Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ Keamanan, Kesehatan, Dan Keselamatan Kerja Dibandara (Udara)”

Dosen pendamping : Ns Cheristine, S.Kep.,M.Kep

Nama Kelompok:

Bayu Zacky Devano (01.2018.03)

Hadriyana Kadir (01.2018.08)

Ristiwi Toni (01.2018.019)

Putri Cevy Bella (01.2018.017)

Sri Inda Mayasari (01.2018.023)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES KURNIA JAYA PERSADA

PALOPO

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah rabbil alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan ramhat
dan hidayah-Nya kepada kelompok kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
keselamatan kerja di “ Dibandara.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu saran dan kritikan yang bersifat membangun dan sangat diharapkan guna
penyempurnan dan perbaikan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Amin yaa rabbal alamin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Rumusan masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Keselamatan Penerbangan.

B. Keamanan dan keselamatan penerbangan

C. Prosedur Keamanan Penerbangan Sipil.

D. Prosedur Pemeriksaan Keamanan Di Bandara.

E. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keselamatan Dan Keamanan Penerbangan.

F. Faktor Keselamatan Penerbangan Dalam Peraturan Penerbangan Nasional Indonesia.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Daftra Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keamanan dan keselamatan dalam sebuah penerbangan sipil sangatlah tergantung


pula pada keamanan dari bandar udara yang memberangkatkan pesawat tersebut.Mengingat
banyaknya ancaman dari tindakan gangguan melawan hukum baik saat pesawat di darat
maupun di udara.Juga instalasi instalasi pendukung lainnya di sebuah bandar udara.

Dengan menimbang berbagai alasan tersebut,maka organisasi penerbangan dunia


yang termasuk di dalam PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang di sebut ICAO
mengeluarkan beberapa aturan untuk menjaga keamanan serta keselamatan sebuah
penerbangan juga bandar udara sipil dari tindakan melawan hukum.

Annex 17 mengatur tentang tata cara pengamanan penerbangan sipil dari tindakan
gangguan melawan hukum.Dan Annex 18 sendiri mengatur tata cara pengangkutan bahan
dan/atau barang berbahaya yang diangkut menggunakan pesawat udara sipil. Di negara kita
sendiri mengacu pula terhadap aturan aturan tersebut yang di atur pula di berbagai Undang
Undang mulai dari UU No2 thn 1976,UU No 1 thn 2009 yg merupakan revisi dari UU No.15
thn 1992 yang mengatur tentang Penerbangan. Yang di dalamnya mengatur tentang
penerbangan sipil di dalam negeri, mulai dari standar keamanan dan keselamatan sebuah
pesawat terbang, standar keamanan dan keselamatan sebuah bandar udara sipil,serta tentang
tata cara pemeriksaan keamanan di dalam sebuah bandar udara sipil. Penerapan Undang
Undang tersebut di perjelas pula dengan berbagai aturan aturan lain seperti Peraturan
Presiden (PP No.3 thn 2001 ), Keputusan Menteri Perhubungan Udara (KM.09 thn 2010 ),
juga dengan beberapa Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara antara lain seperti
SKEP/2765/VIII/2010 tentang tata cara pemeriksaan keamanan, SKEP/100/VII/2003, serta
SKEP/43/III/2007 yang mengatur tentang Liquid Aerosol dan Gel.

Dengan di dukung dengan beberapa aturan tersebut,mengingat betapa pentingnya


sebuah keamanan dan keselamatan sebuah penerbangan khususnya dan sebuah bandar udara
pada umumnya,sangatlah penting pula dari kesadaran masyarakat itu sendiri untuk turut
mendukung dan mematuhi aturan-aturan tersebut.Sehingga sebuah penerbangan dan bandar
udara dapat beroperasi dengan aman,nyaman,efisien yang dapat menunjang pula
pertumbuhan ekonomi dari berbagai daerah.Serta sebuah penerbangan dapat memberikan
rasa aman dan nyaman setiap masyarakat yang menggunakannya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Keselamatan Dipenerbangan

2. Keamanan dan keselamatan penerbangan

3. Apa Prosedur Keamanan Penerbangan Sipil.

4. Apa Prosedur Pemeriksaan Keamanan Di Bandara.


5.Bagaiman Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keselamatan Dan Keamanan
Penerbangan.

