Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat

dibutuhkan oleh manusia, menurut World Health Organization (WHO) sehat

itu sendiri dapat di artikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara

fisik, mental, serta sosial yang tidak hanya terbebas dari penyakit dan

kecacatan (WHO, 2013).

Di negara-negara barat fenomena LGBT sudah tidak lagi menjadi suatu

fenomena yang di anggap asing bagi masyarakat, terdapat beberapa negara

yang sudah melegalkan perkawinan sesama jenis, diantaranya: Amerika,

Belanda, Spanyol, Belgia, Canada, Afrika Selatan, Norwegia, Swedia, Prancis

(Souza, 2015).

Menurut deklarasi perserikatan bangsa-bangsa (PBB), dan di dukung oleh

badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO), hak dasar individu

terdiri dari: hak hidup, hak kebebasan, dan hak memiliki kebahagiaan,

kebutuhan mereka untuk mendapatkan hak-hak diakomodir dengan baik,

seperti hak untuk menikah dan berkeluarga, hak mendapatkan pekerjaan, hak

untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya serta hak-hak lain seperti warga

negara pada umumnya (Yudiyanto, 2016).

Tahun 2009 dari laporan UNAIDS 2010 homoseksual dan transgender

merupakan kelompok berisiko terkena HIV sekitar 7,3% , PSK sekitar 4,9%

dan pengguna narkoba suntik sekitar 9,2%,Sementara, badan PBB


2

memprediksi jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa pada tahun

2011(Yudiyanto, 2016).

Data badan PBB pada tahun 2009 menyebutkan bahwa 800.000 orang

penduduk Indonesia adalah Homoseksual, jumlah tersebut meningkat pada

tahun 2011 menjadi 3.000.000 orang, sejak itu munculah pemberitaan di media

massa pada akhir tahun 2015 bahwa telah terjadi pernikahan sesama jenis di

Indonesia, Pertama, di bulan September 2015 pernikahan sejenis terjadi di Bali.

Kedua,di bulan Oktober 2015 pernikahan sejenis terjadi di Boyolali (Sri

Purwaningsih, 2015).

5% wanita adalah Homoseksual (Lesbian). Tercatat sejauh ini telah ada 23

negara di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis. Negara-negara tersebut

adalah Belanda (1996), Belgia (2003), Spanyol dan Kanada (2005), Afrika

Selatan (2006), Norwegia dan Swedia (2009), Portugal, Islandia, dan Argentia

(2010), Denmark (2012), Brazil, Inggris dan Wales, Prancis, Selandia Baru dan

Uruguay (2013), Skotlandia (2014), Luxemburg, Finlandia, Slovenia, Irlandia,

Meksiko, serta Amerika Serikat (2015).Hal ini menunjukan angka

homoseksual (lesbian) didunia tidak diketahui secara pasti dan diperkirakan

10% masyarakat dunia adalah homoseksual (Charles Inyang, 2013).

Komunitas LGBT di Indonesia sudah berkembang, bahkan menurut

catatan Kementrian Kesehatan menyebutkan bahwa ada 1.095.970 gay yang

tersebar di seluruh Indonesia, sehingga fenomena LGBT ini menimbulkan pro

dan kontra di berbagai kalangan, masyarakat yang pro akan LGBT

menganggap bahwa LGBT memiliki hak yang sama dalam masyarakat. Hal itu

juga disebabkan para LGBT yang memiliki bakat atau kelebihan yang positif di
3

kalangan masyarakat, tetapi tidak di pungkiri ada juga sebagian masyarakat

yang kontra akan LGBT bahkan mendiskriminasikan kaum LGBT dan

komunitasnya juga (Yudiyanto, 2016).

Kemenkes RI pada tahun 2012 terdapat sekitar 1.095.970 gay baik yang

tampak maupun tidak, lebih dari 66.180 orang atau sekitar 5% dari jumlah gay

tersebut mengidap HIV, pada tahun 2009 populasi gay hanya sekitar 800 ribu

jiwa, dalam kurun waktu tahun 2009 hingga 2012 terjadi peningkatan sebesar

37% (Kemenkes RI, 2012).

Penilaian masyarakat yang mengecam perilaku LGBT diberikan dalam

beberapa bentuk. Dari sudut pandang agama, LGBT di anggap sebagai dosa

besar. Dari sudut pandang hukum, dilihat sebagai penjahat. Dari sudut pandang

medis dianggap sebagai penyakit kelainan seksual sehingga dapat

menyebabkan seseorang terkena HIV (Kemenkes RI, 2012)

Di Sumatera Barat, LGBT ini menjadi suatu permasalahan yang serius

untuk di selesaikan dan di cari solusi yang tepat, Pemerintahan provinsi

sumatera Barat terus menggaungkan perlawanan terhadap perilaku LGBT

karna selain bertentangan dengan agama, LGBT juga sangat bertentangan

dengan adat istiadat yang berlaku di daerah Minangkabau ini (Nugraha, 2010).

Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah Minangkabau, memiliki

falsafah hidup bagi masyarakatnya yaitu “adat basandi syarak, syarak basandi

kitabullah“. Falsafah tersebut memiliki makna yaitu adat masyarakat di

Minangkabau bersumber dari agama, dan agama bersumber dari kitab suci Al-

Qur’a, dan sampai saat ini falsafah tersebut tetap di junjung tinggi karna adat di
4

Minangkabau “indak lakang di paneh, indak lapuak dek hujan”. Yang artinya

tradisi yang tidak bisa diubah-ubah (Nugraha, 2010:209).

