Anda di halaman 1dari 19

NASKAH PUBLIKASI

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA

KAUM HOMOSEKSUAL

Oleh:
ENNY PRASEFTY BUDI AJENG
RATNA SYIFA’A R

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2005

NASKAH PUBLIKASI

1
KEBERMAKNAAN HIDUP

PADA KAUM HOMOSEKSUAL

Telah Disetujui Pada Tanggal

Dosen Pembimbing

( Ratna Syifa’a R, S.Psi., M.Si )

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA KAUM HOMOSEKSUAL

Enny Prasefty Budi Ajeng


Ratna Syifa’a R

2
INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana kebermaknaan hidup


kaum homoseksual yang meliputi bagaimana memahami dan meraih kebermaknaan
hidup berdasarkan perspektif kaum homoseksual.
Subjek dalam penelitian ini adalah kaum homoseksual terutama gay baik yang
tergabung dalam satu perkumpulan atau tidak, dengan jumlah subjek sebanyak dua
orang, usia 19 tahun, dan berjenis kelamin laki-laki. Desain penelitian yang digunakan
adalah studi kasus, sedangkan metode pengambilan datanya menggunakan teknik
wawancara mendalam dan observasi.
Metode analisis data yang dilakukan pada penelitian ini diawali dengan
mengumpulkan data, membuat koding, tema dan kategori, dan langkah yang terakhir
melakukan penarikan kesimpulan. Peneliti melakukan tiga tahap dalam pelaksanaan
koding, di awali dengan koding terbuka, koding aksial dan yang terakhir koding selektif.
Hasil yang didapat menunjukkan adanya proses yang cukup panjang dalam diri setiap
homoseksual dalam meraih kebermaknaan hidupnya. Penemuan jati diri dan
pemahaman diri merupakan langkah awal proses pencarian kebermaknaan hidup
tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan adanya tragic event, ketidakbermaknaan
hidup, pengubahan sikap (changing attitude), dukungan sosial sampai pada taraf
pemenuhan makna hidup. Pemenuhan makna hidup kaum homoseksual dilakukan
dengan adanya eksistensi keberadaan, aktualisasi diri, penghayatan terhadap pasangan,
pemahaman konsep religi, penentuan tujuan dan harapan hidup serta adanya nilai-nilai
yang menyertai sebagai pedoman hidup.

Kata Kunci : Kebermaknaan Hidup, Homoseksual

3
PENGANTAR

Latar Belakang Permasalahan

Hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama dan keinginan

setiap orang dalam hidupnya, baik itu bermakna bagi diri sendiri, bagi sesama

manusia, bagi alam dan seisinya atau bagi kehidupan di akhirat kelak. Hidup

bermakna dapat menandakan bahwa seseorang memiliki eksistensi dihadapan

orang lain. Keberadaannya diterima dan diakui oleh orang lain. Eksistensi

merupakan salah satu perwujudan aktualisasi diri manusia yang merupakan

hierarki tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia menurut teori

Maslow (Koeswara, 1992).

Berkaitan dengan hal tersebut tentu saja dalam rangka memahami

kebermaknaan hidup tidak saja dialami oleh manusia pada umumnya,

memahami kebermaknaan hidup pun juga dialami oleh para kaum homoseksual

di mana mereka juga merupakan mahluk Tuhan dan mahluk sosial yang dewasa

ini sudah mulai terang-terangan memunculkan keberadaan dan eksistensinya

seiring dengan arus modernitas yang semakin kompleks.

Keberadaan komunitas homoseksual di Indonesia sekarang ini sudah

cukup terbuka. Hal ini merupakan situasi yang menarik untuk ditelaah lebih

lanjut mengingat kondisi masyarakat Indonesia yang dikelilingi dengan norma

dan aturan, baik aturan untuk berkata-kata, bersikap maupun berperilaku.

