Anda di halaman 1dari 95

KONSEP RANCANGAN MANUAL OPERASI DALAM SERTIFIKASI UNIT

PENYELENGGARA LALU LINTAS PENERBANGAN DI INDONESIA

(Studi kasus Unit Air Traffic Service Bandar Udara Internasional


Soekarno-Hatta)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus


Program Diploma IV Pemanduan Lalu Lintas udara
Pada Program Studi Pemanduan Lalu Lintas Udara

Oleh

EMILIA RAHAJENG LARASATI


NIT. LLU.IV.08.11.288

SEKOLAH TINGGI PENERBANGAN INDONESIA


JURUSAN KESELAMATAN PENERBANGAN
CURUG – TANGERANG
2011
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Transportasi merupakan sarana penting yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat saat ini, dengan adanya transportasi

maka interaksi antar masyarakat dapat terwujud dan komunikasi

dapat dibangun dengan baik. Transportasi memiliki andil yang

besar yang unsur yang penting dalam pembangunan bangsa serta

mendukung pertahanan nasional karena transportasi tidak hanya

melayani aspek kehidupan tertentu saja, melainkan berbagai aspek

kehidupan masyarakat, seperti aspek ekonomi, sosial budaya,

pertahanan dan politik.

Peraturan Menteri Perhubungan KM 49 tahun 2005 tentang

sistem transportasi nasional (SISTRANAS) menjelaskan bahwa

sistem transportasi nasional merupakan tatanan transportasi yang

terorganisasi secara kesisteman untuk dijadikan sebagai pedoman

dan landasan perencanaan pembangunan, penyelenggaraan

transportasi ditujukan agar mampu mewujudkan penyediaan jasa

transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan

sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan

mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola

distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung

1
2

pengembangan wilayah, dan lebih memantapkan perkembangan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Penerbangan seperti yang tercantum dalam pasal satu ayat

satu Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2009, adalah

satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara,

pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi

penerbangan, keamanan dan keselamatan penerbangan,

lingkungan hidup serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum

lainnya, merupakan salah satu moda transportasi yang tidak dapat

dipisahkan dari moda-moda lain, ditata dalam sistem transportasi

nasional, yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan

dimasa depan, mempunyai karakteristik mampu mencapai tujuan

dalam waktu cepat, berteknologi tinggi, dan mampu menjangkau

wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh moda transportasi darat,

perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya

sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional,

sebagai penunjang, pendorong dan penggerak pembangunan

nasional. Dengan semakin tingginya kebutuhan akan

pelayanan navigasi udara saat ini itulah, maka tugas dan tanggung

jawab pelayanan operasi lalu lintas penerbangan menjadi semakin

bertambah. Oleh karena itu, kualitas dan mutu pelayanan harus

ditingkatkan. Berdasarkan dokumen Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil No 170 tentang Peraturan Lalu Lintas

Penerbangan memiliki tujuan yaitu :


3

1. Mencegah tabrakan antar pesawat terbang diudara

2. Mencegah tabrakan antar pesawat terbang di manuvering

area atau antara pesawat terbang dengan obstruction pada

area tersebut.

3. Mempercepat dan mempertahankan kelancaran dan

keteraturan arus lalu litas udara.

4. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk keselamatan

dan efisiensi penerbangan.

5. Memberitahukan kepada organisasi yang telah ditetapkan

mengenai pesawat yang memerlukan bantuan Search and

Rescue (SAR) dan membantu organisasi tersebut jika

diperlukan.

Dalam Undang–Undang (UU) no. 1 tahun 2009 tentang

Penerbangan, dikatakan bahwa otoritas penerbangan sipil di

Indonesia bertanggung jawab dalam pembinaan penyelenggaraan

pelayanan lalu lintas penerbangan. Yang dimaksud dengan otoritas

penerbangan sipil dalam hal ini adalah Direktorat Jendral

Perhubungan Udara. Undang-undang (UU) no 1 Tahun 2009

tentang penerbangan pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa

penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan

oleh pemerintah. Dalam ayat 2 mengatakan bahwa pembinaan

penerbangan meliputi aspek pengaturan, pengendalian dan

pengawasan. Peraturan Pemerintah (PP) No.03 tahun 2001

tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan pada pasal dua


4

ayat dua menyatakan bahwa Pemerintah melakukan pembinaan

terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan meliputi aspek

pengaturan pesawat udara, pelayanan navigasi penerbangan,

pengoperasian bandar udara serta personil penerbangan”

Pemberi pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia

dilaksanakan oleh 3 lembaga, yaitu : PT (Persero) Angkasa Pura I,

PT (Persero) Angkasa Pura II, serta Unit Pelaksana Teknis (UPT).

International Civil Aviation Organization (ICAO) sebagai

organisasi penerbangan sipil internasional telah menetapkan

standard and recommended practice dalam penyelenggaraan

pelayanan lalu lintas penerbangan yang bertujuan untuk

tercapainya pelayanan lalu lintas udara yang aman, teratur dan

efisien. Standard and recommended practice inilah yang pada

akhirnya digunakan oleh masing–masing negara anggota

(contracting state) sebagai pedoman pembuatan kebijakan

penerbangan sipil di negara masing-masing, termasuk Indonesia.

Berdasarkan ICAO Universal Safety Audit Programe

(USOAP) 6 – 15 Februari 2007 yang dilakukan kepada Direktorat

Jendral Perhubungan Udara ditemukan finding nomor 1-7-07 yang

menyatakan,” there is no mechanism to ensure that the Air

Navigation Service povider develop a policy and procedures for

determining the capacity of the air traffic services system”.

Pada tanggal 4-7 Agustus 2009, ICAO melaksanakan ICAO

Coordinated Validation Mission dalam rangka validasi temuan


5

ICAO USOAP 2007, yang salah satu pernyataan yang dihasilkan

dinyatakan bahwa ICAO USOAP finding 1-7-07 dinyatakan belum

clossed. Hal ini mengartikan bahwa Direktorat Jendral

Perhubungan Udara sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi

pengawasan dan pengendalian belum melaksanakan tugas

tersebut dengan baik.

Sebagai suatu indikator yang digunakan untuk membuktikan

bahwa fungsi Direktorat Jendral Perhubungan Udara telah

melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian yang telah

disebutkan diatas, maka diperlukan suatu sertifikat yang data

menjadi bukti nyata bahwa fungsi tersebut telah terlaksana dengan

baik.

Berdasarkan temuan tersebut maka Direktorat Jendral

Perhubungan Udara menyatakan bahwa penyedia pelayanan lalu

lintas penerbangan harus memiliki sertifikat sesuai dengan masing–

masing unit pelayanan sesuai denga Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil (PKPS) atau Civil Aviation Safety Regulation

(CASR) Part 172 tentang Air Traffic Services Provider bagian

172.042. Tujuan sertifikasi penyelenggara lalu lintas penerbangan

ini adalah meyakinkan kepada internasioanal bahwa pelayanan lalu

lintas penerbangan di Indonesia dapat memberikan jaminan

pelayanan yang selamat (safety), aman (security), dan sesuai

dengan peraturan yang berlaku (compliance).


6

Hingga saat ini belum ada satupun unit pelayanan lalu lintas

penerbangan di Indonesia yang memiliki sertifikasi. Sertifikasi unit

pelayanan lalu lintas penerbangan belum diberikan kepada

masing-masing penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan

karena belum adanya petunjuk pelaksaan penyusunan dokumen

operation manual sebagai bagian dari proses untuk mendapatkan

sertifikasi dari Direktorat Jendral Perhubungan Udara.

Hal – hal tersebut diatas itulah yang mendorong penulis

melakukan penelitian ilmiah dengan judul “Konsep Rancangan

Manual Operasi Dalam Sertifikasi Unit Penyelenggara

Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan di Indonesia (Studi kasus

Unit Air Traffic Service Bandar Udara Internasional Soekarno

Hatta)”

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat

diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara belum membentuk

perancangan Advisory Circular (AC) tentang Manual of

Standards Air Traffic Services Provider serta Staff Instruction

(SI) sebagai bagian dari CASR yang digunakan sebagai

panduan pelaksanaan sertifikasi unit penyelenggaran lalu lintas

penerbangan.
7

2. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia belum bisa

melakukan penyusunan Operation Manual (OM) dan

kelengkapan dokumen lainnya terkait dengan syarat pengajuan

sertifikasi unit pelayanan lalu lintas penerbangan.

3. Pemahaman mengenai Undang-undang no. 1 Tahun 2009

penerbangan oleh regulator maupun provider.

C. PEMBATASAN MASALAH

Karena keterbatasan waktu dan sumber daya maka penulis

membatasi masalah hanya dalam hal pembuatan rancangan

Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) tentang

sertifikasi penyelenggara navigasi penerbangan di Indonesia dalam

hal ini unit pelayanan lalu lintas penerbangan dengan lokus

penelitian unit Air Traffic Service Bandar Udara Internasional

Soekarno-Hatta.

D. RUMUSAN MASALAH

Peneliti merumuskan permasalahan yang ada dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Apa saja faktor yang berpengaruh terhadap terlaksananya

implementasi sertifikasi unit pelayanan lalu lintas penerbangan

di Indonesia?
8

2. Bagaimana Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS)

yang ada saat ini terkait dengan sertifikasi unit pelayanan lalu

lintas penerbangan di Indonesia?

3. Bagaimana rancangan manual operasi sebagai persyaratan

pengajuan sertifikasi unit pelayanan lalu lintas penerbangan di

Indonesia?

E. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1. Tujuan penelitian

a. Untuk meneliti Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil

(PKPS) part 172 ada saat ini terkait dengan pemberian

sertifikasi kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan di

Indonesia.

b. Untuk meneliti faktor apa saja yang berpengaruh terhadap

terlaksananya implementasi sertifikasi unit pelayanan lalu

lintas penerbangan di Indonesia

c. Mengusulkan rancangan manual operasi sebagai

persyaratan pengajuan sertifikasi pelayanan lalu lintas

penerbangan.

2. Kegunaan penelitian

a. Kegunaan akademis

Menerapkan serta mengembangkan pengetahuan yang

telah didapat terutama dalam bidang pemanduan lalu lintas


9

udara serta sebagai referensi untuk penelitian dengan studi

pada topik yang sejenis berikutnya.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran kepada Direktorat

Jenderal Perhubungan Udara dalam rangka pemberian

sertifikasi unit pelayanan lalu lintas penerbangan di

Indonesia.

c. Kegunaan Pengambilan Kebijakan

Memberikan masukan bagi Direktorat Jenderal Perhubungan

Udara selaku pemberi sertifikasi kelayakan di unit pelayanan

lalu lintas penerbangan di Indonesia terkait dengan

peningkatan kualitas pelayanan lalu lintas penerbangan di

Indonesia.
BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. LANDASAN TEORI

1. Sertifikasi

Mengacu pada definisi yang tertulis pada wikipedia,

certification refers to the confirmation of certain characteristics

of an object, person, or organization. This confirmation is often,

but not always, provided by some form of external review,

education, or assessment. Yang dapat diartikan sebagai

berikut, sertifikat adalah pengesahan dari karakteristik suatu

objek, orang, maupun organisasi. Pengesahan ini biasanya,

tetapi tidak selalu dikeluarkan oleh beberapa bentuk tinjauan

eksternal, pendidikan, maupun penilaian.

Professional certification, trade certification, or professional

designation, often called simply certification or qualification, is a

designation earned by a person to assure qualification to

perform a job or task. Many certifications are used as post-

nominal letters indicating an earned privilege from an oversight

professional body acting to safeguard the public interest. Yang

dapat diartikan sebagai berikut, sertifikasi profesional, sertifikasi

perdagangan, atau sertifikasi penandaan, yang sering disebut

dengan sertifikasi atau kualifikasi, adalah penandaan yang

10
11

didapatkan oleh seseorang untuk memastikan kualifikasi dalam

suatu pekerjaan atau tugas. Banyak sertifikasi yang digunakan

untuk mengindikasi kemampuan seseorang secara profesional

dalam rangka menjamin kepentingan publik.

Menurut kamus oxford, sertifikasi adalah suatu pernyataan

tentang kualifikasi seseorang atau barang. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia arti sertifikasi adalah proses, cara, perbuatan

menyertifikatkan.

Dari definisi yang didapatkan dari beberapa sumber diatas,

penulis membuat kesimpulan mengenai definisi dari sertifikasi

itu sendiri. Sertifikasi adalah adalah suatu proses atau cara

untuk menyatakan kualifikasi suatu objek, atau perorangan,

maupun organisasi dalam suatu tugas dan digunakan sebagai

acuan untuk menjamin kepentingan publik.