Kasus LGBT di Bukittinggi juga mulai meresahkan masyarakat, karna

selain berdampak terhadap penyakit HIV/AIDS, hal ini akan menyebabkan

rusaknya generasi bangsa, hilangnya norma agama, norma budaya, dan norma

yang berlaku di masyarakat kota Bukittinggi, karna masyarakat kota

Bukittinggi masih teguh memegang nilai-nilai religi dan budaya, hal ini tentu

menjadi ancaman yang cukup serius yang harus segera di tanggulangi

(Khaterina, 2016).

Pria yang penyuka waria, Jumlah waria saat ini 2.501 orang, peningkatan

ini mencapai 2,5 kali lipat. Kalau waria adalah pria, maka total pria penyuka

sesama jenis diperkirakan mencapai 20 ribu orang, waria di kota Bukittinggi

tercatat sebanyak 185 orang (Khaterina, 2016).

Dr. Adian (2015) LGBT di Indonesia Perkembangan dan Solusinya.

INSISTS. Ia menjelaskan strategi-strategi dalam menghadapi masalah LGBT

di Indonesia antara lain, di harapkan dalam jangka pendek, perlu dilakukan

peninjauan kembali peraturan perundang-undangan yang memberikan

kebebasan melakukan praktik hubungan seksual sejenis. Perlu ada perbaikan

dalam pasal 292 KUHP misalnya, agar pasal itu juga mencangkup perbuatan

hubungan seksual sejenis dengan orang yang sama-sama dewasa. Pemerintah

dan DPR perlu segera menyepakati untuk mencegah menularnya legalisasi

LGBT itu, dengan cara memperketat peraturan perundang-undangan. Bisa juga

sebagian warga masyarakat indonesia yang sadar dan peduli untuk mengajukan
5

gugatan judicial review terhadap pasal-pasal KUHP yang memberikan jalan

terjadinya tindak kejahatan di bidang seksual.

Penelitian Roberts & Reddy (2008) tentang homoseksual menyatakan 80%

penduduk Afrika yang berusia diatas enam belas tahun berpendapat sama

mengenai hubungan sesama jenis adalah perbuatan yang menyimpang Di

Amerika Serikat prevalensi mereka yang homoseksual murni (100%) berkisar

antara 2% sampai 4%, sementara yang lebih menonjol homoseksual daripada

heteroseksual berkisar antara 7% hinga 13% atau dengan kata lain dapat

diperkirakan terdapat 10% populasi homoseksual yang cukup berarti dalam

kehidupan masyarakat modern dan industri.

(Nurdelia, 2015) persepsi masyarakat terhadap keberadaan LGBT

bertentangan dengan norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat.

Menunjukan bahwa 45% masyarakat sangat setuju, 35% setuju, 15% tidak

setuju, dan 4% sangat tidak setuju, sehingga masyarakat menganggap perilaku

LGBT sebagai suatu perilaku yang menyimpang dari nilai dan norma sosial

yang dianut dalam masyarakat, hal ini di pengaruhi oleh pola pikir masyarakat

yang umumnya semakin maju dan mulai membuka diri pada perubahan-

perubahan sekitarnya (Nurdelia, 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana “ Persepsi Masyarakat Kota Bukittinggi Terhadap LGBT ” yang

menjadi fenomena saat sekarang ini.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti tertarik untuk

mengetahui bagaimana “Pandangan atau Persepsi Masyarakat Kota Bukittinggi

Terhadap LGBT di Kecamatan Koto Selayan Kelurahan Puhun Pintu Kabun”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Sebagai pokok masalah yang dirumuskan di atas: Untuk

mengetahuidan mendeskripsikan bagaimana pandangan atau Persepsi

Masyarakat Kota Bukittinggi Terhadap LGBT di Kecamatan Koto Selayan

Kelurahan Puhun Pintu Kabun.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui distribusi frekuensi persepsi masyarakat tentang

LGBT.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai salah satu penambahan wawasan dan meningkatkan

kemampuan peneliti dalam mengimplementasikan ilmu-ilmu yang di

dapatkan saat perkuliahan.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai pengetahuan dan masukan kepada masyarakat tentang

LGBT.

3. Bagi Akademik
7

Sebagai bahan masukan kepustakaan dan membangun pemikiran

untuk penelitian selanjutnya bagi program studi Ilmu Keperawatan

STIKes Fort De Kock Bukittinggi.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKes Fort De Kock Bukittinggi dengan judul “ Bagaimana Persepsi

Masyarakat Kota Bukittinggi Terhadap LGBT “ Penelitian ini dilakukan di

Kecamatan Mandiangin Koto Selayan di Kelurahan Puhun Pintu Kabun.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah LGBT

Perkembangan dunia homoseksual semakin pesat sejak abad XI Masehi.

Pro dan kontra keberadaan komunitas tersebut bertambah banyak. Pengunaan

istilah LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) mulai tercatat sekitar

tahun 1990-an.Sebelum masa “Revolusi Seksual”, pada tahun 60-an tidak ada

istilah khusus untuk menyatakan orang yang non-heterosksual (orang yang

memiliki orientasi seks selain heteroseksual). Kata yang mungkin paling

mendekati adalah istilah “third gender” sekitartahun 1860-an. Akan tetapi,

istilah tersebut kurang diterima secara meluas oleh masyarakat (Ericssen,

2015).

Revolusi seksual merupakan istilah umum yang digunakan untuk

meggambarkan perubahan sosial politik (1960-1970) mengenai seks. Dimulai

dengan kebudayaan free love, yaitu jutaan kaum muda menganut gaya hidup

sebagai hippie. Mereka menyerukan kekuatan cinta dan keanggunan seks

sebagai bagian dari hidup yang alami atau natural. Para hippie percaya bahwa

seks adalah fenomena biologi yang wajar sehingga tidak seharusnya dilarang

dan ditekan. Istilah homophile dan homoseksual mulai digunakan setelah

revolusi seksual. Namun, kebanyakan orang menganggap istilah tersebut

cenderung berkonotasi negatif karena seakan-akan hanya menekankan unsur

kegiatan seks (Taufik, 2015).


