Anda di halaman 1dari 23

SEMINAR SDM

Pengaruh LGBT Terhadap Masyarakat

DOSEN PENGAMPU :
FIRDAUS KURAI, SE., MM.

Disusun oleh :

Nura Diayanti – 16514251


Yessi Kristin – 16514054
Ade
M. Nurhuda

YAYASAN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


PERSADA BUNDA
TAHUN AJARAN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik .

Makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Seminar SDM dengan judul makalah
yaitu “Pengaruh LGBT Terhadap Masyarakat“. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bp. Firdaus Kurai, SE., MM. selaku dosen pembimbing mata
kuliah Seminar SDM.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai kekurangan baik dari segi
teknis maupun isi, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi pembuatan makalah selanjutnya. Oleh karena itu,penulis berharap agar
makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan berguna bagi pembacanya.

Pekanbaru, 25 Februari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kehadiran kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia, akhir-
akhir ini semakin ramai dipersoalkan. Tidak hanya di media massa dan jejaring sosial,
perbincangan seputar kelompok ini juga dilakukan di forum diskusi secara serius oleh
berbagai organisasi sosial dan agama, majelis agama-agama, komisi-komisi negara, kampus,
dan legislatif. Semuanya bertujuan untuk meletakkan persoalan LGBT ini pada tempat yang
sebenarnya. Perilaku dan fenomena LGBT sudah lama terjadi di Indonesia maupun di
belahan bumi lain. Namun LGBT menjadi isu dan topik diskusi yang melibatkan negara dan
institusi internasional baru belakangan ini saja terjadi.

Tidak semua orang setuju dengan istilah LGBT atau GLBT. Contohnya, ada yang
berpendapat bahwa pergerakan transgender dan transeksual tidak sama dengan lesbian, gay,
dan biseksual (LGB). Argumen ini bertumpu pada gagasan bahwa transgender dan
transeksualitas berkaitan dengan identitas gender yang terlepas dari orientasi seksual Isu
LGB dipandang sebagai masalah orientasi atau rangsangan seksual. Pemisahan ini dilakukan
dalam tindakan politik : tujuan LGB dianggap berbeda dari transgender dan transeksual,
seperti pengesahan pernikahan sesama jenis dan perjuangan hak asasi yang tidak menyangkut
kaum transgender dan interseks. Beberapa interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok
LGBT dan lebih menyukai istilah "LGBTI", sementara yang lainnya meyakini bahwa mereka
bukan bagian dari komunitas LGBT dan lebih memilih tidak diliputi dalam istilah tersebut.

Di sela-sela berbagai kontroversi dalam masyarakat, media juga ikut andil dalam
menyuarakan berbagai pandangan dari sudut pro dan kontra, Setiap komunitas yang disebut
LGBT telah dan masih terus berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing,
seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain, konflik tersebut terus
berlanjut hingga kini.
Besarnya respons yang diberikan oleh beragam komponen masyarakat bangsa ini,
karena melihat semakin derasnya kampanye, advokasi dan propaganda yang dilakukan
pelaku dan pendukung kaum ini. Tidak lagi sekadar menyuarakan perlindungan diskriminasi
atau kekerasan, tetapi mulai mempengaruhi publik dengan mendalilkan bahwa perilaku
LGBT adalah normal, tidak menular dan tidak berbahaya. Secara terang-terangan kelompok
ini mendesak negara untuk mengakui kehadiran mereka sebagai bagian dari komunitas yang
ada dalam masyarakat. Ujungnya, kaum LGBT dan para pendukungnya memperoleh
legalitas dari negara melakukan pernikahan sejenis.

Hal ini tentu nya menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan, baik itu
dikalangan politik, lembaga ataupun kalangan masyarakat. Bagi masyarakat Indonesia yang
masih setia pada norma dan tradisi agama, sangat wajar kalau mereka menentang. Lebih dari
itu, alasan mereka tidak saja norma agama, melainkan juga dikhawatirkan akan
mempengaruhi pertumbuhan remaja yang masih dalam proses pencarian identitas diri,
sehingga akan membawa mereka ke gaya hidup yang dianggap menyalahi adat dan
kepantasan sosial. Sedangkan bagi pejuang pembela hak asasi manusia, LGBT itu hak
seseorang yang mesti dihargai. Maka tak bisa dihindari munculnya pro-kontra baik mereka
yang membahas dari sisi psikologis ilmiah, analisis teologi, maupun kebijakan publik yang
mesti diambil pemerintah.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka dari itu penulis mencoba untuk membahas
lebih dalam bagaimana pengaruh LGBT tersebut terhadap masyarakat. Sehingga ini menjadi
kajian yang akan dapat menjadi pertimbangan bagi para pembaca dalam menyikapi fenomena
yang ada saat ini.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah LGBT

LGBT atau GLBT adalah akronim dari "lesbian, gay, biseksual, dan transgender".
Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay karena
istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Akronim ini dibuat
dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas
seksualitas dan gender". Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang
tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual, biseksual, atau transgender. Maka dari itu,
seringkali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan
identitas seksual mereka juga terwakili (contoh."LGBTQ" atau "GLBTQ", tercatat semenjak
tahun 1996). Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga
diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan
gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.