2. ATS Provider

Dalam CASR 172.010 dituliskan “an ATS provider is a legal

body approved, under this CASR to provide the air traffic

services.” Yang dapat diartikan sebagai ATS provider adalah

unit penyelenggara dibawah CASR yang memberikan Air

Traffic Services secara legal.

Unit – unit yang diharuskan memiliki sertifikasi

penyelenggara lalu lintas penerbangan selaku penyedia

pelayanan lalu lintas penerbangan antara lain :


12

(1). Air Traffic Control Unit :

(a) ACC (Area Control Centre);

(b) APP (Approach Control);

(c) ADC (Aerodrome Control)

(2). Communication Operation Unit :

(a) FIC (Flight Information Centre);

(b) FSS (Flight Service Station);

(c) AFAS (Aerodrome Flight Advisory Service);

(d) AFIS (Aerodrome Flight Information Service);

(e) Un-Attended Aerodrome (Aeronautical Mobile Service)

(f) Aeronautical Station

(g) AFS (Aeronautical Fixed Service)

(3). Aeronautical Informaton Service Unit

(a) Air Traffic Service Reporting Office

(b) Notam Office

(4). Meteorology Office

Sebagai penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan di

Indonesia, maka ATS provider diharapkan dapat memenuhi

kriteria yang ditetapkan sesuai dengan Undang-undang No. 1

tahun 2009 tentang penerbangan pada pasal 271 yang

berbunyi sebagai berikut :


13

a. Pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan

pelayanan navigasi penerbangan terhadap pesawat yang

beroperasi di ruang udara yang dilayani.

b. Untuk menyelenggarakan pelayanan navigasi

penerbangan, pemerintah membentuk satu Lembaga

pelayanan navigasi penerbangan.

c. Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan memenuhi criteria sebagai berikut,

1) Mengutamakan keselamatan

2) Tidak berorientasi kepada keuntungan

3) Secara financial dapat mandiri

4) Biaya yang ditarik dari pengguna digunakan untuk

biaya investasi dan peningkatan operasional (cost

recovery)

3. Air Traffic Services Bandar Udara International Soekarno Hatta-

Jakarta

Perusahaan PT. (Persero) Angkasa Pura II adalah

Pengelola jasa kebandarudaraan dan Pelayanan Lalu Lintas

Penerbangan yang mengutamakan keselamatan penerbangan

serta kepuasan pelanggan, dalam upaya memberikan manfaat

optimal kepada pemegang saham, mitra kerja, pegawai,

masyarakat dan lingkungan dengan memegang teguh etika

bisnis. Selanjutnya dalam mengemban tugas tersebut Divisi

Pelayanan ADC-APP/TMA PT (Persero) Angkasa Pura II Kantor


14

Cabang Utama Bandara Soekarno-Hatta yang berdasarkan

Keputusan Direksi PT (Persero) Angkasa Pura II Nomor: KEP.

470/OM.00/1998-AP-II bertugas menyiapkan dan melaksanakan

kegiatan pengendalian dan pengawasan operasi keselamatan

lalu lintas penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta.

Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan (Air Traffic Services)

yang diberikan oleh Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta

bertujuan untuk :

- Mencegah tabrakan antara pesawat udara.

- Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara pada

area pergerakan di darat dan di udara serta menghindarkan

terjadinya rintangan / gangguan terhadap penerbangan.

- Mewujudkan arus lalu lintas penerbangan yang aman,

lancar, tertib teratur dan efisien.

- Memberikan saran dan informasi terhadap pesawat udara

yang berguna bagi keselamatan penerbangan.

- Memberitahukan organisasi /unit yang terkait (ATS

Regional/Operational Coordinator, PK-PPK) sehubungan

dengan adanya pesawat udara yang memerlukan pencarian

dan pertolongan serta membantu unit tersebut apabila

diperlukan.

4. Manual Operasi

Dalam CASR 172.010 tertulis bahwa definisi manual operasi

adalah “standard manual for operation on Air Traffic Services


15

Provider.” Yang dapat diartikan manual yang berisi standar

operasional di unit penyelenggara Air Traffic Services.

Dalam CASR 172.060 yang membahas mengenai operasi

manual dituliskan sebagain berikut :

(1). Air traffic service provider must maintain operation

guidance pursuant to manual operating standard (MOS)

according to PKPS sub parts 172.022.

(2). The Air traffic Services provider:

(a) Have to have standard operating procedure (SOP) to

take easy to be understood for the readness; and

(b) Personnel of air traffic service must comprehends

standard operating procedure (SOP) in their getting

tasks done and function

(3). The provider must amend the manual whenever it is

necessary to do so to keep it in an up to date form.

(4). Have to conduct completion SOP bases instruction from

DGCA according to CASR sub parts 172.300

(5). Completion of SOP of item 3 and 4 have to:

(a) input into the operating manual as un separated

amendment of SOP

(b) report the amendment to DGCA

Selain itu Operations Manual Air Traffic Services Provider

sesuai CASR Part 172 pasal 172.105 berisi :


16

Air Traffic Services Provider must keep organization in

accordance with type and management structure to be able to

provided air traffic service pursuant

Dan sesuai Subpart 172.125 tentang persetujuan dengan

unit pemberi pelayanan :

1) Service Provider meant legal body which given certificate

of air traffic service operation

2) Air Traffic Services Provider has to have agreement with

provider of telecommunication service or service of flight

navigation, aeronautical information service, aeronautical

meterology service and SAR needed for supporting air

traffic service.

Kemudian Subpart 172.130 tentang persetujuan dengan

operator aerodrome menyatakan :

Air traffic service provider that provided air traffic service at

air region of airport, Air Traffic Services Provider has to have

agreement with airport operator cover arrangement of plane,

vehicle and people in region of airport movement.

Kemudian sesuai Subpart 172.135 manual operasi tentang

pengaturan pemberian informasi menyatakan:


17

1) Unit of air traffic service must guarantee continuously to

get air traffic control services and aeronautical

communication services in their responsibility region.

2) Unit of air traffic service must guarantee kept performance

capability for up to date information related to their air

traffic service to others that their duty or function needed

the above information.

5. Undang-undang No. 1 tahun 2009

Undang-Undang No.1 tahun 2009 pasal 275 berbunyi

sebagai berikut:

1) Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan wajib memiliki sertifikat pelayanan navigasi

penerbangan yang ditetapkan oleh menteri.

2) Sertifikat diberikan kepada masing-masing unit pelayanan

penyelenggara navigasi penerbangan

3) Unit pelayanan penyelenggara navigasi penerbangan

terdiri atas :

a) Unit pelayanan lalu lintas penerbangan

b) Unit pelayanan telekomunikasi penerbangan

c) Unit pelayanan informasi aeronautika

d) Unit pelayanan informasi meteorologi penerbangan

e) Unit pelayanan search and rescue (SAR)


18

6. Advisory Circular (AC)

Advisory Circular adalah petunjuk pelaksanan operasional.

Sebuah peraturan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal

Perhubungan Udara yang berfungsi sebagai panduan bagi

opereter dalam melaksanakan kegiatan operational

penerbangan merujuk dari Civil Aviation Safety Regulation yang

mengatur kegiatan tersebut.

7. Staff Instruction (SI)

Staff Instruction adalah petunjuk teknis pelaksanaan, yaitu

sebuah peraturan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Perhubungan Udara yang berfungsi sebagai panduan bagi

petugas Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam

melaksanakan kegiatan operasitional penerbangan merujuk dari

Civil Aviation Safety Regulation yang mengatur kegiatan

tersebut.

8. Standarisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa

standar adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan.

Standarisasi menurut Taiichi Ohno adalah menciptakan cara

yang konsisten dari tugas – tugas dan prosedur yang dijalankan

setiap orang.

Standarisasi merupakan salah satu fungsi dari sertifikasi.

Dengan adanya sertifikasi maka terbentuklah suatu

standarisasi terhadap pelayanan lalu lintas penerbangan


19

tersebut. Artinya bahwa bagaimana pelayanan lalu lintas

penerbangan tersebut dapat dikatakan berkualitas dan bermutu

ditentukan dengan standar yang telah ditentukan. Standarisasi

menjadi suatu acuan penilaian kualitas pelayanan yang

diberikan. Standarisasi sebagai penyelenggara pelayanan lalu

lintas penerbangan di Indonesia terdapat dalam CASR 170.

9. Quality Control (pengendalian mutu)

Dalam rekayasa dan manufaktur, pengendalian mutu atau

pengendalian kualitas melibatkan pengembangan sistem untuk

memastikan bahwa produk dan jasa dirancang dan diproduksi

untuk memenuhi atau melampaui persyaratan dari pelanggan

maupun produsen sendiri. Sistem-sistem ini sering

dikembangkan bersama dengan disiplin bisnis atau rekayasa

lainnya dengan menggunakan pendekatan lintas fungsional

(Wikipedia).

PengendaIian mutu diperlukan untuk memberikan indikator

pada berbagai tahap pelaksanaan yang memperlihatkan bahwa

persyaratan telah/ belum dipenuhi. Semua persyaratan itu telah

ditetapkan dalam dokumen kontrak.

10. Quality Assurance (penjaminan kualitas)

Penjaminan kualitas adalah seluruh rencana dan lndakan

sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan

yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari

kualitas (Elliot, 1993). Kebutuhan tersebut merupakan refleksi


20

dari kebutuhan pelanggan. Penjaminan kualitas biasanya

membutuhkan evaluasi secara terus-menerus dan biasanya

digunakan sebagai alat bagi manajemen. Menurut Gryna

(1988), penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk

memberikan bukti-bukti untuk membangun kepercayaan

bahwa kualitas dapat berfungsi secara efektif (Pike dan

Barnes, 1996).

Sementara itu Cartin (1999:312) memberikan definisi

penjaminan kualitas sebagai berikut : Quality Assurance is all

planned and systematic activities implemented within the the

quality system that can be demonstrated to provide confidence

that a product or service will fulfill requirements for quality.

Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi

pihak internal maupun eksternal organisasi. Menurut Yorke

(1997), tujuan penjaminan (Assurance) terhadap kualitas

tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-

menerus dan berkesinambungan melalui praktek yang

terbaik dan mau mengadakan inovasi.

2. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang

atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat clan

dapat dipercaya.
21

3. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran

dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin,

membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar

pesaing.

4. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak

dikehendaki.

Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas

(quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan

berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat

berhasil mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan

kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk

kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan.

Mekanisme penjaminan kualitas yang digunakan juga harus

dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan tersebut

menuju ke arah penurunan atau kemunduran.

11. Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan

a. Pengertian

Civil Aviation Safety Regulation Part 172 tentang Air Traffic

Services subpart 172.010 memberikan pengertian pelayanan

lalu lintas penerbangan adalah “A generic term meaning

variously, flight information service, alerting service, air traffic

advisory service, air traffic control service (area control


22

service, approach control service or aerodrome control

service).”

b. Tujuan

Tujuan dari Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang

tersirat dalam Undang-Undang No.1 tahun 2009 pasal 278

sebagai berikut :

1) Pelayanan lalu lintas penerbangan mempunyai tujuan:

a. mencegah terjadinya tabrakan antarpesawat udara di

udara;

b. mencegah terjadinya tabrakan antarpesawat udara atau

pesawat udara dengan halangan (obstacle) di daerah

manuver (manouvering area);

c. memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas

penerbangan;

d. memberikan petunjuk dan informasi yang berguna

untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan; dan

e. memberikan notifikasi kepada organisasi terkait untuk

bantuan pencarian dan pertolongan (search and

rescue)

c. Jenis Pelayanan

Dalam Undang-Undang No.1 tahun 2009 pasal 279

menjelaskan jenis pelayanan lalu lintas penerbangan

sebagai berikut :
23

Pelayanan lalu lintas penerbangan terdiri atas:

1) Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan (air traffic

control service);

2) Pelayanan informasi penerbangan (flight information

service);

3) Pelayanan saran lalu lintas penerbangan (air traffic

advisory service); dan

4) Pelayanan kesiagaan (alerting service).