9

Kata gay dan lesbian kemudian berkembang secara meluas menggantikan

istilah homoseksual sebagai identitas sosial dalam masyarakat. Istilah ini lebih

disukai dan dipilih oleh banyak orang karena seederhana dan tidak membawa

kata seks. Istilah “biseksual” muncul belakangan, tepatnya setelah diketahui

bahwa ada orang yang mempunyai orientasi seksual terhadap sesama jenis dan

lawan jenis. Walaupun sebagian orang beranggapan bahwa biseksual

sebenarnya adalah kaum gay atau lesbian yang takut atau malu untuk

menyatakan diri sebagai gay, istilah ini tetap bertahan dan dipakai dalam

banyak pembicaraan. Singkatnya, ketiganya dikenal dalam istilah LGBT

(Darmayanti, 2018).

Semakin lengkaplah istilah sebelumnya menjadi LGBT sebagai gambaran

non-heteroseksual. Saat ini komunitas LGBT sudak diakui secara formal atau

informal oleh banyak negara. Sebagian besar gerakan mereka

mengatasnamakan hak asasi manusia (Budiarty, 2015).

B. Pengertian LGBT

Lesbian adalah seorang homosexual, perempuan yang mengalami

percintaan atau tertarik secara seksual kepada perempuan lain. Istilah lesbian

juga digunakan untuk mengexpresikan identitias seksual atau perilaku seksual

berkaitan dengan orientasi sex (Azmi, 2015).

Gay menurut kamus adalah seseorang yang tertarik kepada jenis kelamin

yang sama dan tidak tertarik kepada sex lawan jenis. Gay pada dasarnya adalah

istilah yang merujuk kepada seorang (laki laki) homosexual, yaitu laki laki

yang berhubungan dengan sesama sejenis atau laki-laki yang berhubungan seks

dengan laki-laki (Azmi,2015).


10

Bisexualitas adalah ketertarikan secara romantis, perilaku sexual atau

ketertarikan secara sexual kepada laki laki dan perempuan,sumber lain

menyatakan sebagai romantisme atau ketertarikan secara sexual kepada semua

jenis kelamin atau identitas gender. Pada dasarnya istilah bisexualitas biasanya

digunakan untuk menggambarkan ketertarikan romantisme atau ketertarikan

sexual dalam konteks manusia kepada orang lain tanpa membedakan laki laki

atau perempuan (Azmi,2015).

Transgender mengacu kepada identitas gender seseorang yang tidak terkait

dengan jenis kelamin biologis yang diperolehnya sejak lahir Istilah transgender

diIndonesia lebih banyak dikenal sebagai Waria, beberapa daerah juga

mempunyai istilah yang menggambarkan transgender seperti, wadam,

bencong,calabai,dan wandu (Azmi,2015).

Pengetahuan masyarakat umum mengenai LGBT ini masih sangat

terbatas, khususnya mengenai penyebab terjadinya perbedaan orientasi seksual

dan identitas seksual ini. Tingkat pemahaman ini sangat mempengaruhi

penerimaan masyarakat terhadap kelompok LGBT (Azmi,2015).

C. Dampak Dari Perkembangan LGBT

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh fenomena LGBT tersebut tidak

hanya merusak sisi kesehatan seseorang, tetapi mengikis dan menggugat

keharmonisan hidup bermasyarakat serta merusak moral suatu bangsa. Dari

sudut sosiologi seseorang yang sudah terkena LGBT dapat menyebabkan

peningkatan gejala sosial dan maksiat hingga tidak dapat dikendalikan.Gejala

ini juga bisa merusakkan institusi keluarga dan membunuh keturunan.

Keluarga adalah unit dasar suatu masyarakat dan selanjutnya pembentukan


11

sebuah bangsa dan negara. Namun dengan fenomena Lesbian, gay, biseksual

dan transgender (LGBT) yang menular ke seluruh masyarakat dunia, termasuk

negara kita, ia memberi berbagai efek kepada institusi keluarga yang tradisi

sifatnya dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai berikut :

1. Dampak kesehatan

Dampak-dampak kesehatan yang dapat merusak pelaku LGBT di

antaranya sebagai berikut:

a. 78% pelaku homo seksual terjangkit penyakit kelamin menular.

b. Rata-rata usia kaum gay adalah 42 tahun dan menurun menjadi 39

tahun jika korban AIDS dari golongan gay dimasukkan ke

dalamnya. Sedangkan rata-rata usia lelaki yang menikah dan

normal adalah 75 tahun. Rata-rata usia Kaum lesbian adalah 45

tahun sedangkan rata-rata wanita yang bersuami dan normal 79

tahun.

c. Menyebabkan rusaknya organ-organ peranakan (reproduksi) dan

dapat melemahkan sumber-sumber utama pengeluaran mani dan

membunuh sperma sehingga akan menyebabkan kemandulan.

d. Wanita lesbian atau biseksual beresiko terjangkit HIV jika ia atau

pasangannya mempunyai riwayat memiliki pasangan seksual pria

dalam sepuluh tahun terakhir atau riwayat penggunaan obat-obat

intravena.
12

2. Dampak Sosial

Beberapa dampak sosial yang ditimbulkan adalah sebagai berikut:

a. Penelitian menyatakan seorang gay mempunyai pasangan antara

20-106 orang per tahunnya. Sedangkan pasangan zina seseorang

tidak lebih dari 8 orang seumur hidupnya.

b. 43% dari golongan kaum gay yang berhasil didata dan diteliti

menyatakan bahwasanya selama hidupnya mereka melakukan

homo seksual dengan lebih dari 500 org. 28% melakukannya

dengan lebih dari 1000 orang. 79% dari mereka mengatakan bahwa

pasangan homonya tersebut berasal dari orang yang tidak

dikenalinya sama sekali. 70% dari mereka hanya merupakan

pasangan kencan satu malam atau beberapa menit saja

3. Dampak Pendidikan

Adapun dampak pendidikan di antaranya yaitu siswa ataupun siswi yang

menganggap dirinya sebagai homo menghadapi permasalahan putus

sekolah 5 kali lebih besar daripada siswa normal karena mereka merasakan

ketidakamanan. Dan 28% dari mereka dipaksa meninggalkan sekolah.

