Rahmawati Wae
Rahmawae89@gmail.com
IAIN Bukit Tinggi
ABSTRAK
Fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual,Transgender) akhir-akhir ini sedang menjadi isu yang
cukup hangat di kalangan masyarakat. Selain dikalangan orang dewasa “wabah” LGBT juga
sudah merambah ke kalangan remaja dan pelajar, hal ini tentu sangat mengkhwatirkan, karena
pelajar merupakan aset bangsa, calon pemimpin bangsa dan hal ini tentu harus menjadi perhatian
serius semua pihak. Fenomena ini juga sudah mendapatkan perhatian yang cukup serius dikaji
oleh tokoh-tokoh di dunia pendidikan di indonesia, tak terkecuali di ranah bimbingan dan
konseling. Sebagai bagian integral dari pendidikan, Bimbingan dan Konseling juga harus
berperan serta dalam menangkal berkembangnya fenomena LGBT tersebut. Maka dari hal itu guru
BK sebagai pelaksana pelayanan BK di sekolah juga harus memiliki perhatian khusus pada
fenomena LGBT ini dan ini akan menjadi tantangan yang cukup serius bagi guru BK di era
perkembangan teknologi yang semakin pesat ini.
Kata kunci : Remaja, LGBT, Bimbingan_Konseling
Published by Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, 27-29 April 2019
28
PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019
2016, September dan Desember 2017 dengan sesama jenis dan berteman di media sosial dengan
jumlah responden 1.220 orang. Berdasarkan pengguna yang bertingkah laku seperti banci serta
survei tersebut hampir seluruh penduduk mengidolai artis-artis yang berperilaku sebagai
indonesia yaitu sebesar 87.6 % masyarakat banci (Hermawan dkk, 2017).
menilai bahwa LGBT adalah ancaman. Hal ini Penyebaran LGBT sudah mulai
semakin membuktikan bahwa sebagian besar merambah kepada remaja dan pelajar, maka
masyarakat indonesia memandang LGBT sebagai pendidikan harus mengambil peran dalam upaya
sesuatu yang menyimpang dari norma masyarakat mebentengi remaja dan pelajar dari bahaya
maupun norma agama. propaganda LGBT tersebut. Bimbingan dan
Namun dengan semakin gencarnya Konseling sebagai bagian integral dari pendidikan
penolakan masyarakat terhadap komunitas LGBT bisa berperan penting dalam upaya preventif
yang ada, belum mampu membendung tersebut. Bimbingan dan konseling di dalam
meningkatnya jumlah kaum LGBT di Indonesia. pendidikan dituntut untuk mampu menjawab
Dari segi kuantitas, kaum LGBT di Indonesia berbagai permasalahan dan problematika yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut dialami oleh klien. Dinamika kehidupan
laporan terakhir Kementerian Kesehatan masyarakat di era modern ini banyak
(Kemenkes) yang dikutip dari Komisi memunculkan problematika-problematika terkait
Penanggulangan AIDS Nasional mengungkap pemanfaatan teknologi dan informasi, perbedaan
jumlah lelaki berhubungan seks dengan lelaki budaya, isu-isu gender, gaya hidup dan masih
(LSL) alias gay sudah mencapai angka jutaan. banyak permasalahan lainnya dan semua
Berdasarkan estimasi Kemenkes pada 2012, permasalahan tersebut menjadi penyubur
terdapat 1.095.970 LSL baik yang tampak maupun berkembangnya LGBT di masyarakat.
tidak. Lebih dari lima persennya (66.180 orang) Probelamatika terperosoknya remaja
mengidap HIV. Sementara, PBB memprediksi kelingkaran hitam LGBT yang semakin
jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta memprihatinkan ini menjadi tantangan bagi
jiwa pada 2011. Padahal, pada 2009 populasi gay konselor sebagai seorang helper profesional.
