Anda di halaman 1dari 49

MAKNA HIDUP PADA MAHASISWA LGBT

DI UNIVERISTAS SYIAH KUALA

DISUSUN OLEH:

DICKY AL IKHSAN ARREISYA

2107101130053

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERISTAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini, fenomena LGBT telah merebut perhatian publik setelah beberapa artis papan

atas Indonesia terjerat kasus pencabulan sesama jenis. Fenomena tersebut juga telah mencuat ke

permukaan setelah Amerika Serikat dan beberapa negara Barat dan Asia melegalkan pernikahan

sesama jenis. Berdasarkan kasus tersebut, muncul banyak stigma masyarakat terhadap kaum

yang dianggap abnormal dalam lingkungan sosial tersebut. Tak sedikit dari masyarakat Indonesia

yang menganggap kaum LGBT sebagai kaum yang menyalahi kodrat manusia, kaum Nabi Luth,

kaum perusak moral, hama, sampah masyarakat, pengundang malapetaka, penyandang cacat

mental, dan sebagai penghancur norma-norma sosial, dan agama.

Indonesia menjadi negara dengan penduduk LGBT terbanyak ke-5 setelah Cina, India, Eropa,

dan Amerika. Beberapa lembaga survei independen dalam maupun luar negeri menyebutkan

bahwa Indonesia memiliki 3% penduduk LGBT, yang berarti 7,5 juta dari 250 juta penduduk

Indonesia adalah LGBT atau lebih sederhananya dari 100 orang yang berkumpul di suatu tempat

maka 3 orang diantaranya adalah LGBT (Santoso, 2016).Sedangkan untuk Aceh sendiri yang

notabene-nya merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menegakkan hukum Syariat

Islam juga memiliki jumlah LGBT yang tidak bisa dikatakan sedikit. Di wilayah kota Banda

Aceh saja, menurut survei dari kantor Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB)

Kota Banda Aceh pada tahun 2015, jumlah kelompok LGBT di Banda Aceh sudah mencapai 530

orang yang mayoritasnya merupakan mahasiswa (Prasetyo & Amri, 2017).

LGBT merupakan akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Yudiyanto(2016

menafsirkan LGBT sebagai istilah baru yang digunakan sejak tahun 1990-an untuk

menggantikan frasa “komunitas gay”. Rohmawati (2016) dalam tulisannya yang berjudul

“Perkawinan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender/Transeksual (LGBT) Perspektif Hukum

Islam” menerangkan definisi LGBT sebagai berikut.


Lesbian merupakan istilah yang diambil dari sebuah pulau Lesbos, yang mana perempuan di

pulau tersebut menyukai sesama jenis. Lesbian adalah perempuan yang memilih untuk

mengikatkan dirinya secara personal (secara psikis, fisik, dan emosional) dengan sesama

perempuan. Sedangkan Gay adalah seorang laki-laki yang mempunyai ketertarikan dengan laki-

laki. Biseksual adalah seseorang baik laki-laki atau perempuan yang mempunyai ketertarikan

seksual terhadap laki-laki sekaligus perempuan dalam waktu yang bersamaan. Transgender

adalah seseorang yang menggunakan atribut-atribut gender berlainan dengan konsepsi yang

dikonstruksikan secara sosial oleh masyarakat. Sedangkan Transeksual merupakan seseorang

yang merasa dirinya mempunyai jenis kelamin yang salah. Misalnya, seorang yang sejak lahir

memiliki vagina, tetapi setelah tumbuh dan berkembang jiwa dan psikologisnya merasa dirinya

adalah laki-laki dan kemudian melakukan operasi perubahan organ seksualnya (Rohmawati,

2016).

Dari sudut pandang agama, LGBT telah terkenal sejak dahulu ketika pada masa Nabi Luth

AS. Agama Islam mengistilahkan LGBT dengan sebutan Liwath yang secara harfiah

mengandung pengertian cinta yang melekat di hati (al-hub al-zaliq bi al-qalbi) dan pelakunya

disebut luthy (Rohmawati, 2016). Para alim ulama menyepakati liwathsebagai perilaku seksual

dan orientasi seksual, yang artinya tidak hanya kegiatan seks sesama jenis saja yang disebut

dengan liwath, tetapi juga hubungan sesama jenis yang dilandasi rasa cinta dan kasih sayang

tanpa seks. Selain liwath terdapat istilah lain yang terkenal dalam Islam, yaitu sihaq (sebutan

untuk Lesbian).

Prasetyo dan Amri (2017) memberikan fakta bahwa LGBT di Aceh sudah ada semenjak tahun

2007 dengan berkedok kegiatan pendampingan korban dan HAM. Kaum LGBT juga aktif

melakukan penguatan kapasitas melalui training dan diskusi tentang HAM, seksualitas, dan

perlindungan hak kelompok. Menurut penelusuran Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh, Farid

Nyak Umar, yang dikutip dalam Aceh.Tribunnews.com menyatakan bahwa komunitas tersebut

juga sudah pernah bekerja sama dengan salah satu instansi Pemerintah Aceh serta aktif

menjalankan programnya melalui sekolah model (acting, model, dan dansa), serta manajemen
artis dengan merekrut generasi muda Aceh untuk diorbitkan ke level yang lebih tinggi tak

terkecuali mahasiswa (Prasetyo & Amri, 2017).

Walaupun Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk yang berorientasi seksual

menyimpang terbanyak ke-5 di dunia, Indonesia merupakan negara yang intoleran terhadap

fenomena LGBT. Tercatat 26,1% penduduk Indonesia tidak suka terhadap komunitas LGBT, dan

hasil survei tersebut menduduki peringkat nomor 1 dari 10 peringkat komunitas yang paling

dibenci oleh warga Indonesia (Hamdi, 2017). Di Indonesia terdapat 3 sikap masyarakat dalam

merespon fenomena LGBT yaitu pro, kontra, dan tidak peduli. Bagi yang pro, mereka

menghargai setiap hak asasi manusia dan terus menyuarakan tentang kebebasan dalam

menentukan hidupnya. Sedangkan bagi yang kontra, mereka beranggapan bahwa LGBT adalah

virus yang dapat mencoreng norma norma sosial, agama, dan memutuskan garis keturunan.

Sedangkan bagi yang tidak peduli terhadap fenomena LGBT memilih biasa-biasa saja dan tidak

mengusik kehidupan LGBT selama LGBT tidak mengusik kehidupan mereka. Adanya penolakan

serta perlakuan negatif yang diberikan kepada kelompok LGBT dianggap mampu memengaruhi

pencarian meaning in life (makna hidup) mereka.

Bastaman (2007) mengatakan semua hal yang layak dan pantas dijadikan tujuan pada sebuah

kehidupan (the purpose in life) dapat dikatakan sebagai makna hidup sehingga dianggap sangat

penting dan berharga serta memiliki nilai khusus bagi seseorang. Arti makna hidup merupakan

manfaat besar dan kebijakan yang terkandung dalam berbagai pengalaman dan peristiwa hidup,

baik yang membahagiakan maupun yang tidak membahagiakan, sehingga sering disamakan juga

dengan nilai atau hikmah kehidupan (Bastaman, 2007).

Menemukan makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to

meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna yang

didambakannya. Hasrat untuk memperoleh hidup bahagia adalah hasrat yang paling dasar dalam

diri setiap manusia, apabila hasrat ini terpenuhi maka kehidupan akan dirasa berguna, berharga,

berarti dan bahagia (Bastaman, 2007). Sama halnya, kaum LGBT juga mendambakan suatu

kehidupan yang bermakna dan bahagia atas eksistensinya yaitu dengan cara mendapatkan

penerimaan yang baik dari lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, berdasarkan fakta dan
fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengeksplorasi kebermaknaan hidup mahasiswa LGBT

yang berkuliah di Universitas Syiah Kuala.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat rumusan permasalahan bagaimanakah

makna hidup pada mahasiswa LGBT di Universitas Syiah Kuala.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi makna hidup pada mahasiswa LGBT di

Universitas Syiah Kuala.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu

pengetahuan tentang kebermakanaan hidup sehingga dapat digunakan untuk

pengembangan ilmu psikologi pada umumnya, khususnya psikologi klinis dan psikologi

sosial. Selain itu juga dapat digunakan sebagai penunjang untuk penelitian selanjutnya

tentang kebermaknaan hidup yang dikaitkan dengan fenomena lainnya.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan saran untuk

mahasiswa LGBT di Universitas Syiah Kuala agar dapat memahami keberadaannya di

lingkungan masyarakat serta dapat memberikan makna terhadap hidupnya sendiri

terutama dalam interaksi dengan lingkungan. Selain itu juga dapat menjadi bahan

pertimbangan bagi para psikolog agar dapat memahami kebermaknaan hidup mahasiswa

LGBT, sehingga menjadi acuan untuk mencapai tujuan dalam pelayanan psikologi.
E. Keaslian Penelitian

Sebelumnya sudah banyak penelitian tentang kebermaknaan hidup dan LGBT, namun sejauh

ini dari hasil informasi yang telah didapatkan dan penelusuran kepustakaan, peneliti belum

mendapatkan penelitian sebelumnya dengan judul " Makna hidup pada mahasiswa LGBT di

Universitas Syiah Kuala.". Meskipun demikian pernah ada penelitian tentang pengambilan

keputusan menjadi gay pada laki-laki usia dewasa awal yang pernah dilakukan oleh Nugroho,

Siswati & Sakti (2010). Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan metode kualitatif

dengan jumlah subjek sebanyak 2 orang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan ada

beberapa alasan mengapa seseorang memutuskan menjadi gay.

Penelitian lainnya yang berhubungan dengan kebermaknaan hidup juga pernah dilakukan oleh

Cynthia (2007). Penelitian tersebut peneliti mengkaji proses pencapaian kebermaknaan hidup

pada perempuan yang mengalami peristiwa traumatis dalam kehidupannya. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Proses pengambilan data

dilakukan melalui wawancara dengan subjek dan significant other, observasi dan tes psikologi

(tes intelegensi dan tes kepribadian). Subjeknya adalah seorang perempuan yang berusia 31

tahun.

Dalam penelitian ini sedikit berbeda dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada

penelitian ini peneliti ingin memahami fenomena kebermaknaan hidup mahasiswa LGBT yang

berada pada universitas di daerah pengaruh religius dan adat istiadatnya tinggi sehingga LGBT

menjadi kelompok minoritas di daerah tersebut sedangkan pada penelitian terdahulu subjeknya

berada di kota metropolitan dengan segala kemegahan dan kebebasannya. Metode penelitian

yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan

observasi. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik non-partisipan

karena peneliti tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan subjek yang diobservasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebermaknaan Hidup

1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Makna Hidup terdiri atas dua kata yakni

makna dan hidup. Bermakna artinya mengandung arti penting sedangkan hidup artinya masih

terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya (berlaku untuk manusia, binatang,

tumbuhan dan sebagainya) sehingga jika dirangkaikan, kebermaknaan hidup didefinisikan

sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia yang terus bergerak dan masih terus ada.

