Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini
dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang
dinamakan dengan masalah-masalah sosial budaya. Adanya
masalah-masalah
melakukan

suatu

tersebut

akan

perbandingan

dapat

diketahui

dengan

bila

menelaah

kita
suatu

masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan


dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau. Masalahmasalah akan selalu timbul didalam kehidupan sosial kita semua.
Masalah-masalah tersebut biasanya bersifat negatif, seperti
yang saat ini akan kami bahas yaitu tentang homoseksual,
perilaku yang menyimpang ini adalah sebuah sikap atau sifat
yaitu pria yang menyukai sesama jenis atau dengan kata lain gay.
Kami akan membahas tentang hal itu sebagai pengetahuan
untuk kita semua tentang homoseksual, dan bagaimana kasus
tersebut dipandang dari kacamata sosiologi. Biasanya sifat
homoseksual maupun lesbi (menyukai sesama jenis perempuan),
dapat bersifat menular, sihingga makalah ini juga bertujuan agar
kita semua berhati-hati dengan hal itu. Oleh karena itu kami akan
membahas tentang homoseksual.
A.

Rumusan Masalah

1.
2.

Apa itu homoseksual ?


Bagaimana pandangan homoseksual di bidang sosiologi ?

B.

Tujuan Penulisan

1.

Mengetahui apa itu homoseksual.

2.

Mengetahui pandangan homoseksual di bidang sosiologi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Apa itu homoseksual


Homoseksualitas

berasal

dari

bahasa

yunani

yaitu

(homoios=sama) dan bahasa latin (sexus=jenis kelamin)


merupakan

pengertian

umum

mencakup

banyak

macam

kecenderungan seksual terhadap kelamin yang sama, atau secara


lebih halus adalah suatu keterarahan kepada kelamin yang sama
(homotropie;

tropos=arah,

haluan).

Istilah

homoseksualitas

tampak terlalu menekankan aspek seksual dalam arti sempit.


Maka

dianjurkan

menggunakan

istilah

homophili

(philein=mencintai).
Sedangkan definisi umum adalah seorang homophil ialah
seorang pria atau wanita, tua atau muda, yang tertarik atau jatuh
cinta kepada orang yang berjenis kelamin sama, dengan tujuan
mengadakan persatuan hidup, baik untuk sementara maupun
untuk selamanya. Dalam persatuan ini, mereka mengahayati
cinta dan menikmati kebahagiaan seksual yang sama seperti
dialami oleh orang heteroseksual.
Homoseksualitas sendiri
ketertarikan romantis dan

adalah

atau seksual atau

perilaku

individu berjenis kelamin atau gender yang sama.

rasa
antara

Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada


"pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual,
kasih sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara
eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama, "Homoseksualitas
juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi
dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan
keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu.
Kartono (1989:247) mendefinisikan homoseksual sebagai
relasi seks jenis kelamin yang sama, atau rasa tertarik dan
mencintai jenis seks yang sama. Homoseksual dapat dimasukkan
ke dalam kajian abnormalitas seksual yang terdapat dalam
psikologi abnormal.
Dede Oetomo memberikan definisi homoseksual sebagai
orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang
yang berjenis kelamin sama atau ketertarikan orang secara
emosional dan seksual kepada seseorang dari jenis kelamin yang
sama (Oetomo, 2001:6-7).
Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama
orientasi

seksual,

bersama

dengan biseksualitasdan heteroseksualitas,

dalam kontinum

heteroseksual-homoseksual. Konsensus ilmu-ilmu perilaku dan


sosial dan juga profesi kesehatan dan kesehatan kejiwaan
menyatakan bahwa homoseksualitas adalah aspek normal dalam
orientasi seksual manusia. Homoseksualitas bukanlah penyakit
kejiwaan dan bukan penyebab efek psikologis negatif; prasangka
terhadap

kaum

biseksual

dan

homoseksual-lah

yang

menyebabkan efek semacam itu. Meskipun begitu banyak sektesekte agama dan organisasi "mantan-gay" serta beberapa
asosiasi psikologi yang memandang bahwa kegiatan homoseksual

