DASAR HUKUM
Dasar hukum penyusunan Studi Pendahuluan adalah:
1. Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur.
Pada Pasal 22 ayat (1) dinyatakan bahwa pengadaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan
Badan Usaha harus disertai dengan studi pendahuluan.
Pada Pasal 24 dinyatakan bahwa berdasarkan hasil Studi Pendahuluan dan konsultasi publik, maka
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan daftar usulan rencana KPBU.
2. Permen PPN/Kepala Bappenas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
PPN/Kepala Bappenas Nomor 04 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Pada Pasal 1 point 20 disampaikan bahwa Studi Pendahuluan adalah kajian awal yang dilakukan oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha
Milik Daerah untuk memberikan gambaran mengenai perlunya penyediaan suatu infrastruktur
tertentu serta manfaatnya, apabila dikerjasamakan dengan Badan Usaha Pelaksana melalui KPBU.
Pada Pasal 6 diuraikan bahwa Studi Pendahuluan harus telah menetapkan Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah yang bertindak sebagai PJPK.
Pada Pasal 14 ayat (6), dinyatakan bahwa berdasarkan hasil Studi Pendahuluan dan Konsultasi
Publik, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan memutuskan lanjut atau tidak lanjut suatu
rencana Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme KPBU.
Sementara pada Lampiran Bab II Poin H nomor 2, diuraikan bahwa Studi Pendahuluan merupakan
dokumen yang harus dimiliki sebelum suatu rencana proyek diusulkan sebagai suatu proyek KPBU.
1. Memudahkan para pemangku kepentingan dalam memahami dan menyiapkan Studi Pendahuluan
untuk suatu Proyek KPBU Infrastruktur transportasi berbasis rel sesuai dengan Permen
PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah melalui Permen
PPN/Kepala Bappenas Nomor 2 Tahun 2020.
2. Memperjelas penyusun Studi Pendahuluan dalam menentukan tingkat kedalaman kajian yang
diperlukan dalam penyusunan Studi Pendahuluan.
PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat dari Toolkit Penyusunan Studi Pendahuluan Proyek KPBU Infrastruktur transportasi
berbasis rel ini adalah:
1) Kementerian/lembaga/pemerintah daerah
2) Badan Usaha Pemrakarsa
3) Calon Badan Usaha Pelaksana/Calon Investor
4) Calon Badan Usaha Penyiapan
5) Pemangku kepentingan lainnya
1. Toolkit ini akan fokus pada infrastruktur Pengelolaan transportasi berbasis rel;
2. Format dan isi Studi Pendahuluan akan mengacu pada Permen PPN No. 4 tahun 2015 Permen
PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah melalui Permen
PPN/Kepala Bappenas Npmor 2 Tahun 2020;
3. Toolkit hanya akan memberikan arahan dan panduan terkait hal-hal yang harus dikaji dalam Studi
Pendahuluan serta kedalaman kajian yang perlu dilakukan.
4. Memberikan rekomendasi pada PJPK untuk memutuskan lanjut atau tidak lanjut rencana
Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme KPBU.
3. kriteria faktor penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Money) partisipasi badan usaha;
3. rencana penawaran KPBU yang mencakup jadwal, proses, dan cara penilaian.
Secara lebih detail, isi masing-masing kajian akan diulas di dalam Toolkit.
Dalam penyusunan laporan Studi Pendahuluan, sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
RINGKASAN EKSEKUTIF
BAB 1 : PENDAHULUAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dokumen Studi Pendahuluan perlu diawali dengan Ringkasan Eksekutif yang merupakan ringkasan dan
kesimpulan dari Studi Pendahuluan yang disusun sehingga pembaca dapat mengetahui deskripsi proyek
kerjasama yang akan dilakukan. Ringkasan Eksekutif disampaikan dalam bentuk tabel seperti contoh
dibawah ini:
2 Penanggungjawab Proyek Kerjasama (Institusi yang menjadi atau diusulkan menjadi PJPK)
4 Data Perencanaan
a. Jenis Infrastruktur Infrastruktur Transportasi
b. Jenis Sektor/Sub-Infrastruktur Sarana dan/atau prasarana perkeretaapian;
c. Deskripsi Proyek (Cakupan/lingkup kerjasama, panjang lintasan, lingkup
pelayanan, jenis teknologi diusulkan, jumlah
pemberhentian, dll)
d. Kesiapan lahan (menjelaskan status kesiapan lahan yang dibutuhkan untuk
pembangunan infrastruktur transportasi berbasis rel)
e. Kapasitas Fiskal PJPK (menjelaskan kondisi kapasitas fiskal PJPK dalam pembiayaan
proyek KPBU yang akan dikerjasamakan)
6 Latar Belakang Proyek (uraian secara ringkas mengapa proyek ini perlu
dilakukan)
8 Dst
BAB 1. PENDAHULUAN
Sub-Bab Latar Belakang ini merupakan bagian pertama dari Studi Pendahuluan yang ditujukan untuk
memberikan gambaran umum mengenai kondisi-kondisi yang menyebabkan perlunya ada kegiatan proyek
pembangunan dan Pengelolaan transportasi berbasis rel yang dikembangkan dengan skema KPBU.
