Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Homoseksual merupakan suatu perilaku menyimpang yang dimana melanggar
norma agama, adat, budaya serta nilai – nilai pancasila. Mayoritas masyarakat
menganggap homoseksual sebagai penyimpangan sosial. Homoseksual dianggap
sebagai penyakit, perbuatan dosa, perilaku yang tidak normal. Homoseksuald ianggap
bertentangan dengan nilai yang terinternalisasi dalam masyarakat, menjelaskan bahwa
orientasi seksual laki-laki umumnya terhadap perempuan dan sebaliknya.
Kemajuan teknologi yang menyediakan ragam informasi dan sikap intelek yang
mendukung informasi tersebut menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi
meningkatnya berbagai pasangan, komunitas,dan organisasi homoseksual. Di
Indonesia banyak organisasi yang berkecimpung dalam isu LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender) seperti GayaNusantara di Surabaya, Ardhanary Institute
di Jakarta yang berfokus pada isu-isu LBT perempuan, Institut Pelangi Perempuan di
Jakarta yang berfokus pada isu-isu lesbianmuda. Organisasi hanya sebagai jalan
mencari referensi dan membantu dalam ranah informal, namun tidak bisa memberikan
efek jera sebagaimana tujuan dari hukuman pada ranah hukum yang legal di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk penyimpangan homoseksual dalam nilai – nilai pancasila ?
2. Bagaimana bentuk penyimpangan homoseksual terhadap etika pancasila?
3. Bagaimana hubungan prilaku homoseksual terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) ?
4. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi tindak
pidana homoseksual?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui penyimpangan kegiatan homoseksual terhadpi nilai-nilai yang
terkandung didalam Pancasila.
2. Mengetahui penyimpangan kasus homoseksual terhadap etika.
3. Mengetahui hubungan atau keterkaitan anatara HAM dan homoseksual
4. Mengetahui kebijakan kriminalisasi mengenai homoseksual di Indonesia di masa
depan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Teori
1.1 pengertian Homoseksual

Menurut Katchadourian (1989) secara sederhana homoseksual didefinisikan sebagai atraksi


atau aktivitas seksual antara sesama jenis. Prefiks “homo” dalam homoseksual berasal dari
bahasa Yunani yang artinya “sama” bukan merujuk pada bahasa Latin homo yang berarti “laki-
laki”. Dengan demikian homoseksual yaitu hubungan seks dengan pasangan sejenis.
Homoseksual juga diartikan sebagai orang yang mengalami ketertarikan emosional, romantik,
seksual atau rasa sayang terhadap sejenis, sedangkan biseksual merasa nyaman melakukan
hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin.

Seseorang dikatakan homoseksual didasarkan pada perilaku, orientasi, identitas atau karena
ketiga hal tersebut.Homoseksual dipandang sebagai suatu kesatuan, yaitu klaster perilaku dan
karakteristik personal.Aktivitas seksual antar kaum homoseksual biasa disebut dengan sodomy
atau buggery yang pada dasarnya merujuk pada anal intercourse.

Kata sifat homoseksual digunakan untuk hubungan intim di antara orang-orang berjenis
kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian.
Homoseksualitas, sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan
heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan
untuk merujuk kepada pria homoseks. Sedangkan Lesbian adalah suatu istilah tertentu yang
digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks (Kertbeny, 1990).Homoseksual dapat
mengacu pada :

 Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain
mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama
 Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama tidak peduli orientasi
seksual atau identitas gender
 Identitas seksual, yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau
orientasi homoseksual.

2
1.2 Perkembangan Homoseksual

Dalam budaya Indonesia, ketika seorang anak laki-laki atau perempuan mencapai usia
pubertas, hubungan dan interaksi antara mereka segera dibatasi. Norma dan moral tradisional,
terutama di pedesaan dan wilayah pedalaman,menentang kaum remaja berpacaran, karena
dianggap dapat mengarah pada hubungan seks pranikah. Moral tradisional juga menentang
berkumpulnya antara gadis yang belum menikah dengan laki-laki, karena dapat mengarah pada
skandal perzinahan. Hubungan persahabatan yang erat dan ikatan antar laki-laki justru
dianjurkan. Pengalaman homoerotik atau bahkan insiden hubungan homoseksual mungkin saja
terjadi di lingkungan serba laki-laki; misalnya di asrama, pondok pesantren, kamar kost dll.
Terdapat laporan mengenai insiden hubungan homoseksual di tempat-tempat tersebut, akan
tetapi karena kuatnya budaya malu di Indonesia, insiden semacam ini biasanya langsung
ditutupi dan dirahasiakan agar tidak mencemari reputasi institusi tersebut.

