MAKALAH
LAPANGAN TERBANG
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD SOFIULLAH (21315073)
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Kami juga
berterima kasih kepada bapak M. Oka Mahendra, ST., MT selaku dosen mata
kuliah Lapangan Terbang yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya suatu kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya sarana yang
membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 3
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………… 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan……………………………………………………………... 20
B. Saran……………………………………………………………………. 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
digunakan harus jelas dan dilaksanakan secara benar. Prosedur tersebut juga harus
mengacu pada regulasi keamanan penerbangan nasional maupun internasional.
Antara penerapan prosedur dilapangan dan yang tercantum dalam aturan yang ada
harus sesuai. Baik itu prosedur tentang pemeriksaan keamanan maupun prosedur
tentang pengoperasian alat keamanan.
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Ada dua unsur yang memberikan kontribusi pada keselamatan
penerbangan, yaitu:
5
B. Pentingnya Keamanan dan Keselamatan Penerbangan
6
3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2002 tentang Civil
Aviation Safety Regulation (CASR) part 135;
7
Perusahaan penerbangan menyiapkan safety manual sesuai dengan
persyaratan CASR dan dilaksanakan secara konsisten serta menentukan
komitmen keselamatan (safety) kepada Pemerintah dengan menetapkan safety
target yang dapat diterima (acceptable safety).
1. Setiap orang, barang, kendaraan yang memasuki sisi udara, wajib melalui
pemeriksan keamanan (PP 3/2001 Ps.52)
2. Personil pesawat udara, penumpang, bagasi, kargo dan pos yang diangkut
dengan pesawat udara wajib melalui pemeriksaan keamanan (PP 3/2001 Ps
53 ayat 1.
8
3. Pemeriksaan keamanan dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan
alat bantu (PP 3/2001 Ps 53 ayat 2)
4. Terhadap bagasi dari penumpang yang batal berangkat dan/ atau bagasi
yang tidak bersama pemiliknya, wajib dilakukan pemeriksaan keamanan
ulang untuk dapat diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 55)
5. Kargo dan pos yang belum dapat diangkut oleh pesawat udara disimpan di
tempat khusus yang disediakan di bandar udara (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 1)
6. Tempat penyimpanan kargo dan pos harus aman dari gangguan yang
membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps. 56
ayat 2)
8. Pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP 3/2001 Ps.57 ayat 3)
10. Bahan dan/atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat
udara wajib memenuhi ketentuan pengangkutan bahan dan/ atau barang
berbahaya (PP 3/2001 Ps.58 ayat 1)
12. Bahan dan/ atau barang berbahaya yang belum dapat diangkut, disimpan
pada tempat penyimpanan yang disediakan khusus untuk penyimpanan
9
barang berbahaya (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 3)
13. Apabila pada waktu penempatan di pesawat udara terjadi kerusakan pada
kemasan, label atau marka, maka bahan dan/ atau barang berbahaya
dimaksud harus diturunkan dari pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 4)
14. Agen pengangkut yang menangani bahan dan/ atau barang berbahaya yang
akan diangkut dengan pesawat udara harus mendapatkan pengesahan dari
perusahaan angkutan udara (PP 3/ 2001 Ps. 59 ayat 1)
16. Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan
menyerahkannya kepada perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat
1)
17. Senjata yang diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut,
disimpan pada tempat tertentu di pesawat udara yang tidak dapat dijangkau
oleh penumpang pesawat udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 2)
18. Pemilik senjata diberi tanda terima sebagai tanda bukti penerimaan senjata
oleh perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)
19. Perusahaan angkutan udara bertanggung jawab atas keamanan senjata yang
diterima sampai dengan diserahkan kembali kepada pemiliknya di bandar
udara tujuan (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)
10
D. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan
1. Dalam dunia penerbangan, terdapat tiga hal yang saling berkaitan, yaitu
keamanan, keselamatan dan kecelakaan atau bencana penerbangan.
Menurunnya tingkat keamanan dan keselamatan ini dapat mengakibatkan
terjadinya bencana penerbangan, sehingga keamanan dan keselamatan
penerbangan saling terkait dan sulit untuk dipisahkan, untuk itu pengunaan
rumusan penggenai keselamatan penerbangan relatif sering diikuti dengan
“keamanan” juga. Sementara itu menurut E. Suherman, ada berbagai faktor
yang yang akhirnya berkombinasi menentukan ada atau tidaknya
keselamatan penerbangan, yaitu: pesawat udara, personel, prasarana
penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur.