adalah dosa atau kelainan. Bertentangan dengan pemahaman


umum secara ilmiah, berbagai sekte dan organisasi ini kerap
menggambarkan bahwa homoseksualitas merupakan "pilihan".
Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering digunakan
adalah lesbian untuk

perempuan

pecinta

sesama

jenis

dan gay untuk pria pecinta sesama jenis, meskipun gay dapat
merujuk pada laki-laki atau perempuan. Bagi para peneliti, jumlah
individu yang diidentifikasikan sebagai gay atau lesbian dan
perbandingan

individu

yang

memiliki

pengalaman

seksual

sesama jenis sulit diperkirakan atas berbagai alasan. Dalam


modernitas Barat, menurut berbagai penelitian, 2% sampai 13%
dari

populasi

manusia

adalah

homoseksual

atau

pernah

melakukan hubungan sesama jenis dalam hidupnya.


Sebuah studi tahun 2006 menunjukkan bahwa 20% dari
populasi

secara

anonim

melaporkan

memiliki

perasaan

homoseksual, meskipun relatif sedikit peserta dalam penelitian ini


menyatakan

diri

mereka

sebagai

homoseksual.

Perilaku

homoseksual juga banyak diamati pada hewan.


Banyak

individu

gay

dan

lesbian

memiliki

komitmen

hubungan sesama jenis, meski hanya baru-baru ini terdapat


sensus dan status hukum/politik yang mempermudah enumerasi
dan keberadaan mereka. Hubungan ini setara dengan hubungan
heteroseksual dalam hal-hal penting secara psikologis.
Hubungan dan tindakan homoseksual telah dikagumi, serta
dikutuk, sepanjang sejarah, tergantung pada bentuknya dan

budaya tempat mereka didapati. Sejak akhir abad ke-19, telah


ada gerakan menuju hak pengakuan keberadaan dan hak-hak
legal bagi orang-orang homoseksual, yang mencakup hak untuk
pernikahan dan kesatuan sipil, hak adopsi dan pengasuhan, hak
kerja, hak untuk memberikan pelayanan militer, dan hak untuk
mendapatkan jaminan sosial kesehatan.
Di negara Indonesia, data statistik menunjukkan 8-10 juta
populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman
homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian dalam jumlah bermakna
terus melakukannya. (Kompas Cyber Media, 2003 1).
Hasil survei YPKN menunjukkan, ada 4.000 hingga 5.000
penyuka sesama jenis di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara
memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur
adalah homo. Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di
kota-kota besar. Dede memperkirakan, secara nasional jumlahnya
mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia. Dr. Dede
Oetomo, adalah presiden gay Indonesia, yang telah 18 tahun
mengarungi hidup bersama dengan pasangan homonya, beliau
juga seorang pentolan Yayasan Gaya Nusantara. (Gatra, 2003 2)
Data

ini

menunjukkan

eksistensi

keberadaan

kaum

homoseksual di Indonesia. Homoseksual hingga saat ini masih


menjadi issue yang kontrakdiktif di masyarakat, tidak hanya
kontradiktif dalam hal genealogi nya, akan tetapi sampai pada
perdebatan
masyarakat.

apakah

kaum

homoseksual

bisa

di

terima

di

Ketika

seseorang

menyebutkan

homoseksual,

kata-kata

homoseksual ini dapat mengacu pada tiga aspek 3:


a.

Orientasi Seksual / Sexual Orientation


Orientasi seksual homoseksual yang dimaksud disini
adalah ketertarikan / dorongan / hasrat untuk terlibat secara
seksual dan emosional (ketertarikan yang bersifat romantis)
terhadap orang yang berjenis kelamin sama. American Psychiatric
Association

(APA)

menyatakan

bahwa

orientasi

seksual

berkembang sepanjang hidup seseorang.