Kaum gay dan lesbi belum teridentifikasi sebelum masa Orde Baru. Ketika pria dan wanita
homoseksual akhirnya mengenali diri mereka melalui penggambaran yang singkat mengenai
kehidupan homoseksual asing, mereka akhirnya mencapai kesimpulan bahwa 'dunia gay' bisa
juga ada di Indonesia. Kaum gay lazim berkumpul di tempat 'terbuka' pada waktu atau hari
tertentu, di mana mereka mencari cinta, persahabatan, serta seks. Sedangkan dunia lesbian
umumnya bersosialisasi di rumah dan cenderung tersembunyi.

Kontras antara pola pergaulan kaum gay dan lesbian mencerminkan dunia budaya yang
paralel: jika laki-laki gay dapat berkumpul dengan bebas relatif tanpa hambatan di taman-
taman terbuka - dan bahkan di rumah bersama keluarga dan orangtua mereka, dunia kaum
lesbian cenderung tertutup dan tersembunyi di rumah atau kediaman pribadi. Kerap kali, waria
atau transseksual menciptakan sub-budaya yang berbeda dalam corak sosial Indonesia. Sering
berkumpul di salon kecantikan dan lazim dalam bisnis hiburan Indonesia, sub-budaya waria
telah menciptakan bahasa mereka sendiri, Bahasa Binan, yang sering mempengaruhi tren
dialek di Indonesia khususnya di kalangan anak muda.

3
1.3 Penyebab Homoseksual

Faktor penyebab homoseksualitas bisa bermacam-macam, seperti karena kekurangan


hormon lelaki selama masa pertumbuhan, karena mendapatkan pengalaman homoseksual yang
menyenangkan pada masa remaja atau sesudahnya, karena memandang perilaku heteroseksual
sebagai sesuatu yang aversif atau menakutkan (tidak menyenangkan), karena besar ditengah-
tengah keluarga dimana ibu dominan sedangkan ayah lemah atau bahkan tidak ada. Terdapat
tiga garisan besar kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya homoseksual
sebagai berikut:

 Biologis
Kombinasi atau rangkaian tertentu di dalam genetik (kromosom), otak , hormon,
dan susunan yang mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Ataupun bedasarkan
keturunan dari orang tua.
 Lingkungan
Lingkungan diperkirakan turut mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Faktor
lingkungan yang diperkirakan dapat mempengaruhi terbentuknya homoseksual seperti
Budaya dan Adat-istiadat. Cara mengasuh seorang anak juga dapat mempengaruhi
terbentuknya homoseksual. Sejak dini seorang anak telah dikenalkan pada identitas
mereka sebagai seorang pria atau perempuan, sampai kekerasan seksual.
 Pengaruh Budaya
Aktivitas homoseksual banyak terdapat pada kelompok yang kurang
memperdulikan religiusitasnya. Penerimaan sosial terhadap sub-kultur homoseksual,
yang mengundang rasa ingin tahu dan mendorong eksplorasi.Pendidikan seks yang
mendukung homoseksualitas dan danya figur berkuasa yang secara terbuka mengakui
identitasnya sebagai homoseksual, toleransi sosial dan hukum terhadap tindakan
homoseksual, penggambaran homoseksualitas sebagai perilaku yang normal
dan/diinginkan.

