Anda di halaman 1dari 93

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan nasional pada sektor perhubungan merupakan

salah satu perhatian pemerintah yang perlu mendapat pembinaan

dengan sebaik-baiknya sebab hasil pembangunan dari sektor tersebut

seperti misalnya jasa transportasi darat, laut dan udara sangat

mendukung jalannya proses usaha dalam pembangunan nasional pada

sektor-sektor lain. Penerbangan merupakan salah satu moda

transportasi yang tidak dapat dipisahkan dari moda-moda lain, ditata

dalam sistem transportasi nasional, yang dinamis dan mampu

mengadaptasi kemajuan dimasa depan, mempunyai karakteristik

mampu mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi tinggi, perlu

lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai

penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai

penunjang, pendorong dan penggerak pembangunan nasional. Dengan

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam bidang

transportasi khususnya transpotasi udara maka jumlah penerbangan

semakin meningkat juga. Dan menyadari bahwa bangsa Indonesia

merupakan negara kepulauan maka jasa angkutan udara mempunyai

peranan penting.

Dalam upaya mewujudkan dan mencapai efektifitas serta efisiensi

jasa transportasi udara, pemerintah menugaskan badan usaha milik

1
2

negara (BUMN) untuk mengelola beberapa bandar udara dan

menyelenggarakan pelayanan operasi lalu lintas udara di wilayah

Negara Republik Indonesia. Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut,

pemerintah menunjuk PT. (Persero) Angkasa Pura I dan PT.(Persero)

Angkasa Pura II.

PT (Persero) Angkasa Pura II merupakan salah satu BUMN yang

didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14/1992 tentang

perubahan status dari Perum menjadi PT. (Persero) Angkasa Pura II.

PT.(Persero) Angkasa Pura II mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan usaha ke bandar udaraan dan jasa keselamatan

penerbangan dalam arti seluas-luasnya dan usaha lain yang

mempunyai hubungan dengan usaha jasa ke bandar udaraan.

PT.(Persero) Angkasa Pura II mengelola sepuluh bandar udara dan

memberikan pelayanan operasi lalu lintas udara di wilayah Indonesia

belahan barat yaitu Bandar Udara Sultan Iskandar Muda,Banda Aceh;

Bandar Udara Polonia, Medan; Bandar Udara Kijang, Tanjung Pinang;

Bandar Udara Minangkabau, Padang; Bandar Udara Sultan Syarif

Kasim II, Pekanbaru; Bandar Udara Sultan Mahmud Badarudin II,

Palembang; Bandar Udara Supadio, Pontianak; Bandar Udara

Soekarno Hatta, Jakarta; dan Bandar Udara Halim Perdana Kusuma di

Jakarta.

Sebagaimana halnya dengan perusahaan-perusahan besar pada

umumnya,maka setiap perusahaan harus mempunyai visi dan misi


3

serta tujuan yang jelas yang bisa menggambarkan arah dan tujuan

perusahaan untuk masa-masa yang akan datang.

Begitu juga halnya dengan PT. (Persero) Angkasa Pura II Cabang

Utama Bandar Udara Interenasional Soekarno-Hatta Jakarta, dimana

visi, misi dan tujuan Perusahaan ditentukan berdasarkan ketentuan dari

kantor pusat PT. (Persero) Angkasa Pura II adalah : Menjadi pengelola

bandar udara bertarap Internasional yang mampu bersaing dikawasan

Regional.

Sedangkan yang menjadi Misi dari PT .(Persero) Angkasa Pura II

adalah Mengelola jasa ke bandar udaraan dan pelayanan lalu lintas

udara dengan mengutamakan keselamatan penerbangan dan

kepuasaan pelanggan dalam upaya memberi manfaat optimal

pemegang saham, mitra kerja, pegawai, masyarakat dan lingkungan

dengan memegang teguh etika bisnis.

Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta adalah merupakan

cabang utama dari 10 bandar udara yang dikelola oleh PT. (Persero)

Angkasa Pura II, yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan direksi

nomor KEP. 470/OM.001/1998-APII. Bandar Udara Internasional

Soekarno-Hatta terletak 19.45 Km/ 10.475 NM barat daya dari pusat

Jakarta.

Dengan berkembangnya dunia penerbangan nasional dan diiringi

tingginya permintaan masyarakat dalam penggunaan jasa

penerbangan, disertai persaingan yang sehat. Maka banyaknya

perusahaan–perusahaan penerbangan baru yang beroperasi di Bandar


4

Udara Soekarno-Hatta, dengan membuka rute-rute baru dan

mempertinggi frekuensi rute lama yang dilewati oleh perusahaan

penerbangan, demi persaingan bisnis dan ekonomi dunia penerbangan.

Berdasarkan analisa perkembangan angkutan udara di Bandar Udara

Soekarno-Hatta terdapat perkembangan jumlah pergerakan yang cukup

signifikan. Hal ini bisa kita lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1
Pergerakan Pesawat Tahun 2006 – 2010

Jumlah Pergerakan
No Tahun
Pesawat

1 2006 248237

2 2007 260589

3 2008 263251

4 2009 280494

5 2010 309527

Sumber: PT. (Persero) Angkasa Pura II

Setelah peristiwa WTC (World Trade Centre) 11 September 2001

yang dikenal sebagai peristiwa Black September, dimana banyak

pesawat udara dari Amerika disewakan ke Indonesia dengan tarif sewa

yang rendah, peluang ini digunakan sebaik-baiknya oleh para pebisnis

penerbangan Indonesia untuk membuka perusahaan penerbangan

baru, akibatnya adalah terjadinya peningkatan penerbangan domestik

lebih dari 30% sehingga biaya/tiket pesawat menjadi murah.


5

Jumlah penerbangan terus meningkat, sementara kapasitas

bandar udara khususnya kapasitas runway di Bandar Udara

Internasional Soekarno-Hatta tetap sehingga mengakibatkan adanya

antrian panjang pesawat yang akan menggunakan runway baik yang

berangkat (take-off) atau mendarat (landing) sehingga mengakibatkan

penundaan (delay) penerbangan. Delay tersebut terjadi karena

pergerakan pesawat sudah melampaui kapasitasnya dan kebiasaan

airlines yang sering terlambat dari jadwalnya sehingga menyebabkan

pesawat menumpuk pada waktu/jam berikutnya, karena walaupun

demand rate-nya di bawah service rate dapat terjadi overload

(kelebihan beban) jika terdapat fluktuasi demand (permintaan) yang

besar (stochastic delays) pada suatu waktu.

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia melalui Surat

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah menetapkan

peran slot koordinator untuk 7 (tujuh) Indonesia International

Airport/Bandar Udara Internasional.

Indonesia Slot Coordinator (IDSC) telah ditetapkan di bawah

pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk menangani

fungsi Slot Koordinator. IDSC mengadopsi mekanisme Schedule

coordination yang adil dan transparan sesuai dengan International Air

Transport Association Worldwide Scheduling Guidelines (IATA WSG)

yang berlaku di seluruh dunia. Selain itu, IDSC berkomitmen untuk

mempertahankan dan meningkatkan transparansi proses Schedule

Coordination sesuai dengan IATA WSG.


6

IATA WSG menyediakan kerangka alokasi slot yang harus diikuti

oleh SC seluruh dunia dan menetapkan jadwal untuk proses scheduling

melalui suatu rincian garis besar prosedur Slot Coordination yang

diaplikasikan untuk Indonesia International Airport (IDIA'S).

Bandar Udara Soekarno–Hatta Jakarta sendiri sekarang berada di

level 3 ( Coordinated Airport) dimana permintaan penerbangan

melampaui kapasitas yang terdapat di Bandar Udara Soekarno–Hatta

Jakarta. Sehingga terjadi kepadatan pada penggunaan runway, akibat

antrian pesawat yang akan mendarat dan yang akan berangkat.

Kepadatan juga terjadi di terminal, di ruang tunggu keberangkatan

dan kedatangan, dan juga ruang udara seolah-olah menjadi sempit dan

terbatas. Sebagai salah satu sumber komoditas, kapasitas bandar

udara (ruang udara, runway, apron, terminal) merupakan sumber daya

yang berharga ketika permintaan transportasi udara (traffic demand)

meningkat. Ketika kapasitas bandar udara menjadi sempit/terbatas,

organisasi dan penggunaannya perlu diatur, ini penting untuk

menampung permintaan operator pesawat terbang (airline) dengan

cara yang tepat dan efisien.

Bagaimanapun pasang surutnya arus kegiatan ekonomi dan

permintaan transportasi udara pada saat ini, kapasitas Air traffic

Controller memerlukan suatu mekanisme/cara yang dapat meringankan

dan memperlancar kinerjanya yaitu untuk menghindari beban yang

terlalu berat (workload), untuk memaksimalkan penggunaan ruang

udara (airpace) dan kapasitas bandara (airport capacity). Mekanisme ini


7

dikenal dengan Air Traffic Flow Management (ATFM) dengan sasaran

hasil ganda yaitu untuk menghindari beban yang terlalu berat dan

memastikan bahwa kapasitas bandar udara secara penuh dapat

dimanfaatkan.

Kapasitas sendiri terdapat 2 pengertian yaitu (Horonjeff McKelvey,

1994):

1. “Jumlah operasi pesawat terbang selama interval waktu tertentu

dikaitkan dengan toleransi tingkat delay rata-rata“, disebut sebagai

kapasitas praktis.

2. “Jumlah maksimum operasi pesawat terbang yang dapat ditampung

selama interval waktu tertentu dimana terjadi permintaan

pelayanan yang terus menerus “ disebut sebagai ultimate

capacity, “ saturation capacity “ atau “ throughput rate “. Yang

dimaksud dengan permintaan pelayanan yang terus menerus

adalah bahwa selalu ada pesawat yang siap terbang dan

mendarat.

Peningkatan penerbangan lebih dari 30% yang diakibatkan dari

banyaknya perusahaan penerbangan domestik baru mengakibatkan

beberapa bandar udara yang padat seperti Soekarno-Hatta (Jakarta),

Juanda (Surabaya), Polonia (Medan), Ngurah Rai (Denpasar-Bali),

Hasanuddin (Makasar), Sam Ratulangi (Manado) dan Sepinggan

(Balikpapan) perlu untuk mengatur jadwal keberangkatan dan


8

kedatangan pesawat agar kapasitas ruang udara maupun bandar

udaranya tidak melebihi dari kapasitas yang ada.

Kapasitas runway akan mempengaruhi jumlah pesawat yang

masuk ke suatu bandar udara, karena tidak akan menjadi suatu

permasalahan jika permintaan (Traffic Demand) tidak melebihi dari

kapasitas runway, tetapi sebaliknya jika permintaan melebihi dari

kapasitas runway, tentunya hal ini akan menjadi permasalahan

sehingga jumlah pesawat yang masuk ke suatu bandara tersebut harus

dibatasi / disesuaikan dengan kapasitas runway nya.

Bandar Udara Soekarno – Hatta memiliki dua runway sejajar. Data

teknis menyatakan jarak diantara kedua poros adalah 2500 meter, hal

ini memungkinkan pemakaian kedua runway sejajar tidak saling

mengganggu satu sama lain. Dalam pengoperasian runway sejajar

sehari–hari hal tersebut di atas tidak dilakukan karena batasan dari

prosedur terkait mengenai hal itu.

Peningkatan jumlah pergerakan lalu lintas udara berdampak pada

peningkatan pemakaian runway di Bandar Udara Soekarno–Hatta.

Pengelola dituntut untuk menata pemakaian runway secara optimal

dengan tetap menjaga faktor keselamatan, keamanan, kelancaran,

kenyamanan dan efisiensi arus lalu lintas udara. Pelayanan lalu lintas

udara yang dilakukan dalam kaitannya dengan kapasitas runway yang

ditetapkan oleh Bandar Udara Soekarno–Hatta yaitu 52 pergerakan per

jam. Tetapi kenyataannya pada tahun 2010 terdapat 70 pergerakan per

jamnya ( Daily Aircraft Movement tgl. 08/09/2010).


9

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengajukan tugas

akhir pendidikan Diploma IV Pemanduan Lalu Lintas Udara (PLLU)

Angkatan 12 dengan judul: “ANALISA PENINGKATAN RUNWAY

CAPACITY TERHADAP KELANCARAN LALU LINTAS

PENERBANGAN DI BANDAR UDARA SOEKARNO–HATTA

JAKARTA“.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan masalah

yang dihadapi adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana trend atau kecenderungan pergerakan pesawat di

Bandar Udara Soekarno-Hatta tiap tahunnya?

2. Bagaimana runway capacity di Bandar Udara Soekarno-Hatta

mempengaruhi kelancaran pergerakan pesawat di Bandar Udara

Soekarno-Hatta?

3. Bagaimana sarana dan prasarana Bandar Udara Soekarno-Hatta

Jakarta dalam melayani permintaan penerbangan?

4. Bagaimana ketentuan IATA WSG terhadap penentuan level dan

kapasitas bandar udara?

5. Bagaimana perencanaan runway ketiga dalam meningkatkan

runway capacity sehingga pergerakan pesawat di wilayah ADC

menjadi lancar atau keterlambatan menjadi berkurang?


10

C. PEMBATASAN MASALAH

Sebagaimana telah dikemukakan pada identifikasi masalah

tersebut maka tidak semua akan diteliti, mengingat keterbatasan yang

ada pada peneliti, baik waktu, tenaga maupun sesuai dengan disiplin

ilmu serta ketajaman berpikir penulis, maka penulis mengambil

bahasan mengenai peranan runway ketiga dalam peningkatan runway

capacity dalam beberapa hal perlu dibatasi dengan indikator di bawah

ini :

1. Penulis tidak menghitung runway capacity, tetapi berdasarkan

runway capacity yang sudah ditentukan oleh Bandar Udara

Soekarno-Hatta.

