensi
permintaan terbesar.
1.
Pendekatan Makro
Kajian permintaan dengan menggunakan pendekatan makro menitikberatkan pada keterkaitan
pelabuhan kajian terhadap pelabuhan-pelabuhan lainnya dalam sistem transportasi laut yang
ditinjau. Peningkatan ataupun penurunan permintaan terjadi akibat adanya interaksi antara tiap-tiap
pelabuhan yang tercakup di dalam sistem.
a. Analisis Kondisi Eksisting
1) Penentuan cakupan sistem transportasi laut yang ditinjau
Cara yang paling sederhana adalah dengan mengacu pada hierarki pelabuhan seperti yang
diatur dalam KP 414 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Masingmasing hierarki pelabuhan memiliki peran yang berbeda.
Berdasarkan aturan tersebut, secara sederhana peran dari masing-masing hierarki pelabuhan
adalah sebagai berikut:
a) pelabuhan pengumpan lokal berperan sebagai pengumpan bagi pelabuhan pengumpan
regional (lalu lintas nasional), pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasional), dan/atau
pelabuhan utama (lalu lintas internasional);
b) pelabuhan pengumpan regional memiliki peran sebagai pengumpan (feeder) bagi
pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasional) dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas
internasional).
Berdasar pada peraturan tersebut maka jika pelabuhan yang ditinjau adalah pelabuhan
utama maka cakupan sistem yang perlu ditinjau adalah seluruh pergerakan yang terjadi baik
pergerakan pada pelabuhan lokal, regional, nasional maupun internasional yang
bersinggungan dengan pelabuhan yang ditinjau tersebut. Sebagai contoh, jika pelabuhan
yang ditinjau adalah Pelabuhan Tg. Priok maka cakupan sistem adalah seluruh Indonesia
dan seluruh pelabuhan di luar Indonesia yang memiliki rute pelayaran dari/ke Tg. Priok.
2) Penentuan asal tujuan pergerakan dari pelabuhan yang ditinjau
Asal tujuan angkutan ini umumnya direpresentasikan oleh suatu matriks pergerakan yang
dikenal dengan Matriks Asal Tujuan (MAT) atau Origin Destination Matrix (OD Matrix).
MAT merupakan representasi pergerakan yang ditinjau sehingga perlu juga dibedakan
berdasarkan kebutuhan. Sebagai contoh, jika pergerakan yang ditinjau adalah pergerakan
barang maka MAT perlu dikelompokkan sesuai dengan kelompok komoditasnya, misal peti
19
kemas, curah cair, curah kering, kargo umum, dll, atau bahkan per jenis komoditasnya,
misal padi, jagung, alat-alat elektronik, dll.
MAT merupakan sebuah tabel yang berisikan zona asal pada sistem yang ditinjau pada
kolom pertamanya dan zona tujuan pada baris pertamanya. Sehingga, setiap sel lainnya
merepresentasikan besaran pergerakan dari zona asal ke zona tujuan dan sebaliknya.
Asal tujuan pergerakan ini dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu
hinterland dan foreland, sehingga penentuan asal tujuan pergerakan dilakukan dalam 2
(dua) tahapan berikut ini:
a) Penentuan hinterland eksisting dari masing-masing alternatif lokasi pelabuhan
Hinterland adalah daerah di belakang pelabuhan. Hinterland dapat diartikan sebagai
asal tujuan angkutan yang ditinjau, baik angkutan penumpang maupun barang, yang
berada di sisi darat dari pelabuhan yang ditinjau.