Kenyataannya kebermaknaan hidup itu selalu ada di dalam hidup serta terdapat pada setiap

kondisi dan situasi, baik dalam keadaan yang menyenangkan atau dalam keaadaan bahagia,

maupun tidak menyenangkan atau saat mengalami penderitaan. Di dalam sebuah pemaknaan

hidup tersimpan juga tujuan hidup yaitu semua hal yang perlu dipenuhi dan dicapai (Bastaman,

2007). Semua hal yang layak dan pantas dijadikan tujuan pada sebuah kehidupan (the purpose in

life) dapat dikatakan sebagai makna hidup sehingga dianggap sangat penting dan berharga serta

memiliki nilai khusus bagi seseorang (Bastaman, 2007). Arti makna hidup merupakan manfaat

besar dan kebijakan yang terkandung dalam berbagai pengalaman dan peristiwa hidup, baik yang

membahagiakan maupun yang tidak membahagiakan, sehingga sering disamakan juga dengan

nilai atau hikmah kehidupan (Bastaman, 2007).

Bastaman dan Yalom berpandangan bahwa makna hidup merupakan segala hal yang dirasa

berharga dan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi seseorang individu serta menjadi

tujuan hidup untuk dipenuhi dan dicapai. Bila tujuan hidup tersebut tercapai dan sukses untuk

dipenuhi maka akan menyebabkan seseorang mengalami dan merasakan hidupnya berarti

sehingga akan menghantarkan pada rasa senang dan bahagia (Dewi & Tobing, 2014). Kemudian

menurut Krueger, kebermaknaan hidup merupakan suatu bentuk, gaya atau cara yang

diaplikasikan untuk menghadapi kehidupan di dunia, cara tersebut tidak dipengaruhi oleh kondisi
dan situasi tetapi yang menggariskan makna yang pada keadaan tersebut adalah diri kita sendiri

(Dewi & Tobing, 2014).

Sumanto berpendapat bahwa kebermaknaan hidup merupakan derajat penghayatan seorang

individu mengenai seberapa besar diri individu mampu untuk mengaktualisasikan serta

mengembangkan potensi-potensi dan kapasitas yang dimiliki. Makna hidup juga merupakan

kualitas penghayatan terhadap begaimana seorang individu bisa mencapai tujuan hidup untuk

memberi makna pada kehidupannya, dalam kaitan dirinya yang terus berinteraksi dengan

lingkungan yang terus berubah (Dyanita, 2010).

Aida mengungkapkan bahwa kebermaknaan hidup merupakan metode seseorang individu

untuk mewarnai kehidupannya serta memberikan gambaran menyeluruh yang menunjukkan arah

mengenai cara dan metode manusia dalam menjalin hubungan dengan dirinya, orang lain, serta

alam sebagai landasan rasa cinta kepada Tuhan. Pemaknaan atas hidup mengemuka pada

keadaan transendensi, berupa penyatuan dari penemuan diri seseorang, penetapan pilihan, dan

penemuan makna ketika seorang merasa memiliki keistimewaan (Dyanita, 2010).

Dijelaskan juga oleh Hermono bahwa kebermaknaan hidup bisa dimaknai sebagai sebuah

proses yang bisa menjadikan individu dapat merasakan munculnya suatu perubahan sangat

mengesankan dalam dirinya. Makna itu juga dapat mengarahkan kepada perasaan bahagia serta

sebagai bentuk pengukuhan bahwa dirinya dapat mengembangkan diri kepada 15 kondisi yang

lebih baik (Dyanita, 2010).

Berdasarkan kumpulan pendapat diatas, maka diperoleh simpulan yaitu kebermaknaan hidup

merupakan penjiwaan seseorang atau individu untuk mendapatkan sesuatu yang penting atau

berharga bagi diri sendiri, dimana hal tersebut memberikan nilai serta tujuan dan memberi

individu mengenai alasan untuk tetap mempertahankan hidup serta melewati kehidupan dan

memperjuangkan untuk tetap bertahan.


2. Karakteristik Orang Yang Memiliki Kebermaknaan Hidup

Menurut Crumbaugh & Maholick terdapat enam Karakteristik individu yang memiliki

kebermaknaan hidup (Prawira, 2010), yakni:

a. Memiliki Tujuan yang Jelas

Individu yang mempunyai makna hidup dicirikan sebagai individu yang dalam hidupnya

terdapat tujuan atau arah (directed life) dalam wujud kegiatan atau keinginan. Hal

tersebut merupakan usaha untuk mengembangkan kapasitas pribadi (berupa bakat,

kemampuan dan keterampilan) yang dilakukan secara sadar dan sengaja, juga

memanfaatkan relasi untuk menunjang tercapainya makna serta tujuan hidup.

b. Memiliki Perasaan yang Bahagia

Individu yang memiliki atau mendapatkan kebahagiaan dari apa yang

diusahakan dengan kegiatan yang bermakna. Seseorang akan menikmati

kebahagiaan dengan jalan melibatkan diri dalam aktivitas yang bermakna.

c. Memiliki Rasa Tanggung Jawab

Ciri selanjutnya individu yang memiliki kebermaknaan hidup ialah 16 menyadari

tanggung jawabnya terhadap nurani yang ada dalam hatinya, manusia lain, atau tanggung

jawab yang belum selesai yang tentunya menyebabkannya tidak menjadikan hidupnya

terabaikan.

d. Memiliki Alasan untuk Tetap Eksis

Individu yang memiliki kebermaknaan hidup harus memiliki alasan untuk hidup selaras

dengan ungkapan “he who a why to live for can bear with almost anyhow” (Dia yang

mempunyai alasan untuk hidup, dapat menghadapi keadaan apapun).

e. Memiliki kontrol diri

Walaupun setiap orang memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan dan kebebasan

dalam bertindak. Kebebasan spiritual dan kebebasan berpikir akan menjadi kontrol dalam

keadaan fisik dan psikis yang sangat tertekan meskipun dalam kondisi terburuk

sekalipun.
f. Tidak merasa cemas akan kematian

Semua hal yang melenyapkan makna hidup seorang manusia bukan hanya kesengsaraan

dan penderitaan namun kematian juga dapat melenyapkan makna hidup. Keyakinan akan

kehidupan yang tidak kekal merupakan ciri kebermaknaan hidup sehingga menjadi

perangsang untuk berbuat dengan rasa tanggung jawab yang besar.

3. Karakteristik Kebermaknaan Hidup

Dalam rangka memperoleh pemahaman yang komprehensif perihal kebermaknaan hidup,

beberapa sifat khas dari makna hidup yang harus dipahami (Bastaman, 2007) diantaranya adalah:

a. Unik, Pribadi, dan Temporer

Makna hidup memiliki ciri yang unik artinya sesuatu yang bermakna untuk seseorang,

belum tentu bermakna bagi orang yang lain, begitupula sebaliknya. Selain itu seuatu yang

dianggap bermakna saat ini bagi individu, belum tentu dianggap bermakna pada saat yang

lain. Suatu hal yang bermakna bagi dirinya dan makna hidup individu biasanya bersifat

distingtif artinya pemaknaan hidup akan berbeda dengan orang lain. Selain itu terdapat

kemungkinan adanya perubahan dari masa ke masa.

b. Spesifik dan nyata

Sebuah pemaknaan dalam hidup tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat

tujuan-tujuan idealis, serba abstrak-filosofis, dan prestasi-prestasi akademik. Ini berarti

bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari serta pengalaman.

Makna hidup perlu untuk melalui proses pencarian, dijaga, dan dihasilkan sendiri serta

tidak bisa disumbangkan oleh siapapun.

c. Memberi pedoman dan arah

Kegiatan-kegiatan menjadi lebih terarah serta individu seakan-akan terpanggil untuk

melaksanakan dan memenuhinya ketika makna hidup berhasil ditemukan dan tujuan

hidup ditentukan.
Penjelasan di atas menjadi dasar penarikan kesimpulan mengenai karakteristik makna hidup

yaitu pribadi, spesifik, unik, temporer, serta nyata sehingga dapat dijadikan pedoman untuk

menentukan arah terhadap kegiatan individu. Ciri-ciri dari makna hidup tersebut lebih

menjelaskan pada keadaan yang khas. Dari pemaknaan akan hidup tersebut serta sifat khas yang

ditonjolkan tersebut, tujuan hidup dapat ditentukan dan ditemukan, sehingga dapat dijadikan

pedoman yang dapat memandu individu dalam semua tindakannya. Dapat ditemukan memiliki

arti bahwa pada proses penemuan makna hidup terdapat berbagai kejadian dan peristiwa, berupa

peristiwa tidak mengenakkan maupun mengenakkan. Inilah yang dapat menjadikan individu

terbentuk yang dibentuk pada masa saat ini. Kemudian diitentukan memiliki arti bahwa individu

sendirilah yang memutuskan bagaimana tujuan serta arah kehidupan yang akan digapai agar

memiliki kebermaknaan.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup

Bastaman menjelaskan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup

seseorang yang terbagi menjadi dua faktor utama (Sulaiman, 2007), yaitu:

a. Kualitas-kualitas Insani

Diartikan sebagai seluruh kapasitas yang ada pada diri manusia. Kapasitas yang dimaksud

berupa konsis, sikap, dan sifat yang hanya melekat pada pribadi manusia dan tidak

terdapat pada makhluk lain. Contoh kualitas-kualitas insani yang dimaksud adalah

moralitas, intelegensi, kreativitas, transendensi diri dan kesadaran.

b. Encounter

Diartikan sebagai hubungan yang akrab antara individu yaitu seorang individu dengan

individu lainnya. Hal ini diisyaratkan dengan penghayatan akan keterbukaan dan

keakraban serta kesediaan dan sikap untuk saling menerima, memahami, dan menghargai

secara mutlak antara individu satu dengan individu yang lainnya.


5. Unsur-Unsur Hidup Bermakna

Proses mengembangkan kehidupan bermakna merupakan bagian dari perjuangan hidup yaitu

dengan mengubah keadaan kehidupan yang kurang baik menuju kehidupan yang lebih baik.

Kaitannya dengan usaha mengembangkan kondisi hidup yang semula berupa penghayatan yang

tidak memiliki makna menjadi penghayatan yang memiliki makna (Bastaman, 2007).

Mengembangkan hidup ke arah yang bermakna landasannya adalah dengan cara melakukan

perubahan diri dan mengaktualisasikan diri pada keadaan hidup yang lebih baik (Bastaman, 2007).

Dalam Bastaman (2007) terdapat formulasi proses dalam mengembangkan kehidupan yang

bermakna memiliki kesamaan dengan pengembangan pribadi yaitu membutuhkan sembilan unsur

diantaranya adalah niat, potensi diri, tujuan, usaha, metode, sarana, lingkungan, asas-asas sukses,

dan yang tak boleh terlewatkan adalah ibadah/doa. Bastaman (2007) mengajukan sebuah resep

hidup bermakna yaitu:

HB = (N+T) x (U+M+S+L) x I

Deskripsi dari kesembilan formulasi di atas adalah: kehidupan yang bermakna dapat dicapai

melalui jalan awal berupa keinginan yang kukuh untuk berubah (Niat/N) dan menentukan tujuan

yang ingin digapai secara jelas (Tujuan/T). Setalah membulatkan niat dan tujuan, hal yang

dilakukan adalah mengupayakan untuk konkretisasi ragam potensi diri yang dimiliki dengan

memperhatikan dan memahami dasar-dasar menuju sukses sehingga dapat dieksukesusi dan

dilaksanakan (Usaha/U) memakai metode yang efektif (Metode/M) serta instrumen yang sesuai

dan tepat (Sarana/S). Prosedur tersebut akan mencapai keberhasilan jika mendapatkan sokongan

dari lingkungan sosial (Lingkungan/L) spesifiknya yaitu terjalinnya kerja sama bersama orang

sekitar, terlebih lagi jika disertai dengan ibadah dan doa untuk mengusahakan rasa dekat dengan

Pencipta (Ibadah/I).