6. Bagaiman Faktor Keselamatan Penerbangan Dalam Peraturan Penerbangan Nasional


Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KESELMATAN PENERBANGAN

Keselamatan penerbagan Adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan


keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan
udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Pada
penerbangan baik militer maupun sipil, keselamatan penerbangan diselenggarakan oleh
pemerintah. Industri penerbangan adalah industri global. Keselamatan merupakan prioritas
utama di dunia penerbangan. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) perlu diperhatikan dalam
lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang baik
jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan diman para pekerja
terjamin keselamatan pada saat berkerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat
kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungan yang terjamin.

Badan Penerbangan Federal AS, FAA, yang memandu industri penerbangan AS,
menjadi acuan bagi otoritas penerbangan sipil pada semua negara di dunia. Tugas dan
tanggung jawab yang diberikan Kongres AS kepada FAA pada saat diresmikannya tahun
1958 ini menjelaskan mengenai apa itu keselamatan penerbangan dan apa tugas dan tanggung
jawab regulator atau otoritas penerbangan suatu negara.

Kongres AS menugaskan FAA untuk memastikan derajat keselamatan yang paling


tinggi dalam penerbangan. FAA bertanggung jawab memberikan nasihat, bimbingan, dan
pengawasan (nasihat, bimbingan, kelalaian) dalam bidang keselamatan kepada industri
penerbangan AS.

Ada dua unsur yang memberikan kontribusi pada keselamatan penerbangan.

1. Unsur Pertama,

pesawat terbangnya sendiri, bagaimana pesawat itu didesain, dibuat, dan dirawat. Kedua,
sistem penerbangan negara, airport, jalur lalu lintas udara, dan air traffic controls. Ketiga,
airlines flight operations yang berkaitan dengan pengendalian dan pengoperasian pesawat di
airlines.

Dengan demikian tanggung jawab regulator penerbangan suatu negara adalah memastikan
keselamatan penerbangan pada tingkat yang tertinggi pada ketiga unsur tersebut. Itulah
sebabnya ketika terjadi kecelakaan beruntun awal 2007 lalu, FAA menjatuhkan penilaiannya
kepada regulator atau otoritas penerbangan Indonesia, bukan kepada maskapai
penerbangannya.

2. Kategori Dua.

Hanya ada dua kategori dalam standar keselamatan penerbangan global, yaitu
kategori 1, a pass (lulus), dan kategori 2, a failure (tidak lulus). Bila regulator atau otoritas
penerbangan suatu negara tidak kompeten, maka seluruh maskapai penerbangan di negara itu
pun praktis tidak terjamin keamanannya. Itulah sebabnya setelah mendapat laporan dari FAA,
Pemerintah AS mengeluarkan travel warning bagi warganya untuk menghindari
menggunakan maskapai penerbangan Indonesia dalam bepergian.Akan tetapi sebaliknya, jika
regulator negara itu lulus atau masuk kategori 1, tapi ditemukan adanya pelanggaran berat
pada salah satu atau beberapa airlines di negara tersebut, maka yang terkena sanksi hanya
maskapai yang melanggar tersebut, seperti terjadi dengan PIA Pakistan Airlines. Kasus
seperti PIA ini mudah dan cepat dapat diselesaikan karena ini murni kesalahan dari maskapai
tersebut yang tidak ditemukan di maskapai lainnya. Apa temuan FAA yang membuat
Indonesia tidak lulus? Pada semua rentetan kecelakaan yang terjadi di Indonesia yang
melibatkan pesawat Boeing 737-300/400 tersebut, FAA tidak menemukan adanya kesalahan
dari pabrik pesawat Boeing. Dengan pengalaman 297 juta jam terbang dari 4.700 pesawat
Boeing 737 yang telah menerbangkan 12 miliar penumpang hingga saat ini, sangatlah kecil
kemungkinan masih adanya kesalahan pada desain ataupun proses pembuatan pesawatnya.