3. Prasarana berupa bandar udara dengan segala alat bantu, dari mulai
navigasi yang menggunakan alat mutakhir hingga ruang tunggu yang
11
nyaman bagi calon penumpang. Kriteria alat dan fasilitas dari bandar udara
akan menentukan klasifikasi baik buruknya atas badar udara. Selain bandar
udara juga ada prasarana lainnya adalah rambu-rambu lalu-lintas udara dan
alat bantu navigasi di luar pelabuhan udara yang perlu diperhatikan
perawatanya. Selain itu prasarana juga sangat berhubungan dengan
keamanan, upaya-upaya pencegahan tindak pidana hendaknya dilakukan
melalui sistem penjagaan yang ketat di bandar udara.
4. Selain faktor tersebut, masih ada faktor lingkungan atau alam. Seperti
cuaca yang tidak menentu sebagai akibat perubahan iklim juga merupakan
faktor yang kuat dalam terjadinya kecelakaan penerbangan. Martono juga
menambahkan bahwa kecelakaan terdiri dari berbagai faktor yaitu manusia
(man), pesawat udara (machine), lingkungan (environment) penggunaan
pesawat udara (mission), dan pengelolaan (management).
12
1. Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)
13
Penerbangan, dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang
Kebandarudaraan. Sedangkan peraturan pelaksana yang lebih rinci dan
teknis yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah
tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri dan Keputusan Direktorat
Jenderal Perhubungan.
14
ketentuan dalam Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 15 Tahun
1992 sebagian sudah tidak relevan dan perlu dirubah, serta perlu adanya
ketentuan-ketentuan yang ditambahkan berkenaan dengan perkembangan
ketentuan internasional mengenai penerbangan. Hingga akhirnya Undang-
Undang Penerbangan yang baru ini berlaku mulai 12 Januari 2009,
walaupun demikian sesuai dengan ketentuan penutup, diperlukan waktu
setidak-tidaknya tiga tahun untuk memberlakukannya secara efektif.
15
Dalam sistem transportasi nasional yang memiliki sasaran terciptanya
penyelenggaraan transportasi yang:
1. Pengawasan Pemerintah.
Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai regulator yakni pihak yang
mengeluarkan regulasi penting khususnya mengenai transportasi udara.
Dalam hal pengoperasian pesawat terbang komersial, setiap maskapai
penerbangan harus terlebih dahulu memiliki AOC (Aircraft Operating
Certificate atau Sertifikasi Pengoperasian Pesawat) dan setiap organisasi
perawatan pesawat terbang (lazim disebut juga Maintenance, Repair and
Overhaul Station/MRO) wajib memiliki sertifikat AMO (Approved
Maintenance Organization) yang diterbitkan oleh Ditjen Hubud.
Kewajiban Ditjen Hubud terhadap para pemegang AOC dan AMO adalah
membina, mengawasi, menyupervisi, dan mengendalikan para
operator/airlines dan MRO. Ditjen Hubud juga bertanggung jawab dalam
penerbitan licence bagi para personel seperti pilot dan mekanik, juga
penerbitan otorisasi bagi dispatcher (mekanik atau pilot yang berhak
mengizinkan pesawat untuk terbang) dan penerbitan Certificate of
16
Airworthiness (CoA, sertifikat kelaikan terbang) bagi pesawat terbang yang
akan beroperasi.
Dengan peranan Ditjen Hubud yang sedemikian besar jelas bahwa hitam
putihnya para pelaku bisnis penerbangan tidak akan terlepas dari sejauh
mana Ditjen Hubud melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya secara
tepat. Semua pesawat terbang yang masuk dan dioperasikan oleh maskapai
penerbangan Indonesia harus melalui izin dan verifikasi Ditjen Hubud
untuk memperoleh CoA, tidak terkecuali bila pesawat tersebut bukan
pesawat baru.
2. Mempererat Keselamatan
17
perusahaan yang rusak, bahkan kredibilitas pemerintah pun mungkin akan
turun.
3. Peremajaan Pesawat
18
tentang mekanisme penetapan dan formulasi perhitungan tarif penumpang
angkutan udara niaga
Tarif dasar adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per
penumpang kilometer;. Tarif jarak adalah besaran tarif per rute
penerbangan per satu kalo penerbangan, untuk setiap penumpangyang
merupakan hasil perkalian antara tarif dasar dengan jarak serta dengan
memperhatikan faktor daya beli. Tarif normal (normal fee) adalah tarif
jarak tertinggu yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan angkutan
udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. Tarif batas adalah tarif
jarak tertinggi/ maksimum yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan
angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.
5. Perlu adanya sanksi hukum yang tegas kepada maskapai yang tidak
menerapkan keselamatan layak
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
20
21
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.unpas.ac.id/8077/1/BAB%20I.pdf
file:///C:/Users/acer/Downloads/Kinerja_Keamanan_Dan_Keselamatan_Penerbangan
.pdf
http://scholar.unand.ac.id/25384/3/BAB%20IV.pdf
22