Seluk-beluk LGBT memang menarik untuk dibicarakan, terlepas dari apakah kita pro
atau kontra, ada baiknya kita mengetahui dunia LGBT saat ini karena tidak sedikit pula
LGBT yang mau menikah heterogen dengan pasangan di luar kaumnya. Bagi pasangan gay,
harus ada yang berperan sebagai perempuan dan laki-laki di antara mereka berdua, untuk
gay yang berperan sebagai perempuan disebut bottom dan yang jadi laki-laki disebut top.
Sedangkan, untuk lesbian yang berperan sebagai perempuan disebut femme dan yang menjadi
laki-laki disebut buchi. Tidak melulu seorang lesbian hanya ingin berhubungan dengan
wanita karena saat ini telah ada kasus di mana ada buchi yang hanya mau berhubungan
dengan bottom. Si perempuan buchi itu menjadi laki-laki di kehidupan pernikahan, sementara
si laki-laki bottom menjadi perempuan di kehidupan nyata.

Di negara maju seperti Amerika dan Eropa, keberadaan kelompok LGBT telah
mendapat pengakuan dari negara. Ia tidak lagi dianggap sebagai perilaku yang abnormal.
Perilaku LGBT dipandang sama seperti perilaku manusia lain dan itu dikategorikan sebagai
hak asasi yang wajib dilindungi negara. Lebih jauh, legalitas aktivitas mereka sudah sampai
pada pengakuan terhadap hidup bersama dalam sebuah ikatan pernikahan rumah tangga.

Derasnya kampanye, advokasi, dan propaganda komunitas LGBT di bumi nusantara


ini, salah satunya ditopang oleh pendanaan yang besar dari UNDP (United Nations
Development Programme). Satu organ badan dunia PBB ini mengucurkan dana sebesar 8
juta dolar AS (sekitar Rp 112 miliar) untuk empat negara yakni Indonesia, Cina, Filipina dan
Thailand. Bantuan yang dimulai Desember 2014 hingga September 2017, bertujuan agar
kaum LGBT mengetahui hak-hak mereka dan mendapatkan akses ke pengadilan ketika
melaporkan pelanggaran HAM yang dialami. Output yang diharapkan adalah kemampuan
organisasi-organisasi LGBT semakin meningkat dalam melakukan mobilisasi dan
berkontribusi diberbagai dialog kebijakan serta aktivitas pemberdayaan komunitas.

Tercatat sejauh ini telah ada 23 negara di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis.
Negara-negara tersebut adalah Belanda (1996), Belgia (2003), Spanyol dan Kanada (2005),
Afrika Selatan (2006), Norwegia dan Swedia (2009), Portugal, Islandia, dan Argentia (2010),
Denmark (2012), Brazil, Inggris dan Wales, Prancis, Selandia Baru dan Uruguay (2013),
Skotlandia (2014), Luxemburg, Finlandia, Slovenia, Irlandia, Meksiko, serta Amerika Serikat
(2015).

Terus bermunculan di Indonesia, gerakan kaum LGBT sudah berlangsung lama.


Kemunculan mereka secara terbuka dalam bentuk organisasi dengan nama Lambda Indonesia
dilakukan pertama sekali pada 1982. Sampai 1990-an organisasi atau asosiasi sejenis terus
bermunculan. Sampai sekarang diperkirakan 40-an organisasi LGBT telah berdiri di 33
provinsi. Beberapa asosiasi utama LGBT yang saat ini terus aktif melakukan kampanye dan
advokasi di antaranya : Gaya Nusantara, Arus Pelangi, Ardhanary Institute, dan GWL INA.

2. Pandangan Psikater dan Psikolog terhadap LGBT

Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP


PDSKJI) mengeluarkan pernyataan sikap atas berkembangnya isu Lesbian, Gay, Biseksual
dan Transgender (LGB-T) di Indonesia. Menurut Undang-undang No.18 tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa dan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III, LGBT
merupakan istilah yang berkembang di masyarakat yang tidak dikenal dalam ilmu psikiatri.
Sedangkan orientasi seksual antara lain meliputi heteroseksual, homoseksual dan biseksual.

Homoseksual merupakan kecenderungan ketertarikan secara seksual kepada jenis


kelamin yang sama. Homoseksual meliputi lesbian dan gay. Sedangkan biseksual adalah
kecenderungan ketertarikan secara seksual kepada kedua jenis kelamin. Transseksualisme
merupakan gangguan identitas kelamin berupa suatu hasrat untuk hidup dan diterima sebagai
anggota dari kelompok lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan tidak enak atau tidak
sesuai dengan anatomi seksualnya. Dia juga menginginkan untuk memeroleh terapi hormonal
dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang
diinginkan.

Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran


Jiwa dr Danardi Sosrosumihardjo, SpKJ(K) bahwa Orang dengan Masalah Kejiwaan
(ODMK) merupakan orang yang memiliki masalah fisik, mental dan sosial, pertumbuhan dan
perkembangan dan kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.
Dengan demikian, orang dengan homoseksual dan biseksual dapat dikategorikan sebagai
ODMK, Sedangkan untuk menegakkan diagnosis transeksual, identitas mereka harus
menetap selama minimal dua tahun. Dan perlu dicatat, transeksual bukan gejala dari
gangguan jiwa seperti skizofrenia atau kelainan interseks, genetik atau kromosom seks
sehingga mereka dikategorikan sebagai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan
menurutnya pula bahwa tidak semua ODKM akan berkembang menjadi ODGJ. Banyak
faktor yang berkontribusi hingga muncul gangguan jiwa seperti faktor genetik,
neurobiologik, psikologik, sosial, budaya dan spiritualitas.