MAT hinterland sebaiknya memasukkan pelabuhan sebagai zona internal sehingga
dapat terlihat besar pergerakan baik yang masuk ke pelabuhan maupun yang keluar
pelabuhan. Secara visual, ilustrasi dari MAT hinterland ini dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 1 - Ilustrasi Hinterland Eksisting Angkutan Peti Kemas Pelabuhan Tg. Priok
MAT ini juga menunjukkan besar permintaan yang berasal dari hinterland masingmasing pelabuhan. Artinya, besar permintaan dari pelabuhan yang ditinjau merupakan
total permintaan yang masuk dari kawasan industri ke pelabuhan tersebut dan yang
keluar dari pelabuhan ke pasar.
b) Penentuan foreland eksisting dari masing-masing alternatif lokasi pelabuhan
Foreland adalah asal tujuan angkutan yang ditinjau baik angkutan penumpang maupun
angkutan barang yang berada di sisi laut dari pelabuhan yang ditinjau. Asal tujuan
angkutan ini umumnya juga direpresentasikan oleh suatu matriks pergerakan yang
dikenal dengan Matriks Asal Tujuan (MAT) atau Origin Destination Matrix (OD
Matrix).
20
MAT yang paling baik digunakan adalah MAT port-to-port dimana sel-sel asal dan
tujuan berada pada level pelabuhan (umumnya berada pada level administratif).
Gambar berikut menunjukkan contoh visualisasi untuk MAT port-to-port:
Gambar 2 - Ilustrasi Foreland Eksisting Angkutan Peti Kemas Domestik di Indonesia Tahun 2012
Pada tahap ini juga dilakukan estimasi besar permintaan yang berasal dari foreland
masing-masing pelabuhan. Artinya, besar permintaan dari pelabuhan yang ditinjau
merupakan total permintaan yang masuk dari pelabuhan-pelabuhan lain ke pelabuhan
yang ditinjau dan sebaliknya yang keluar dari pelabuhan yang ditinjau ke pelabuhanpelabuhan tujuan lainnya.
3) Identifikasi stakeholders terkait sebagai calon pengguna pelabuhan
Secara umum, stakeholders yang terkait sebagai calon pengguna pelabuhan adalah pemilik
barang (shipper), logistik (forwarder), dan pemilik kapal atau perusahaan pelayaran
(shipping lines).
4) Identifikasi besaran tarif jasa kepelabuhanan
Jika sudah ada pelabuhan pada kondisi eksisting maka besaran tarif yang diidentifikasi
adalah besaran tarif pada pelabuhan eksisiting tersebut. Namun, jika belum terdapat
pelabuhan pada kondisi eksisting maka besaran tarif yang diidentifikasi adalah pelabuhan
lain dengan skala yang kurang lebih sama untuk nantinya digunakan sebagai acuan dalam
penentuan tarif. Tarif jasa kepelabuhanan yang dimaksud adalah tarif jasa kapal,
bongkar/muat, tarif jasa dermaga, dan tarif jasa penumpukan.
5) Identifikasi kinerja eksisting pelabuhan
Identifikasi dapat dilakukan jika pada kondisi eksisting sudah terdapat pelabuhan di
alternatif lokasi yang menjadi tinjauan. Namun, jika belum terdapat pelabuhan pada kondisi
eksisting maka kinerja eksisting yang dimaksud adalah kinerja eksisting yang
direncanakan, baik berdasarkan standar maupun berdasarkan analisis. Identifikasi kinerja
eksisting dilakukan dengan mengukur beberapa parameter kinerja kepelabuhanan, seperti
Berth Occupancy Ratio (BOR), Turn Round Time (TRT), Yard Occupancy Ratio (YOR),
Shed Occupancy Ratio (SOR), dll.
21
22
Pendekatan Mikro
Berbeda dengan pendekatan makro, kajian permintaan dengan menggunakan pendekatan mikro
menitikberatkan pada dinamika dari pelabuhan yang ditinjau saja tanpa memperhitungkan dinamika
yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan lain yang terkait dengan pelabuhan yang ditinjau tersebut.
a. Analisis Kondisi Eksisting
1) Penentuan hierarki pelabuhan yang ditinjau
Pada pendekatan mikro ini hanya perlu ditentukan hierarki dari pelabuhan yang ditinjau
saja. Cara yang paling sederhana adalah tetap dengan mengacu pada hierarki pelabuhan
seperti yang diatur dalam KP 414 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
Masing-masing hierarki pelabuhan memiliki peran yang berbeda.