2. Dikarenakan referensi dari dalam negeri tidak memfokuskan pada

penghitungan runway capacity maka penulis melakukan Bench

Marking dengan Perkiraan peningkatan runway capacity

berdasarkan dari dokumen FAA Airport Capacity and Delay

3. Prediksi peningkatan pergerakan pesawat di Bandar Udara

Soekarno – Hatta yang dihitung oleh penulis adalah menggunakan

metode smoothing eksponensial ganda satu parameter (Linier)

dengan α=0,1.

4. Penghitungan prediksi peningkatan pergerakan pesawat

berdasarkan data 5 tahun dari tahun 2006-2010.

5. Analisa peranan runway ketiga hanya berdasar pada peningkatan

runway capacity saja, tidak termasuk prosedur operasionalnya.


11

D. PERUMUSAN MASALAH

Setelah memahami latar belakang masalah serta pemilihan judul

diatas, agar dapat dilakukan penelitian dan analisa terarah maka

penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perencanaan runway ketiga terhadap kelancaran Lalu

lintas penerbangan di Bandar Udara Soekarno–Hatta ?

2. Bagaimana perencanaan runway ketiga dalam meningkatkan

runway capacity di Bandar Udara Soekarno–Hatta Jakarta ?

E. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

a. Mencari jumlah tentang pergerakan penerbangan di Bandar

Udara Soekarno-Hatta.

b. Mencari data runway capacity Bandar Udara Soekarno-Hatta.

c. Untuk mengetahui bagaimana peranan runway ketiga

terhadap peningkatan runway capacity di Bandar Udara

Soekarno-Hatta Jakarta.

2. Kegunaan Penelitian

a. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya

dalam bidang penerbangan untuk dapat digunakan sebagai

dasar dalam mengadakan penelitian lebih lanjut.

b. Memberikan masukan bagi Manajemen PT. (Persero)

Angkasa Pura II Bandara Soekarno-Hatta mengenai

penambahan runway ketiga dalam peningkatan runway

capacity di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta.


12

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. LANDASAN TEORI

1. Kapasitas Bandar udara

Bandar udara (aerodrome) adalah kawasan di tanah atau air

tertentu (termasuk setiap bangunan, instalasi-instalasi dan

peralatan) yang dimaksudkan untuk digunakan seluruh maupun

sebagian untuk pendaratan, keberangkatan dan pergerakan

pesawat udara di permukaannya. Bandar udara (airport) dapat

dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan kegunaan fasilitasnya, sisi

udara atau air side dan sisi darat atau land side. Fasilitas yang

termasuk dalam sisi udara adalah landasan pacu, landasan hubung

dan landasan parkir.

Perencanaan fasilitas sisi udara tergantung pada 2 hal yaitu

jenis dan komposisi pesawat, serta frekuensi penerbangan. Untuk

merencanakan Bandar udara di masa yang akan datang, ke-2

parameter di atas harus diketahui. Dalam kurun waktu tertentu

selalu dilakukan evaluasi terhadap kondisi yang ada. Harus

diketahui bagaimana model permintaan pada masa yang akan

datang, berapa frekuensi penerbangan yang akan memanfaatkan

fasilitas sisi udara, Nurhadi, dkk., (2002).

12
13

Kapasitas Bandar udara dipengaruhi oleh variasi pesawat

yang beroperasi (mix of aircraft), aturan penerbangan (flight rules)

yang diterapkan (visual atau instrument), alat navigasi yang

digunakan serta konfigurasi serta penggunaan landasan pacu yang

juga digunakan untuk landasan hubung. Bandar udara tanpa

landasan hubung yang terpisah maka landasan pacu dengan

konfigurasi tunggal mungkin hanya dapat melayani 10 pergerakan

pesawat dalam 1 jam namun dengan landasan hubung sejajar

landasan pacu untuk pesawat lepas landas dan mendarat

kapasitas pelayanan akan meningkat menjadi 40 pergerakan setiap

jam, Poole (1990) dalam Hilling (2006).

Untuk menghitung dan membandingkan runway demand

(dalam arti pergerakan pesawat) dengan runway capacity,

komposisi pesawat pada perkiraan demand dan perhitungan

kapasitas, Urbatzka dan Wilken (2004). Perbandingan berdasar

data tahunan hanya bisa digunakan untuk perencanaan kasar

bandara, sedangkan untuk menjabarkan kapasitas yang lebih detail

dari runway system akan lebih bagus dihitung berdasarkan

kapasitas per jam.

Terdapat 2 formulasi perhitungan kapasitas landasan pacu

yang dikembangkan yaitu:

a. Menggunakan teori antrian, pada teori ini berpedoman pada

”first come first served” atau ”first contact first served” atau

datang dahulu maka akan mendapat pelayanan dahulu. Teori


14

ini dapat ideal digunakan apabila suatu Bandar udara memiliki

landasan pacu yang berbeda untuk operasi lepas landas dan

operasi pendaratan pesawat. Bandar udara yang hanya

memiliki 1 landasan pacu yang digunakan untuk operasi lepas

landas dan pendaratan, maka keberangkatan dihitung dengan

menggunakan distribusi Poisson, sedangkan proses

pendaratan lebih pada teori antrian. Hal ini dapat dirumuskan

apabila jadwal keberangkatan dan kedatangan pada suatu

Bandar udara diketahui secara tepat dan pasti.

b. Menggunakan teori ruang waktu atau ”space-time concept”,

konsep ini berpedoman pada jarak pisah aman, dimana 2

pesawat tidak mungkin dilayani bersamaan, baik untuk lepas

landas maupun pendaratan, serta pendaratan akan

mendapatkan prioritas dibanding dengan lepas landas.

Sehingga perhitungan yang digunakan adalah konsep jarak

pisah aman yang diperlukan yang dinyatakan dalam waktu

tempuh. Waktu yang diperlukan untuk operasi masing-masing

pesawat akan dihitung hingga dapat diketahui berapa banyak

operasi pesawat yang dapat ditangani oleh landasan pacu

pada setiap satuan waktu tertentu. Konsep ini memerlukan

data yang real time, penghitungan dengan kondisi tidak

secara langsung melihat operasi di lapangan hampir tidak

mungkin dilakukan.
15

American Federal Aviation Administration (FAA) sudah

menyediakan petunjuk penghitungan kapasitas Bandar udara untuk

komposisi pesawat yang berbeda-beda dan dengan konfigurasi

landas pacu yang berbeda-beda dalam Federal Aviation

Administration (FAA) Advisory Circular (AC) 150/5060-5, Airport

Capacity and Delay tahun 1983 dengan revisi tahun 1995.

Penghitungan kapasitas Bandar udara menurut FAA merupakan

gabungan dari kapasitas komponen landasan pacu, landasan

hubung dan landasan parkir.

Penghitungan kapasitas menurut metode yang dikembangkan

oleh FAA dalam AC. 150/5060-5 adalah untuk menghitung

kapasitas Bandar udara maka diperlukan penghitungan menyeluruh

untuk setiap komponen sisi udara, yaitu:

a. Runway

Runway atau landasan pacu, istilah landasan pacu

termasuk permukaan untuk mendarat, ditambah dengan

bagian dari jalur pendekatan dan keberangkatan yang secara

umum digunakan oleh semua pesawat. Penghitungan

kapasitas dari komponen landasan pacu berdasarkan

konfigurasi landasan pacu dari bandar udara yang ada.

b. Taxiway

Taxiway atau landasan hubung, istilah landasan hubung

termasuk landasan hubung sejajar (parallel taxiway), landasan


16

hubung keluar dan masuk, serta landasan hubung yang

berpotongan dengan landasan pacu. Kapasitas dari

komponen landasan hubung perlu diperhitungkan apabila

terdapat landasan hubung yang memotong landasan pacu,

karena dapat mengurangi kapasitas operasi landasan pacu.

c. Gate Group

Gate Group atau kelompok pintu kedatangan atau

keberangkatan merupakan istilah yang menyatakan jumlah

pintu yang ada di terminal yang digunakan oleh suatu

perusahaan penerbangan atau digunakan secara bersama-

sama antara 2 atau lebih perusahaan penerbangan atau

pesawat berjadwal lainnya yang beroperasi secara rutin.

Secara umum istilah ini tidak digunakan untuk pintu yang

digunakan oleh pesawat penerbangan umum (general

aviation). Istilah yang dipakai di Indonesia lebih dikenal

dengan aircraft parking stand atau tempat parkir pesawat.

Istilah yang digunakan untuk bandar udara yang diteliti, gate

group dinyatakan dengan jumlah aircraft parking stand pada

apron. Hal ini disebabkan kondisi pada bandar udara yang

diteliti yang tidak memiliki gate group, dimana setiap pesawat

yang beroperasi di bandar udara dapat memilih atau

ditempatkan pada suatu tempat parkir di landasan parkir dan

tidak selalu sama pada setiap periode operasi. Kapasitas tiap

jam dari apron atau parking stand tergantung dari jumlah dan
17

jenis pesawat yang beroperasi, jumlah tempat parkir pesawat

(parking stand) dan waktu yang diperlukan pesawat untuk

bongkar muat penumpang dan barang (gate occupancy time).

Gate occupancy time (GOT) yang diperlukan oleh pesawat

merupakan gabungan dari Scheduled Occupancy Time (SOT)

yang biasa disebut waktu bongkar muat yang diperlukan

sesuai jadwal penerbangan yang ada ditambah dengan

Positioning Time (PT) atau waktu yang diperlukan pesawat

untuk bergerak atau manuver keluar dan masuk tempat parkir.

Kapasitas yang dihasilkan oleh sistem sisi udara (throughput

capacity) merupakan ukuran dari jumlah maksimum operasi

pesawat yang bisa diakomodasi oleh bandara atau komponen

bandar udara dalam 1 jam. Melalui penghitungan kapasitas tiap

komponen sisi udara tersebut dapat diketahui kapasitas Bandar

udara tiap jam dan dihitung volume tahunan yang mampu dilayani

oleh suatu bandar udara (annual service volume). Langkah dan

data masukan yang diperlukan untuk menghitung kapasitas bandar

udara metode FAA AC (150/5060-5) .

Tujuan dari perhitungan kapasitas bandar udara adalah untuk

menjelaskan kapasitas dari suatu bandar udara sebagai dasar

untuk pengembangan bandar udara di masa mendatang dalam

menghadapi pertumbuhan lalulintas udara. Pertumbuhan

penumpang udara yang telah diperhitungkan sebelumnya berakibat

kepada semua komponen transportasi udara termasuk bandara.


18

Mengantisipasi dan menangani kenaikan penumpang,

penambahan fasilitas dan pengembangan bandar udara diperlukan

untuk memenuhi permintaan akan transportasi udara di masa yang

akan datang.

Metode pertama yang digunakan adalah dengan

mengevaluasi komponen-komponen utama dari bandar udara

termasuk sisi udara, fasilitas dan gedung serta ruang udara yang

tersedia. Melalui studi perencanaan, maka akan diketahui

komponen yang perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut untuk

menghadapi kenaikan permintaan akan transportasi udara.

Tabel 2
Penghitungan Kapasitas Sisi Udara

Hasil Data masukan

Kapasitas tiap jam dari a. Cuaca; tinggi dasar awan

komponen landas pacu (Hourly dan jarak pandang (VFR,

capacity of runway component) IFR atau PVC)

b. Konfigurasi landas pacu

c. Variasi pesawat (Aircraft Mix)

d. Persentase kedatangan

e. Persentase Touch and Go

f. Lokasi dari landas hubung

keluar/exit taxiway

Kapasitas tiap jam dari a. Lokasi persimpangan degan

komponen landas hubung landas hubung


19

(Hourly capacity of taxiway) b. Intensitas penggunaan

component landas pacu (Runway

operation rate)

c. Variasi pesawat pada landas

pacu yang bersilangan

Kapasitas tiap jam dari apron a. Jumlah dan tipe gate pada

(Hourly capacity of gate group tiap grup

components) b. Gate mix

c. Gate occupancy time

Kapasitas bandar udara tiap Hasil dari perhitungan 1, 2 dan

jam (Airport hourly capacity) 3 di atas dipilih yang terendah

Komponen utama yang harus dihitung dan diketahui sebagai

dasar menentukan kapasitas sisi udara adalah konfigurasi landasan

pacu, panjang landasan pacu, dan jumlah dan letak landasan

hubung keluar dari landasan pacu. Sebagai tambahan, kapasitas

dari sistem sisi udara lebih lanjut dipengaruhi oleh karakteristik

operasi seperti cuaca, variasi pesawat yang beroperasi dan sistem

pengendalian lalulintas udara. Masing-masing komponen tersebut

harus dianalisa sebagai bagian dari perhitungan kapasitas sisi

udara.
20

a. Konfigurasi bandar udara

Faktor utama untuk menghitung kapasitas operasi suatu

bandar udara adalah tata letak (layout) dan geometri dari

landasan pacu serta landasan hubung bandar udara. Menurut

FAA dalam Air Circular 150/5060-5 Airport Capacity and Delay

ada sekitar 64 konfigurasi landasan pacu yang digunakan

sebagai dasar penghitungan kapasitas landasan pacu.

Masing-masing konfigurasi mempunyai kapasitas yang

berbeda sehubungan dengan jarak pisah aman (separation)

antar pesawat baik yang berangkat maupun mendarat.