hanya sekitar 800 ribu jiwa. Mereka berlindung di Konselor diharapkan dapat melaksanakan
balik ratusan organisasi masyarakat yang pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah
mendukung kecenderungan untuk berhubungan satu upaya pendidikan untuk membantu remaja
seks sesama jenis. Tentunya kondisi tersebut dan pelajar agar terhindar dari jeratan LGBT. Dari
sangat memprihatinkan dan perlu untuk mendapat uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis
reaksi serta penanganan dari pemerintah bersama mencoba untuk memaparkan tinjauan teoritis
segenap lapisan masyarakat mengenai mulai maraknya LGBT di kalangan
Selain menjadi “ancaman” bagi orang pelajar dan bagaimana upaya konselor dalam
dewasa, fenomena LGBT juga menjadi virus bagi menghadapi permasalahan tersebut.
para remaja dan pelajar. hal ini sangat
mengkhawatirkan, karena pelajar merupakan calon METODOLOGI
pemimpin bangsa, yang akan meneruskan Penelitian ini menggunakan metodologi
pembangunan bangsa. Bukti ancaman ini sudah library research (penelitian kepustakaan) yaitu
semakin banyak, salah satunya yaitu berita yang penelitian dengan teknik pengumpulan data
menghebohkan masyarakat pada tahun 2018 , dengan mengadakan penelaahan terhadap buku-
mengenai munculnya grup penyuka sesama jenis buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan
di Facebook, yang diduga anggota grup tersebut laporan-laporan yang berhubungan dengan
merupakan pelajar SMP (Liputan 6, 9 Oktober permasalahan yang dipecahkan (Nazir, 1988).
2018). Fakta ini seperti fonemena gunung es, Penelitian kepustakaan atau kajian
karena masih banyak lagi kasus-kasus LGBT yang literatur (literature review atau literature research)
melibatkan remaja dan pelajar yang tidak merupakan penelitian yang mengkaji atau
terungkap oleh media. meninjau secara kritis pengetahuan, gagasan, atau
Terjangkitnya para pelajar ke dalam temuan yang terdapat di dalam tubuh literatur
“lubang hitam” LGBT semakin meningkat di era berorientasi akademik (academic-oriented
tekhnologi seperti sekarang ini, salah satunya yaitu literature), serta merumuskan kontribusi teoritis
dari maraknya penggunaan media sosial di dan metodologisnya untuk topic tertentu, (Cooper
kalangan pelajar. Para pelajar yang umumnya aktif dan Taylor dalam Farisi, 2010). Data dan literatur
di media sosial seperti Facebook, Twitter Whats yang akan di telaah yaitu terkait fenomena LGBT
Up dan Instagram. Media sosial tersebut dapat di kalangan pelajar serta kajian peran dan
menjadi salah satu pintu untuk masuknya para tantangan dunia bimbingan dan konseling dalam
pelajar ke lingkungan LGBT, seperti grup-grup upaya membantu menghindarkan pelajar dari
media sosial yang anggotanya berisi penyuka bahaya LGBT.
29
PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019
30
PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019
31
PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019
dengan anak remajanya. Padahal apabila Sarlito (2012) pendidikan seks tidak hanya
orangtua dan guru memberikan pemahaman penerangan tentang seks semata, akan tetapi
mengenai peran gender kepada remaja, juga harus mengandung pengalihan nilai-
maka dapat dipastikan remaja akan dapat nilai dari pendidik ke subjek-subjek didik.
menemukan identitas gender yang sesuai Dengan demikian pendidikan seks tidak
dengan apa yang diharapkannya (Soekanto, diberikan secara vulgar melainkan secara
2012). kontekstual.
Konselor sebagai pelaksanan layanan Pendidikan seks bagi pelajar atau remaja
bimbingan dan konseling sudah seharusnya bisa juga diintegrasikan dalam pelaksanaan
memililki perhatian kepada penanaman layanan BK oleh konselor. Materi-materi
pemahaman gender pada siswa yaitu pada yang bisa menjadi acuan oleh konselor
tiga aspek, pengenalan, akomodasi dan dalam mananamkan pendidikan seks pada
tindakan. remaja yaitu mengenai, (1) masa pubertas
1) Pengenalan dan perkembangan alat reproduksi, (2)
Dalam upaya pengenalan peran gender pengenalan sistem reproduksi dan
ini, konselor dapat mengintegrasikan kesehatan reproduksi, (3) menjalin
materi layanan yang berkaitan dengan hubungan dengan lawan jenis serta batasan-
pengenalan peran-peran sosial sebagai batasan yang harus dipatuhinya, (4)
laki-laki dan peran sosial sebagai pengenalan penyakit menular seksual.
perempuan.
2) Akomidasi c. Dampak perkembangan teknologi
Kesadaran gender selanjutnya yang Perkembangan teknologi bisa diibaratkan
harus ditanamkan kepada remaja yaitu sebagai sebuah mata piau, apabila
mengenai akomodsasi, yaitu perkembangan teknologi dimanfaatkan
kesadaran dalam menghargai secara positif maka teknologi akan sangat
keragaman peran laki-laki dan membantu manusia dalam aktifitas sehari-
perempuan sebagai aset yang harusnya hari. Namun disisi lain, apablia
berkolaborasi dalam keharmonisan perkembangan teknologi disalahgunakan
hidup. untuk hal-hal yang bersifat merugikan,
3) Tindakan maka dampaknya akan sangat besar bagi
Aspek kesadaran terakhir yang harus individu.
ditanamkan dalam diri remaja yaitu Salahsatu “produk” perkembangan
tindakan. Tindakan dalam hal ini yaitu teknologi yaitu keberadaan media sosial.
berupaya dan berkolaborasi secara Media sosial adalah suatu media online
harmonis dengan lain jenis dalam yang sering dimanfaatkan oeleh
keragaman peran sosial, baik feminim masyarakat, terutama pada kalangan remaja
maupun maskulin. yang sedang gemar-gemarnya
Dalam menanamkan pemahaman peran menggunakan media sosial seperti
gender pada remaja konselor berperan Instagram, facebook, Twitter, Youtube,
membantu remaja menganalisis peran WhatsUp, Path dan lainsebagainya.
gender dengan tujuan mengeksplorasi Penyebaran propaganda LGBT semakin
berbagai dampak dari peran gender yang marak terjadi di media sosial. Facebook dan
selama ini menjadi keyakinnya. Twitter merupakan dua media sosial yang
sering digunakan untuk kampanye LGBT
b. Pendidikan seks dan sifatnya global, sehingga
Pendidikan seks bagi remaja masih memungkinkan komunitas LGBT di
dianggap tabu oleh masyarakat kita. seluruh dunia untuk terkoneksi (Salzburg
Banyak orangtua yang berfikir pendidikan Academy, 2016). Keberadaan grup-grup
seks bagi remaja belum terlalu penting. media sosial yang anggotanya para penyuka
Remaja sudah seharusnya belajar tentang sesama jenis dan kebanyakan dari anggota
seksualitas, hubungan dengan lawan jenis, tersebut adalah para pelajar. Menurut Wati
serta segala hal yang menyangkut sistem (2011), menyatakan bahwa komunikasi
reproduksi pada pria dan wanita. dengan media sosial akan membawa
Pandangan pro dan kontra mengenai pengaruh pada, (1) Kepercayaan, nilai dan
pendidikan seks bagi remaja pada sikap, (2) pandangan terhadap dunia, (3)
hakikatnya tergantung sekali dengan Organisasi sosial, (4) Tabiat manusia, (6)
bagaimana seseorang guru dan orangtua Orientasi kegiatan, (7) persepsi diri dan
mendefenisikan seks itu sendiri. Menurut orang lain.
32
PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019
Peran konselor dalam upaya mengatasi dalam konteks ini terkait dengan
dampak negatif media sosial ini sangat penyebaran propaganda LGBT
penting. Tugas konselor dalam mengatasi melalui media sosial. Konselor
damapak negatif media sosial merupakan dalam pelaksanaan upaya tersebut
sebuah upaya yang perlu dilakukan, karena bisa melaksanakan dalam format
dalam bimbingan dan konseling terdapat individual, kelompok maupun
tujuan yang terkait dengan aspek pribadi- klasikal.
sosial siswa berkenaan dengan hal tersebut.