Pakar Psikolog menyatakan LGBT bisa disembuhkan. Ada beberapa hal yang
mempengaruhi perilaku LGBT. Misalnya faktor biologis. Penelitian menyatakan bahwa
homoseksual (gay dan lesbi) dan transgender disebabkan karena muncul dorongan dari dalam
tubuh yang bersifat genetik. Penyimpangan genetik ini bisa diterapi dan disembuhkan dengan
baik dengan cara medis maupun religi. Di samping itu, ada juga pengaruh lingkungan,
keluarga, dan pengetahuan agama yang lemah. Dari pemilihan subjek dan objek inilah
kemudian bisa ditentukan pendekatan seperti apa yang paling efektif dilakukan agar kaum
dan pendukung LGBT menyadari kekeliruan yang mereka lakukan. Tidak hanya
menggunakan instrumen hak asasi manusia yang universal semata tanpa memerhatikan nilai-
nilai sosial, budaya dan agama yang hidup di masyarakat. Demikian pula sebaliknya.

3. Pandangan KPAI dan KPI terhadap LGBT

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selama Februari 2016 sudah mengeluarkan sekitar
6 sanksi teguran, terhadap televisi yang memiliki program-program yang secara tidak
langsung, mempromosikan pelaku dan perilaku LGBT. Tidak dipungkiri bahwa publik figur
seringkali menjadi pusat percontohan perilaku di kalangan penggemarnya. Penularan yang
terlihat cepat di kalangan figur publik, khususnya artis, bisa jadi contoh paling gamblang,
pelaku dan perilaku LGBT di kalangan publik figur secara langsung atau tidak langsung
disebarluaskan secara massif oleh lembaga penyiaran, khususnya televisi. Bayangkan jika
setiap hari ada beberapa televisi menampilkan pelaku dan perilaku LGBT dalam programnya,
maka berapa juta warga masyarakat Indonesia yang terterpa pesan langsung dan tidak
langsung tentang LGBT.

Kelompok LGBT juga membangun kesadaran bersama dan melakukan upaya


bersama memperjuangkan pembenaran, eksistensi, sampai pengakuan hak-hak hukum atas
disorientasi perilaku seksualnya. Tentu saja, kelompok LGBT secara sadar juga melakukan
berbagai upaya untuk menambah jumlah pelaku dan menyebarluaskan perilaku mereka.
Kampanye viral melalui media sosial saat ini dimanfaatkan secara maksimal bagi kelompok
dan pendukung LGBT, untuk menyebarluaskan paham mereka. Juga menggalang dukungan
dan menjaring pengikut baru di tengah tidak ada regulasi yang secara efektif mampu
mengawasinya.

Sedangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan, propaganda


Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dilarang masuk ke anak-anak. LGBT
merupakan penyimpangan terhadap moral, agama dan undang-undang. Di dalam UU
Perlindungan Anak dan KUHP, menjelaskan, kalau bersetubuh, pencabulan, pelecehan
dengan anak itu adalah tindak pidana. Menurut KPAI propaganda LGBT dilarang keras
masuk ke dalam anak-anak. Tentunya Hak Asasi Manusia (HAM) memang melekat dalam
diri manusia. Namun tidak serta merta menjadi nomor satu. Menurutnya, HAM dibatasi hak-
hak lain. Dia mengungkapkan, amanat UUD 45 sangat jelas.

Orang Indonesia masih memiliki keyakinan bahwa perilaku LGBT tidak sesuai norma
moral, agama dan sebagainya. Penyakit kelamin karena penyimpangan seks sangat tinggi
meski kerap dibantah aktivis LGBT. Pada tahun 1950, tidak ada satu negara pun yang
melegalkan perkawinan sesama jenis. Pada tahun 2015 terdapat 17 negara yang melegalkan
perkawinan sesama jenis .Bagaimana 2050 atau 2100. Karena bumi ini akan musnah karena
tidak terjadi reproduksi.

Disisi lain, Gerakan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT)
semakin berani di Indonesia, bahkan tak segan menuntut tujuh pejabat negara. Pejabat
tersebut terdiri dari Mendikbub Anies Baswedan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil,
anggota DPR M Nasir Djamil, Ketua MPR Zulkifli Hasan, termasuk penggiat dan
Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Erlinda.

Pihak KPAI mengemukakan bahwa Mereka salah karena mengampanyekan


propaganda Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) kepada anak-anak. Padahal
anak-anak itu sama sekali tidak boleh diberitahukan hal-hal buruk, yang bertentangan dengan
usia dan masa pertumbuhan. Itu sudah diamanahkan langsung lewat UU pasal 56 atau
lainnya. Sepaham dengan KPAI maka KPI pun mengeluarkan surat edaran yang berisi 7 poin
yang harus diperhatikan oleh Lembaga Penyiaran dalam melaksakan peraturan dan Pedoman
Perilaku Penyiaran serta Standar Program Siaran (P3 dan SPS) yang berisi pelarangan pria
sebagai pembawa acara (host), talent maupun pengisi acara lainnya (baik pemeran utama
maupun pendukung) dengan tampilan :

1. Gaya berpakaian kewanitaan;


2. Riasan (make up) kewanitaan;
3. Bahasa Tubuh Kewanitaan, (termasuk namun tidak terbatas pada gaya berjalan,
gaya duduk, gaya tangan maupun perilaku lainnya);
4. Gaya Bicara Kewanitaan;
5. Menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berprilaku
kewanitaan;
6. Menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya
diperuntukkan untuk wanita;
7. Menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering digunakan kalangan pria
kewanitaan.

4. Pandangan Agama dan HAM tentang LGBT

Dari sisi agama, semua agama melarang adanya LGBT. Dalam Islam LGBT sangat di
haramkan karena itu sudah tercantum dalam Al-Quran surat Al Aruf ayat 80 :84 yang dimana
ayat ini mengisahkan tentang jaman nya nabi Luth yang pada masa itunabi Luth mengusir
orang orang yang tidak taat kepada ajaran Allah SWT, mereka yang melakukan hubungan
sesama jenis sehingga Allah membinasakan mereka dengan menghujani mereka dengan batu.