1. Kondisi pembangunan dan pengelolaan transportasi berbasis rel secara umum di Indonesia;
2. Kondisi pembiayaan pembangunan dan pengelolaan transportasi berbasis rel secara umum dan
kondisi kemampuan penganggaran oleh Pemerintah;
3. Kondisi ketersediaan sarana dan prasarana transportasi perkotaan / transportasi berbasis rel
secara umum;
4. Kondisi pembiayaan pembangunan dan pengelolaan transportasi berbasis rel dan kondisi
kemampuan penganggaran oleh Pemerintah;
5. Potensi dan kendala pengembangan dan pembiayaan pengembangan, pembangunan dan pengelolaan
transportasi berbasis rel di wilayah perencanaan;
6. Uraian kebutuhan pembiayaan inovatif dan alternatif untuk pengembangan pembangunan dan
pengelolaan transportasi berbasis rel. Salah satu bentuk pembiayaan inovatif ini adalah pembiayaan
melalui skema KPBU dikarenakan adanya keterbatasan pembiayaan oleh Pemerintah. Jenis
pembiayaan alternatif lainnya adalah seperti pasar modal, hibah dan Dana Alokasi Khusus (DAK),
pinjaman bank, multilateral bank, dan sebagainya.
7. Kesimpulan perlunya pengembangan transportasi berbasis rel berdasarkan kondisi tersebut diatas
dengan memanfaatkan berbagai potensi skema pembiayaan yang tersedia .
Panduan pembahasan diatas dapat dimodifikasi namun benang merah yang perlu diuraikan adalah perlunya
skema KPBU dalam pembiayaan proyek transportasi berbasis rel yang direncanakan.
Mendefinisikan maksud penyusunan Studi Pendahuluan proyek KPBU ini. Contoh dari maksud
tersebut antara lain sebagai berikut:
• Mengkaji adanya kebutuhan, bisa/tidaknya kebutuhan infrastruktur transportasi berbasis rel
tersebut dikerjasamakan, serta kewenangan pertanggungjawabannya ada dimana.
• Mengkaji kelayakan proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi dalam
pembiayaan pengembangan transportasi perkotaan atau transportasi berbasis rel.
• Menyampaikan hasil kajian Studi Pendahuluan apakah proyek transportasi perkotaan ini akan
dilanjutkan atau tidak dilanjutkan melalui skema KPBU.
• Dan/atau lainnya.
1.2.2. Tujuan
Mendefinisikan tujuan penyusunan Studi Pendahuluan proyek KPBU ini. Contoh dari tujuan
tersebut antara lain sebagai berikut:
• Memberikan pemahaman terhadap perlunya pengembangan dan pengelolaan transportasi
berbasis rel melalui pembiayaan inovatif;
• Dan/atau lain-lain.
Bab 1 : Pendahuluan
2. identifikasi pilihan dalam penyediaan layanan mencakup lingkup layanan, solusi, ketersediaan
penyedia, target pengerjaan, dan skema pembiayaan berdasarkan kebutuhan infrastruktur; dan
3. kepastian KPBU mendapat dukungan dari pemangku kepentingan yang berkaitan, salah satunya
melalui Konsultasi Publik. Konsultasi Publik untuk Proyek KPBU Transportasi Perkotaan Berbasis
Rel terkait dengan konfirmasi kebutuhan adanya penambahan pelayanan transportasi perkotaan
berbasis rel maupun dukungan masyarakat sekitar atas proyek.