4. Dampak Keamanan

Dampak keamanan yang ditimbulkan lebih mencengangkan lagi yaitu:

a. Kaum homo seksual menyebabkan 33% pelecehan seksual pada

anak-anak di Amerika Serikat; padahal populasi mereka hanyalah

2% dari keseluruhan penduduk Amerika. Hal ini berarti 1 dari 20

kasus homo seksual merupakan pelecehan seksual pada anak-


13

anak, sedangkan dari 490 kasus perzinaan 1 di antaranya

merupakan pelecehan seksual pada anak-anak.

b. Meskipun penelitian saat ini menyatakan bahwa persentase

sebenarnya kaum homo seksual antara 1-2% dari populasi

Amerika, namun mereka menyatakan bahwa populasi mereka

10% dengan tujuan agar masyarakat beranggapan bahwa jumlah

mereka banyak dan berpengaruh pada perpolitikan dan

perundang-undangan masyarakat.

5. HIV

lesbian adalah populasi yang tersembunyi pada statistik transmisi human

immunodeficiency virus (HIV). Meskipun riset terkait –HIV pada wanita

yang melakukan seks dengan wanita,tanpa memperhatikan orientasi

seksualnya jarang dilakukan,tercatat beberapa temuan:

a. Angka seroprevalensi HIV lebih tinggi pada wanita yang

melakukan hubungan seks dengan wanita dan pria dibandingkan

dengan pasangan lesbian atau heteroseksual secara ekslusif.

b. Tingkat resiko HIV tinggi melalui hubungan seksual tanpa

pelindung dengan pria pengguna obat injeksi

c. Resiko infeksi HIV karena inseminasi buatan dengan semen yang

tidak dilakukan pelapisan.

D. Faktor-faktor Penyebab Menjadi LGBT

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang itu cenderung

untuk menjadi bagian dari LGBT antaranya adalah:


14

a. Pertama: keluarga

Pengalaman atau trauma di masa anak-anak misalnya: Dikasari

oleh ibu/ayah hingga si anak beranggapan semua pria/perempuan

bersikap kasar, bengis dan panas bara yang memungkinkan si

anak merasa benci pada orang itu. Predominan dalam pemilihan

identitas yaitu melalui hubungan kekeluargaan yang renggang.

Bagi seorang lesbian misalnya, pengalaman atau trauma yang

dirasakan oleh para wanita dari saat anak-anak akibat kekerasan

yang dilakukan oleh para pria yaitu bapa, kakaknya maupun

saudara laki-lakinya. Kekerasan yang dialami dari segi fisik,

mental dan seksual itu membuat seorang wanita itu bersikap benci

terhadap semua pria. Selain itu, bagi golongan transgender faktor

lain yang menyebabkan seseorang itu berlaku kecelaruan gender

adalah sikap orang tua yang idamkan anak laki-laki atau

perempuan juga akan mengakibatkan seorang anak itu cenderung

kepada apa yang di idamkan (Niron Yovanny, 2012).

b. Kedua: pergaulan dan lingkungan

Kebiasaan pergaulan dan lingkungan menjadi faktor terbesar

menyumbang kepada kekacauan seksual ini yang mana salah

seorang anggota keluarga tidak menunjukkan kasih sayang dan

sikap orang tua yang merasakan penjelasan tentang seks adalah

suatu yang tabu. Keluarga yang terlalu mengekang anaknya.

Bapak yang kurang menunjukkan kasih sayang kepada anaknya.

Hubungan yang terlalu dekat dengan ibu sementara renggang


15

dengan bapak. Kurang menerima pendidikan agama yang benar

dari kecil. Selain itu, pergaulan dan lingkungan anak ketika

berada di sekolah berasrama yang berpisah antara laki-laki dan

perempuan turut mengundang terjadinya hubungan gay dan

lesbian (Niernoventy, 2014)

c. Ketiga: biologis

Penelitian telah pun dibuat apakah itu terkait dengan genetika,

ras, ataupun hormon. Seorang homoseksual memiliki

kecenderungan untuk melakukan homoseksual karena mendapat

dorongan dari dalam tubuh yang sifatnya menurun/genetik.

Penyimpangan faktor genetika dapat diterapi secara moral dan

secara religius. Bagi golongan transgender misalnya, karakter

laki-laki dari segi suara, fisik, gerak gerik dan kecenderungan

terhadap wanita banyak dipengaruhi oleh hormon testeron. Jika

hormon testeron seseorang itu rendah, ia bias mempengaruhi

perilaku laki-laki tersebut mirip kepada perempuan. Di dalam

medis, pada dasarnya kromosom laki-laki normal adalah XY,

sedangkan perempuan normal pula adalah XX. Bagi beberapa

orang laki-laki itu memiliki genetik XXY. Dalam kondisi ini,

laki-laki tersebut memiliki satu lagi kromosom X sebagai

tambahan. Justru, perilakunya agak mirip dengan seorang

perempuan (Niron Yovanny, 2012).