Homoseksual sebagai bentuk ketertarikan sesama jenis baik secara fisik maupun

emosional yang relatif menetap merupakan perilaku yang masih dianggap

abnormal oleh sebagian besar masyarakat. Konsep ketimuran budaya Indonesia

diikuti oleh kehidupan yang cukup agamis kerap menjadi rintangan bagi

komunitas homoseksual untuk bersosialisasi dan bergaul dengan masyarakat.

4
Berbagai bentuk penolakan penolakan yang dialami dapat berupa hinaan dan

makian hingga kekerasan fisik dimana seringkali disertai dengan pengrusakan

harta benda mereka. Kepelikan masalah yang dialami oleh individu homoseks

berkait dengan keberadaannya yang memiliki orientasi seksual sejenis dapat

menimbulkan tekanan yang penuh konflik. Tekanan dan konflik yang terus

menerus dirasakan dapat menimbulkan frustasi, stress bahkan depresi. Apabila

tekanan-tekanan baik dari lingkungan sosial maupun dari dalam diri kaum

homoseksual sendiri tidak dibarengi dengan kepahaman terhadap

kebermaknaan hidup, maka tentu saja pribadi-pribadi kaum homoseksual

dimungkinkan ada yang masih belum bisa mengakui eksistensi dirinya yang

terlahir sebagai kaum homoseksual mengingat adanya benturan-benturan di

lingkungan kehidupan walaupun ada pula individu homoseksual yang telah

berani terang-terangan menunjukkan pada masyarakat tentang keberadaan

mereka.

TINJAUAN PUSTAKA

1 Homoseksual

a. Pengertian dan Klasifikasi Homoseksual

Homoseksual atau dalam bahasa inggris diartikan sebagai

homosexuality didefinisikan sebagai kecenderungan untuk tertarik pada orang

lain berjenis kelamin sama (Salim&Salim, 1995) atau dapat pula diartikan

sebagai kecenderungan memilki hasrat-hasrat seksual atau mengadakan

hubungan dengan anggota dari jenis kelamin yang sama (Kartono, 2000).

5
Supratiknya (1995) mengemukakan bahwa perilaku homoseksual adalah perilaku

seksual yang ditujukan pada pasangan sejenis, bila terjadi pada perempuan .

sering disebut “lesbianisme”sedangkan pada laki-laki disebut “gay”.

Pada umumnya, para penyandang homoseksualitas tidak mengetahui

penyebab mengapa mereka menjadi demikian, jadi dapat dikatakan bahwa

keadaan tersebut terjadi bukan atas kehendak sendiri. Berdasarkan hal ini,

Sarwono (2002) mengklasifikasikan homoseksualitas menjadi dua jenis, yakni :

a. Egosintonik

Adalah kaum homoseksual yang dapat menerima keadaan dirinya dan hidup

dengan senang sebagai homoseksual.

b. Egodistonik

Adalah kaum/kelompok homoseksual yang tidak bisa menerima keadaan dirinya

atau merasa dirinya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat, sehingga mereka terus-menerus berada dalam keadaan konflik

batin selama hidupnya.

b. Pembentukan homoseksualitas

Seorang ahli seks mengatakan bahwa 10% laki-laki adalah homoseks,

sedang perempuan adalah 5%, dan 37% dari semua individu pernah melakukan

hubungan seks sejenis ini di dalam kehidupannya. Beberapa homoseks

melaporkan bahwa mereka menyadari ketertarikan untuk melakukan hubungan

seks sejenis ini timbul sebelum masa pubertas atau akil balig. Aktivitas ini

biasanya mula-mula dilakukan di lingkungan peer group (kelompok sepermainan)

mereka. Dilaporkan pula bahwa homoseks perempuan atau lebih dikenal dengan

lesbian, sebanyak 56% sebelumnya mempunyai hubungan seksual dengan

lawan jenis, sedangkan yang laki-laki sebesar 19% (Damping, 2003).