Sistematika pembahasan dan panduan isi dari masing-masing pembahasan diuraikan di bawah ini.
Beberapa hal yang yang dapat diuraikan dalam Dasar Pemikiran Teknis ini adalah sebagai berikut:
Pada bagian ini dapat diuraikan perkiraan proyeksi jumlah penduduk dan perjalanan orang saat ini
diwilayah perencanaan, rata-rata perjalanan per orang per hari saat ini, tingkat pertumbuhan
penduduk kabupaten/kota atau wilayah perencanaan dan penetapan daerah zona prioritas
pelayanan dan target jumlah perjalanan orang yang akan dilayani.
Pada bagian ini perlu dijelaskan kinerja pelayanan transportasi umum saat ini, seperti misalnya
daerah pelayanan eksisting, cakupan pelayanan, tingkat pelayanan transportasi umum, kendala
pengembangan pelayanan, dan sebagainya. Beberapa moda transportasi yang dapat dikaji
diantaranya adalah transportasi bus umum, transportasi berbasis aplikasi, angkutan kereta api, dan
sebagainya.
Pada bagian ini juga perlu disimpulkan bagaimana kebutuhan transportasi Umum di wilayah
perencanaan dapat dipenuhi melalui penyediaan infrastruktur transportasi berbasis rel yang
memadai.
Pada bagian ini dapat diuraikan misalnya perkiraan proyeksi perjalanan orang menggunakan
transportasi berbasis rel di wilayah perencanaan, rata-rata perjalanan per orang per hari saat ini,
tingkat pertumbuhan penduduk kabupaten/kota atau wilayah perencanaan dan penetapan daerah
zona prioritas pelayanan dan target jumlah penumpang yang akan dilayani.
Tujuan dari kajian pemikiran ekonomis dan sosial ini untuk melihat nilai ekonomi pengembangan proyek
pembangunan dan pengelolaan transportasi berbasis rel tersebut dilaksanakan.
Beberapa hal yang perlu dikaji (berdasarkan data sekunder) adalah diantaranya manfaat ekonomi dan sosial
apa saja yang bisa didapatkan masyarakat dari proyek ini. Seperti misalnya adalah adanya potensi peng,
hematan waktu tempuh, penghematan biaya operasional kendaraan, pengurangan kemacetan, pengurangan
biaya transportasi, polusi, ketepatan waktu tiba ke tempat tujuan, kenyamanan fasilitas umum, mengurangi
polusi udara, penghematan dan perbaikan kondisi alternativ transportasi umum dan sebagainya.
Kajian dasar pemikiran ekonomis dan sosial ini dilakukan lebih secara kualitatif daripada kuantitatif dan
dilakukan berdasarkan data-data sekunder atau kajian literatur.
Tujuan dari identifikasi pilihan dalam penyediaan layanan ini adalah untuk melihat perbandingan berbagai
pilihan solusi dalam penyediaan layanan mencakup lingkup layanan, ketersediaan penyedia, target
pengerjaan, dan skema pembiayaan berdasarkan kebutuhan infrastruktur.
1. Menjelaskan indikasi pilihan solusi teknis yang dapat digunakan
Menguraikan tentang opsi pemecahaan masalah yang dapat digunakan berdasarkan data sekunder.
Menguraikan tentang standar pelayanan yang direncanakan, daerah prioritas pelayanan dan strategi
sistem pengembangan pembangunan dan pengelolaan transportasi berbasis rel. Sumber
perjalanan/bangkitan (kendaraan pribadi yang akan berpindah, penumpang KRL, tranportasi
pengumpan, dll), Uraian mengenai pengelola transportasi berbasis rel (sudah ada atau belum),
lokasi (posisi dan jarak) terhadap daerah pelayanan, dan sebagainya.
3. Menjelaskan garis besar rencana pembangunan dan pengelolaan transportasi berbasis rel.
Menguraikan secara skematis rencana proyek pembangunan dan pengelolaan transportasi berbasis
rel yang akan dikerjasamakan, meliputi sistem pembangunan TOD, angkutan pengumpan (feeder),
terminal, sistem pengangkutan, termasuk rencana peningkatan cakupan pelayanan transportasi
berbasis rel yang akan dicapai sampai dengan akhir tahun perencanaan.
Kajian ini menghasilkan opsi solusi yang akan dipilih serta akan dikaji lebih mendalam pada tahap berikutnya.