16

d. Keempat: moral dan akhlak

Golongan homoseksual ini terjadi karena adanya pergeseran

norma-norma susila yang dianut oleh masyarakat, serta semakin

menipisnya kontrol sosial yang ada dalam masyarakat tersebut.

Hal ini disebabkan karena lemahnya iman dan pengendalian hawa

nafsu serta karena banyaknya ransangan seksual. Kerapuhan iman

seseorang juga dapat menyebabkan segala kejahatan terjadi

karena iman sajalah yang mampu menjadi benteng paling efektif

dalam mengekang penyimpangan seksual (Jeffrey.S.Nevid, 2003)

e. Kelima: pengetahuan agama yang lemah

Selain itu, kurang pengetahuan dan pemahaman agama juga

merupakan factor internal yang mempengaruhi terjadinya

homoseksual. Ini kerana penulis merasakan didikan agama dan

akhlak sangat penting dalam membentuk akal, pribadi dan pribadi

individu itu. Pengetahuan agama memainkan peran yang penting

sebagai benteng pertahanan yang paling ideal dalam mendidik diri

sendiri untuk membedakan yang mana baik dan yang mana yang

sebaliknya, haram dan halal dan lain-lain. Antara faktor lain yang

peneliti peroleh dari data wawancara bersama beberapa individu

dari kaum transgender adalah naluri sendiri sejak kecil. Keinginan

untuk berubah menjadi seorang perempuan timbul sejak masa

kecil karena kurang mendapat perhatian dari kedua orang tua

mereka. Sejak umur 13 tahun, mereka sudah mulai hidup mandiri


17

dengan mengikuti teman-teman sejenis melacur di lorong-lorong.

Selain itu faktor media dan internet juga antara faktor yang

menyumbang kepada kecelaruan ini (Jeffrey.S.Nevid, 2003).

E. Mencegah tindakan homoseksual pada anak

Seperti yang sudah kita ketahui,para ilmuan berpendapat bahwa orientasi

seksual dipengaruhi oleh dua faktor yaitu bawaan dari lahir (secara biologis)

dan pengaruh dari luar (lingkungan) dalam masa perkembangan.

Faktor dari luar jelas nyata dan sangat berpengaruh pada perkembangan

anak,terutama pada usia dini,termasuk ketertarikan seksual sesama

jenis.budaya baru ini dapat menjadi sebab munculnya kebiasaan baru yang

mengarah pada tindakan homoseksual atau penguatan SSA dalam diri anak-

anak.tayangan televisi,internet atau game PC perlu pengawasan orang tua.

Salah satu cara yang paling efektif adalah mendampingi anak-anak dalam

kegiatan,termasuk menonton televisi atau membuka internet.apa yang harus

kita lakukan agar anak-anak tidak melakukan tindakan homoseksual.Berikut

beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a. Pengaruh budaya dan adat istiadat

Tidak dipungkiri bahwa budaya atau adat istiadatnya dapat

mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak.tak terkecuali budaya

yang mengarah pada pembentukan orientasi seksual sesama jenis.

b. Pendidikan dan pengasuh anak

Pendidikan anak sangat berpengaruh pada tumbuh kembang

pribadi anak,termasuk orientasi seksualnya.sayangnya,kita hanya

menemukan pendidikan yang hanya dipercayakan kepada


18

individu selain orang tua karena kesibukan orang tua dalam

duniawi.

c. Model atau figur orang tua

Figur orang tua sangat potensial mendorong pertumbuhan

orientasi seksual pada anak-anak.sebagian besar orang dengan

SSA mengaku tidak mendapatkan figur ideal dalam masa tumbuh

kembang.anak-anak usia dini paling mudah mencontoh hal-hal

baru di sekitar mereka,dan orang tua adalah hal paling dekat

untuk ditiru.

F. Tinjauan LGBT

a. LGBT Ditinjau Dari Perspektif Teori Psikoseksual

Psikoanalisis merupakan teori dalam psikologi yang dikembangkan

oleh Freud ketika ia menangani orang-orang yang mengalami neurosis

dan masalah mental lainnya (Berry, 2001).Salah satu bagian teori

psikoanalisis yang sangat terkenaladalah tahap perkembangan

psikoseksual. Pada bagian ini, Freud menjelaskan perkembangan anak-

anak yang berpusat pada seksualnya, sehingga dalam proses

pemenuhannya dapat menentukan kepribadian dan orientasi seksual

sang anak di masa depan (Prawira, 2013).

Adapun fase perkembangan psikoseksual, antara lain: fase oral,

fase anal, fase falik, fase laten, dan fase genital (Feist & Feist, 2014).

Menurut Freud, fase perkembangan seseorang sehingga menentukan

dirinya menjadi LGBT atau heteroseksual adalah ketika berada di fase

falik.
19

b. LGBT Ditinjau Dari Perspektif Psikologi Islam

Berdasarkan konsep kepribadian Islam, manusia dipandang sebagai satu

kesatuan yang utuh dan dilahirkan dalam keadaan fithrah (suci). Dalam

bukunya yang berjudul “Kepribadian Islam dalam Perspektif

Psikologis” Mujib (2006) menyebutkan bahwa ada 3 substansi dasar

pada manusia, yaitu:

1. Substansi jasmani, merupakan suatu aspek yang terdapat dalam

diri manusia berupa struktur organisme fisik yang bersifat material,

seperti: tangan, kaki, wajah, dan anggota tubuh lainnya.

2. Substansi ruhani, merupakan aspek psikis yang terdapat dalam

diri manusia sebagai penggerak bagi keberadaan jasad manusia

yang menjadi esensi kehidupan. Fungsinya berguna untuk

memberikan motivasi dan menjadikan dinamisasi tingkah laku. Ruh

ini membimbing kehidupan spiritual nafsani manusia untuk menuju

pancaran nur ilahi yang suci yang menerangi ruangan nafsani

manusia, meluruskan akal budi, dan mengendalikan impuls-impuls

rendah (Zidadat, 2013).