Sebagai informasi tambahan, dalam taraf tertentu, pada
umumnya setiap orang cenderung memiliki rasa ketertarikan
terhadap

sesama

jenis.

Seperti

misalnya

saja:

pria

yang

mengidolakan aktor / musisi / tokoh pria tertentu dan juga


sebaliknya wanita yang mengidolakan aktris / musisi / tokoh
wanita tertentu. Kadar ketertarikan seperti ini umum dimiliiki oleh
banyak orang dan tidak termasuk dalam orientasi homoseksual.
b.

Perilaku Seksual / Sexual Behavior


Homoseksual dilihat dari aspek ini mengandung pengertian
perilaku seksual yang dilakukan antara dua orang yang berjenis
kelamin sama.
Perilaku seksual manusia melingkupi aktivitas yang luas
seperti

strategi

untuk

menemukan

dan

menarik

perhatian

pasangan (perilaku mencari & menarik pasangan), interaksi antar


individu, kedekatan fisik atau emosional, dan hubungan seksual
(Wikipedia).

c.

Identitas Seksual / Sexual Identity


Sementara homoseksual jika dilihat dari aspek ini mengarah
pada identitas seksual sebagai gay atau lesbian. Sebutan gay
digunakan

pada

homoseksual

pria,

dan

sebutan

lesbian

digunakan pada homoseksual wanita.


B.

Penyebab Homoseksual
Timbulnya sifat homoseksual pada diri seseorang dapat
disebabkan bermacam-macam faktor, seperti kekurangan hormon
laki-laki selama masa pertumbuhan, mendapatkan pengalaman
homoseksual yang menyenangkan pada masa remaja atau
sesudahnya, memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu
yang menakutkan atau tidak menyenangkan, atau karena
dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang didominasi oleh ibu
sedangkan ayah lemah atau bahkan tidak ada.
Menurut
Kartini
(1989:248)
homoseksual, antara lain:

sebab-sebab

perilaku

1.

Faktor dalam berupa ketidakseimbangan hormon-hormon seks


di dalam tubuh seseorang.
2.
Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak
menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang
normal.
3.
Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseksual karena
pernah
menghayati
pengalaman
homoseksual
yang
menggairahkan pada masa remaja.
4.
Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman
traumatis dengan ibunya sehingga timbul kebencian atau antipati
terhadap ibunya dan semua wanita.
Seseorang menjadi homoseksual karena pengaruh orangorang sekitarnya, seperti faktor keluarga dan lingkungan yang
kurang mendukung. Sikap-tindaknya yang kemudian menjadi pola
seksualnya dianggap sebagai sesuatu yang dominan sehingga
menentukan segi-segi kehidupan lainnya. Selain itu, homoseksual
juga dapat disebabkan sering mengalami kegagalan dalam
menjalin hubungan dengan lawan jenis sehingga mereka

melampiaskan kekecewaan
dengan sesama jenisnya.

itu

dengan

menjalin

hubungan

Lingkungan dapat memengaruhi perkembangan seseorang


untuk menjadi homoseksual. Menurut Kartono (1989:248),
penjara dan asrama-asrama putra, tempat para pemuda dan
kaum pria berdiam terpisah dengan kaum wanita, banyak
menghasilkan peristiwa homoseksual.
Pada proses perkembangan anak remaja yang normal,
biseksualitas remaja akan berkembang menjadi heteroseksual.
Sebaliknya, apabila proses tersebut menjadi abnormal yang dapat
disebabkan oleh faktor-faktor eksogen atau endogen tertentu,
maka biseksualitas tersebut akan berkembang menjadi
homoseksualitas. Oleh karena itu, yang menjadi objek erotiknya
adalah benar-benar seorang dengan jenis kelamin yang sama
(Kartono, 1989:249).
Ayah mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan
peran seksual anak. Jika peran ayah kecil atau tidak berperan
sama sekali dalam perkembangan anak, terutama dalam hal pola
asuh, maka akan muncul kesimpangsiuran peran jenis kelamin
anak (Dagun, 1990:104-105).
Mavis Hetherington (melalui Dagun, 1990:105) mengatakan,
anak laki-laki yang ditinggalkan ayahnya sejak dini berperilaku
tidak maskulin. Selain itu anak menjadi kurang mandiri,
ketergantungan, kurang tegas, dan tidak menyukai permainan
yang melibatkan fisik. Keadaan tersebut bagi anak laki-laki akan
mengakibatkan kurang memperlihatkan sikap sebagai seorang
laki-laki.
Menurut Adelsa (2009), faktor lingkungan keluarga yang
dapat memengaruhi terbentuknya homoseksual, yaitu: (1) pola
asuh, dan (2) figur orang yang berjenis kelamin sama dan
relasinya dengan lawan jenis.
Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang
pertama-tama akan melihat pada orang tua mereka sendiri
berjenis kelamin sama dengannya. Anak laki-laki melihat
ayahnya, dan anak perempuan melihat pada ibunya,
kemudian mereka juga melihat pada teman bermain
berjenis kelamin sama dengannya.