6. Metode Menemukan Makna Hidup

Pada setiap kehidupan selalu memiliki makna hidup dan makna hidup pada setiap kehidupan

harus dicari dan ditentukan sendiri. Harus dicari dan ditentukan sendiri karena makna dalam
hidup tersebut terselubung dalam kehidupan itu sendiri. Bastaman (1996) mengungkapkan 5

tahap dalam rangka menjumpai kehidupan bermakna. Kelima langkah ini yaitu:

a. Pemahaman pribadi

Penemuan makna hidup diawali dengan cara individu harus mengetahui kelemahan-

kelemahan serta mengusahakan untuk mengaburkan atau mengurangi kelemahan tersebut.

Setelah meminimalisasi kelemahan barulah memperbanyak usaha untuk menambah

keunggulan yang ada serta meningkatkan potensi diri, hal ini untuk mempermudah dalam

usaha mencapai tujuan hidup. Melalui pemahaman diri akan diperoleh hal-hal sebagai berikut:

1) Mengenali kelemahan dan keunggulan diri berupa bakat, sifat, pemikiran, maupun

penampilan. Selain itu memahami situasi dan kondisi sekitar seperti kerabat

keluarga, rekan kerja, serta tetangga.

2) Menyadari harapan masa lalu serta masa saat ini, dan mengartikan keperluan-

keperluan yang melandasi harapan tersebut.

3) Memformulasikan secara lebih nyata serta jelas tentang hal-hal yang diharapkan

untuk waktu yang akan datang dengan membangun agenda yang realistis dalam

mencapai harapan tersebut.

4) Menyadari semua kesungguhan dan kebaikan yang selama ini dimiliki.

b. Bertindak Positif

Suatu kebiasaan positif yang efektif datang dari semua aksi-aksi positif yang dikerjakan

secara terus-menerus dan berulang. Dalam rangka penerapan mengenai cara bertindak positif,

harus memperhatikan perihal berikut:

1) Memilih aksi-aksi nyata tanpa perlu memaksakan diri sehingga benar-benar dapat

dilaksanakan secara wajar.

2) Memperhatikan akibat-akibat langsung dari keadaan sekitar terhadap upaya yang

dilakukan dalam rangka bertindak positif.

3) Upaya untuk bertindak positif memiliki kemungkinan besar dianggap sebagai

tindakan sandiwara dan pura-pura oleh individu bersangkutan, namun bila dilakukan
secara terus menerus konsisten, dan kontinu akan membekas di dalam diri sehingga

menjadi satu-kesatuan dengan kepribadian.

Dalam kaitannya dengan bertindak positif terdapat dua macam tindakan positif

diantaranya adalah tindakan positif ke dalam diri dan tindakan positif ke luar diri. Untuk

menumbuhkan energi positif dalam rangka mengembangkan diri sendiri dengan keahlian dan

keterampilan maksimal dibutuhkan tindakan positif ke dalam diri. Tindakan positif ke luar

berarti menghindari perbuatan yang menyakiti dan menjadikan orang lain merasa senang

dengan melakukan hal-hal yang bernilai untuk orang lain. Hal yang mendasari metode

bertindak tersebut adalah gagasan bahwa dengan melakukan habituasi diri melalui tindakan

positif, menyebabkan akan mendapatkan dampak yang positif pada perkembangan diri serta

kehidupan sosial seorang individu.

c. Pengakraban Hubungan

Sumber nilai dan makna hidup salah satunya adalah hubungan individu dengan orang

lain sehingga melandasi model pengakraban hubungan. Maksud dari hubungan yang akrab

adalah hubungan antar individu dengan individu lain, yang selanjutnya menhayati hubungan

tersebut sebagai hubungan yang mendalam, dekat, dan terdapat kepercayaan di dalamnya.

d. Pendalaman Catur-Nilai

Terdapat tiga nilai sebagai sumber makna hidup yang diungkapkan oleh Frankl. Bila

ketiga nilai ini diaplikasikan maka individu akan memperoleh makna hidupnya. Ketiga nilai

ini dinamakan dengan tri catur nilai (Bastaman, 2007). Tri catur nilai yang menjadi sumber

makna hidup yaitu:

1) Nilai Kreatif (Creative Values)

Untuk mendapatkan nilai kreatif bisa didapatkan dengan berbagai macam bentuk

kegiatan. Secara umum seseorang akan menderita stress bila memiliki banyak

tanggungan pekerjaan. Sebaliknya seseorang juga akan merasakan kehampaan

bahkan stress bila tidak melakukan kegiatan apapun. Maksud dari kegiatan adalah
tanggungan pekerjaan yang menjadikan seseorang dapat mengaktualisasi

kemampuan-kemampuannya sebagai suatu hal yang bernilai bagi dirinya, maupun

orang lain bahkan kepada Tuhan, dan bukan semata-mata hanya mencari uang.

2) Nilai Penghayatan (Experiential Value)

Nilai penghayatan adalah dengan menerima apa adanya dengan penuh penghayatan

dan pemaknaan yang mendalam sehingga dapat dikatakan berbeda dengan nilai

kreatif. Realisasi penghayatan didapatkan dan dicapai dengan menghayati dan

memahami suatu kebenaran serta penghayatan terhadap keindahan dan rasa cinta.

3) Nilai Bersikap (Attitudinal Value)

Nilai bersikap memiliki tingkatan lebih tinggi, ini disebabkan karena melalui

penyikapan terhadap apa yang terjadi. Manusia tetap bisa mencapai makna hidupnya

dengan penyikapan, walaupun individu menerima lenyapnya nilai kreativitas bahkan

hilangnya kesempatan untuk menerima cinta dan kasih sayang. Menyikapi sebuah

musibah yang tidak bisa dihindari secara tepat pada seseorang dapat menghasilkan

suatu kondisi yang sangat memiliki makna. Kata lain dari uraian di atas adalah dalam

pengalaman penderitaan seseorang individu, dapat memberikan pemaknaan dalam

hidup untuk dirinya bila dapat menyikapinya dengan baik.

Bastaman (2007) juga menambahkan sumber makna hidup dengan mengembangkan nilai

ke-empat berupa nilai pengharapan. Nilai pengharapan dicitrakan dengan kepercayaan akan

adanya perubahan lebih baik dimasa yang akan datang. Dari keempat sumber makna hidup ini

yang diejawantahkan menjadi bentuk makna hidup.

Tabel Bentuk Makna Hidup

No Catur Nilai Operasionalisasi

1 Nilai Kreatif diperoleh dengan melakukan berbagai

kegiatan
2 Nilai Penghayatan menerima apa adanya dengan penuh

penghayatan dan pemaknaan yang

mendalam

3 Nilai Bersikap penyikapan terhadap apa yang terjadi

4 Nilai Pengharapan percaya akan adanya perubahan lebih

baik dimasa yang akan datang

e. Ibadah

Makna hidup individu yang dibutuhkan akan ditemukan dengan melakukan pendekatan

kepada Tuhan. Kedamaian, ketenangan dan pemenuhan harapan akan didapatkan individu

dengan beribadah. Makna yang lebih mendalam dalam hidup juga perlu dikembangkan

dengan mengembangkan kebermaknaan spiritual.

Dari penjelasan di atas maka ditariklah kesimpulan bahwa makna hidup ditemukan dan

ada dalam kehidupan itu sendiri. Makna hidup dapat diperoleh melalui berbagai teknik-teknik

serta metode pelatihan logoanalisis, yang di dalamnya terdapat usaha yang dilakukan secara

sadar dalam rangka mengaplikasikan nilai kreatif, dan nilai penghayatan serta nilai bersikap.

Dalam rangka pengembangan diri yang awalnya memiliki kondisi hidup tidak bermakna

kepada fase hidup dengan penuh pemaknaan, dibutuhkan jiwa optimis dalam menempuh

kehidupan dan lebih berorientasi ke masa depan yang merupakan bagian dari pentingnya

pelatihan Logoterapi (Bastaman, 1996).

7. Komponen Penentu Keberhasilan Kebermaknaan Hidup

Seberapapun buruknya kehidupan, kebermaknaan dalam hidup akan selalu bisa ditemukan

dan diperoleh dalam kehidupan itu sendiri. Hal ini dikarenakan makna hidup bukan hanya dapat

ditemukan dalam situasi dan kondisi yang menyenangkan, namun dapat pula ditemukan dalam

situasi penderitaan,selagi individu mampu melihat hikmah-hikmah yang terkandung didalam


kehidupan. Crumbaugh & Maholich mengatakan terdapat enam komponen yang melandasi

kebermaknaan hidup, diantaranya (Sagung & David, 2014):

a. Kepuasan hidup

Merupakan penilaian individu terhadap hidup yang dialminya, ini berkaitan dengan

bagaimana individu dapat merasakan dan menikmati segala aktivitas yang telah

dilakukannya serta kepuasan dalam hidup.

b. Makna hidup/hal yang paling berarti

Sesuatu yang paling bernilai adalah semua yang memberi nilai khusus, serta dapat

dijadikan sebagai tujuan hidup sehingga dianggap penting dan berharga bagi individu

c. Kepuasan hidup

Memiliki makna sejauh mana seseorang dapat merasakan dan menikmati segala aktivitas

yang telah dilakukannya serta kepuasan dalam hidup.

d. Kebebasan

Merupakan kesadaran untuk mampu mengarahkan kebebasan hidup dengan penuh

tanggung jawab.

e. Kepantasan hidup

Kepantasan hidup merupakan penilaian individu sejauh mana merasa bahwa yang dialami

dalam hidup adalah sesuatu yang bersifat wajar terhadap hidup yang dijalani.

f. Perubahan sikap

Merupakan sebuah pilihan sikap seseorang dan menjadi bentuk metamorfosis dari kurang

baiknya sikap menuju sikap yang baik atau bisa saja sebaliknya yaitu dari lebih baik

menjadi kurang baik.

Selain komponen yang diungkapkan oleh Crumbaugh & Maholich diatas, terdapat juga enam

elemen yang diungkapkan oleh Bastaman (1996) dan merupakan penentu keberhasilan

perubahan yang awalnya memiliki penghayatan hidup tidak bermakna menjadi hidup yang

mempunyai makna, yaitu:


a. Pemahaman diri (self insight)

Yaitu keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik dengan

cara menambah kesadaran akan lapuknya kondisi diri pada masa sekarang.

b. Makna hidup (the meaning of life)

Yaitu berbagai nilai dengan fungsi sebagai arah dan tujuan hidup yang harus diraih serta

merupakan pengarah kegiatan sehingga sangat berarti dan penting bagi kehidupan pribadi

seseorang.

c. Pengubahan sikap (changing attitude)

Yaitu metamorfosis dari awalnya tidak tepat dari menjadi tepat mengenai cara melalui

semua kondisi hidup, masalah, serta musibah yang tidak dapat terhindarkan.

d. Keikatan diri (self commitment)

Yaitu keterikatan diri pada tujuan kehidupan yang ditetapkan serta makna kehidupan yang

ditemukan.

e. Kegiatan terarah (directed activities)

Yaitu usaha yang dijalankan secara sengaja disertai kesadaran dengan wujud

mengembangkan potensi-potensi diri (kemampuan, bakat, keterampilan) yang positif

serta memanfaatkan hubungan antar pribadi dalam rangka menunjang terwujudnya makna

dan tujuan hidup.

f. Dukungan sosial (social support)

Yaitu hadirnya orang lain yang dapat dipercaya, akrab, serta dapat memberi bantuan saat

kondisi diperlukan.