Dalam penghitungan kapasitas sisi udara terkait dengan

konfigurasi bandar udara adalah exit factor atau faktor yang

diakibatkan oleh jumlah landasan hubung dan jarak landasan

hubung keluar dari awal pendaratan atau keberangkatan

pesawat. Hal ini berpengaruh terhadap penghitungan

kapasitas, jumlah landasan hubung keluar dari landasan pacu

untuk pendaratan dan keluar dari landasan parkir untuk

keberangkatan yang lebih banyak akan memperbesar

kapasitas sisi udara, sedangkan jarak keluar yang sesuai

dengan banyak landasan hubung keluar juga akan

memperbesar kapasitas yang ada.


21

b. Cuaca

Fenomena cuaca yang berpengaruh terhadap operasi

penerbangan terutama di bandara adalah ceiling (tinggi dasar

awan) dan visibility (jarak pandang). Terdapat 3 kategori untuk

kondisi tersebut, yaitu:

1) Visual Flight Rules (VFR), tinggi dasar awan di atas 1000

kaki dan jarak pandang lebih dari 3 mil.

2) Instrument Flight Rules (IFR), tinggi dasar awan 670

sampai 1000 kaki dan atau jarak pandang 1 sampai 3

mil.

3) Poor Visibility Condition (PVC) atau kondisi cuaca di

bawah minimum, dimana tinggi dasar awan di bawah

670 kaki dan atau jarak pandang kurang dari 1 mil.

Kondisi cuaca di atas menyebabkan kapasitas yang

berbeda akibat operasional pesawat yang terganggu,

kapasitas pada kondisi IFR atau di bawah minimum akan jauh

lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi VFR. Perbedaan

kondisi tersebut digunakan untuk menghitung kapasitas

operasi bandar udara pada masing-masing kondisi cuaca.

c. Mix Index

Mix Index adalah fungsi matematis yang digunakan

dalam penghitungan kapasitas bandar udara untuk

mengetahui tingkat pengaruh pesawat berbadan lebar


22

terhadap sistem bandar udara. Hal ini terkait dengan

perbedaan kecepatan pesawat saat melakukan pendekatan

(approach) sehingga waktu yang diperlukan berbeda untuk

setiap kelas pesawat, selain itu adalah adanya pengaruh

udara yang berputar di belakang mesin pesawat (wake

turbulence) terutama apabila beroperasi di belakang pesawat

berbadan lebar sehingga harus ada jarak yang aman antar

pesawat. Semakin besar perbedaan kelas pesawat yang

beroperasi, maka semakin besar jarak aman yang diperlukan

dan berarti semakin sedikit kapasitas operasi yang dihasilkan.

Untuk penghitungan kapasitas, maka pesawat

dikategorikan menjadi 4 kelas seperti dapat dilihat pada Tabel

Klasifikasi Pesawat. Perhitungan Mix Index adalah persentase

operasi dari pesawat kelas C (pesawat berbadan sedang)

ditambah 3 kali persentase operasi pesawat kelas D

(berbadan lebar), atau % (C+3D).


23

Tabel 3
Klasifikasi Pesawat

Kelas Maximum Take Off Jumlah Kelas turbulen

pesawat Weight (pounds) mesin

A Tunggal Kecil/Small(S)
≤ 12.500
B Jamak Kecil/Small(S)

C 12.500 - 300.000 Jamak Sedang/Large

(L)

D ≥ 300.000 Jamak Lebar/Heavy

(H)

d. Percent Arrivals

Persentase kedatangan atau persentase pendaratan

pesawat adalah perbandingan antara jumlah pendaratan

dengan seluruh operasi pesawat, dengan perhitungan sebagai

berikut.

Percent Arrivals = A + 1/2 (T&G) x 100

A + DA + (T&G)

Semakin besar persentase kedatangan maka akan

semakin kecil kapasitas yang dihasilkan, hal ini dikarenakan

prosedur kedatangan memerlukan waktu yang lebih lama

daripada prosedur keberangkatan atau lepas landas pesawat


24

terkait dengan separasi atau jarak pisah aman yang harus

disediakan kepada pesawat.

e. Percent Touch & Go

Persentase Touch and Go atau pesawat yang

melakukan latihan pendaratan dengan hanya menyentuh

landasan tanpa berhenti adalah perbandingan antara jumlah

Touch and Go dengan seluruh operasi pesawat, dengan

perhitungan sebagai berikut.

Percent T&G = (T&G) X 100

A + DA + (T&G)

dengan,

A = Jumlah kedatangan pesawat dalam 1 jam

DA = Jumlah keberangkatan pesawat dalam 1 jam

T & G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam

Operasi Touch and Go memperkecil kapasitas sisi udara

terutama komponen landasan pacu, hal ini disebabkan

pesawat yang akan mendarat dan lepas landas harus memiliki

jarak pisah yang aman terhadap operasi Touch and Go yang

berarti waktu tunggu yang lebih lama dan kapasitas yang

semakin berkurang.
25

2. Runway (Landasan Pacu)

Didefinisikan sebagai keseluruhan system landasan pacu

termasuk ruang angkasa untuk pendekatan ke landasan dan untuk

keberangkatan (Horonjeff). Runway dalam pengertian FAA yang

terdapat pada AC. 150/5060-5 yaitu permukaan untuk mendarat,

ditambah dengan bagian dari jalur pendekatan dan keberangkatan

yang secara umum digunakan oleh semua pesawat. Penghitungan

kapasitas dari komponen landasan pacu berdasarkan konfigurasi

landasan pacu dari Bandar udara yang ada.

3. Kapasitas Runway

Kapasitas runway adalah merupakan suatu bilangan yang

menunjukkan kemampuan landasan dalam memberikan pelayanan

pergerakan pesawat dengan kondisi yang masih dapat diterima.

Kapasitas landasan pacu juga didefinisikan sebagai sebuah

besaran yang biasanya ditampilkan dalam pergerakan per jam,

yang menunjukkan kemampuan sebuah landasan dalam

menampung pergerakan take off dan landing. Terdapat 2 formulasi

perhitungan kapasitas landasan pacu yang dikembangkan yaitu:

a. Menggunakan teori antrian, pada teori ini berpedoman pada

”first come first served” atau ”first contact first served” atau

datang dahulu maka akan mendapat pelayanan dahulu. Teori

ini dapat ideal digunakan apabila suatu bandara memiliki

landasan pacu yang berbeda untuk operasi lepas landas dan

operasi pendaratan pesawat. Bandara yang hanya memiliki 1


26

landasan pacu yang digunakan untuk operasi lepas landas

dan pendaratan, maka keberangkatan dihitung dengan

menggunakan distribusi Poisson, sedangkan proses

pendaratan lebih pada teori antrian. Hal ini dapat dirumuskan

apabila jadwal keberangkatan dan kedatangan pada suatu

bandara diketahui secara tepat dan pasti.

b. Menggunakan teori ruang waktu atau ”space-time concept”,

konsep ini berpedoman pada jarak pisah aman, dimana 2

pesawat tidak mungkin dilayani bersamaan, baik untuk lepas

landas maupun pendaratan, serta pendaratan akan

mendapatkan prioritas dibanding dengan lepas landas.

Sehingga perhitungan yang digunakan adalah konsep jarak

pisah aman yang diperlukan yang dinyatakan dalam waktu

tempuh. Waktu yang diperlukan untuk operasi masing-masing

pesawat akan dihitung hingga dapat diketahui berapa banyak

operasi pesawat yang dapat ditangani oleh landasan pacu

pada setiap satuan waktu tertentu. Konsep ini memerlukan

data yang real time, penghitungan dengan kondisi tidak

secara langsung melihat operasi di lapangan hampir tidak

mungkin dilakukan.
27

4. ATFM (AIR TRAFFIC FLOW MANAGEMENT)

ATFM adalah suatu pelayanan lalu lintas yang aman, teratur,

cepat dan efisien dengan memastikan kapasitas pengatur lalu lintas

dan kapasitas bandar udara yang digunakan

semaksimum/semaksimal mungkin, dan jumlah lalu lintas sesuai

dengan kapasitas yang dideklarasikan oleh otoritas ATS (Air traffic

Services). Tujuan ATFM dalam Human Factor In Air Traffic Control

Digest No. 8 “ is not to control airborne aircraft but to minimaze

delays by allocating departure slots and routes still on the ground “.

Pada dokumen 9426 ATS Planning Manual 1.2.4.11, ATFM lebih

diaplikasikan untuk menangani traffic flow yang ada di darat

(ground) daripada yang diudara (in flight).

Eurocontrol mendefinisikan ATFM adalah upaya manajemen

dalam rangka menjaga jumlah air traffic agar tidak pernah melebihi

kapasitas sistem sehingga penundaan di udara (air delay) maupun

penundaan di darat (ground delay) tidak melebihi dari toleransi

delay yang diterima. Ketika kapasitas tidak dapat lagi menampung

jumlah pergerakan (volume of air traffic) akan mengakibatkan

penundaan penerbangan pada saat keberangkatan (take-off), in-

flight holding, penggunaan level yang tidak ekonomis, pengubahan

rute (re-routing) dan penyimpangan (diversions), hambatan rencana

penerbangan, pengeluaran biaya operasi tinggi untuk bahan bakar.

ATFM di gunakan untuk menyeimbangkan antara permintaan

(traffic demand) dengan kemampuan kapasitas yang ada disuatu


28

bandara dan ATFM ini harus di aplikasikan ketika di prediksikan

permintaan (traffic demand) akan melebihi dari kapasitas yang ada

disuatu bandara, hal ini berdasarkan doc 9426.

Tujuan dari pelayanan Air Traffic Flow Management (doc

9426) adalah:

a. Menjaga ATC (Air Traffic Controller) dari overload (kelebihan

beban) yaitu dengan membatasi kapasitas yang ada.

b. Membuat lalu lintas udara (traffic flow) menjadi optimal

dengan penggunaan terbaik dari kapasitas yang ada ketika

permintaan (demand) meningkat atau di perkirakan akan

meningkat.

c. Mengendalikan pergerakan pesawat dengan aman, teratur

dan cepat sesuai dengan kapasitas yang ada.

1) ATC Capacity

Kapasitas ATC adalah jumlah maximum pesawat

yang dapat ditampung/diterima dalam periode waktu

yang ditentukan didalam ruang udara atau dilapangan

terbang berdasarkan batasan yang ada di suatu

bandara. jumlah komunikasi baik receiver dan transmitter

yang dilakukan seorang ATC yang terdapat pada Annex

10 Chapter 5 bahwa seorang ATC maksimal 100

kata/menit.
29

2) Runway Capacity

Kapasitas landasan dipengaruhi oleh:

a) Separasi antara pesawat yang take off dan yang

take off, pesawat yang take off dan yang landing,

pesawat yang landing dan yang landing.

b) Lay-out Aerodrome

c) Lay-out Runway

5. Lalu Lintas Penerbangan

a. Pengertian Lalu Lintas Penerbangan

Menurut DOC 4444, ATM/501/12 International Civil

Aviation Organization ( ICAO ), Lalu Lintas Penerbangan

adalah : seluruh pesawat yang sedang dalam penerbangan

atau yang sedang beroperasi di manouvering area suatu

bandar udara. Pergerakan Lalu Lintas Penerbangan berarti

seluruh pergerakan pesawat baik itu pesawat yang sedang

dalam penerbangan atau yang sedang beroperasi di

manouvering area suatu bandar udara, di dalamnya termasuk

pesawat yang berangkat dari bandar udara tersebut (

departure aircraft ), pesawat yang akan datang ke bandar

udara ( arrival aircraft ) dan juga pesawat yang terbang lintas (

overflying ) melewati wilayah udara bandar udara tersebut.


30

b. Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan

Dalam pelayanan pengaturan lalu lintas melibatkan

beberapa unit pemandu lalu lintas penerbangan diantaranya

ialah Aerodrome Control Tower, Approach Control Office,

Area Control Centre, dimana unit – unit tersebut di atas

mempunyai kewenangan dalam pengaturan lalu lintas

penerbangan dan melaksanakan tugas sesuai dengan

tujuannya, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh ICAO

Annex 11 ; 1998 hal 7. Tujuan tersebut dimaksudkan agar

dalam pengaturan lalu lintas penerbangan dapat

mengutamakan keamanan, kelancaran dan efisiensi operasi

lalu lintas penerbangan.

Tujuan dari Air Traffic Service adalah :

1) Mencegah tabrakan antar pesawat udara

2) Mencegah tabrakan antar pesawat dengan rintangan –

rintangan di daerah pergerakan pesawat

3) Menjaga kelancaran dan keteraturan arus lalu lintas

penerbangan

4) Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk

keselamatan dan efisiensi penerbangan

5) Memberi tahu organisasi yang terkait jika pesawat udara

memerlukan bantun pencarian dan pertolongan ( SAR )

dan membantu organisai tersebut bila diperlukan.


31

6. Metode Peramalan Pergerakan Lalu Lintas Penerbangan

Metode statistik adalah suatu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data, mengolah data, menarik kesimpulan dan

membuat keputusan berdasarkan analisis data yang dikumpulkan

tadi.

Metode Statistik Peramalan yaitu metode pengolahan data

dengan menggunakan kaidah ilmu statistik berupa perhitungan–

perhitungan dengan menggunakan rumus–rumus statistik. Dalam

Tugas Akhir ini prediksi pergerakan pesawat terbang dibutuhkan

untuk mengetahui perkiraaan jumlah pesawat sampai 10 tahun

yang akan datang (2020).

Penggunaan metode statistik pada karya tulis ini adalah untuk

memperoleh prediksi (forecasting) kondisi traffic pada beberapa

tahun kedepan guna memperkirakan kapankah runway bandara

Soekarno Hatta Jakarta tidak lagi dapat menampung jumlah

pergerakan khususnya pada peak hours, berupa Regresi Linear.

Data yang penulis gunakan adalah data time series berupa

perkembangan jumlah traffic tahunan periode tahun 2006 sampai

dengan tahun 2020. Data time series sendiri adalah data dimana

setiap kelompok informasi statistik terakumulasi dalam interval

waktu yang terukur.

Peramalan dilakukan dengan menggunakan metode

smoothing eksponensial ganda linier satu parameter brown. Metode

ini merupakan metode linier yang dikemukakan oleh Brown. Dasar


32

pemikiran dari Metode Smoothing Eksponensial Linier Satu

Parameter dari Brown adalah sama dengan rata-rata bergerak linier

karena ke dua nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari

data sebenarnya. Jika terdapat unsur trend, maka perbedaan nilai

pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada

pemulusan ganda dan disesuaikan untuk trend. Persamaan yang

dipakai dalam implementasi pemulusan eksponensial linier satu

parameter dari Brown yaitu :

=α + (1-α) ............................. (1)

=α + (1-α) ............................ (2)

=2 - ............................. (3)

= ( - ) ............................. (4)

= + m ............................ (5)

Dimana m = 1,2,3, ................

Keterangan :

= nilai pemulusan eksponensial tungal (single

eksponensial smoothing value)

= nilai pemulusan eksponensial ganda (double

eksponensial smoothing value)

α = parameter pemulusan eksponensial

= konstanta pemulusan
33

= hasil peramalan untuk periode ke depan yang

diramalkan

7. Penundaan (Delay)

Penundaan terhadap pesawat didefinisikan perbedaan antara

waktu sebenarnya yang dihabiskan pesawat untuk melakukan

maneuver pada runway dan waktu yang dihabiskan pesawat untuk

melakukan maneuver pada runway dan waktu yang dihabiskan

pesawat untuk maneuver di runway tanpa ada interferensi dari

pesawat lain (Air Transport Delays, Eurocontrol). Menurut Robert

Horonjeff, Keterlambatan adalah waktu melebihi dari waktu tunggu

yang dapat diterima. Penundaan diakibatkan dari laju permintaan

yang melebihi dari laju pelayanan.

Untuk menghitung delay rata–rata departure digunakan rumus

sebagai berikut (Horonjeff McKelvey, 1994) :

Dimana :

= delay rata–rata untuk departure

= tingkat departure rata–rata

= service time rata–rata departure atau kapasitas

maksimum landasan pacu / kapasitas landasan pacu

= standar deviasi service time departure


34

Untuk menghitung delay rata–rata arrival digunakan rumus

sebagai berikut (Horonjeff McKelvey, 1994) :

Dimana :

= delay rata–rata untuk arrival

= tingkat arrival rata – rata

= service time rata – rata arrival atau kapasitas

maksimum landasan pacu / kapasitas landasan pacu

= standar deviasi service time arrival

B. KERANGKA BERPIKIR

Pergerakan penumpang maupun pesawat di bandar udara

Soekarno–Hatta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang

signifikan. Jumlah pergerakan pesawat selama tahun 2010 sendiri

mencapai 309.527 pergerakan dan 70 pergerakan tiap jamnya.

Kapasitas yang sudah ditetapkan oleh Bandar Udara Soekarno–

Hatta adalah 52 pergerakan perjamnya. Hal ini menyebabkan tingkat

keterlambatan di Bandar Udara Soekarno – Hatta menjadi tinggi. Tiap

jamnya kapasitas bandara di Bandar Udara Soekano–Hatta sudah

terpenuhi bahkan melampaui kapasitas bandar udara yang sudah

ditetapkan.

Revitalisasi Bandar Udara Soekarno–Hatta harus segera

dilakukan untuk dapat memenuhi permintaan penerbangan seiring


35

dengan meningkatnya perkembangan maskapai nasional. Salah satu

langkah yang dapat diambil adalah dengan pembangunan runway

ketiga. Runway ketiga diharapkan dapat memenuhi permintaan

penerbangan di Bandar Udara Soekarno–Hatta dan dapat

meningkatkan kapasitas bandar udara tersebut.

Penerapan runway ketiga yang merupakan produk dari Grand

Design yang di rancang oleh Bandar Udara Soekarno–Hatta

diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengantisipasi perkembangan

bandar udara selama kurun waktu 20 tahun ke depan. Di mana telah

diproyeksikan bahwa pada tahun 2020 sampai 2030, lalu lintas

penumpang dan pesawat di kawasan asia pasifik diprediksi akan

melampaui kawasan Eropa dan Amerika dengan jumlah pergerakan 2,3

milliar penumpang per tahun.

Adapun alur berpikir permasalahan yang dapat penulis gambarkan

dalam bagan alur berpikir di bawah ini:


36

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

Latar Belakang
1. Pergerakan pesawat.
2. Kapasitas landasan yang terbatas
3. Ketentuan IATA WSG mengenai penambahan
kapasitas

Identifikasi Masalah
1. Bagaimana trend atau kecenderungan pergerakan pesawat di Bandar Udara Soekarno–Hatta
tiap tahunnya?
2. Bagaimana runway capacity di Bandar Udara Soekarno–Hatta mempengaruhi kelancaran
pergerakan pesawat di Bandara Soekarno – Hatta?
3. Bagaimana sarana dan prasarana Bandar Udara Soekarno–Hatta Jakarta dalam melayani
permintaan penerbangan?
4. Bagaimana ketentuan IATA WSG terhadap penentuan level dan kapasitas bandara?
5. Bagaimana peranan runway ketiga dalam meningkatkan runway capacity sehingga pergerakan
pesawat di wilayah ADC menjadi lancar atau keterlambatan menjadi berkurang?

Landasan Teori
Metode Penelitian
1. Konsep ruang dan waktu (
Mixed Methods
Space Time Konsep)
2. ATFM
Tools
1. Deskriptif Analisis 3. Lalu – Lintas Penerbangan
2. Gap Analysis 4. Kapasitas Bandara
3. Metode Tapisan Mc 5. Kapasitas Runway
Namara 6. Metode Peramalan dan
Penundaan

PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perencanaan runway ketiga
terhadap kelancaran Lalu Lintas penerbangan di
Bandara Soekarno – Hatta ?
2. Bagaimana perencanaan runway ketiga dalam
meningkatkan runway capacity di Bandara
Soekarno – Hatta Jakarta ?

OUTPUT
konfigurasi runway ketiga

OUTCOME
Implementasi konfigurasi runway ketiga di Bandara Soekarno-Hatta
Jakarta
37

C. PENGAJUAN HIPOTESIS

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis

sebagai berikut:

“Diduga tidak lancarnya lalu lintas penerbangan di Bandara

Soekarno-Hatta terjadi karena belum adanya penambahan runway

ketiga sebagai upaya peningkatan runway capacity.”


38

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. TUJUAN OPERASIONAL PENELITIAN

1. Menganalisis permasalahan yang terjadi mengenai pergerakan

pesawat di Bandar Udara Soekarno-Hatta yang tidak lancar

2. Menganalisis runway capacity di Bandar Udara Soekarno-Hatta

dalam melayani permintaan penerbangan.

3. Menganalisis peranan runway ketiga dalam meningkatkan runway

capacity di Bandar Udara Soekarno - Hatta.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan adalah pada Divisi

ADC/APP/TMA Dinas ADC/GC dan Divisi sistem dan informasi

Dinas Data & Reporting di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta.

38
39

2. Waktu Penelitian

Tabel 4
Waktu Penelitian

Tahap Tahun 2011

Penelitian Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

Persiapan

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Penulisan

C. METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan

dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat

digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi

masalah (Sugiyono, 2006:4).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian

gabungan atau mixed methode yang menggabungkan beberapa

metode sekaligus baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif dengan

model concurrent embedded (campuran tidak berimbang), dimana

kuantitatif merupakan metode primer (mempunyai bobot lebih tinggi)

dan kualitatif sebagai metode sekunder (pelengkap).


40

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data merupakan salah satu komponen riset, artinya tanpa data

tidak akan ada riset. Data yang akan dipakai dalam riset haruslah data

yang benar, karena data yang salah akan menghasilkan informasi yang

salah (Umar, 2009:49).

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil

penelitian, yaitu kualitas instrument penelitian dan kualitas

pengumpulan data. Kualitas instrument penelitian berkenaan dengan

validitas dan reliabilitas instrument dan kualitas pengumpulan data

berkenaan ketepatan cara–cara yang digunakan untuk mengumpulkan

data. (Sugiyono, 2006:129).

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis untuk

menyelesaikan tugas akhir adalah :

1. Kepustakaan

yaitu dengan memanfaatkan informasi baik dengan Internet

maupun melakukan kajian literatur dengan membaca artikel

mengenai rencana Grand Design runway ketiga di Bandara

Soekarno - Hatta.

2. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang

tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang

diteliti bermacam–macam, tidak harus dokumen resmi tetapi bisa


41

berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan

kasus dan lain–lain. (Aminarno, 2001:44).

Data yang diperoleh penulis dari Divisi ADC/APP/TMA Dinas

ADC/GC dan Divisi sistem dan informasi Dinas Data & Reporting di

Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, berupa pergerakan pesawat udara

secara tahunan, bulanan, harian dan perjamnya yang beroperasi di

Bandar Udara Soekarno-Hatta.

E. TEKNIK PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA

1. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini proses pengolahan data sudah mulai

dilakukan sejak awal penelitian berlanjut bersamaan selama proses

pengumpulan data.

Teknik yang digunakan dalam pengolahan data ditentukan

oleh jenis data yang diperoleh. Teknik pengolahan data yang

digunakan adalah:

a. Teknik pengolahan data sekunder

Teknik pengolahan data sekunder yang bersumber pada

buku-buku, dokumen, arsip, literatur, dan lain-lain.

Pengolahan data didahului dengan meneliti sumber datanya

untuk mengetahui validitasnya, hal ini penting karena akan

menentukan kualitas data tersebut. Kemudian setelah itu baru


42

dilakukan pemilihan data yang relevan dengan variabel

penelitian.

b. Teknik pengolahan data kuantitatif

Data kuantitatif yang terkait dengan penelitian ini adalah

data yang berbentuk angka yang menunjukkan dimensi dan

ukuran dari obyek penelitian atau angka yang merupakan

produk dari ketentuan-ketentuan yang dirumuskan oleh teori

pendukungnya.

c. Teknik pengolahan data kualitatif

Data kualitatif adalah data yang tidak berwujud angka,

salah satu bentuknya bisa berupa gambar atau foto. Teknik

pengolahannya adalah dengan meneliti gambar atau foto

tersebut untuk mendapatkan informasi yang terekam di

dalamnya.

2. Penyajian Data

Data-data yang sudah terkumpul selanjutnya diproses hingga

menjadi bentuk informasi yang disajikan secara sistematis.

Tujuannya adalah supaya informasi yang disajikan mudah untuk

dimengerti. Bentuknya bisa berupa tabel, gambar, foto / ilustrasi

yang diberi keterangan, dan lain-lain.


43

F. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Descriptive Analysis

Berbagai macam definisi tentang penelitian deskriptif, di

antaranya adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai

variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa

membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu

dengan variabel yang lain (Sugiyono: 2003).

Pendapat lain mengatakan bahwa, penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan

informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan

gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan

(Suharsimi Arikunto: 2005). Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah

untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Dalam arti ini pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu

mencari atau menerangkan saling hubungan atau komparasi,

sehingga juga tidak memerlukan hipotesis.

2. Gap Analysis

Gap analysis adalah sebuah alat yang membantu organisasi

untuk membandingkan kinerja yang tercapai dengan kinerja yang

direncanakan. Tujuan yang ingin dicapai dari gap analysis adalah

mengetahui gap antara perencanaan yang dibuat dengan

pelaksanaan. Proses Gap analysis termasuk penentuan,


44

pendokumentasian dan persetujuan dari jenis antara persyaratan

dan kemampuan. Gap analysis biasanya berangkat dari studi

banding atau penilaian lain. Gap analysis akan memberikan

pondasi tentang hal apa saja yang diperlukan termasuk strategi dan

taktik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perencanaan yang dimaksud dalam penulisan ini adalah

kondisi yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan acuan dari

regulasi yang berlaku. Pelaksanaan sendiri adalah kondisi yang

sedang berlangsung pada saat ini.

Untuk mempermudah dalam menguraikan beberapa hal yang

akan dibandingkan maka perlu dibuat suatu matrik dari Gap

analysis yang berisi parameter yang akan dibandingkan dari kondisi

sekarang dengan kondisi ideal menurut regulasi yang berlaku.

Berikut contoh matriks dari Gap analysis.

Tabel 5.
Matriks Gap Analysis

PARAMETER KONDISI KONDISI


NO REFER
PEMBANDING SEKARANG IDEAL

3. Analisa Tapisan Mc Namara

Teori tapisan adalah suatu teori yang dikemukakan oleh

Robert Mc Namara. Teori ini dipegunakan untuk menganalisis

prioritas suatu program, dalam hal ini dapat dipergunakan untuk


45

membuat prioritas dari suatu alternatif penyelesaian suatu

permasalahan. Setelah didapat beberapa alternatif penyelesaian

suatu masalah, beberapa alternatif tersebut diberikan suatu skala

nilai. Adapaun penilaian dimaksud dinilai berdasarkan pada faktor

efektivitas, efisiensi dan kemudahan.

Efektifitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau

memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau

pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya

sedangkan efisien adalah penggunaan sumber daya secara

minimum guna pencapaian hasil yang optimum dan kemudahan

berdasarkan dari mudahnya cara penyelesaian masalah dengan

melihat penggunaan waktu dan biayanya.(F.X. Soedjadi,Analisis

Manajemen Modern, 1992)

Untuk mempermudah dalam menguraikan beberapa hal yang

akan diberikan penilaian, maka perlu dibuat suatu matrik dari teori

tapisan. Berikut contoh matriks dari teori tapisan.

Tabel 6
Matriks Teori Tapisan Mc Namara

T
ALTERNATIF O
NO PEMECAH EFEKTIVITAS EFISIENSI KEMUDAHAN T
MASALAH A
L

1
2
46

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. GAMBARAN UMUM BANDAR UDARA SOEKARNO–HATTA

JAKARTA

Berdasarkan Keputusan Presiden No.54/1985 yang dilaksanakan

pada tanggal 3 Juli 1985, Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng

berganti nama menjadi Bandar Udara Internasional Jakarta Soekarno-

Hatta. Pembukaan Bandar Udara Internasional Jakarta Soekarno-

Hatta diresmikan pada tanggal 5 Juli 1985 oleh Presiden Soeharto.

Kepala Cabang Utama Bandar Udara Soekarno-Hatta

membawahi 2 manajer bidang utama, yaitu Manajer Bidang Operasi

dan Teknik dan Manajer Bidang Administrasi dan Komersial. Salah satu

bidang yang dibawahi oleh Manajer Bidang Opstek adalah Bidang

Operasi Lalu Lintas Udara.

Bidang Pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara Bandar Udara

Soekarno-Hatta dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang dibantu

oleh 4 Kepala Divisi dimana masing – masing Kepala Divisi dibantu

oleh beberapa orang Kepala Dinas.

1. Divisi Pelayanan Aerodrome dan Approach Control / Terminal

Control Area (ADC-APP/TMA)

a. Dinas Pelayanan ADC-Ground Control

b. Dinas Pelayanan Arrival

46
47

c. Dinas Pelayanan APP/TMA

2. Divisi Pelayanan Area Control (ACC)

a. Dinas Pelayanan ACC 1 (Upper Palembang dan Upper

Tanjung Karang)

b. Dinas Pelayanan ACC 2 ( Upper Kalimantan)

c. Dinas Pelayanan ACC 3 ( Upper Semarang)

d. Dinas Pelayanan Flight Service

3. Divisi Pelayanan Bantuan Operasi Penerbangan/Penerangan

Aeronautika (BOP/RANGTIKA)

a. Dinas Briefing Office (BO)

b. Dinas Kartografi

4. Divisi ATS Sistem dan Informatika

a. Dinas Flight Data Operator

b. Dinas Otomatisasi ATS

c. Dinas Tata Pelaporan

Secara umum, Bandar Udara Soekarno–Hatta mempunyai

deskripsi seperti yang tercantum dalam tabel berikut :


48

Tabel 7
Deskripsi Bandar Udara Soekarno–Hatta Jakarta

KELAS BANDAR UDARA Kelas I (satu)


LOKASI - LUAS 07°22'50,97 LS - 112°47'1,83 BT / 396 Ha
ELEVASI 9 feet ( 2,74 m diatas permukaan laut) / 9 feets
KODE ICAO / IATA WIII / CKG
JAM OPERASI 06.00 - 24.00 Local Time (On Request =24 jam)
JARAK DARI KOTA 19,45 Km from center Jakarta
R07L /R25R & R07R /
LANDASAN / RUNWAY 1. Sebutan :
R25L
Kapasitas : B 747 terbatas 2. Sudut Magnetik : 068.18 – 248.19
3. Ukuran : 3600 X 60 m
4. Kekuatan : PCN - 120 RDWT
5. Permukaan : Rigid
TAXIWAY 1. Parallel taxiway : Rigid = 77,45 3 m3
2. Auxilarry Taxiway : Rigid = 12.140 m3
3. Fillet/ Entrance
: Rigid = 28.302 m3
Way
APRON 1. Kekuatan : PCN – 120 RDWT
Kapasitas 2. Permukaan : Rigid
43 NB+ 22 WB; 25NB;12
B 7477 = 33, B737 =42 3. Kapasitas :
NB
A 300 =4, DC 10 = , DC 9 4. Luas (879.766,5 Apron Terminal1=
:
=8 m2) 277.326 m6
Alarm Terminal2
:
=466.554 m6
Alarm Cargo =
:
146.886,5 m6
TERMINAL 1. Domestik : 388371 m6
(Ls = 6094406 m2) Kedatangan : 194535,5 m6
Kapasitas: Keberangkatan : 193835,5 m6
Term. Domestik =5 juta
2. Internasional : 221035 m6
pax/thn
Term. Internasional = 1,4
Kedatangan : 110517,5 m6
juta
pax/thn Keberangkatan : 112117,5 m6
3. Kargo : 146.886.5 m6
FASILITAS
X-Ray, Walkthrought, Handy metal Detector, PD6
PENGAMANAN /
AUDIO VISUAL &
Fire Alarm, Explosive Detector, PIS, PAS, PABX
KOMPUTER
FASILITAS TOWER, APP, ER, Direct Speech, ASMC, SSB,
49

TTY/Telex,
TELEKOMUNIKASI AFTN, Facsimile, Radio Trunking, VSAT
NDB, ILS, DVOR/DME, Radar PSR/SSR, ATIS,
ALAT BANTU NAVIGASI
RVR
REH, REI/Threshold, REIL, T/W Light, Sequence
VISUAL AIDS
Flasher,
Landing -T, Rotating Beacon
(Sumber : PT.(Persero) Angkasa Pura II , 2011)

Gambar 2. Plan View Bandar Udara Soekarno-Hatta

Informasi Terminal Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta :

1. Terminal 1

Terminal 1 adalah terminal untuk penerbangan domestik yang

terbagi atas tiga sub terminal yaitu Sub Terminal 1A, Sub Terminal

1B dan Sub Terminal 1C.

a. Terminal 1A = Lion Air dan Wings Air

b. Terminal 1B = Sriwijaya Air, Kartika Airlines, Batavia Air,

Express Air
50

c. Terminal 1C = Garuda Citylink, Airfast Indonesia, Loreva Air

2. Terminal 2

Terminal 2 terbagi atas tiga sub terminal yaitu Sub Terminal

2D, Sub Terminal 2E dan Sub Terminal 2F. Terminal 2D dan 2E

adalah sub terminal khusus untuk penerbangan international,

sedangkan Sub Terminal 2F di gunakan untuk penerbangan

domestik Garuda dan Merpati.

a. Terminal 2D

Quantast Airways, Qatar Airways, Air Asia, Value Air,

Phillipine Airlines, Singapore Airlines, Thai Airlines, China

Airlines, Cathay Airlines, Malaysia Airlines, Kuwait Airlines,

Japan Airlines, Yemen Airlines, Saudi Arabia Airlines,

Emirates Airlines, China Southern Airlines, Lufthansa Airlines,

Air India, Eva Air

b. Terminal 2E

Garuda Indonesia, Lion Airlines, Korean Air, KLM Royal Dutch

Airlines, Gulf Air

c. Terminal 2F

Garuda Indonesia, Merpati Airlines.

3. Terminal 3

Saat ini baru dibangun Terminal 3 pier 1 yang diperuntukan

bagi penerbangan domestik Air Asia dan Mandala.


51

Kapasitas Terminal 1 dan 2 menurut ADP (Aeroport de Paris)

sebagai perencana dan perancang Bandara Soekarno Hatta pada

awalnya adalah 18 juta penumpang per tahun, sedangkan kondisi

penumpang pada tahun 2007 telah mencapai kurang lebih 31,5 juta

penumpang. Hal ini memerlukan langkah antisipasi berupa

pembangunan Terminal 3.

Terminal 3 direncanakan dibangun di sebelah timur Terminal 2

dengan konsep low cost terminal. Terminal ini terdiri dari 5 pier dengan

kapasitas masing-masing pier adalah 4 juta penumpang per tahun,

sehingga Terminal 3 memiliki kapasitas total 20 juta penumpang per

tahun. Di samping itu antara Terminal 2 dan Terminal 3 akan dibangun

Linking Galery yang menghubungkan keduanya.

Dengan demikian total kapasitas penumpang Bandara Soekarno-

Hatta akan menjadi 38 juta penumpang per tahun, apabila Terminal 3

selesai dibangun secara keseluruhan.

Sebagai langkah awal pembangunan Terminal 3 adalah

pembangunan pier 1 yang mulai dikerjakan pada awal tahun 2007 dan

beroperasi pada tahun 2009.

B. PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

1. Data Pergerakan Pesawat Di Bandar Udara Soekarno-Hatta

Jakarta

Data jumlah pergerakan pesawat perbulan dan total 1 tahun

untuk penerbangan domestik dan internasional (2006 s/d. 2010),


52

menunjukan variasi untuk tingkat kedatangan dan keberangkatan.

Data ini dapat memberikan gambaran pola pergerakan pesawat

diapron yang terjadi setiap bulan selama 1 tahun. Pola-pola

pergerakan yang diamati selama 5 tahun digunakan untuk

menentukan bulan puncak pergerakan yang pada umunmnya

terjadi di dalam 1 tahun. Bulan puncak ditentukan untuk

mendapatkan peak month ratio kondisi eksisting. Peak month ratio

ini diperlukan untuk mendapatkan perkiraan jumlah pergerakan

pada bulan puncak tahun rencana. Pola pergerakan yang terjadi

pada umumnya memperlihatkan kenaikan jumlah pergerakan pada

bulan Nopember. Tabel di bawah menunjukan jumlah total

pergerakan pesawat tahun 2006 s.d. 2010.

Tabel 8
Jumlah Pergerakan Pesawat Tahun 2006 – 2010

Jumlah Pergerakan
No Tahun
Pesawat
1 2006 248237
2 2007 260589
3 2008 263251
4 2009 280494
5 2010 309527
Sumber : Dinas Data & Reporting ATS
Bandar Udara Soekarno Hatta
53

Tabel 9
Jumlah Pergerakan Pesawat Berdasarkan
Peak Day dan Peak Hours
Tahun 2006 – 2010

Peak Hours Peak Day


No Tahun
Time Mov Day Date Mov

1 2006 12.00 - 12.59 62 FRI 22-Dec-06 793

2 2007 08.00 - 08.59 64 THU 11-Oct-07 896

3 2008 09.00 - 08.59 62 WED 2-Jan-08 850

4 2009 00.00 - 00.59 66 THU 1-Oct-09 934

5 2010 11.00 - 11.59 70 THU 08-Sep-10 973


Sumber : Data & Reporting ATS Bandar Udara Soekarno-Hatta

Tabel 10
Jumlah Total Pergerakan Pesawat
Tiap Bulan Tahun 2006-2010

Total Pergerakan
No Bulan
2006 2007 2008 2009 2010
1 Januari 21396 21086 24040 23311 24636
2 Februari 18346 17504 21129 20443 22388
3 Maret 19999 20020 22025 23141 25657
4 April 20290 20134 20640 22376 25.130
5 Mei 20115 21087 21439 23134 26.167
6 Juni 20315 21420 20983 23253 26.152
7 Juli 22109 23894 22591 24334 27.149
8 Agustus 21509 23423 22307 23248 24.756
9 September 19955 20793 20080 22893 26.924
10 Oktober 20016 24283 22934 25099 27562
11 Nopember 21368 22589 21769 23898 25509
54

12 Desember 22819 24356 23314 25364 27497

Total 248237 260589 263251 280494 309527


Sumber : Data & Reporting ATS Bandar Udara Soekarno-Hatta

Tabel 11
Pertumbuhan Rata-rata Pergerakan
Pesawat Per Bulan
Tahun 2006-2010

No Bulan Pertumbuhan rata-rata (%)

1 Januari 3,32
2 Februari 4,34
3 Maret 5,23
4 April 5,29
5 Mei 5,65
6 Juni 6,12
7 Juli 4,29
8 Agustus 3,48
9 September 6,07
10 Oktober 8,56
11 Nopember 4,95
12 Desember 5,21
Sumber : Data Penelitian 2011

Secara ringkas pola pertumbuhan rata-rata pergerakan pesawat

udara masing-masing bulan dapat ditunjukkan pada tabel 11 di atas.


55

2. Penghitungan Kapasitas Landasan ( Runway Capacity ) di Bandar

Udara Soekarno-Hatta

Kapasitas Landasan atau Runway Capacity adalah

merupakan suatu bilangan yang menunjukkan kemampuan

landasan dalam memberikan pelayanan pergerakan pesawat

dengan kondisi yang masih dapat diterima. Kapasitas landasan

pacu juga didefinisikan sebagai sebuah besaran yang biasanya

ditampilkan dalam pergerakan per jam, yang menunjukkan

kemampuan sebuah landasan dalam menampung pergerakan take

off dan landing.

Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta menggunakan

teori ruang waktu atau ”space-time concept” yang terdapat pada

FAA Airport Capacity and Delay (AC 150/5060-5). konsep ini

berpedoman pada jarak pisah aman, dimana 2 pesawat tidak

mungkin dilayani bersamaan, baik untuk lepas landas maupun

pendaratan, serta pendaratan akan mendapatkan prioritas

dibanding dengan lepas landas. Sehingga perhitungan yang

digunakan adalah konsep jarak pisah aman yang diperlukan yang

dinyatakan dalam waktu tempuh. Waktu yang diperlukan untuk

operasi masing-masing pesawat akan dihitung hingga dapat

diketahui berapa banyak operasi pesawat yang dapat ditangani

oleh landasan pacu pada setiap satuan waktu tertentu. Untuk

penghitungan Time of Arrival dan Time of Departure, Bandar Udara

Soekarno-Hatta menggunakan data empiris dan memakai data


56

yang tertinggi dari rata-rata waktu yang diperlukan pesawat untuk

clear of runway pada arrival dan start turning pada departure.