6
Menurut anggapan beberapa ahli, semula dinyatakan bahwa

homoseksual sudah dibawa sejak lahir, atau dengan kata lain sebagai

pembawaan (keturunan). Namun anggapan tersebut ditolak oleh banyak

psikoanalis, dimana menurut psikoanalisis homoseksualitas baru diperoleh

seseorang setelah lahir dan bukan berdasarkan keturunan atau bawaan sejak

lahir (www.homeplanet.nl).

Sementara itu, menurut ketua penelitian Dr. Kenneth Kendler

(www.saturned.com) dari Medical College of Virginia, orientasi seksual yang

terjadi pada seseorang mungkin juga ditentukan secara genetis, walau hanya

berperan kecil dan juga interaksi dengan lingkup faktor lingkungannya.

Sedangkan para peneliti yang menulis dalam American Journal of Psychiatry,

mengatakan bahwa "faktor-faktor genetika mungkin memberi pengaruh yang

penting dalam orientasi seks".

Pada sebuah survey komprehensif mengenai orientasi seksual pada

remaja, yang dilakukan pada hampir 35000 siswa SMP dan SMU di Minnesota,

4,5 % di antaranya mengakui pada dasarnya memiliki ketertarikan homoseksual

(Remafedi, dkk). Identitas, ketertarikan, dan tingkah laku homoseksual

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lebih dari 6 % remaja usia 18

tahun mengatakan memiliki kecenderungan ketertarikan homoseksual (Santrock,

1996).

Walau penyebab homoseksualitas sebagai orientasi seksual masih

kontroversial, banyak peneliti seks yang percaya bahwa itu disebabkan oleh

interaksi yang kompleks antara faktor-faktor sosiokultural dan biologis. Walau

bukti masih belum cukup, ada petunjuk bahwa beberapa individu memperlihatkan

7
kecenderungan biofisik yang lebih besar untuk terlibat ke dalam tindakan dengan

pasangan sesama jenis.

2. Kebermaknaan Hidup

a. Pengertian Kebermaknaan Hidup

Dalam pandangan Frankl, sebagai seorang psikoterapis yang lebih

berorientasi pada pandangan eksistensialisme dalam berbicara mengenai

keberadaan manusia dan kebutuhan manusia akan makna, mengemukakan

bahwa dorongan utama bagi seorang individu dalam kehidupan ialah mencari

makna bukan jati diri. Orang yang sehat secara psikologis telah bergerak keluar

atau melampaui fokus pada diri sendiri. Menjadi manusia sepenuhnya berarti

mengadakan hubungan dengan seseorang atau sesuatu di luar diri sendiri

(Schultz, 1991). Frankl yang awalnya adalah seorang psikiater yang berorientasi

pada eksistensialisme, pertama kali menggunakan istilah logoterapi sebagai

suatu sistem yang berpandangan tentang pentingnya kemauan akan makna

dalam eksistensi manusia.

Kebermaknaan hidup dapat dipahami sebagai kualitas penghayatan

seseorang terhadap seberapa besar dirinya dapat mengembangkan potensi-

potensi serta kapasitas yang dimilikinya, dan terhadap seberapa jauh dirinya

telah berhasil mencapai tujuan hidupnya, dalam rangka memberi makna pada

kehidupannya. Kebermaknaan hidup merupakan salah satu prinsip dari tiga

prinsip logoterapi.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa makna hidup adalah seluruh

keyakinan dan cita-cita paling mulia yang dimiliki manusia. Dengan keyakinan

itu, manusia menjalankan misi kehidupan melalui sikap dan perilaku yang

8
bertanggung jawab dan berbudi luhur (Tasmara, 2001). Menurut Staples

(Tasmara, 2001), hal tersebut hanya dapat dicapai melalui pengorbanan pribadi,

usaha yang sungguh-sungguh dan mengikat kerjasama dengan orang lain.