Berdasarkan aturan tersebut, secara sederhana peran dari masing-masing hierarki pelabuhan
adalah sebagai berikut:
a) pelabuhan pengumpan lokal berperan sebagai pengumpan bagi pelabuhan pengumpan
regional (lalu lintas nasional), pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasional), dan/atau
pelabuhan utama (lalu lintas internasional)
b) pelabuhan pengumpan regional memiliki peran sebagai pengumpan (feeder) bagi
pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasional) dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas
internasional)
Penentuan hierarki pelabuhan ini menentukan cakupan daerah hinterland dari pelabuhan
yang ditinjau. Untuk beberapa kasus bahkan menentukan hingga ke tingkat jenis komoditas
dari pelabuhan tersebut.
23
Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang diperoleh dari
hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup ketertarikan investor potensial
atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risiko utama yang menjadi pertimbangan
investor, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.
Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional dan/atau internasional terhadap
bankability rencana proyek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka waktu, tingkat
suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman yang dapat disediakan, serta risiko utama yang
menjadi pertimbangan.
Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU, diantaranya
mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur perolehan penjaminan,
dan lainnya.
Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang sehat
dalam pengadaan proyek KPBU.
24
C.
Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetisi dari proyekproyek KPBU sektor pelabuhan.
Analisis Struktur Pendapatan KPBU
Berisikan uraian mengenai proyeksi tarif pendapatan PJPK/BLUD dan juga Badan Usaha. Pendapatan
yang dapat diperoleh dari sektor pelabuhan beragam tergantung dari jenis dan tujuan pengembangannya.
Berikut adalah contoh identifikasi potensi pendapatan untuk terminal peti kemas:
1. Pelayanan jasa kapal peti kemas termasuk hak untuk menetapkan tarif pelayanan dermaga peti
kemas yang meliputi:
1) Jasa labuh
2) Jasa pemanduan
3) Jasa penundaan
4) Jasa tambat
5) Jasa pelayanan tambahan: biaya administrasi nota dan biaya administrasi IT system
2. Pelayanan jasa peti kemas di terminal peti kemas termasuk hak untuk menetapkan tarif pelayanan
dermaga peti kemas yang meliputi:
1) kegiatan operasi kapal, terdiri atas:
1) Kegiatan dermaga
2) Stevedoring
3) Haulage/trucking
4) Shifting
5) Buka tutup palka
6) Lift on/lift off
2) kegiatan operasi lapangan, terdiri atas:
1) Penumpukan
2) Lift on/lift off
3) Gerakan ekstra
4) Relokasi
5) Angsur
3) kegiatan operasi container freight station, terdiri atas:
1) Stripping/ stuffing
2) Penumpukan
3) Penerimaan penyerahan
25
D.
Analisis Biaya Manfaat Sosial merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan
mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. ABMS membandingkan kondisi dengan ada proyek
KPBU dan tanpa ada proyek KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi
proyek KPBU serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah
bahwa hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran
dukungan pemerintah.
1.
Asumsi umum
Periode evaluasi;
Faktor konversi;
26
2.
Manfaat
Manfaat yang dari pengembangan pelabuhan dapat beragam tergantung dari jenis serta tujuan
pengembangan pelabuhan tersebut. Berikut adalah beberapa manfaat yang mungkin terjadi dari
investasi pelabuhan:
Manfaat Langsung bagi
Pelabuhan
Pendapatan dari iuran kapal
hal Peningkatan
penghasilan
buruh yang terkait dengan
pelabuhan
dalam
hal
Manfaat yang diperhitungkan pada ABMS adalah manfaat yang dapat dikuantifikasi, seperti
penghematan biaya transportasi, penghematan biaya bongkar muat kargo, dan lainnya. Manfaat
tersebut selanjutnya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.
3.
Biaya
Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan pajak. Biaya
dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.
4.
Parameter penilaian
27
5.
Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU
terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek, misalnya:
E.
Analisis Keuangan
1.
