BAB III
TINJAUAN REGULASI TRANSPORTASI LAUT
3.1.
Umum
Nasional
sebagaimana
di
publikasikan
oleh
Departemen
No.
KM
56/
2002
tentang
Pelimpahan/
Penyerahan
HALAMAN -1
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
3.2.
Sistem transportasi laut ialah suatu sistem yang berfungsi untuk memindahkan
benda dari suatu tempat ketempat yang lain, dapat berupa sumber alam, hasil
produksi pabrik, bahan makanan, juga memindahkan benda hidup seperti
manusia, binatang dan tanaman, yang menggunakan
angkutan laut
berupa
kapal .
Jaringan transportasi laut yaitu suatu jaringan yang terdiri terdiri dari simpul (node)
dan ruas (link), simpul mewakili suatu titik tertentu pada ruang, sedangkan ruas
adalah garis yang menghubungkan titik-titik. Pelabuhan diciptakan sebagai titik
sentra (simpul) yang memungkinkan perpindahan muatan dan penumpang,
dimana kapal-kapal dapat berlabuh dan bersandar untuk kemudian melakukan
bongkar muat dan meneruskan pelayaran kedaerah lain.
Tujuan
pembangunan
sarana
dan
prasarana
transportasi
sebagaimana
HALAMAN -2
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
HALAMAN -3
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
3.3.
Keamanan mempunyai arti yang sangat penting dan mempengaruhi citra suatu
pelabuhan. Laut di Indonesia yang meliputi daerah laut teritorial dan laut Zona
Ekonomi Eksklusif, tentu saja laut di Indonesia tidak dapat terlepas dari konvensi
internasional. International Maritime Organization (IMO) yang pembentukannya di
fasilitasi oleh PBB memiliki dasar kerja Safer Shipping, Cleaner Ocean.
Organisasi ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penerapan
keselamatan dan keamanan di laut. Konvensi yang banyak mengikat dalam
rangka manajemen angkutan laut antara lain tercakup dalam UNCLOS (United
Nations Convention on Law Of the Sea) dan SOLAS (Safety of Life at Sea).
HALAMAN -4
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
lingkungan.
Hal
ini
ditandai
dengan
banyaknya
konvensi
HALAMAN -5
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
Kepelabuhan
meliputi
segala
sesuatu
yang
berkaitan
dengan
kegiatan
3.4.
Perhubungan No. KM 57 Tahun 1984 tentang Larangan Beroperasi Bagi KapalKapal Niaga Berusia Tua menetapkan kebijakan pembesituaan kapal yang
berusia 25 tahun (tahun 1985 dirubah menjadi 30 tahun), yang berarti kapal-kapal
niaga tua dilarang beroperasi. Pada tahun yang sama juga diterbitkan Inpres No.
HALAMAN -6
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
kebijakan
penghapusan
kapal-kapal
tua
karena
terjadi
kekurangan kapal untuk melayani angkatan laut dalam negeri dan luar negeri.
Dalam PP tersebut, perusahaan pelayaran nasional dapat menentukan sendiri
trayek dan tarifnya tanpa harus meminta ijin dari pemerintah, ijin-ijin usaha
dikurangi lima jenis menjadi hanya dua jenis, dan keringanan syarat pendirian
perusahaan pelyaran yang hanya diwajibkan memiliki dan atau menguasai satu
kapal. Selain itu, penggunaan kapal asing dalam negeri harus dilaporkan kepada
pemerintah yang diwakili oleh Ditjen Perhubungan Laut. PP tersebut berdampak
besar karerna memicu hadirnya armada kapal asing yang terlibat pada angkutan
dalam negeri maupun ekspor-impor. Pengaruh PP ini masih terasa sampai
sekarang saat PP No. 82 Tahun 1999 tentang Pengangkutan di Perairan
diberlakukan.
Akibat dari deregulasi tersebut pangsa pasar armada nasional pada kurun
waktu
1996-2001
hanya
berkisar
4,07
persen
untuk
angkutan
barang
HALAMAN -7
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
internasional dari total dua miliar ton dan 51,9 persen untuk angkutan domestik
dari total 911 juta ton. Dominasi peran kapal asing dalam angkutan ekspor-impor
telah membebani transaksi berjalan.
Perlu diketahui bahwa sesungguhnya ada beberapa konvensi internasional
memberikan kewenangan terhadap pelayaran suatu negara (azas cabotage).
Azas ini melindungi digunakannya Armada Pelayaran Nasional untuk transportasi
laut dalam negeri. Dengan diakuinya azas cabotage dalam industri transportasi
laut menunjukkan bahwa transportasi laut sangat erat hubungannya dengan isu
kedaulatan suatu negara. Dalam hal ini tentu saja kebijakan dalam sektor
pertahanan dan keamanan nasional harus merujuk atau mengadopsi azas yang
diakui oleh dunia
Transportasi laut sangat tergantung pada peraturan baik nasional dan
internasional. Dan apabila kita berbicara transportasi laut maka banyak komponen
yang harus di perhitungkan, antara lain; Pelabuhan, Pelayaran, Bongkar Muat,
Galangan kapal, SDM
3.5.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang digunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
penumpang dari/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang barang yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan, serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antar moda trasportasi.