Dalam rangka memudahkan pengetahuan tentang komponen kebermaknaan hidup secara

komperhensif, Bastaman (1996: 134) memberikan kategorisasi kelompok tahapan tersebut atas

lima tahap, yaitu


Tabel Pengelompokan Tahap Kebermaknaan Hidup

No Tahap-tahap Kategorisasi

Penghayatan tanpa makna karena


1 Tahap derita
peristiwa tragis

2 Tahap penerimaan diri Pengubahan sikap, pemahaman diri

Tahap penemuan makna Menemukan makna serta menentukan


3
hidup tujuan hidup.

Kegiatan terarah, keikatan diri,


4 Tahap realisasi makna
pemenuhan makna hidup.

5 Tahap kehidupan bermakna Penghayatan bermakna, kebahagiaan

Keenam unsur tersebut antara yang satu dengan lainnya tidak dapat terpisahkan karena

merupakan proses integral dalam konteks kausalitas penghayatan hidup tak bermakna menjadi

bermakna. Komponen-komponen tersebut masih dapat dikategorisasikan menjadi tiga

berdasarkan sumbernya, diantaranya:

a. Golongan komponen personal (pemahaman diri, pengubahan sikap).

b. Golongan sosial (dukungan sosial)

c. Golongan komponen nilai (keikatan diri, kegiatan terarah, makna hidup)

Bastaman (1996) mengungkapkan bahwa dalam situasi hidup yang tidak memiliki makna (the

meaningless life) dalam hubungannya dengan suatu kejadian tragis yang pernah dilalui (the

tragic event) akan muncul kesadaran-diri (self-insight) dalam rangka memperbaiki keadaan diri

ke arah yang lebih baik. Tumbuhnya kesadaran ini biasanya dipengaruhi oleh berbagai macam

sebab. Diantara contoh sebab-sebabnya adalah karena konsultasi dengan ahli, perenungan diri,

mendapat pandangan dari seseorang, belajar dari pengalaman orang lain, hasil doa dan ibadah,

atau pernah melewati peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah sikapnya
selama ini. Terdapat juga nilai-nilai yang sangat penting dan berharga dalam hidup (the meaning

of life) sehingga ditetapkan sebagai tujuan hidup (the purpose life). Sesuatu yang dianggap

penting dan berharga dapat berupa nilai-nilai kreatif (creative value) seperti berkarya atau

bekerja, nilai-nilai penghayatan (experiential value) seperti menghayati keindahan, keyakinan,

cinta kasih keimanan, kebenaran, dan nilai-nilai dalam bersikap (attitudinal value) yaitu

menemukan sikap yang sesuai untuk menghadapi pengalaman tragis serta penderitaan yang tidak

bisa terelakkan lagi.

Akibat dari adanya penemuan makna hidup dan pemahaman diri ini akan muncul perubahan

bersikap (changing attitude) pada cara menyikapi suatu masalah, yaitu pada awalnya condong

untuk melarikan diri (flighting), memberontak (fighting), atau memiliki kebingungan yang kuat

serta tidak memiliki daya (freezing), akan beralih menjadi kesanggupan pada sikap realistis serta

berani dalam menghadapi masalah (facing). Selepas itu akan muncul semangat dalam menjalani

hidup dan bertambahnya gairah dalam bekerja, sehingga menyebabkan kesadaran untuk

melaksanakan berbagai macam aktivitas nyata yang memiliki arah (directed activities) untuk

melaksanakan makna hidup yang ditetapkan serta arah hidup yang sebelumnya telah ditentukan

(fulfilling meaning and purpose of life). Aktivitas tersebut berhubungan dengan pengembangan

bakat, keterampilan, kemampuan, serta berbagai potensi positif lainnya yang sebelumya

terabaikan. Bila proses tersebut berhasil dilewati, maka dipastikan akan menghasilkan perubahan

kondisi hidup ke arah yang lebih baik dan pengembangan penghayatan hidup bermakna (the

meaningful life) menghasilkan kebahagiaan (happiness) sebagai hasil sampingnya.

B. LGBT

1. Pengertian LGBT

Pengertian LGBT adalah sebuah singkatan yang memiliki arti Lesbian, Gay, Bisexual dan

juga Transgender dan dijelaskkan bahwa ; Lesbian berarti seorang perempuan yang mencintai

atau menyukai perempuan, baik dari segi fisik atau pun dari segi seksual dan juga spiritualnya,

jadi memang hal ini sangatlah menyimpang. Gay ; sedangkan gay sendiri adalah seorang laki-
laki yang menyukai dan juga mencintai laki-laki, dan kata-kata gay ini sering disebutkan untuk

memperjelas atau tetap merujuk pada perilaku homoseksual. Bisexual ; bisexual ini sedikit

berbeda dengan kedua pengertian di atas karena orang bisexual itu adalah orang yang bisa

memiliki hubungan emosional dan juga seksual dari dua jenis kelamin tersebut jadi orang ini bisa

menjalin hubungan asmara dengan laki-laki ataupun perempuan. Transgender ; sedangkan untuk

transgender itu adalah ketidaksamaan dari identitas gender yang diberikan kepada orang tersebut

dengan jenis kelaminnya, dan seorang transgender bisa termasuk dalam orang yang homoseksual,

biseksual, atau juga heteroseksual (Saleh. 2016).

2. Pandangan masyarakat mengenai LGBT

LGBT di Indonesia masih menjadi hal yang tabu terutama pada masyarakat yang didasari

dengan agama. Sebagian besar masyarakat menghujat kelompok ini karena dianggap tidak sesuai

dengan aturan agama. MUI bahkan menolak jika ada masyarakat yang melakukan hubungan atau

perkawinan dengan sesama jenis. Ada masyarakat yang bersikap netral dimana mereka menerima

keberadaan LGBT tetapi tidak mendukung LGBT melakukan kegiatan secara terbuka (Kemenkes

RI, 2014).

3. Praktek dan sikap terhadap kelompok LGBT

Pada umumnya kelompok LGBT yang terbuka di Indonesia masih mengalami banyak

kekerasan dan diskriminasi dalam kesempatan kerja dan tempat tinggal, pendidikan, kesehatan

dan kesejahteraan (UNDP, 2014). LGBT sulit mengakses pekerjaan, terutama pekerjaan di sektor

formal, karena banyak pemberi kerja yang homophobic dan karena lingkungan (pada umumnya)

tidak ramah terhadap kaum LGBT. Sementara, mereka yang berhasil mendapatkan pekerjaan

juga kerap mengalami perlakuan diskriminatif seperti dihina, dijauhi, diancam, dan bahkan

mengalami kekerasan secara fisik (ILO, 2014).

Dalam dunia kerja, kelompok LGBT yang masih tertutup, dalam situasi tertentu masih dapat

masuk ke dunia kerja tanpa diskriminasi berarti, hal sebaliknya terjadi pada kelompok yang
terbuka. Oleh karena itu LGBT yang terbuka lebih banyak mengembangkan diri pada situasi

pekerjaan yang tidak begitu terikat dengan norma-norma seperti menjadi wirausaha mandiri.

Sedangkan kelompok transgender (waria) adalah kelompok yang paling banyak mendapatkan

diskriminasi karena penampilannya yang berbeda. Kelompok ini banyak mengembangkan diri

pada sektor –sektor informal seperti salon, industri kreatif, hiburan dan beberapa diantaranya

masuk dalam dunia prostitusi.

4. Pandangan HAM terhadap LGBT

Hak Asasi Manusia dalam Bahasa Prancis disebut “Droit L’Homme” yang artinya hak-hak

manusia dan dalam Bahasa Inggris disebut “Human Right”. Seiring dengan perkembangan ajaran

Negara Hukum, dimana manusia atau warga negara mempunyai hak-hak utama dan mendasar

yang wajib dilindungi oleh pemerintah (Santoso, 2016).

Meriam Budiarjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik menyatakan bahwa: “ Hak Asasi

Manusia adalah hak yang harus dimiliki setiap manusia yang telah diperoleh dan dibawanya

bersama dengan kelahirannya didalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu

dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama , kelamin dan arena yang bersifat

universal. (Santoso, 2016).

Leach Levin seorang aktivis hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemukakan

bahwa konsep hak asasi manusia ada dua pengertian dasar : Pertama ialah bahwa hak asasi

manusia tidak bisa dipisahkan dan dicabut adalah hak manusia karena mereka seorang manusia

yang memiliki hak sesuai aturan pemerintah. Kedua ialah hak asasi manusia menurut hukum

yang dibuat melalui proses pembentukan hukum dari masyarakt itu sendiri agar mempunyai hak

di dalam bermasyarakat. Dasar dari hak-hak adalah persetujuan dari yang diperintahkan yaitu

persetujuan dari negara (Santoso, 2016).

John Locke yang dikenal sebagai bapak hak asasi manusia dalam bukunya yang berjudul

“Two Treatises On Civil Government“ menyatakan tujuan negara ialah untuk melindungi hak
asasi manusia setiap warga negaranya. Manusia sebelum hidup bernegara atau dalam keadaan

alamiah telah hidup dengan damai dan dengan hak asasi yang telah dimilikinya masing-masing.

Dalam HAM terdapat dua prinsip penting yang melatarbelakangi konsep HAM itu sendiri

yaitu prinsip kebebasan dan persamaan, di mana dua hal tersebut adalah dasar yang Prinsip

kebebasan yang sebesar-besarnya bagi setiap orang.

a. Prinsip ini mencakup kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik, kebebasan

berbicara, kebebasan pers, kebebasan memeluk agama, kebebasan menjadi diri sendiri,

kebebasan dari penagkapan dan penahanan yang sewenang-wenang dan hak untuk

mempertahankan milik pribadi. Pada dasarnya tidak ada hak yang dapat dilaksanakan

secara mutlak tanpa memperhatikan hak-hak yang dimiliki orang lain harus dimiliki hak

asasi manusia.

b. Prinsip Perbedaan, inti dari prinsip ini adalah perbedaan sosial ekonomi harus diatur agar

memberikan kemanfaatan yang besar bagi mereka yang merasa kurang diuntungkan.

Semua warga wajib mendapatkan hak yang sama tanpa ada perbedaan. Agar masyarakat

hidup sejahtera tanda ada benturan hak satu sama lain.

c. Prinsip Persamaan yang adil atas kesempatan. Inti dari prinsip ini adalah bahwa

ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga membuka

kesempatan bagi setiap masyarakat di bawah kondisi persamaan kesempatan (Santoso,

2016).

LGBT adalah sebuah penyimpangan dari kodrat dan fitrah manusia. Manusia sejatinya

diciptakan dalam dua jenis berpasangan yaitu laki-laki dan perempuan, bukan sesama jenis.

Konsepsi itu jelas dianut oleh UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Perkawinan menurut

pasal 1 undang-undang tersebut hanya antara pria dan wanita. Dengan begitu pertentangan

perkawinan sejenis melanggar hukum yang sudah ditentukan (Santoso, 2016).

Selain itu, kasus LGBT telah dibahas dalam Undang-Undang No.44 tahun 1999 dan Undang-

Undang No. 18 tahun 2001 yang di dalamnya terdapat Qanun (peraturan daerah) No. 10/2002

tentang pengadilan syariat Islam untuk pertama kalinya memperluas jangkauan wewenang

hukum pengadilan agama hingga di luar hukum keluarga dan warisan termasuk transaksi
ekonomi (muamalat) yang sebelumnya tidak termasuk dalam yuridiksi pengadilan agama, dan

juga kasus-kasus pidana (jinayat). Pelanggaran pidana (jinayat) adalah pelanggaran yang

ditetapkan hukumnya dalam Al-quran yang meliputi zina, tuduhan palsu tentang berzina,

mencuri, merampok, mengonsumsi minuman keras, gay, lesbian, pemerkosaan, pedofilia,

kemurtadan dan pemberontakan (Dinas Syariat Islam, 2001).