2.
Persentase pembiayan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat bunga pinjaman pertahun
Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai indeks inflasi per
tahunnya
Harga bahan bakar solar non-subsidi per liter dengan kenaikan sesuai indeks inflasi.
Tarif pajak
Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan, pemeliharaan
lingkungan dan biaya lainnya.
Pendapatan
Proyeksi pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU yang telah dianalisis
sebelumnya.
3.
Biaya
28
Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek investasi ini, pihak
manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang mencakup biaya perizinan, biaya
kunjungan pihak manajemen ke lokasi proyek, biaya bantuan hukum, biaya peresmian, dan
biaya pemasaran.
4.
Biaya penyusutan
Biaya asuransi
Biaya lainnya
Indikator keuangan
Indikator keuangan ini akan membahas beberapa indikator penting yang akan menentukan layak
tidaknya proyek ini dijalankan oleh Badan Usaha. Beberapa indikator keuangan tersebut adalah:
IRR, NPV dan DSCR dari proyek dan modalitas.
Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC maka
Proyek KPBU dinilai LAYAK.
Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return (MARR) masih
lebih besar maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
5.
29
6.
Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU
terhadap tingkat kelayakan keuangan proyek, misalnya:
F.
Penurunan/kenaikan biaya;
Penurunan/kenaikan permintaan.
Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money VFM) adalah untuk membandingkan
dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif penyediaan
infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public Sector Comparator PSC). Nilai Manfaat Uang
(VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU (PPP Bid). Jika Nilai VFM
adalah positif, maka proyek tersebut memberkan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif, maka
skema tersebut tidak dipilih.
Competitive neutrality
Risk
Ancillary cost
Financing
Financing
1.
Base cost
Base cost
PSC
KPBU
Untuk KPBU
30
2.
Financing
Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan KPBU dengan PSC. Biasanya total
pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperoleh pinjaman dengan
suku bunga yang lebih tinggi.
3.
Ancillary Cost
Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait langsung
dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi.
4.
Risk
Sub-bab ini menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh Pemerintah. Pada PSC seluruh risiko
ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risiko ditransfer kepada Badan Usaha.
5.
Competitive Neutrality
Sub-bab ini menguraikan competitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian
kompetitif yang dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang
terdapat pada base cost mungkin tidak dihitung pada komponen base cost dari PSC yang
menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, competitive
neutrality ditambahkan ke dalam PSC.
6.
Kesimpulan
Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk memperoleh gambaran besaran VFM dari
proyek KPBU.
31
VI.
Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan. Beberapa hal
yang perlu masuk dalam bab ini meliputi:
A.
Pengamanan Lingkungan
Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian awal
lingkungan (Initial Environmental Examination IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji dan
disampaikan pada kajian awal lingkungan:
1.
Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar belakang, tujuan
dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap tahapan proyek ((i)
perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii) operasi, (iv) end-of-life);
2.
3.
4.
Sebagian potensi dampak sosial yang ditimbulkan dari proyek KPBU serta rencana mitigasinya telah
dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak sosial yang ditimbulkan cukup besar maka
perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini.
Selain itu, bagian ini juga berfokus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak proyek KPBU. Berikut
adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini:
1.
2.
Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi dari pihak-pihak yang terkena dampak;
3.
Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak proyek KPBU, apakah
pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya;
4.
5.
Menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak dengan
mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kompensasi tersebut;
6.
Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan tanah dan/atau
pemukiman kembali;
7.
8.
32
Bersamaan dengan penyusunan Dokumen Pra-Studi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan dokumen
pendukung terkait kajian lingkungan dan sosial yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan
di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan oleh PJPK:
1.
Identifikasi persyaratan dokumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL atau SPPL)
untuk memperoleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
Berikut adalah kriteria proyek KPBU yang wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup):
a. Berlokasi di dalam kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung
(batas tapak bersinggungan atau dampak potensial diperkirakan mempengaruhi kawasan
lindung terdekat); dan/atau
b. Memenuhi salah satu kriteria berikut:
No
Jenis Kegiatan
2.
