Anda di halaman 1dari 13

HOMOSEKSUALITAS DAN LESBI

Diajukan untuk memenuhi tugas Mereview Buku Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampu : Dr.Hj. Siti Munawati, M.Pd.I

Disusun oleh :
Silvia Mardayanti (2201030002)

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG
1444 H/2023
BAB VIII
HOMOSEKSUALITAS DAN LESBI

A. Identitas Buku
Judul : Masaih Al-Fiqiyyah Wanita
Pengarang : Hj. Siti Munawati, M.Pd.I
Penerbit : Cinta Buku Media
Edisi Terbit : Cetakan II / Oktober 2018
Kota Penerbit : Tangerang Selatan
Tebal : XVII + 167 Halaman
B. Latar Belakang
Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantic dan/atau seksual atau perilaku
antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual,
homoseksualitas mengacu kepada “pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman
seksual, kasih saying, atau ketertarikan romantis” terutama secara eksklusif pada orang dari
jenis kelamin yang sama, “Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individ tentang
identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku, ekspresi dan keanggotaan
dalam komunitas lain yang berbagi itu.”
Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama
dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-homoseksual.
Konsensus ilmu-ilmu perilaku dan sosial dan juga profesi kesehatan dan kesehatan kejiwaan
menyatakan bahwa homoseksualitas adalah aspek normal dalam orientasi seksual manusia.
Homoseksualitas bukanlah penyakit kejiwaan dan bukan penyebab efek psikologis negatif:
prasangka terhadap kaum biseksual dan homoseksual-lah yang menyebabkan efek semacam
itu.
Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering digunakan adalah lesbian untuk
perempuan pecinta sesama jenis dan gay untuk pria pecinta sesama jenis, meskipun gay dapat
merujuk pada laki-laki atau perempuan. Bagi para peneliti, jumlah individu yang
diidentifikasikan sebagai gay atau lesbian dan perbandingan individu yang memiliki
pengalaman seksual sesama jenis sulit diperkirakan atas berbagai alasan. Sebuah studi tahun
2006 menunjukkan bahwa 20% dari populasi secara anonim melaporkan memiliki perasaan
homoseksual, meskipun relative sedikit pesera dalam penelitian ini menyatakan diri mereka
sebagai homoseksual.
C. Pembatasan Masalah
Banyak individu gay dan lesbian memiliki komitmen hubungan sesame jenis, meski
hanya baru-baru ini terdapat sensus dan status hukum/politik yang mempermudah enumerasi
dan keberadaan mereka. Hubungan ini setara dengan hubungan heteroseksual dalam hal-hal
penting secara psikologis.
Hubungan dan Tindakan homoseksual telah dikagumi, serta dikutuk, sepanjang sejarah,
tergantung pada bentuknya dan budaya tempat mereka didapati. Sejak akhir abad ke-19, telah
ada gerakan menuju pengakuan keberadaan dan hak-hak legal bagi orang-orang homoseksual,
yang mencakup hak untuk pernikahan dan kesatuan sipil, hak adopsi, dan pengasuhan, hak
kerja, hak untuk memberikan pelayanan militer, dan hak untuk mendapatkan jaminan sosial
kesehatan.
PEMBAHASAN

A. Awal Kata Homoseksual


Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun
1869 oleh Karl-Maria Kertbeny, dan kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh Richard
Freiherr von Krafft-Ebing pada bukunya Psychopathia Sexualis. Ungkapan seksual dan cinta
erotis sesama jenis telah menjadi suatu corak dari sejarah kebanyakan budaya yang dikenal
sejak sejarah awal. Bagaimanapun, bukanlah sampai abad ke-19 bahwa tindakan dan hubungan
seperti itu dilihat sebagai orientasi seksual yang bersifat relatif stabil.
Di tahun-tahun sejak Krafft-Ebing, homoseksualitas telah menjadi suatu pokok kajian
dan debat. Mula-mula dipandang sebagai penyakit untuk diobati, sekarang lebih sering
diselidiki sebagai bagian dari suatu proyek yang lebih besar untuk memahami Ilmu Hayat, Ilmu
Jiwa, politik, genetika, sejarah dan variasi budaya dari identitas dan praktek seksual. Status
legal dan sosial dari orang yang melaksanakan tindakan homoseks atau mengidentifikasi diri
mereka gay atau lesbian beragam di seluruh dunia.