Sesuai dengan Doc.9426 ATS Planning Manual Part II Appendix C

Techniques for ATC Sector/Position Capacity Estimation

menyebutkan bahwa ATC unit tidak dapat beroperasi pada

kapasitas penuh pada operasi pengaturan lalu lintas penerbangan,

karena ada beberapa variabel yang secara signifikan mengurangi

kapasitas pada waktu tertentu. Oleh karena itu, dianjurkan untuk

mengadopsi persentase antara 80% dan 90%, dengan demikian

memberikan lebih banyak fleksibilitas untuk nilai kapasitas, yaitu

jarak ideal untuk melindungi keselamatan operasi udara.

Perhitungan runway capacity sesuai FAA Airport Capacity and

Delay (AC 150/5060-5) dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :

a. Separation between take-off and take-off, between take-off

and landing, and separation between landing and landing;

b. runway lay out and aerodrome lay out ;

c. number of high speed exit taxiway(s) ;

Konsep ini memerlukan data yang real time di lapangan

dilakukan pengamatan dan pencatatan sehingga didapat

perhitungan seperti di bawah ini.


57

Runway Capacity = 3600 Second

Time of Arrival + Time of Departure +

Contingency

Tabel 12
Perhitungan Kapasitas Landasan

Dependent Parallel Runway

25R 25L 07L 07R

3600 : (40+80+20) = 3600 : (40+80+20) = 3600 : (60+80+20) = 3600 : (40+80+20) =


25.7 ~ (26) 25.7 ~ (26) 22.5 ~ (23) 25.7 ~ (26)

52 49
Sumber :Dinas Data & Reporting ATS Bandara Soekarno Hatta

Time of Arrival = mulai dari cross beginning of runway-in-use

sampai dengan clear of runway

Time of Departure = mulai entering runway-in-use sampai

dengan crossing end of runway atau start

turning

Contingency = toleransi jarak / waktu pengaturan traffic

(arrival and departure)

= Between departure and arrival : 8 NM

Between arrival and arrival : 6 NM


58

3. Prediksi pergerakan Pesawat Udara di Runway Bandar Udara

Soekarno–Hatta dengan Metode Smoothing Eksponensial Ganda

Satu Parameter (Linier)

Berdasarkan data jumlah total pergerakan pesawat udara di

runway 2006 – 2010 baik penerbangan domestik maupun

penerbangan internasional menunjukkan pola data trend linier.

Maka dilakukan peramalan dengan analisa Metode Smoothing

Eksponensial Ganda Satu Parameter (Linier) dari Brown yang

menggunakan pembobotan data masa lalu secara eksponensial

yaitu semakin kecil untuk data yang sebelumnya. Nilai forecast

error paling kecil adalah dengan α = 0,1, yaitu pada peramalan

tahun 2010 diperoleh pergerakan jam puncak yaitu 70,18

pergerakan. Semakin kecil nilai error maka semakin cocok metode

yang digunakan (Makridakis:1993). Penghitungan peramalan

menggunakan metode eksponensial ganda satu parameter dengan

α = 0,1 sebagai berikut :

Bulan ke – 2 (Februari 2006), = 18346

a. Perhitungan Eksponensial Tunggal

=α + (1-α)

= 0,1 (18346) + (1-0,1) 21396

= 1834,6 + (0,9 x 21396)

= 21091

b. Perhitungan Eksponensial Ganda


59

=α + (1-α)

= 0,1 ( 21091) + 0,9 ( 21396)

2109,1 + 19256,4

21365,5

c. Perhitungan Nilai a

=2 -

= 2 (21091) – 21365,5

42182 – 21365,5

20816,5

d. Perhitungan Nilai b

= ( - )

= ( 21091 – 21365,5 )

- 30,5

e. Prediksi Untuk Bulan ke -3 (Maret 2006), m=1

= + m

= 15942,52 + (-30,5 x 1)

= 15912,02

f. Prediksi Untuk Bulan ke-61 (Jan 2011), m=1

= + (1)
60

= 26344,02 + ( 70,69 x 1 )

26414,71

g. Prediksi Untuk Bulan ke-62 (Feb 2011), m=2

= + (2)

= 26344,02 + (70,69 x 2)

26485,40

Demikian seterusnya untuk data selanjutnya dan dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 13
Prediksi Pergerakan Pesawat Udara

No Bulan Pergerakan a b Prediksi

-Tahun Pesawat a+b (m)

1 Jan-06 21396 21396,00 21396,00

2 Feb-06 18346 21091,00 21365,50 20816,50 -30,50


3 Mar-06 19999 18511,30 21080,08 15942,52 -285,42 15912,02
4 Apr-06 20290 20028,10 20974,88 19081,32 -105,20 18795,90
5 Mei-06 20115 20272,50 20904,64 19640,36 -70,24 19535,16
6 Jun-06 20315 20135,00 20827,68 19442,32 -76,96 19372,08
7 Jul-06 22109 20494,40 20794,35 20194,45 -33,33 20117,48
8 ags-06 21509 22049,00 20919,82 23178,18 125,46 23144,86
9 Sep-06 19955 21353,60 20963,19 21744,01 43,38 21869,47
10 oct-06 20016 19961,10 20862,99 19059,21 -100,21 19102,59
11 nov-06 21368 20151,20 20791,81 19510,59 -71,18 19410,38
12 Des-06 22819 21513,10 20863,94 22162,26 72,13 22091,09
13 Jan-07 21086 22645,70 21042,11 24249,29 178,18 24321,42
14 Feb-07 17504 20727,80 21010,68 20444,92 -31,43 20623,10
15 Mar-07 20020 17755,60 20685,17 14826,03 -325,51 14794,60
61

16 Apr-07 20134 20031,40 20619,80 19443,00 -65,38 19117,50


17 Mei-07 21087 20229,30 20580,75 19877,85 -39,05 19812,48
18 Jun-07 21420 21120,30 20634,70 21605,90 53,96 21566,85
19 Jul-07 23894 21667,40 20737,97 22596,83 103,27 22650,78
20 agt-07 23423 23846,90 21048,86 26644,94 310,89 26748,21
21 Sep-07 20793 23160,00 21259,98 25060,02 211,11 25370,92
22 oct-07 24283 21142,00 21248,18 21035,82 -11,80 21246,93
23 nov-07 22589 24113,60 21534,72 26692,48 286,54 26680,68
24 Des-07 24356 22765,70 21657,82 23873,58 123,10 24160,12
25 Jan-08 24040 24324,40 21924,48 26724,32 266,66 26847,42
26 Feb-08 21129 23748,90 22106,92 25390,88 182,44 25657,54
27 Mar-08 22025 21218,60 22018,09 20419,11 -88,83 20601,55
28 Apr-08 20640 21886,50 22004,93 21768,07 -13,16 21679,24
29 Mei-08 21439 20719,90 21876,43 19563,37 -128,50 19550,21
30 Jun-08 20983 21393,40 21828,12 20958,68 -48,30 20830,17
31 Jul-08 22591 21143,80 21759,69 20527,91 -68,43 20479,61
32 ags-08 22307 22562,60 21839,98 23285,22 80,29 23216,79
33 Sep-08 20080 22084,30 21864,41 22304,19 24,43 22384,48
34 oct-08 22934 20365,40 21714,51 19016,29 -149,90 19040,72
35 nov-08 21769 22817,50 21824,81 23810,19 110,30 23660,29
36 Des-08 23314 21923,50 21834,68 22012,32 9,87 22122,62
37 Jan-09 23311 23313,70 21982,58 24644,82 147,90 24654,69
38 Feb-09 20443 23024,20 22086,74 23961,66 104,16 24109,56
39 Mar-09 23141 20712,80 21949,35 19476,25 -137,39 19580,41
40 Apr-09 22376 23064,50 22060,86 24068,14 111,52 23930,74
41 Mei-09 23134 22451,80 22099,96 22803,64 39,09 22915,16
42 Jun-09 23253 23145,90 22204,55 24087,25 104,59 24126,34
43 Jul-09 24334 23361,10 22320,21 24401,99 115,65 24506,59
44 ags-09 23248 24225,40 22510,73 25940,07 190,52 26055,73
45 Sep-09 22893 23212,50 22580,90 23844,10 70,18 24034,62
46 oct-09 25099 23113,60 22634,17 23593,03 53,27 23663,20
47 nov-09 23898 24978,90 22868,65 27089,15 234,47 27142,42
48 Des-09 25364 24044,60 22986,24 25102,96 117,60 25337,43
49 Jan-10 24636 25291,20 23216,74 27365,66 230,50 27483,26
50 Feb-10 22388 24411,20 23336,18 25486,22 119,45 25716,71
51 Mar-10 25657 22714,90 23274,06 22155,74 -62,13 22275,19
52 Apr-10 25.130 25604,30 23507,08 27701,52 233,02 27639,39
53 Mei-10 26.167 25233,70 23679,74 26787,66 172,66 27020,68
54 Jun-10 26.152 26165,50 23928,32 28402,68 248,58 28575,34
55 Jul-10 27.149 26251,70 24160,66 28342,74 232,34 28591,32
56 ags-10 24.756 26909,70 24435,56 29383,84 274,90 29616,18
57 Sep-10 26.924 24972,80 24489,28 25456,32 53,72 25731,22
58 oct-10 27562 26987,80 24739,14 29236,46 249,85 29290,19
59 nov-10 25509 27356,70 25000,89 29712,51 261,76 29962,36
60 Des-10 27497 25707,80 25071,58 26344,02 70,69 26605,77
61 Jan-11 26414,71
62

62 Feb-11 26485,40
63 Mar-11 26556,09
64 Apr-11 26626,78
65 Mei-11 26697,47
66 Jun-11 26768,16
67 Jul-11 26838,85
68 Agust-11 26909,55
69 Sep-11 26980,24
70 Okt-11 27050,93
71 nov-11 27121,62
72 Des-11 27192,31
73 Jan-12 27263,00
74 Feb-12 27333,69
75 Mar-12 27404,38
76 Apr-12 27475,07
77 Mei-12 27545,76
78 Jun-12 27616,45
79 Jul-12 27687,14
80 Agust-12 27757,84
81 Sep-12 27828,53
82 Okt-12 27899,22
83 nov-12 27969,91
84 Des-12 28040,60
85 Jan-13 28111,29
86 Feb-13 28181,98
87 Mar-13 28252,67
88 Apr-13 28323,36
89 Mei-13 28394,05
90 Jun-13 28464,74
91 Jul-13 28535,43
92 Agust-13 28606,12
93 Sep-13 28676,82
94 Okt-13 28747,51
95 Nop-13 28818,20
96 Des-13 28888,89
97 Jan-14 28959,58
98 Feb-14 29030,27
99 Mar-14 29100,96
100 Apr-14 29171,65
101 Mei-14 29242,34
102 Jun-14 29313,03
103 Jul-14 29383,72
104 Agust-14 29454,41
105 Sep-14 29525,11
106 Okt-14 29595,80
107 Nop-14 29666,49
63

108 Des-14 29737,18


109 Jan-15 29807,87
110 Feb-15 29878,56
111 Mar-15 29949,25
112 Apr-15 30019,94
113 Mei-15 30090,63
114 Jun-15 30161,32
115 Jul-15 30232,01
116 Agust-15 30302,70
117 Sep-15 30373,39
118 Okt-15 30444,09
119 Nop-15 30514,78
120 Des-15 30585,47
121 Jan-16 30656,16
122 Feb-16 30726,85
123 Mar-16 30797,54
124 Apr-16 30868,23
125 Mei-16 30938,92
126 Jun-16 31009,61
127 Jul-16 31080,30
128 Agust-16 31150,99
129 Sep-16 31221,68
130 Okt-16 31292,37
131 Nop-16 31363,07
132 Des-16 31433,76
133 Jan-17 31504,45
134 Feb-17 31575,14
135 Mar-17 31645,83
136 Apr-17 31716,52
137 Mei-17 31787,21
138 Jun-17 31857,90
139 Jul-17 31928,59
140 Agust-17 31999,28
141 Sep-17 32069,97
142 Okt-17 32140,66
143 Nop-17 32211,35
144 Des-17 32282,05
145 Jan-18 32352,74
146 Feb-18 32423,43
147 Mar-18 32494,12
148 Apr-18 32564,81
149 Mei-18 32635,50
150 Jun-18 32706,19
151 Jul-18 32776,88
152 Agust-18 32847,57
153 Sep-18 32918,26
64

154 Okt-18 32988,95


155 Nop-18 33059,64
156 Des-18 33130,33
157 Jan-19 33201,03
158 Feb-19 33271,72
159 Mar-19 33342,41
160 Apr-19 33413,10
161 Mei-19 33483,79
162 Jun-19 33554,48
163 Jul-19 33625,17
164 Agust-19 33695,86
165 Sep-19 33766,55
166 Okt-19 33837,24
167 Nop-19 33907,93
168 Des-19 33978,62
169 Jan-20 34049,32
170 Feb-20 34120,01
171 Mar-20 34190,70
172 Apr-20 34261,39
173 Mei-20 34332,08
174 Jun-20 34402,77
175 Jul-20 34473,46
176 Agust-20 34544,15
177 Sep-20 34614,84
178 Okt-20 34685,53
179 Nop-20 34756,22
180 Des-20 34826,91

Data di atas menunjukkan suatu pola data yang linier. jumlah

total prediksi pergerakan pesawat di Bandar Udara Soekarno-Hatta

dari tahun 2011-2020 yaitu:


65

TABEL 14
Jumlah Prediksi Pergerakan Pesawat
Tahun 2011-2020

NO TAHUN JUMLAH
PERGERAKAN
1 2011
321642,10
2 2012
331821,59
3 2013
342001,07
4 2014
352180,54
5 2015
362360,01
6 2016
372539,48
7 2017
382718,95
8 2018
392898,43
9 2019
403077,90
10 2020
413257,37

Dari tabel di atas diperoleh jumlah pergerakan total pesawat

untuk tahun 2012, 2015 dan 2020 masing-masing adalah

331821,59, 362360,01 dan 413257,37 pergerakan pesawat udara.