Skala/Besaran
500,000 m3
250,000 m3 atau semua
besaran yang menggunakan
bahan peledak
500,000 m3
5 ha
200 m
6,000 m2
Semua besaran
200 m
10,000 DWT
Dalam menyusun dokumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK dapat
menunjuk konsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur oleh Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2010.
33
Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan dan
kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut.
B.
Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan. Beberapa
pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan, ketersediaan infrastruktur
yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan finansial) pemerintah,
optimalisasi investasi oleh Badan Usaha, kemungkinan pembiayaan dari sumber lain serta pembagian
risikonya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada
sektor publik.
Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab masingmasing lembaga.
1.
34
2.
3.
4.
5.
6.
35
Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang mungkin timbul di dalam proyek. Risiko
spesifik dari KPBU sektor pelabuhan adalah risiko pembebasan lahan, risiko operasi tertentu (misalnya
kecelakaan lalu lintas atau masalah keselamatan umum), risiko permintaan, risiko tarif, dan risiko
interface (terhadap standar layanan dan teknologi).1
B.
Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip alokasi risiko, dimana dalam pelaksanaan proyek
KPBU, pendistribusian atau alokasi risiko harus dapat dilakukan secara optimal dengan cara mengalihkan
risiko kepada pihak yang memang dapat mengelola risiko-risiko tersebut secara lebih efisien dan efektif.
Prinsip alokasi risiko lazimnya adalah Risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih
mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risiko tersebut. Jika
prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan premi risiko yang rendah dan biaya
proyek yang lebih rendah sehingga berdampak positif bagi pemangku kepentingan proyek tersebut.
Dalam transaksi proyek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama (yang dilakukan
setelah melakukan analisis risiko sebagai bagian dari studi kelayakan proyek) perlu memenuhi prinsip
Alokasi Risiko. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi risiko yang optimal penting demi
memaksimalkan nilai manfaat uang (value for money).
C.
Dalam menentukan risiko yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya yang paling
signifikan terhadap kelangsungan proyek KPBU ini, maka disusun suatu kriteria penilaian risiko yang
dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat konsekuensi risiko tersebut.
Peringkat
Hampir Pasti Terjadi
Mungkin Sekali Terjadi
Mungkin Terjadi
Jarang Terjadi
Hampir Tidak Mungkin
Terjadi
Keterangan
Ada kemungkinan kuat risiko ini akan terjadi sewaktu-waktu seperti yang
telah terjadi di proyek lainnya.
Risiko mungkin terjadi sewaktu-waktu karena adanya riwayat kejadian
kasual
Tidak diharapkan, tapi ada sedikit kemungkinan terjadi sewaktu-waktu
Sangat tidak mungkin, tetapi dapat terjadi dalam keadaan luar biasa. Bisa
terjadi, tapi mungkin tidak akan pernah terjadi
Risiko ini secara teoritis dimungkin terjadi, namun belum pernah didapati
terjadi di proyek lainnya.
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). 2015. Acuan Alokasi Risiko KPBU Indonesia. Indonesia: PT. PII.
36
Peringkat
Tidak
Penting
Dampak
Keuangan
Varian <5%
terhadap
anggaran
Ringan
Varian 5%10%
terhadap
anggaran
Sedang
Varian
10%-20%
terhadap
anggaran
Besar
Varian
20%_30%
terhadap
anggaran
Serius
Varian
30%-50%
terhadap
anggaran
Keselamatan
Penundaan
Kinerja
Hukum
Politik
< 3 bulan
Pelanggaran
Kecil
Perubahan dan
dampak kecil
terhadap proyek
3 6 bulan
Pelanggaran
prosedur/
pedoman
internal
Perubahan
memberikan
dampak yang
signifikan terhadap
proyek
Cidera:
Kemungkinan
rawat inap dan
banyak penundaan
hari
Cacat sebagian atau
penyakit jangka
panjang atau
beberapa cidera
serius
Kematian atau
cacat permanen
6 12 bulan
Pelanggaran
kebijakan/
peraturan
pemerintah
Ketidakstabilan
situasi berdampak
pada keuangan dan
kinerja.
Pelanggan
lisensi atau
hukum,
pengenaan
penalti
Intervensi
peraturan atau
tuntutan,
pengenaan
penalti
Ketidakstabilan
berdampak pada
keuangan dan
kinerja
1 2 tahun
>2 tahun
Ketidakstabilan
menyebabkan
penghentian
layanan
Metode penilaian risiko tersebut akan dimasukaan dalam matriks peta risiko sebagai berikut:
Kemungkinan
Hampir Pasti
Mungkin Sekali
Mungkin
Jarang
Hampir Tidak
Mungkin
D.
Tidak Penting
Menengah
Rendah
Rendah
Rendah
Ringan
Menengah
Menengah
Menengah
Rendah
Rendah
Rendah
Konsekuensi
Sedang
Tinggi
Menengah
Menengah
Menengah
Rendah
Besar
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Menengah
Serius
Tertinggi
Tertinggi
Tinggi
Tinggi
Menengah
Menengah
Mitigasi Risiko
Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara mengelola risiko terbaik dengan mempertimbangkan
kemampuan pihak yang mengelola risiko dan juga dampak risiko. Mitigasi risiko ini berisi rencanarencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi preventif, saat risiko terjadi, ataupun paska
terjadinya risiko. Mitigasi risiko ini dapat berupa penghapusan risiko, meminimalkan risiko, mengalihkan
risiko melalui asuransi atau pihak ketiga lainnya, atau menerima/menyerap risiko tersebut.
Tabel berikut adalah contoh matriks risiko proyek KPBU sektor pelabuhan yang disusun oleh PT.
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). Matriks risiko di bawah mengacu pada proyek pelabuhan
dengan struktur Konsesi Penuh yang mencakup desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan fasilitas
kepelabuhanan, termasuk pemungutan tarif kepada pelanggan akhir.
37
Deskripsi
Keterlambatan dan kenaikan
Biaya akibat proses
pembebasan lahan yang
berkepanjangan
PJPK
BU
Bersama
Keterlambatan karena
ketidakpastian kondisi lokasi
Implementasi prosedur
keselamatan kerja yang baik
Kontaminasi/polusi ke
lingkungan lokasi
Kesalahan desain
Menyebabkan ekstra/revisi
desain yang diminta operator
Terlambatnya penyelesaian
38
Deskripsi
PJPK
Bersama
BU
3. RISIKO SPONSOR
Kinerja subkontraktor yang
buruk
Default subkontraktor
4. RISIKO FINANSIAL
Kegagalan mencapai
financial close
39
Konsultansi dengan
spesialis/broker asuransi
Aksi industri
Menerapkan program
pengembangan masyarakat yang
people-oriented; pemberdayaan
masyarakat
Kegagalan manajemen
proyek
Kegagalan atau
ketidakmampuan Badan
Usaha dalam mengelola
operasional Proyek Kerjasama
Terjadinya penyimpangan
yang tidak terdeteksi akibat
kegagalan kontrol dan
monitoring oleh Badan Usaha
atau PJPK
Deskripsi
PJPK
BU
Bersama
Kesepakatan/kontrak dengan
supplier sedini mungkin
40
Deskripsi
PJPK
6. RISIKO PENDAPATAN
Perubahan proyeksi volume
permintaan
Kesalahan estimasi
pendapatan dari
model awal
BU
Bersama
Kegagalan memungut
pembayaran tarif
Kegagalan mengajukan
penyesuaian tarif
Kesalahan perhitungan
estimasi tarif
7. RISIKO KONEKTIVITAS JARINGAN
Risiko jaringan (1)
Ingkar janji otoritas untuk
membangun dan memelihara
jaringan sesuai rencana
Risiko jaringan (2)
41
Deskripsi
PJPK
BU
Bersama
penghubung
Risiko jaringan (3)
8. RISIKO INTERFACE
Risiko interface (1)
Pembiayaan domestik
Akun pembiayaan luar negeri
Penjaminan dari bank sentral
Pembiayaan domestik
Akun pembiayaan luar negeri
Penjaminan dari bank sentral
Risiko ekspropriasi
Nasionalisasi/pengambilalihan
tanpa kompensasi (yang
memadai)
Mediasi, negosiasi
Asuransi Risiko Politik
Penjaminan pemerintah
Keterlambatan perolehan
persetujuan perencanaan
9. RISIKO POLITIK
Mata uang asing tidak dapat
dikonversi
Mediasi, negosiasi
Asuransi Risiko Politik
Penjaminan pemerintah
42
Deskripsi
Hanya jika dipicu keputusan
sepihak /tidak wajar dari
otoritas terkait
Cuaca ekstrim
Force majeure
berkepanjangan
PJPK
BU
Bersama
Asuransi
Sumber: PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). 2015. Acuan Alokasi Risiko KPBU Indonesia. Indonesia: PT. PII.