Kajian dukungan pemangku kepentingan ini dilakukan untuk memastikan bahwa proyek transportasi
berbasis rel yang direncanakan telah mendapatkan dukungan oleh berbagai pihak yang diperkirakan akan
terlibat atau terdampak dari proyek tersebut. Bagian ini berisi hasil dari Konsultasi Publik, komitmen
dukungan dari pemangku kepentingan (Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, masyarakat, dsb.) dapat
diperoleh melalui Konsultasi Publik. Selain itu pada bagian ini juga dapat ditambahkan data sekunder yang
mendukung adanya dukungan pemangku kepentingan.
4. Uraian tentang pemrakarsa proyek dan mengapa pemrakarsa ingin melaksanakan proyek
pengembangan pengelolaan transportasi berbasis rel ini dan dukungan apa yang dapat diberikan
untuk kelancaran proyek ini;
Tujuan dari Kajian Kepatuhan adalah untuk menguraikan dan memastikan bahwa rencana pengembangan
proyek pembangunan dan pengelolaan transportasi berbasis rel ini ini sesuai dengan regulasi terkait KPBU
serta peraturan dan juga perencanaan di sektor transportasi perkotaan.
1. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam penentuan PJPK;
3. kesesuaian lokasi pelayanan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (apabila diperlukan sesuai
kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan dikerjasamakan);
4. keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah (apabila diperlukan sesuai kebutuhan jenis
Infrastruktur yang akan dikerjasamakan); dan
5. bahwa pengembangan transportasi berbasis rel yang direncanakan telah memenuhi peraturan yang
ada terkait KPBU.
Sistematika pembahasan dan panduan isi dari masing-masing pembahasan diuraikan di bawah ini.
Untuk memastikan bahwa infrastruktur yang akan dikerjasamakan termasuk dalam infrastruktur
sosial dan ekonomi yang dapat di-KPBU-kan serta sesuai dengan peraturan tentang KPBU,
diantaranya:
• Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
• Peraturan Menteri PPN No. 4 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah
melalui Permen PPN/Kepala Bappenas Nomor 2 Tahun 2020
• Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5025);
• Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis
Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221);
• Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta
Api sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2016 (“PP
72/2009”);
• Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Konsesi dan Bentuk
Kerjasama Lainnya antara Pemerintah dengan Badan Usaha di Bidang Perkeretaapian
sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 54 Tahun 2018
(“Permenhub 15/2016”);
• Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pedoman Tata Cara
Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api (“Permenhub
17/2018”);
• Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 121 Tahun 2017 tentang Lalu Lintas Kereta Api
(“Permenhub 121/2017”)
• Peraturan daerah yang mengatur tentang Transportasi Umum (apabila ada). Misalnya
seperti Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 5 tahun 2014 tentang Transportasi
yang didalamnya juga mengatur transportasi berbasis rel (perkeretaapian).
Untuk mengkaji secara umum dokumen lingkungan yang harus disiapkan untuk proyek yang sedang
direncanakan. Peraturan utama yang diacu adalah UU No. 32/2009, PP No. 27/2012 dan Permen
LH No. 17/2012. Apabila ada, dapat juga dikaji peraturan terkait lingkungan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah.
Dalam sub-bab ini dilakukan kajian terhadap berbagai peraturan yang mengatur tentang institusi atau
lembaga yang bisa menjadi PJPK dalam proyek pengembangan dan pengelolaan transportasi umum
perkotaan. Kajian dapat dilakukan terhadap UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maupun
peraturan sektor terkait lainnya.
Dalam kajian ini diharapkan sudah dapat ditentukan lembaga yang akan menjadi PJPK dalam rencana proyek
pengelolaan transportasi berbasis rel ini. Sebagai contoh adalah KPBU Kereta Api Makassar – Parepare
dimana PJPK-nya adalah Kementerian Perhubungan karena merupakan transportasi antar kota.
Kajian kesesuain dengan rencana pembangunan ini dilakukan untuk memastikan bahwa proyek
pengembangan dan pengelolaan transportasi umum /transportasi berbasis rel yang akan dilaksanakan
melalui skema KPBU telah sesuai dengan rencana pembangunan daerah, khususnya rencana pengelolaan
transportasi.
Untuk memastikan bahwa proyek KPBU yang direncanakan sesuai dengan rencana pengembangan
terkait sektor Transportasi di RPJMN dan dapat memberikan kontribusi pada pencapaian target
RPJMN.