Dengan asumsi bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan pergerakan pesawat, salah satunya adalah

pertumbuhan ekonomi sama hingga tahun 2020.

Berdasarkan data eksisting jumlah rata-rata pergerakan harian

pesawat di Dinas ADC dalam 1 tahun dan jumlah pergerakan

pesawat pada bulan puncak dalam 1 tahun, dapat diketahui peak


66

month ratio. Peak month ratio ini diperlukan untuk mendapatkan

nilai jumlah pergerakan pesawat pada bulan puncak dalam tahun

yang dikehendaki. Sehingga pola puncak jumlah pergerakan

pesawat adalah sama dengan pada tahun eksisting.

Contoh perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan peak

month ratio adalah sebagai berikut :

a. Pada tahun 2006 jumlah pergerakan Bulan Desember adalah

22819 dengan total pergerakan tahun 2006 adalah 248237.

b. Ratio Bulan Desember 2006 adalah jumlah total pergerakan

pesawat Bulan Desember dibagi dengan jumlah total

pergerakan pesawat tahun 2006.

n. month
R month =
n. year

22819
=
248237

= 0,9

c. Dengan langkah yang sama dilakukan perhitungan untuk

mencari ratio bulan lain hingga tahun 2010.


67

Hasil selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 15
Ratio Pergerakan Bulanan Pesawat
Terhadap Total 1 Tahun

Tahun Ratio / Tahun


Bulan
2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Januari 21396 21086 24040 23311 24636 0,09 0,08 0,09 0,08 0,08
Februari 18346 17504 21129 20443 22388 0,07 0,07 0,08 0,07 0,07
Maret 19999 20020 22025 23141 25657 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
April 20290 20134 20640 22376 25.130 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
Mei 20115 21087 21439 23134 26.167 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
Juni 20315 21420 20983 23253 26.152 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
Juli 22109 23894 22591 24334 27.149 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
Agustus 21509 23423 22307 23248 24.756 0,09 0,09 0,08 0,08 0,08
September 19955 20793 20080 22893 26.924 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09
Oktober 20016 24283 22934 25099 27562 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09
Nopember 21368 22589 21769 23898 25509 0,09 0,09 0,08 0,09 0,08
Desember 22819 24356 23314 25364 27497 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09

Total 248237 260589 263251 280494 309527 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Sumber : Data Penelitian 2011

Pada tahun 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010 bulan puncak

terjadi pada bulan Juli dan Desember dengan ratio masing-masing

adalah 0.09, 0.09, 0.09, 0.09, 0.09. Ratio maksimum dari hasil

perhitungan merupakan peak month ratio.Untuk mendapatkan

peramalan pergerakan maksimum pesawat pada bulan tahun

rencana, dipakai peak month ratio terbesar 0.09.


68

Dengan menggunakan cara yang sama maka penulis

mencoba menghitung peramalan Peak Day sesuai dengan data

yang terdapat pada tabel 15

Tahun ke – 2 (2007), = 896

a. Perhitungan Eksponensial Tunggal

=α + (1-α)

= 0,1 (896) + (1-0,1) 793

= 89,6 + (0,9 x 793)

= 803,3

b. Perhitungan Eksponensial Ganda

=α + (1-α)

= 0,1 ( 803,3) + 0,9 ( 793)

80,33 + 713,7

794,03

c. Perhitungan Nilai a

=2 -

= 2 (803,3) – 794,03

1606,6 – 794,03

812,57
69

d. Perhitungan Nilai b

= ( - )

= ( 803,3 – 794,03 )

1,03

e. Prediksi Untuk Tahun ke -3 (2008), m=1

= + m

= 979,03 + (1,03 x 1)

= 980,06

f. Prediksi Untuk Tahun ke- 6(2011), m=1

= + m

= 1053,70 + ( 12,87 x 1 )

1066,57

g. Prediksi Untuk Tahun ke-7 (2012), m=2

= + (2)

= 1053,70 + (12,87 x 2)

1079,44

Demikian seterusnya untuk data selanjutnya dan dapat dilihat

pada tabel berikut ini :


70

TABEL 16
Perhitungan Pergerakan
Pesawat Per Hari

NO TAHUN PERGERAKAN S’t S”t a b Ramalan


PER HARI A+B (m)
1 2006 793 793 793
2 2007 896 803,3 794,03 979,03 9,74
3 2008 850 891,4 803,77 907,57 5,46 980,06
4 2009 934 858,4 809,23 1053,70 12,87 927,04
5 2010 973 937,9 822,10 812,57 1,03 1070,09
6 2011 1066,57
7 2012 1079,44
8 2013 1092,30
9 2014 1105,17
10 2015 1118,04
11 2016 1130,90
12 2017 1143,77
13 2018 1156,64
14 2019 1169,51
15 2020 1182,37

Dengan menggunakan cara yang sama maka penulis

mencoba menghitung peramalan Peak Hour sesuai dengan data

yang terdapat pada tabel 16.

Tahun ke – 2 (2007), = 64

a. Perhitungan Eksponensial Tunggal

=α + (1-α)

= 0,1 (64) + (1-0,1) 62

= 6,4 + (0,9 x 62)

= 62,2

b. Perhitungan Eksponensial Ganda

=α + (1-α)

= 0,1 ( 62,2 ) + 0,9 ( 62)


71

6,22 + 55,8

62,02

c. Perhitungan Nilai a

=2 -

= 2 (62,2) – 62,02

124,4 – 62,02

62,38

d. Perhitungan Nilai b

= ( - )

= ( 62,2 – 62,02 )

0,02

e. Prediksi Untuk Tahun ke -3 (2008), m=1

= + m

= 65,40 + (0,02 x 1)

= 65,42

f. Prediksi Untuk Tahun ke- 6(2011), m=1

= + m

= 70,16 + ( 0,42 x 1 )

70,58
72

g. Prediksi Untuk Tahun ke-7 (2012), m=2

= + (2)

= 70,16 + (0,42 x 2)

71,00

Demikian seterusnya untuk data selanjutnya dan dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

TABEL 17
Perhitungan Prediksi Pergerakan
Pesawat Per Jam

NO TAHUN PERGERAKAN S’t S”t a b Ramalan


PER JAM A+B (m)
1 2006 62 62 62
2 2007 64 62,2 62,02 62,38 0,02
3 2008 62 63,8 62,20 65,40 0,18 65,42
4 2009 66 62,4 62,22 62,58 0,02 62,76
5 2010 70 66,4 62,64 70,16 0,42 70,18
6 2011 70,58
7 2012 71,00
8 2013 71,42
9 2014 71,84
10 2015 72,25
11 2016 72,67
12 2017 73,09
13 2018 73,51
14 2019 73,93
15 2020 74,35

Prosentase komposisi takeoff dan landing untuk masing-

masing kategori pesawat diperlukan untuk penghitungan delay

departure dan delay arrival dari data tanggal 08 September 2010

( peak hour tertinggi tahun 2010 pada 11.00 – 11.59 UTC).


73

Tabel 18
Prosentase dan Jumlah Takeoff dan Landing

Jenis Pergerakan Jumlah Prosentase

40 57,14 %

Takeoff

30 42,86 %

Landing

70 100 %

Takeoff dan Landing

Penghitungan delay departure rata – rata untuk kondisi

tanggal 08 September 2010 dengan rumus berikut (Horonjeff

McKelvey, 1994):

= 40 Pergerakan / jam

=0

= 52 pergerakan/jam

= 0,032 jam

= 2 menit

Sedangkan perhitungan delay arrival rata-rata dilakukan

dengan rumus sebagai berikut (Horonjeff McKelvey, 1994):


74

= 30 pergerakan / jam

=0

= 52 pergerakan / jam

= 0,13 jam

= 1 menit
75

Gambar 3. FAA Airport Capacity and Delay


76

Hourly
Annual
Capacity
Service
700’ to Mix Index % (c+3D) Ops/Hour
2499’ Volume
VFR IFR
Ops/Year

0 to 20 197 59 355.000

21 to 50 145 57 275.000

51 to 80 121 56 260.000

81 to 120 105 59 285.000

121 to 180 94 60 340.000

Mengacu pada FAA Airport Capacity and Delay (AC150/5060-

5), kondisi Bandar Udara Soekarno – Hatta saat ini dengan jarak

antar runway yaitu 2450 meter maka Bandar Udara Soekarno-Hatta

seperti yang terlihat pada gambar 8 FAA Airport Capacity and

Delay No.2 yang pergerakan maksimumnya adalah 60 pergerakan

per jam seperti yang terdapat pada gambar di atas.

Dari data penelitian di atas, jumlah kapasitas runway Bandar

Udara Soekarno-Hatta yaitu 52 pergerakan per jam namun pada

tahun 2010 pergerakan pesawat sudah melayani 70 pergerakan

perjam dengan peramalan hingga tahun 2020 mencapai 74

pergerakan perjam. Dengan permintaan telah melampaui kapasitas

sehingga dapat disimpulkan bahwa Bandar Udara Soekarno-Hatta

berada pada Level 3 (Coordinated Airport).


77

5. Grand Design Soekarno – Hatta Development

Kapasitas bandar udara khususnya Bandar Udara Soekarno–

Hatta sangatlah terbatas bila dibandingkan dengan permintaan airlines

seperti yang sudah dijabarkan di atas bahwa kapasitas bandar udara

yang hanya 52 pergerakan per jam harus menampung 70 pergerakan

per jam pada tahun 2010 dengan perkiraan akan tumbuh menjadi 86

pergerakan pada tahun 2020.

Airport Managing Body Bandar Udara Soekarno-Hatta dalam

paparan yang disampaikan dalam Seminar Nasional Sehari bertema

Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Open Sky Policy

tanggal 2 Nopember 2011 menyatakan bahwa PT. Angkasa Pura II

(Persero) akan mengembangkan fasilitas sesuai dengan IATA WSG

19TH Edition:

SECTION 1 – AIRPORT CAPACITY AND TRAFFIC

CONGESTION

The important principle to note here is that the

primary solution to the problem of airport

congestion is to increase capacity. It is essential

that airport management, together with ATC,

airlines and other parties involved, should

endeavour to remove or change restrictive features

so that the airport can reach and sustain its full

potential. Schedule adjustments or coordination

should only be necessary when all possibilities of


78

developing the limiting components of airports have

been exhausted.

Dengan arti bahwa Hal utama sebagai penyelesaian adalah

dengan meningkatkan kapasitas bandar udara. Agar mencakup seluruh

aspek peningkatan kapasitas sebaiknya melibatkan Bandar Udara,

ATC, Airlines serta instansi lain yang dianggap perlu. Pengaturan

Schedule hanya dilaksanakan bila segala kemungkinan untuk

meningkatkan kapasitas bandar Udara sudah tidak dapat dilakukan

lagi.

Gambar 4. Grand Design Bandar Udara Soekarno–Hatta

PT. Angkasa Pura II (Persero) memberikan nama Grand Design

untuk pengembangan ini karena bukan hanya meningkatkan Kapasitas

bandar udara dengan dibangunnya runway ke tiga (3) dan terminal 4,

tapi juga termasuk akses jalan menuju Bandar Udara Soekarno–Hatta.


79

Apron Bandar Udara Soekarno–Hatta pada saat ini terdapat 125

Parking Stand dengan Grand Design akan meningkat menjadi 234

Parking Stand sampai dengan dipergunakannya Terminal 4.

Kapasitas Kapasitas
Parking Parking
Eksisting Pengembangan
Stand Stand
Aircraft Aircraft

Terminal 1 53 Terminal 1 53

Terminal 2 48 Terminal 2 48
174
NSA 13 NSA 13

Terminal 3/G 11 Terminal 3/G 60

Terminal 4 - Terminal 4 60

Jumlah G 125 Jumlah 234

Gambar 5. Pengembangan Kapasitas Apron

Untuk pengembangan jumlah pengunjung Grand Design

merencanakan peningkatan yang cukup signifikan karena dapat

meningkat hingga 87 juta penumpang per tahun sementara sekarang

ini dengan fasilitas yang ada Bandar Udara Soekarno–Hatta hanya

dapat menampung 22 juta penumpang per tahun.


80

Kapasitas Kapasitas

Fasilitas Eksisting Fasilitas Pengembangan

(juta/Thn) (juta/Thn)

Terminal 1 9 Terminal 1 18

Terminal 2 9 Terminal 2 19 62

Terminal 3 4 Terminal 3 25

Terminal 4 - Terminal 4 25

Jumlah 22 Jumlah 87

Gambar 6. Pengembangan Kapasitas Pengunjung

Pergerakan pesawat juga tidak luput dari perhatian PT. Angkasa

Pura II (Persero). Grand Design diharapkan dapat meningkatkan Airport

Capacity sampai dengan 120 pergerakan per jam dan 645.000

pergerakan per tahun mengacu pada tabel FAA Advisory Circular

Airport Capacity and Delay (AC 150/5060-5).