43
IX.
KAJIAN KEBUTUHAN
PEMERINTAH
DUKUNGAN
PEMERINTAH
DAN/ATAU
JAMINAN
Bab ini menguraikan kebutuhan Dukungan Pemerintah serta cakupan kebutuhan Jaminan Pemerintah
berdasarkan hasil kajian ekonomi dan komersial serta kajian risiko, proses dan strategi untuk
mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, serta kajian kesiapan proyek untuk
mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.
Pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF (Viability Gap Fund) diatur melalui Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 dimana disebutkan bahwa Dukungan Kelayakan adalah
Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap
Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat diberikan dukungan kelayakan memiliki total biaya investasi
paling kurang senilai Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Jaminan Pemerintah juga dapat diberikan kepada proyek infrastruktur dengan tujuan untuk mengurangi
risiko yang dibebankan kepada Badan Usaha. Jaminan Pemerintah ini diberikan oleh Menteri Keuangan
dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang
berlaku.
44
X.
Pada bab ini akan diuraikan hal-hal kritis yang perlu ditindaklanjuti dengan isi sub-bab sebagai berikut:
A.
Sub-bab ini akan menguraikan hal-hal kritis yang perlu diselesaikan pada tahap penyiapan proyek KPBU
dan juga sebelum dimulainya tahap transaksi KPBU, seperti misalnya penyelesaian studi Amdal,
perizinan, ekspose kepada DPRD, dan sebagainya.
B.
Sub-bab ini menguraikan strategi, rencana, jadwal dan penanggung jawab penyelesaian hal-hal kritis yang
perlu diselesaikan. Hal ini akan dijabarkan dalam bentuk matriks.
45
XI.
KAJIAN PENGADAAN
Menguraikan berbagai landasan hukum yang harus digunakan dalam melakukan pengadaan Badan Usaha.
B.
Menguraikan surat keputusan pembentukan Panitia Pengadaan, serta tugas dan tanggung Panitia
Pengadaan.
C.
Menguraikan tahapan pengadaan Badan Usaha, yaitu apakah perlu dilakukan pelelangan satu tahap atau
pelelangan dua tahap, beserta dengan berbagai pertimbangannya.
Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap, dilakukan untuk Proyek KPBU yang
memiliki karakteristik:
a.
b.
Tidak memerlukan diskusi optimalisasi teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.
Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Dua Tahap dilakukan untuk Proyek KPBU yang memiliki
karakteristik:
D.
a.
Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur belum dapat dirumuskan dengan pasti karena terdapat
variasi inovasi dan teknologi; dan
b.
Memerlukan optimalisasi penawaran teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.
Proses Pengadaan
Menjelaskan proses pengadaan secara umum, sesuai dengan tahapan pengadaan seperti tertuang pada
sebelumnya.
E.
Menguraikan perkiraan jadwal proses pengadaan Badan Usaha dan juga menguraikan alamat sekretariat
Panitia Pengadaan.
46