Anda di halaman 1dari 25

KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN

MAKALAH

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

LAPANGAN TERBANG

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD SOFIULLAH (21315073)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Kami juga
berterima kasih kepada bapak M. Oka Mahendra, ST., MT selaku dosen mata
kuliah Lapangan Terbang yang telah memberikan tugas ini kepada saya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya suatu kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya sarana yang
membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.


Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata atau kurang berkenan dan saya mohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa yang akan datang

Cilegon, 5 Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 3
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Keselamatan Penerbangan………………………………. 4


B. Pentingnya Keamanan dan Keselamatan Penerbangan……………. 6
C. Prosedur Pemeriksaan Keamanan di Bandara……………………… 8
D. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keamanan
dan Keselamatan Penerbangan……………………………………….. 11
E. Ketentuan Keselamatan Penerbangan dalam Peraturan
Penerbangan Nasional Indonesia……………………………………... 12
F. Upaya Meminimalisir Masalah dalam Keamanan dan
KeselamatanTransportasi Udara……………………………………... 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………... 20
B. Saran……………………………………………………………………. 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem transportasi udara di Indonesia semakin berperan dalam


pengembangan perekonomian dan merupakan kewenangan transportasi udara
untuk dapat melayani seluruh wilayah nusantara terutama dalam kaitannya
dengan percepatan arus informasi, barang, penumpang dan lain sebagainya.

Bandar Udara yang selanjutnya disingkat Bandara merupakan prasarana


pendukung transportasi udara yang sangat penting karena daerah-daerah yang
sebelumnya sulit di jangkau melalui jalur transportasi darat kini dapat diatasi
melalui jalur transportasi udara untuk berhubungan dalam bidang ekonomi,
pemerintahan, pariwisata dan lain-lain.

Untuk menunjang keamanan serta keselamatan penerbangan suatu bandara


ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pengelola bandara. Pertama,
sumber daya manusia yang handal. Dalam hal ini semua personil keamanan
penerbangan Aviation Security (AVSEC) adalah Personil Keamanan Penerbangan
yang telah (wajib) memiliki lisensi atau surat tanda kecakapan petugas (STKP)
yang diberi tugas dan tanggung jawab di bidang keamanan penerbangan.
(Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/2765/XII/2010
Bab I butir 9).

AVSEC Di Indonesia sendiri pengamanan Bandar Udara (Aviation Security)


adalah sebuah unit kerja yang dibentuk oleh PT. Angkasa Pura dalam memenuhi
aturan-aturan internasional dan nasional sebagai pengelola dan penyedia jasa
keamanan bandara harus mempunyai lisensi yang dipersyaratkan sesuai posisi.
Kedua, peralatan keamanan yang memadai dan sesuai kebutuhan. Artinya, selain
memenuhi jumlah minimal yang harus dimiliki peralatan keamanan tersebut juga
harus dalam kondisi baik dan lulus uji test keamanan alat. Ketiga, prosedur yang

1
digunakan harus jelas dan dilaksanakan secara benar. Prosedur tersebut juga harus
mengacu pada regulasi keamanan penerbangan nasional maupun internasional.
Antara penerapan prosedur dilapangan dan yang tercantum dalam aturan yang ada
harus sesuai. Baik itu prosedur tentang pemeriksaan keamanan maupun prosedur
tentang pengoperasian alat keamanan.

ICAO (Internasional Civil Aviation Organization) yaitu organisasi dunia yang


menangani penerbanganan sipil. Badan ini mempunyai fungsi dan tugas membuat
peraturan-peraturan penerbangan dan melakukan pengawasan terhadap
implementasi peraturan-peraturan tersebut, yang wajib dipatuhi oleh seluruh
negara anggota ICAO, termasuk Indonesia. Semakin meningkatnya taraf
perekonomian masyarakat menyebabkan peningkatan gaya hidup masyarakat,
sehingga pemanfaatan transportasi udara sudah menjadi kebutuhan masyarakat
dalam bepergian antar daerah.

Peningkatan penumpang pesawat udara menuntut pihak pengelola bandara


untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. Pengelola bandara
harus melakukan pemeriksaan terhadap semua orang beserta barang bawaannya
yang akan memasuki area terbatas bandara tanpa terkecuali. Dengan di dukung
dengan beberapa aturan tersebut, mengingat betapa pentingnya sebuah keamanan
dan keselamatan sebuah penerbangan khususnya dan sebuah bandar udara pada
umumnya, sangatlah penting pula dari kesadaran masyarakat itu sendiri untuk
turut mendukung dan mematuhi aturan-aturan tersebut. Sehingga sebuah
penerbangan dan bandar udara dapat beroperasi dengan aman,nyaman,efisien
yang dapat menunjang pula pertumbuhan ekonomi dari berbagai daerah.Serta
sebuah penerbangan dapat memberikan rasa aman dan nyaman setiap masyarakat
yang menggunakannya.

2
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang terkandung dalam makalah ini, diantaranya adalah


sebagai berikut:

1. Apa itu keselamatan penerbangan?


2. Bagaimanakah pentingnya suatu keamanan dan keselamatan penerbangan?
3. Bagaimana prosedur keamanan penerbangan di bandara?
4. Apa saja faktor yang berpengaruh terhadap keamanan dan keselamatan
penerbangan?
5. Bagaimana ketentuan keselamatan penerbangan dalam peraturan penerbangan
nasional Indonesia?
6. Bagaimana upaya meminimalisir masalah dalam keamanan dan keselamatan
transportasi udara?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Apa itu keselamatan penerbangan


2. Untuk mengetahui pentingnya suatu keamanan dan keselamatan penerbangan
3. Untuk mengetahui prosedur keamanan penerbangan di bandara
4. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap keamanan dan
keselamatan penerbangan
5. Untuk mengetahui keselamatan penerbangan dalam peraturan penerbangan
nasional Indonesia
6. Untuk mengetahui upaya meminimalisir masalah dalam keamanan dan
keselamatan transportasi udara

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keselamatan Penerbangan

Keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan


keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,
angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas
umum lainnya. Pada penerbangan baik militer maupun sipil, keselamatan
penerbangan diselenggarakan oleh pemerintah. Industri penerbangan adalah
industri global. Keselamatan merupakan prioritas utama di dunia penerbangan.
Kiblat industri yang sarat teknologi tinggi ini adalah ke Barat (AS dan Eropa
Barat), tempat pesawat terbang dilahirkan dan dibesarkan selama lebih dari
100 tahun ini.

Badan Penerbangan Federal AS, FAA, yang memandu industri


penerbangan AS, menjadi acuan bagi otoritas penerbangan sipil pada semua
negara di dunia. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan Kongres AS
kepada FAA pada saat diresmikannya tahun 1958 ini menjelaskan mengenai
apa itu keselamatan penerbangan dan apa tugas dan tanggung jawab regulator
atau otoritas penerbangan suatu negara.

Kongres AS menugaskan FAA untuk memastikan derajat keselamatan


yang paling tinggi dalam penerbangan (to assure the highest degree of safety in
flight). FAA bertanggung jawab memberikan nasihat, bimbingan, dan
pengawasan (advice, guidance, oversight) dalam bidang keselamatan kepada
industri penerbangan AS.

4
Ada dua unsur yang memberikan kontribusi pada keselamatan
penerbangan, yaitu:

1. Pesawat terbangnya sendiri, bagaimana pesawat itu didesain, dibuat, dan


dirawat. Kedua, sistem penerbangan negara, airport, jalur lalu lintas udara,
dan air traffic controls. Ketiga, airlines flight operations yang berkaitan
dengan pengendalian dan pengoperasian pesawat di airlines. Dengan
demikian tanggung jawab regulator penerbangan suatu negara adalah
memastikan keselamatan penerbangan pada tingkat yang tertinggi pada
ketiga unsur tersebut. Itulah sebabnya ketika terjadi kecelakaan beruntun
awal 2007 lalu, FAA menjatuhkan penilaiannya kepada regulator atau
otoritas penerbangan Indonesia, bukan kepada maskapai penerbangannya.

2. FAA menurunkan peringkat kompetensi regulator penerbangan sipil


Indonesia ke kategori dua, yaitu a failure atau tidak lulus karena tidak
memenuhi standard ICAO. Dengan kata lain tidak bisa menjamin
keselamatan penerbangannya. Hanya ada dua kategori dalam standar
keselamatan penerbangan global, yaitu kategori 1, a pass (lulus), dan
kategori 2, a failure (tidak lulus). Bila regulator atau otoritas penerbangan
suatu negara tidak kompeten, maka seluruh maskapai penerbangan di
negara itu pun praktis tidak terjamin keamanannya. Itulah sebabnya setelah
mendapat laporan dari FAA, Pemerintah AS mengeluarkan travel warning
bagi warganya untuk menghindari menggunakan maskapai penerbangan
Indonesia dalam bepergian. Akan tetapi sebaliknya, jika regulator negara
itu lulus atau masuk kategori 1, tapi ditemukan adanya pelanggaran berat
pada salah satu atau beberapa airlines di negara tersebut, maka yang
terkena sanksi hanya maskapai yang melanggar tersebut, seperti terjadi
dengan PIA Pakistan Airlines. Kasus seperti PIA ini mudah dan cepat dapat
diselesaikan karena ini murni kesalahan dari maskapai tersebut yang tidak
ditemukan di maskapai lainnya.

5
B. Pentingnya Keamanan dan Keselamatan Penerbangan

Keselamatan merupakan prioritas utama dalam dunia penerbangan, tidak


ada kompromi dan toleransi. Pemerintah berkomitmen bahwa "Safety is
Number One" sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992.

Penyelenggaraan transportasi udara tidak dapat dilepaskan dari


pertumbuhan ekonomi masyarakat pengguna jasa transportasi udara yang
dilayani dan juga kecenderungan perkembangan ekonomi global. Sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin membaik, peran
Pemerintah yang semula sebagai penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi,
akan berubah peran menjadi sebagai regulator. Sebagai regulator, Pemerintah
hanya bertugas menerbitkan berbagai aturan, melaksanakan sertifikasi dan
pengawasan guna menjamin terselenggaranya transportasi udara yang
memenuhi standar keselamatan penerbangan.

Pemerintah telah mempunyai Program Nasional Keamanan Penerbangan


Sipil (National Civil Aviation Security Programme) yang bertujuan untuk
keamanan dan keselamatan penerbangan, keteraturan dan keberlanjutan
penerbangan sipil di Indonesia dengan memberikan perlindungan terhadap
penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, para petugas di darat dan
masyarakat, dan instalasi di kawasan bandar udara dari tindakan melawan
hukum. Pemerintah memandang perlunya paradigma baru bahwa keselamatan
penerbangan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Perusahaan Penerbangan dan Masyarakat pengguna jasa.

Terkait dengan keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia,


Pemerintah telah menetapkan peraturan perundang-undangan antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;

2. PP Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan


Penerbangan;

6
3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2002 tentang Civil
Aviation Safety Regulation (CASR) part 135;

4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Civil


Aviation Safety Regulation (CASR) part 121.

5. Peraturan Menteri Perhubungan lainnya yang berkaitan dengan


keselamatan dan keamanan penerbangan;

6. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang berkaitan dengan


keselamatan dan keamanan penerbangan.

Sebagai langkah konkrit ke depan sesuai dengan ketentuan ICAO yang


baru, Pemerintah telah memberlakukan Sistem Manajemen Keselamatan
(Safety Management System/SMS) di bidang penerbangan. Sistem Manajemen
Keselamatan (SMS) adalah suatu sistem monitoring yang berupa tim atau
organisasi di dalam suatu perusahaan penerbangan yang memiliki tugas dan
tanggung jawab yang memonitor kinerja keselamatan dari perawatan dan
pengoperasian serta memprediksi suatu bahaya, menganalisa resiko dan
melakukan tindakan pengurangan resiko tersebut dengan membahas perihal
keselamatan secara berkala yang dipimpin oleh Presiden Direktur Perusahaan
Penerbangan sebagai pemegang komitmen safety.

Pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah dan Peraturan


Keselamatan Penerbangan/CASR untuk memasukkan persyaratan Sistem
Manajemen Keselamatan berupa tanggung jawab keselamatan oleh Presiden
Direktur, sistem mengidentifikasi bahaya, menganalisa resiko dan tindaklanjut
mengurangi resiko, kewajiban melakukan evaluasi keselamatan secara berkala,
indikator keselamatan, internal evaluasi, emergency response plan yang
dituangkan dalam safety manual airline.

7
Perusahaan penerbangan menyiapkan safety manual sesuai dengan
persyaratan CASR dan dilaksanakan secara konsisten serta menentukan
komitmen keselamatan (safety) kepada Pemerintah dengan menetapkan safety
target yang dapat diterima (acceptable safety).

Bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap keselamatan penumpang di


udara antara lain:

1. Menjamin bahwa sarana transportasi yang disediakan memenuhi


persyaratan keselamatan penerbangan secara konsisten dan terus menerus

2. Secara konsisten dan terus menerus melakukan pengawasan dengan


melakukan pengecekan terhadap pemenuhan peraturan perundang-
undangan dan peraturan keselamatan penerbangan yang berlaku;

3. Penegakan hukum secara konsisten terhadap pelanggaran pemenuhan


regulasi secara admnisistrsi berupa pencabutan sertifikat.

C. Prosedur Pemeriksaan Keamanan di Bandara

Suatu penerbangan pasti memiliki prosedur atau ketentuan pelaksanaan


dalam pemeriksaan keamanan, agar dapat terlaksana sesuai dengan aturan yang
sudah ditentukan, adapun prosedur-prosedur pemeriksaan keamanan di
bandara, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang, barang, kendaraan yang memasuki sisi udara, wajib melalui
pemeriksan keamanan (PP 3/2001 Ps.52)

2. Personil pesawat udara, penumpang, bagasi, kargo dan pos yang diangkut
dengan pesawat udara wajib melalui pemeriksaan keamanan (PP 3/2001 Ps
53 ayat 1.

8
3. Pemeriksaan keamanan dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan
alat bantu (PP 3/2001 Ps 53 ayat 2)

4. Terhadap bagasi dari penumpang yang batal berangkat dan/ atau bagasi
yang tidak bersama pemiliknya, wajib dilakukan pemeriksaan keamanan
ulang untuk dapat diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 55)

5. Kargo dan pos yang belum dapat diangkut oleh pesawat udara disimpan di
tempat khusus yang disediakan di bandar udara (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 1)

6. Tempat penyimpanan kargo dan pos harus aman dari gangguan yang
membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps. 56
ayat 2)

7. Kantong diplomatik yang bersegel diplomatik, tidak boleh dibuka (PP


3/2001 Ps. 57 ayat 1)

8. Pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP 3/2001 Ps.57 ayat 3)

9. Dalam hal terdapat dugaan yang kuat kantong diplomatik dapat


membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan, perusahaan
angkutan udara dapat menolak untuk mengangkut kantong diplomatik (PP
3/2001 Ps. 57 ayat 2)

10. Bahan dan/atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat
udara wajib memenuhi ketentuan pengangkutan bahan dan/ atau barang
berbahaya (PP 3/2001 Ps.58 ayat 1)

11. Perusahaan angkutan udara wajib memberitahukan kepada Kapten


Penerbang bilamana terdapat bahan dan/ atau barang berbahaya yang
diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 2).

12. Bahan dan/ atau barang berbahaya yang belum dapat diangkut, disimpan
pada tempat penyimpanan yang disediakan khusus untuk penyimpanan

9
barang berbahaya (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 3)

13. Apabila pada waktu penempatan di pesawat udara terjadi kerusakan pada
kemasan, label atau marka, maka bahan dan/ atau barang berbahaya
dimaksud harus diturunkan dari pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 4)

14. Agen pengangkut yang menangani bahan dan/ atau barang berbahaya yang
akan diangkut dengan pesawat udara harus mendapatkan pengesahan dari
perusahaan angkutan udara (PP 3/ 2001 Ps. 59 ayat 1)

15. Agen pengangkut, harus melakukan pemeriksaan, pengemasan, pelabelan


dan penyimpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PP 30/2001 Ps.
59 ayat 3)

16. Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan
menyerahkannya kepada perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat
1)

17. Senjata yang diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut,
disimpan pada tempat tertentu di pesawat udara yang tidak dapat dijangkau
oleh penumpang pesawat udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 2)

18. Pemilik senjata diberi tanda terima sebagai tanda bukti penerimaan senjata
oleh perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)

19. Perusahaan angkutan udara bertanggung jawab atas keamanan senjata yang
diterima sampai dengan diserahkan kembali kepada pemiliknya di bandar
udara tujuan (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)

20. Penyelenggara bandar udara atau perusahaan angkutan udara wajib


melaporkan kepada Kepolisian dalam hal mengetahui adanya barang tidak
dikenal yang patut diduga dapat membahayakan keamanan dan
keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps.61 ayat 1)

10
D. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan

Keamanan dan keselamatan suatu penerbangan bandar udara, pasti dipacu


oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh atau mempengaruhinya. Oleh
sebab itu kita harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat memicu sebuah
kenyamanan penumpang, yaitu diantaranya sebagai berikut:

1. Dalam dunia penerbangan, terdapat tiga hal yang saling berkaitan, yaitu
keamanan, keselamatan dan kecelakaan atau bencana penerbangan.
Menurunnya tingkat keamanan dan keselamatan ini dapat mengakibatkan
terjadinya bencana penerbangan, sehingga keamanan dan keselamatan
penerbangan saling terkait dan sulit untuk dipisahkan, untuk itu pengunaan
rumusan penggenai keselamatan penerbangan relatif sering diikuti dengan
“keamanan” juga. Sementara itu menurut E. Suherman, ada berbagai faktor
yang yang akhirnya berkombinasi menentukan ada atau tidaknya
keselamatan penerbangan, yaitu: pesawat udara, personel, prasarana
penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur.

2. Mengenai pesawat udara terdapat hal-hal yang paling relevan dengan


keselamatan yaitu: desain dan konstruksi yang memenuhi aspek
crashworthiness yang merupakan sifat-sifat pesawat yang sedemikian rupa
sehingga saat terjadi kecelakaan yang seharusnya survivable tidak didapati
penumpang yang terluka parah, selanjutnya adalah kelaikudaraan yang
berkenaan pada saat pengoperasian pesawat, dan yang ketiga adalah
perawatan pesawat. Kemudian berkenaan dengan personel atau awak
pesawat, adanya pendidikan dan latihan, lisensi, kesehatan serta batas
waktu terbang, menjadi upaya yang penting sebagai antisipasi dan
optimalisasi kesiapan terbang.

3. Prasarana berupa bandar udara dengan segala alat bantu, dari mulai
navigasi yang menggunakan alat mutakhir hingga ruang tunggu yang

11
nyaman bagi calon penumpang. Kriteria alat dan fasilitas dari bandar udara
akan menentukan klasifikasi baik buruknya atas badar udara. Selain bandar
udara juga ada prasarana lainnya adalah rambu-rambu lalu-lintas udara dan
alat bantu navigasi di luar pelabuhan udara yang perlu diperhatikan
perawatanya. Selain itu prasarana juga sangat berhubungan dengan
keamanan, upaya-upaya pencegahan tindak pidana hendaknya dilakukan
melalui sistem penjagaan yang ketat di bandar udara.

4. Selain faktor tersebut, masih ada faktor lingkungan atau alam. Seperti
cuaca yang tidak menentu sebagai akibat perubahan iklim juga merupakan
faktor yang kuat dalam terjadinya kecelakaan penerbangan. Martono juga
menambahkan bahwa kecelakaan terdiri dari berbagai faktor yaitu manusia
(man), pesawat udara (machine), lingkungan (environment) penggunaan
pesawat udara (mission), dan pengelolaan (management).

E. Ketentuan Keselamatan Penerbangan dalam Peraturan Penerbangan


Nasional Indonesia

Keselamatan dan keamanan penerbangan (di Indonesia) merupakan


tanggung jawab semua unsur baik langsung maupun tidak langsung, baik
regulator, opertaor, pabrikan, pengguna dan kegiatan lain yang berkaitan
dengan transportasi penerbangan tersebut. Namun demikian keberadaan
tanggung jawab yang sifatnya konseptual tersebut perlu diwujudkan, salah satu
caranya adalah dengan adanya kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan-
peraturan oleh pemerintah dan instansi-instansinya di bidang transportasi,
khususnya transportasi udara atau penerbangan.

Secara umum beberapa peraturan di bidang penerbangan tanah air adalah


sebagai berikut:

12
1. Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)

OPU mengatur tentang dokumen angkutan udara, tanggung jawab


pengangkut kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik barang kiriman)
dan besaran nilai ganti rugi, dan tanggung jawab pihak ketiga dan besaran
nilai ganti rugi. Sebagian ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100 Tahun
1939 tentang Pengangkutan Udara dinyatakan tidak berlaku lagi, kerena
telah disempurnakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 1992 tentang Penerbangan. Ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100
Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara yang disempurnakan meliputi:
(1) tanggung jawab pengangkut kepada pihak kedua (penumpang dan
pemilik barang kiriman) dan besaran nilai ganti rugi, dan (2) tanggung
jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang


Penerbangan

Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan dan
sebagian dari Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan
Udara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan mengatur tentang asas dan tujuan dari penyelengaran
penerbangan, kedaulatan atas wilayah udara, pembinaan penerbangan sipil,
pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara serta penggunaan sebagai
jaminan hutang, penggunaan pesawat udara, keamanan dan keselamatan
penerbangan, bandar udara, pencarian dan pertolongan kecelakaan serta
penelitian sebab-sebab kecelakaan pesawat udara, angkutan udara, dampak
lingkungan, penyidikan dan ketentuan pidana. Sebagai peraturan pelaksana
dari Undang-Undang tersebut kemudian ditetapkan: (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara, (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang Keamanan dan Keselamatan

13
Penerbangan, dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang
Kebandarudaraan. Sedangkan peraturan pelaksana yang lebih rinci dan
teknis yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah
tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri dan Keputusan Direktorat
Jenderal Perhubungan.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang


Penerbangan

Seiring dengan tingkat keselamatan transportasi di Indonesia yang telah


mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan banyaknya kecelakaan
transportasi dan seolah telah menjadi berita yang wajar sehari-hari di media
massa, tidak terkecuali transportasi udara, pembahasan mengenai
perubahan undang-undang mengenai transportasi pun menjadi bagian yang
hangat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia khususnya untuk
bidang transportasi penerbangan, karena meskipun secara kuantitatif
kecelakan di sini lebih sedikit tetapi dampak kecelakaan yang lebih jauh,
membuatnya lebih menjadi perhatian khalayak ramai.

Rancangan mengenai Undang-Undang ini mulai dibahas sejak Juni 2008,


dengan muatan rangkuman dari berbagai sumber, antara lain: Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 yang merupakan pengganti dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992, artikel-artikel
yang relevan dalam tulisan ilmiah populer maupun yang terdapat dalam
annal of air and space law, usulan Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Udara (TNI-AU), dokumen ICAO mengenai perubahan iklim global, kasus
kecelakaan pesawat serta bahan dan hasil workshop yang berkaitan dengan
penegakan hukum di bidang transportasi udara.

Menurut K. Martono, pengajuan revisi terhadap Undang-Undang ini


berdasarkan pertimbangan pola pikir antara lain bahwa ketentuan-

14
ketentuan dalam Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 15 Tahun
1992 sebagian sudah tidak relevan dan perlu dirubah, serta perlu adanya
ketentuan-ketentuan yang ditambahkan berkenaan dengan perkembangan
ketentuan internasional mengenai penerbangan. Hingga akhirnya Undang-
Undang Penerbangan yang baru ini berlaku mulai 12 Januari 2009,
walaupun demikian sesuai dengan ketentuan penutup, diperlukan waktu
setidak-tidaknya tiga tahun untuk memberlakukannya secara efektif.

Selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 1 Tahun 2009, maka OPU dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi, namun ketentuan pasal
464 Undang-Undang Penerbangan yang baru tersebut menyatakan bahwa
peraturan pelaksana bagi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 1992 yang digantikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan belum diganti pengaturannya pada dalam Undang-Undang
Penerbangan yang baru.

Mengingat keselamatan dan keamanan merupakan bagian dari asas dalam


penyelenggaraan transportasi, maka pengaturannya pun merupakan bagaian
yang mengalami revisi. Dalam Undang- Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009, keselamatan dan keamanan selama penerbangan
khusus dalam pesawat udara diatur dalam BAB VIII mengenai
Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara, Bagian keempat dari
Pasal 52 sampai dengan Pasal 57. Kemudian secara umum mengenai
keselamatan penerbangan yang memuat program, pengawasan, penegakan
hukum, manajemen dan budaya keselamatan diatur dalam BAB XIII Pasal
308 sampai dengan Pasal 322. Selanjutnya aturan pelaksana mengenai
ketentuan keselamatan dalam Undang-undang ini menggunakan Peraturan
Menteri mengenai keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara,
kewenangan kapten selama penerbangan, budaya keselamatan dan
pemberian sanksi administratif.

15
Dalam sistem transportasi nasional yang memiliki sasaran terciptanya
penyelenggaraan transportasi yang:

1. Efektif, dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas


mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman,
tarif terjangkau, tertib, aman, dan polusi rendah.

2. Efisien, dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi.

F. Upaya Meminimalisir Masalah dalam Keamanan dan Keselamatan


Transportasi Udara

Dari permasalahan-permasalahan yang akan muncul dapat dilakukan


beberapa upaya untuk meminimalisir atau menghindari permasalahan dalam
penerbangan antara lain:

1. Pengawasan Pemerintah.

Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai regulator yakni pihak yang
mengeluarkan regulasi penting khususnya mengenai transportasi udara.
Dalam hal pengoperasian pesawat terbang komersial, setiap maskapai
penerbangan harus terlebih dahulu memiliki AOC (Aircraft Operating
Certificate atau Sertifikasi Pengoperasian Pesawat) dan setiap organisasi
perawatan pesawat terbang (lazim disebut juga Maintenance, Repair and
Overhaul Station/MRO) wajib memiliki sertifikat AMO (Approved
Maintenance Organization) yang diterbitkan oleh Ditjen Hubud.

Kewajiban Ditjen Hubud terhadap para pemegang AOC dan AMO adalah
membina, mengawasi, menyupervisi, dan mengendalikan para
operator/airlines dan MRO. Ditjen Hubud juga bertanggung jawab dalam
penerbitan licence bagi para personel seperti pilot dan mekanik, juga
penerbitan otorisasi bagi dispatcher (mekanik atau pilot yang berhak
mengizinkan pesawat untuk terbang) dan penerbitan Certificate of

16
Airworthiness (CoA, sertifikat kelaikan terbang) bagi pesawat terbang yang
akan beroperasi.

Dengan peranan Ditjen Hubud yang sedemikian besar jelas bahwa hitam
putihnya para pelaku bisnis penerbangan tidak akan terlepas dari sejauh
mana Ditjen Hubud melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya secara
tepat. Semua pesawat terbang yang masuk dan dioperasikan oleh maskapai
penerbangan Indonesia harus melalui izin dan verifikasi Ditjen Hubud
untuk memperoleh CoA, tidak terkecuali bila pesawat tersebut bukan
pesawat baru.

Peran sentral dan kewajiban pemerintah dalam menjaga keselamatan


transportasi seharusnyalah bersifat proaktif dan bukannya reaktif setelah
terjadinya kecelakaan.

2. Mempererat Keselamatan

Departemen Perhubungan akan membatasi usia pesawat udara jet yang


boleh dioperasionalkan pertama kali oleh maskapai penerbangan nasional
yakni maksimal 10 tahun dan 70.000 pendaratan.

Untuk menghindari adanya bias tanggung jawab apabila terjadi sesuatu,


seyogianya, maskapai penerbangan tidak melakukan perawatan pesawat
sendiri kecuali daily maintenance. Untuk melakukan Schedule
Maintenance (By Calendar and/or Flight Hours) dan Un-Schedule
Maintenance (Major Repair, Minor Repair,On Condition) sebaiknya
menggunakan jasa MRO seperti Garuda Maintenance Facility (GMF),
Merpati Maintenance Facility (MMF), dan fasilitas serupa lainnya.

Perawatan pesawat yang tepat untuk menjaga keselamatan penerbangan


memang mungkin berharga mahal, tetapi akan lebih mahal lagi apabila
terjadi kecelakaan. Dengan adanya korban jiwa, aset pesawat yang hilang,
santunan yang harus dibayar, kemungkinan dituntut di pengadilan, reputasi

17
perusahaan yang rusak, bahkan kredibilitas pemerintah pun mungkin akan
turun.

3. Peremajaan Pesawat

Untuk kebanyakan maskapai penerbangan, jawaban dari pertanyaan kapan


pesawat terbang sudah dianggap tua adalah cukup sederhana, bila umur
(useful life) keekonomian pesawat tersebut sudah berakhir. Namun, sebuah
pesawat terbang yang sudah dianggap tua oleh suatu negara, misalnya,
mungkin masih dianggap cukup muda oleh negara lain. Umur pesawat
terbang tidak hanya ditentukan dari berapa tahun sejak awal terbang, tetapi
juga berapa banyak flight cycle (take off/landing atau lepas landas dan
mendarat) yang pernah dilakukannya.

4. Penentuan Batas Tarif Pesawat untuk Menghindari Persaingan Tidak Sehat

Pemerintah berupaya membalikkan keadaan dengan menaikkan tarif


referensi. Tarif referensi merupakan alat agar maskapai penerbangan tidak
melanggar komponen keamanan terbang. Faktor- faktor penghitung yang
masuk dalam tarif referensi itu antara lain mencakup asuransi, biaya
perawatan pesawat, manajemen, tingkat keterisian penumpang 75 %, aumsi
harga avtur Rp 4.600 dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Kenaikan tarif referensi diperkirakan sekitar 30 %, tidak akan mengurangi


perang harga tetapi akan berdampak positif terhadap keselamatan
penumpang dan masa depan airlines yang bersangkutan. Dengan ongkos
pesawat yang relatif sama maka manajemen airlines akan dipaksa kreatif,
efisiensi di segala lini, memasuki segmentasi yang tepat dan membangun
kualitas pelayanan yang prima.

Kenaikan tarif referensi harus disusul kebijaksanaan lain untuk


mengamankan pasar domestik. Sebetulnya penentuan tarif angkutan udara
telah diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 tahun 2002

18
tentang mekanisme penetapan dan formulasi perhitungan tarif penumpang
angkutan udara niaga

Tarif dasar adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per
penumpang kilometer;. Tarif jarak adalah besaran tarif per rute
penerbangan per satu kalo penerbangan, untuk setiap penumpangyang
merupakan hasil perkalian antara tarif dasar dengan jarak serta dengan
memperhatikan faktor daya beli. Tarif normal (normal fee) adalah tarif
jarak tertinggu yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan angkutan
udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. Tarif batas adalah tarif
jarak tertinggi/ maksimum yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan
angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.

5. Perlu adanya sanksi hukum yang tegas kepada maskapai yang tidak
menerapkan keselamatan layak

Maskapai yang mengabaikan keselamatan perlu mendapat sanksi yang


tegas dengan landasan hukum yang kuat. Seringkali pelanggaran yang
terjadi kurang diperhatikan. Pemerintah bertindak setelah terjadi
kecelakaan. Tentu saja penumpang sebagai konsumen sangat dirugikan
mengingat konsumen berhak untuk mendapatkan rasa aman dalam
pelayanan transportasi.

Sanksi yang dapat diberikan sangat bervariasi tergantung tingkat


kesalahannya. Sanksi tersebut dapat berupa teguran, penundaan izin, atau
bahkan mencabut izin usaha maskapai penerbangan.

Diharapkan dengan adanya sanksi tegas tersebut dapat menimbulkan efek


jera kepada maskapai penerbangan sehingga lebih memperhatikan semua
aspek yang harus dipenuhi khususnya keamanan dan keselamatan.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan


keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,
angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas
umum lainnya. Pada penerbangan baik militer maupun sipil, keselamatan
penerbangan diselenggarakan oleh pemerintah. Penyelenggaraan transportasi
udara tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi masyarakat pengguna
jasa transportasi udara yang dilayani dan juga kecenderungan perkembangan
ekonomi global. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin
membaik, peran Pemerintah yang semula sebagai penyedia jasa dan pelaku
kegiatan ekonomi, akan berubah peran menjadi sebagai regulator.

B. Saran

Pemerintah sebagai Regulator diharapkan mampu meningkatkan


keselamatan penerbangan dengan meperbaharui aturan-aturan yang telah ada,
melihat dan mengkaji kembali permasalahan-permasalahan yang pernah
terjadi, memproses, penyelesaiannya, upaya memperbaikinya, melakukan
peninjauan ulang, meningkatkan pengawasan secara berkala kepada operator
atau perusahaan penerbangan, serta bertindak tegas kepada operator
penerbangan baik dalam maupun luar negeri yang mengabaikan keselamatan
penerbangan. Perusahaan penerbangan sebagai jasa penyedia layanan angkutan
penerbangan diharapkan terus mengembangkan aturan tentang keselamatan
penerbangan, baik melalui aturan hukum nasional yang ada di Indonesia serta
mengikuti beberapa aturan atau pengujian yang dilakukan oleh suatu organisasi
Internasional.

20
21
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unpas.ac.id/8077/1/BAB%20I.pdf

file:///C:/Users/acer/Downloads/Kinerja_Keamanan_Dan_Keselamatan_Penerbangan
.pdf

http://scholar.unand.ac.id/25384/3/BAB%20IV.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai