Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehadiran kaum lesbian gay biseksual dan transgender di Indonesia akhir-akhir ini

semakin ramai dipersoalkan. Tidak hanya di media massa dan jejaring sosial

perbincangan seputar kelompok ini juga dilakukan di forum diskusi secara serius oleh

berbagai organisasi sosial dan agama majelis agama-agama komisi-komisi negara kampus

dan legislatif. Semuanya bertujuan untuk meletakkan persoalan ini pada tempat

yangsebenarnya. Perilaku dan fenomena sudah lama terjadi di Indonesia maupun di

belahan bumi lain. Namun menjadi isu dan topik diskusi yang melibatkan negara

daninstitusi internasional baru belakangan ini saja terjadi. Tidak semua orang setuju

dengan istilah atau contohnya ada yang berpendapat bahwa pergerakan transgender dan

transeksual tidak sama dengan lesbian+ gay+dan biseksual 3&'(4.Argumen ini bertumpu

pada gagasan bahwa transgender dantranseksualitas berkaitan dengan identitas gender

yang terlepas dari orientasi seksual 5su&'( dipandang sebagai masalah orientasi atau

rangsangan seksual. #emisahan ini dilakukandalam tindakan politik7 tujuan &'( dianggap

berbeda dari transgender dan transeksual+seperti pengesahan pernikahan sesama jenis

dan perjuangan hak asasi yang tidak menyangkutkaum transgender dan interseks.

(eberapa interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok &'(T dan lebih menyukai istilah

8&'(T58+ sementara yang lainnya meyakini bahwa mereka bukan bagian dari komunitas

&'(T dan lebih memilih tidak diliputi dalam istilah tersebut.Di sela- sela berbagai

kontro9ersi dalam masyarakat+ media juga ikut andil dalammenyuarakan berbagai

pandangan dari sudut pro dan kontra+ Setiap komunitas yang disebut&'(T telah dan

1
masih terus berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing+seperti

apakah+ dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain+ konlik tersebutterus

berlanjut hingga kini.

(esarnya respons yang diberikan oleh beragam komponen masyarakat bangsa ini+karena

melihat semakin derasnya kampanye+ ad9okasi dan propaganda yang dilakukan pelaku

dan pendukung kaum ini.Tidak lagi sekadar menyuarakan perlindungan diskriminasiatau

kekerasan+ tetapi mulai mempengaruhi publik dengan mendalilkan bahwa perilaku&'(T

adalah normal+ tidak menular dan tidak berbahaya.Se)ara terang-terangan kelompok ini

mendesak negara untuk mengakui kehadiran mereka sebagai bagian dari komunitas

yangada dalam masyarakat. :jungnya+ kaum &'(T dan para pendukungnya

memperolehlegalitas dari negara melakukan pernikahan sejenis*al ini tentu nya

menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan+ baik itudikalangan politik+ lembaga

ataupun kalangan masyarakat. (agi masyarakat 5ndonesia yangmasih setia pada norma

dan tradisi agama+ sangat wajar kalau mereka menentang. &ebih dariitu+ alasan mereka

tidak saja norma agama+ melainkan juga dikhawatirkan akanmempengaruhi pertumbuhan

remaja yang masih dalam proses pen)arian identitas diri+sehingga akan membawa

mereka ke gaya hidup yang dianggap menyalahi adat dankepantasan sosial.Sedangkan

bagi pejuang pembela hak asasi manusia+ &'(T itu hak seseorang yang mesti dihargai.

aka tak bisa dihindari mun)ulnya pro-kontra baik merekayang membahas dari sisi

psikologis ilmiah+ analisis teologi+ maupun kebijakan publik yangmesti diambil

pemerintah.(erdasarkan enomena tersebut+ maka dari itu penulis men)oba untuk

membahaslebih dalam bagaimana pengaruh &'(T tersebut terhadap masyarakat. Sehingga

ini menjadikajian yang akan dapat menjadi pertimbangan bagi para pemba)a dalam

menyikapi enomenayang ada saat ini

2
B. RUMUSAN MASALAH

Kami telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini

sebagai batasan dalam pembahasan. Beberapa rumusan masalah tersebut antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan LGBT?

2. Apa Faktor penyebab Perilaku LGBT?

3. Apa yang dimaksud LGBT sebagai permasalahan sosial?

4. Bagaimana contoh kasus LGBT di Indonesia?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini

sebagai berikut;

1. Agar mahasiwa dapat mengetahui LGBT

2. Agar mahasiwa dapat mengetahui Faktor penyebab perilaku LGBT

3. Agar mahasiwa dapat mengetahui LGBT sebagai permasalahan sosial.

4. Agar mahasiwa dapat mengetahui contoh kasus LGBT di Indonesia

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LGBT

LGBT atau GLBT adalah akronim dari "lesbian, gay, biseksual,

dan transgender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa

"komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah

disebutkan. Jika gay adalah sebutan khusus untuk laki-laki yang memiliki orientasi

seks terhadap sesama jenis, lesbian adalah sebutan untuk perempuan yang menyukai

sesama jenis. Sedangkan biseksual adalah sebutan untuk orang yang bisa tertarik kepada

laki-laki atau perempuan. Transgender sendiri adalah istilah yang digunakan untuk orang

yang cara berperilaku atau berpenampilan berbeda atau tidak sesuai dengan jenis

kelaminnya. Menurut para ahli, transgender adalah masalah kelainan bentuk organ

reproduksi manusia atau meragukan antara organ wanita atau pria. Namun hal tersebut

tentunya seiring waktu dapat diketahui mana yang lebih dominan dan seharusnya ada

jalan keluar atau dapat teratasi.

Lesbi atau lesbian merupakan istilah bagi perempuan yang mengarahkan pilihan

orientasi seksualnya kepada semua perempuan atau disebut juga perempuan yang

mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional atau spiritual.

Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual

atau sifat-sifat homoseksual. Istilah ini awalnya digunakan untuk mengungkapkan

perasaan "bebas/ tidak terikat", "bahagia" atau "cerah dan menyolok". , gay digunakan

sebagai kata sifat dan kata benda, merujuk pada orang terutama pria gay dan aktivitasnya,

serta budaya yang diasosiasikan dengan homoseksualitas.

4
Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan

seksual kepada pria maupun wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks

ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria

maupun wanita sekaligus. 

Transgender adalah orang yang mengadopsi peran dan nilai-nilai lawan jenis kelamin

biologisnya, misalnya seseorang yang secara biologis perempuan lebih nyaman

berpenampilan dan berperilaku seperti stereotipe laki-laki. Waria adalah salah satu contoh

kategori ini karena memenuhi ciri-ciri kelompok tersebut.

B. FAKTOR PENYEBAB LGBT

a. Pengaruh keadaan keluarga dan kondisi hubungan orang tua pengaruh dari

Lingkungan Keluarga: hubungan antara ayah dengan ibu yang sering cekcok. Antara

orang tua dengan anak yang tidak harmonis atau bermasalah. Ibu yang terlalu

dominan di dalam hubungan keluarga. Seorang ibu yang menolak kehadiran anaknya.

Absennya figure ayah dan renggangnya hubungan ayah dan anak yang menjadi

pemicu Lesbian atau Homoseksual semuanya.

b. Pengalaman Seksual yang buruk pada masa kanak-kanak akan menyebabkan anak-

anak tersebut menjadi LGBT pada saat dewasa.

c. Pengaruh Lingkungan yang bebas menyebabkan seseorang terjun ke dunia LGBT.

Karena kurangnya perhatian dari Internal Keluarga menyebabkan seseorang

cenderung mencari perhatian dan kehidupan dari lingkungan sekitarnya.

d. Faktor Genetik di dalam dunia kesehatan, pada umumnya seorang laki-laki normal
memiliki kromosom XY dalam tubuhnya, sedangkan wanita yang normal
kromosomnya adalah XX. Akan tetapi dalam beberapa kasus ditemukan bahwa
seorang pria bisa saja memiliki jenis kromosom XXY, ini artinya bahwa laki-laki
tersebut memiliki kelebihan satu kromosom. Akibatnya, lelaki tersebut bisa memiliki
berperilaku yang agak mirip dengan perilaku perempuan.

e. Faktor Ahklak dan Moral Iman yang lemah dan rapuh. Ketika seseorang memiliki

5
tingkat keimanan yang lemah dan rapuh, besar kemungkinan kondisi tersebut akan

membuatnya lemah dalam hal mengendalikan hawa nafsu. Kita tahu bahwa iman

adalah benteng yang paling efektif dalam diri seseorang untuk menghindari terjadinya

perilaku seksual yang menyimpang. Jadi dengan lemahnya iman, maka kekuatan

seseorang untuk dapat mengendalikan hawa nafsunya akan semakin kecil, dan itu

nantinya bisa menjerumuskan orang itu pada perilaku yang menyimpang, salah

satunya dalam hal seks. Semakin banyaknya rangsangan seksual. Banyak contoh yang

bisa kita ambil sebagai pemicu rangsangan seksual seseorang. Misalnya semakin

maraknya VCD porno, majalah porno, atau video-video lain yang bisa kita akses

melalui internet.

f. Faktor Pendidikan dan Pengetahuan tentang Agama faktor internal lainnya yang

menjadi penyebab kemunculan perilaku seks menyimpang seperti kemunculan LGBT

adalah pengetahuan serta pemahaman seseorang tentang agama yang masih sangat

minim. Di atas dikatakan bahwa agama atau keimanan merupakan benteng yang

paling efektif dalam mengendalikan hawa nafsu serta dapat mendidik kita untuk bisa

membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Untuk itulah, sangat perlu

ditanamkan pengetahuan serta pemahaman agama terhadap anak-anak sejak usia dini

untuk membentuk akal, akhlak, serta kepribadian mereka.

C. LGBT SEBAGAI PERMASALAHAN SOSIAL

Maraknya pemberitaan tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan

Transgender) akhir-akhir ini menuai banyak pertentangan baik dari masyarakat mupun

para ahli, beberapa kelompok mengklasifikasikan bahwa LGBT merupakan masalah

sosial, bahkan beberapa kelompok juga berpendapat bahwa LGBT merupakan sebuah

penyakit yang menular meskipun banyak juga yang menentang hal tersebut, sehingga

6
masalah ini menjadi paradoksal atau bertentangan. Sejatinya masalah sosial di negara

manapun akan selalu bersifat paradoks karena sudut pandang yang digunakan sering kali

berbeda.

Dalam menyikapi sebuah fenomena sosial dibutuhkan sebuah ilmu pengetahuan

yang dianggap cocok untuk melakukan treatment (pengobatan) terhadap fenomena

tersebut. Misalnya saja dalam hal fenomena LGBT khususnya di Indonesia, langkah apa

yang digunakan dalam menganalisis masalah tersebut harusnya berlandaskan pada

empirisme atau pengalaman ilmu pengetahuan yang ada. Maka Perilaku LGBT bisa

dikatakan masalah sosial baik secara kuantitas maupun kualitas kualitas.

1) Kuantitatif

Pada sudut pandang kuantitatif masalah sosial dianggap sebagai sebuah

perilaku yang dapat mengganggu banyak orang sehingga perilaku tersebut dianggap

menyimpang dari perilaku-perilaku kebanyakan masyarakat. Metode ini sebenarnya

berbicara mengenai angka atau jumlah, seberapa menyimpangkah perilaku yang

dianggap salah oleh manusia diukur dari seberapa jumlah manusia pada umumnya

menganggap itu adalah masalah, baik dalam tatanan mezzo (kelompok atau

masyarakat) sampai pada mikro (negara). Ketetepan ini biasanya bersifat dadakan,

artinya bahwa sebuah perilaku yang biasanya sudah diterima dari awal lalu kemudian

jika muncul sebuah perilaku baru dan bertentangan dengan perilaku yang sudah

diterima sebelumnya maka perilaku baru yang tidak dapat diterima keberadaanya ini

akan dianggap sebagai masalah.

Pengalaman negara-negara anggota GCC (Gulf Coorporation Council) atau

sering disebut dengan negara yang berada di kawasan Teluk seperti Bahrain, Kuwait,

Qatar, Oman, Arab Saudi,  dan Uni Emirat Arab dalam memberikan sikapnya

terhadap fenomena LGBT merupakan contoh dari analisis masalah sosial dari sudut

7
pandang kuantitatif. Artinya bahwa kesepakatan tentang legitimasi yang dicanangkan

oleh negara anggota GCC tentang melarang keras adanya LGBT untuk eksis di negara

tersebut telah menjadi kesepakatan bersama bahwa LGBT merupakan masalah sosial

yang tak terelakan keberadaannya. Ketika banyak suara yang mendukung bahwa

LGBT merupakan masalah sosial, maka secara tidak langsung peraturan tersebut telah

disepakati bersama bahwa LGBT merupakan masalah sosial.

2) Kualitatif

Sangat paradoks dengan istilah sebelumnya yaitu kuantitatif. Kualitatif berbeda

lagi dalam memberikan sudut pandang tentang masalah sosial, dalam metode

kualitatif sebuah fenomena maupun fakta sosial akan dianggap sebagai masalah sosial

jika berlandaskan pada ilmu pengetahuan tertentu atau menurut pendapat para ahli

tanpa mempertimbangkan pandangan banyak orang (kuantitatif). Cara ini biasanya

muncul dari logika manusia atau masyarakat masing-masing, jika hal tersebut

dipercaya sebagai masalah sosial maka tidak ada salahnya jika beberapa orang tidak

menganggap itu masalah sosial, sangat paradoks.

Sejak tahun 1973 American Psychiatric Association secara resmi mengeluarkan

homoseksualitas dari daftar penyakit. Setelah pendapat ini beredar luas di masyarakat

khususnya di Amerika, maka secara langsung mampu mentransformasi cara berfikir

masyarakat dari men-judge homoseksualitas sebagai masalah (penyakit) menjadi hal

yang sepantasnya dapat diterima di tengah-tengah masyarakat. Terdapat pula

pendapat berbeda, seperti yang dikatakan oleh seorang psikiater Dr. Fidiansyah dalam

acara di salah satu stasiun televisi Indonesia mengatakan bahwa LGBT merupakan

penyakit, beliau mengungkapkan “gangguan psikologis dan perilaku yang

berhubungan dengan perkembangan dan orientasi seksual adalah homoseksualitas

biseksualitas”. Hal ini membuktikan bahwa dari kedua pendapat di atas menunjukan

8
bahwa masalah sosial baik dalam hal LGBT sangatlah paradoks.

D. Analisis Kasus LGBT (Transgender)

a. Kasus

Dorce Gamalama (lahir di Solok, Sumatera Barat, 21 Juli 1963; umur 52 tahun, lahir
dengan nama Dedi Yuliardi Ashadi) adalah penghibur Indonesia. Ia telah
berkecimpung dalam profesi pelawak, pembawa acara, film, dan musik.  Karier
musiknya diawali dengan menyanyi bersama kelompok Bambang Brothers waktu ia
masih SD. Di SMP ia semakin tidak tertarik pada pelajaran sekolah dan lebih
memusatkan perhatian pada karier menyanyi. Selain itu ia juga mulai menyadari
kecenderungannya untuk tertarik pada pria. Hal ini juga ia manfaatkan untuk
membuat penampilannya di panggung tambah menarik, yaitu melawak dengan
berpura-pura menjadi wanita. Ketika itulah ia mendapatkan nama panggilan dari
Myrna pemimpin kelompok tari waria Fantastic Dolls, yaitu Dorce Ashadi.
Karena semakin merasa terperangkap dalam tubuh seorang laki-laki, ia kemudian
memutuskan untuk operasi ganti kelamin menjadi seorang wanita. Hal ini
dilakukannya di Surabaya. Walaupun mendapat tentangan dari berbagai pihak, hal ini
juga diberitakan luas oleh media massa dan membuat Dorce semakin terkenal. Setelah
muncul di TVRI stasiun daerah Surabaya, ia mulai muncul juga di TVRI pusat Jakarta
dan diundang untuk tampil di berbagai kota di Indonesia. Hal ini diikuti oleh film
Dorce Sok Akrab dan Dorce Ketemu Jodoh, dan kontrak rekaman.

b. Analisis Kasus

1. Analisis kasus ini menggunakan Teori Erich Erikson yaitu Pasca-Aliran Freud

(Post-Freudian) dimana Dorce mengalami gangguan pada tahap perkembangan

kepribadiannya. Erickson adalah orang yang menyumbangkan istilah kritis identitas.

Teori yang dikemukakan Erickson mengembangkan tahapan perkembangan anak-

anak Freud menjadi remaja, masa dewasa, dan usia lanjut. Erickson menyatakan

bahwa tiap tahap, perjuangan psikososial spesifik memberikaan kontribusi pada

pembetukan kepribadian. Dari mulai remaja hingga seterusnya, perjuangan tersebut

berbentuk krisis identitas, yaitu titik balik dalam hidup seseorang yang dapat

memperkuat atau memperlemah kepribadian. Erikson menekankan pada pengaruh

sosial dan sejarah untuk menguraikan tahapan psikoseksual setelah masa kanak-

kanak. Terbukti pada saat Dorce remaja, ia merasa bahwa identitasnya adalah wanita

9
walau sebenarnya ia terlahir sebagai lelaki.

2. Pada kasus ini, Dorce mengalami gangguan di salah tahap perkembangan

psikoseksual. Dimana pada salah satu tahap perkembangan menurut Erickson tidak

dilewati secara baik. Pemahaman tentang tahapan perkembangan psikoseksual

Erikson membutuhkan pemahaman tentang beberapa poin. Pertama, pertumbuhan

terjadi berdasarkan prinsip epigenetik, yaitu satu bagian komponen yang tumbuh dari

komponen lain dan memiliki pengaruh waktu tersendiri, namun tidak menggatikan

komponen sebelumnya. Kedua, di dalam tiap tahapan kehidupan terdapat interaksi

berlawanan, yaitu konflik antara elemen sintonik (harmpnis) dan elemen distonik

(mengacaukan). Disini rasa percaya berlawanan dengan rasa tidak percaya ( Basic

Trust vs Mistrust), mungkin ini yang dialami oleh seorang Dorce Gamalama dimana

ia merasa tidak percaya diri dengan keadaan fisiknya sebagai lelaki, dia cendrung

nyaman dengan penampilan sebagai wanita.

3. Ketiga, ditiap tahap konflik antara elemen distonik dan sintonik menghasilkan

kualitas ego dan kekuatan ego yang Erickson sebut sebagai kekuatan dasar (basic

strength). Diantara rasa percaya dan tidak percaya munculnya harapan, kualitas ego

yang memungkinkan seseorang untuk maju ketahap selanjutnya. Seorang yang

memiliki “gangguan seksualitas” akan berbenturan dengan kenyataan dan akan

mengacaukan pada tahapan perkembangan yang dilaluinya. Dia akan marasakan

kebingungan akan dirinya karena dia mempunyai kekuatan dasar atau kekuatan ego

yang tidak sesuai dengan kenyataan dirinya.

4. Keempat, terlalu sedikitnya kekuatan pada satu tahap mengakibatkan patologi

inti (core pathology) pada tahap tersebut dan setiap tahap memiliki potensi patologi

inti. Biasanya yang terjadi seorang anak yang tidak memperoleh cukup harapan

selama masa bayi akan berlawanan dari harapan. Orang yang mengalami transgender

10
pada masa kecilnya biasanya tidak diharapkan untuk tumbuh menjadi apa yang telah

dimilikinya. Seseorang terlahir sebagai laki-laki namun pengharapan orang tua pada si

anak tsb menjadi seorang wanita dan orang tuanya juga memperlakukan sebagai

seorang anak perempuan. Hal ini bisa terjadi dan bisa menjadi penyebab seseorang

yang mengalami ganguan seksualitas dan memutuskan untuk trans gender.

5. Kelima, kedelapan tahap perkembangan Erickson tidak hanya mengacu pada

tahap psikososial, namun juga tak pernah meninggalkan aspek biologis dalam

perkembangan manusia. Tidak hanya karena lingkungan sosial seseorang menjadi

trans gender tapi juga ada faktor biologis dalam dirinya. Seseorang bisa saja terjebak

didalam tubuh yang tidak sesuai dengan kepribadiannya, dalam kasus ini Dorce

mempunyai lebih banyak hormon perempuan yang dihaslkan daripada hormon laki-

laki. Hal itu yang menyebabkan Dorce menjadi suka berdandan dan suka segala

sesuatu yang menjadi kesukaan perempuan.

6. Keenam, peristiwa peristiwa ditahap sebelumnya tidak menyebabkan

perkembangan kepribadian selanjutnya. Ketujuh, selama tiap tahapan, khususnya

sejak remaja dan selanjutnya perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas

yang Erickson sebut sebagai “titik balik”. Krisis identitas ini terjadi pada tahap

remaja, pada tahap ini seseorang mengalami pubertas , remaja mencari peran baru

untuk membantu mereka menemukan jati diri, idenstitas seksual, ideologis dan

pekerjaan mereka. Disinilah tahap yang berperan dalam pengambilan keputusan siapa

jati diri seseorang karena pada tahap ini remaja mengalami masa identas versus

kebingungan idenitas. Seorang Dorce Gamalama juga mengalami krisis identitas, ia

memutuskan apa yang ia yakini dan apa yang dia percaya tentang dirinya. Ia merasa

bahwa jati dirinya sebagai seorang perempuan bukan sebagai seorang laki-laki.

Pilihan yang tentu saja sulit, ketika keluarganya mengetahui bahwa dia dilahirkan

11
sebagai seorang laki-laki dan untuk memutuskan untuk mengambil langkah mengikuti

kata hatinya juga merupakan suatu tahap yang sangat sulit. Karena belum tentu

keluarga dan lingkungan sosial mendukung tentang keputusannya. Disinilah peran

sosial dalam pembentukan kepribadian maupun untuk membantu masa krisis identitas

seseorang. Jika lingkungan sosial dan keluarga mendukung apa yang menjadi

keputusan Dorce, maka Dorce pun akan mudah memilih jati diri yang sesuai

dengannya. Hingga ia memutuskan untuk transgender. Meskipun banyak orang yang

masih bertanya tanya tentang dirinya, namun Dorce cukup percaya diri karena ia

mempunyai kekuatan dasar dalam dirinya sebagai seorang perempuan dan juga

mendapat dukungan dari lingkungan sekitarnya seperti keluarga dan teman dekatnya.

Dengan dukungan sosial iniliah yang membuat dena menajadi lebih berani dalam

memilih kariernya dan bisa menjadi seorang transgender yang sukses.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah sistem

penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial,

agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju

terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial adalah

salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Beberapa Prinsip Sistem Jaminan

Sosial Nasional, antara lain : Prinsip kegotong royongan., Prinsip nirlaba, Prinsip

keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas, Prinsip portabilitas,

Prinsip kepesertaan bersifat wajib, Prinsip dana amanat, Prinsip hasil pengelolaan Dana

Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya

kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Manfaat program Jamsosnas yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional,

jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh

warga negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal,

sektor informal, atau wiraswastawan

B. SARAN DAN KRITIK

Kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi bahan referensi tugas dalam

pembuatan makalah atau tugas yang sejenis dan kami sadar banyak kekurangan dalam

susunan dan penulisan makalah ini. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari pembaca sangat

diperlukan demi perbaikan pembuatan makalah lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/23825246/MAKALAH_LGBT [

https://www.galena.co.id/q/apa-bedanya-dari-lesbi-gay-biseksual-transgender-dan-queer

https://alungdoang.wordpress.com/2016/03/04/benarkah-lgbt-sebagai-masalah-sosial/

http://sitihasanah22.blogspot.co.id/2016/06/transgender-dorce-gamalama.html

14
15

Anda mungkin juga menyukai