4
1.4 Presepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kaum Homoseksual

Fenomena homosekual dianggap sebagian orang sebagai fenomena yang biasa namun
sebagian lagi masih menganggap awam akan keberadaan fenomena homoseksual tersebut.
Jumlah valid homoseksual tidak bisa terakumulasi karena banyak juga kaum homoseksual
yang menyembunyikan identitasnya dan tersebar dalam kelompok-kelompok.Persepsi setiap
masyarakat terhadap keberadaan homoseksual berbeda-beda, beberapa masyarakat yang sudah
familiar dengan kata homoseks, gay dan lain-lain akan menganggap segala sesuatu yang
berhubungan dengan mereka adalah biasa. Berdandan, bahasa tubuh yang kemayu, selera baju
yamg feminim, gaya rambutyang modern, tempat berkumpul dan kebiasaan berkencan pun
akan dianggap biasa. Lain halnya dengan masyarakat yang asing dengan istilah-istilah
homoseksual, kebanyakan dari mereka akan menganggap apa yang menjadi kebiasaan
homoseksual adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan di luar nalar manusia.

Persepsi masyarakat akibat dari keberadaan homoseksual menimbulkan beberapa pendapat


yang berbeda-beda dari setiap masyarakatnya. Sebagian masyarakat menerima keberadaanya,
sebagian masyarakat lainnya kurang bisa menerima keberadaanya bullyan masih sering
dilontarkan terhadap para homoseksual. Adapun pendapat dari kelompok yang pro karena
alasan sebagai berikut: mereka dilahirkan seperti itu,anda tidak memiliki kendali
atasnya,menjadi homoseksual bukanlah kejahatan,mereka juga punya hak. Dan kontra karena
alasan sebagai berikut : melawan kebiasaan,melawan agama, dapat menyebabkan penyakit
kronis, dapat menyebabkan kejahatan

5
D. Studi Kasus
(Party'The Wild One' di Ruko Kokan Permata, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara )

Polres Metro Jakarta Utara berhasil menggerebek sebuah pesta seks yang dilakukan oleh
para kaum homoseksual, pada Minggu 21 Mei 2017. Kronologi penggerebekan ini dimulai dari
sekira pukul 23.00 WIB, Minggu 21 Mei 2017, 20 anggota gabungan Resmob dan Jatanras
Polres Metro Jakarta Utara bersenjata lengkap mengepung Ruko Kokan Permata, Kelapa
Gading Barat, Kepala Gading, Jakarta Utara. Terdapat aktivitas pesta seks dari sekelompok
gay yang bertajuk 'The Wild One' dibangunan berwarna coklat dan berlantai empat tersebut.
Bisnis itu diketahui setelah adanya laporan warga dan pengintaian yang dilakukan petugas
selama sepekan.

Pergerakan polisi dimulai dengan mengamankan petugas sekuriti Ruko. Selanjutnya, aparat
merangsek ke lantai satu bangunan berkedok tempat fitnes itu. Di lantai kedua itu
untuk party yang bernuansa remang-remang. Sementara empat penari striptis, masih menari
saat digerebek petugas. Terlebih ketika petugas masuk, dua tamu tengah menikmati sajian para
penari striptis tersebut guna membangkitkan birahi. Tak disangka, aparat menemukan kegiatan
porno di lantai tiga. Jadi di lantai tiga mereka sudah bugil, baju diletakkan di lantai bawah yang
ada di loker. Setiap tamu yang datang diberi handuk kecil dan gel oleh pengelola di lantai satu
yang tempat fitnes itu

Belakangan, terungkap bahwa lantai tiga adalah lokasi para gay untuk menyalurkan
syahwatnya. Bermodal tiket seharga Rp185 ribu, pasangan gay itu sudah bebas untuk bermadu
kasih dengan pasangannya. Tak berhenti disitu, petugas lalu naik ke lantai empat. Di tempat
tersebut, terdapat ruang VVIP yang dilengkapi dengan jacuzzi. Tempat itu, digunakan setelah
para guy puas menyalurkan hasrat seksualnya. Mereka ini juga telah menyiapkan satu program
mereka sendiri dalam setiap pesta guy-nya. Jadi mereka hanya menyewa striptis dengan
dibayar pengelola setelah tamu ada berani menari, nanti dapat hadiah kaos, dan kostum. Ya itu
buat mereka mereka juga

Seperti diketahui, polisi telah menetapkan sepuluh orang tersangka dalam penggerebekan
pesta guy di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Para tersangka dijerat dengan UU Nomor 44 Tahun
2008 tentang Pornografi dengan ancaman kurungan selama 10 tahun penjara. Sementara untuk
penyedia lokasi juga diancam dengan undang-undang yang sama namun dijerat Pasal 4 ayat 2
dengan hukuman enam tahun penjara.