Sehingga jelas bahwa makna hidup adalah sesuatu yang dinamis. Karenanya

harus secara konsisten ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu.

b. Komponen Kebermaknaan Hidup

Secara umum, dilihat dari sifatnya makna hidup terdiri atas 2 macam,

yaitu makna hidup subjektif dan makna hidup objektif. Makna hidup subjektif

cenderung bersifat personal, temporal dan unik, artinya apa yang dianggap

penting dapat berubah dari waktu ke waktu dan saat-saat bermakna yang berarti

bagi seseorang belum tentu berarti pula bagi orang lain. Demikian pula hal-hal

yang dianggap penting dapat berlangsung sekejap dapat pula berlangsung untuk

waktu yang cukup lama. Sifat lainnya adalah konkrit dan spesifik, artinya makna

hidup itu benar-benar dapat ditemukan dalam pengalaman nyata dan kehidupan

sehari-hari serta tidak harus selalu dikaitkan dengan hal yang abstrak filosofis

dan idealis, atau karya seni dan prestasi akademis yang serba menakjubkan

(Bastaman, 1995). Menurut Frankl, hal ini disebabkan oleh sifat manusia yang

unik, dimana kehidupan seseorang tidak bisa dipertukarkan dengan kehidupan

orang lain. Oleh karena itu dari masing-masing perspektif lah setiap orang

melihat dunia nilai-nilainya (Koeswara, 1992).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, peneliitan kualitatif adalah

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini

9
diarahkan pada latar belakang dan individu secara holistik, sehingga tidak

mengisolasikan individu ke dalam variabel atau hipotesis tetapi memandangnya

sebagai sebuah keutuhan (Bogdan & Taylor, dalam Moleong, 2002).

Sumber data utama pada penelitian ini adalah kaum homoseksual di

jogjakarta, baik yang tergabung dalam suatu komunitas maupun yang tidak,

dengan jumlah subjek sebanyak dua orang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

wawancara mendalam dan observasi. Bentuk wawancara yang digunakan

adalah wawancara terstruktur dengan menggunakan pedoman (guide) umum.

Bentuk observasi yang digunakan menggunakan observasi covert,

partisipan dan alamiah agar subjek dan proses yang diamati betul-betul

terungkap. Pada teknik pencatatan data menggunakan sistem verbal yaitu

dilakukan secara deskriptif, menggunakan tulisan verbal, menangkap gejala atau

ciri tingkah laku yang diutarakan dalam struktur kalimat. Metode pencatatannya

menggunakan diary record atau anecdotal record yaitu dengan cara mencatat

segala tingkah laku atau kejadian ditulis dengan lengkap dapat mengenai diri

sendiri atau orang lain.

Analisis data dilakukan secara kualitatif. Jogensen (Poerwandari, 1998)

mengatakan bahwa proses analisis adalah memecah, memisahkan dan

membongkar materi-materi penelitian ke dalam pecahan, bagian, unsur, maupun

satuan fakta-fakta di pecah dalam unsur-unsur yang bisa diatur, peneliti

mengurutkan dan mengatur fakta-fakta tersebut, mencari tipe, kelas, urutan, pola

ataupun kesemuanya itu. Penafsiran data dilakukan dengan menerjemahkan

data yang sudah terkumpul dalam tiap-tiap aspek ke dalam suatu deskripsi

10
analitis. Diharapkan melalui deskripsi ini, fenomena-fenomena yang tergali bisa

dipaparkan secara jelas (Poerwandari, 1998).

HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Hasil Penelitian Wawancara Mendalam Dengan Subjek

Hasil penelitian pada saat wawancara mendalam didapat tema mengenai

kebermaknaan hidup yang terdiri atas pemahaman diri dan penemuan jati diri,

penghayatan tak bermakna (meaningless), pengubahan sikap (changing

attitude), pengalaman tragis (tragic event), dukungan sosial, dan makna hidup.