Pelabuhan di Indonesia diatur dalam suatu Tatanan Kepelabuhan Nasional (TKN),
yaitu
HALAMAN -8
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
bahwa
tatanan
kepelabuhan
nasional
dilakukan
dengan
memperhatikan :
a. Tata Ruang Wilayah
b. Sistem Transportasi Nasioanal
c. Pertumbuhan ekonomi
d. Pola/ jalur pelayaran angkutan laut nasional dan internasional
e. Kelestarian lingkungan
f. Keselamatan pelayaran, dan
g. Standarisasi nasional, criteria dan norma
Identifikasi posisi hirarki pelabuhan memperhatikan persyaratan dan dasar
pembangunan, pendayagunaan, pengembangan & pengoperasian pelabuhan
laut, sesuai KM 53 tahun 2002 pasal 32 yaitu :
a. Harus terletak pada lokasi yg dapat menjamin keamanan &
keselamatan pelayaran, dapat dikembangkan & dipelihara sesuai
standar yg berlaku
b. Harus mempertimbangkan kemudahan pencapaian bagi pengguna
c. Harus mudah dikembangkan untuk penuhi peningkatan permintaan jasa
d. Harus menjamin pengoperasian dalam jangka panjang
e. Harus berwawasan lingkungan
f. Harus terjangkau secara ekonomis bagi pengguna maupun
penyelenggara
g. Menenuhi kelayakan finansial / pengelolaan secara mandiri.
Hirarki dan fungsi pelabuhan laut berdasarkan ketentuan yang sama terdiri dari :
a. Pelabuhan Internasional Hub yang merupakan Pelabuhan Utama
Primer (PUT),
HALAMAN -9
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
b. Pelabuhan
Internasional
yang
merupakan
Pelabuhan
Utama
Sekunder (PUS),
c. Pelabuhan Nasional yang merupakan Pelabuhan Utama Tersier
(PUT),
d. Pelabuhan
Regional
yang
merupakan
Pelabuhan
Pengumpan
Lokal
(PUL).
Penjelasan atas klasifikasi pelabuhan tersebut adalah:
a. Pelabuhan Utama Primer
yang berfungsi
khususnya untuk melayani kegiatan alih muat angkutan laut nasional dan
internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas,
serta merupakan simpul dalam sistem jaringan transportasi laut internasional.
b. Pelabuhan Utama Sekunder adalah pelabuhan utama yang berfungsi
khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan
internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas,
dan lebih besar peranannya sebagai simpul pada sistem jaringan transportasi
nasional.
c. Pelabuhan Utama Tersier adalah pelabuhan utama yang berfungsi
khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan
internasional dalam jumlah menengah dan jangkauan pelayanan menengahb.
d. Pelabuhan Pengumpan
Regional
adalah
pelabuhan
yang
berfungsi
khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah
kecil dan jangkauan pelayanan yang relatif dekat, serta merupakan
pengumpan pada Pelabuhan Utama.
e. Pelabuhan Pengumpan Lokal adalah pelabuhan yang berfungsi khususnya
untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil serta
merupakan pengumpan pada Pelabuhan Utama dan Pelabuhan Pengumpan
Regional.
HALAMAN -10
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
pasal 10
kemas.
HALAMAN -11
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
c.
nasional.
d.
Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional +/- 500 mil dan jalur
HALAMAN -12
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
e.
Penetapan hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut, selain menggunakan kreteria
teknis , mempertimbangkan pula hal-hal sebagai berikut :
a) Jenis pelabuhan
b) Potensi pelabuhan
c) Kedekatan lokasi pelabuhan dengan daerah perbatasan
d) Posisi strategis pelabuhan ditinjau dari aspek pertahanan dan keamanan
negara.
e) Lokasi pelabuhan di daerah terpencil yang berpotensi sebagai areal
terisolasi,
terbelakang
guna
keseimbangan
perkembangan
wilayah
nasional.
Hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut berlaku untuk jangka waktu 5 tahun dan
bersifat tidak statis yang dapat dievaluasi sesuai kebutuhan.
HALAMAN -13
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
Penetapan hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut selain menggunakan kriteria
teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ketentuan diatas, maka harus
mempertimbangkan pula hal hal sebagai berikut:
a. Jenis Pelabuhan
b. Potensi Pelabuhan masa dating
c. Kedekatan lokasi pelabuhan dengan deaerah perbatasan
d. Posisi strategis pelabuhan ditinjau dari aspek pertahanan & keamanan
Negara
e. Lokasi pelabuhan di daerah terpencil yang berpotensi
terisolasi,
terbelakang
guna
keseimbangan
sebagai areal
perkembangan
wilayah
nasional
Klasifikasi diatas bila kemudian digambarkan secara skematis dapat dilihat pada
gambar 3-1 Skema Klasifikasi Pelabuhan & Pelayaran dibawah.