Untuk memastikan bahwa proyek KPBU yang direncanakan sesuai dengan rencana pengembangan
terkait sektor transportasi di RPJMD Kabupaten/Kota tersebut dan dapat memberikan kontribusi
pada pencapaian target atau sasaran RPJMD.
Untuk memastikan bahwa rencana proyek pengembangan pengelolaan transportasi berbasis rel
menjadi salah satu rencana strategis Kementerian terkait. Perlu dilihat juga kemungkinan-
kemungkinan pengembangan proyek transportasi berbasis rel melalui skema kerjasama dengan
swasta/badan usaha.
Pada bagian sub-bab ini perlu disampaikan kesimpulan apakah rencana pengembangan pengelolaan
transportasi berbasis rel sudah sesuai dengan rencana pembangunan atau belum, dan bila belum,
rekomendasi atau justifikasi apa yang bisa diberikan.
Kajian kesesuaian tata ruang ini sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa dapat dilakukan
pengembangan atau pembangunan sesuai lokasi yang telahditetapkan.Kajian tata ruang dilakukan secara
berjenjang, mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK).
Dalam kajian ini perlu dilihat apakah lokasi jalur transportasi berbasis rel maupun pendukungnya sesuai
dengan peruntukannya dan dimungkinkan untuk dikeluarkan ijin-ijin terkait seperti Izin Prinsip, Izin Lokasi,
Izin Mendirikan Bangunan, dan sebagainya.
Pada sub-bab ini perlu diuraikan kaitan pengembangan pengelolaan transportasi berbasis rel dengan sektor
infrastruktur lainnya dan juga kaitan antar wilayah jika infrastruktur ditujukan untuk suatu sistem
pengelolaan regional. Beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya meliputi:
1. Rencana pengembangan infrastruktur lain di wilayah perencanaan yang akan didukung oleh
infratruktur Transportasi umum (misalkan pengembangan bandara, pelabuhan, perumahan, dan
sebagainya);
3. Dampak terhadap infrastruktur lain atau wilayah apabila proyek pengembangan pengelolaan
transportasi berbasis rel ini tidak dilaksanakan.
1. Sektor swasta memiliki keunggulan dalam pelaksanaan KPBU termasuk dalam pengelolaan risiko;
2. Terjaminnya efektivitas, akuntabilitas dan pemerataan pelayanan publik dalam jangka panjang;
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam bab ini adalah sebagai berikut.
Dalam sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat pelaksanaan proyek pengembangan dan pengelolaan
transportasi berbasis rel melalui skema KPBU. Beberapa hal yang dapat diuraikan misalnya:
1. Sistem pengelolaan yang akan diterapkan, yang menunjukkan keunggulan teknis yang ditawarkan;
4. Pengelolaan sistem transportasi oleh Badan Usaha dengan melibatkan pegawai Dinas Perhubungan
dan PUPR (SKPD terkait)akan memberikan alih pengetahuan;
5. Alokasi APBN/APBD dapat digunakan untuk pengembangan infrastruktur lainnya sehingga terjadi
pemerataan pembangunan infrastruktur.
Kajian VfM kualitatif dilakukan untuk menjadi salah satu indikator untuk mengetahui apakah proyek
transportasi berbasis rel yang direncanakan lebih baik dan efisien dilakukan melalui skema pembiayaan
KPBU atau tidak. Kajian kualitatif dapat dilakukan dengan mengacu pada suplemen atau dokumen yang telah
ada, dimana kajian VfM kuantitatif dan kualitatif sudah pernah dibuatkan suplemen terpisah sebelumnya dan
dapat disampaikan dalam bentuk tabel. Setiap kajian VfM adalah spesifik untuk proyek pengembangan
transportasi berbasis rel yang akan dikerjasamakan.
Kajian VfM kualitatif ini dapat dilakukan melalui cara tabulasi dengan memberikan nilai 0, 1 atau 2 jika
proyek dilakukan secara konvensional atau melalui KPBU untuk kemudian dijumlahkan untuk meilhat mana
yang memiliki nilai yang lebih besar seperti contoh di bawah ini:
10. Spesifikasi Keluaran 1 2 Konvensional: tidak ada indikator jelas yang perlu
dipenuhi serta lebih rendahnya kontrol terhadap
kualitas konstruksi dan operasional
KPBU: Indikator teknis dan layanan yang jelas dan
harus dipenuhi oleh BU.