anak
yang
pada
dan
yang

Terdapat berbagai faktor penyebab seseorang dapat menjadi


penganut homoseksualitas, Deti Rianti dan Sinly Evan Putra
mengungkapkan faktor-faktor penyebab seseorang menjadi
homoseksual berdasarkan kajian biologis, antara lain adalah
sebagai berikut :
1.

Susunan Kromosom
Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat
susunan kromosomnya yang berbeda. Pada dasarnya seorang
wanita memiliki satu kromosom (x) dari ibu dan kromosom (x)
dari ayah, sedangkan pria memiliki kromosom (x) dari ibu dan
kromosom (y) dari ayah. Kromosom (y) adalah penentu orientasi
seks untuk pria, jika seorang pria memiliki lebih banyak
kromosom (x) dibanding (y) maka ia dapat berorientasi seks
sebagai homoseksual karena kromosom (x) akan mendorong
seorang pria untuk berperilaku dan berorientasi seksual seperti
wanita.

2.

Ketidakseimbangan hormon
Seorang pria memiliki hormon testosteron, namun ia juga
meiliki hormon estrogen dan progesteron yang dimiliki oleh
perempuan. Jika hormonestrogen dan progesteron lebih banyak
dibanding testosteron maka pria tersebut akan memiliki
perkembangan seksual yang mendekati karakteristik perempuan.

3.

Struktur otak
Struktur
otak
pada straight
females dan straight
males serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak
bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah
dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females,
otak antara bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal.
Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight
females, serta pada gay females struktur otaknya sama
dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian.

4.

Kelainan susunan syaraf


Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa
kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi prilaku seks

heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf


otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar
tengkorak.
Selain dipengaruhi oleh faktor biologis, seorang pria dapat
menjadi homoseksual ataupun gaydikarenakan terjadi proses
sosialisasi dalam masyarakatnya. Pada dasarnya sosialisasi
adalah proses pembelajaran pranata sosial masyarakat yang akan
membentuk karakter dan perilaku seseorang. Ketika seorang pria
tersosialisasikan oleh lingkungannya untuk menjadi seorang
homoseksual maka ia akan memiliki orientasi seksual sebagai
homoseksual pula.
Meskipun
seseorang dapat menjadi
homoseksual karena lingkungannya, namun dalam ruang lingkup
masyarakat yang lebih besar dimana masih terdapat norma dan
nilai yang menentang homoseksual maka segala bentuk perilaku
homoseksual tetap dikategorikan tindakan yang menyimpang.
Sebenarnya pola peran dan tingkah laku seksual yang
berkaitan dengan maskulinitas dan feminitas merupakan sesuatu
yang hanya dilihat dari sudut pandang biologis. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, homoseksualitas juga merupakan hasil
dari proses pembelajaran seseorang tentang perilaku melalui
proses
sosialisasi.
Dalam
konteks
sosialisasi
maka
homoseksualitas dapat dipahami dengan menggunakan tiga
konsep yaitu :
1.