Komponen makna hidup terdiri atas beberapa sub bagian yaitu eksistensi

keberadaan, aktualisasi diri, penghayatan terhadap pasangan, penghayatan

terhadap konsep religi, harapan dan tujuan hidup, keberanian menghadapi resiko

dan nilai-nilai hidup.

2. Deskripsi Hasil Penelitian Observasi

a. Observasi Pada Saat Wawancara Mendalam Dengan Subjek

Semua subjek penelitian terlihat serius dan antusias dalam menjawab

setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

b. Observasi Relasi Sosial

Observasi dilakukan di pelataran malioboro mall, pada malam hari setelah

mall sebagian besar sudah hampir tutup. Di pelataran malioboro mall tersebut,

tepatnya di depan counter Mc Donald, subjek berkumpul dengan teman-

temannya sesama gay untuk sekedar duduk-duduk dan mengobrol sambil

melihat orang yang lalu lalang disekitarnya. Dalam hal ini terjadi relasi sosial

antara subjek dengan teman-temannya serta relasi sosial subjek dengan orang

lain yang cukup baik.

11
PEMBAHASAN

Makna hidup merupakan sesuatu yang unik dan khusus, dimana ia hanya

dapat dipenuhi oleh individu yang bersangkutan. Begitu pula halnya dengan

kaum homoseksual dalam upayanya meraih kebermaknaan dalam hidup.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam di dapatkan data bahwa kaum

homoseksual memperoleh kebermaknaan hidupnya melalui proses yang cukup

panjang. Hasil analisa menunjukkan bahwa proses tersebut diawali oleh

bagaimana mereka memulai penemuan jati diri dan kemudian melakukan

pemahaman terhadap keadaan diri mereka yang dirasa berbeda, adanya fase

kehidupan tanpa makna (meaningless), pengubahan sikap (changing attitude),

mengalami kejadian atau peristiwa tragis (tragic event), adanya dukungan sosial,

sampai pada proses di mana mereka mampu meraih makna hidup.

Proses penemuan jati diri dan pemahaman diri bahwa mereka adalah

seorang homoseksual atau penyuka sesama jenis dimulai semenjak mereka

masih kecil, di mana ada perasaan ketertarikan yang kuat pada sesama jenis

disaat mereka melakukan aktivitas bersama dengan teman-teman sebaya.

Dalam upaya meraih makna hidup, kaum homoseksual tak lepas dari

kehidupan tanpa makna, sebelum kaum homoseksual berani mengakui identitas

mereka di depan publik sempat ada perasaan tertekan dan ada pemikiran untuk

membohongi diri sendiri untuk menjadi manusia pada umumnya yang memiliki

orientasi seks lain jenis. Kemudian, kehidupan tak bermakna juga dialami setelah

mereka mengakui identitas homoseksual mereka di depan publik. Hal ini dapat

dibuktikan dengan adanya keinginan untuk bunuh diri, frustrasi, depresi bahkan

sampai terjerat narkoba akibat relasi yang gagal dengan pasangan. Gejala

12
ketidakbermaknaan hidup yang lain juga muncul seperti adanya kebosanan

dalam menjalani rutinitas.

Adanya ketidakbermaknaan hidup pada kaum homoseksual dipicu oleh

banyak faktor, namun ada satu faktor yang benar-benar membekas sehingga

membawa salah satu subjek pada keterpurukan bahkan sampai ada keinginan

untuk bunuh diri. Faktor pemicu yang dapat dikatakan sebagai tragic event ini

berupa hubungan yang gagal dengan pasangan, yaitu adanya pengkhianatan.

Penelitian Bastaman(1996) menjelaskan bahwa pada orang-orang yang

mempunyai penghayatan hidup bermakna, mereka cenderung mampu

mengambil hikmah dari pengalaman yang dialaminya. Baik pengalaman yang

tidak mengenakkan ataupun musibah yang sangat menyakitkan. Hal ini di awali

dengan munculnya self insight atau pemahaman diri. Berkaitan dengan

pengalaman yang dialami ini selanjutnya diikuti dengan pengubahan sikap

sehingga individu dapat meraih makna hidupnya.

Faktor lain yang juga muncul dan turut berpengaruh terhadap kaum

homoseksual dalam meraih makna hidup adalah dukungan sosial, yaitu

dukungan keluarga, teman-teman bahkan dukungan dari lingkungan. Adanya

dukungan sosial ini menguatkan responden untuk mengukuhkan identitasnya

sebagai homoseks. Begitu pula ketika responden mengalami tragic event.

Dalam usaha pemenuhan makna hidup, kaum homoseksual sebagai responden,

banyak melakukan aktivitas yang menunjukkan eksistensi keberadaan mereka,

proses di mana kaum homoseksual berani mengeksistensikan keberadaan

mereka di depan publik itu diistilahkan dengan “Coming Out” . Semakin kaum

homoseks berani menjadi dirinya sendiri dan berani mengakui akan identitas

mereka di depan masyarakat, maka hidup mereka akan lebih bermakna. Hal ini

13
didukung oleh pendapat Frankl (1992) yang menyatakan bahwa kebermaknaan

hidup itu dapat diraih melalui kebebasan berkehendak yang dalam hal ini

dituangkan kedalam kebebasan berekspresi untuk menyatakan jati diri.

Perasaan hidup bermakna pada kaum homoseksual terasah melalui aktivitas-

aktivitas yang mereka ikuti sebagai suatu langkah aktualisasi diri. Kegiatan-

kegiatan seperti bakti sosial, diskusi, aktif di LSM, kegiatan entertain (kabaret,

dance, lypsinc) merupakan sebagian besar dari kegiatan-kegiatan yang menjadi

wadah bagi kaum homoseksual untuk menyalurkan talenta serta skill yang

mereka miliki, dalam hal ini melakukan kegiatan yang sifatnya berguna bagi

orang lain akan membuat hidup mereka juga lebih bermakna. Hal ini sesuai

dengan prinsip pemenuhan makna hidup oleh Bastaman (1996) yaitu

mengembangkan hidup bermakna dilakukan dengan jalan mengarahkan upaya

aktualisasi diri pada pemenuhan makna hidup.

Dalam proses pemenuhan makna hidup manusia biasanya terdapat fase

encounter yaitu terjalinnya hubungan antar manusia. Gambaran mengenai

karakteristik encounter menunjukkan bahwa relasi dengan kualitas demikian

indah dan insani tidak mungkin terbina tanpa disadari oleh cinta kasih (love).

Pada kaum homoseksual hal ini juga tampak, dibuktikan dengan adanya sikap

penghayatan terhadap pasangan di mana pasangan bagi responden dianggap

sangat berarti serta memberikan kontribusi yang cukup besar bagi mereka untuk

meraih makna hidup.

Dalam rangka memenuhi makna dalam kehidupan, individu-individu

homoseksual menempatkan Tuhan sebagai tempat untuk mereka berbagi keluh

kesah atau diistilahkan sebagai tempat mengadu.

14
Perasaan hidup bermakna dapat memberikan kejelasan arah dan tujuan

hidup seseorang, sehingga aktivitas hidup dapat lebih terarah dan lebih disadari.

Dalam hal ini individu-individu homoseksual juga mempunyai tujuan serta

harapan hidup. Tujuan-tujuan serta harapan hidup tersebut lah yang membuat

individu-individu homoseksual mempunyai orientasi yang jelas dalam hidupnya

sehingga membuat hidup mereka semakin bermakna. Pencapaian terhadap

tujuan-tujuan tertentu yang memberikan makna pada diri akan membuat individu

merasa semakin berarti dan sesuai dengan visi dan misi hidup yang dimiliki

(Lakein, 1997 dalam Zainurrofikoh, 2000).

Kebermaknaan hidup pada kaum homoseksual memberikan pengaruh

antara lain terhadap munculnya semangat untuk menghadapi tantangan hidup.

Tantangan yang dianggap cukup berarti bagi individu homoseksual adalah

masyarakat, mengingat keberadaan mereka merupakan sebuah kontroversi di

Indonesia, namun menghadapi hal tersebut responden meiliki kesiapan mental

yang matang yang ditunjukkan oleh adanya keberanian untuk menerima segala

resiko dalam menjalani hidup sebagai kaum homoseksual.

Pedoman hidup manusia tidak hanya cukup dengan adanya harapan

serta tujuan hidup saja, melainkan didukung pula oleh adanya nilai-nilai yang

turut menuntun manusia dalam meraih makna. Pada individu homoseksual nilai-

nilai yang dianut cenderung mengarah pada bagaimana mereka bisa

menempatkan diri dimanapun mereka berada.

15
KESIMPULAN

Hasil analisis yang didapat menunjukkan, antara lain :

1. Kebermaknaan hidup pada kaum homoseksual diraih melalui berbagai fase

yang terdiri atas penemuan jati diri dan pemahaman diri, adanya fase

kehidupan tanpa makna (meaningless), pengubahan sikap (changing

attitude), mengalami kejadian atau peristiwa tragis (tragic event), adanya

dukungan sosial, sampai pada proses dimana mereka mampu meraih

makna hidup.

2. Dalam upayanya meraih makna hidup kaum homoseksual mempunyai cara

tersendiri, yaitu : pengukuhan eksistensi keberadaan, aktualisasi diri, adanya

penghayatan terhadap pasangan, pemahaman terhadap konsep religi,

adanya harapan dan tujuan hidup yang jelas serta adanya nilai yang dianut

sebagai pedoman dalam rangka melakukan pemenuhan makna dalam hidup.

B. Saran - saran

Beberapa saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti dari hasil

penelitian, antara lain :

1. Bagi Kaum Homoseksual

Kaum homoseksual diharapkan dapat lebih mengaktualisasikan dirinya di

tengah masyarakat dan melakukan pengembangan terhadap potensi diri

secara lebih luas dan lebih kreatif.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti topik yang sama

disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan subjek penelitian yang lebih

16
luas dan didukung oleh informasi-informasi yang relevan dengan kehidupan

kaum homoseksual, sehingga data yang dihasilkan dapat lebih kaya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bastaman, H. D. 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam. Jogjakarta : Pustaka


Pelajar.

---------------------. 1996. Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : Paramadina.

Damping, C . 2003 . Homoseksual . Http://www.tripod.com . 13/5/04.

Kartono, K & Gulo, D. 2000. Kamus Psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya

Koeswara, E. 1992. Logoterapi : Psikoterapi Viktor Frankl. Bandung : PT.


Eresco

Moleong, L. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Penerbit PT


Remaja Rosdakarya.

Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi.


Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Salim, P & Salim, Y . 1995 . Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer . Edisi I .


Jakarta : Modern English Press.

Santrock, J. W. 1996. Adolescence : Perkembangan Remaja. Edisi 6. jakarta :


Penerbit Erlangga.

Sarwono, S. W. 2002. Psikologi sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial.


Jakarta : Balai Pustaka.

Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan (terjemahan). Jogjakarta : Penerbit


Kanisius.

Supratiknya, A . 1995 . Mengenal Perilaku Abnormal . Yogyakarta : Penerbit


Kanisius

Tasmara, T. 2001. Kecerdasan Ruhaniah (transedental Intelligence) :


membentuk Kepribadian yang Bertanggung Jawab, Profesional dan
berakhlak. Jakarta : Bina Insani Press.

Zainurrofikoh. 2000. Hubungan Antara Kebermaknaan Hidup dan harga Diri


Pada Mahasiswa. Skripsi : Tidak Diterbitkan. Fakultas Psikologi
Universitas Gajah mada.

18
www.homeplanet.nl, 12/01/05
www.saturned.com, 12/01/05

19

Anda mungkin juga menyukai