11.
12. Dst
TOTAL NILAI
Kajian potensi pendapatan dan skema pembiayaan ini ditujukan untuk mengetahui:
Dalam Studi Pendahuluan, kemampuan pengguna untuk membayar dikaji melalui kajian data dan informasi
sekunder yang terkait. (misalnya: dapat disampaikan data mengacu pada data tranportasi perkotaan lainnya
yang sudah ada)
Untuk proyek pengembangan dan pengelolaan transportasi berbasis rel, yang dimaksud dengan pengguna
adalah off taker yang akan menerima infrastruktur transportasi berbasis rel, dalam hal ini adalah pemerintah
(pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah), dalam hal ini bisa pengelola transportasi berbasis rel
eksisting seperti Dinas Perhubungan dan PU, BLUD transportasi , dan sebagainya, dan lainnya.
Kemampuan pengguna untuk membayar dikaji dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang
bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan
tersebut. Biaya dimaksud meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga,dan biaya modal yang
dikeluarkan oleh penyelenggara pengelolaan transportasi berbasis rel.
Selain itu perlu dikaji juga kinerja keuangan penyelenggara pengelolaan transportasi berbasis rel selama
setidaknya 3 (tiga) tahun terakhir. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui kapasitas keuangan off taker
untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar infrastruktur yang disediakan.
Dalam sub-bab ini dilakukan kajian terhadap kemampuan fiskal PJPK (Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, BUMN/BUMD) dalam membiayai sektor transportasi berbasis rel. Kajian fiskal terutama dilakukan
pada pembiayaan pengembangan transportasi berbasis rel oleh PJPK yang telah ditetapkan sebelumya.
Kajian kemampuan fiskal secara kuantitatif ini sangat penting untuk mengetahui kemampuan keuangan
Pemerintah untuk membiayai dan/atau memberikan dukungan fiskal ataupun non-fiskal.
Perlu disampaikan trend pembiayaan pengembangan sistem transportasi selama setidaknya 3 (tiga) tahun
terakhir dan juga kendala serta potensi yang ada.
Dalam bagian terakhir sub-bab ini perlu diuraikan kesimpulan dan rekomendasi kemampuan fiskal tersebut.
Apabila skema yang akan diterapkan adalah AP, maka ketentuan mengenai pembayaran ketersediaan
layanan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.08 Tahun 2016 Tentang Pembayaran
Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2016 Tentang
Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur di Daerah, beserta beberapa peraturan yang terkait.
Dalam sub-bab ini dilakukan kajian terhadap berbagai potensi pendapatan yang bisa didapatkan dalam
kerjasama pengembangan pengelolaan transportasi berbasis rel (iklan, sewa ruang komersial, pengelolaan
lahan, dan pendapatan lainnya).
Kajian dukungan pemerintah perlu dilakukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku, misalnya
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 170/PMK.08/2018 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 tentang Pemberian Dukungan Kelayakan Atas
Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 170/PMK.08/2015 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.011/2013 Tentang Panduan Pemberian
Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan
Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
Kajian kebutuhan dukungan pemerintah ini dilakukan baik untuk dukungan finansial maupun dukungan non-
fiskal, seperti misalnya kebutuhan dukungan peraturan, perijinan, dan sebagainya.
Dalam bab ini diuraikan rekomendasi dan tindaklanjut terhadap rencana proyek pengembangan pengelolaan
transportasi berbasis rel agar dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan, kebutuhan, kepatuhan dan
sebagainya.
Sistematika pembahasan Bab Rekomendasi dan Tindak Lanjut ini adalah sebagai berikut.
6.1. REKOMENDASI
Dalam sub-bab ini disampaikan berbagai rekomendasi berdasarkan hasil-hasil kajian yang telah dilakukan di
bab-bab sebelumnya. Beberapa rekomendasi yang diberikan mencakup diantaranya:
5. Dan sebagainya.
Dalam sub-bab ini diuraikan rencana tindaklanjut dari rekomendasi yang disampaikan sebelumnya,
termasuk didalamnya rencana jadwal pemenuhan rekomendasi dan juga rencana jadwal kegiatan penyiapan
dan transaksi KPBU, termasuk juga perencanaan sumber anggaran untuk kegiatan penyiapan dan transaksi.