3. Substansi nafsani merupakan aspek dalam diri manusia yang

bersiat psiko-fisik dan memiliki tiga dimensi penting yang

memiliki peranan yang berbeda satu sama lain.

c. LGBT ditinjau dari perspektif biopsikologi

Meyer-Bahlburg (dalam Carlson, 2012) meneliti kadar steroid seks

pada laki-laki homoseksual dan mayoritas ditemukanbahwa kadar

hormon-hormon ini serupa dengan yangditemukan pada heteroseksual.


20

Jadi dapat disimpulkan dari penelitian Meyer bahwa seseorang yang

memiliki orientasi seksual yang berbeda tidak dipengaruhi oleh

hormon.

Carlson (2012) mengemukakan hipotesisnya bahwa penyebab

biologis dari homoseksualitas yang lebih mungkin adalah perbedaan

samar struktur otak yang disebabkan oleh perbedaan jumlah paparan

androgen pranatal. Mungkin saat itu otak laki-laki homoseksual tidak

termaskulinisasi, otak perempuan homoseksual termaskulinasi dan

terdefeminisasi, sementara otak biseksual termaskulinisasi tetapi tidak

terdefeminisasi.

Sebuah riset menyatakan bahwa otak seorang homoseksual

ternyata sama seperti otak orang normal dengan jenis kelamin berbeda

(wanita). Studi yang dilakukan di Swedia dan diterbitkan dalam The

Proceeding of the National Academy of Science, membandingkan

ukuran separuh otak dari 90 orang dewasa. Pria gay dan wanita normal

memiliki ukuran separuh otak yang sama, sementara otak sisi kanan

lesbian ternyata lebih besar dari pada lelaki normal (Noviantoro, 2015).

Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kecil di dalam struktur otak

mereka.

G. Globalisasi LGBT dan perkembangannya di Indonesia

Isu mengenai LGBT saat ini sudah berada pada tatanan global,

keberhasilan penyebarannya dicapai melalui serangkaian gerakan pro-LGBT

yang telah ada sejak lama. Fenomena ini didukung dengan adanya deklarasi

HAM universal (Universal Declaration of Human Rights) pada tahun 1948,


21

serta reformasi politik dan demokratisasi yang sering “disalah pahami”sebagai

proses liberalisasi dan kebebasan mengekspresikan diri. Secara

keseluruhan,semakin makmur dan sekuler suatu bangsa, maka semakin besar

kemungkinannya untuk merangkul hak-hak kaum LGBT. Sebaliknya,semakin

miskin dan religius suatu bangsa, maka semakin besar kemungkinannya untuk

menekan kaum LGBT. Terutama dari fakta bahwa negara itu demokratis atau

tidak, meskipun hak LGBT tidak ditemukan di semua negara yang demokratis,

hak LGBT hampir tidak ada dalam negara non-demokrasi (Encarnacion, 2014).

Reformasi politik dan demokratisasi yang terjadi di Indonesia telah

membawa isu LGBT menjadi sorotan yang menyebabkanberkembangnya

organisasi LGBT. Berdasarkan sejarah, sekitar tahun 1968 istilah

“Wadam”(Wanita Adam) muncul sebagai istilah yang lebih positif untuk

menggantikan istilah homoseksual.Pada tahun 1969, organisasi Wadam

pertama,Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD) didirikan dengan difasilitasi

oleh Gubernur Jakarta, Ali Sadikin. Istilah “Wadam” berubah menjadi Waria

(Wanita Pria) pada tahun 1980 karena adanya keberatan dari beberapa pihak

bahwa istilah “Wadam” tidak sopan karena mengandung nama nabi Adam AS

(Muthmainnah, 2016).

Disusun pada tanggal 1 Maret 1982, Lambda didirikan sebagai organisasi

gay yang pertama di Indonesia dan Asia yang sekretariatnyabertempat di Solo.

Pada tahun 1985,sebuah kelompok gay di Yogyakarta mendirika Persaudaraan

Gay Yogyakarta (PGY)Pada tanggal 1 Agustus 1987, Kelompok Kerja Wanita

Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN) yangkemudian disingkat menjadi GAY

NUSANTARA (GN) didirikan di Pasuruan, Surabaya, sebagai penerus


22

Lambda. Pada bulan Desember 1993,diadakan Kongres Lesbian & Gay

Indonesia pertama (KLGI) di Kaliurang, di wilayah utara Yogyakarta, kongres

tersebut menghasilkan 6 poin ideologis untuk arah masa depan gerakan gay

dan lesbian dalam bahasa Indonesia (Muthmainnah, 2016).

H. Pengobatan LGBT

a. Pengobatan Gay

Gay yang disebabkan karena gangguan fungsi otak sulit

disembuhkan karena pola kerja, zat-zat otak, dan pola cetakan

sambungan saraf otak yang telah terbentuk. Demikian juga gay yang

disebabkan karena gangguan perkembangan psikoseksual masa anak-

anak, hampir pasti tidak dapat disembuhkan. Untuk kedua hal tersebut

perlu dilakukan upaya serius dan perrawatan intensif dengan harapan

(mungkin) dapat mengurangi kuatnya ikatan perilaku homoseksnya.

Untuk gay karena pengaruh kultur sosial dan lingkungan masih

mungkin disembuhkan menjadi heteroseksual, yaitu dengan menjauhi

lingkungan atau pengaruh perilakunya. Tentu semua tergantung pada

motivasi penderitanya, kuat tidaknya kemauan untuk berubah, dan mau

tidaknya lepas dari pengaruh sosiokultur atau lingkungannya.

Pengobatan kombinasi dari penyuluhan, terapi hormonal, dan

pembedahan kelamin kemungkinan akan menyembuhkan penderita atau

mendapatkan kesembuhan yang lebih optimal

b. Pengobatan Lesbian

Diperlukan pengakuan jujur dariyang bersangkutan sehingga dapat

segera diberikan pertolongan yang tepat. Sekalipun disadari bukanlah


23

halmudah untuk membalikkan orientasi seksual yang dimiliki oleh

seseorang lesbian, mengingat faktor penyebabnya yang cukup beragam.

Apalagi jika yang bersangkutan menganggap bahwa lesbianisme adalah

sesuatu yang wajar dan memaksa masyarakat menjadi pihak yang harus

bisa menerima kondisinya. Tapi melalui suatu evaluasi yang mendalam

akan dapat ditentukan apakah seseorang memang benar seorang lesbian

atau hanya mempunyai kencenderungan ke arah itu.

I. Solusi LGBT

Bagi mereka yang merasa dirinya homoseksual atau lesbian dapat

berkonsultasi kepada psikiater yang berorientasi religi,agar dapat dicarikan

jalan keluarnya sehingga dapat menjalani hidup dan menikah dengan wajar.

Jadi secara ringkas sekedar usulan untuk menanggulangi wabah LGBT di

Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Dalam jangka pendek,perlu dilakukan peninjauan kembali peraturan per

UU yang memberikan kebebasan melakukan praktik hubungan seksual

sejenis.Pemerintah DPR perlu segera menyepakati upaya mencegah

menularnya legalisasi LGBT itu dari AS dan negara-negara lainnya.

b. Sebaiknya ada perguruaan tinggi yang secara resmi mendirikan pusat

kajian dan penanggulangan LGBT.

c. Sebaiknya juga masjid-masjid besar membuka klinik LGBT,yang

memberikan bimbingan dan penyuluhan keagamaan kepada penderita

LGBT,baik secara langsung maupun melalui media online,bahkan juga

pengobatan-pengobatan terhadap penderita LGBT.


24

d. Pemerintah bersma masyarakat perlu segera melakukan kampanye

besar-besaran untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya LGBT.

e. Kaum muslimin khususnya,perlu memberikan pendekatan yang integral

dalam memandang kedudukan LGBT di tengah masyarakat.

f. Para pemimpin dan tokoh-tokoh umat islam perlu banyak

melakukanpendekatan ke para pemimpin di media massa,khususnya

media televisi,agar mencegah dijadikannya media massa sebagai ajang

kampanye bebas penyebaran paham dan praktik LGBT ini.

g. Media massa muslim perlu menampilkan sebanyak mungkin kisah-

kisah pertobatan orang-orang LGBT dan mengajak mereka untuk aktif

menyuarakan pendapat mereka,agar masyarakat semakin optimis,bahwa

penyakit LGBT bisa disembuhkan.

h. Orang-orang yang sadar dari LGBT perlu didukung dengan saran dan

prasarana yang memadai,khususnya oleh pemerintah agar mereka dapat

berhimpun dan memperdayakan dirinya dalam menjalani aktivitas

kehidupan sehari-hari dan melaksanakan aktivitas penyadaran kepada

para LGBT yang belum sadar akan kekeliruannya.

J. Pandangan masyarakat mengenai LGBT

a. Sikap masyarakat secara umum terhadap LGBT

Sebagian besar masyarakat menolak keberadaan LGBT, khususnya di

sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Masyarakat umumnya

melihat keberadaan LGBT sebagai suatu hal yang negatif, abnormal,

dan kesalahan. Penolakan dan pandangan tersebut didasarkan atas

ajaran agama yang di anut sebagian besar oleh masyarakat indonesia


25

dan juga karena ada anggapan kuat bahwa indonesia adalah negara

religius. Selain itu juga, minimnya interaksi atau informasi tentang

LGBT juga semakin menuatkan pandangan tersebut. Selama ini

informasi yang diterima adalah LGBT orang-orang yang berkaitan

dengan perbuatan dosa. Sebagian besar masyarakat juga menganggap

LGBT sebagai penyakit yang harus dihilangkan dan juga menakutkan

bagi orang karena bisa menular. Meskipun ada yang menolak

keberadaan LGBT, sebagian masyarakat dapat memahami dan

menerima keberadaan LGBT.

b. Penerimaan dilingkungan sekolah

Dalam pendidikan, sebagian masyarakat menolak keberadaan

LGBTsama sekali dan tidak ingin anak-anaknya bergaul dengan

mereka. Sebaliknya, ada juga masyarakat yang tidak menolak LGBT di

sekolah selama mereka tidak mengganggu dan melanggar aturan

sekolah. Berbeda halnya dengan lingkungan kampus atau universitas, di

kampus biasanya tidak mempermasalahkan LGBT.

c. Sikap individu

Umumnya, masyarakat merasa tidak nyaman dengan keberadaan lgbt di

lingkungannya. Mereka bisa tidak mendapatkan perlakuan baik dan

bahkan muncul sindiran dan permusuhan dari masyarakat. Sementara

itu, ada sebagian masyarakat yang tidak bisa hidup berdampingan

dengan LGBT (Darmayanti Rita, 2015).


26

K. Kerangka Teori

Kerangka teori yang mendasari penelitian untuk sebuah karya tulis ilmiah

ini mengambil dari teori Notoatmodjo 2010 tentang teori persepsi.