B. Sejarah Homoseksual di Dunia
Sejarah homoseksualitas dapat ditilik dari zaman Mesir Kuno, sementara itu sikap
masyarakat terhadap hubungan sesame jenis telah berubah dari waktu ke waktu dan berbeda
secara geografis. Bermula dari mengharapkan semua pria terikat dalam hubungan sesame jenis,
dalam kesatuan sederhana, melalui penerimaan, dalam pemahaman praktik tersebut merupakan
dosa kecil, menekannya melalui penegakan hukum dan mekanisme pengadilan, hingga dalam
pengharaman hubungan tersebut praktik homoseksual dijerat dengan hukuman mati.
Dalam kajian sejarah dan etnografi budaya pra-industri, “penolakan terhadap
homoseksualitas dilaporkan sebesar 41% dari 42 budaya; Sebesar 21% budaya menerima atau
mengabaikan homoseksualitas, dan 12% melaporkan tidak ada konsep seperti itu. Dari 70
catatan etnografis, 59% melaporkan homoseksualitas tidak ada atau jarang terjadi dan 41%
menunjukkan homoseksualitas ada atau dianggap biasa.”
Sejumlah ilmuwan, seperti Michel Foucault, menganggap pelabelan gay atau biseksual
ini berbahaya bagi pengenalan anakronistik sebuah konstruksi seksualitas kontemporer yang
tidak muncul pada masa itu, tetapi banyak kalangan yang menentang ini.
Homoseksualitas dianggap suatu gangguan kejiwaan selama bertahun-tahun, tapi
penelitian ini berdasarkan pada teori yang kemudian dianggap cacat. Pada tahun 1973
homoseksualitas dihapuskan sebagai penyakit mental di Inggris. Pada tahun 1986 semua
referensi homoseksualitas sebagai gangguan kejiwaan telah dihapus dari Diagnostic and
Statistic Manual of Mental Disorders (DSM) dari American Psychiatric Association.
C. Homoseksualitas di Indonesia
Homoseksualitas di Indonesia umumnya dianggap sebagai hal yang tabu, baik oleh
masyarakat sipil dan pemerintah Indonesia. Diskusi publik mengenai homoseksualitas di
Indonesia telah dihambat oleh kenyataan, bahwa seksualitas dalam bentuk apapun jarang
dibicarakan secara terbuka. Adat istiadat tradisional tidak menyetujui homoseksualitas dan
seseorang berbusana pakaian lawan jenisnya. Kehidupan homoseksual tidak mudah di
Indonesia.
Ada beberapa kasus pasangan homoseksual yang dapat hidup Bahagia di lingkungan
mereka, dan tidak ada yang peduli tentang mereka. Dimungkinkan untuk dapat hidup secara
bebas sebagai homoseksual di kota-kota besar di Indonesia, tetapi tantangan yang ada semakin
meningkat. Perlawanan sengit yang paling mendalam dipimpin oleh kelompok-kelompok
Islam radikal.
Indonesia memang memiliki reputasi sebagai negara Muslim yang relative moderat dan
toleran, namun survei terbaru mengungkapkan bahwa intoleransi terhadap kaum minoritas kian
berkembang, dengan tingkat permusuhan tertinggi diarahkan kepada komunitas gay dan
lesbian. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menemukan dalam jejak pendapat terbaru yang
dilakukan pada tahun 2012 bahwa, secara mengecengangkan sebesar 80,6% dari populasi
sampel keberatan untuk memiliki tetangga kaum gay atau lesbian. Angka tersebut melonjak
secara signifikan dari 64,7% pada tahun 2005.
D. Pandangan Umum
Dalam budaya Indonesia, seksualitas dalam bentuk apapun dianggap sebagai subjek
tabu dan sering segera dihakimi sebagai kecabulan. Seksualitas, apalagi homoseksualitas,
dianggap sebagai hal yang sangat pribadi yang terbatas hanya di dalam kamar tidur. Dalam
budaya Indonesia, budaya malu adalah hal yang lazim. Masyarakat Indonesia umumnya toleran
terhadap homoseksual tetapi memilih untuk tidak membicarakannya karena budaya malu yang
kuat di Indonesia.
Waria, laki-laki yang berpenampilan seperti wanita untuk waktu yang lama, telah
memainkan peran dalam budaya Indonesia. Banyak pertunjukan tradisional Indonesia seperti
lenong, ludruk dan ketoprak sering menampilkan waria sebagai obyek gurauan, humor dan
ejekan. Bahkan saat ini, kaum gay dan waria dapat ditemukan tampil di televisi Indonesia dan
industry hiburan.
Dalam masyarakat Indonesia, memiliki tokoh artis, penghibur atau pelawak
berpenampilan kemayu seperti kaum waria, cukup dapat diterima dalam masyarakat. Hal ini
dianggap sebagai hal yang lucu, kecuali itu terjadi dalam keluarga mereka sendiri di mana anak
lelaki yang berpenampilan seperti perempuan sering dianggap sebagai aib bagi keluarga.
E. Sejarah Homoseksual di Indonesia
Homoseksualitas hampir tidak pernah direkam atau digambarkan dalam sejarah
Indonesia. Sebuah pengecualian langka adalah catatan abad ke-18 mengenai dugaan
homoseksualitas Arya Purbaya, seorang pejabat di istana Mataram, meskipun tidak jelas
apakah itu benar-benar didasarkan pada kebenaran atau sebuah rumor kejam untuk
mempermalukan dirinya.
Pergerakan gay dan lesbian di Indonesia adalah salah satu yang terbesar dan tertua di
Asia Tenggara. Aktivisme hak-hak gay di Indonesia dimulai sejak 1982 ketika kelompok
kepentingan hak-hak gay didirikan di Indonesia. “Lambda Indonesia” dan organisasi serupa
lainnya muncul di akhir 1980-an dan 1990-an. Saat ini, ada beberapa kelompok utama LGBT
di negara ini termasuk “Gaya Nusantara” dan “Arus Pelangi”. Sekarang ada lebih dari 30
LGBT kelompok di Indonesia.
Yogyakarta, Indonesia, menyelenggarakan KTT pada tahun 2006 tentang hak-hak
LGBT yang menghasilkan Prinsip Yogyakarta tentang Penerapan Hukum Hak Asasi Manusia
Internasional dalam Kaitannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Gender. Namun,
pertemuan pada Maret 2010 di Surabaya disambut dengan kecaman dari Majelis Ulama
Indonesia dan terganggu oleh demonstran konservatif.
F. LGBT di Indonesia
Di Indonesia, pria homoseksual yang berperilaku kemayu seperti wanita, atau pria yang
berpakaian seperti perempuan disebut sebagai banci, bencong atau waria. Sedangkan lesbian
sering juga dipanggil lesbi atau lines. Pria homoseksual yang berperilaku jantan selayaknya
pria biasa jarang teridentifikasi, akan tetapi jika ditemukan biasanya mereka dipanggil homo
atau gay, sedangkan gigolo homoseksual biasanya dipanggil kucing.
Ejekan, perundungan, dan serangan terhadap kaum gay biasanya terjadi selama masa-
masa remaja, tapi jarang melibatkan kekerasan fisik, dan terutama hanya dilakukan secara
verbal. Seperti di negara lain, stereotip terhadap kaum homoseksual terjadi cukup umum di
Indonesia.
Mereka biasanya mengambil peran, pekerjaan, dan karier tertentu: seperti sebagai
pemilik atau pekerja salon kecantikan, ahli kecantikan, make-up artist, pengamen (musisi
jalanan) berpakaian perempuan, sampai kegiatan cabul seperti menjadi pelacur transeksual.
Namun laki-laki homoseksual yang tidak berpenampilan seperti banci, sulit untuk dideteksi
dan sering berbaur dalam masyarakat.
Dalam budaya tradisional Indonesia, ketika seorang anak laki-laki atau perempuan
mencapai usia pubertas, hubungan dan interaksi antara mereka segera dibatasi. Norma dan
moral tradisional terutama di pedesaan dan wilayah pedalaman menentang kaum remaja
berpacaran, karena dianggap dapat mengarah pada hubungan seks pranikah. Moral tradisional
juga menentang berkumpulnya antara gadis yang belum menikah dengan laki-laki, karena
dapat mengarah pada skandal perzinahan. Hubungan persahabatan yang erat dan ikatan antar
laki-laki justru dianjurkan.
Pengalaman homoerotik atau bahkan insiden hubungan homoseksual mungkin saja
terjadi di lingkungan serba laki-laki, misalnya di asrama, pondok pesantren, kamar kost, hingga
barak militer, dan penjara. Terdapat laporan dan desas-desus insiden hubungan homoseksual
di tempat-tempat tersebut, akan tetapi karena kuatnya budaya malu di Indonesia, insiden
semacam ini biasanya langsung ditutupi dan dirahasiakan agar tidak mencemari reputasi
institusi tersebut.
Kaum waria, baik yang berperan sebagai ritualis atau dukun pria yang menjadi
perempuan transgender, sebagai artis, dan pelacur, telah lama memainkan peran dalam budaya
lokal Indonesia. Namun kaum gay dan lesbi belum teridentifikasi sebelum masa Orde Baru.
Ketika pria dan wanita homoseksual akhirnya mengenali diri mereka melalui penggambaran
yang singkat mengenai kehidupan homoseksual asing, mereka akhirnya mencapai kesimpulan
bahwa ‘dunia gay’ bisa juga ada di Indonesia.
Kaum gay lazim berkumpul di tempat ‘terbuka’ pada waktu atau hari tertentu, di mana
mereka mencari cinta, persahabatan, serta seks. Sedangkan dunia lesbian umumnya
bersosialisasi di rumah dan cenderung bersembunyi.
Kontras antara pola pergaulan kaum gay dan lesbian mencerminkan dunia budaya yang
parallel: jika laki-laki gay dapat berkumpul dengan bebas relative tanpa hambatan di taman-
taman terbuka dan bahkan di rumah bersama keluarga dan orangtua mereka, dunia kaum
lesbian cenderung tertutup dan tersembunyi di rumah atau kediaman pribadi. Hal ini
disebabkan kepatuhan terhadap ideologi jender nasional; membatasi ruang gerak perempuan,
dan mengagungkan persahabatan pria.
Tekanan pada pria gay atau lesbian sering kali berasal dari keluarga mereka sendiri.
Ada tekanan dari keluarga untuk segera menikah, dan mereka umumnya memiliki dua pilihan
– baik gay dan lesbian dapat memutuskan untuk menikah, hanya untuk menyenangkan
keluarga, atau mereka lari dari keluarga dan mencari kehidupan yang bebas di luar. Perbedaan
lain dalam kehidupan homoseksual di Indonesia dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di
Barat adalah; gay dan lesbian Indonesia lebih berkomitmen pada pernikahan heteroseksual.
Sebagian besar laki-laki gay mengaku berencana kelak akan menikahi wanita, atau bahkan
sudah menikah, tetapi masih menjalani kehidupan homoseksual secara diam-diam.
G. Hak Hukum
Hukum pidana nasional tidak mengkriminalisasikan hubungan homoseksual pribadi
yang tidak bersifat komersial antara orang dewasa. Sebuah RUU nasional untuk
mengkriminalisasikan homoseksualitas, bersama dengan hidup bersama (kumpul kebo),
perzinahan dan praktik sihir, gagal diberlakukan pada tahun 2003 dan tidak ada rencana
berikutnya untuk memperkenalkan kembali undang-undang tersebut. Pada tahun 2002,
Pemerintah Indonesia memberi provinsi Aceh hak untuk menerapkan hukum syariah Islam
yang dapat mengkriminalisasi homoseksualitas.
Pasangan sesama jenis Indonesia dan rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan
sesama jenis tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang tersedia
bagi pasangan lawan jenis menikah. Pentingnya harmoni sosial di Indonesia mengarah pada
lebih diutamakannya kewajiban daripada hak, yang berarti bahwa hak asasi manusia bersama
dengan hak-hak homoseksual sangat rapuh. Namun, komunitas LGBT di Indonesia telah terus
menjadi lebih terlihat dan aktif secara politik.
Hukum Indonesia tidak mengkriminalisasi homoseksualitas, jika dilakukan secara
pribadi, non-komersial, dan di antara orang dewasa. Namun, hukum Indonesia tidak mengakui
pernikahan gay, serikat sipil atau manfaat kemitraan domestik. Pasangan sesama jenis tidak
memenuhi syarat untuk mengadopsi anak di Indonesia. Hanya pasangan menikah yang terdiri
dari suami dan istri yang boleh melakukan mengadopsi. Hari ini, tidak ada hukum ada untuk
melindungi warga negara Indonesia dari diskriminasi atau pelecehan atas dasar orientasi
seksual atau identitas gender mereka.
H. Homoseksualitas dalam Islam
1. Sejarah Homoseksualitas dalam Islam
Homoseks merupakan perbuatan keji dan termasuk dosa besar yang merusak etika,
fitrah, agama, dan jiwa manusia. Homoseks menyimpang dari fitrah manusia karena fitrah
manusia cenderung kepada hubungan biologis secara Heterosex, yakni hubungan seks antara
pria wanita. Perbuatan homoseks bukan hanya terdapat di zaman modern tetapi telah terjadi
pada zaman Nabi Luth, seperti yang dinyatakan Al-Our’ an:
Artinya: “Dan Luth tatkala ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum dikerjakan oleh seorang Pun di dunia
ini sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi laki-laki untuk melepaskan
nafsumu kepada mereka, bukan kepada Wanita, bahkan kamu ini adalah suatu
kaum yang melampaui batas. Jawaban kaumnya tidak lain hanyalah mengatakan,
“Usirlah mereka (Luth beserta pengikut-pengikutnya) dari desamu ini;
sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri”.
Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia
adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan
kepada mereka hujan batu; maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-
orang yang berdosa itu.”
Dalam tafsir al-Manaar dijelaskan bahwa Nabi Luth diutus Allah untuk memperbaiki
akidah serta akhlak kaumnya yang berdiam di negeri Sadum, Amurah, Adma’, Sabubim, dan
Bala’, di tepi Laut Mati. Nabi Luth memilih tinggal di negeri yang paling besar dari kelima
negeri itu, yaitu Sadum.
Ajakan Nabi Luth ini mereka jawab dengan mengusirnya. Sementara itu, mereka terus
mengerjakan perbuatan keji dan tidak bermaksud hendak meninggalkan kebiasaan mereka.
Usaha Nabi Luth untuk menyadarkan kaumnya dari perbuatan keji tidak membawa hasil yang
maksimal, karena sikap kaumnya yang ingkar terhadap ajaran agama. Kesabaran Nabi Luth
menghadapi kaumnya mendapat perlindungan dari Allah.
Kejahatan kaum Nabi Luth yang bertentangan dengan fitrah dan syari’at itu mendapat
hukuman dari Allah dengan memutarbalikkan negeri mereka, sehingga penduduk Sadum,
termasuk istri Nabi Luth sendiri, terbenam bersamaan dengan terbaliknya negeri itu. Yang
tidak terkena azab hanyalah Nabi Luth beserta para pengikutnya yang saleh, taat menjalankan
perintah Allah dan menjauhkan diri dari homoseks.
2. Islam dan Hukum Homoseks
Para ulama fiqih sepakat atas keharaman homoseks menurut ketentuan syari’at.
Homoseks merupakan perbuatan keji sebagaimana jarimah zina. Keduanya termasuk dosa
besar, dan merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. “Mengapa kami
mengerjakan perbuatan keji (homoseks) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun
sebelum kamu.”