Dalam konteks meminimalisir dampak PENUTUP
negatif media sosial bagi remaja tidak Dari pemaparan di atas terlihat bahwa
cukup hanya dengan pendidikan akademik fenomena LGBT (Lesbian, Gay,
didalam kelas, namun juga memerlukan Biseksual,Transgender) yang akhir-akhir ini
bantuan psikoedukatif yaitu berupa layanan sedang menjadi isu yang cukup hangat di kalangan
bimbingan dan konseling. Adapun strategi masyarakat. Selain dikalangan orang dewasa
layanan bimbingan dan konseling yang “wabah” LGBT juga sudah merambah ke kalangan
dapat dilakukan dalam mengurangi efek remaja dan pelajar, hal ini tentu sangat
negatif penggunaan media sosial mengkhwatirkan, karena pelajar merupakan aset
dikalangan remaja adalah sebagai berikut: bangsa, calon pemimpin bangsa dan hal ini tentu
1. Strategi Layanan Dasar harus menjadi perhatian serius semua pihak.
Dalam rangka mengurangi Fenomena ini juga sudah mendapatkan perhatian
dampak negatif media sosial yang cukup serius dikaji oleh tokoh-tokoh di dunia
dikalangan remaja bisa dilaksanakan pendidikan di indonesia, tak terkecuali di ranah
melalui layanan dasar yaitu dengan bimbingan dan konseling.
melaksanakan need assesment yaitu Sebagai bagian integral dari pendidikan,
berupa angket untuk Bimbingan dan Konseling juga harus berperan
mengungkapkan pemahaman siswa serta dalam menangkal berkembangnya fenomena
tentang efek negatif media sosial. LGBT tersebut. Maka dari hal itu guru BK sebagai
Selain itu bisa melaksanakan pelaksana pelayanan BK di sekolah juga harus
layanan-layanan klasikal yaitu memiliki perhatian khusus pada fenomena LGBT
pelaksanaan pelayanan informasi ini dan ini akan menjadi tantangan yang cukup
dengan materi terkait dampak serius bagi guru BK di era perkembangan
negatif media sosial dan peran media teknologi yang semakin pesat ini. Konselor di
sosial dalam penebaran propaganda sekolah bisa menerapkan upaya-upaya melalui
LGBT. strategi-strategi pelayanan bimbingan dan
2. Strategi layanan Peminatan dan konseling. Strategi-strategi tersebut bisa
perencanaan individual dilaksanakan oleh konselor dalam meminimalisir
Strategi untuk mengurangi efek dampak negatif media sosial bagi remaja, yang
negatig media sosial pada remaja dalam konteks ini terkait dengan penyebaran
melalui layanan ini yaitu dengan propaganda LGBT melalui media sosial. Konselor
menguatkan pemahaman individu dalam pelaksanaan upaya tersebut bisa
mengenai dampak yang ditimbulkan melaksanakan dalam format individual, kelompok
dari penggunaan media sosial yang maupun klasikal.
tidak terkontrol, diantaranya yaitu
konten-konten berbau pornografi DAFTAR PUSTAKA
dan berbau LGBT.
3. Strategi layanan responsif Elia, Herman. (1991) Psikologi Umum. Jakata: PT
Pelaksanaan konseling kelompok Gramedia Pustaka Utama.
serta bimbingan kelompok dapat Farisi, M. I. (2010). Pengembangan Asesmen Diri
dilaksanakan dalam meningkatkan Siswa (Student Self-Assessment) sebagai
pemahaman remaja tentang efek Model.
negatif media sosial, terutama Gerungan, (2010), psikologi sosial. Bandung : PT.
mengangkat topik mengenai konten- Refika aditama.
konten berbau LGBT di media Hartanto, (2016). Hegemoni dalam Emansipatory:
sosial. Studi Kasus Advokasi Legalisasi Lesbian,
Strategi-strategi tersebut bisa Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT)
dilaksanakan oleh konselor dalam di Indonesia. Jurnal Indonesia Perspective.
meminimalisir dampak negatif Vol 1, No 2.
media sosial bagi remaja, yang
33
PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019
34