Mengacu pada konfigurasi runway pada tabel FAA Advisory

Circular Airport Capacity and Delay (AC 150/5060-5) terutama

mengenai konfigurasi 3 runway parallel yang merupakan konsep dari

grand design Bandar Udara Soekarno–Hatta yaitu :


81
Hourly
Annual
Capacity
Service
Mix Index % (c+3D) Ops/Hour
700’ to 2499’ Volume
VFR IFR
Ops/Year

700’ to 2499’
0 to 20 295 62 385.000

21 to 50 213 63 305.000

51 to 80 171 65 285.000

81 to 120 149 70 310.000

121 to 180 129 75 375.000

Hourly
Annual
Capacity
Service
700’ to 2499’ Mix Index % (c+3D) Ops/Hour
Volume
VFR IFR
Ops/Year
2500’ to 3399’ or
4299’
0 to 20 295 62 385.000

21 To 50 213 63 305.000

51 To 80 171 65 285.000

81 To 120 149 70 310.000

121 To 180 129 75 375.000

Berdasarkan uraian di atas mengenai konfigurasi 3 runway

parallel pada no. 5 dan 6 pada gambar 8 FAA Advisory Circular

Airport Capacity and Delay (AC 150/5060-5), kapasitas maksimumnya

adalah 75 pergerakan per jam. Berdasarkan peramalan penulis yang

meramalkan hingga tahun 2020 pergerakan perjamnya adalah 74

pergerakan. Berarti konfigurasi 3 runway parallel pada no.5 dan 6 pada


82

gambar 8 FAA Advisory Circular Airport Capacity and Delay (AC

150/5060-5) masih mencukupi untuk melayani pergerakan sampai

tahun 2020.

Hourly
Annual
Capacity
700’ to 2499’ Service
Mix Index % (c+3D) Ops/Hour
Volume
VFR IFR
3400’ - 4300’ + ** Ops/Year

0 To 20 295 119 625.000

21 To 50 219 114 475.000

51 To 80 184 111 455.000

81 To 120 161 117 510.000

121 To 180 146 120 645.000

Sesuai dengan No.7 pada gambar 8 FAA Airport Capacity and

Delay (AC150/5060-5) dimana jarak runway ketiga yaitu diatas 3400

meter maka Bandar Udara Soekarno-Hatta pergerakan maksimumnya

dapat mencapai 120 pergerakan per jam seperti yang terdapat pada

gambar di atas. Sehingga runway ketiga ini dapat melayani pergerakan

pesawat hingga lebih dari tahun 2020, dimana penulis meramalkan

hingga tahun 2020 pergerakan mencapai 74 pergerakan per jamnya.

Sehingga apabila Grand Design terlaksana, kondisi Bandar Udara

Soekarno–Hatta kedepan dengan jarak runway ketiga harus diatas

3400’. Maka Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta akan berada pada

Level 2 / Scheduled Facilitated Airport.


83

Dengan meningkatnya runway capacity per jamnya menjadi 120

dengan jarak runway ketiga diatas 3400’ maka dapat dihitung delay

departure dan delay arrival dengan menggunakan hasil ramalan di

tahun 2020 yaitu 74 pergerakan per jam.

Tabel 19
Prosentase dan Jumlah Takeoff dan Landing

Jenis Pergerakan Jumlah Prosentase

Takeoff 37 50 %

Landing 37 50 %

Takeoff dan Landing 74 100 %

Penghitungan delay departure adalah sebagai berikut (Horonjeff

McKelvey, 1994) :

= 37 Pergerakan / jam

=0

= 120 pergerakan/jam

= 0,002 jam

= 0,1 menit
84

Sedangkan perhitungan delay arrival rata-rata dilakukan

dengan rumus sebagai berikut (Horonjeff McKelvey, 1994) :

= 37 pergerakan / jam

=0

= 120 pergerakan / jam

= 0,002 jam

= 0,1 menit
85

C. ANALISIS HASIL PENELITIAN

Potensi Masalah Pada Penambahan Runway Ketiga di Bandar Udara

Soekarno–Hatta Jakarta.

Potensi masalah pada penambahan runway ketiga di Bandar

Udara Soekarno–Hatta Jakarta diurai dalam matriks gap analysis di

bawah ini :

Tabel 20
Matriks Gap Analysis

Parameter Kondisi Sekarang Kondisi ideal Refer


pembanding
Jumlah pergerakan
pesawat hingga
tahun 2010 Penambahan
mencapai 70 Kapasitas harus
pergerakan segera dilakukan di
perjamnya sudah Bandar Udara
melampaui Soekarno–Hatta
Kapasitas Bandar untuk melayani
Runway udara Soekarno- permintaan
Capacity Hatta yang hanya 52 penerbangan
di Bandar Udara pergerakan perjam
Soekarno-Hatta Konfigurasi runway Kapasitas Runway FAA
Jakarta di Bandar Udara dengan jarak antar Airport
Soekarno–Hatta runway 2450 m Capacity
dengan jarak 2450 seharusnya bisa And
m hanya mampu mencapai kapasitas Delay
melayani 52 75 pergerakan perjam
pergerakan perjam salah satunya dengan
menambahkan PRM

Pergerakan pesawat Penambahan FAA


Penambahan yang tiap tahun kapasitas runway Airport
runway ketiga mengalami dengan menambah Capacity
sebagai produk peningkatan yang jumlah runway dapat And
signifikan melampaui melayani permintaan Delay
dari Grand
kapasitas runway di penerbangan yang
Design Bandar Udara tiap tahunnya
Soekarno–Hatta meningkat
86

FAA
Dengan penambahan Airport
Belum adanya fasilitas PRM maka capacity
penambahan nantinya dengan and
fasilitas PRM adanya runway ketiga Delay
dapat meningkatkan
kapasitas menjadi
Sarana dan 120 pergerakan
Prasarana perjam
ADC saat ini terdiri Penambahan unit
dari 2 unit dengan tower menjadi 3
pembagian Unit apabila runway ketiga
Tower South dan diterapkan
North
Rapid Exit Taxiway FAA
pada runway ketiga Airport
Rapid Exit Taxiway harus dibuat untuk capacity
hanya berada pada memperlancar and
runway 25 pergerakan pesawat Delay
di runway dan
meningkatkan
kapasitas runway

Penghubung antar Dibutuhkan


runway saat ini penghubung runway
hanya pada runway ketiga
menghubungkan pada kedua sisi
runway 25R dan 25L
Divisi ADC Penambahan personil Human
kekurangan personil pada Divisi ADC Factor In
akibat penambahan terutama untuk Air Traffic
dinas menjadi 2 mengatur pergerakan Control
dinas controller di runway ketiga Digest
No. 8
87

D. PEMECAHAN MASALAH

Dalam hal runway capacity di Bandar Udara Soekarno–Hatta

Jakarta dalam melayani permintaan penerbangan, terdapat beberapa

rekomendasi alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:

1. Menambah fasilitas PRM (Precision Radar Monitor) agar jarak antar

pesawat yang akan landing diperkecil hingga 3 NM dan runway

capacity mencapai 75 pergerakan perjam mengacu pada FAA

Airport Capacity and Delay

2. Peningkatan runway capacity di Bandar Udara Soekarno-Hatta

dengan pembangunan runway ketiga yang merupakan produk dari

Grand Design.

a. Perlunya menambah runway ketiga sebagai upaya

meningkatkan kapasitas Bandar Udara Soekarno–Hatta.

b. Konfigurasi runway ketiga sebaiknya mengacu pada FAA

Airport Capacity and Delay (AC150/5060-5 gambar N0.7 yaitu

dengan jarak runway ketiga harus lebih dari 3400’. Pada

runway ketiga tersebut dapat melayani pergerakan per jamnya

hingga 120 pergerakan.

3. Sarana dan Prasarana penunjang kegiatan penerbangan

a. Menambah jumlah Rapid Exit Taxiway terutama pada runway

ketiga. Karena sekarang Rapid Exit Taxiway hanya ada di

runway 25.
88

b. Menambah penghubung antar runway, sekarang hanya ada

satu penghubung yaitu yang menghubungkan anatara runway

25R dan 25L. pada runway keiga perlu adanya penghubung

antar runway baik dari sisi utara maupun selatan.

c. Penambahan dinas ADC menjadi 3 controller yang bertugas

sebagai pelaksana pengaturan pergerakan pesawat di runway

yang ketiga.

d. Penambahan personil dinas ADC agar dapat mengisi posisi

pada controller ketiga yang bertugas mengatur pergerakan

pesawat di runway ketiga.

Sesuai dengan tahap-tahap pengambilan keputusan maka dalam

rangka menganalisis prioritas alternatif pemecahan masalah dalam

penelitian ini, digunakan metode Tapisan Mc Namara. Setelah didapat

beberapa alternatif penyelesaian masalah, beberapa alternatif tersebut

diberikan skala nilai 1 - 5. Penilaian dimaksud dinilai berdasarkan pada

faktor efektivitas, efisiensi dan kemudahan.


89

Tabel 21
Matriks Tapisan Mc Namara

ALTERNATIF
NO PEMECAHAN EFEKTIVITAS EFISIENSI KEMUDAHAN TOTAL
MASALAH
Penambahan
runway
capacity di
Bandar Udara
Soekarno –
1 3 3 4 10
Hatta jakarta
tanpa
penambahan
struktur
bangunan

Penambahan
runway ketiga
sebagai upaya
2 5 5 2 12 *
penambahan
runway
capacity

Penyediaan
Sarana dan
prasarana
penunjang
kegiatan
3 3 3 4 10
penerbangan
Dalam
peningkatan
runway
capacity
90

Keterangan :

Tabel 22
Skor Alternatif Penyelesaian Masalah Dengan Menggunakan
Teori Tapisan Mc Namara

Efektivitas Efisiensi Kemudahan


Nilai
1 Tidak efektif Tidak efisien Sangat sulit
2 Kurang efektif Kurang efisien Cukup sulit
3 Cukup efektif Cukup efisien Cukup mudah
4 Efektif Efisien Mudah
5 Sangat efektif Sangat efisien Sangat mudah

Penambahan runway capacity di Bandar Udara Soekarno-Hatta

tanpa penambahan struktur bangunan yaitu salah satunya dengan

menambahkan PRM akan meningkatkan runway capacity saat ini.

Tetapi untuk jangka panjang PRM tidak mampu untuk mencukupi

peningkatan pergerakan pesawat. Dari segi kemudahan, penambahan

PRM sangat mudah diterapkan karena dari segi biaya lebih murah dan

dari segi waktu dapat segera dilaksanakan.

Penambahan runway ketiga dapat meningkatkan runway capacity

baik untuk existing maupun untuk jangka panjang dengan tingkat

kemampuan melayani pergerakan pesawat hingga 120 pergerakan per

jam sesuai dengan FAA Airport Capacity and Delay (AC 150/5060-5).

Tetapi aplikasi penambahan runway ketiga cukup sulit dikarenakan

membutuhkan biaya yang besar dan membutuhkan waktu yang relatif

lama.

Penambahan sarana dengan menambahkan personil ATC untuk

mengurangi beban kerja sesuai Human Factor In Air Traffic Control


91

Digest No. 8 dan penambahan prasarana dengan menambahkan rapid

exit taxiway dapat meningkatkan runway capacity di Bandar Udara

Soekarno-Hatta Jakarta. Tetapi tidak akan mampu untuk melayani

pergerakan pesawat dalam jangka waktu yang panjang karena

peningkatan pergerakan dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Kemudahan penambahan sarana dan prasarana penunjang kegiatan

penerbangan karena dapat segera dilakukan dan memerlukan biaya

relatif tidak besar.

Berdasarkan metode analisa Tapisan Mc Namara, penambahan

runway ketiga sebagai upaya penambahan runway capacity

memperoleh skor tertinggi sehingga memperoleh prioritas dan

penanganan segera dalam pemecahan masalah runway capacity

dalam melayani permintaan penerbangan di Bandar Udara Soekarno-

Hatta Jakarta.
92

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Prediksi hingga tahun 2020, pergerakan pesawat di Bandar Udara

Soekarno–Hatta Jakarta dengan metode smoothing eksponensial

ganda satu parameter mencapai 74 pergerakan per jamnya yang

menyebabkan pergerakan pesawat melebihi dari kapasitas Bandar

Udara Soekarno–Hatta Jakarta saat ini dengan 2 runway parallel yaitu

52 pergerakan per jam dan delay departure rata – rata yaitu 2 menit

dan delay arrival adalah 1 menit. Sehingga runway ketiga berperan

dalam peningkatan runway capacity di Bandar Udara Soekarno–Hatta

yang mampu melayani 120 pergerakan pesawat per jamnya

berdasarkan gambar 2 point.7 FAA Airport Capacity and Delay (AC

150/5060-5) dan mengurangi delay departure menjadi 0,1

menit,sedangkan delay arrival menjadi 0,1 menit .

B. SARAN

Runway ketiga sebagai produk dari Grand Design Bandar Udara

Soekarno–Hatta Jakarta harus memiliki konfigurasi runway yang sesuai

dengan FAA Airport Capacity and Delay (AC 150/5060-5) pada gambar

2 no.7 dengan jarak runway ketiga harus diatas 3400’. Dengan

memperhitungkan separasi pesawat, runway lay out, dan jumlah High

Speed Exit Taxiway. Dengan konfigurasi runway tersebut mampu

melayani 120 pergerakan per jamnya.

92
93

Anda mungkin juga menyukai