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi :

1. Faktor eksternal
a. Kontras
b. Perubahan
intensitas
c. Pengulangan Persepsi Masyarakat
(repetition)
d. Sesuatu yang
baru (novelty) Gambaran persepsi
2. Faktor internal masyarakat
a. Pengalaman atau terhadap perilaku
pengetahuan LGBT (lesbian,
b. Harapan gay, biseksual,
(expectation) transgender
c. Kebutuhan
d. Motivasi
e. Emosi Persepsi positif
f. budaya dan persepsi
negatif
27

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi

dari hal-hal yang khusus. Oleh karena itu konsep merupakan abstraksi, maka

konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati

melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variable. Jadi variable

adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep.

Vatiable adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo 2010).

Skema 3.1

Kerangka Konsep

INPUT PROSES OUTPUT

Masyarakat LGBT Persepsi


28

B. Defenisi operasional

Defenisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang dikur oleh variabel yang bersangkutan

(Natoadmodjo, 2010).

No Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur
1 Variabel Persepsi Kuisioner Wawancara -Ya Ordinal
Independent: adalah ≥ mean
Persepsi pandangan -Tidak
Masyarakat masyarakat ≤ mean
dalam Setuju
mengartikan
LGBT yang
masuk
kedalam
indera
masyarakat
2 Dependen: LGBT Kuisioner Wawancara -Iya Ordinal
Lesbian,Gay kelompok ≥ mean
,Biseksual, komunitas -tidak
Transgender Gay,atau ≤ mean
(LGBT) komunitas setuju
yang memiliki
orientasi seks
terhadap
sesama jenis.
29

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2016).

Ha: Persepsi Masyarakat Kota Bukittinggi Terhadap LGBT di Kecamata

Koto Selayan Kelurahan Puhun Pintu Kabun Tahun 2019.


30

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan design penelitian

survei deskriptif. menggunakan survei deskriptif untuk mengetahui persepsi

masyarakat Kota Bukittinggi terhadap LGBT. Survei deskriptif yaitu yag

dilakukan pada sekumpulan objek yang biasanya melihat gambaran atau

fenomena yang terjadi pada suatu populasi tertentu. Survei deskriptif juga

dapat didefenisikan suatu penelitian yang dilakukan utuk mendeskripsikan

atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat

(Notoatmodjo 2010) .

B. Waktu dan tempat penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Kecamatan

Mandiangin Koto Selayan di Kelurahan Puhun Pintu Kabun . Penelitian ini

dilkaukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2019.

C. Populasi penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti.

Pupolasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Kelurahan Puhun

Pintu Kabun.Teknik pengambilan sampelnya yaitu secara random yaitu

random sampling sederhana sebanyak 100 orang per KK (kartu keluarga).


31

D. Sample penelitian

Sample adalah yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pada

penelitian ini pengambilan sample dilakukan dengan caara random sampling

yaitu pengambilan sampel secara acak ( Notoatmodjo 2010).

Pada penelitian ini yaitu diambil sebanyak 100 orang per KK (kartu

keluarga) kemudian dipilih secara random atau acak satu orang yang

mempunyai hak pilih laki-laki atau perempuan.

E. Instrumen penelitian

Alat alat yang digunakan da lam penelitian ini adalah

1. Alat tulis

2. Lembar informed consent atau lembar persetujuan

3. Lembar formulis data responden

4. Kuisioner

F. Teknik pengumpulan data

Dalam melakukan analisis, data harus lebih dahulu diolah dengan tujuan

mengubah data menjadi informasi ( Hidayat, 2008). Dalam pengolahan data

terdapat langkah langkah yang harus ditempuh diantaranya :

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul.


32

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terdapat

data yang terdiri ats beberapa kategori. Pemberian kode penting bila

pengolahan data dan analisis menggunakan computer.

3. Entri data

Data entri adalah memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam

master table atau data base computer, kemudian membuat distribusi

frekuensi.

4. Cleaning data

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

telah dimaksukan kedalam computer untuk memastikan data bersih

dari kesalahan sehingga siap dianalisis.

G. Teknik analisa data

Analisis data yang akan dilakukan berupa analisis data univariat. Dimana

yang menjadi variabel Indenpenden (variabel bebas) adalah LGBT, sedangkan

yang menjadi variabel dependen (variabel terikat) adalah persepsi masyarakat

( Notoatmodjo, 2010).

H. Etika penelitian

Etika dalam penelitian ini menjukkan prinsip- prinsip etis yang yang

ditetapkan dalam kegiatan penelitian,dari proposal penelitian sampai dengan

publikasi hasil penelitian. Pelaku penelitian atau peneliti dalam menjalankan

tugas meneliti atau melakukan penelitian hendaknya memegang sikap ilmiah

serta berpegangan teguh pada etika penelitian (Notoatmodjo 2010). Seacar


33

garis besar dalam melakukan penelitian ada empat prinsip yang harus

dipegang teguh yakni :

1. Prinsip Menghargai Harkat dan Martabat Manusia (Respect For

Human Dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak hak subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian

tersebut. Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek

untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi

(berpasrtisipasi). Peneliti seyogianya mempersiapkan formulir persetujuan

subjek (inform concent).

2. Menghormati Privasi dan Kerahasian Subjek Penelitian (Respect For

Privacy and Confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak – hak dasar individu termasuk privasi

dan kebebasan individu dalam memberikan invormasi. setiap orang berhak

untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh

karena itu , peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas

dan kerahasian identitas subjek. Peneliti cukup menggunakan coding

sebagai pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan Inklusivitas/Keterbukaan (Respect for justice and

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan peneliti

perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yankni dnegan


34

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa

semua subjek peneliti memperleh perlakuan dan keuntungan yang sama,

tanpa membedakan gender, agama, etnis, dan sebagiannya.

4. Mempertimbangkan Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan

( Balancing Harms And Benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian khususnya.

Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasikan dampak yang merugikan

bagi subjek.

Anda mungkin juga menyukai