Pengambilan peran seks


Pengambilan peran seks ini lebih pada adopsi aktif terhadap
ciri-ciri perilaku seks seseorang terhadap orang lain, bukan hanya
keinginan untuk mengadopsi beberapa perilaku. Pengambilan
peran seks biasanya disebut dengan penolakan peran seks atau
peran gender.

2.

Kecenderungan peran seks


Kecenderungan peran seks yaitu keinginan seseorang untuk
mengadopsi perilaku yang berhubungan dengan jenis kelamin
yang sama atau jenis kelamin yang berbeda. Hal ini maksudnya
yaitu suatu proses dimana seseorang mempelajari suatu peran
atau jenis perilaku baik itu perilaku sesama jenis maupun perilaku
yang berbeda jenis.

3.

Identifikasi peran seks


Identifikasi peran seks merupakan persatuan yang nyata
antara takdir peran seks dan reaksi tidak sadar bahwa takdir itu
merupakan ciri-ciri dari peran seks. Dengan kata lain, seseorang
menghayati peran seks tertentu, mengembangkan konsep dirinya
dengan jenis kelamin lain dan mengadopsi sebagian besar
karakteristik perilaku jenis kelamin lain tersebut.
Sosialisasi yang dapat mendorong seseorang melakukan
tindakan maupun perilaku menyimpang pada umumnya berasal
dari lingkungan terdekatnya seperti keluarga dan lingkungan
pergaulannya. Terkait dengan masalah gay, umumnya sosialisasi
yang didapat seorang gay dalam keluarga terjadi jika ia memiliki
ibu yang bersifat selalu membelanya atau terlalu memanjakan,
sedangkan ia memiliki ayah yang bersikap apatis (terlalu otoriter)
dan menganggap anaknya itu sebagai rival. Hal ini akan
mendorong seorang individu untuk cenderung memendam sikap
maskulinnya. Sehingga terbentuk sikap pemalu, pendiam, lemah
dan penyendiri dan berujung kepada penyimpangan orientasi
seksual.
Sosialisasi yang muncul dalam lingkungan masyarakatnya
akan menjelaskan mengapa seseorang menjadi homoseksual, hal
ini karena mereka terbiasa dengan lingkungan atau pergaulannya
yang mendukung dirinya untuk menjadi seorang homoseksual.
Contohnya adalah orang normal yang telalu sering bergaul
dengan komunitas homoseksual, sehingga dirinya terbawa
dengan kebiasaan dan gaya hidup mereka yang negatif.
Berikut adalah
seoranggay::

ciri-ciri

umum

yang

nampak

pada

Lebih suka mengenakan pakaian ketat, karena dapat


memperlihatkan lekuk tubuh si pemakai. Bagi gay, lekukan tubuh
merupakan daya jual tersendiri.
Lebih senang memakai warna mencolok. Dalam berkomunikasi
gaya bicaranya pun lebih feminine dan perhiasan yang
dikenakannya pun cenderung ramai. Bahkan itu merupakan alat
komunikasi sesama gay.
Selalu tertarik pada aktivitas yang biasanya dilakukan oleh
wanita.

C.

Homoseksual sebagai perilaku menyimpang


Dalam konteks penyimpangan sosial, homoseksualitas
dikatakan menyimpang karena fenomena tersebut tidak sesuai
dengan norma dan nilai yang berlaku dalam banyak kelompok
masyarakat. Homoseksual dianggap sebagai sebuah media yang
tidak wajar demi mendapatkan kepuasan seksual. Dalam
kehidupan
sosial,
ada
beberapa
pandangan
mengenai
homoseksualitas. Sebagian masyarakat membolehkan interaksi
homoseksual meskipun lebih banyak masyarakat yang mengutuk
perilaku homoseksual.
Dalam kaitannya sebagai bentuk perilaku menyimpang,
secara sosiologis maupun umum gay dapat diartikan sebagai
perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dalam
sudut pandang masyarakat luas maupun masyarakat tempat
pelaku penyimpangan berada. Jika ditinjau dari sudut pandang
etimologis, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menerjemahkan
perilaku menyimpang sebagi tingkah laku, perbuatan, atau
tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang tidak sesuai
dengan norma-norma dan hukum yang ada dalam masyarakat.
Robert M. Z. Lawang mengartikan perilaku menyimpang
sebagai semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dalam suatu sistem sosial (masyarakat) dan
menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang untuk
memperbaiki hal tersebut. Gay merupakan salah satu bentuk
perilaku menyimpang yang bukan hanya secara gamblang telah
menyalahi norma-norma yang ada dalam banyak masyarakat
namun juga turut mendorong terciptanya upaya sadar dari
sebagian elemen masyarakat yang berwenang untuk menekan
perkembangan komunitas gay dalam suatu masyarakat.
Penilaian masyarakat yang mengecam homoseksual
diberikan dalam beberapa bentuk. Dari sudut pandang agama,
homoseksualitas dianggap sebagai dosa. Dari sudut pandang
hukum, dilihat sebagai penjahat. Dari sudut pandang medis
terkadang masih dianggap sebagai penyakit. Dan dari sudut

pandang opini publik, dianggap sebagai penyimpangan sosial.


Sementara itu, kelompok masyarakat yang memiliki pandangan
berlawanan
dengan
persepsi
di
atas,
menganggap
homoseksualitas sebagai suatu gaya hidup.
Berdasarkan uraian tentang seksualitas kaum gay di atas,
dapat dilihat persoalan moral yang timbul dari fenomena
kaum gay tersebut. Persoalan moral pertama adalah praktek seks
bebas (extra marital). Pasangan homoseks masih belum bisa
mendapatkan pengesahan dalam bentuk perkawinan legal. Oleh
karena itu, praktek seks yang mereka lakukan dapat digolongkan
sebagai praktek seks bebas karena dilakukan di luar lembaga
perkawinan yang resmi. Persoalan moral kedua yang dialami
kaum gay adalah bahwa hubungan seksual yang mereka lakukan
adalah perbuatan homoseksual.
Norma merupakan salah satu tolak ukur yang menentukan
suatu perilaku dinyatakan menyimpang atau tidak. Norma yang
ada dalam masyarakat adalah berupa tata aturan atau peraturan
yang mengikat kelompok individu dalam suatu daerah atau
wilayah sebagai bentuk representasi kontrol sosial yang akan
mengendalikan tingkah laku anggota masyarakatnya. Dalam
kaitannya dengan pemahaman dan penerapan orientasi seksual
anggotanya, kontrol sosial yang ada dalam masyarakat berperan
sebagai pembatas orientasi seksual agar tidal menyalahi norma
dan nilai yang ada dalam masyarakat. Ketika muncul pandangan
orientasi seksual maka kontrol sosial yang ada dalam masyarakat
akan membatasinya untuk berkembang, dan dalam konteks yang
lebih ekstrim maka setiap pandangan orientasi seksual yang tidak
sesuai dengan norma akan diusahakan untuk dilenyapkan.
D.

Gay dalam sudut pandang Sosiologi


Dalam memahami perilaku individu, sosiologi memusatkan
perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang
individu terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap
individu itu sendiri. Lingkungan merupakan tempat perilaku
seorang individu dikembangkan, namun perilaku individu itu
sendiri juga mempengaruhi lingkungan tempat si individu itu