6
E. Analisis Kasus Homoseksual Dalam Berbagai Aspek
2. 1. Penyimpangan Kegiatan Homoseksual Terhadap Nilai Pancasila

Pada kasus homoseksual yang terjadi pada dua tahun yang lalu yang bertempat di ruko
kelapa gading, Jakarta Utara merupakan salah satu perbuatan yang menyimpang dari ideologi
negara yakni pancasila. Pada kasus ini melibatkan 10 orang yang telah ditetapkan sebagai
tersangka. Mereka yaitu pemilik, dua kasir, dan seorang sekuriti. Selain itu, ada empat pelaku
striptis dan dua orang tamu yang ikut striptis. Para tersangka dijerat dengan UU Nomor 44
Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman kurungan selama 10 tahun penjara. Sementara
untuk penyedia lokasi juga diancam dengan undang-undang yang sama namun dijerat Pasal 4
ayat 2 dengan hukuman enam tahun penjara. Berikut penjelasan mengenai penyimpangan
kasus homoseksual terhadap pancasila sebagai ideologi negara.

Dalam sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang maha Esa” dalam sila ini menjelaskan
hubungan makhluk hidup dengan sang Pencipta. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku yang
terlibat telah melanggar nilai agama. Di dalam agama telah dijelaskan tuhan menciptakan
manusia dalam bentuk berpasang – pasangan (perempuan dan laki - laki), seluruh agamapun
melarang hubungan dan pernikahan sesama jenis. Sila pertama adalah sebuah patokan bagi
seseorang dalam merubah diri, para pelaku penyimpangan di atas harus dikuatkan dalam segi
spiritualnya, mereka harus dibimbing agar nilai-nilai religi dalam diri mereka terbangun, baik
dengan cara penguatan tentang hukuman Tuhan terhadap penyimpangannya, dan memperbaiki
diri.

Dalam sila kedua berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” hal demikian dijelaskan
bahwa kita sebagai manusia harus memperlakukan orang lain dengan baik dan tidak melakukan
penganiayaan, berita diatas telah jelas melanggar nilai sila kedua. Kata beradab disini telah
tercoreng dengan adanya kegiatan ini. Dimana seharusnya seorang laki – laki tidak sepatutunya
memiliki hubungan ataupun ketertarikan satu sama lainnya dengan sesama jenis.

Dalam sila ketiga berbunyi “Persatuan Indonesia” sila tersebut memiliki arti salah satunya
yaitu kita harus mengabdikan diri kita untuk sang ibu pertiwi dan tidak mengotorinya. Seperti
yang kita tahu menjaga jiwa persatuan bangsa Indonesia dengan tidak merusak tatanan agama,
nilai, norma, budaya dan kemanusiaan dalam konteks kehidupan sosial, politik, ekonomi dan
budaya. Tetapi yang dilakukan oleh pelaku adalah hal yang sebaliknya

7
Dalam sila keempat berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan” yaitu salah satu maksudnya adalah menyelesaikan masalah
dengan seksama dan bersama dan terarah oleh pemimpin. Timbulnya propaganda menegani
homoseksual ini menimbulkan perbedaan perspektif dimana ada kelompok yang pro dan ada
pula yang kontra. Maka dari itu diperlukannya UU sendiri yang mengatur dengan tegas
menegnai kasus ini.