3. Pembuktian terhadap Perbuatan Homoseks
Menurut Muhammad Rashfi dalam kitabnya Al-Islam Al-Thib, sebagaimana dikutip
oleh Huzaemah T. Yanggo bahwa Islam melarang keras Homoseks, karena mempunyai
dampak yang negative terhadap kehidupan pribadi dan masyakarat antara lain:
a. Seorang homo tidak mempunyai keinginan terhadap wanita. Jika mereka
melangsungkan perkawinan, maka istrinya tidak akan mendapatkan kepuasan biologis,
karena nafsu birahi suaminya telah tertumpah ketika melangsungkan homoseks
terhadap laki-laki yang diinginkannya. Akibatnya hubungan suami istri menjadi
renggang, tidak tumbuh rasa cinta dan kasih saying, dan tidak memperoleh keturunan,
sekalipun istrinya subur dan dapat melahirkan.
b. Perasaan cinta dengan sesama jenis membawa kelainan jiwa yang menimbulkan suatu
sikap dan perilaku ganjil. Seorang homo kadang-kadang berperilaku sebagai laki-laki
dan kadang-kadang sebagai perempuan.
c. Mengakibatkan rusaknya saraf otak, melemahkan akal dan menghilangkan semangat
kerja.
Dalam menjatuhkan hukuman terhadap para pelaku homoseks memerlukan bukti yang
jelas, baik melalui pengakuan dari pelakunya maupun keterangan saksi. Malikiyah, Syafi’iyah,
dan Hanabillah berpendapat bahwa saksi terhadap homoseks sama halnya dengan saksi zina,
yaitu empat orang laki-laki yang adil, tidak terdapat salah seorang di antaranya perempuan.
Sedangkan, Hanafiah berpendapat bahwa saksi homoseks tidak sama dengan saksi zina, karena
kemudaratan yang ditimbulkan oleh homoseks lebih ringan daripada yang ditimbukan oleh
zina, dan jarimahnya lebih kecil daripada jarimah zina, serta tidak menimbulkan percampuran
keturunan. Karena itu, untuk membuktikan homoseks hanya cukup dengan dua orang saksi
saja, dan tidak perlu menghubungkannya dengan zina, kecuali ada dalilnya.
4. Hukuman bagi Homoseks
Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang hukuman bagi homoseks. Ada tiga
pendapat: Pertama dibunuh secara mutlak. Kedua dihad sebagaimana had zina. Bila pelakunya
jejaka ia harus didera, bila pelakunya muhsaan ia harus dihukum rajam. Ketiga dikenakan
hukuman ta’ziir.
I. Hukum Lesbian dalam Islam
Sihaq (Lesbi) adalah apa yang terjadi antara wanita dengan wanita berupa gesekan dua
farji kemaluan wanita. “Jika telah bergesek dua wanita maka keduanya melakukan zina yang
terlaknat berdasakan apa yang diriwayatkan dari Nabi SAW bahswannya beliau bersabda:
Artinya: “Apabila seorang wanita mendatangi (menyetubuhi) seorang wanita maka
keduanya berzina.”
Lesbian sungguh keji, termasuk pelakunya. Pelakunya tidak mendapat kehormatan.
Misalnya, kredibilitasnya dalam hukum ditolak. Pelaku lesbi ditolak kesaksiannya di
pengadilan, karena termasuk wanita yang fasik. Sebagaiman yang telah maklum bahwa syarat
menjadi saksi adalah adil (al-‘adalah), sementara perilaku sihaq (Lesbi) mengeluarkan
pelakunya dari sifat al-‘adalah menuju kefasikan sehingga persaksian tidak sah dengan sifat
fasik yang melekat padanya.
J. Jenis dan Ciri-Ciri Wanita Lesbi
Ciri-ciri wanita lesbi dan wanita normal memang agak sulit diketahui. Ciri wanita lesbi
juga sulit diketahui karena wanita adalah makhluk yang pandai menyimpan rahasia.
Ada dua jenis wanita lesbi:
1. Wanita yang berdandan seperti laki-laki dan gayanya Macho
2. Wanita yang berdandan sangat modis dengan gaya yang feminism
Ciri khusus seorang Lesbian adalah:
a. Penampilan seperti laki-laki
b. Butchy dan Femme, dalam pasangan lesbian selalu ada dua peran yang dimiliki oleh masing-
masing pasangan. wanita yang berdandan dan bergaya seperti laki-laki yang dinamakan
Butchy, dan wanita yang berdandan layaknya seorang gadis biasa yang disebut Femme
c. Kontak Fisik, wanita Femme biasanya merupakan wanita yang manja, sering cemas, dan
susah dekat dengan wanita lain selain pasangannya.