berada. Sosiologi melihat sosialisasi yang muncul pada masa lalu


seorang gay akan menentukan perilaku individu tersebut, hal
inilah yang mempengaruhi perubahan orientasi seksualnya
menjadi homoseksual.
Dalam konsep fungsionalisme struktural yang dijelaskan oleh
Tallcot Parsons, masyarakat dilihat sebagai sebuah hal yang
terdiri dari sistem maupun unsur dalam sistem (sub-sistem) yang
akan menentukan bagaimana kehidupan sosial dalam suatu
masyarakat dapat berjalan dengan baik. Menurut teori
fungsionalisme struktural, maka ketika salah satu sistem maupun
sub-sistem dalam masyarakat tidak berfungsi sebagaimana
mestinya dapat menyebabkan terciptanya penyimpangan dalam
diri seorang individu yang terkait dengan sistem maupun subsistem tersebut. Perilaku menyimpang yang muncul dalam diri
seorang gay diakibatkan oleh sosialisasi dari sistem maupun subsistem dalam masyarakat yang berjalan tidak semestinya.
Beberapa unsur masyarakat yang dapat dikatakan sebagai sistem
yang membentuk masyarakat antara lain adalah lingkungan
keluarga dan pergaulan.
Dalam
sudut
pandang
sosiologi,
penyimpangan
dimungkinkan terjadi karena seseorang menerapkan peranan
sosial yang menunjukan perilaku menyimpang. Bagaimana
seseorang dapat memainkan peran sosial yang menyimpang
sangat terkait dengan sosialisasi yang ia dapat dalam sistem
masyarakat tempat ia berada. Seperti telah dijelaskan diatas,
keluarga dan lingkungan pergaulan akan sangat mempengaruhi
pembentukan peranan sosial seorang individu, hal ini dikarenakan
keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu sistem
penopang masyarakat dimana seorang individu memiliki
intensitas interaksi yang tinggi terhadapnya. Dalam konteksnya
sebagai
salah
satu
bentuk
penyimpangan
sosial
seorang gay pada awalnya memperoleh sosialisasi untuk menjadi
homoseksual dari lingkungan dan keluarganya.
Salah satu fenomena yang saat ini terjadi dalam kajian
homoseksual adalah bergesernya pandangan dan reaksi
masyarakat terhadap kaum gay maupun homoseksual secara

keseluruhan. Seiring dengan berkembangnya perubahan sosial


kontemporer seperti kampanye hak asasi manusia dan
kesetaraan gender maka keseluruhan hal tersebut turut
mempengaruhi
perspektif
masyarakat
terhadap
kaum
homoseksual. Beberapa negara saat ini mulai melegalkan
homoseksual serta pernikahan sesama jenis, hal ini dilandasi oleh
gagasan antidiskriminasi sebagai wujud perlindungan hak asasi
manusia. Namun dalam ruang lingkup yang lebih luas, hingga
saat ini masih muncul banyak perdebatan mengenai moralitas
seorang homoseksual. Perdebatan ini dipicu oleh kenyataan
bahwa homoseksual telah melanggar mayoritas nilai dan norma
yang ada dalam agama, budaya , maupun hukum yang dianut
dan diterapkan oleh mayoritas masyarakat dunia saat ini. Namun
diluar segala kontroversinya, hingga saat ini kaum gay telah
terbukti mampu menunjukkan eksistensi ditengah masyarakat
yang menentangnya. Kaum gay yang telah terorganisir dalam
banyak kelompok homoseksual mampu menemukan solidaritas
yang didasari persamaan sebagai kaum gay. Solidaritas yang
muncul tersebut selanjutnya menjadi media sosialisasi mereka
yang bertujuan agar kaum gay dapat diterima oleh masyarakat.

Daftar Pustaka
Adelsa,
Veronica.
2009. Definisi
dan
Proses
Homoseksual.http://www.epsikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=551(diakses 18 September 2013)
Dagun, Save M. 1990. Psikologi Keluarga: Peranan Ayah dalam Keluarga. Jakarta: Rhineka Cipta.
Kartono, Kartini. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual.Bandung: CV. Mandar Maju.
Oetomo, Dede. 1991. Homoseksualitas di Indonesia. Dalam Prisma, No. 20 Edisi 7, Juli, th.
1991.http://staff.ui.ac.id/internal/131882269/material/Dede-Oetomo.pdf (diakses 18 September
2013)
_______. 2001. Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta: Galang Press.
http://www.e-psikologi.com/epsi/Klinis_detail.asp?id=551
http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=120

http://igama.org

Anda mungkin juga menyukai