Sedangkan dalam PKPS No.170 tentang Peraturan Lalu

Lintas Udara pasal 170.003 menyatakan:

Pelayanan lalu lintas udara harus meliputi 3 (tiga) pelayanan

antara lain:

1) Pelayanan pengendalian lalu lintas udara, melaksanakan

butir 1, 2 dan 3 pada tujuan pelayanan lalu lintas

penerbangan, pelayanan ini terbagi menjadi tiga bagian

yaitu:

a) Area Control Services: Pelayanan lalu lintas udara yang

melayani penerbangan jelajah, kecuali penerbangan

yang disebutkan dalam a 2) dan 3), untuk mencapai

tujuan 1 dan 3 dalam approach control services:

Pelayanan lalu lintas udara yang melayani

penerbangan keberangkatan dan kedatangan untuk

mencapai tujuan 1 dan 3 dalam tujuan pelayanan lalu

lintas penerbangan paragraph 170.002;


24

b) Aerodrome Control Services : Pelayanan lalu lintas

udara yang melayani penerbangan yang berada

dilingkungan sekitar lalu lintas bandara kecuali untuk

penerbangan yang dijelaskan pada a, 2), untuk

mencapai tujuan 1, 2 dan 3 dalam tujuan pelayanan lalu

lintas penerbangan

2) Flight Information Services : Pelayanan lalu lintas udara

yang diberikan untuk mencapai tujuan 4 dalam tujuan

pelayanan lalu lintas penerbangan 3) Alerting Services

pelayanan lalu lintas udara yang diberikan untuk

mencapai tujuan 5 dalam tujuan pelayanan lalu lintas

penerbangan.

d. Klasifikasi Ruang Udara

Dalam pelayanan lalu lintas penerbangan ruang udara

diklasifikasikan, menurut PKPS No.170 tentang Peraturan

Lalu Lintas Udara pasal 170.006.menyatakan : Ruang Udara

pelayanan lalu lintas udara diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Kelas A: Hanya untuk penerbangan IFR, semua

penerbangan akan diberikan pelayanan lalu lintas udara

dan terpisah antar pesawat lainnya.

2) Kelas B: Untuk penerbangan IFR dan VFR, semua

penerbangan akan diberikan pelayanan lalu lintas udara

dan terpisah antar pesawat lainnya.


25

3) Kelas C: Untuk penerbangan IFR dan VFR, semua

penerbangan akan diberikan pelayanan lalu lintas udara

dan penerbangan IFR terpisah antar penerbangan IFR

lainnya dan dari penerbangan VFR. Penerbangan VFR

terpisah dari penerbangan IFR dan menerima informasi

LLU yang berhubungan dengan penerbangan VFR

lainnya.

4) Kelas F: Untuk penerbangan IFR dan VFR, semua yang

melaksanakan penerbangan IFR menerima pelayanan lalu

lintas udara yang diberikan dan semua penerbangan yang

menerima pelayanan informasi penerbangan jika

diperlukan.

5) Kelas G: Untuk penerbangan IFR dan VFR, yang diijinkan

dan menerima pelayanan informasi penerbangan jika

diperlukan.

e. Ruang udara

Dalam pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan ruang

udara dibagi sesuai pelayanannya, adapun pembagian ruang

udara menurut PKPS No.170 pasal 170.005 sebagai

berikut :
26

Penentuan pembagian ruang udara sebagai berikut:

1) Flight Information Region. Bagian dari ruang udara

dimana pelayanan informasi penerbangan dan pelayanan

siaga diberikan.

2) Control Area dan Control Zone.Bagian dari ruang udara

dimana pelayanan lalu lintas udara diberikan untuk

penerbangan IFR.

a) Klasifikasi ruang udara kelas B, C dan D memberikan

pelayanan lalu lintas udara untuk penerbangan VFR.

b) Bila ditentukan, Control Area dan Control Zone adalah

bagian dari FIR.

3) Controlled Aerodrome. suatu bandara dimana ditetapkan

pelayanan lalu lintas udara diberikan bagi penerbangan di

sekitar bandara.

f. Spesifikasi Ruang Udara

Adapun spesifikasi ruang udara dijelaskan dalam PKPS

No.170 pasal 170.010 sebagai berikut :

1) Wilayah Informasi Penerbangan / Flight Information

Region (FIR)

a) Wilayah Informasi Penerbangan adalah batas wilayah

yang mencakup semua struktur ruang udara yang

dilayani oleh beberapa region.


27

b) Wilayah Informasi Penerbangan meliputi seluruh ruang

udara yang dibatasi oleh lateral Limit kecuali yang

dibatasi oleh Upper FIR.

c) Dimana Wilayah Informasi Penerbangan dibatasi oleh

upper FIR, batas bawah diperuntukkan bagi Upper FIR

merupakan batas upper vertical dari FIR dan sejajar

denganCruising Level pada VFR sesuai Tabel dalam

Appendix 3, ICAO, Annex 2 (CASR 91.159)

2) Control Area

a) Control Area meliputi Airways dan terminal control area

yang membatasi meliputi ruang udara yang cukup

untuk menampung jalur penerbangan dari penerbangan

IFR tersebut atau sebagian yang diperlukan untuk

memberikan pelayanan LLU.

b) Batas bawah dari Control Area adalah dimulai dari

ketinggian daratan atau perairan dimana tidak kurang

dari 200 meter (700 kaki).

Batas atas dari Control Area dimulai dari :

(1) Pelayanan Lalu Lintas udara tidak diberikan diatas

upper limit

(2) Jika Control Area dibawah area upper control

dimana upper limit samadengan lower limit dari

upper control area.


28

3) FIR atau upper di ruang udara bagian atas Dimana

ditetapkan untuk membatasi jumlah dari FIR dan upper

melalui penerbangan yang menggunakan ketinggian

harus dioperasikan, suatu FIR atau upper yang sesuai

harus dibatasi meliputi ruang udara bagian atas dengan

batas lateral dari beberapa FIR bawah dan control area.

4) Control Zone

a) Batas lateral dari control zone meliputi paling tidak

beberapa ruang udara dimana control area tidak

termasuk, meliputi jalur penerbangan IFR kedatangan

dan keberangkatan dari bandara yang menggunakan

peralatan meteorologi. Pesawat yang terbang disekitar

bandara adalah sebagai pesawat kedatangan.

b) Batas lateral dari Control Zone adalah sepanjang ± 9,3

KM (5 NM) dari pusat bandara atau bandara yang

bersangkutan dari arah dimana pendekatan bisa

dilakukan.

c) Jika control zone terletak dalam pada batas lateral dari

control area, upper limit harus diberlakukan.

d) Jika control zone terletak diluar batas lateral dari control

area, maka diharuskan memperluas mulai dari

permukaan bumi sampai dengan paling tidak batas

bawah dari control area, upper limit harus diberikan.


29

g. Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan

Pengertian unit pelayanan lalu lintas penerbangan sesuai

yang tercantum dalam Document 4444 Air Traffic

Management adalah, “Air traffic services unit is a generic

term meaning variously, air traffic control unit, flight

information centre or air traffic services reporting office.”

Yang dapat diartikan unit pelayanan lalu lintas penerbangan

sebuah istilah umum yang terdiri dari area control centre,

approach control unit or aerodrome control tower.

Sedangkan menurut CASR No.172 part 172.024 unit

pelayanan lalu lintas penerbangan terdiri dari :

1) Air Traffic Control Unit

a) ACC (Area Control Centre);

b) APP (Approach Control);

c) ADC (Aerodrome Control)

2) Communication Operation Unit :

a) FIC (Flight Information Centre);

b) FSS (Flight Service Station)

c) AFAS (Aerodrome Flight Advisory Service)

d) AFIS (Aerodrome Flight Information Service)

e) Un-Attended Aerodrome (Aeronautical Mobile Service)

f) Aeronautical Station

g) AFS (Aeronautical Fixed Service)


30

3) Aeronautical Informaton Service Unit

a) Air Traffic Service Reporting Office

b) Notam Office

4) Meteorology Office

h. Pembagian Wilayah Pelayanan

Dalam memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan

dibagi setiap unit pemanduan lalu lintas penerbangan

mempunyai wilayah yang menjadi wewenangnya, PKPS

No.170 pasal 170.009 menjelaskan :

1) Pusat Informasi Penerbangan (Flight Information Centers

/FIC) ditujukan untuk pelayanan informasi penerbangan

dan pelayanan darurat di dalam FIR, kecuali bertanggung

jawab untuk memberikan pelayanan di FIR yang ditunjuk

untuk pelayanan lalu lintas udara yang memiliki fasilitas

yang memadai untuk memenuhi tanggung jawab tersebut.

2) Unit pemanduan lalu lintas udara (Air Traffic Control Unit)

didirikan untuk memberikan pelayanan lalu lintas udara,

pelayanan informasi penerbangan, dan pelayanan darurat

dalam control area, control zone dan control aerodrome.

i. Unit Pemandu Lalu Lintas Penerbangan

Pengertian unit pelayanan lalu lintas penerbangan sesuai

Document 4444 Air Traffic Management adalah, “Air traffic

control unit is a generic term meaning variously, area control

centre, approach control unit or aerodrome control tower.”


31

j. Tanggung Jawab Unit Pemandu Lalu Lintas Penerbangan

Masing-masing unit pelayanan lalu lintas udara

mempunyai tanggung jawab pemandu lalu lintas

penerbangan yang dijelaskan Dalam Document 4444 Air

Traffic Management Chapter 4 point 4.1 sebagai berikut

1) Area control service

Area control service shall be provided:

a) By an area control centre (ACC); or

b) By the unit providing approach control service in a

control zone or in a control area of limited extent which

is designated primarily for the provision of approach

control service, when no ACC is established.

2) Approach control service

Approach control service shall be provided:

a) By an aerodrome control tower or an ACC, when it is

necessary or desirable to combine under the

responsibility of one unit the functions of the approach

control service and those of the aerodrome control

service or the area control service; or

b) By an approach control unit, when it is necessary or

desirable to establish a separate unit.

c) Approach control service may be provided by a unit co-

located with an ACC, or by a control sector within an

ACC.
32

3) Aerodrome control service

Aerodrome control service shall be provided by an

aerodrome control tower.

Menurut ICAO Circular 241 – AN/145, pemandu lalu lintas

udara harus mampu merencanakan pengaturan lalu lintas

udara, melaksanakan rencana tersebut, mengambil

keputusan, menyelesaikan masalah dan merumuskan

prediksi – prediksi.

Pemandu lalu lintas udara yang cakap harus mengetahui

dan memahami :

a. Bagaimana pelayanan lalu lintas udara dilaksanakan

b. Arti dari semua informasi yang ada

c. Tugas–tugas yang harus dipenuhi

d. Aturan, prosedur dan instruksi yang diterapkan

e. Bentuk–bentuk dan metode–metode komunikasi

f. Kapan dan bagaimana menggunakan setiap peralatan

yang ada di ruang kerja

g. Pertimbangan faktor manusia untuk pemandu lalu

lintas udara

h. Cara menerima dan menyerahkan tanggung jawab

atas suatu pesawat dari satu pemandu lalu lintas

udara kepada yang lain


33

i. Cara bekerja sama antar pemandu lalu lintas udara

sehingga dapat saling membantu dan tidak

menghambat satu sama lain

j. Perubahan atau tanda–tanda yang dapat

menunjukkan penurunan fungsi sistem ataupun

kerusakan

k. Karakteristik performa pesawat terbang dan gerakan-

gerakannya

l. Pengaruh–pengaruh lain terhadap penerbangan,

seperti cuaca, ruang udara yang terbatas, gangguan

suara, dan sebagainya

B. KERANGKA BERPIKIR

Salah satu faktor yang dapat menilai tingkat keberhasilan

pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia adalah dengan

melihat mutu dan kualitas dari pelayanan lalu lintas penerbangan

tersebut. Sedangkan, untuk menjamin kualitas serta mutu

pelayanan lalu lintas penerbangan dibutuhkan suatu indikator atau

acuan yang secara tertulis menunjukkan bahwa pelayanan lalu

lintas penerbangan tersebut berkualitas dan dapat dipertanggung

jawabkan hasilnya, serta mempunyai nilai hukum.

Salah satu indikator penjaminan mutu tersebut adalah dengan

pengadaan sertifikasi terhadap unit penyelenggara lalu lintas

penerbangan. Sertifikasi adalah adalah suatu proses atau cara


34

untuk menyatakan kualifikasi suatu objek, atau perorangan,

maupun organisasi dalam suatu tugas dan digunakan sebagai

acuan untuk menjamin kepentingan publik.

Penyelenggara navigasi penerbangan di Indonesia terdiri

dari beberapa unit pelayanan. Salah satunya yang dibahas dalam

tulisan ini adalah unit pelayanan lalu lintas penerbangan di

Indonesia. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia

yang dikenal juga dengan nama Air Traffic Services Provider

memberikan pelayanan kepada publik berupa pelayanan lalu

lintas penerbangan. Masing – masing Air Traffic Services Provider

seharusnya mengajukan permitaan bagi unitnya untuk disertifikasi,

saat ini belum ada satu pun Air Traffic Services Provider di

Indonesia yang memiliki sertifikasi pelayanan penerbangan. Hal ini

dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang masuk salah satu di

dalamnya adalah karena belum adanya manual operasi yang

mengatur persyaratan pengajuan sertifikasi.