Tuntutan LGBT terhadap pemenuhan hak asasi manusia tentunya harus disesuaikan dengan

nilai-nilai dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Menurut pandangan Charles W.

Socarides MD bahwa gay bukan bawaan sejak lahir (genetik). Seseorang menjadi gay karena

wawasan dan pikiran secara sadar dengan kata lain menjadi gay dipelajari secara sadar oleh

seseorang tersebut. Pengaruh biologis tidak begitu dominan karena nampaknya faktor psikososial

atau masa perkembangan yang dialami anak sejak lahir akan sangat berpengaruh terhadap

perkembangan ke depannya hingga anak dewasa nantI (Santoso, 2016).

5. Sejarah LGBT

Sejarah perkembangan pandangan masyarakat terhadap LGBT berawal dari perspektif

Socarides yang menceritakan bagaimana sejarahnya LGBT di Amerika tahun 1952 yang juga

sedang marak diperbincangkan. Charles W Socarides MD adalah seorang psikiater dan

psikoanalisis di Amerika yang meneliti tentangkaum LGBT. Socariades beranggapan bahwa gay

itu bukan bawaan dari lahir melainkan dari kenginginan dari dalam diri mereka sendiri dan sadar

dilakukan.

Awalnya pada tahun 1952 Diagnostic and Statistical Manual (DSM) menyatakan kaum

homoseksual sebagai gangguan kepribadian sosiopat. Kemudian pada tahun 1968 kaum

homoseksual dinyatakan sebagai penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual adalah sebuah

tindakan yang tidak wajar dan dilakukan dengan sadar oleh pelakunya. Setelah itu, pada tahun

1973 homoseksual dinyatakan sebagai penyakit mental. Namun setelah tahun 1973 melalui

American Psychiatric Association kaum homoseksual dinyatakan bukan penyakit mental.


Faktanya faktor penyebab mengapa American Psychiatric Association menghapus

pernyataannya pada kaum homoseksual sebagai penyakit mental adalah banyaknya aktivis gay

yang memprotes konvensi American Psychiatric Association di Fransisco. Kemudian American

Psychiatric Association semakin tidak nyaman dan akhirnya American Psychiatric Association

memutuskan homoseksual adalah normal.

Di Indonesia sendiri LGBT tidak diterima dengan baik oleh masyarakat maupun pemerintah

karena dianggap menyalahi aturan dan norma-norma hukum yang sudah ada. Di dalam agama

LGBT sangat ditentang karena tidak sesuai kodrat manusia yang mana manusia seharusnya

menyukai dan menjalin hubungan perkawinan dengan lawan jenis bukan dengan sesama jenis

(Santoso, 2016).

6. Dampak perilaku LGBT pada individu

a. Merusak tatanan norma dan nilai dalam masyarakat

Jika LGBT diperbolehkan di Indonesia maka akan merusak tatanan norma dan nilai yang

sudah dibuat dan dikehendaki oleh masyarakat. Selain itu Indonesia merupakan negara

Ketuhanan dimana tidak ada satu ajaran agama manapun yang memperbolehkan

seseorang menjalin hubungan sesame jenis.

b. Timbulnya berbagai penyakit kelamin yang menular

Pergaulan bebas sesama jenis dapat menyebabkan berbagai penyakit kelamin menular

yang berbahaya. WHO menjelaskan bahwa kaum gay dan transgender lebih beresiko

terkena penyakit kelamin menular.

c. Punahnya manusia karena tidak bisa melanjutkan keturunan

Menurut konsep biologi, perkawinan merupakan proses terjadinya pertemuan antara sel

sperma dan sel telur, sehingga jika dilakukan perkawinan sejenis tidak akan bisa

melanjutkan keturunan (Wawan Setiawan, 2017).


7. Dampak negatif LGBT

Dampak negatif dari fenomena LGBT tidak hanya ditinjau dari sisi kesehatan atau pribadi

seseorang saja, bahkan juga mengikis dan menggugat keharmonisan hidup bermasyarakat. Dari

sudut sosiologi pula, ia akan menyebabkan peningkatan gejala sosial dan maksiat hingga tidak

dapat dikendalikan. Mereka akan semakin melakukan hal-hal yang menurutnya bisa membuat

senang tetapi tidak baik menurut masyarakat sekitarnya. Jika dilihat dari sisi psikologi, kebiasaan

jelek ini akan mempengaruhi kejiwaan dan memberi efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai

akibatnya pelaku merasa dirinya bukan lelaki maupun perempuan sejati. Sebagai pelaku mereka

sangat merasa nyaman dengan keadaan tersebut bahkan akan sulit untuk menyadarkannya.

Mereka juga akan merasa khawatir terhadap identitas diri dan seksualitasnya. Pelaku merasa

cenderung dengan orang yang sejenis dengannya dan akan merasa risih jika bersama dengan

orang lain yang bukan pasangannya. Hal ini juga bisa memberikan efek terhadap akal

menyebabkan pelakunya menjadi pemurung. Seorang homoseks selalu merasa tidak puas dengan

pelampiasan hawa nafsunya (Koentjoro, 2011).

8. LGBT dalam pandangan Islam

Pada dasarnya secara fitrah manusia diciptakan oleh Allah swt berikut dengan dorongan

jasmani dan nalurinya. Salah satu dorongan nalurinya adalah naluri melestarikan keturunan yang

didorong dengan hubungan antara lawan jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Perkawinan dalam

Islam hanya boleh dilakukan dengan adanya mempelai pria dan wanita. Ketentuan hukum ini

dianggap sebagai ketentuan yang ma’lumun min ad-din bi ad-dharurat (kesepakatan bersama)

( BKKBN, 2011).

9. Penyebab LGBT

Dalam ilmu psikologi penyebab LGBT ada 2:

a. Trauma masa kecil


Ketika kecil pernah menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual. Biasanya perilaku-

perilaku dilakukan oleh keluarga dekatnya sendiri sehingga individu tersebut merasa

trauma berat. Maka bisa mempengaruhi pola piker dan orientasi seksual ketika dewasa.

b. Menjadi gay karena pelarian

Lari dari suatu masalah, misalnya laki-laki pernah ditolak 7 kali oleh perempuan atau

putus dengan kekasih yang sangat dicintainya yang mengakibatkan rasa trauma yang

mendalam. Ketika ia menjadi gay perlahan-lahan ia merasa nyaman dan akhirnya ia

memutuskan menjadi gay (Wawan Setiawan, 2017).

10.Pergerakan atau misi LGBT

Tujuan dasar dari gerakan LGBT adalah melakukan perubahan tatanan, sosial, budaya,

politik, hukum dan ekonomi yang mendiskriminasi bahkan sebagai alat legitimasi

dilanggengkannya kekerasan terhadap kelompok homoseksual, baik kekerasan fisik, verbal dan

psikologis. Kelompok LGBT merasa dipojokkan oleh masyarakat karena masyarakat tidak

menyetujui jika kelompok LGBT dilegalkan ataupun berbaur lebih banyak karena akan

membawa dampak buruk bagi yang melihatnya (Muttaqin, 2011).

Pelarangan adanya kelompok homoseksual di luar aspek hukum di atas dimasukkan juga

dalam aspek lain seperti agama melalui kitab suci seperti kisah Sodom dan Gomora (Kristen),

Nabi Luth (Islam). Aspek politik dapat kita lihat ketika Dede Oetomo dan Yulianus Rottoblaus

ditolak untuk mencalonkan diri menduduki jabatan sebagai Komisioner Komnas HAM di

Indonesia, karena kedua orang ini memiliki preferensi seksual dan identitas seksual yang

berbeda.

11.Teori-teori terkait LGBT

Dalam Kalat (2010) ada beberapa teori yang menjelaskan alasan individu menjadi

homoseksual yaitu :
a. Teori Biologis yang menyatakan adanya faktor genetik dan faktor hormon yang

mempengaruhi proses biologis dalam diri individu homoseksual.

b. Teori Psikoanalisis menyatakan bahwa pada keadaan resolusi yang tidak tepat maka

perkembangan moral tertahan pada tahap yang belum matang sehingga menyebabkan

homoseksualitas pada orang dewasa.

c. Teori Belajar mengemukakan bahwa reward dan punishment dapat membentuk perilaku

individu terhadap kecenderungan orientasi seksualnya.

d. Teori Perilaku merupakan fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik

individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat dan kepribadian. Faktor

lingkungan mempunyai kekuatan besar dalam menentukan perilaku.

C. Makna Hidup pada Mahasiswa LGBT

Menurut Badrunnisa ketua PPKB Kota Banda Aceh, media sosial menjadi tempat empuk

kelompok LGBT mencari anggota baru. Karena selain sulit terdeteksi oleh penegak hukum, aman

dan banyak target yang bisa diajak. Selain itu, kelompok LGBT ini tidak mengenal status sosial,

pendidikan, ekonomi maupun lainnya. Fenomena LGBT ini bisa saja terlibat berbagai lapisan

masyarakat. Fakta yang mengejutkan lainnya bahwa mayoritas dari anggota LGBT tersebut adalah

mahasiswa dan selebihnya pelajar sekolah serta profesi lainnya. Pada tahun 2003, kasus

homoseksual di kalangan pelajar Bandung sudah sangat tinggi. Bahkan 21 persen siswa SLTP dan

35 persen siswa SMU disinyalir melakukan perbuatan homoseksual (Asmani, 2009).

Sebuah studi menggambarkan masyarakat di Indonesia masih melakukan tindakan

diskriminatif terhadap LGBT, terutama dari golongan kelas menengah kebawah dan yang

kebanyakan beragama Islam, hal ini dikarenakan adanya norma dan ajaran-ajaran agama yang masih

berlaku di dalam masyarakat mengenai orientasi seksual dan LGBT dianggap sebagai orientasi

seksual yang menyimpang. Hal ini menunjukkan pendidikan dan tingkat religiusitas sangat

mempengaruhi penerimaan LGBT di masyarakat, mahasiswa sebagai intelektual sangat terbuka

menerima keberadaan LGBT namun ketika sampai kepada hal prinsipil yang bertentangan dengan
ajaran agama kelompok ini tetap menolak, khususnya pada orientasi seksualnya. Namun ada juga

yang merasa hal tersebut tergantung bagaimana sikap masyarakat terhadap LGBT itu sendiri, ada

masyarakat yang tidak memperdulikan keberadaan mereka karena sudah terbiasa dan ada juga

masyarakat yang memang peduli terhadap keberadaan LGBT, maka biasanya mereka akan dirangkul

dan diajak untuk menjadi bagian di dalam masyarakat.

Penerimaan masyarakat terhadap keberadaan LGBT di berbagai setting lingkungan masih

dibayangi dengan stigma, seperti menjadi bahan omongan, kekhawatiran akan muncul pelecehan

seksual, dan ketakutan dari dalam masyarakat terhadap keberadaan mereka.Pengalaman masyarakat

melaporkan ada LGBT yang kerap terlibat tindakan tidak menyenangkan, seperti tindakan asusila di

kendaraan umum dan premanisme yang muncul dari kelompok Transgender ketika mereka sedang

mengamen, dan pemberitaan mengenai perilaku asusila oleh kelompok penyuka sejenis yang

menyasar anak kecil menambah trauma bagi banyak orang. (Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak, 2015).