Selain itu diperjanjian baru surat Roma bab 1 ayat 26 27 bahwa mereka menyatakan
bahwa mereka yang melakukan hubungan sex sesama jenis akan mendapatkan gajaran yg
setimpal degan dosanya, Sedangkan ”Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa Allah
merancang agar hubungan seks dilakukan hanya di antara pria dan wanita, dan hanya dalam
ikatan perkawinan. (Kejadian 1:27, 28; Imamat 18:22; Amsal 5:18, 19) Alkitab mengutuk
percabulan, yang mencakup perilaku homoseksual maupun heteroseksual terlarang.”*—
Galatia 5:19-21.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terhadap seluruh


aktivitas lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) pada 17 Februari 2016. Menyusul
MUI, kini sejumlah organisasi keagamaan lain juga turut angkat bicaratentang LGBT, Wakil
Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI Najamudin Ramli, pimpinan-pimpinan Majelis Agama
yang terdiri dari MUI, Konferensi Wali Gereja Indonesia, Perwakilan Umat Budha
Indonesia, dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia menimbang bahwa aktivitas
LGBT bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama, Pancasila, UUD 1945 Pasal 29
ayat 1 dan UU Nomer 1 tahun 1974 tentang pernikahan.
Mungkin bagi sebagian orang yang pro dengan LGBT menuntut agar pemerintah
melegalkan perbuatan tersebut. Mereka sering berdalih dengan landasan hak asasi manusia
(HAM) sebagai tameng utamanya. Bahkan Indonesia sebagai salah satu negara hukum
memberikan jaminan kebebasan berekspresi diatur dalam UUD 1945 amandemen II, yaitu
pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Ini adalah masalah
bersama dilihat problem kejiwaan/problem sosial atau bukan, sehingga semua lapisan
masyarakat dituntut agar memahaminya dengan baik dan segera dicari solusinya. Legalnya
pernikahan sejenis di Indonesia pun akan melanggar UU No. 1 tahun 1974 tentang
pernikahan yang menyebutkan bahwa pasangan mempelai adalah seorang wanita dan seorang
pria.

Sekalipun mereka masih tetap teguh kepada pendirianya untuk melegalkan perbuatan
ini. Maka hal yang harus dijadikan basis fundamental dan harus selalu diingat dalam kaitanya
penegakkan hak asasi manusia adalah bahwa HAM berbanding lurus dengan kewajiban-
kewajiban yang harus dilakukan. Dengan demikian, setiap individu bebas dan berhak atas
haknya masing-masing, namun pada saat yang sama ia harus memperhatikan hak-hak orang
lain yang berada di lingkungannya. Sejauh pengamatan penulis sampai saat ini, pandangan
kelompok ini baru sampai pada taraf menuntut hak-haknya saja. Dalam hal ini, Peran
pemerintah benar-benar sangat diperlukan untuk merumuskan kerangka kode etik sosial.

5. Perkembangan LGBT di Indonesia

Aktivis hak-hak lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) Dede Oetomo
(adalah seorang sosiolog, aktivis AIDS, dan aktivis gay Indonesia - Pendiri gaya nusantara
yaitu organisasi masyarakat LGBT Indonesia) menyebut jumlah gay di Indoneia ada ratusan
ribu orang. Bahkan ada yang memperkirakan 3 persen dari penduduk Indonesia adalah kaum
LGBT. Data itu dia peroleh dari rilis Kementerian Kesehatan di tahun 2006. Jumlah gay saat
itu 760 ribuan orang. Sementara waria 28 ribu orang. Dede menjelaskan bahwa angka ini
ketika dicari di internet juga tidak ada. Kalau lesbi tidak ada data. Soal jumlah pasti tidak ada
yang tahu. Ada yang bilang 3 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Hanya saja menurut
Dede tidak ada jumlah pastinya, karena tidak pernah bisa dihitung. Ini disebabkan mereka
masih menutup diri dan bersembunyi. Lantaran hukum dan sosial Indonesia masih tidak
menerima keberadaan mereka. Bagi yang pro LGBT, ini faktanya:

1. Tiga lembaga kesehatan sangat kredibel yang melakukan riset intensif


menyimpulkan LGBT itu bukan mental disorder, bukan penyakit, tapi sekedar varian
orientasi seksual orang-orang yang sehat belaka. Ketiganya adalah Asosiasi Psikiater
Amerika (tahun 1970an), diikuti Asosiasi Psikologi Amerika dan Lembaga
Kesehatan Dunia PBB (WHO)
2. Tahun 2014, melalui voting, Persatuan Bangsa Bangsa membuat resolusi bahwa
LGBT itu adalah bagian sentral dari hak asasi manusia. Ia adalah pilihan individu
dan identitas sosial yang punya hak hidup, dan tak boleh didiskriminasi, sebagaimana
agama, suku, ras, gender
3. Umumnya penentang LGBT menggunakan alasan agama. Namun kini sudah muncul
interpretasi progresif dari banyak agama yang ikut mendukung LGBT. Untuk dunia
muslim, misalnya Gerakan Muslim Progresive values. Ini pertarungan interpretasi
terhadap agama.

Menjadi LGBT adalah sebuah pilihan yang bebas dipilih oleh siapapun berdasarkan
cara pikirnya sendiri. Cara pikir setiap orang tentu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
mulai dari proses perkembangan seseorang hingga faktor lingkungan di luar dirinya.
Memang, saat ini semua orang belum dapat menerima kehadiran LGBT, selalu ada pro dan
kontra terhadap sesuatu hal. Untuk masalah LGBT, ada dua macam sikap kontra yang
terlihat. Pertama, kontra tetapi dapat menerima untuk hidup berdampingan dengan LGBT
dan yang kedua, kontra untuk melibas. Masalah pro kontra disini jangan hanya dikaitkan
dengan kaum straight dan non-straight. Ada banyak kasus dimana LGBT ingin kembali
menjadi straight dengan cara mencoba berhubungan dengan lawan jenis atau kaum straight
yang akhirnya memilih untuk menjadi LGBT. Kembali, itu adalah sebuah pilihan setiap
orang berhak memaknai kehidupannya sendiri.

Memilih menjadi kaum LGBT tentu mendatangkan risiko yang tidak sedikit, contoh
paling sederhana adalah bully. Bentuk bully-nya sama seperti orang kebanyakan yang merasa
superior. Mereka menganggap LGBT adalah kaum inferior. Kasus bully sendiri justru terjadi
juga di kaum LGBT sendiri seperti misalnya, White Gay People menolak berhubungan
dengan Asian gay, sissy, old, dan lain-lain. Sementara untuk dorongan seksual, ada kaum
gay ada yang hiperseksual dan pasif. Bahkan banyak kaum LGBT yang masih menjaga
"kemurnian" mereka dengan tidak melakukan penetrasi saat seks atau bahkan tidak
melakukan seks sama sekali. Banyak LGBT yang juga percaya konsep true love.

Mengambil pilihan untuk menjadi LGBT membuat seseorang juga harus menerima
berjuta risiko dalam satu paket. Salah satu risikonya adalah berkaitan dengan transmisi
HIV/AIDS. Kelompok transmisi tertinggi hingga beberapa tahun lalu di Indonesia itu LSL
(Lelaki Seks Lelaki atau MSM-Men Sex Men). Sekitar awal tahun 1981, dari kaum gay pula
lah yang ditemukan pertama kali mengidap penyakit tersebut (sumber: Centers for Diseases
Control-CDC, Los Angeles). Selanjutnya gaya hidup yang bebas seperti ini malah cukup
menimbulkan kekhawatiran semakin meningkatnya angka kejadian penyakit tersebut.

Belum lagi dengan melakukan hubungan homoseksual membuat mereka tidak dapat
menghasilkan keturunan. Untuk masalah menghasilkan keturunan, di negara barat, kita bisa
ambil Ricky Martin dan Neil Patrick Harris yang masing-masing dengan pasangannya
memutuskan untuk beranak pinak dengan konsep surrogate mother (meminjam rahim kepada
wanita pendonor). Bahkan melalui surrogate mother mereka bisa memrogram ingin punya
anak dengan jenis kelamin apa, kembar, dan sebagainya.

Secara default hanya ada pria dan wanita. LGBT itu pilihan karena merasa tidak
nyaman dengan kondisi defaultnya. Masalah LGBT muncul karena memodifikasi kondisi
default. Kondisi default manusia adalah wanita untuk pria dan sebaliknya. Secara fisiologis
pun demikian. Alat reproduksi pun demikian. Desain alat kelamin dan tubuh lainnya pun
saling melengkapi. Jadi ada kondisi membutuhkan lawan jenis. Bahkan di LGBT sendiri ada
fungsi gender pria dan wanita. Karena ada ketidaknyamanan atau ada dorongan emosi dan
protes terhadap kondisi default maka memilih menjalani LGBT.

6. LGBT dan Pengaruhnya Terhadap Sebuah Bangsa dan Masyarakat

Pro dan kontra terus mengemuka dengan pelbagai argumennya yang tentu sama-sama
diklaim valid. Merujuk pada penelitian PEW research center, negara-negara yang religius
memang memiliki toleransi yang minimal terhadap perilaku LGBT. Semakin religius sebuah
negara, semakin besar kecenderungan penolakannya atas LGBT. Indonesia, dalam riset
tersebut, dikategorikan sebagai salah satu negara yang memiliki tingkat religiusitas tinggi,
sehingga wajar saja nuansa penolakannya jauh lebih besar dibanding negara-negara yang
dikategorikan kurang religious semisal Kanada, Spanyol, Jerman dan UK. Akan tetapi,
dengan nuansa debat berbasis moral dan religi tanpa basis data yang ajeg, pihak yang
berdebat pun pada gilirannya memiliki definisi kebenaran dan kepatutan yang berbeda yang
hampir mustahil bertemu sapa. Bagaimana pengaruh dari sikap pro LGBT sebuah negara
terhadap pertumbuhan ekonominya? Dilihat dari beragam variabel dalam sebuah survey ada
tiga variabel yang paling relevan, diantaranya adalah: i) dukungan figur publik (baik
politikus maupun artis); ii) dukungan pemerintah dan; iii) dukungan pemuka agama. Model
yang dibangun didasarkan pada teori pertumbuhan ekonomi klasik, di mana ekonomi dapat
tumbuh dengan dengan bantuan modal dan tenaga kerja, di mana kecenderungan LGBT yang
semakin besar di sebuah negara akan berdampak kepada kondisi kependudukan yang
memburuk. Hal ini dapat dijelaskan dari fakta terang benderang bahwa pasangan LGBT tidak
dapat menghasilkan keturunan.

Kondisi kependudukan yang memburuk tersebut pada gilirannya akan menghambat


ekonomi untuk terus tumbuh. Negara-negara besar di Eropa seperti Jerman dan Perancis,
misalnya, memiliki kecenderungan pertumbuhan populasi yang negatif sehingga pada tahun
2060, negara-negara ini akan kehilangan hampir setengah penduduknya karena kondisi rapid
aging society. Selanjutnya hasil bercerita bahwa persentase dukungan figur publik terhadap
LGBT yang semakin besar ternyata tidak berdampak signifikan tehadap pertumbuhan
ekonomi. Dari sini, tersirat bahwa meski figur publik berkoar-koar mendukung LGBT, hanya
sedikit dari masyarakatnya yang betul-betul terpengaruh sehingga efek tenaga kerja terhadap
pertumbuhan ekonomi menjadi tidak terlalu kentara. Namun jika melihat faktor pemerintah,
setiap 1 persen kenaikan kecenderungan pro LGBT, maka terjadi pelambatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0.1 persen. Di sini, dapat dilihat bahwa peran pemerintah selaku pembuat
kebijakan adalah cukup krusial, baik itu bersifat pro maupun kontra terhadap LGBT. Dari
sini pula, kita dapat melihat bahwa kebijakan pemerintah yang memiliki kecenderungan pro
terhadap LGBT dapat meng-constraint pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, pengaruh yang
lebih besar didapat dari faktor pemuka agama, yaitu setiap 1 persen kenaikan kecenderungan
pemuka agama yang pro terhadap LGBT maka pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar
0.12 persen dengan tingkat signifikansi yang lebih besar dari dua faktor yang disebut
sebelumnya. Temuan ini tentunya menyiratkan bahwa pemuka agama adalah gerbang
terakhir penjagaan sebuah negara terhadap LGBT. Jika para pemuka agama kontra terhadap
LGBT, sebagian besar masyarakat akan taat dan kecenderungan masyarakat yang
berketurunan akan semakin banyak. Hal ini tentu pada gilirannya akan mampu menopang
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sebaliknya, semakin banyak pemuka agama yang
pro LGBT, atau bahkan menjadi pelaku LGBT itu sendiri, maka potensi 'hilang generasi'
akan semakin besar.

7. Pengaruh LGBT terhadap masyarakat Indonesia

Melihat betapa cepatnya pertumbuhan organisasi, tingginya aktivitas serta semakin


beraninya promosi yang mereka lakukan, sangatlah wajar bila disikapi secara serius. Jangan
sampai keberadaan LGBT yang oleh mayoritas masyarakat dianggap menyimpang itu,
memancing reaksi mereka untuk bersikap dengan cara mereka sendiri. Sebab masyarakat
punya logika berfikir dan cara bertindak sendiri, manakala hal-hal yang dianggap
menyimpang tidak disikapi oleh pemerintah dengan tegas.

Mayoritas masyarakat tidak setuju pada LGBT. Namun, dari dulu masyarakat juga
sudah tahu adanya praktik LGBT, tapi tidak membuatnya heboh karena LGBT dilakukan
secara terbatas, diam-diam, tidak show off dan melakukan kampanye, serta tidak memiliki
jaringan dengan komunitas LGBT negara lain. Dengan hadirnya media sosial berbasis
internet, dunia memang terasa semakin plural dan warna-warni. Mereka yang merasa sebagai
kelompok minoritas yang terkucilkan, kesepian dan tertindas, sangat aktif dan efektif
menggunakan fasilitas media sosial untuk memperkenalkan diri, mencari teman seideologi,
dan senasib.

Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa fenomena LGBT,
seks bebas atau pernikahan sesama jenis sangat merisaukan seluruh warga bangsa.
Fenomema negatif tersebut dikhawatirkan membawa pengaruh buruk dan menular di
kalangan generasi muda. Para orang tua pun sangat mengkhawatirkan dampak buruk
tersebut. Hidayat pun mewanti-wanti agar seluruh elemen bangsa berhati-hati dan
meningkatkan kewaspadaan agar pengaruh buruk jangan sampai masuk ke rumah dan
merusak moral anak-anak.

Sikap Majelis Agama tetap menolak segala bentuk propaganda, promosi, dan
dukungan terhadap upaya legislasi serta perkembangan LGBT di Indonesia.
serta melarang segala bentuk dukungan dana yang diperuntukkan bagi kampanye dan
sosialisasi serta dukungan terhadap aktivitas LGBT di Indonesia yang dilakukan oleh pihak
mana pun, termasuk oleh organisasi internasional dan perusahaan internasional. Juga
mewaspadai gerakan atau intervensi pihak mana pun dengan dalih apapun, termasuk dalih
hak asasi dan dalih demokrasi untuk mendukung LGBT.

8. Tindakan masyarakat dalam menyikapi LGBT di Indonesia

Gerakan LGBT, begitu cepat menjadi gosip nasional berkat media sosial dan kondisi
masyarakat kita yang tengah memasuki tahapan puber demokrasi, serta gagap menghadapi
gelombang modal asing serta budaya yang menyertai. Sekarang ini masyarakat mudah sekali
melontarkan hate speech lewat media sosial, yang hanya dalam hitungan menit bisa tersebar
ke ratusan ribu followers. Orang mudah melakukan labelisasi yang berimplikasi pada
terciptanya segregasi sosial. Ketika seseorang atau kelompok sudah diberi label sesat dan
menyimpang, seakan mereka sah untuk dimusuhi atau diusir karena telah melawan agama
dan Tuhan. Dan mereka yang memusuhi kelompok kecil yang menyimpang ini seakan sudah
berada di jalan kebajikan, padahal mereka hanya berhenti pada memusuhi, tanpa berupaya
melakukan dialog dan upaya menyelesaikan problem yang tengah dihadapi.