d. Kebaikan berlebihan
K. Pengobatan dengan yang perlu Dilakukan Oleh Perilaku Homoseks dan
Lesbian
Pengobatan pertama yang harus dilakukan ialah dengan membenahi kesalahan dan
bertobat dari kekhilafan, dengan cara:
1. Berdoa kepada Allah SWT
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan jenis kelamin kita
3. Terapi hormon
4. Besarkan harapan dan kobarkan semangat
L. Hikmah Larangan Homoseks dan Lesbian
Sanksi hukum yang ditetapkan Islam merupakan suatu jalan. Dengan melaksanakan
hukuman tersebut masyarakat dapat terpelihara dari berbagai kejahatan dan penyimpangan.
Hukum adalah penghalang sebelu terjadinya kejahatan dan pencegahan setelah itu.
Pelaksanaan hukuman bagi mereka yang melakukan kejahatan semacam homoseks dapat
mencegahnya untuk mengulanginya, dan akan menimbulkan kesadaan hukum bagi anggota
masyarakat yang lain untuk menghindari perbuatan itu atau penyimpangan-penyimpangan seks
lainnya.
Hikmah lain yang dapat ditarik dari larangan homoseks adalah mempertahankan
Lembaga perkawinan. Bila homoseks tidak diberantas atau dilarangan secara syari’at, akan
menghancurkan fitrah manusia sebagai khilafah Allah, dan melanggar sunnatullah dan hukum-
Nya.
Dalam Islam, perkawinan merupakan cara yang manusiawi dan terpuji untuk
menyalukran nafsu seks bagi setiap orang, dan tidak menimbulkan kerusakan bagi masyarakat.
Disamping itu, ia memberikan jalan yang aman bagi naluri seks untuk memperoleh keutrunan
yang baik. Islam mengakui bahwa naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras
yang menuntun jalan keluar.
Bila ia tidak dipuaskan maka manusia akan mengalami kegoncangan biologis dan
cenderung mengarah ker berbagai penyimpangan seks. Karena itu, perkawinan merupakan
jalan yang paling bai dan sesuai untuk menyalurkan naluri seks, sebagaimana yang dinyatakan
oleh Allah; Surat Ar-Rum: 21
َ‫َومِ ن َءا َٰيَتِ ِهۦ أَن َخلَقَ لَ ُكم ِمن أَنفُ ِس ُكم أَز َٰ َو ًجا ِلت َس ُكنُوا إِلَي َها َو َجعَ َل بَينَ ُكم َّم َودَّة ً َو َرح َمةً ۚ إِ َّن فِى َٰذَلِكَ َل َءا َٰيَت ِلقَوم يَتَفَ َّك ُرون‬
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Hikmah lainnya yang amat besar artinya adalah terpeliharanya akhlak. Hukum Islam
sangat mengutamakan kemuliaan akhlak, karena dengan itu manusia dapat menjalankan
fitrahynya sesuai dengan sunnatullah. Akhlak yang baik akan membawa ketenteraman bagi
manusia untuk menjalankan perintah dan menghentikan larangan yang telah disyari’atkan.
A. Hasil Reviewer
1. Dalam bab ini kurang referensi sejarah dari perkembangan Homoseksualitas dan Lesbi
2. Dalam bab ini kurang bukti-bukti dari penelitian yang ada yang memperlihatkan jumlah serta
perkembangan Homoseksualitas dan Lesbi
3. Dalam bab ini kurang referensi foto
4. Dalam bab ini banyak sekali typo dan salah penggunaan kata
5. Dalam bab ini terdapat sejumlah kata asing, namun tidak ada keterangan mengenai kata-kata
asing tersebut
B. Saran Reviewer
Setelah membaca buku ini, reviewer menjadi sadar akan mudaratnya perilaku
homoseksualitas dan lesbian. Terdapat banyak dalil-dalil Islam mengenai perilaku
homoseksualitas dan lesbian ini. Reviewer juga jadi mengetahui hikmah larangan dari perilaku
menyimpang ini. Semoga kedepannya ada banyak buku yang membahas mengenai perilaku
ini, agar masyarakat sadar akan dosa serta ruginya mempunyai perilaku homoseksualitas dan
lesbian ini.

Anda mungkin juga menyukai