Pelabuhan Int Hub
(diluar negeri)
Pelayaran Luar Negeri
Pelabuhan
Nasional
Pelabuhan
Internasional
Pelabuhan
Nasional
Pelabuhan
Regional
Pelabuhan
Internasional /
Nasional
Wilayah Nusantara
Berlaku prinsip Kabotasi
HALAMAN -14
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
b.
c.
d.
e.
f.
HALAMAN -15
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
b.
Memiliki sumber daya manusia dengan jumlah dan kualitas yang memadai.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
b.
c.
HALAMAN -16
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
Aspek administrasi
pelabuhan.
b.
c.
d.
Luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 (tiga) buah kapal.
Gudang tertutup
HALAMAN -17
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
teknis/
satuan
kerja)
yang
tercantum
dalan
lampiran,
HALAMAN -18
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
HALAMAN -19
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
RANCANGAN
PEMBANGUNAN
Proses Konstruksi
PENGOPERASIAN
PENGEMBANGAN
Pra STUDI
KELAYAKAN
TKN
RT RW
Srt Rekomendasi
STUDI
KELAYAKAN
RENCANA
INDUK
`
RENCANA
TEKNIK
Lingkungan
HALAMAN -20
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
3.6.
segala
sesuatu
yang
berkaitan
dengan
angkutan
di
perairan,
HALAMAN -21
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
asing dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri ke
pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan Indonesia
yang terbuka untuk perdagangan luar negeri. Angkutan ini tidak boleh melakukan
kegiatan angkutan laut antar pulau.
Angkutan laut yang lain adalah angkutan laut khusus yang diatur dalam pasal 5
Peraturan Pemerintah tersebut, dilakukan khusus untuk melayani kepentingan
sendiri dalam menunjang kegiatan usaha pokok, tidak untuk melayani
kepentingan pihak lain serta tidak mengangkut barang barang umum (general
cargo)
Kegiatan bongkar muat barang barang tertentu untuk tujuan ekspor / import yang
dilakukan di pelabuhan yang belum terbuka bagi perdagangan luar negeri dapat
dilaksanakan dengan ketentuan kapal yang akan membongkar barang import atau
sudah
terbuka bagi perdagangan luar negeri untuk melapor atau cara lain dengan
mendatangkan petugas Bea & Cukai, Imigrasi dan Karantina ke pelabuhan tempat
kapal melakukan kegiatan bongkar muat.
Angkutan laut yang lain adalah angkutan laut lintas batas, yaitu angkutan laut ke /
dari
Kapal angkutan laut lintas batas sesuai pasal 11 Peraturan Pemerintah tersebut
diatas ditetapkan dengan menggunakan kapal setinggi-tingginya GT 175 yang
melayari trayek lintas batas antar Negara dengan jarak tidak lebih dari 150 mil
laut. Pada penjelasan pasal tersebut ditetapkan bahwa trayek lintas batas antar
Negara antara lain:
1. Pelabuhan Batam
Pelabuhan Singapura
2. Pelabuhan Nunukan
3. Pelabuhan Belawan
4. Pelabuhan Sambas
5. Pelabuhan Dumai
HALAMAN -22
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
6. Pelabuhan Tahuma
7. Pelabuhan Jayapura
melakukan
kegiatan
perdagangan
traditional
antar
negara.
memang diperuntukkan
seperti halnya angkutan laut khusus yaitu hanya untuk melayani kepentingan
sendiri dalam menunujang usaha pokok, tidak untuk melayani kepentingan
pihak lain serta tidak mengangkut barang barang umum (general cargo).
Angkutan ini dalam pelaksanaan kegiatannya dengan menggunakan kapal
diluar usaha angkutan sungai dan danau seperti usaha bidang industri,
pariwisata, pertambangan, pertanian serta kegiatan atau kepentingan khusus
seperti penelitian, pengerukan, kegiatan sosial dan sebagainya.
HALAMAN -23
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
memadai.
dari:
a. Trayek utama: menghubungkan antar pelabuhan utama yang berfungsi
sebagai pusat akomodasi dan distribusi.
b. Trayek
pengumpan:
merupakan
penunjang
trayek
utama
yang
HALAMAN -24
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
Jaringan
dan
trayek
angkutan
laut
dalam
negeri
ditetapkan
dengan
memperhatikan:
a.
b.
Pengembangan daerah
c.
d.
Sedangkan penetapan trayek angkutan laut dari dan ke luar negeri secara tetap
dan teratur (liner) dan penempatan kapal pada trayek tersebut dilaksanakan oleh
perusahaan angkutan laut nasional dan / atau perusahaan angkutan laut asing.
Pembukaan trayek baru dilakukan dengan memperhatikan
a.
b.
HALAMAN -25
KULIAH PELABUHAN
Kasus Proyek Pelabuhan di Riau.
Jaringan trayek adalah kumpulan trayek trayek yang menjadi satu kesatuan
pelayanan angkutan penumpang, barang dan / atau hewan dari satu pelabuhan
ke pelabuhan lainnya.
HALAMAN -26