Dari bahasan yang disebutkan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa perlu adanya manual operasi bagi para

provider sebagai persyaratan pengajuan sertifikasi.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. TUJUAN OPERASIONAL

1. Tujuan operasional dari penelitian ini adalah meneliti penerapan

Civil Aviation Safety Regulation (CASR) yang telah ada saat ini

dalam pemberian sertifikasi pada penyelenggara pelayanan lalu

lintas udara terkait.

2. Untuk menganalisa faktor – faktor apa saja yang berpengaruh

terhadap terlaksananya implementasi sertifikasi penyelenggara

pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia saat ini.

3. Mengetahui sejauh mana kesiapan Air Traffic Services Provider

terkait dengan pemberian sertifikasi penyelenggara pelayanan

lalu lintas penerbangan.

4. Untuk memperoleh data dan fakta dalam penyelenggaraan

pelayanan lalu lintas penerbangan sebagai bahan kajian dalam

perencanaan dan perancangan manual operasi sebagai

persyaratan pengajuan sertifikasi.

5. Sebagai bahan evaluasi dan verifikasi implementasi prosedur

yang sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 2009 pasal

275 pada butir 1 yang berbunyi Lembaga penyelenggara

pelayanan navigasi penerbangan wajib memiliki sertifikat

pelayanan navigasi penerbangan yang ditetapkan oleh menteri

36
37

B. METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan

dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat

digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi

masalah. (Sugiyono, 2006:4)

Penelitian ini berupa Policy Research dengan menggunakan

metode kualitatif deskriptif.

1. Penelitian kualitatif

Ciri dari penelitian kualitatif diantaranya sebagai berikut :

a. Studi dilakukan oleh peneliti dalam konteks ilmiah subjek,

peneliti melakukan kontak langsung dengan subjek di

lapangan.

b. Penelitian kualitatif menekankan kepada proses.

c. Desain penelitian adalah fleksibel ( bersifat sementara ).

Menurut Imam Chourmain, (2008:48)

2. Penelitian deskriptif

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih

(independent) tanpa membuat perbandingan, atau

menghubungkan dengan variabel lain.

Menurut Gay (1976), metode deskriptif bertujuan untuk

menjawab pertanyaan yang menyangkut sesuatu pada waktu

sedang berlangsungnya proses riset. Metode riset ini dapat


38

digunakan dengan lebih banyak segi dan luas dari metode yang

lain. Ia pun memberikan informasi yang mutakhir, sehingga

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih

banyak dapat diterapkan pada berbagai macam masalah.

(Umar, 2009:22). Menurut Traves (1978), metode deskriptif

bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah

berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-

sebab dari suatu gejala tertentu. Penelitian deskriptif

memberikan gambaran uraian atau suatu keadaan sejelas

mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti

(Ronny Kountur, DMS, PhD,2005:105 ).

Penelitian deskriptif ini sesuai digunakan dalam penelitian

yang menghasilkan konsepsi rancangan regulasi dalam

pengoperasian suatu sistem, dalam hal ini Air Traffic Services.

Menurut Prof.Lexy Moleong, MA bahwa dalam penelitian

deskriptif laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data

untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data

tersebut bisa berasal dari naskah wawancara, catatan

lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau

memo, dan dokumen resmi lainnya. Hal tersebut relevan

dengan data-data yang disajikan penulis yang merupakan data-

data yang bersumber berupa dokumen-dokumen, arsip, data

penerbangan, data literatur pustaka dan lain-lain.


39

3. Policy Research

Policy research adalah suatu proses penelitian yang

dilakukan pada, atau analisi terhadap masalah-masalah sosial

yang mendasar sehingga temuannya dapat direkomendasikan

kepada pembuat keputusan untuk bertindak secara praktis

dalam menyelesaikan masalah.

Sesuai dengan pendapat (Prof. Dr. M.A.S Imam Chourman

M.Ed, skripsi tesis & desertasi, 2008 hal 69) bahwa penelitian

berdasarkan pada tujuannya yakni Penelitian terapan

(Applied/Action/Policy research) adalah penelitian yang

bertujuan mengakumulasikan/ mengumpulkan informasi untuk

membantu :

1. Pemecahan suatu masalah yang dihadapi;

2. Penerapan hasilnya sebagai kebijakan;

3. Menindaklanjutinya dalam bentuk aksi kegiatan.

Penelitian terapan dilakukan dengan penyelidikan secara

hati-hati, sistematik dan terus-menerus terhadap suatu masalah

dengan tujuan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia

baik secara individual maupun secara kelompok. Hasil

penelitian tidak perlu sebagai suatu penemuan baru, tetapi

merupakan aplikasi baru dari penelitian yang telah ada.

Penelitian terapan memilih masalah yang ada hubungannya

dengan keinginan masyarakat serta untuk memperbaiki

praktek-praktek yang ada. Penelitian terapan harus dengan


40

segera mengumumkan hasil penelitiannya dalam waktu yang

tepat supaya penemuan tersebut tidak menjadi kadaluwarsa.

C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian Unit Air Traffic Service Bandar Udara

Internasional Soekarno-Hatta.

2. Waktu penelitian

Waktu penyusunan yang diperlukan secara keseluruhan yaitu

dari bulan Januari 2011 sampai dengan bulan februari 2012,

dengan tahapan dan waktu penelitian yang dibutuhkan adalah

sebagai berikut:

a. Tahap persiapan : juli - september

b. Tahap pengumpulan Data : agustus - november

c. Tahap pengolahan data : oktober - januari

d. Tahap penulisan : desember – februari

Tahun 2011 Tahun 2012


Tahap
Penelitian Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar

Persiapan

Pengumpulan
data
Pengolahan
data

Penulisan

Tabel 1. Tahapan Waktu Penelitian


41

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan untuk

mendapatkan data - data yang dibutuhkan untuk penelitian adalah :

1. Studi Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan kepada subyek penelitian. Pada teknik pengumpulan

data ini data-data yang diperoleh berupa dokumen-dokumen baik

yang resmi maupun tidak resmi, contohnya berupa ICAO

Documents seperti Annexes dan Circular, literatur-literatur dari

internet dan laporan-laporan bulanan di tempat penelitian yang

berhubungan dengan obyek penelitian.

2. Wawancara

Penulis melakukan wawancara dengan para pejabat di

Subdirektorat Manajemen Lalu Lintas Penerbangan serta pejabat

di unit penyelenggara lalu lintas penerbangan ATS Bandar Udara

Internasional Soekarno-Hatta untuk mendapatkan informasi dan

masukan terkait masalah yang sedang diteliti.

3. Studi Banding

Merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan kepada subyek penelitian. Pada teknik pengumpulan

data ini data-data yang diperoleh dari internet berupa dokumen-

dokumen tentang peraturan-peraturan yang digunakan oleh

Negara lain dalam melakukan sertifikasi terhadap Lembaga


42

Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan di Negara

tersebut.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Gap analysis

Gap analysis adalah sebuah alat yang membantu organisasi

untuk membandingkan kinerja yang tercapai dengan kinerja

yang direncanakan. Tujuan yang ingin dicapai dari gap analysis

adalah mengetahui gap antara perencanaan yang dibuat

dengan pelaksanaan. Proses gap analysis termasuk penentuan,

pendokumentasian dan persetujuan dari jenis antara

persyaratan dan kemampuan. Gap analysis biasanya berangkat

dari studi banding atau penilaian lain. Gap analysis akan

memberikan pondasi tentang hal - hal apa saja yang diperlukan

termasuk strategi dan taktik untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry Gap analysis

sering di gunakan di bidang manajemen dan menjadi salah satu

alat yang di gunakan untuk mengukur kualitas pelayanan

(quality of service) bahkan pendekatan ini sering di gunakan di

Amerika Serikat untuk memonitor kualitas pelayanan. Terdapat

5 gap (kesenjangan), antara lain :


43

a. Kesenjangan antara persepsi manajemen atas ekspektasi

konsumen dan ekspektasi konsumen akan pelayanan yang

seharusnya di berikan oleh perusahaan.

b. Kesenjangan atara persepsi manajemen atas ekspektasi

konsumen dan penjabaran persepsi tersebut menjadi

spesifikasi kualitas pelayanan atau standar pelayanan.

c. Kesenjangan antara standar pelayanan tersebut dan

pelayanan yang di berikan.

d. Kesenjangan antara pelayanan yang di berikan dengan

informasi eksternal yang di berikan kepada konsumen atau

pelayanan yang di janjikan kepada konsumen.

e. Kesenjangan antara tingkat pelayanan yang di harapakan

oleh konsumen dengan kinerja pelayanan aktual.

Kesenjangan no. 1 sampai no. 4 merupakan potensi

kegagalan di pihak penyedia jasa, sementara kesenjangan no.

5 potensi terjadi di pihak konsumen. Di bidang bisnis dan

manajemen, gap analysis di artikan sebagai suatu metode

pengukuran bisnis yang memudahkan perusahaan untuk

membandingkan kinerja aktual dengan kinerja potesialnya.

Dengan demikian perusahaan dapat mengetahui sector, bidang

atau kinerja yang sebaiknya di perbaiki atau di tingkatkan. Gap

analysis bermanfaat untuk mengetahui kondisi terkini dan

tindakan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang.


44

Hubungan antara perusahaan sebagai penyedia layanan

jasa kebandarudaraan dengan konsumen yang menggunakan

jasa tersebut dapat membantu dalam memahami konsep gap

Analysis. Gap pada gambar no 1 di definisikan sebagai

perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan

pelayanan yang mereka terima.

Boulding et al ( 1993 ) menganalisis kualitas pelayanan

dengan menggunakan gap analysis. Kesenjangan kualitas

pelayanan di artikan sebagai kesenjangan antara pelayanan

yang seharusnya di berikan dan persepsi konsumen atas

pelayanan actual yang di berikan. Semakin kecil kesenjangan

tersebut semakin baik kualitas pelayanan.

Dalam melakukan gap analysis, terdapat beberapa langkah

utama yang perlu di lakukan sbb :

a. Identifikasi komponen pelayanan yang akan di analysis.

b. Penentuan standar pelayanan.

Standar pelayanan dapat berupa standar pelayanan formal

adalah standar pelayanan yang tertulis, jelas, dan di

komunikasikan kepad seluruh publik

c. Penyebaran quosioner atau wawancara terhadap penyedia

layanan jasa tersebut.

d. Analisa data.

e. Follow up.
45

Dengan kata lain gap analysis merupakan suatu metode

yang di gunakan untuk mengetahui kinerja dari suatu sistem

(lembaga atau institusi) yang sedang berjalan dengan sistem

standar.

Secara singkat gap analysis bermanfaat untuk:

a. Menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual

dengan suatu standar kinerja yang di harapkan.

b. Mengetahui peningkatan kinerja yang di perlukan untuk

menutup kesenjangan tersebut, dan,

c. Menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan terkait

prioritas waktu dan biaya yang di butuhkan untuk

memenuhi standar pelayanan yang telah di tetapkan.

F. INSTRUMENT PENELITIAN

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat

penelitian adalah peneliti sendiri, dan sekaligus melaksanakan

fungsinya menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai

sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,

analisis data menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas

temuannya (Prof. Dr. Sugiyono, dalam buku Memahami Penelitian

Kualitatif, diterbitkan oleh Alfabeta, Juni 2005).

Langkah-langkah dalam membuat kebijakan sebagai berikut

(William N Dunn) :
46

1. Proses Pembuatan Kebijakan

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual

yang dilakukan dalam proses kegiatan yang ada pada dasarnya

bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dilaksanakan sebagai

proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai

serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut

urutan waktu : penyuguhan agenda, formulasi kebijakan, adopsi

kebijakan, implementasi kebijakan, dan penelitian kebijakan.

Analisis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang relevan

dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari

proses pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah

yang dihadapi klien yang dibantunya.

2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang

mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan

kebijakan melalui definisi masalah dan memasuki memasuki

proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda

(agenda sitting). Perumusan masalah dapat membantu

menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis

penyebab-penyebabnya, menetapkan tujuan-tujuan yang

memungkinkan, memadukan pandangan - pandangan yang

bertentangan, dan merancang peluang-peluan kebijakan yang

baru.
47

3. Peramalan

Peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa

mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk

tidak melakukan sesuatu. Ini dilakukan dalam tahap formulasi

kebijakan. Peramalan dapat menguji masa depan yang plausible,

potential, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat dari

kebijakan yang ada atau yang diusulkan mengenai kendala-

kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan,

dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari

berbagai pilihan.

4. Rekomendasi

Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif

yang akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui

peramalan. Ini membantu pengambilan kebijakan pada tahap

adopsi kebijakan. Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat

resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat

ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan

menentukan penanggung jawaban administratif bagi

implementasi kebijakan.