Mengingat banyaknya diskriminasi yang menyerang kaum LGBT termasuk pada mahasiswa,

maka tentu berpengaruh pada kebermaknaan hidup yang mereka miliki. Kaum LGBT juga

mendambakan suatu kehidupan yang bermakna dan bahagia atas eksistensinya yaitu dengan cara

mendapatkan penerimaan yang baik dari lingkungan sosialnya (Sidiq, et al., 2013).

D. Pertanyaan Penelitian

- Bagaimana makna hidup pada mahasiswa LGBT

- Apa saja faktor-faktor dalam pemaknaan hidup pada mahasiswa LGBT


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah makna hidup. Makna hidup merupakan segala hal yang

dirasa berharga dan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi seseorang individu serta menjadi

tujuan hidup untuk dipenuhi dan dicapai. Bila tujuan hidup tersebut tercapai dan sukses untuk

dipenuhi maka akan menyebabkan seseorang mengalami dan merasakan hidupnya berarti sehingga

akan menghantarkan pada rasa senang dan bahagia (Bastaman 2007). Arti makna hidup merupakan

manfaat besar dan kebijakan yang terkandung dalam berbagai pengalaman dan peristiwa hidup, baik

yang membahagiakan maupun yang tidak membahagiakan, sehingga sering disamakan juga dengan

nilai atau hikmah kehidupan (Bastaman, 2007).

B. Desain Penelitian

Penelitian tentang makna hidup pada mahasiswa LGBT di Universitas Syiah Kuala

menggunakan metodologi penelitian kualitatif bersamaan dengan pendekatan fenomenologis. Ketika

datang ke fenomenologi, perhatian terutama pada gagasan fenomena tertentu, dan bentuk studinya

adalah untuk meninjau dan memahami makna pengalaman yang terkait dengan fenomena tertentu.

(Denzin & Lincoln, 2009).

Penelitian kualitatif adalah sarana untuk menemukan masalah dalam kehidupan pemerintah,

swasta, dan organisasi masyarakat, serta dalam kehidupan para pria dan wanita muda dan di bidang

olahraga dan seni dan budaya, untuk dimanfaatkan sebagai a Kebijakan yang akan

diimplementasikan untuk kebaikan bersama (Ghozali, 2015).

Peneliti menggunakan rancangan teknik kualitatif dengan model fenomenologis untuk

menggambarkan makna kehidupan seorang transgender, yang ditemukan efektif. Alasan peneliti

menggunakan model rancangan fenomenologi karena ingin mendapatkan pemahaman terkait

bagaimana subjek penelitian melewati dan bagaimana subjek memahami dan menghayati fenomena
tersebut di dalam kehidupannya. Penjelasan tentang makna hidup didasarkan pada hasil

pengambilan data di lapangan, yang dicapai dengan wawancara, mengamati, dan

mendokumentasikan. Setelah itu, data dievaluasi menggunakan analisis data kualitatif interpretatif

untuk memahaminya.

C. Responden Penelitian

Subjek penelitian atau peserta dalam penelitian ini adalah mahasiswa LGBT di Universitas

Syiah Kuala. Memilih informan untuk penelitian fenomenologis tergantung pada kemampuannya

yang akan dipertanyakan untuk mengekspresikan pengalaman hidupnya dan ketersediaan informan

di lapangan. Creswell (1998) persyaratan informan yang baik adalah: “...all individuals studied

represent people who have experienced the phenomenon”. Creswell mencatat bahwa dalam

penelitian subjek penelitian dapat ditentukan untuk mewakili kelompok individu yang dianggap

relevan dalam penelitian ini, dan bahwa ini dapat dilakukan dalam penelitian penelitian subjek

penelitian. Informan penelitian harus dipilih karena individu dapat menjelaskan dan menguraikan

kembali setiap kejadian yang secara pribadi diamati dan dialami. Dalam penelitian fenomenologis,

jumlah yang dimaksud setidaknya 5 peserta. Pendapat itu sesuai dengan Pongkinghorne (1989)

dalam Creswell (2015) yang menyatakan bahwa dalam sebuah penelitian fenomenologi setidaknya

wawancara itu bisa dilakukan maksimal pada 25 orang responden.

Berikut ini adalah kriteria subjek dalam penelitian ini: . Informan harus mengalami langsung

situasi atau kejadian yang berkaitan dengan subjek penelitian.

a. Informan harus mengalami langsung situasi atau kejadian yang berkaitan dengan subjek

penelitian.

b. Informan mampu menggambarkan kembali fenomena yang telah dialaminya.

c. Bersedia untuk terlibat dalam kegiatan penelitian yang mungkin membutuhkan waktu yang

lama.

d. Bersedia untuk diwawancara dan direkam aktivitasnya selama wawancara atau selama

penelitian berlangsung.
e. Memberikan persetujuan untuk mempublikasikan hasil penelitian.

f. Informan berusia 18 tahun sampai 25 tahun

g. Berkuliah di Universitas Syiah Kuala

Agar subjek atau orang sumber daya dapat memasok informasi yang sah, subjek atau sumber

daya tersebut direkrut melalui penggunaan pendekatan tertentu. Dalam penelitian ini, subjek atau

sumber daya dipilih dengan tujuan tertentu, subjek atau pembicara dipilih berdasarkan kritik

terhadap kritik khas tertentu. (Sugiyono, 2015). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik nonprobability sampling

D. Lokasi Penelitian

Tempat dilakukannya penelitian yaitu di Sanggar Seni Universitas Syiah Kuala. Alasan

mengapa dipilihnya tempat tersebut karena menurut hasil observasi awal peneliti dan penuturan

informan , terdapat mahasiswa gay yang yang ada di tempat tersebut dan merupakan universitas

yang menganut syariat Islam sehingga peneliti tertarik untuk menggali makna hidup mahasiswa

LGBT yang berkuliah di kampus tersebut.

E. Metode Pengumpulan Data

Wawancara, observasi, penelitian literatur, dan studi dokumentasi semua dipekerjakan dalam

penelitian ini untuk mengumpulkan informasi. Sebagai contoh bagaimana menjelaskan prosedur

pengumpulan data studi, pertimbangkan hal berikut:

1. Wawancara

Wawancara dilakukan karena pewawancara ingin mengumpulkan informasi spesifik.

Wawancara sering dilakukan dalam bentuk pertukaran tanya jawab. Dalam penelitian kualitatif,

wawancara yang dilakukan oleh para peneliti dimaksudkan untuk memperoleh informasi subjektif

yang dirasakan oleh orang-orang yang relevan dengan subjek yang sedang diselidiki dan untuk

menganalisis masalah saat ini di bidang investigasi (Poerwandari, 2009).


Ketika melakukan wawancara, peneliti mengikuti prinsip-prinsip wawancara yang khas untuk

mendapatkan informasi sebanyak mungkin. Ada banyak konsistensi dalam pedoman wawancara

yang dipekerjakan oleh para peneliti dalam proses wawancara. Pedoman wawancara hanya

mencakup kekhawatiran yang diperlukan untuk penelitian dan tidak mengurutkan pertanyaan yang

harus diperiksa oleh para peneliti. Dalam metode wawancara ini, aturan umum semata-mata

dimanfaatkan oleh para peneliti untuk berfungsi sebagai pengingat fitur yang akan ditanggung dan

untuk memastikan bahwa aspek telah diajukan kepada para responden (Poerwandari, 2009).

Panduan wawancara disusun berdasarkan teori yang digunakan. Proses pencapaian makna hidup

melalui beberapa aspek-aspek makna hidup yang ada, yaitu :

Tabel 3.1 Panduan Wawancara

No Aspek Definisi Indikator Pertanyaan

1 Bentuk Kebermaknaan Hidup

Nilai Kreatif Tanggungan pekerjaan yang Tanggungan 1. Apa saja aktivitas

menjadikan seseorang dapat pekerjaan yang sehari-hari yang anda

mengaktualisasi dapat lakukan?

kemampuan- mengaktualisasi 2. Apa tantangan anda

kemampuannya sebagai kemampuan- sebagai mahasiswa

suatu hal yang bernilai bagi kemampuan LGBT?

dirinya, maupun orang lain 3. Bagaimana anda

bahkan kepada Tuhan. menghadapi tantangan

dan cobaan sebagai

mahasiswa LGBT?

Nilai Nilai penghayatan adalah Menerima apa 1. Adakah penghayatan

Penghayatan dengan menerima apa adanya dengan yang anda lakukan

adanya dengan penuh penuh dalam menjalani

penghayatan dan pemaknaan penghayatan dan


yang mendalam pemaknaan yang kehidupan sehari-hari?

mendalam 2. Adakah penghayatan

yang anda lakukan

ketika menghadapi

suatu cobaan dalam

hidup?

3. Bagaimana anda

menghayati suatu

cobaan maupun

kesulitan dalam

menjalani kehidupan

sehari-hari?

4. Bagaimana anda

memaknai semua

kejadian yang terjadi

dalam hidup?

Nilai Bersikap Pengalaman penderitaan Penyikapan 1. Bagaimana anda

seseorang individu, dapat terhadap apa menyikapi semua

memberikan pemaknaan yang terjadI kejadian dalam hidup?

dalam hidup untuk dirinya 2. Bagaimana anda

bila dapat menyikapinya menghadapi

dengan baik pengalaman-

pengalaman sulit

dalam hidup?

Nilai Nilai pengharapan dicitrakan Percaya akan 1. Apa yang selama ini

Pengharapan dengan kepercayaan akan adanya menjadi harapan anda

adanya perubahan lebih baik perubahan lebih dalam menjalani

dimasa yang akan datang baik dimasa yang


akan datang kehidupan?

2. Bagaimana kontribusi

harapan tersebut dalam

kebermaknaan hidup

anda?

2 Faktor yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup

Faktor Internal Diartikan sebagai seluruh Sikap dan sifat 1. Apa saja faktor dalam

(Kualitas- kapasitas yang ada pada diri yang hanya diri yang mendukung

kualitas manusia. Kapasitas yang melekat pada anda dalam

insani) dimaksud berupa konsis, pribadi menemukan

sikap, dan sifat yang hanya kebermaknaan hidup?

melekat pada pribadi 2. Apa saja faktor dalam

manusia dan tidak terdapat diri yang menghambat

pada makhluk lain subjek dalam

menemukan

kebermaknaan hidup?

Faktor Diartikan sebagai hubungan Keterbukaan dan 1. Adakah pengaruh

Eksternal yang akrab antara individu keakraban serta lingkungan bagi hidup

(Encounter) yaitu seorang individu kesediaan dan anda?

dengan individu lainnya sikap untuk 2. Bagaimana lingkungan

saling menerima, mempengaruhi

memahami, dan kehidupan anda?

menghargai 3. Bagaimana hubungan

secara mutlak anda dengan

antara individu lingkungan sekitar?

satu dengan

individu yang
lainnya.

2. Observasi

Pengamatan memungkinkan para peneliti untuk melihat kejadian sebagai subjek terlihat untuk

merasakannya, menangkap dan merasakan fenomena sesuai dengan arti subjek dan item yang

diteliti, dan membuat kesimpulan tentang fenomena tersebut. Pengamatan dapat dilakukan dengan

pengetahuan tentang subjek penelitian atau tanpa sepengetahuan subjek penelitian. Selama kegiatan

ini, para peneliti belajar dari informan dan orang-orang yang telah dipelajari agar lebih memahami

pola, norma, dan makna perilaku yang telah individu saksikan. Sebagai konsekuensinya, para

peneliti akan memiliki waktu yang lebih mudah untuk mengontrak hasil penelitian.