Sekarang ini banyak forum pelatihan parenting bagi pasangan orangtua dan suami-
isteri yang disajikan oleh para ahli. Ini penting diikuti untuk menambah wawasan dan
bertukar pengalaman dalam membesarkan anak-anak. Karena kesibukannya, banyak
orangtua yang mengalami kesulitan dan kebingungan menghadapi anak-anaknya, karena oleh
anaknya mereka sekedar dianggap orang tua yang menyediakan fasilitas materi, tetapi bukan
teman curhat yang mengasyikkan dan terpercaya. Orangtua sekarang mesti belajar menjadi
pendengar dan teman diskusi yang baik. Semakin tambah usia anak, semakin melebar
pergaulannya, dan semakin sulit bagi orangtua untuk memahami dunia mereka. Kecuali
orangtua yang juga menjadi teman berbagi rasa dan pikiran.

Adapun negara mesti memberi perlindungan pada warga negara yang oleh sebagian
masyarakat dianggap berperilaku menyimpang, atau mereka yang dianggap mengikuti ajaran
sesat. Bagaimana pun, mereka adalah sesama manusia dan warga negara yang berhak
mendapatkan perlindungan hukum dan rasa aman. Kalaupun LGBT dipandang sebagai
kelainan, kita mesti bersimpati dan berempati bagaimana membantu menyembuhkan. Jika
LGBT sebagai pilihan sadar dan gaya hidup karena berbagai alasan yang melatarbelakangi,
maka masing-masing pihak yang pro dan kontra mesti duduk dan bicara baik-baik bagaimana
menemukan formula solusi win-win. Sebagai warga negara kaum LGBT pantas untuk
dilindungi dari tindakan kekerasan dan sesegera mungkin untuk disembuhkan dan
direhabilitasi.

Terhadap isu LGBT ini, masing-masing pihak yang pro-kontra mesti memahami
posisi dan argumen masing-masing. Andaikan pro LGBT tetap aktif agresif melakukan
kampanye, mesti siap menghadapi respons balik dari yang kontra mengingat Indonesia
bukanlah Barat. Tetapi yang pasti, tidak bijak kalau sampai terjadi pengusiran dan tindakan
fisik terhadap LGBT sebagaimana yang menimpa kelompok minoritas yang dianggap sesat.

Bagi organisasi keagamaan, pasantren dan para juru dakwah, keberadaan kaum
LGBT ini menjadi tanda tangan dakwah tersendiri. Bagaimana dakwah yang disampaikan
tidak hanya berfungsi sebagai penyampai pesan kebenaran, tetapi juga bisa menjadi terapi
jiwa yang sarat dengan muatan religi. Pendekatan baru dalam menyampaikan pesan Ilahi
terhadap bahaya LGBT tidak ditangkap sebagai sebaran kebencian dan hujatan yang dibalut
firman Tuhan.

Pada akhirnya, agar pro-kontra keberadaan LGBT di bumi Khatulistiwa ini bisa
diakhiri, sudah saatnya pemerintah atas nama negara bersikap tegas. Yang perlu diingat
bahwa seluruh bidang keahlian telah memberikan pernyataan terkait LGBT ini. Begitu pula
berbagai disiplin ilmu dan teori telah digunakan untuk meneliti, mengkaji dan mengalisisnya.
Semua umat beragama bahkan menyatakan perbuatan LGBT terlarang dan haram. Jangan
membiarkan keresahan masyarakat menggumpal. Sebab, terlalu mahal harga yang
ditanggung, jika LGBT dibiarkan berkembang biak di negeri yang beradab dan berketuhanan
ini.

9. Perkembangan LGBT dimancanegara

Golongan LGBT ini menggeliat dan kian mendapat tempat baik di Indonesia maupun di
seluruh dunia. Tercatat sudah 14 negara di dunia yang melegalkan pernikahan sesama jenis.
Pernikahan sesama jenis pertama kali dilegalkan di Belanda, pada 2001. Menyusul Kanada,
Afrika Selatan, Belgia, dan Spanyol. Kemudian Argentina, Denmark, Islandia, Norwegia,
Portugal, dan Swedia serta terakhir Perancis.

Mahkamah Agung Amerika Serikat melegalkan pernikahan sejenis di seluruh Negara


Bagian, dengan demikian pernikahan sejenis dilindungi oleh undang-undang Negara. Keputusan
ini merupakan langkah besar bagi komunitas LGBT di USA dimana mereka sudah lama sekali
memperjuangkan legalitas pernikahan sejenis di seluruh Negara.

Di Negara Israel, Negara ini memang belum melegalisasi pernikahan sejenis karena
lembaga-lembaga keagamaan di sana menentangnya. Tapi bila ada warga yang menikah sesama
jenis di luar negeri, Negara akan mencatatkannya, untuk kepentingan administrasi kependudukan
dan kepentingan anak bila dikemudian hari pasangan ini memiliki anak. Tahun 2009 melalui
polling didapatkan bahwa 61% warga Israel menyatakan menyetujui pernikahan sejenis, 31%
menentang, dan 8% abstain. Kita juga mengetahui, Israel adalah satu-satunya negara di Timur
Tengah yang memberi kebebasan bagi warganya merayakan LGBT pride.

Negara-negara yang menganggap LGBT sebagai kriminal tercatat baru 3 negara yaitu
Russia, Ugandan, dan Macedonia. Sisanya, sebanyak 78 negara lebih termasuk negara negara
berpenduduk Islam seperti, negara-negara Timur Tengah, Indonesia, Brunai dan Malaysia tidak
mempunyai undang-undang anti LGBT sehinggga negara-negara tersebut bisa dianggap negara
yang membolehkan LGBT, walaupun tidak melegalkan pernikahan sesama jenis.
Seiring dengan maraknya aktifitas kaum LGBT di negara-negara berpenduduk muslim
seperti Arab Saudi, Lebanon, Syria, Malaysia bahkan Indonesia, mereka semakin memberanikan
diri untuk menunjukan identitas. Masyarakat yang mayoritas penduduknya muslim pun digiring
kepada opini yang menganngap bahwa perilaku tersebut adalah wajar dan harus dilindungi dari
tekanan-tekanan pihak-pihak yang menolaknya.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN & SARAN

1. Dilihat dari berbagai sudut pandang lembaga seperti KPAI, KPI, ahli psikiater dan
psikolog begitu juga dari sudut pandang ke agamaan dan HAM masalah LGBT ini
sangat besar pengaruh nya terhadap masyarakat dan memang semuanya berpendapat
sama bahwa LGBT adalah hal yang tidak bisa di terima atau di akui ke legalitasan nya di
lingkungan masyarakat mengingat bangsa indonesia merupakan bangsa yang beragama ,
memiliki budaya, norma dan aturan yang berbeda dengan negara yang lain khususnya
bangsa barat.
2. Menghadapi fenomena LGBT, sikap orangtua dan keluarga sebaikya lebih bijak, peduli,
dan mau belajar bagaimana mendidik dan mendampingi anak-anaknya agar tumbuh
secara sehat baik fisik, mental, maupum spiritualnya.
3. Sebagai masyarakat bangsa yang berketuhanan, yang menolak perilaku LGBT hidup dan
tumbuh subur di negara ini. Pelaku LGBT tidak boleh mempromosikan orientasi seksual
yang menyimpang itu kepada orang lain untuk mempengaruhi dan menerimanya sebagai
sebuah kewajaran. Cukup menjadi hak diri pribadi seorang, atau paling jauh sampai batas
komunitasnya saja.
4. Masyarakat harus menyikapi perilaku LGBT lah yang harus dijadikan musuh bersama
sekaligus dicarikan cara menyelesaikannya. Tidak cukup dengan menyalahkan apalagi
sampai mengisolasi mereka. Sebab perilaku orientasi seks menyimpang bukan bawaan
lahir terlebih lagi dihukum sebagai takdir ilahi. Ada beragam faktor penyebab
menjadikan seseorang yang tadinya laki-laki tetapi cenderung bersikap dan
berkepribadian perempuan, atau sebaliknya. Seseorang yang awalnya mempunyai
orientasi seksnya normal, tetapi berubah karena banyak sebab.
5. Walaupun begitu Pelaku LGBT perlu dilindungi hak untuk hidup, bebas dari rasa takut,
bisa bekerja, berpendapat, berkelompok dan beragama. Negara berkewajiban
memberikan jaminan terhadap hak-hak tersebut.
6. Bahwa perilaku LGBT bisa menghambat pertumbuhan ekonomi suatu Negara, karena
kaum LGBT tidak dapat menghasilkan keturunan sedangkan kondisi masyarakat dan
perekonomian semakin berkembang.
7. Sistem hukum di Indonesia, termasuk peraturan perundang-undangannya, mesti tegas
dan jelas mengatur tentang pelaku dan perilaku LGBT ini. Rusia, Singapura, dan Filipina,
misalnya, sudah punya perundang-undangan yang jelas dan tegas tentang pelarangan
LGBT.
8. Inilah saatnya peran tokoh-tokoh agama dan ormas agama lebih berperan aktif
membendung pengaruh buruk tersebut dengan menanamkan nilai-nilai agama dan nilai-
nilai luhur bangsa kepada generasi muda secara massif. Jadi, para tokoh agama, ormas
agama jangan berpangku tangan harus proaktif.
9. Dibentuknya sebuah organisasi tempat rehabilisasi kaum LGBT.
10.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.liputan6.com/tag/lgbt

https://id.wikipedia.org/wiki/LGBT

http://aceh.tribunnews.com/2016/02/24/semua-agama-haramkan-lgbt?page=3

https://www.google.com/search?q=jurnal+tentang+lgbt&revid=885872386&sa=X&ved=0ahUK
EwjM7rfWmr3LAhVWBI4KHa2SDngQ1QIIaCgE&biw=1280&bih=673

http://www.e-jurnal.com/2015/08/realitas-lesbian-gay-biseksual-dan.html

http://www.academia.edu/5661698/Pelanggaran_Hak_Asasi_Manusia_Terhadap_Kaum_Homos
eksual_Biseksual_dan_Transgender_di_Indonesia

http://www.suara.com/news/2015/07/06/060400/berapa-jumlah-gay-lesbian-di-indonesia

http://www.bintang.com/tag/lgbt

https://www.google.com/search?q=pendapat+KPAI+terhadap+lgbt&ie=utf-8&oe=utf-
8#q=pandangan+HAM+terhadap+LGBT

http://www.academia.edu/5661698/Pelanggaran_Hak_Asasi_Manusia_Terhadap_Kaum_Homos
eksual_Biseksual_dan_Transgender_di_Indonesia

http://www.kpai.go.id/berita/propaganda-lgbt-dilarang-masuk-dunia-anak-anak/

http://www.kpai.go.id/

http://www.dakwatuna.com/2016/01/25/78632/kpai-propaganda-lgbt-terhadap-anak-adalah-
kejahatan-berat/#axzz42rPXiGUx

http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1102011149

https://www.selasar.com/ekonomi/lgbt-dan-kegagalan-sebuah-bangsa

http://www.arrahmah.com/kajian-islam/wabah-lesbian-gay-biseksual-
transgenderwaspadalah.html#sthash.Q8gRcma9.dpuf
https://apaja.wordpress.com/2015/06/28/mengapa-pernikahan-sejenis-harus-dilegalkan/
https://www.academia.edu/23825246/MAKALAH_LGBT

Anda mungkin juga menyukai