5. Pemantauan

Pemantauan (monitoring) menyediakan peraturan yang relevan

dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil


48

sebelumnya ini membantu pengambil kebijakan pada tahap

implementasi kebijakan. Banyak badan secara teratur memantau

hasil dan tampak kebijakan dengan menggunakan berbagai

indikator kebijakan di bidang kesehatan, pendidikan, perumahan,

kesejahteraan, kriminalitas, dan ilmu dan teknologi. Pemantauan

membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat

yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program,

mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan

menentukan pihak-pihak yang bertanggungjawab pada setiap

tahap kebijakan.

6. Evaluasi

Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan dengan ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang

diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Jadi ini

membantu pengambilan kebijakan terhadap proses pembuatan

kebiajakan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan

mengenai seberapa seberapa jauh masalah telah terselesaikan,

tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-

nilai yang mendasari kebijakan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

1. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

Sesuai KM No. 60 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Departemen Perhubungan menyatakan bahwa:

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mempunyai tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi

teknis di bidang perhubungan udara.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 372, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang perhubungan udara;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang perhubungan udara;

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

perhubungan udara;

d. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang perhubungan udara; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perhubungan

Udara.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara terdiri atas:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara;

49
50

b. Direktorat Angkutan Udara;

c. Direktorat Bandar Udara;

d. Direktorat Keamanan Penerbangan;

e. Direktorat Navigasi Penerbangan; dan

f. Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat

Udara.

Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

Gambar 2 : Struktur Organisasi Direktorat Jendral Perhubungan Udara

2. Direktorat Navigasi Penerbangan

Sesuai KM No. 60 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Departemen Perhubungan menyatakan bahwa:

Direktorat Navigasi Penerbangan mempunyai tugas

merumuskan, menyusun serta melaksanakan kebijakan,

standar, norma, pedoman, kriteria, sistem dan prosedur,


51

pengawasan, pengendalian, serta evaluasi dan pelaporan di

bidang navigasi penerbangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 466, Direktorat Navigasi Penerbangan menyelenggarakan

fungsi:

a. penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

manajemen lalu lintas penerbangan, manajemen informasi

aeronautika, komunikasi penerbangan, fasilitas bantu

navigasi dan pengamatan penerbangan, standarisasi dan

sertifikasi navigasi penerbangan;

b. penyiapan penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria,

sistem dan prosedur di bidang manajemen lalu lintas

penerbangan, manajemen informasi aeronautika,

komunikasi penerbangan, fasilitas bantu navigasi dan

pengamatan penerbangan, standarisasi dan sertifikasi

navigasi penerbangan

c. penyiapan bahan pendelegasian kewenangan dan

pembinaan kepada inspektur navigasi penerbangan;

d. penyiapan penyusunan prosedur dan tata cara pelaksanaan

pengawasan, pengendalian dan penegakan hukum di bidang

manajemen lalu lintas penerbangan, manajemen informasi

aeronautika, komunikasi penerbangan, fasilitas bantu


52

navigasi dan pengamatan penerbangan, standarisasi dan

sertifikasi navigasi penerbangan;

e. pemberian ijin, sertifikasi/registrasi di bidang manajemen lalu

lintas penerbangan, manajemen informasi aeronautika,

komunikasi penerbangan, fasilitas bantu navigasi dan

pengamatan penerbangan, standarisasi dan sertifikasi

navigasi penerbangan;

f. pemberian arahan, bimbingan, pelatihan serta bantuan

teknis di bidang manajemen lalu lintas penerbangan,

manajemen informasi aeronautika, komunikasi

penerbangan, fasilitas bantu navigasi dan pengamatan

penerbangan, standarisasi dan sertifikasi navigasi

penerbangan;

g. pembinaan terhadap penyelenggara pemeliharaan peralatan

elektronika penerbangan dan penyelenggara kalibrasi

fasilitas penerbangan.

h. penyiapan pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum

di bidang manajemen lalu lintas penerbangan, manajemen

informasi aeronautika, komunikasi penerbangan, fasilitas

bantu navigasi dan pengamatan penerbangan, standarisasi

dan sertifikasi navigasi penerbangan;

i. penyiapan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang

manajemen lalu lintas penerbangan, manajemen informasi

aeronautika, komunikasi penerbangan, fasilitas bantu


53

navigasi dan pengamatan penerbangan, standarisasi dan

sertifikasi navigasi penerbangan; dan

j. pelaksanaan urusan keuangan, tata usaha, kepegawaian

dan personel, dan rumah tangga direktorat yang meliputi

perencanaan, pengelolaan sistem teknologi informatika, dan

dokumentasi teknis, penyiapan bahan pelaporan serta

administrasi PNBP.

Direktorat Navigasi Penerbangan terdiri atas:

a. Subdirektorat Manajemen Lalu Lintas Penerbangan;

b. Subdirektorat Manajemen Informasi Aeronautika;

c. Subdirektorat Komunikasi Penerbangan;

d. Subdirektorat Fasilitas Bantu Navigasi dan Pengamatan

Penerbangan;

e. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi Navigasi

Penerbangan; dan

f. Subbagian Tata Usaha.

Gambar 3 : Struktur Organisasi Direktorat Navigasi Penerbangan


54

3. Air Traffic Services Bandar Udara International Soekarno Hatta-

Jakarta

Misi Perusahaan PT. (Persero) Angkasa Pura II adalah

Mengelola jasa kebandarudaraan dan Pelayanan Lalu Lintas

Penerbangan yang mengutamakan keselamatan penerbangan

serta kepuasan pelanggan, dalam upaya memberikan manfaat

optimal kepada pemegang saham, mitra kerja, pegawai,

masyarakat dan lingkungan dengan memegang teguh etika

bisnis. Selanjutnya dalam mengemban tugas tersebut Divisi

Pelayanan ADC-APP/TMA PT (Persero) Angkasa Pura II Kantor

Cabang Utama Bandara Soekarno-Hatta yang berdasarkan

Keputusan Direksi PT (Persero) Angkasa Pura II Nomor: KEP.

470/OM.00/1998-AP-II bertugas menyiapkan dan melaksanakan

kegiatan pengendalian dan pengawasan operasi keselamatan

lalu lintas penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta.

Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan (Air Traffic Services) yang

diberikan oleh Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta bertujuan

untuk :

- Mencegah tabrakan antara pesawat udara.

- Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara

pada area pergerakan di darat dan di udara serta

menghindarkanterjadinya rintangan / gangguan

terhadap penerbangan.
55

- Mewujudkan arus lalu lintas penerbangan yang aman,

lancar, tertib teratur dan efisien.

- Memberikan saran dan informasi terhadap pesawat

udara yang berguna bagi keselamatan penerbangan.

- Memberitahukan organisasi /unit yang terkait (ATS

Regional/Operational Coordinator, PK-PPK)

sehubungan dengan adanya pesawat udara yang

memerlukan pencarian dan pertolongan serta

membantu unit tersebut apabila diperlukan.

a. Fungsi

Pengelola dan pengendalian program unit kerja Air Traffic

Service meliputi operasi lalu lintas udara di Bandar Udara

Internasional Soekarna-Hatta dan sekitarnya serta

pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan fasilitas teknik

pendukung operasi lalu lintas udara dalam menunjang

pelaksanaan usaha dan pengembangan strategi Kantor

Cabang Utama.

b. Tugas pokok

Merencanakan. Mengkoordinasikan, mengendalikan

kegiatan :

1) Penyiapan, penyelenggaraan dan pengendalian kegiata

unit kerja Air Traffic Service untuk menunjang strategi

bsnis dan kegiatan operasional Kantor Cabang Utama;


56

2) Penyusunan kegiatan dan evaluasi program fungsi

operasi lalu lintas udara di Bandar Udara Internasional

Soekarno-Hatta dan sekitarnya serta pengoperasian,

pemeliharaan dan perbaikan fasilitas teknik pendukung

operasi lalu lintas udara;

3) Penyusunan sistem dan prosedur serta peminaan

kegiatan operasi lalu lintas udara di Bandar Udara

Internasional Soekarno-Hatta dan sekitarnya serta

pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan fasilitas

teknik pendukung operasi lalu lintas udara;

4) Pemantauan dan pengajuan usulan kepada Executive

General Manager maupun unit – unit kerja lain terkait

tentang pelaksaan fungsi Air Traffic Service di Kantor

Cabang Utama.

c. Otoritas

1) Menetapkan dan mengendalikan pelaksanaan program

kegiatan unit kerja Air Traffic Service yang tertuang

dalam RKA tahunan maupun triwulan.

2) Menetapkan metode kerja yang sesuai untuk unit

kerjanya sehingga dapat melaksanakan tugas secara

efektif dan efisien.

3) Memberikan rekomendasi kepada menejemen dan saran

kepada unit – unit kerja lain terkait dengan bidangnya

untuk kepentingan perusahaan.


57

4) Mewakili Executive General Manager selaku counterpart

dalam bidangnya dengan pihak – pihak terkait lainnya

baik di dalam maupun luar negeri.

d. Susunan Organisasi

Susunan organisasi Air Traffic Services General Manager

terdiri dari :

1) Air Traffic Services General Manager

2) Safety Management System Manager

3) Administration and Commercial Manager

4) Deputy General Manager Of Air Traffic Services

Operation

5) Deputy General Manager Of Air Traffic Services

Engineering

Gambar 4 : Struktur Organisasi Air Traffic Services General Manager Bandar


Udara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta
58

B. HASIL PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian ini penulis memaparkan beberapa

hal mengenai kondisi pelayanan lalu lintas penerbangan di unit Air

Traffic Service Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta,

peraturan yang mengatur tentang pemberian sertifikasi unit

pelayanan lalu lintas penerbangan dan faktor – faktor apa saja yang

mempengaruhinya, serta studi banding pelaksanaan sertifikasi unit

pelayanan lalu lintas penerbangan di negara lain.

1 Peraturan Yang Terkait Dengan Sertifikasi Unit Pelayanan Lalu

Lintas Penerbangan Di Indonesia.

Peraturan di Indonesia yang berisi tentang sertifikasi unit

penyelenggara lalu lintas penerbangan memiliki hirarki yang

jelas hal ini terkait dengan deskripsi runtutan perundangan

substansi terkait dengan runtutan sebagai berikut, Undang-

Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan

Menteri (KM) yang kemudian disebut sebagai Peraturan

Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) atau Civil Aviation

Safety Regulation (CASR).

a. Undang-Undang (UU) Penerbangan No.1 tahun 2009

Undang-Undang (UU) Penerbangan No.1 tahun

2009 pasal 271 menyebutkan bahwa :

1) Pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan

pelayanan navigasi penerbangan terhadap pesawat

udara yang beroperasi di ruang udara yang dilayani.


59

2) Untuk menyelenggarakan pelayanan navigasi

pernerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Pemerintah membentuk satu lembaga

penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan.

3) Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Mengutamakan keselamatan penerbangan;

b) Tidak berorientasi kepada keuntungan;

c) Secara finansial dapat mandiri;dan

d) Biaya yang ditarik dari pengguna dikembalikan

untuk biaya investasi dan peningkatan

operasional (cost recovery).

4) Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada

menteri.

Undang-Undang (UU) Penerbangan No.1 tahun

2009 pasal 275 menyebutkan bahwa :

1) Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan wajib memiliki sertifikat pelayanan

navigasi penerbangan yang ditetapkan oleh menteri.


60

2) Sertifikat diberikan kepada masing–masing unit

pelayanan penyelenggara navigasi penerbangan.

3) Unit pelayanan penyelenggara navigasi

penerbangan terdiri atas :

a) Unit pelayanan navigasi penerbangan di bandar

udara

b) Unit pelayanan navigasi pendekatan dan

c) Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah

Undang-Undang (UU) Penerbangan No.1 tahun

2009 pasal 261 ayat (4) menyebutkan bahwa :

Tatanan navigasi penerbangan nasional sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) mamuat :

a. Ruang udara yang dilayani;

b. Klasifikasi ruang udara;

c. Jalur penerbangan; dan

d. Jenis pelayanan navigasi penerbangan.

Undang-Undang (UU) Penerbangan No.1 tahun

2009 pasal 270 menyebutkan bahwa :

Jenis pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 261 ayat (4) huruf d meliputi :

a. Pelayanan lalu lintas penerbangan (air traffic

services);
61

b. Pelayanan telekomunikasi penerbangan (aeronautical

telecommunication services);

c. Pelayanan informasi aeronautika (aeronautical

information);

d. Pelayanan informasi meteorologi penerbangan

(aeronautical meteorological services); dan

e. Pelayanan informasi pencarian dan pertolongan

(search and rescue).

b. Peraturan Pemerintah No. 03 tahun 2001 tentang

Keamanan dan Keselamatan Penerbangan

Dalam Peraturan Pemerintah No. 03 tahun 2001,

pada pasal 2 menyebutkan bahwa :

1) Menteri melakukan Pembinaan terhadap keamanan

dan keselamatan penerbangan.