Dalam sila kelima berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang dari
maksud sila ini yaitu terwujudnya keadilan yang seadil-adilnya bagi warga negara,di dalam
UU Indonesia belum tercantum UU khusus untuk kasus hooseksual ini. Di Indonesia legalitas
homoseksual itu sendiri tidak ada. Di samping itu, perkawinan homoseksual juga tidak diakui
oleh hukum Indonesia. Ada wacana larangan perbuatan homoseksual untuk dimasukan dalam
RUU KUHP. Selama ini yang dilarang KUHP hanya homoseksual yang dilakukan terhadap
anak-anak di bawah umur. Pasal 292 KUHP tidak secara tegas melarang homoseksual yang
dilakukan antar orang dewasa, yakni apabila dilakukan oleh orang dewasa dengan anak di
bawah umur yang berjenis kelamin sama. Namun, memiliki sifat penyuka atau ketertarikan
dengan sesama jenis tidak dipidana, tetapi apabila diikuti dengan perbuatan cabul seperti yang
kami jelaskan di atas, maka pelakunya dapat dipidana.

Tindakan yang dilakukan oleh kepolisian biasanya menngunakan uu pornografi untuk


menjerat pelakunya, msalnya kejadian di surabaya ereka dituding melanggar pasal 32, 33, dan
34 UU Pornografi dan pasal 45 UU ITE.

8
2.2 Analisis Etika Terhadap Kasus Homoseksual

Etika merupakan cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah,
baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga aliran yakni: etika keutamaan,
etika teleologis, deontologis.

Etika keutamaan adalah teori yang mempelajari keutamaan yang artinya mempelajari
perbuatan manusia itu baik atau buruk, Yang mana moralitas yang didasarkan pada agama.
Perilaku homoseksual merupakan tindakan yang tidak beradab karena menempatkan sesuatu
tidak pada tempatnya. Perilaku homoseksual juga merupakan bentuk kezaliman kepada diri
sendiri karena manusia telah diberikan pengetahuan dan petunjuk oleh Tuhan, agar mampu
membedakan benar dan salah.

Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan
nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Etika teleologis ini
menganggap nilai moral dari suatu tindakan dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan
tersebut dalam mencakup tujuannya. jika perbuatan menghasilkan hal yang baik secara moral,
maka tindakan tersebut dapat dibenarkan secara moral. Dalam hal ini, hasil menentukan
tindakan pada apa yang baik dan apa yang tidak baik. Yang lebih penting adalah tujuan atau
akibat. Perilaku homoseksual juga dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tidak bermoral
dan membawa dampak yang fatal. Seperti yang kita ketahui perilaku homoseksual merupakan
perilaku berbahaya yang mengancam keberlangsungan hidup manusia. Fakta-fakta empirik
menunjukan bahwa homoseksual merupakan perilaku seksual yang paling beresiko
tertular HIV-Aids dan penyakit kelamin lainnya. Yang mana hal ini telah diakui oleh World
Health Organizations (WHO),

Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai hal
yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat. Kewajiban moral mengandung
kemestian untuk melakukan tindakan. Pengembangan tentang kewajiban moral lebih
diutamakan daripada pertimbangan tentang nilai moral. Seseorang dianggap baik secara moral
apabila dia tidak melanggar standar atau aturan yang telah ditetapkan dan seorang dianggap
buruk secara moral jika tindakannya bertentangan dengan norma-norma tersebut. Dalam hal
ini pelaku homoseksual ataupun kegiatan homoseksual sudah terbilang merupakan tindakan
atau moral yang buruk. Dimana hal ini melanggar ketetapan pemerintah dan norma adat istiadat

9
serta norma agama bahwa hubungan yang dilakukan bukan secara sah adalah tindakan
perzinahan dan perbuatan tidak terpuji serta bisa menjadi sumber penyakit.

10
2.3 Tinjauan Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM)

HAM pada hakekatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga
negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan dana tau pembatasan ruang gerak warga
negara oleh negara, artinya ada pembatasan-pembatasan tertentu yang diberlakukan pada
negara agar hak warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan
kekuasaan.
Dalam HAM terdapat dua pinsip penting yang melatarbelakangi konsep HAM itu sendiri
yakni prinsip kebebasan dan persamaan, dimana dua hal tersebut merupakan dasar dari adanya
sebuah keadilan. John Rawis, berpendapat bahwa terdapat tiga hal yang merupakan solusi bagi
problem utama keadilan yaitu:

1. Prinsip kebebasan yang sebesar-besarnya bagi setiap. Prinsip ini mencakup kebebasan
untuk berperan serta dalam kehidupan politik, kebebasan berbicara, kebebasan pers,
kebebadan memeluk agama, kebebasan menjadi diri sendiri, kebebasan dari
penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang, dan hak untuk mempertahankan
milik pribadi.
2. Prinsip perbedaan Inti dari prinsip ini adalah perbedaan sosial ekonomi harus diatur
agar memberikan kemanfaatan yang besar bagi mereka yang kurang diuntungkan.
3. Prinsip persamaan yang adil atas kesempatan. Inti dari prinsip ini adalah bahwa
ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga membuka
jabatan dan kedudukan sosial bagis semua orang dibawah kondisi persamaan
kesempatan.

Berdasarkan prinsip diatas dapat dilihat bahwa ketiga prinsip tersebut merupakan hal-hal
pokok yang ada dalam HAM, dimana HAM tidak melihat kedudukan ekonomi, sosial dan
budaya seseorang, serta tidak melihat bagaimana kedudukannya sabagai orang sipil maupun
kedudukannya dalam hal politik, semua orang memilki kebebasan dan juga mempunyai
kedudukan yang sama. Hak asasi manusia di Indonesia bersumber pada Pancasila, yang artinya
hak asasi manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah Pancasila. Hal yang dimaksudkan
bahwa pelakasanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah
ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang
tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak-hak orang lain.
Setiap hak yang dimiliki oleh seseorang akan dibatasi oleh hak orang lain.

11
Tuntutan LGBT terhadap pemenuhan hak asasi manusia, tentunya harus disesuaikan
dengan nilai-nilai dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Di sisi lain sejalan dengan
pandangan Charles W. Socarides MD bahwa gay bukan bawaan sejak lahir (genetik).Seseorang
menjadi gay karena wawasan dan pikiran secara sadar, dengan kata lain menjadi gay karena
dipelajari secara sadar. Pengaruh faktor biologis tidak begitu dominan, karena nampaknya
faktor psikososial atau masa perkembangan yang dialami oleh seorang anak sejak ia lahir akan
berpengaruh lebih besar terhadap keberadaan gay.

Perkembangan HAM secara kontemporer telah dibentuk oleh pemikiran Barat dan
dalam hal ini, banyak konsep yang sering digunakan dalam perdebatan politik, seperti:
demokrasi, keadilan, kebebasan, kesetaraan dan martabat manusia. Dengan demikian, sebagai
upaya untuk menghentikan penggunaan kata-kata tersebut agar tidak secara otomatis
diasosiasikan dengan konsep HAM, maka tugas kita sebagai orang Indonesia yang memiliki
tata nilai dan tata kelakuan yang berbeda dengan bangsa Barat adalah dengan melonggarkan
konsep-konsep HAM dari belenggu modernitas Barat dan merekonstruksi konsep-konsep
HAM berdasarkan pemikiran dan nilai-nilai bangsa Indonesia.

12
2.4 Kebijakan Kriminalisasi Di Indonesia Mengenai Homoseksual Pada Masa Yang
Akan Datang:

Perbuatan LGBT sudah dianggap sebagai perbuatan yang memberikan gangguan


keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam masyarakat, serta menimbulkan kegaduhan
dan ketakutan akan terikut dalam kegiatan tersebut. Namun diharapkan hukum pidana
kedepannya dapat menanggulangi perbuatan LGBT atau homoseksual ini.

Berkaitan dengan homoseksual, KUHP mengaturnya dapat dirumuskan dalam UU


pornografi dengan melakukan perluasan makna serta penjelasan dari Pasal 292 KUHP serta
Pasal 10 undang- undang pornografi. Perluasan makna tersebut dapat memberikan tambahan
untuk merumuskan Pasal 292 a KUHP juga Pasal 10 ayat (2) dan (3) UU Pornografi, Serta
Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
Namun atau direkonstruksikan dalam Pasal dapat pula dirumuskan 484 ayat (1) Rancangan
KUHP.

Secara jelas perbuatan LGBT harus dirumuskan dengan pasti mengandung unsur perbuatan
sesama jenis atau dengan sejenis alat kelamin tidak hanya terhadap anak dibawah umur.
Perbuatan ini sebaiknya dirumuskan dalam undang-undang pornografi dan juga dalam
rancangan KUHP seperti yang telah direkonstruksi seperti pada Pasal 10 ayat (2) dan (3) dan
Pasal 484 ayat (1) huruf f, g, dan h karena tindakan ini adalah salah satu tindakan yang
berorientasi pada seksualitas dan seksualitas yang dilakukan oleh sesama jenis, dan untuk
ketentuan pidana di ikuti sesuai Pasal ketentuan pidana untuk pasal 10 UU pornografi.
Pembaharuan hukum pidana dengan kebijakan hukum pidana terhadap LGBT juga dapat
dilakukan dengan pendekatan perbandingan atau komparatif. Pendekatan komporatif
digunakan untuk mendapatkan masukan dalam penyusunan/perumusan “ketentuan pidana”
yang lebih operasional di waktu yang akan datang.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perbuatan homoseksual atau LGBT sejatinya telah merusak serta menentang nilai-nilai
keseimbangan yang ada dalam Pancasila sebagai wujud jiwadan moraldari masyarakat
Indonesia terutama nilai ketuhanan. Oleh karena Indonesia adalah Negara berketuhanan
seharusnya tindakan yang menentang dengan nilai ketuhanan dapat dipidana melalui
kebijakan hukum pidana dengan memperhatikan pula tujuan dari pemidanaan tersebut. Akan
tetapi kenyataannya, meskipun sudah ada norma yang mengatur kehidupan masyarakat,
namun tetap saja adaperilaku-perilaku yang menyimpang dari norma-norma tersebut.
Individu yang berperilaku tidak sesuai dengan norma yang berlaku dianggap sebagai
pelanggaran terhadap norma.
Masih ada pro dan kontra di antara masyarakat. Pro karena mereka pikir mereka benar-
benar tidak bersalah dan bertentangan karena menurut mereka itu melanggar norma agama
tetapi di Indonesia sendiri tidak disahkan dan tidak ilegal. Karena legalitas homoseksualitas
dalam Indonesia tidak ada, jadi kalau keduanya suka itu tidak dikenakan hukuman dan jika
mereka menikah itu tidak diakui oleh negara

B. Saran

Fenomena LGBT atau homoseksual ini dianggap menyimpang sehingga pasangan


sesama jenis ini yaitu antara laki dengan laki di Indonesia memang belum diterima di
kalangan masyarakat luas, namun fenomena tersebut banyak dijumpai. Adapun hal yang
dapat dilakukan yang pertama pelaku homoseksual dapat mengikuti beberapa kegiatan di
LSM-LSM . Yang kedua, bukan hanya untuk pelaku tetapi perlunya pendidikan seks untuk
para remaja agar mengetahui proses seksual yang seharusnya. Yang ketiga yakni mengadakan
penyuluhan tentang HIV dan Aids.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://news.okezone.com/read/2017/05/22 http://jusmiatisyarif.blogspot.com/2016/10
/338/1697220/kronologi-penggerebekan- /v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses
the-wild-one-di-kelapa-gading. Kronologi pada Jumat, 21 Oktober 2016
Penggerebekan "The Wild One" di Kelapa
Gading, Fakhrizal Fakhri , Jurnalis · http://www.dakta.com/news/9431/lgbt-
diakses pada Senin 22 Mei 2017 19:38 dan-moralitas. LGBT dan Moralitas,
WIB diakses pada Jum'at, 09/06/2017 12:00
WIB
Buku Pendidikan Kewarganegaraan
http://eprints.uny.ac.id/22487/1/FENOME
http://digilib.uinsby.ac.id/3448/4/Bab%20 NA%20HOMOSEKSUAL%20DI%20KO
2.pdf. TA%20YOGYAKARTA.pdf. Yogyakarta,
diakses apada Juli 2012
https://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksual
itas_di_Indonesia. Homoseksualitas di https://www.researchgate.net/publication/3
Indonesia diakses pada 12 November 2017 19648041_LGBT_DALAM_PERSPEKTI
F_HAK_ASASI_MANUSIA. Diakses
pada bulan December 2016

15

Anda mungkin juga menyukai