Akan tetapi dengan mempelajari dokumen pesawat-pesawat Boeing yang beroperasi


di Indonesia pascakecelakaan tersebut, FAA menemukan banyaknya pelanggaran prosedur
keselamatan penerbangan yang berulang oleh maskapai penerbangan Indonesia. Ironisnya
lolos dari pengawasan otoritas penerbangan Indonesia.FAA menilai regulator Indonesia tidak
memiliki kompetensi yang memadai dalam menerapkan safety oversight sehingga tidak
berani mencabut izin operasi maskapai yang melakukan pelanggaran mendasar. Regulator
Indonesia juga dinilai terlalu mudah memberikan izin usaha dan operasi penerbangan kepada
unsafe airlines yang mengakibatkan tingginya tingkat kecelakaan pesawat terbang di
Indonesia.Tingkat keamanan rendah

FAA dan ICAO mengingatkan bahwa pertumbuhan penumpang pesawat di Indonesia


sebesar 20 persen terlalu tinggi dan tidak wajar. Cina yang pertumbuhan ekonominya dua kali
lebih tinggi dari Indonesia, pertumbuhan penumpangnya hanya 16 persen. Ini pun dipandang
oleh Pemerintah Cina masih terlalu tinggi sehingga Cina berusaha menurunkannya hingga 14
persen. Salah satunya dengan tidak memberikan izin operasi airlines baru hingga tahun 2010.
Padahal, transportasi udara Cina saat ini termasuk yang paling aman di dunia. Untuk
menekan tingkat kecelakaan penerbangannya yang saat ini termasuk yang paling tinggi di
dunia, Indonesia disarankan menekan pertumbuhan penumpang pesawatnya hingga di bawah
Cina. Ini karena pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,3 persen, jauh lebih rendah dari Cina
(11,4 persen).Indonesia diharapkan berani mencabut izin operasi maskapai-maskapai yang
tidak aman, unsafe airlines. Tentu yang penting juga adalah menghentikan pemberian izin
usaha dan operasi airlines baru.

Indonesia selama ini hanya terpaku pada larangan terbang yang dikeluarkan Uni
Eropa (UE) sehingga mengabaikan temuan dan penilaian FAA. Padahal, dasar pertimbangan
UE menjatuhkan sanksi adalah laporan temuan dan laporan FAA yang menilai Indonesia
tidak memenuhi standard keselamatan penerbangan ICAO.

Selama Indonesia masih di kategori 2 dalam penilaian FAA, UE tidak akan mencabut
larangan terbangnya. Untuk dapat naik ke kategori 1, tidak ada jalan lain, Indonesia harus
mau mendengarkan dan mengikuti saran FAA dan ICAO.
B. KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Keselamatan merupakan prioritas utama dalam dunia penerbangan, tidak ada


kompromi dan toleransi. Pemerintah berkomitmen bahwa "Safety is Number One" sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992. Penyelenggaraan transportasi udara tidak
dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi masyarakat pengguna jasa transportasi udara
yang dilayani dan juga kecenderungan perkembangan ekonomi global. Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin membaik, peran Pemerintah yang semula
sebagai penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi, akan berubah peran menjadi sebagai
regulator. Sebagai regulator, Pemerintah hanya bertugas menerbitkan berbagai aturan,
melaksanakan sertifikasi dan pengawasan guna menjamin terselenggaranya transportasi udara
yang memenuhi standar keselamatan penerbangan.

Pemerintah telah mempunyai Program Nasional Keamanan Penerbangan Sipil


(National Civil Aviation Security Programme) yang bertujuan untuk keamanan dan
keselamatan penerbangan, keteraturan dan keberlanjutan penerbangan sipil di Indonesia
dengan memberikan perlindungan terhadap penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara,
para petugas di darat dan masyarakat, dan instalasi di kawasan bandar udara dari tindakan
melawan hukum.

Pemerintah memandang perlunya paradigma baru bahwa keselamatan penerbangan


merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Perusahaan Penerbangan dan
Masyarakat pengguna jasa.

Terkait dengan keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia, Pemerintah telah


menetapkan peraturan perundang-undangan antara lain:

a). Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;

b). PP Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;

c). Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety
Regulation (CASR) part 135;

d). Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety
Regulation (CASR) part 121;

e). Peraturan Menteri Perhubungan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan
keamanan penerbangan;

f). Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang berkaitan dengan keselamatan dan
keamanan penerbangan. Sebagai langkah konkrit ke depan sesuai dengan ketentuan ICAO
yang baru, Pemerintah telah memberlakukan Sistem Manajemen Keselamatan (Safety
Management System/ SMS) di bidang penerbangan.

Sistem Manajemen Keselamatan (SMS) adalah suatu sistem monitoring yang berupa
tim atau organisasi di dalam suatu perusahaan penerbangan yang memiliki tugas dan
tanggung jawab yang memonitor kinerja keselamatan dari perawatan dan pengoperasian serta
memprediksi suatu bahaya, menganalisa resiko dan melakukan tindakan pengurangan resiko
tersebut dengan membahas perihal keselamatan secara berkala yang dipimpin oleh Presiden
Direktur Perusahaan Penerbangan sebagai pemegang komitmen safety. Pemerintah
melakukan revisi Peraturan Pemerintah dan Peraturan Keselamatan Penerbangan/CASR
untuk memasukkan persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan berupa tanggung jawab
keselamatan oleh Presiden Direktur, sistem mengidentifikasi bahaya, menganalisa resiko dan
tindaklanjut mengurangi resiko, kewajiban melakukan evaluasi keselamatan secara berkala,
indikator keselamatan, internal evaluasi, emergency response plan yang dituangkan dalam
safety manual airline. Perusahaan penerbangan menyiapkan safety manual sesuai dengan
persyaratan CASR dan dilaksanakan secara konsisten serta menentukan komitmen
keselamatan (safety) kepada Pemerintah dengan menetapkan safety target yang dapat
diterima (acceptable safety).

1. tanggung jawab dan pengawasan pemerintah

Bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap keselamatan penumpang di udara antara lain:

a). Menjamin bahwa sarana transportasi yang disediakan memenuhi persyaratan keselamatan
penerbangan secara konsisten dan terus menerus

b). Secara konsisten dan terus menerus melakukan pengawasan dengan melakukan
pengecekan terhadap pemenuhan peraturan perundang-undangan dan peraturan keselamatan
penerbangan yang berlaku;

c). Penegakan hukum secara konsisten terhadap pelanggaran pemenuhan regulasi secara
admnisistrsi berupa pencabutan sertifikat.

2. Sedangkan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah antara lain :

a). Monitoring secara kontinyu terhadap pelaksanaan kegiatan usaha jasa angkutan udara.
Berdasarkan hasil monitoring tersebut dilakukan analisa dan evaluasi agar dapat diketahui
apakah terdapat penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan yang
berlaku. Apabila ditemui adanya penyimpangan atau pelanggaran, akan diberikan peringatan
untuk tindakan korektif sampai dengan 3 kali, untuk selanjutnya diambil tindakan
administratif sampai dengan memberikan sanksi (pencabutan izin rute, pencabutan izin
usaha), sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; Terkait dengan operasional
pesawat udara, bagi perusahaan yang armadanya tidak memenuhi syarat kelaikan terbang
maka akan di grounded dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.

b). Pemerintah melakukan pengawasan dengan tahapan :

 Tahap I : Melaksanakan proses sertifikasi sesuai dengan persyaratan keselamatan


penerbangan terhadap organisasi operator, organisasi perawatan pesawat udara,
organisasi pabrikan, organisasi pendidikan kecakapan, personil penerbangan (pilot,
teknisi, awak kabin, petugas pemberangkatan/dispatcher) dan produk aeronautika
(pesawat udara, mesin, baling-baling), yang dikeluarkan berupa sertifikat.
 Tahap II : Melakukan pengawasan untuk memastikan pemegang sertifikat
(certificate holder) tetap konsisten sesuai dengan persyaratan keselamatan
penerbangan sama dengan pada waktu sertifikasi, melalui pelaksanaan antara lain: a.
Audit secara berkala, surveillance, ramp check, en-route check, proficiency check.

C. PROSEDUR KEAMANAN PENERBANGAN SIPIL

Aturan - Aturan Pengamanan Penerbangan Sipil

 Undang - Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

 Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan


Penerbangan.

 Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 1989 Tentang Penertiban penumpang,


barang dan kargo yang diangkut pesawat udara sipil.

 Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 1996 Tentang Pengamanan


Penerbangan Sipil.

 Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/40/II/1995 Tentang Petunjuk


Pelaksanaan KM No. 14 Tahun 1989.

 Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/12/I/1995 Tentang Surat


Tanda Kecakapan Operator Peralatan Sekuriti dan Petugas Pemeriksa Penumpang dan
Barang.

 Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/275/XII/1998 Tentang


Pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya dengan pesawat udara.

 Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/293/XI/ Tentang Sertifikat


Kecakapan Petugas Penanganan pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya
dengan pesawat udara.

 Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/VII/2003 Tentang


Petunjuk teknis penanganan penumpang pesawat udara sipil yang membawa sensata
api beserta peluru dan tata cara pengamanan pengawalan tahanan dalam penerbangan
sipil.

 Keputusan Menteri Perhubungan No. 54 Tahun 2004 Tentang Program Nasional


Pengamanan Penerbangan Sipil.

 Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/252/XII/2005 Tentang


Program Nasional Pendidikan dan Pelatihan Pengamanan Penerbangan Sipil.

 Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/253/XII/2005 Tentang


Evaluasi Efektifitas Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (Quality
Control).
D. PROSEDUR PEMERIKSAAN KEAMANAN DI BANDARA

 Setiap orang, barang, kendaraan yang memasuki sisi udara, wajib melalui pemeriksan
keamanan (PP 3/2001 Ps.52)

 Personil pesawat udara, penumpang, bagasi, kargo dan pos yang diangkut dengan
pesawat udara wajib melalui pemeriksaan keamanan (PP 3/2001 Ps 53 ayat 1)

 Pemeriksaan keamanan dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu
(PP 3/2001 Ps 53 ayat 2)

 Terhadap bagasi dari penumpang yang batal berangkat dan/ atau bagasi yang tidak
bersama pemiliknya, wajib dilakukan pemeriksaan keamanan ulang untuk dapat
diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 55)

 Kargo dan pos yang belum dapat diangkut oleh pesawat udara disimpan di tempat
khusus yang disediakan di bandar udara (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 1)

 Tempat penyimpanan kargo dan pos harus aman dari gangguan yang membahayakan
keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 2)

 Kantong diplomatik yang bersegel diplomatik, tidak boleh dibuka (PP 3/2001 Ps. 57
ayat 1)

 Pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP 3/2001 Ps.57 ayat 3)

 Dalam hal terdapat dugaan yang kuat kantong diplomatik dapat membahayakan
keamanan dan keselamatan penerbangan, perusahaan angkutan udara dapat menolak
untuk mengangkut kantong diplomatik (PP 3/2001 Ps. 57 ayat 2)

 Bahan dan/atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat udara wajib
memenuhi ketentuan pengangkutan bahan dan/ atau barang berbahaya (PP 3/2001
Ps.58 ayat 1)

 Perusahaan angkutan udara wajib memberitahukan kepada Kapten Penerbang


bilamana terdapat bahan dan/ atau barang berbahaya yang diangkut dengan pesawat
udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 2)

 Bahan dan/ atau barang berbahaya yang belum dapat diangkut, disimpan pada tempat
penyimpanan yang disediakan khusus untuk penyimpanan barang berbahaya (PP
3/2001 Ps. 58 ayat 3)

 Apabila pada waktu penempatan di pesawat udara terjadi kerusakan pada kemasan,
label atau marka, maka bahan dan/ atau barang berbahaya dimaksud harus diturunkan
dari pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 4)
 Agen pengangkut yang menangani bahan dan/ atau barang berbahaya yang akan
diangkut dengan pesawat udara harus mendapatkan pengesahan dari perusahaan
angkutan udara (PP 3/ 2001 Ps. 59 ayat 1)

 Agen pengangkut, harus melakukan pemeriksaan, pengemasan, pelabelan dan


penyimpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PP 30/2001 Ps. 59 ayat 3)

 Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan


menyerahkannya kepada perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 1)

 Senjata yang diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut, disimpan pada
tempat tertentu di pesawat udara yang tidak dapat dijangkau oleh penumpang pesawat
udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 2)

 Pemilik senjata diberi tanda terima sebagai tanda bukti penerimaan senjata oleh
perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)

 Perusahaan angkutan udara bertanggung jawab atas keamanan senjata yang diterima
sampai dengan diserahkan kembali kepada pemiliknya di bandar udara tujuan (PP
3/2001 Ps.60 ayat 3)

 Penyelenggara bandar udara atau perusahaan angkutan udara wajib melaporkan


kepada Kepolisian dalam hal mengetahui adanya barang tidak dikenal yang patut
diduga dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001
Ps.61 ayat 1)

E. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KESELAMATAN


DAN KEAMANAN PENERBANGAN

Dalam dunia penerbangan, terdapat tiga hal yang saling berkaitan, yaitu keamanan,
keselamatan dan kecelakaan atau bencana penerbangan. Menurunnya tingkat keamanan dan
keselamatan ini dapat mengakibatkan terjadinya bencana penerbangan, sehingga keamanan
dan keselamatan penerbangan saling terkait dan sulit untuk dipisahkan, untuk itu pengunaan
rumusan penggenai keselamatan penerbangan relatif sering diikuti dengan “keamanan” juga.
Sementara itu menurut E. Suherman, ada berbagai faktor yang yang akhirnya berkombinasi
menentukan ada atau tidaknya keselamatan penerbangan, yaitu: pesawat udara, personel,
prasarana penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur Mengenai pesawat
udara terdapat hal-hal yang paling relevan dengan keselamatan yaitu: desain dan
konstruksiyang memenuhi aspek crashworthiness yang merupakan sifat-sifat pesawat yang
sedemikian rupa sehingga saat terjadi kecelakaan yang seharusnya survivable tidak didapati
penumpang yang terluka parah, selanjutnya adalah kelaikudaraan yang berkenaan pada saat
pengoperasian pesawat, dan yang ketiga adalah perawatan pesawat. Kemudian berkenaan
dengan personel atau awak pesawat, adanya pendidikan dan latihan, lisensi, kesehatan serta
batas waktu terbang, menjadi upaya yang penting sebagai antisipasi dan optimalisasi kesiapan
terbang.
Prasarana berupa bandar udara dengan segala alat bantu, dari mulai navigasi yang
menggunakan alat mutakhir hingga ruang tunggu yang nyaman bagi calon penumpang.
Kriteria alat dan fasilitas dari bandar udara akan menentukan klasifikasi baik buruknya atas
badar udara. Selain bandar udara juga ada prasarana lainnya adalah rambu-rambu lalu-lintas
udara dan alat bantu navigasi di luar pelabuhan udara yang perlu diperhatikan perawatanya.
Selain itu prasarana juga sangat berhubungan dengan keamanan, upaya-upaya pencegahan
tindak pidana hendaknya dilakukan melalui sistem penjagaan yang ketat di bandar udara.

Selain faktor tersebut, masih ada faktor lingkungan atau alam. Seperti cuaca yang
tidak menentu sebagai akibat perubahan iklim juga merupakan faktor yang kuat dalam
terjadinya kecelakaan penerbangan. K. Martono juga menambahkan bahwa kecelakaan terdiri
dari berbagai yaitu faktor yaitu manusia (man), pesawat udara (machine), lingkungan
(environment) penggunaan pesawat udara (mission), dan pengelolaan (management).

F. KETENTUAN KESELAMATAN PENERBANGAN DALAM PERATURAN


PENERBANGAN NASIONAL INDONESIA

Keselamatan dan keamanan penerbangan(di Indonesia) merupakan tanggung jawab


semua unsur baik langsung maupun tidak langsung baik regulator, operator, pabrikan,
penguna dan kegiatan lain yang berkaitan dengan transportasi penerbangan tersebut. Nanum
demikian keberadaan tanggung jawab yang sifatnya konseptual tersebut perlu
diwujudkan,salah satu caranya adalah dengan adanya kebijakan-kebijakan dalam bentuk
peraturan-peraturan oleh pemerintahan dan instansi-instansinya dibidang transportasi,
khususnya transportasi udara atau penerbangan.

1. Aspek-aspek yang mempengaruhi dalam keselamatan transportasi udara.

Dari permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut dapat dilakukan beberapa upaya


untuk menangani permasalahan antara lain :

 Pengawasan Pemerintah

Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai regulator yakni pihak yang mengeluarkan
regulasi penting khususnya mengenai transportasi udara.Dalam hal pengoperasian pesawat
terbang komersial, setiap maskapai penerbangan harus terlebih dahulu memiliki AOC
(Aircraft Operating Certificate atau Sertifikasi Pengoperasian Pesawat) dan setiap organisasi
perawatan pesawat terbang (lazim disebut juga Maintenance, Repair and Overhaul
Station/MRO) wajib memiliki sertifikat AMO (Approved Maintenance Organization). Ditjen
Hubud juga bertanggung jawab dalam penerbitan licence bagi para personel seperti pilot dan
mekanik, juga penerbitan otorisasi bagi dispatcher (mekanik atau pilot yang berhak
mengizinkan pesawat untuk terbang) dan penerbitan Certificate of Airworthiness (CoA,
sertifikat kelaikan terbang) bagi pesawat terbang yang akan beroperasi.

Dengan peranan Ditjen Hubud yang sedemikian besar jelas bahwa hitam putihnya para
pelaku bisnis penerbangan tidak akan terlepas dari sejauh mana Ditjen Hubud melaksanakan
fungsi dan tanggung jawabnya secara tepat. Semua pesawat terbang yang masuk dan
dioperasikan oleh maskapai penerbangan Indonesia harus melalui izin dan verifikasi Ditjen
Hubud untuk memperoleh CoA, tidak terkecuali bila pesawat tersebut bukan pesawat baru.
Peran sentral dan kewajiban pemerintah dalam menjaga keselamatan transportasi
seharusnyalah bersifat proaktif dan bukannya reaktif setelah terjadinya kecelakaan.

 Memperketat Keselamatan

Departemen Perhubungan akan membatasi usia pesawat udara jet yang boleh
dioperasionalkan pertama kali oleh maskapai penerbangan nasional yakni maksimal 10 tahun
dan 70.000 pendaratan.

Untuk menghindari adanya bias tanggung jawab apabila terjadi sesuatu, seyogianya,
maskapai penerbangan tidak melakukan perawatan pesawat sendiri kecuali daily
maintenance. Untuk melakukan Schedule Maintenance (By Calendar and / or Flight Hours)
dan Un- Schedule Maintenance (Major Repair, Minor Repair,On Condition) sebaiknya
menggunakan jasa MRO seperti Garuda Maintenance Facility (GMF), Merpati Maintenance
Facility (MMF), dan fasilitas serupa lainnya.

Perawatan pesawat yang tepat untuk menjaga keselamatan penerbangan memang


mungkin berharga mahal, tetapi akan lebih mahal lagi apabila terjadi kecelakaan. Dengan
adanya korban jiwa, aset pesawat yang hilang, santunan yang harus dibayar, kemungkinan
dituntut di pengadilan, reputasi perusahaan yang rusak, bahkan kredibilitas pemerintah pun
mungkin akan turun.

 Peremajaan Pesawat

Untuk kebanyakan maskapai penerbangan, jawaban dari pertanyaan kapan pesawat


terbang sudah dianggap tua adalah cukup sederhana, bila umur (useful life) keekonomian
pesawat tersebut sudah berakhir. Namun, sebuah pesawat terbang yang sudah dianggap tua
oleh suatu negara, misalnya, mungkin masih dianggap cukup muda oleh negara lain. Umur
pesawat terbang tidak hanya ditentukan dari berapa tahun sejak awal terbang, tetapi juga
berapa banyak flightcycle (take off/landing atau lepas landas dan mendarat) yang pernah
dilakukannya.

 Penentuan Batas Tarif Pesawat untuk Menghindari Persaingan Tidak Sehat

Pemerintah berupaya membalikkan keadaan dengan menaikkan tarif referensi. Tarif


referensi merupakan alat agar maskapai penerbangan tidak melanggar komponen keamanan
terbang. Faktor-faktor penghitung yang masuk dalam tarif referensi itu antara lain mencakup
asuransi, biaya perawatan pesawat, manajemen, tingkat keterisian penumpang 75 %, aumsi
harga avtur Rp 4.600 dan pajak pertambahan nilai (PPN). Kenaikan tarif referensi
diperkirakan sekitar 30 %, tidak akan mengurangi perang harga tetapi akan berdampak positif
terhadap keselamatan penumpang dan masa depan airlines yang bersangkutan. Dengan
ongkos pesawat yang relatif sama maka manajemen airlines akan dipaksa kreatif, efisiensi di
segala lini, memasuki segmentasi yang tepat dan membangun kualitas pelayanan yang prima.
Kenaikan tarif referensi harus disusul kebijaksanaan lain untuk mengamankan pasar
domestik. Sebetulnya penentuan tarif angkutan udara telah diatur dalam Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 8 tahun 2002 tentang mekanisme penetapan dan formulasi
perhitungantari fpenumpang angkutan udarah iaga

Tarif dasar adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per penumpang
kilometer;. Tarif jarak adalah besaran tarif per rute penerbangan per satu kalo penerbangan,
untuk setiap penumpangyang merupakan hasil perkalian antara tarif dasar dengan jarak serta
dengan memperhatikan faktor daya beli. Tarif normal (normal fee) adalah tarif jarak tertinggu
yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri
Perhubungan. Tarif batas adalah tarif jarak tertinggi/ maksimum yang diijinkan diberlakukan
oleh perusahaan angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.

Besaran tarif dasar dan tarif jarak diusulkan oleh Direktur Jenderal kepada Menteri untuk
ditetapkan setelah dilakukan pembahsan terlebih dahulu dengan:

(a). asosiasi perusahaan angkutan udara

(b). perusahaan angkutan udara

(c). pengguna jasa angkutan udara.

Dan besaran tarif dasar dan tarif jarak disampaikan oleh Direktur Jenderal sebagiamana
dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan melampirkan:

(a). perhitungan biaya operasi pesawat udara

(b). justifikasi penyesuaian tarif dasar dan atau tarif jarak

(c). hasil bahasan dengan masyarakat transportasi udara

Menteri menetapkan besaran tarif dasar dan atau tarif jarak sebagaimana diusulkan
Direktur Jenderal dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial dan politik. Tarif dasar
di peroleh dari hasil perhitungan biaya pokok rata-rata ditambah keuntungan. Biaya pokok
dimaksud terdiri dari komponen biaya, yaitu: a. biaya langsung, terdiri dari biaya tetap dan
biaya variable (b). biaya tidak langsung terdiri dari biaya organisasi dan biaya pemasaran.
Namun tarif seperti diatur dalam Kepmen diatas hanya mengatur batas atas tarif sedangkan
batas bawah tarif angkutan udara belum diatur secara jelas mengingat tarif diperoleh dari
besarnya biaya pokok ditambah keuntungan. Dengan konsep biaya operasional yang ditekan
memnugkinkan maskapai penerbangan tetp memperoleh keuntungan walaupun tarifnya
murah.

 Perlu adanya sanksi hukum yang tegas kepada maskapai yang tidak
menerapkan keselamatan layak

Maskapai yang mengabaikan keselamatan perlu mendapat sanksi yang tegas dengan
landasan hukum yang kuat. Seringkali pelanggaran yang terjadi kurang diperhatikan.
Pemerintah bertindak setelah terjadi kecelakaan. Tentu saja penumpang sebagai konsumen
sangat dirugikan mengingat konsumen berhak untuk mendapatkan rasa aman dalam
pelayanan transportasi. Sanksi yang dapat diberikan sangat bervariasi tergantung tingkat
kesalahannya. Sanksi tersebut dapat berupa teguran, penundaan izin, atau bahkan mencabut
izin usaha maskapai penerbangan. Diharapkan dengan adanya sanksi tegas tersebut dapat
menimbulkan efek jera kepada maskapai penerbangan sehingga lebih memperhatikan semua
aspek yang harus dipenuhi khususnya keamanan dan keselamat
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dengan menimbang berbagai alasan tersebut,maka organisasi penerbangan dunia


yang termasuk di dalam PBB yang di sebut ICAO mengeluarkan beberapa aturan untuk
menjaga keamanan serta keselamatan sebuah penerbangan juga bandar udara sipil dari
tindakan melawan hukum.Pada pembentukan dari ICAO tersebut pada tahun 1944 di
Chicago lahir beberapa lampiran/ Annex dari Annex 1 s/d Annex 18.Dimana keamanan
sendiri diatur dalam Annex 17 dan Annex 18.
DAFTAR PUSTAKA

Djarab, Hendarmin. dkk. 1998. Beberapa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI. Bandung :
Angkasa

Konvensi Chicago 1944 (Convention on International Civil Aviation)

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes.2003. Pengantar Hukum Internsional. Bandung :


Alumni

Martono, K. 2009. Hukum Penerbangan Berdasarkan UURI No. 1 Tahun 2009 Bandung :
Mandar Maju

Martono, K. dan Usman Melayu. 1996. Perjanjian Angkutan Udara di Indonesia. Bandung :
Mandar Maju

Budi Setiawan, Edi, 2007, Mencermati Kelaikan Terbang Pesawat


Tuawww.pikiranrakyat.co.id, diakses 1 Maret 2007.

Angkasa,2004.Penerbangan Nasional:Perketat Keselamatan, Jadikan Kompetitif.


Gramedia.Jakarta

Tamin, Ofyar, 2000, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.

www.sinarharapan.co.id, Menyelamatkan Tranportasi Udara, diakses 1 Maret 2007.

Anda mungkin juga menyukai