2) Pembinaan terhadap keamanan dan keselamatan

penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

meliputi aspek pengaturan, pengendalian dan

pengawasan dalam kegiatan rancang bangun,

pembuatan, pengoperasian dan perawatan pesawat

udara, pelayanan navigasi penerbangan,

pengoperasian bandar udara serta personil

penerbangan.
62

3) Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2), meliputi kegiatan penetapan kebijakasanaan

di bidang rancang bangun, pembuatan,

pengoperasian dan perawatan pesawat udara,

pelayanan navigasi penerbangan, pengoperasian

bandar udara serta personil penerbangan;

4) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud

dalam ayat(2) meliputi :

a) Pemberian arahan dan petunjuk dalam

pelaksanaan kebijaksanaan di bidang rancang

bangun, pembuatan, pengoperasian dan

perawatan pesawat udara, pelayanan navigasi

penerbangan, pengoperasian bandar udara serta

personil penerbangan;

b) Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada

masyarakat mengenai hak dan kewajiban

masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan

dibidang rancangan bangunan, pembuatan,

pengoperasian, dan perawatan pesawat udara,

pelayanan navigasi penerbangan, pengoperasian

bandar udara serta personil penerbangan;

5) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 2, meliputi :
63

a) Pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan

kebijaksanaan di bidang rancang bangun,

pembuatan, pengoperasian dan perawatan

pesawat udara, pelayanan navigasi penerbangan,

pengoperasian bandar udara serta personil

penerbangan;

b) Tindakan korektif terhadap kebijaksanaan di

bidang rancang bangun, pembuatan,

pengoperasian, dan perawatan pesawat udara

pelayanan navigasi penerbangan bandar udara

serta personil penerbangan.

c. Civil Aviation Safety Regulation Part 172 tentang

Lembaga Penyelenggara Navigasi Penerbangan (Air

Traffic Service Provider)

Dalam Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil

No.172 paragraf 172.024 menjelaskan bahwa :

a. Air Traffic Control Unit :

1) ACC (Area Control Centre);

2) APP (Approach Control);

3) ADC (Aerodrome Control)

4) Communication Operation Unit :

b. FIC (Flight Information Centre);

1) FSS (Flight Service Station);


64

2) AFAS (Aerodrome Flight Advisory Service);

3) AFIS (Aerodrome Flight Information Service);

4) Un-Attended Aerodrome (Aeronautical Mobile

Service)

5) Aeronautical Station

6) AFS (Aeronautical Fixed Service)

c. Aeronautical Informaton Service Unit

1) Air Traffic Service Reporting Office

2) Notam Office

d. Meteorology Office

2. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) Tentang

Sertifikasi Unit Penyelenggara Lalu Lintas Penerbangan Di

Indonesia.

Dalam Peraturan Keselamatan Penerbangan (PKPS)

perlu disusun beberapa instrumen regulasi pendukung.

Beberapa instrumen regulasi pendukung yang perlu dibentuk

antara lain :

Staff Instruction (SI) dan Advisory Circular (AC),

merupakan petunjuk pelaksanaan tugas bagi regulator dalam

melaksanakan sertifikasi.

Operation Manual (OM), merupakan petunjuk

pelaksanaan tugas bagi para operator atau penyelenggara

pelayanan lalu lintas penerbangan.


65

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Sertifikasi

Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan Di Indonesia.

Dalam usaha implementasi Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil (PKPS) terkait dengan sertifikasi

penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia

dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut :

a. Ada pontensi salah pengertian mengenai siapa lembaga

pelayanan navigasi penerbangan yang dimaksudkan terkait

dengan pemberian sertifikasi.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) N0. 1 tahun 2009

tentang penerbangan pada pasal 270, disebutkan :

Jenis pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 261 ayat (4) huruf d meliputi :

1) Pelayanan lalu lintas penerbangan (air traffic services);

2) Pelayanan telekomunikasi penerbangan (aeronautical

telecommunication services);

3) Pelayanan informasi aeronautika (aeronautical

information);

4) Pelayanan informasi meteorologi penerbangan

(aeronautical meteorological services); dan

5) Pelayanan informasi pencarian dan pertolongan (search

and rescue).

Pada pasal 275 menyatakan sebagai berikut :


66

1) Lembaga penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan wajib memiliki sertifikat pelayanan navigasi

penerbangan yang ditetapkan oleh menteri.

2) Sertifikat diberikan kepada masing–masing unit

pelayanan penyelenggara navigasi penerbangan.

3) Unit pelayanan penyelenggara navigasi penerbangan

terdiri atas :

a) Unit pelayanan navigasi penerbangan di bandar

udara

b) Unit pelayanan navigasi pendekatan dan

c) Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah

Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) No. 172

Tentang Lembaga Penyelenggara Navigasi Penerbangan

(Air Traffic Service Provider), mengatakan bahwa :

Each air traffic service provider have to have certificate

as according to each service unit as follows:

a. Air Traffic Control Unit

1)ACC (Area Control Centre);

2)APP (Approach Control);

3)ADC (Aerodrome Control)

4)Communication Operation Unit

b. FIC (Flight Information Centre);

1) FSS (Flight Service Station)


67

2) AFAS (Aerodrome Flight Advisory Service)

3) AFIS (Aerodrome Flight Information Service)

4) Un-Attended Aerodrome (Aeronautical Mobile Service)

5) Aeronautical Station

6) AFS (Aeronautical Fixed Service)

c. Aeronautical Informaton Service Unit

1) Air Traffic Service Reporting Office

2) Notam Office

d. Meteorology Office

Undang-Undang (UU) Penerbangan No.1 tahun 2009

Undang-Undang (UU) Penerbangan No.1 tahun 2009 pasal

271 (2) menyebutkan bahwa :

(2) Untuk menyelenggarakan pelayanan navigasi

penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Pemerintah membentuk satu lembaga penyelenggara

pelayanan navigasi penerbangan.

Sedangkan kenyataan yang ada di Indonesia saat ini,

Indonesia memiliki beberapa lembaga penyelenggara

pelayanan navigasi penerbangan yaitu PT (Persero)

Angkasa Pura I, PT (Persero) Angkasa Pura II, serta Unit

Pelaksana Teknis (UPT).

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa dalam regulasi–

regulasi tersebut berpotensi menimbulkan salah penafsiran


68

atau mengandung makna ambigu mengenai lembaga

pelayanan navigasi penerbangan yang diharuskan memiliki

sertifikasi, serta unit pelayanan navigasi penerbangan apa

saja yang terkait di dalamnya.

b. Dalam hal petunjuk pelaksanaan tugas bagi para regulator

dalam melaksanakan kegiatan sertifikasi belum terbit Staf

Instruction (SI) dan Advisory Cirvcular (AC).

Dalam hal petunjuk pelaksanaan tugas bagi para operator

atau lembaga penyedia jasa navigasi penerbangan dalam

melaksanakan kegiatan sertifikasi berupa Operation Manual

(OM).

4. Studi banding Pelaksanaan Sertifikasi Pelayanan Lalu Lintas

Penerbangan Yang Diterapkan Di Negara Lain

Penerapan sertifikasi pelayanan lalu lintas penerbangan di

Indonesia dibandingakan dengan sertifikasi pelayanan lalu lintas

penerbangan di Australia. Diambil dari www.casa.gov.au

Australia, sertifikasi dilakukan oleh Australian Civil Aviation

Safety Authority. Unit-unit yang diwajibkan memiliki sertifikat

adalah :

a. Air Traffic Control Unit

1) ACC (Area Control Centre);


69

2) APP (Approach Control);

3) ADC (Aerodrome Control)

4) Communication Operation Unit :

b. FIC (Flight Information Centre);

1) FSS (Flight Service Station)

2) AFAS (Aerodrome Flight Advisory Service)

3) AFIS (Aerodrome Flight Information Service)

4) Un-Attended Aerodrome (Aeronautical Mobile Service)

5) Aeronautical Station

6) AFS (Aeronautical Fixed Service)

c. Aeronautical Informaton Service Unit

1) Air Traffic Service Reporting Office

2) Notam Office

e. Meteorology Office

Australian Civil Aviation Safety Authority juga menetapkan

Operations Manual Air Traffic Services Provider yang berisikan

panduan bagi Air Traffic Services Provider. Beberapa hal yang

harus dipenuhi oleh provider dalam pembuatan Operation

Manual (OM) terkait dengan sertifikasi pelayanan lalu lintas

penerbangan antara lain :

a) a table of contents based on the items in the manual,

indicating the page number on which each item begins;


70

b) a description of the provider’s organisational structure and a

statement setting out the functions that the provider

performs, or proposes to perform under CASR Part 172;

c) a description of the chain of command established, or

proposed to be established, by the provider and a statement

of the duties and responsibilities of any supervisory positions

within the organisational structure;

d) a statement showing how the provider determines the

number of operational staff required including the number of

operational supervisory staff;

e) a list of the air traffic services that the provider provides, or

proposes to provide;

f) a statement for each air traffic service, showing the hours of

operation of the service;

g) a statement, for each air traffic service, that identifies the

particular airspace within which the service is provided, or

proposed to be provided;

h) a statement, for each air traffic service, that identifies the

location from where the service is provided, or proposed to

be provided;

i) if the provider provides, or proposes to provide, an air traffic

service for a controlled aerodrome:

(i) a description of the manoeuvring area of the

aerodrome;and
71

(ii) copy of the parts of the aerodrome emergency plan, set

out in the aerodrome operator’s aerodrome manual that

are relevant to the provision of the service; and

(iii) a copy of the procedures set out in the aerodrome

operator’s aerodrome manual for preventing the

unauthorised entry of persons or things onto the

manoeuvring area of the aerodrome;

(iv) a copy of the procedures set out in the aerodrome

operator’s aerodrome manual for the control of surface

vehicles operating on or in the vicinity of the

manoeuvring area;

j) a statement of the responsibilities and functions for each

operating position;

k) a description of the arrangements made or proposed to be

made by the provider to ensure that it has, and will continue

to receive, on a daily basis, the information necessary for

providing the service;

l) a description of the arrangements made or proposed to be

made by the provider to ensure that it has, and will continue

to be able to provide, information in connection with its air

traffic services to another person whose functions reasonably

require that information (includes SAR alerting);

m) a description of the provider’s document and record keeping

system;
72

n) a copy of any agreement entered into by the provider in

relation to the provision of any of the air traffic services;

o) a copy of the document that sets out the provider’s safety

management system;

p) a copy of the provider’s contingency plan;

q) a copy of the provider’s security program;

r) a description of the processes and documentation used to

present to staff the relevant standards, rules and procedures

contained in ICAO Annexes 10 and 11, ICAO PANS-ATM,

ICAO Regional Supplementary Procedures, Chapter 10 of

this MOS, and any of the provider’s sitespecific instructions

for the provision of air traffic services;

s) a description of the processes and documentation used to

provide operational instructions to staff;

t) a description of the procedures to be followed to ensure all

operational staff are familiar with any operational changes

that have been issued since they last performed operational

duties;

u) a description of the provider’s training and checking program;

v) a description of the procedures to be used in commissioning

new facilities, equipment and services;

w) the procedures to be followed for revising the operations

manual.
73

Pada tanggal 6 – 15 Februari 2007, ICAO Universal Safet

Audit Programe (USOAP) melakukan safety audit kepada

Direktorat Jendral Perhubungan Udara. Dari audit tersebut

ditemukan beberapa finding, lebih dari 150 finding. Finding

nomor 1-7-07 menyatakan “ there is no mechanism to ensure

that the Air Navigation Service provider develop a policy and

procedures for determining the capacity of the air traffic

services system”.

Untuk menanggapi finding oleh ICAO tersebut, maka

Direktorat Jendral Perhubungan Udara menetapkan Civil

Aviation Safety Regulation Part 172 tentang Air Traffic Services

Provider yang berisi tentang persyaratan apa saja yang harus

dipenuhi oleh provider terkait dengan sertifikasi pelayanan lalu

lintas penerbangan.

5. Pendapat beberapa ahli mengenai pelaksanaan sertifikasi unit

pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia.

Wawancara dilakukan kepada 5 narasumber yang

berbeda yang masing – masing mewakili fungsi sebagai

regulator, provider, dan ahli hukum.


74

Berikut adalah rangkuman wawancara tersebut :

1. Regulator

a. Wisnu Darjono TU., S.Sos, S.SiT, MM

Kasubdit MLLP Direktorat Navigasi Penerbangan

Pada tahun 2007, ICAO mengadakan audit mengenai

pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia. Hasil dari audit

yang dilakukan oleh ICAO tersebut ditemukan beberapa finding

yang menunjukkan bahwa :

- Penyelenggara Air Traffic Service di Indonesia belum

tersertifikasi.

- Direktorat Jendral Perhubungan Udara selaku regulator

belum melaksanakan fungsi pengawasan ditunjukkan

dengan belum adanya sertifikasi.

- Indonesia belum memiliki regulasi yang mengatur mengenai

sertifikasi unit pelayanan lalu lintas penerbangan di

Indonesia

Yang terjadi di Indonesia sebelum dikeluarkannya UU no.1

tahun 2009 tentang penerbangan adalah pendelegasian

wewenang dari negara kepada masing – masing provider

sebagai pemberi pelayanan lalu lintas penerbangan.

Sebelum tahun 2009, Indonesia dalam memberikan pelayanan

lalu lintas penerbangan mengacu pada UU no.15 tahun 1992

dan ditemukan bahwa Undang-undang tersebut masih bersifat


75

global. Atas dasar itu maka Indonesia mulai mengembangkan

regulasi berupa UU no.1 tahun 2009 tentang penerbangan yang

diperjelas dalam Civil Aviation Safety Regulation (CASR) 172.

b. Veranty

Staf Subdit MLLP Direktorat Navigasi Penerbangan

Setifikasi pelayanan lalu lintas penerbanagn merupakan proses

perijinan yang diberikan oleh Direktorat Jendral Perhubungan

Udara, Kementerian Perhubungan kepada badan hukum yang

dinyatakan memenuhi ketentuan regulasi yang berlaku untuk

menyelenggarakan pelayanan lalu lintas penerbangan pada

suatu ruang udara tertentu.

Saat ini belum ada unit penyelenggara lalu lintas penerbangan

yang memiliki sertifikasi. Sertifikasi penyelenggara lalu lintas

penerbangan dalam tahap persiapan dan pematangan regulasi

serta prosedur tata cara sertifikasi pelayanan lalu lintas

penerbangan.

Diharapkan setelah adanya sertifikasi tersebut, fungsi – fungsi

pengawasan regulator serta fungsi penyelenggara dapat lebih

terlaksana. Untuk menutup temuan ICAO serta memenuhi

amanat regulasi penerbangan nasional maka sertifikasi

pelayanan lalu lintas penerbangan perlu dilaksanakan.


76

2. Provider

a. Weda Yuwana MBA

ATS General Manager Bandar Udara Internasional Soekarno-

Hatta

Provider mengetahui bahwa penyelenggara navigasi

penerbangan di Indonesia harus tersertifikasi tetapi belum

mengetahui secara jelas bahwa unit pelayanan lalu lintas

penerbangan di Indonesia dalam hal ini ATS provider harus juga

tersertifikasi secara khusus.

Sejauh ini sertifikasi dilakukan secara terpisah di masing –

masing unit kerja, tetapi secara keseluruhan belum ada

sertifikasi.

Pihak provider menanggapi dengan sangat positif apabila

nantinya sertifikasi pelayanan unit lalu lintas penerbangan

mendapat sertifikasi secara khusus karena akan sangat

membantu provider terutama dalam legalitas hukum dan

pertanggungjawaban dalam melaksanakan pelayanan,

standarisasi, serta quality control.

Provider siap membantu regulator dalam upaya perwujudan

sertifikasi lalu lintas penerbangan dengan menyiapkan segala

persyaratan yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria yang

ditentukan. Tapi sampai saat ini belum ada sosialisasi atau

penjelasan lebih lanjut mengenai sertifikasi pelayanan lalu lintas


77

penerbangan sehingga provider belum melakukan persiapan

apapun.

b. Alit Sodikin

Safety Management System Manager

Secara umum, belum banyak yang mengetahui bahwa unit

penyelenggara lalu lintas penerbangan di Indonesia harus

tersertifikasi.

Sertifikasi merupakan kewenangan dari regulator, regulator

akan membuat suatu guidance atau petunjuk yang harus

dipenuhi oleh provider. Sedangkan provider hanya pelaksanan

dan mengikuti apa yang sudah ditetapkan oleh regulator.

Karena dalam petunjuk tersebut berisi beberapa hal yang harus

dipenuhi oleh provider dalam memberikan pelayanan lalu lintas

penerbangan di Indonesia.

Provider akan siap memenuhi segala yang diharuskan oleh

regulator untuk dipenuhi setelah regulator melakukan tahapan

seperti : sosialisasi, implementasi, dan kemudian sertifikasi

dapat dilakukan.

Secara operasional tidak akan ada perubahan yang signifikan

setelah dan sebelum sertifikasi. Secara operasional pun

mungkin tidak akan ada perubahan yang terlalu segnifikan,

tetapi provider berharap setelah adanya sertifikasi akan ada

pelimpahan tanggung jawab yang lebih jelas serta adanya

kekuatan hukum.
78

Dengan adanya sertifikasi menunjukkan adanya penguatan

hukum. Sebelum adanya ketentuan sertifikasi, provider

melakukan pelayanan lalu lintas penerbanangan sesuai dengan

regulasi yang selama ini dipakai. Dan apabila sosialisasi

mengenai keharusan setiap unit pelayanan lalu lintas

penerbangan di Indonesia memiliki sertifkasi, maka provider

siap memenuhi ketentuan tersebut.

3. Ahli hukum

R. Berlian Marga

Facility Quality Assurance Junior Manager

Menurut UU no.1 tahun 2009 tentang penerbangan yang diatur

pada pasal 271, lembaga yang memberikan sertifikasi adalah

pemerintah sebagai regulator yaitu Direktorat Jendral Perhubungan

Udara. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang dimaksud

adalah suatu badan hukum yang bergerak dibidang pelayanan lalu

lintas penerbangan, dalam hal ini adalah Angkasa Pura I, Angkasa

Pura II dan UPT milik pemerintah.

Dalam undang – undang disebutkan bahwa Negara membentuk

satu lembaga penyelenggara navigasi penerbangan di Indonesia,

tetapi pada kenyataannya Indonesia memiliki 3 lembaga

penyelenggara navigasi penerbangan.

Indonesia dalam proses membentuk 1 lembaga tersebut tetap

dapat melakukan sertifikasi terhadap unit pelayanan lalu lintas

penerbangan sesuai dengan apa yang sudah ada saat ini dengan
79

penyesuaian apabila nantinya lembaga pelayanan navigasi

penerbangan telah terbentuk menjadi satu lembaga saja.

Keuntungan adanya sertifikasi adalah bahwa dari pihak provider

akan nyaman dalam melaksanakan pelayanan, yang dimaksudkan

disini adalah secara legalitas provider sudah memiliki pegangan.

Pihak luar akan meniali bahwa provider telah melakukan fungsinya

sebagai provider.

C. ANALISIS MASALAH

1. Gap analysis

Dalam Peraturan Pemerintah No. 03 tahun 2001, pada

pasal 2 dikatakan bahwa Direktorat Jendral Perhubungan

Udara wajib melakukan pembinaan terhadap keamanan dan

keselamatan penerbangan. Pembinaan terhadap keamanan

dan keselamatan yang dimaksudkan meliputi aspek

pengaturan, pengendalian, dan pengawasan dalam kegiatan

rancang bangun, pembuatan, pengoperasian dan perawatan

pesawat udara, pelayanan navigasi penerbangan,

pengoperasian bandara udara serta personil penerbangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan pengaturan

adalah penetapan kebijaksanaan. Kegiatan pengendalian

sebagaimana yang dimaksudkan diatas meliputi kegiatan

pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksaan

kebijaksanaan dan pemberian bimbingan dan penyuluhan.

Kegiatan pengawasan yang dimaksudkan diatas meliputi


80

pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan

kebijaksanaan dan tindakan korektif terhadap kebijaksanaan

tersebut.

Hal-hal tersebut dilakukan untuk menjamin kualitas

pelayanan, kenyamanan, keselamatan, keamanan dan

kepastian hukum dalam penyelenggaraan transportasi udara

dengan merumuskan kebijakan, menyusun standar, norma,

pedoman, kriteria, system dan prosedur, melaksanakan

sertifikasidan/atau perijinan di bidang angkutan udara.

Fungsi sertifikasi yang dimaksudkan adalah bukti bahwa

Direktorat Jendral Perhubungan Udara sebagai regulator telah

melakukan fungsi – fungsi yang disebutkan diatas, termasuk di

dalamnya fungsi pengawasan dan penegakan hukum terhadap

peraturan yang telah ditetapkan, tetapi hingga saat penelitian

ini dilakukan, fungsi tersebut belum berjalan baik terutama bagi

unit pelayanan lalu lintas penerbangan.

Fungsi yang terlaksana mengenai pelaksanaan navigasi

penerbangan di Indonesia menurut Universal Safety Audit

Programe (USOAP) hanyalah pelimpahan tugas kepada

masing-masing provider untuk melaksanakan tugas pemberian

pelayanan nevigasi penerbangan terutama pelayanan lalu lintas

penerbangan. Sedangkan fungsi-fungsi utama yang sudah

disebutkan diatas yaitu pengawasan, pengaturan, dan

penegakan hukum belum dapat terimplementasi.


81

Undang-undang No. 1 Penerbangan mengatakan bahwa

setiap lembaga penyelenggara navigasi penerbangan di

Indonesia harus tersertifikasi, dalam regulasi tersebut belum

dijelaskan secara rinci bentuk, cara, unit apa saja yang harus

melakukan sertifikasi maka provider belum bisa membuat

Operation Manual (OM) yang berisi persyaratan yang harus

dipenuhi oleh provider dalam sertifikasi.

Berikut peraturan di Indonesia beserta pelaksanaannya :

Tabel 2. Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

No. Peraturan Pelaksanaan


Peraturan Pemerintah Direktorat Jendral
No. 03 tahun 2001 Perhubungan Udara hanya
Direktorat Jendral melakukan pelimpahan tugas
Perhubungan Udara kepada masing-masing
wajib melakukan provider di Indonesia.
pembinaan terhadap Belum ada fungsi fungsi
keamanan dan pengawasan dan
keselamatan pengendalian yang dilakukan.
1.
penerbangan.
Pembinaan terhadap
keamanan dan
keselamatan yang
dimaksudkan meliputi
aspek pengaturan,
pengendalian, dan
pengawasan
Undang-Undang (UU) Lembaga penyelenggara
Penerbangan No.1 pelayanan navigasi
tahun 2009 pasal 271 penerbangan yang ada di
Untuk Indonesia adalah PT (Persero)
2.
menyelenggarakan Angkasa Pura I, PT (Persero)
pelayanan navigasi Angkasa Pura II, serta Unit
pernerbangan Pelaksana Teknis (UPT).
sebagaimana dimaksud
82

pada ayat (1),


Pemerintah membentuk
satu lembaga
penyelenggara
pelayanan navigasi
penerbangan.
Undang-Undang (UU) Belum ada satupun
Penerbangan No.1 penyelenggara lalu lintas
tahun 2009 pasal 275 penerbangan di Indonesia
Lembaga yang memiliki sertifikasi
penyelenggara penyelenggara lalu lintas
3. pelayanan navigasi penerbangan.
penerbangan wajib
memiliki sertifikat
pelayanan navigasi
penerbangan yang
ditetapkan oleh menteri.
Dalam Peraturan
Keselamatan Belum diterbitkannya Staff
Penerbangan (PKPS) Instructioan (SI) dan Advisory
perlu disusun beberapa Circular (AC) sebagai petunjuk
instrumen regulasi pelaksanaan tugas bagi
pendukung. Beberapa regulator dalam melaksanakan
instrumen regulasi sertifikasi.
pendukung yang perlu
4. dibentuk antara lain
Staff Instruction (SI) dan
Advisory Circular (AC),
merupakan petunjuk
pelaksanaan tugas bagi
regulator dalam
melaksanakan
sertifikasi.

Dalam Peraturan Belum diterbitkannya


Keselamatan Operation Manual (OM)
Penerbangan (PKPS) sebagai petunjuk pelaksanaan
perlu disusun instrumen tugas bagi para prvider dalam
regulasi pendukung. melaksanakan sertifikasi.
5. Instrumen regulasi
pendukung yang perlu
dibentuk antara lain
Operation Manual (OM),
merupakan petunjuk
pelaksanaan tugas bagi
83

para provider atau


penyelenggara
pelayanan lalu lintas
penerbangan.

Undang-Undang (UU) Penerbangan No.1 tahun 2009 pasal 271

Untuk menyelenggarakan pelayanan navigasi

pernerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Pemerintah membentuk satu lembaga penyelenggara

pelayanan navigasi penerbangan.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) N0. 1 tahun 2009

tentang penerbangan pada pasal 270, disebutkan :

Jenis pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 261 ayat (4) huruf d meliputi :

1) Pelayanan lalu lintas penerbangan (air traffic services);

2) Pelayanan telekomunikasi penerbangan (aeronautical

telecommunication services);

3) Pelayanan informasi aeronautika (aeronautical information);

4) Pelayanan informasi meteorologi penerbangan

(aeronautical meteorological services); dan

5) Pelayanan informasi pencarian dan pertolongan (search

and rescue).

Pada pasal 275 (3) menyatakan sebagai berikut :


84

Unit pelayanan penyelenggara navigasi penerbangan terdiri

atas :

a) Unit pelayanan navigasi penerbangan di bandar udara

b) Unit pelayanan navigasi pendekatan dan

c) Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah

Peraturan tersebut diatas menunjukkan potensi salah

penafsiran atau mengandung makna ambigu mengenai

lembaga pelayanan navigasi penerbangan yang diharuskan

memiliki sertifikasi, serta unit pelayanan navigasi penerbangan

apa saja yang terkait di dalamnya.

2. Perbandingan/Komparasi

Australian Civil Aviation Safety Authority juga menetapkan

Operations Manual Air Traffic Services Provider yang berisikan

panduan bagi Air Traffic Services Provider. Karena di Indonesia

belum memiliki peraturan yang berisi persyaratan apa saja

yang harus dipenuhi oleh provider dalam pembuatan Operation

Manual (OM) terkait dengan sertifikasi pelayanan lalu lintas

penerbangan di Indonesia, maka penulis menjadikan

Operations Manual Air Traffic Services Provider sebagai

pembanding.

Air Traffic Service Bandara Internasional Soekarno-Hatta

PT. (Persero) Angkasa II sebagai salah satu Air Traffic Services

Provider yang ada, dalam memberikan pelayanan lalu lintas

penerbangan belum sepenuhnya memenuhi pesyaratan yang


85

terdapat di dalam Operations Manual Air Traffic Services

Provider yang digunakan oleh Australian Civil Aviation Safety

Authority sebagai panduan bagi Air Traffic Services Provider.

Hal tersebut ditunjukkan dengan tabel perbandingan sebagai

berikut :

Tabel 3. Operation Manual Air Traffic Service Australia

Air Traffic Service


Australian Civil Aviation
No. Bandara Internasional
Safety Authority
Soekarno-Hatta
a table of contents
based on the items in
1. the manual, indicating √
the page number on
which each item begins;
a description of the
provider’s organisational
structure and a


statement setting out the
2.
functions that the
provider performs, or
proposes to perform
under CASR Part 172;
a description of the
chain of command
established, or proposed
to be established, by the


provider and a
3.
statement of the duties
and responsibilities of
any supervisory
positions within the
organisational structure;
a statement showing
how the provider
determines the number
4. of operational
required including the
staff

number of operational
supervisory staff;
86

a list of the air traffic


services that the
5.
provider provides, or
proposes to provide;
a statement for each air
traffic service, showing
6.
the hours of operation of √
the service;
a statement, for each air
traffic service, that
identifies the particular
7. airspace within which
the service is provided,

or proposed to be
provided;
a statement, for each air
traffic service, that
identifies the location
8.
from where the service √
is provided, or proposed
to be provided;
if the provider provides,
or proposes to provide,
9.
an air traffic service for a √
controlled aerodrome
a statement of the
responsibilities and
10.
functions for each √
operating position;
a description of the
arrangements made or
proposed to be made by
the provider to ensure
11. that it has, and will
continue to receive, on a

daily basis, the
information necessary
for providing the service;
a description of the
arrangements made or
proposed to be made by
12. the provider to ensure
that it has, and will

continue to be able to
provide, information in
87

connection with its air


traffic services to
another person whose
functions reasonably
require that information
a description of the
13. provider’s document and
record keeping system;

a copy of any
agreement entered into
by the provider in
14.
relation to the provision √
of any of the air traffic
services;
a copy of the document
that sets out the
15.
provider’s safety -
management system;
a copy of the provider’s
16.
contingency plan; √
a copy of the provider’s
17.
security program; √
a description of the
processes and
documentation used to
present to staff the
relevant standards, rules
and procedures
contained in ICAO
Annexes 10 and 11,
18.
ICAO PANS-ATM, ICAO -
Regional Supplementary
Procedures, Chapter 10
of this MOS, and any of
the provider’s
sitespecific instructions
for the provision of air
traffic services;
a description of the
processes and
19. documentation used to
provide operational

instructions to staff;
a description of the
20.
procedures to be √
88

followed to ensure all


operational staff are
familiar with any
operational changes that
have been issued since
they last performed
operational duties;
a description of the
21. provider’s training and
checking program

a description of the
procedures to be used
22. in commissioning new
facilities, equipment and

services;
the procedures to be
23. followed for revising the
operations manual
-

D. PEMECAHAN MASALAH

Direktorat Jendral Perhubungan Udara telah menetapkan

regulasi yang mengatur tentang pelayanaan Air Traffic Service di

Indonesia. Peraturan – peraturan tersebut dirangkum dalam satu

bentuk regulasi yaitu Civil Aviation Safety Regulation (CASR) Part

172. Dalam pelaksanaannya, regulasi tersebut belum dapat

terimplementasi dengan baik dikarenakan oleh beberapa faktor,

antara lain karena Direktorat Jendral Perhubungan Udara belum

menetapkan Advisory Circular (AC) sebagai petunjuk operasional

pelaksanaan dan Staff Instruction (SI) sebagai petunjuk teknis

pelaksanaan.
89

Penetapan Advisory Circular (AC) sebagai petunjuk

pelaksanaan dan Staff Instruction (SI) sebagai petunjuk teknis

pelaksanaan harus segera dilaksanakan agar sertifikasi pelayanan

lalu lintas penerbangan di Indonesia seperti yang tertulis dalam

Aviation Safety Regulation (CASR) dapat segera terimplementasi.

Sedangkan dari segi provider, perlu diterbitkan Operation

Manual (OM) sesuai dengan Civil Aviation Safety Regulation Part

172. Operation Manual (OM) digunakan sebagai dokumentasi Air

Traffic Service Provider dalam pemenuhan ketentuan yang

dipersyaratkan terkait dengan sertifikasi pelayanan lalu lintas

penerbangan di Indonesia.

Ketentuan yang mengatur pembentukan Operation Manual

(OM) sesuai dengan CASR Part 172 :

Operations Manual Air Traffic Services Provider sesuai CASR Part

172 pasal 172.060 yaitu :

1) Air Traffic Services Provider must maintain operation guidance

pursuant to Manual of Standard (MOS) according to CASR Part

172 subparts 172.022.

2) Air Traffic Services Provider has to have Standard Operating

Procedure(SOP)

3) Completion of SOP input into the Operations Manual as an

separated amendement of SOP


90

Sesuai subpart 172.125 tentang agreements with service providers

menyatakan :

1) Service Provider meant legal body which given certificate of air

traffic service operation

2) Air Traffic Services Provider has to have agreement with

provider of telecommunication service or service of flight

navigation, aeronautical information service, aeronautical

meterology service and SAR needed for supporting air traffic

service.

Air Traffic Services Provider di Indonesia dapat memenuhi

persyaratan yang diberikan terkait dengan pemberian sertifikasi

pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia dengan melihat

beberapa persyaratan terdapat di dalam Operations Manual Air

Traffic Services Provider yang digunakan oleh Australian Civil

Aviation Safety Authority sebagai panduan bagi Air Traffic Services

Provider:

a) a table of contents based on the items in the manual, indicating

the page number on which each item begins;

b) a description of the provider’s organisational structure and a

statement setting out the functions that the provider performs,

or proposes to perform under CASR Part 172;

c) a description of the chain of command established, or proposed

to be established, by the provider and a statement of the duties


91

and responsibilities of any supervisory positions within the

organisational structure;

d) a statement showing how the provider determines the number

of operational staff required including the number of operational

supervisory staff;

e) a list of the air traffic services that the provider provides, or

proposes to provide;

f) a statement for each air traffic service, showing the hours of

operation of the service;

g) a statement, for each air traffic service, that identifies the

particular airspace within which the service is provided, or

proposed to be provided;

h) a statement, for each air traffic service, that identifies the

location from where the service is provided, or proposed to be

provided;

i) if the provider provides, or proposes to provide, an air traffic

service for a controlled aerodrome:

(i) a description of the manoeuvring area of the

aerodrome;and

(ii) copy of the parts of the aerodrome emergency plan, set out

in the aerodrome operator’s aerodrome manual that are

relevant to the provision of the service; and

(iii) a copy of the procedures set out in the aerodrome

operator’s aerodrome manual for preventing the


92

unauthorised entry of persons or things onto the

manoeuvring area of the aerodrome;

(iv) a copy of the procedures set out in the aerodrome

operator’s aerodrome manual for the control of surface

vehicles operating on or in the vicinity of the manoeuvring

area;

j) a statement of the responsibilities and functions for each

operating position;

k) a description of the arrangements made or proposed to be

made by the provider to ensure that it has, and will continue to

receive, on a daily basis, the information necessary for

providing the service;

l) a description of the arrangements made or proposed to be

made by the provider to ensure that it has, and will continue to

be able to provide, information in connection with its air traffic

services to another person whose functions reasonably require

that information (includes SAR alerting);

m) a description of the provider’s document and record keeping

system;

n) a copy of any agreement entered into by the provider in relation

to the provision of any of the air traffic services;

o) a copy of the document that sets out the provider’s safety

management system;

p) a copy of the provider’s contingency plan;


93

q) a copy of the provider’s security program;

r) a description of the processes and documentation used to

present to staff the relevant standards, rules and procedures

contained in ICAO Annexes 10 and 11, ICAO PANS-ATM,

ICAO Regional Supplementary Procedures, Chapter 10 of this.

MOS, and any of the provider’s sitespecific instructions for the

provision of air traffic services;

s) a description of the processes and documentation used to

provide operational instructions to staff;

t) a description of the procedures to be followed to ensure all

operational staff are familiar with any operational changes that

have been issued since they last performed operational duties;

u) a description of the provider’s training and checking program;

v) a description of the procedures to be used in commissioning

new facilities, equipment and services;

w) the procedures to be followed for revising the operations

manual.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan mengenai sertifikasi unit pelayanan lalu lintas

penerbangan di Indonesiam diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Sertifikasi unit pelayanan lalu lintas penerbangan di Indonesia

sampai saat penelitian ini dilaksanakan belum dapat terlaksana

karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain

adalah karena belum ditetapkannya Staff Instruction (SI) yang

berfungsi sebagai petunjuk teknis pelaksanaan dan Advisory

Circular (AC) sebagai petunjuk operasional pelaksanaan bagi

regulator dan Operation Manual (OM) yang berfungsi sebagai

panduan bagi unit penyelenggara lalu lintas penerbangan dalam

menjalankan sertifikasi.

2. Untuk mewujudkan pelayanan jasa penerbangan yang selamat,

aman, tertib dan teratur di Indonesia, Direktorat Jendral

Perhubungan Udara telah mengeluarkan Civil Aviation Safety

Regulation (CASR) Part 172 mengenai Air Traffic Services

Provider. Tetapi fungsi pengawasan, pengendalian, dan

pengaturan belum dapat terwujud karena belum adanya

sertifikasi bagi unit penyelenggara lalu lintas penerbangan di

Indonesia.

94
95

3. Rancangan Operation Manual (OM) sebagai panduan bagi unit

penyelenggara lalu lintas penerbangan dalam menjalankan

sertifikasi belum dapat terlaksana karena belum adanya

peraturan yang menyebutkan secara rinci persyaratan yang

harus dipenuhi oleh para penyelenggara lalu lintas penerbangan

terkait dengan sertifikasi unit pelayanan lalu lintas penerbangan

di Indonesia.

B. SARAN

1. Direktorat Jendral Perhubungan Udara perlu segera

menetapkan Staff Instruction (SI) , Advisory Circular (AC), dan

Operation Manual (OM) sehingga sertifikasi pelayanan lalu

lintas penerbangan di Indonesia dapat segera dilaksanakan.

2. Direktorat Jendral Perhubungan Udara perlu segera

melaksanakan sertifikasi unit penyelenggara lalu lintas

penerbangan terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan,

pengendalian, dan pengaturan pelaksanaan pelayanan lalu

lintas penerbangan di Indonesia.

3. Rancangan Operation Manual (OM) dibuat berdasarkan

perbandingan dengan Operations Manual Air Traffic Services

Provider yang digunakan oleh Australian Civil Aviation Safety

Authority sebagai panduan bagi Air Traffic Services Provider

dengan penyesuaian terhadap Civil Aviation Safety Regulation

(CASR) Part 172 yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral

Perhubungan Udara.

Anda mungkin juga menyukai