Menurut Poerwandari (2009) observasi adalah tindakan memahami atau memperhatikan

sesuatu dan mencatat atau mendokumentasikan kejadian atau barang yang telah diperhatikan.

Pendekatan dengan subjek penelitian dilakukan terlebih dahulu, untuk membangun rasa keakraban

antara para peneliti dan subjek penelitian, sebelum setiap pengamatan dapat dilakukan. Penelitian ini

menggunakan teknik yang dikenal sebagai observasi non-partisipan, di mana para peneliti tidak ikut

serta dalam kegiatan yang para peserta terlibat, tetapi mengamatinya dari sela-sela sepanjang

wawancara. Tujuan pengamatan adalah untuk menjelaskan pengaturan yang sedang

dipertimbangkan, tindakan yang terjadi di dalamnya, individu-individu yang terlibat, dan pentingnya

terjadinya seperti yang terlihat dari perspektif orang yang terlibat dalam insiden yang

dipertimbangkan.

Adapun aspek-aspek yang menjadi fokus observasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penampilan fisik subjek

b. Perilaku subjek ketika diwawancarai

c. Perilaku subjek ketika berinteraksi atau bersosialisasi dengan orang lain


3. Dokumentasi

Dokumen dipandang sebagai catatan / gambar tertulis yang telah disimpan mengenai apa pun

yang telah terjadi pada masa lalu. Fakta dan data dilestarikan dalam berbagai bahan dalam bentuk

dokumentasi, yang disebut sebagai dokumentasi. Mayoritas informasi yang diberikan adalah dalam

bentuk foto, buku harian, biografi, gambar, dan jenis data yang direkam lainnya.

Pendekatan dokumentasi, menurut Arikunto (2006) adalah proses menemukan informasi

tentang objek atau variabel dalam bentuk catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

menit pertemuan, agenda, dan sebagainya. Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan

informasi yang diperoleh dari arsip, foto, dan dokumen lainnya, baik di dalam maupun di luar

lembaga, yang relevan dengan penelitian. Pada penelitian ini menggunakan dokumen foto sebagai

pendukung data penelitian.

F. Analisis Data

Mencari dan mengatur data secara sistematis diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan

dokumentasi dengan mengatur data dalam kategori, menguraikan ke dalam unit, melakukan sintesis,

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan menarik

kesimpulannya mudah dipahami oleh dirinya sendiri dan orang lain adalah proses analisis data

sebagai alternatif, analisis data dapat didefinisikan sebagai tindakan mengevaluasi informasi yang

disajikan dalam bentuk teks dan visual (Creswell, 2010). Tiga (3) fase terlibat dalam analisis data

kualitatif menggunakan model interaktif.

Pengurangan data adalah langkah pertama, dan itu melibatkan merangkum dan memilih

informasi yang paling signifikan, serta mencari tema dan pola. Penting untuk mengurangi jumlah

data yang dikumpulkan setelah menerimanya dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan

pada informan dari anggota kelompok laki-laki transgender di Semarang. Kedua, tampilan data

dalam analisis data interaktif adalah penting. Data yang menjadi akumulasi secara progresif tidak

akan dapat menawarkan gambaran yang komprehensif. Akibatnya, perlu untuk menampilkan data.

Menggambar Kesimpulan dari data model interaktif adalah tahap akhir dalam proses analisis data
(verifikasi). Setelah data dianalisis dalam fase pertama dan kedua, peneliti akan berusaha untuk

memperoleh kesimpulan dari data (Sugiyono, 2009). Informasi lebih lanjut tentang teknik analisis

data dapat ditemukan di grafik berikut.

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan

Gambar 3.1 Proses Alur Kegiatan Analisis Data (Creswell, 2010)

Di antara hal-hal yang dapat dicapai dengan analisis kualitatif adalah: memeriksa proses

mengambil suatu peristiwa dan mendapatkan citra komprehensif dari acara tersebut, dan menilai

makna di balik infrikasi, data, dan proses peristiwa dalam bukunya, penyelidikan kualitatif dan

Desain Penelitian: Memilih di antara lima tradisi, Creswell menjelaskan bahwa pendekatan analisis

data dan representasi data untuk penelitian fenomenologis sedikit berbeda dari untuk jenis penelitian

lainnya. Metode fenomenologi, Moustakas (1994) dalam Creswell (2015) menggambarkan

bagaimana metodologi analitik yang terorganisir dan khusus dikembangkan, yang meliputi:

a. Menjelaskan bagaimana Anda memiliki pengalaman langsung dengan masalah yang

sedang diselidiki. Para peneliti memulai dengan penjelasan terperinci tentang pertemuan

peneliti sendiri dengan acara tersebut. Ini adalah upaya untuk menghapus pengalaman

pribadi para peneliti dari diskusi (yang tidak dapat dilakukan sepenuhnya) sehingga

diskusi dapat difokuskan pada partisipasi peserta dalam penelitian ini.


b. Membuat daftar pernyataan penting. Pernyataan tentang bagaimana individu yang

mengalami subjek ditemukan (dalam wawancara atau sumber data lainnya), dan

pernyataan penting ini dicatat (horizontalisasi data). Setiap pernyataan dianggap memiliki

nilai yang sama, dan peneliti bekerja untuk mengkompilasi daftar pernyataan yang tidak

berulang yang tidak tumpang tindih. Pada tahap ini dilakukan dengan cara

mendeskripsikan pengalaman individu. Pengalaman individu yang dideskripsikan tidak

hanya meliputi pengalaman dari para partisipan tetapi juga pengalaman dari diri peneliti

sendiri. Deskripsi dari pengalaman peneliti akan dijelaskan dalam refleksi peneliti. Proses

selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yaitu melakukan transkrip wawancara. Transkrip

wawancara dilakukan untuk dapat memperoleh data yang lebih tekstural.

c. Ambil pernyataan penting dan mengintegrasikannya dengan informasi lain ke dalam unit

informasi yang lebih besar yang dikenal sebagai "unit makna" atau "tema".

d. Buat deskripsi "Apakah" seperti yang dipersepsikan oleh mereka yang terpapar fenomena.

Ini disebut sebagai "Akun Tekstur" dari apa yang terjadi selama pengalaman, dan itu

termasuk instance Verbatim. Pada tahap ini peneliti memfokuskan pada pengalaman apa

yang didapatkan oleh partisipan. Proses deskripsi tekstural yaitu dengan cara peneliti

menceritakan pengalaman-pengalaman apa yang telah partisipan dapatkan.

e. Tulis deskripsi "bagaimana" acara berlangsung. Ketika peneliti menganalisis latar

belakang dan lingkungan di mana fenomena diamati, ini disebut sebagai "deskripsi

struktural". Pada tahap ini, peneliti mendeskripsikan pengalaman multikultural yang di

miliki atau diperoleh siswa. Proses deskripsi pengalaman pada tahap ini dapat dilihat

perdasarkan setting, yaitu meliputi waktu (kapan) dan tempat (dimana) pengalaman

tersebut berlangsung. Pada tahap ini, peneliti melakukan analisi tentang bagaimana makna

multikultural menurut partisipan.

f. Menulis dekripsi fenomena yang terpadu dengan memasukkan deskripsi tekstur dan

struktural dalam dekripsi. Bagian ini menangkap "esensi" dari pengalaman dan

mencontohkan komponen paling signifikan dari penelitian fenomenologis. Ini sering

disajikan dalam bentuk paragraf yang panjang yang menginformasikan pembaca pada
"apa" peserta dalam fenomena yang telah dialami serta "bagaimana" mereka telah

mengalaminya (konteksnya) mendefinisikan formal formal formal formal (Creswell, 2015)

G. Keterpercayaan Penelitian

Untuk memperkuat kesahihan data hasil temuan dan keotentikan penelitian, maka peneliti

mengacu kepada penggunaan standar keabsahan data yang terdiri dari: Credibility, transperability,

dependability dan comfirmability.

1. Keterpercayaan. Keterpercayaan (credibility) yaitu menjaga keterpercayaan penelitian dengan

cara:

a. Melakukan pendekatan persuasif dengan Ketua Sanggar Seni USK, sehingga

pengumpulan data dan informasi tentang semua asfek diperlukan dalam penelitian ini

akan diperoleh secara sempurna,

b. Ketekunan pengamatan (persistent observation), karena informasi dan aktor-aktor itu

perlu ditanya secara silang untuk memperoleh informasi yang sahih,

c. Melakukan triangulasi (triangulation), yaitu teknik penelitian keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan terhadap data

yang ada. Moleong mengatakan bahwa penelitian yang menggnakan teknik trianggulasi

dalam pemeriksaan melalui sumber, artinya membandingkan atau mengecek balik derajat

kepercayaan suau informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda, yaitu

dengan:

1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data wawancara Ketua Sanggar

Seni USK,

2) membandingkan hasil wawancara dengan Ketua Sanggar Seni USK terhadap hasil isi

dokumen yang berkaitan,

3) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang lain, dan


4) membandingkan apa yang dikatakan oleh seseorang di depan umum dengan apayang

dikatakannya secara pribadi.

2. Dapat ditransfer (transferability). Pembaca laporan penelitian ini diharapkan mendapatkan

gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan komunikasi organisasi di Sanggar Seni USK

dapat diaplikasikan atau diberlakukan kepada konteks atau situasi lain yang sejenis.

3. Keterikatan (defendability). Dalam penelitian pelaksanaan komunikasi organisasi di Sanggar

Seni USK peneliti mengusahakan konsistensi dalam keseluruhan proses penelitian ini agar

dapat memenuhi persyaratan yang berlaku. Semua aktivitas penelitian harus ditinjau ulang

terhadap data yang diperoleh dengan memperhatikan konsistensi dan dapat dipertanggung

jawabkan.

4. Kepastian atau dapat dikonfirmasikan (comfirmability). Data harus dapat dipastikan

keterpercayaannya atau diakui oleh banyak orang (objektivitas) sehinga kualitas data dapat

dipertanggung jawabkan sesuai fokus penelitian yang dilakukan.


Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktik (Ed. Rev. V). Rineka

Cipta. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=217760

Badan Pengembangan Bahasa dan Pembukuan Kemendikbud. (2016). Kamus Besar Bahasa

Indonesia V (Aplikasi Android). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Bastaman, H. (1996). Meraih Hidup bermakna: Kisah Pribadi Dengan Pengalaman Tragis.

Jakarta: Paramadina.

Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi (Psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih

hidup Bermakna).Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Creswell, J.W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among Five Tradition

(3rd ed.). Sage Publications.

Creswell, J.W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed (edisi 4).

Pustaka Pelajar

Creswell, John W. (2015). Penelitian kualitatif & desain riset : memilih diantara lima pendekatan

(Qualitative inquiry & research design : choosing among five approaches) (A. L. Lazuardi & S. Z.

Qudsy (ed.); edisi 3). Pustaka Pelajar. https://opac.perpusnas.go.id/-DetailOpac.aspx?- id=939481

Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2009). Handbook of Qualitative Research. Terj. Dariyatno dkk.

Pustaka Pelajar.

Dewi, A. S., & Tobing, D. H. (2014). Kebermaknaan Hidup Pada Anak Pidana di Bali. Jurnal

Psikologi Udayana. Universitas Udayana Bali: Vol. 1, No. 2, 322-334. Diakses

pada 23 Maret 2023 dari http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=


1586098&val=4934&title=Kebermaknaan%20Hidup%20pada%20Anak%20Pidana%

20di%20Bali

Dyanita, A. (2010). Kontribusi Kebermaknaan Hidup Bagi Sikap Individu Terhadap Kematian.

Jurnal bimbingan Konseling Islam: Kuddus Jawa Tengah. Vol, 5.

Ghozali, I. (2015). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 23 (Cet. VIII).

Badan Penerbit Universitas Diponegoro. https://scholar.google. co.id/citations?user=

K8g3CywAAAAJ&hl=id

Hamdi, I. (2017). Hasil survei, orang Indonesia paling intoleran dengan LGBT. Tempo Online.

Diakses pada 26 Maret 2023 dari https://nasional.tempo.co/read/news/2017/

02/17/173847431/hasil-survei-orang-indonesia-paling-intoleran-dengan-lgbt.

Kamal, L. S. (2021). Kebermaknaan Hidup Penyandang Tunanerta: Studi Kasus pada Seorang

Penyandang Tunanetra di Penujuk Toro Desa Penujuk Kecamatan Praya Barat Lombok

Tengah [Skripsi Sarjana, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim].

http://etheses.uin-malang.ac.id/27375/3/17410058.pdf

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, (2015). Laporan Kajian

Pandangan Mahasiswa terhadap Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di

Jakarta, Bogor, Depok Dan Tangerang.

Nugroho, S. C., Siswati, M. S., & Sakti, H. (2010). Pengambilan keputusan menjadi

homoseksual pada laki-laki usia dewasa awal [Unpublished Undergraduate Thesis.

Universitas Diponegoro]. Diakses pada 26 Maret 2023 dari https://core.ac.uk/downlo

ad/pdf/11711398.pdf

Poerwandari, K. E. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia (2017

ed.). LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.


Pradani, F. E. (2018). Hubungan Upaya Preventif Dalam Seksual Menyimpang pada Remaja

Dengan Resiko Penyimpangan Seksual di SMK 1 Jombang [Skripsi Sarjana, STIKes Insan

Cendekia Medika Jombang].

Prasetyo, D. D., & Amri, A. (2017). Peranan UP3AI Unsyiah Dalam Mengantisipasi Pengaruh

Pemberitaan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) di Media Online Terhadap

Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 2(3).

Pratama, M., Fahmi, R., & Fadli, F. (2018). Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender: Tinjauan

Teori Psikoseksual, Psikologi Islam dan Biopsikologi. Psikis : Jurnal Psikologi Islami, 4(1), 27-

34. Diakses pada 26 Maret 2023 dari https://doi.org/https:// doi.org/10.19109/psikis.v4i1.2157

Prawira, R. (2010). Hubungan antara Makna Hidup dan Toleransi Beragama pada Jamaah

Salafy di Bekasi. [Skripsi Sarjana, UIN Syarif Hidayatullah]. Diakses pada 26 Maret 2023

dari https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/4700

Ramadhanty, K. (2019). Gay di Kalangan Mahasiswa Bandung Studi Dramaturgi (Skripsi

Sarjana, FISIP UNPAS).

Rohmawati, R. (2016). Perkawinan lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual (lgbt)

perspektif hukum islam. IAIN Tulungagung Research Collections, 4(2), 305- 326.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D – MPKK (Edisi ke 2).

Alfabeta

Sulaiman. (2007). Hubungan Sense Of Humor Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Masyarakat

Betawi. [Skripsi Sarjana, UIN Syarif Hidayatullah]. Diakses pada 28 Maret 2023 dari

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/11537/1/SUL AIMAN-PSI.pdf

Sumanto. (2006). Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup. Buletin Psikologi, 14 (2). Diakses

pada 26 Maret 2023 dari https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/7490/58 24.


Syari’at Islam dan Peradilan Pidana Di Aceh. (2006). Asian Report. Diunduh pada 26 Maret

2023 dari http://www.crisisgroup.org-/media/Files/asia/south-east-asia/indonesia/Indo

nesiantranslations/17_indonesian_s_islamic_law_criminal_justice_indonesia_version

.pdf.

Sidiq, M., Dahlia, D., & Khairani, M. (2013). Makna Hidup Pria Homoseksual di Kota Banda

Aceh: Sebuah Studi Kasus. MANASA, 2(1), 1-11.


LAMPIRAN

INSTRUMEN PANDUAN WAWANCARA

Nama : Dicky Al Ikhsan Arreisya

NPM : 2107101130053

I. Topik Wawancara :Makna Hidup Pada Mahasiswa LGBT di Universitas


Syiah Kuala

II. Tujuan Wawancara :Untuk mengeksplorasi makna hidup pada mahasiswa


LGBT di Universitas Syiah Kuala.

III. Tinjauan Teori


A. Definisi Variabel
Bastaman (2007) berpandangan bahwa makna hidup merupakan segala hal yang
dirasa berharga dan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi seseorang individu
serta menjadi tujuan hidup untuk dipenuhi dan dicapai. Bila tujuan hidup tersebut
tercapai dan sukses untuk dipenuhi maka akan menyebabkan seseorang mengalami
dan merasakan hidupnya berarti sehingga akan menghantarkan pada rasa senang dan
bahagia.

B. Aspek –Aspek Variabel


Terdapat empat nilai sebagai sumber makna hidup yang diungkapkan oleh
Bastaman. yaitu:
1) Nilai Kreatif
Untuk mendapatkan nilai kreatif bisa didapatkan dengan berbagai
macam bentuk kegiatan. Secara umum seseorang akan menderita stress bila
memiliki banyak tanggungan pekerjaan. Sebaliknya seseorang juga akan
merasakan kehampaan bahkan stress bila tidak melakukan kegiatan apapun.
Maksud dari kegiatan adalah tanggungan pekerjaan yang menjadikan
seseorang dapat mengaktualisasi kemampuan-kemampuannya sebagai suatu
hal yang bernilai bagi dirinya, maupun orang lain bahkan kepada Tuhan, dan
bukan semata-mata hanya mencari uang.
2) Nilai Penghayatan
Nilai penghayatan adalah dengan menerima apa adanya dengan penuh
penghayatan dan pemaknaan yang mendalam sehingga dapat dikatakan
berbeda dengan nilai kreatif. Realisasi penghayatan didapatkan dan dicapai
dengan menghayati dan memahami suatu kebenaran serta penghayatan
terhadap keindahan dan rasa cinta.
3) Nilai Bersikap
Nilai bersikap memiliki tingkatan lebih tinggi, ini disebabkan karena
melalui penyikapan terhadap apa yang terjadi. Manusia tetap bisa mencapai
makna hidupnya dengan penyikapan, walaupun individu menerima
lenyapnya nilai kreativitas bahkan hilangnya kesempatan untuk menerima
cinta dan kasih sayang. Menyikapi sebuah musibah yang tidak bisa dihindari
secara tepat pada seseorang dapat menghasilkan suatu kondisi yang sangat
memiliki makna. Kata lain dari uraian di atas adalah dalam pengalaman
penderitaan seseorang individu, dapat memberikan pemaknaan dalam hidup
untuk dirinya bila dapat menyikapinya dengan baik.
4) Nilai Pengharapan
Nilai pengharapan dicitrakan dengan kepercayaan akan adanya
perubahan lebih baik dimasa yang akan datang.
Bastaman menjelaskan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan

hidup seseorang yang terbagi menjadi dua faktor utama yaitu:

c. Faktor Internal (Kualitas-kualitas Insani)

Diartikan sebagai seluruh kapasitas yang ada pada diri manusia.

Kapasitas yang dimaksud berupa konsis, sikap, dan sifat yang hanya

melekat pada pribadi manusia dan tidak terdapat pada makhluk lain. Contoh

kualitas-kualitas insani yang dimaksud adalah moralitas, intelegensi,

kreativitas, transendensi diri dan kesadaran.

d. Faktor Internal (Encounter)

Diartikan sebagai hubungan yang akrab antara individu yaitu seorang

individu dengan individu lainnya. Hal ini diisyaratkan dengan penghayatan

akan keterbukaan dan keakraban serta kesediaan dan sikap untuk saling

menerima, memahami, dan menghargai secara mutlak antara individu satu

dengan individu yng lainnya.


IV. Panduan Wawancara

No Aspek Definisi Indikator Pertanyaan


1 Bentuk Kebermaknaan Hidup
Nilai Kreatif Tanggungan pekerjaan yang Tanggungan 4. Apa saja aktivitas
menjadikan seseorang dapat pekerjaan yang sehari-hari yang anda
mengaktualisasi dapat lakukan?
kemampuan- mengaktualisasi 5. Apa tantangan anda
kemampuannya sebagai kemampuan- sebagai mahasiswa
suatu hal yang bernilai bagi kemampuan LGBT?
dirinya, maupun orang lain 6. Bagaimana anda
bahkan kepada Tuhan. menghadapi tantangan
dan cobaan sebagai
mahasiswa LGBT?

Nilai Nilai penghayatan adalah Menerima apa 5. Adakah penghayatan


Penghayatan dengan menerima apa adanya dengan yang anda lakukan
adanya dengan penuh penuh dalam menjalani
penghayatan dan pemaknaan penghayatan dan kehidupan sehari-hari?
yang mendalam pemaknaan yang 6. Adakah penghayatan
mendalam yang anda lakukan
ketika menghadapi
suatu cobaan dalam
hidup?
7. Bagaimana anda
menghayati suatu
cobaan maupun
kesulitan dalam
menjalani kehidupan
sehari-hari?
8. Bagaimana anda
memaknai semua
kejadian yang terjadi
dalam hidup?
Nilai Bersikap Pengalaman penderitaan Penyikapan 3. Bagaimana anda
seseorang individu, dapat terhadap apa menyikapi semua
memberikan pemaknaan yang terjadI kejadian dalam hidup?
dalam hidup untuk dirinya 4. Bagaimana anda
bila dapat menyikapinya menghadapi
dengan baik pengalaman-
pengalaman sulit
dalam hidup?
Nilai Nilai pengharapan dicitrakan Percaya akan 3. Apa yang selama ini
Pengharapan dengan kepercayaan akan adanya menjadi harapan anda
adanya perubahan lebih baik perubahan lebih dalam menjalani
dimasa yang akan dating baik dimasa yang kehidupan?
akan datang 4. Bagaimana kontribusi
harapan tersebut dalam
kebermaknaan hidup
anda?
2 Faktor yang Mempengaruhi Kebermaknaan Hidup
Faktor Internal Diartikan sebagai seluruh Sikap dan sifat 3. Apa saja faktor dalam
(Kualitas- kapasitas yang ada pada diri yang hanya diri yang mendukung
kualitas manusia. Kapasitas yang melekat pada anda dalam
insani) dimaksud berupa konsis, pribadi menemukan
sikap, dan sifat yang hanya kebermaknaan hidup?
melekat pada pribadi 4. Apa saja faktor dalam
manusia dan tidak terdapat diri yang
pada makhluk lain menghambat subjek
dalam menemukan
kebermaknaan hidup?
Faktor Diartikan sebagai hubungan Keterbukaan dan 4. Adakah pengaruh
Eksternal yang akrab antara individu keakraban serta lingkungan bagi
(Encounter) yaitu seorang individu kesediaan dan hidup anda?
dengan individu lainnya sikap untuk saling 5. Bagaimana
menerima, lingkungan
memahami, dan mempengaruhi
menghargai secara kehidupan anda?
mutlak antara 6. Bagaimana hubungan
individu satu anda dengan
dengan individu lingkungan sekitar?
yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai