Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PENERBANGAN

DOSEN PENGAMPU : SUGIRI,A.Md.,S.Pd., M.Eng.

CANDRA CAHYA SAPUTRI


NIT. 190909388

PROGRAM STUDI D-IV MANAJEMEN TRANSPORTASI


UDARA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KEDIRGANTARAAN
YOGYAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk,
kemudahan, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Sistem
Manajemen Keselamatan Penerbangan. Semoga dengan adanya makalah ini para pembaca
dapat menambah pengetahuan tentang sistem manajemen keselamatan di dunia penerbangan
dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan.

Surakarta, 19 Agustus 2022


Penulis,

Candra Cahya Saputri


NIT. 190909388

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................ 2
C. TUJUAN .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. KESELAMATAN PENERBANGAN ........................................................................ 3
1. Pengertian Keselamatan Penerbangan ..................................................................... 3
2. Unsur – Unsur Keselamatan Penerbangan ............................................................... 3
B. KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN ........................................ 5
1. Undang – Undang Keselamatan Penerbangan.......................................................... 6
2. Tanggung jawab dan pengawasan pemerintah ......................................................... 7
3. Pengawasan Yang Dilakukan Pemerintah ................................................................ 7
C. PROSEDUR KEAMANAN PENERBANGAN SIPIL ................................................ 8
D. PROSEDUR PEMERIKSAAN KEAMANAN DI BANDARA .................................. 9
E. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KESELAMATAN DAN
KEAMANAN PENERBANGAN .................................................................................... 11
F. KETENTUAN KESELAMATAN PENERBANGAN DALAM PERATURAN
PENERBANGAN NASIONAL INDONESIA ................................................................. 12
1. Peraturan Bidang Penerbangan .............................................................................. 12
2. Upaya Penanganan Masalah Keselamatan Penerbangan ........................................ 15
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 19
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 19
B. SARAN .................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 20
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keamanan dan keselamatan dalam sebuah penerbangan sipil sangatlah tergantung
pula pada keamanan dari bandar udara yang memberangkatkan pesawat tersebut.
Mengingat banyaknya ancaman dari tindakan gangguan melawan hukum baik saat pesawat
di darat maupun di udara. Juga instalasi instalasi pendukung lainnya di sebuah bandar
udara. Dengan menimbang berbagai alasan tersebut,maka organisasi penerbangan dunia
yang termasuk di dalam PBB yang di sebut ICAO mengeluarkan beberapa aturan untuk
menjaga keamanan serta keselamatan sebuah penerbangan juga bandar udara sipil dari
tindakan melawan hukum.Pada pembentukan dari ICAO tersebut pada tahun 1944 di
Chicago lahir beberapa lampiran/ Annex dari Annex 1 s/d Annex 18.Dimana keamanan
sendiri diatur dalam Annex 17 dan Annex 18. Annex 17 mengatur tentang tata cara
pengamanan penerbangan sipil dari tindakan gangguan melawan hukum.Dan Annex 18
sendiri mengatur tata cara pengangkutan bahan dan/atau barang berbahaya yang diangkut
menggunakan pesawat udara sipil.Di negara kita sendiri mengacu pula terhadap aturan
aturan tersebut yang di atur pula di berbagai Undang Undang mulai dari UU No2 thn
1976,UU No 1 thn 2009 yg merupakan revisi dari UU No.15 thn 1992 yang mengatur
tentang Penerbangan.Yang di dalamnya mengatur tentang penerbangan sipil di dalam
negeri,mulai dari standar keamanan dan keselamatan sebuah pesawat terbang,standar
keamanan dan keselamatan sebuah bandar udara sipil,serta tentang tata cara pemeriksaan
keamanan di dalam sebuah bandar udara sipil.Penerapan Undang Undang tersebut di
perjelas pula dengan berbagai aturan aturan lain seperti Peraturan Presiden (PP No.3 thn
2001 ), Keputusan Menteri Perhubungan Udara (KM.09 thn 2010 ), juga dengan beberapa
Surat Keputusan Dirjen HubUd antara lain seperti SKEP/2765/VIII/2010 tentang tata cara
pemeriksaan keamanan, SKEP/100/VII/2003,serta SKEP/43/III/2007 yang mengatur
tentang Liquid Aerosol dan Gel. Dengan di dukung dengan beberapa aturan
tersebut,mengingat betapa pentingnya sebuah keamanan dan keselamatan sebuah
penerbangan khususnya dan sebuah bandar udara pada umumnya,sangatlah penting pula
dari kesadaran masyarakat itu sendiri untuk turut mendukung dan mematuhi aturan-aturan
tersebut.Sehingga sebuah penerbangan dan bandar udara dapat beroperasi dengan
aman,nyaman,efisien yang dapat menunjang pula pertumbuhan ekonomi dari berbagai

1
daerah. Serta sebuah penerbangan dapat memberikan rasa aman dan nyaman setiap
masyarakat yang menggunakannya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Manajemen Keselamatan dalam penerbangan?
2. Apa saja Prosedur Keamanan Penerbangan Sipil?
3. Apa saja Prosedur Pemeriksaan Keamanan Di Bandara?
4. Apa saja Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keselamatan Dan Keamanan
Penerbangan?
5. Apa saja Ketentuan Keselamatan Penerbangan Dalam Peraturan Penerbangan
Nasional Indonesia?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa maksud dari Sistem Manajemen Keselamatan dalam
penerbangan?
2. Untuk mengetahui apa saja Prosedur Keamanan Penerbangan Sipil?
3. Untuk mengetahui apa saja Prosedur Pemeriksaan Keamanan Di Bandara?
4. Untuk mengetahui apa saja Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Keselamatan Dan Keamanan Penerbangan?
5. Untuk mengetahui apa saja Ketentuan Keselamatan Penerbangan Dalam Peraturan
Penerbangan Nasional Indonesia?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KESELAMATAN PENERBANGAN
1. Pengertian Keselamatan Penerbangan
Keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan
udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Pada
penerbangan baik militer maupun sipil, keselamatan penerbangan diselenggarakan oleh
pemerintah. Industri penerbangan adalah industri global. Keselamatan merupakan prioritas
utama di dunia penerbangan. Kiblat industri yang sarat teknologi tinggi ini adalah ke Barat
(AS dan Eropa Barat), tempat pesawat terbang dilahirkan dan dibesarkan selama lebih dari
100 tahun ini. Badan Penerbangan Federal AS, FAA, yang memandu industri penerbangan
AS, menjadi acuan bagi otoritas penerbangan sipil pada semua negara di dunia. Tugas dan
tanggung jawab yang diberikan Kongres AS kepada FAA pada saat diresmikannya tahun
1958 ini menjelaskan mengenai apa itu keselamatan penerbangan dan apa tugas dan
tanggung jawab regulator atau otoritas penerbangan suatu negara.
Kongres AS menugaskan FAA untuk memastikan derajat keselamatan yang paling
tinggi dalam penerbangan (to assure the highest degree of safety in flight). FAA
bertanggung jawab memberikan nasihat, bimbingan, dan pengawasan (advice, guidance,
oversight) dalam bidang keselamatan kepada industri penerbangan AS.

2. Unsur – Unsur Keselamatan Penerbangan


Ada dua unsur yang memberikan kontribusi pada keselamatan penerbangan.
a. Unsur Pertama
Pesawat terbangnya sendiri, bagaimana pesawat itu didesain, dibuat, dan
dirawat. Kedua, sistem penerbangan negara, airport, jalur lalu lintas udara, dan air
traffic controls. Ketiga, airlines flight operations yang berkaitan dengan pengendalian
dan pengoperasian pesawat di airlines. Dengan demikian tanggung jawab regulator
penerbangan suatu negara adalah memastikan keselamatan penerbangan pada tingkat
yang tertinggi pada ketiga unsur tersebut. Itulah sebabnya ketika terjadi kecelakaan
beruntun awal 2007 lalu, FAA menjatuhkan penilaiannya kepada regulator atau otoritas
penerbangan Indonesia, bukan kepada maskapai penerbangannya.

3
b. Kategori dua
Penilaian ini diberikan oleh FAA pada 16 April 2007, satu bulan setelah
kecelakaan pesawat Boeing 737-400 Garuda di Yogyakarta. FAA menurunkan
peringkat kompetensi regulator penerbangan sipil Indonesia ke kategori dua, yaitu a
failure atau tidak lulus karena tidak memenuhi standard ICAO. Dengan kata lain tidak
bisa menjamin keselamatan penerbangannya. Hanya ada dua kategori dalam standar
keselamatan penerbangan global, yaitu kategori 1, a pass (lulus), dan kategori 2, a
failure (tidak lulus). Bila regulator atau otoritas penerbangan suatu negara tidak
kompeten, maka seluruh maskapai penerbangan di negara itu pun praktis tidak terjamin
keamanannya. Itulah sebabnya setelah mendapat laporan dari FAA, Pemerintah AS
mengeluarkan travel warning bagi warganya untuk menghindari menggunakan
maskapai penerbangan Indonesia dalam bepergian. Akan tetapi sebaliknya, jika
regulator negara itu lulus atau masuk kategori 1, tapi ditemukan adanya pelanggaran
berat pada salah satu atau beberapa airlines di negara tersebut, maka yang terkena sanksi
hanya maskapai yang melanggar tersebut, seperti terjadi dengan PIA Pakistan Airlines.
Kasus seperti PIA ini mudah dan cepat dapat diselesaikan karena ini murni kesalahan
dari maskapai tersebut yang tidak ditemukan di maskapai lainnya. Apa temuan FAA
yang membuat Indonesia tidak lulus? Pada semua rentetan kecelakaan yang terjadi di
Indonesia yang melibatkan pesawat Boeing 737-300/400 tersebut, FAA tidak
menemukan adanya kesalahan dari pabrik pesawat Boeing. Dengan pengalaman 297
juta jam terbang dari 4.700 pesawat Boeing 737 yang telah menerbangkan 12 miliar
penumpang hingga saat ini, sangatlah kecil kemungkinan masih adanya kesalahan pada
desain ataupun proses pembuatan pesawatnya.
Akan tetapi dengan mempelajari dokumen pesawat-pesawat Boeing yang
beroperasi di Indonesia pascakecelakaan tersebut, FAA menemukan banyaknya
pelanggaran prosedur keselamatan penerbangan yang berulang oleh maskapai
penerbangan Indonesia. Ironisnya lolos dari pengawasan otoritas penerbangan
Indonesia. FAA menilai regulator Indonesia tidak memiliki kompetensi yang memadai
dalam menerapkan safety oversight sehingga tidak berani mencabut izin operasi
maskapai yang melakukan pelanggaran mendasar. Regulator Indonesia juga dinilai
terlalu mudah memberikan izin usaha dan operasi penerbangan kepada unsafe airlines
yang mengakibatkan tingginya tingkat kecelakaan pesawat terbang di Indonesia.
Tingkat keamanan rendah, FAA dan ICAO mengingatkan bahwa pertumbuhan

4
penumpang pesawat di Indonesia sebesar 20 persen terlalu tinggi dan tidak wajar. Cina
yang pertumbuhan ekonominya dua kali lebih tinggi dari Indonesia, pertumbuhan
penumpangnya hanya 16 persen. Ini pun dipandang oleh Pemerintah Cina masih terlalu
tinggi sehingga Cina berusaha menurunkannya hingga 14 persen. Salah satunya dengan
tidak memberikan izin operasi airlines baru hingga tahun 2010. Padahal, transportasi
udara Cina saat ini termasuk yang paling aman di dunia.Untuk menekan tingkat
kecelakaan penerbangannya yang saat ini termasuk yang paling tinggi di dunia,
Indonesia disarankan menekan pertumbuhan penumpang pesawatnya hingga di bawah
Cina. Ini karena pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,3 persen, jauh lebih rendah dari
Cina (11,4 persen). Indonesia diharapkan berani mencabut izin operasi maskapai-
maskapai yang tidak aman, unsafe airlines. Tentu yang penting juga adalah
menghentikan pemberian izin usaha dan operasi airlines baru. Indonesia selama ini
hanya terpaku pada larangan terbang yang dikeluarkan Uni Eropa (UE) sehingga
mengabaikan temuan dan penilaian FAA. Padahal, dasar pertimbangan UE
menjatuhkan sanksi adalah laporan temuan dan laporan FAA yang menilai Indonesia
tidak memenuhi standard keselamatan penerbangan ICAO. Selama Indonesia masih di
kategori 2 dalam penilaian FAA, UE tidak akan mencabut larangan terbangnya. Untuk
dapat naik ke kategori 1, tidak ada jalan lain, Indonesia harus mau mendengarkan dan
mengikuti saran FAA dan ICAO.

B. KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN


Keselamatan merupakan prioritas utama dalam dunia penerbangan, tidak ada
kompromi dan toleransi. Pemerintah berkomitmen bahwa "Safety is Number One" sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992. Penyelenggaraan transportasi udara tidak
dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi masyarakat pengguna jasa transportasi udara
yang dilayani dan juga kecenderungan perkembangan ekonomi global. Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin membaik, peran Pemerintah yang semula
sebagai penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi, akan berubah peran menjadi sebagai
regulator. Sebagai regulator, Pemerintah hanya bertugas menerbitkan berbagai aturan,
melaksanakan sertifikasi dan pengawasan guna menjamin terselenggaranya transportasi
udara yang memenuhi standar keselamatan penerbangan. Pemerintah telah mempunyai
Program Nasional Keamanan Penerbangan Sipil (National Civil Aviation Security
Programme) yang bertujuan untuk keamanan dan keselamatan penerbangan, keteraturan

5
dan keberlanjutan penerbangan sipil di Indonesia dengan memberikan perlindungan
terhadap penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, para petugas di darat dan
masyarakat, dan instalasi di kawasan bandar udara dari tindakan melawan hukum.
Pemerintah memandang perlunya paradigma baru bahwa keselamatan
penerbangan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Perusahaan
Penerbangan dan Masyarakat pengguna jasa.

1. Undang – Undang Keselamatan Penerbangan


Terkait dengan keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia, Pemerintah
telah menetapkan peraturan perundang-undangan antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
b. PP Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;
c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety
Regulation (CASR) part 135;
d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety
Regulation (CASR) part 121;
e. Peraturan Menteri Perhubungan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan
keamanan penerbangan;
f. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang berkaitan dengan keselamatan
dan keamanan penerbangan.

Sebagai langkah konkrit ke depan sesuai dengan ketentuan ICAO yang baru,
Pemerintah telah memberlakukan Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management
System/ SMS) di bidang penerbangan. Sistem Manajemen Keselamatan (SMS) adalah
suatu sistem monitoring yang berupa tim atau organisasi di dalam suatu perusahaan
penerbangan yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang memonitor kinerja
keselamatan dari perawatan dan pengoperasian serta memprediksi suatu bahaya,
menganalisa resiko dan melakukan tindakan pengurangan resiko tersebut dengan
membahas perihal keselamatan secara berkala yang dipimpin oleh Presiden Direktur
Perusahaan Penerbangan sebagai pemegang komitmen safety. Pemerintah melakukan
revisi Peraturan Pemerintah dan Peraturan Keselamatan Penerbangan/CASR untuk
memasukkan persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan berupa tanggung jawab
keselamatan oleh Presiden Direktur, sistem mengidentifikasi bahaya, menganalisa resiko

6
dan tindaklanjut mengurangi resiko, kewajiban melakukan evaluasi keselamatan secara
berkala, indikator keselamatan, internal evaluasi, emergency response plan yang
dituangkan dalam safety manual airline. Perusahaan penerbangan menyiapkan safety
manual sesuai dengan persyaratan CASR dan dilaksanakan secara konsisten serta
menentukan komitmen keselamatan (safety) kepada Pemerintah dengan menetapkan safety
target yang dapat diterima (acceptable safety).

2. Tanggung jawab dan pengawasan pemerintah

Bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap keselamatan penumpang di udara


antara lain:

a. Menjamin bahwa sarana transportasi yang disediakan memenuhi persyaratan


keselamatan penerbangan secara konsisten dan terus menerus
b. Secara konsisten dan terus menerus melakukan pengawasan dengan melakukan
pengecekan terhadap pemenuhan peraturan perundang-undangan dan peraturan
keselamatan penerbangan yang berlaku;
c. Penegakan hukum secara konsisten terhadap pelanggaran pemenuhan regulasi secara
admnisistrsi berupa pencabutan sertifikat.

3. Pengawasan Yang Dilakukan Pemerintah


Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah antara lain :

a. Monitoring secara kontinyu terhadap pelaksanaan kegiatan usaha jasa angkutan udara.
Berdasarkan hasil monitoring tersebut dilakukan analisa dan evaluasi agar dapat
diketahui apakah terdapat penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Apabila ditemui adanya penyimpangan atau pelanggaran, akan
diberikan peringatan untuk tindakan korektif sampai dengan 3 kali, untuk selanjutnya
diambil tindakan administratif sampai dengan memberikan sanksi (pencabutan izin
rute, pencabutan izin usaha), sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Terkait dengan operasional pesawat udara, bagi perusahaan yang armadanya tidak
memenuhi syarat kelaikan terbang maka akan di grounded dan dikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.

7
b. Pemerintah melakukan pengawasan dengan tahapan:

Tahap I
Melaksanakan proses sertifikasi sesuai dengan persyaratan keselamatan
penerbangan terhadap organisasi operator, organisasi perawatan pesawat udara,
organisasi pabrikan, organisasi pendidikan kecakapan, personil penerbangan (pilot,
teknisi, awak kabin, petugas pemberangkatan/dispatcher) dan produk aeronautika
(pesawat udara, mesin, baling-baling), yang dikeluarkan berupa sertifikat.

Tahap II
Melakukan pengawasan untuk memastikan pemegang sertifikat (certificate holder)
tetap konsisten sesuai dengan persyaratan keselamatan penerbangan sama dengan pada
waktu sertifikasi, melalui pelaksanaan antara lain:

c. Audit secara berkala;


d. Surveillance;
e. Ramp check;
f. En-route check;
g. Proficiency check.

C. PROSEDUR KEAMANAN PENERBANGAN SIPIL

Aturan - aturan pengamanan penerbangan sipil:


1. ICAO Annex 17 The Safeguarding of Civil Aviation Againts Acts of Unlawful
Interference.
2. ICAO Document 8973 tentang Instruction Manual of The Safeguarding of Civil
Aviation Againts Acts of Unlawful Interference.
3. ICAO Annex 18 The Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
4. ICAO Document 9284 tentang Technical Instruction of The Safe Transport of
Dangerous Goods by Air.
5. Undang - Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
6. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan

8
Penerbangan.
7. Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 1989 Tentang Penertiban penumpang,
barang dan kargo yang diangkut pesawat udara sipil.
8. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 1996 Tentang Pengamanan
Penerbangan Sipil.
9. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/40/II/1995 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan KM No. 14 Tahun 1989.
10. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/12/I/1995 Tentang Surat Tanda
Kecakapan Operator Peralatan Sekuriti dan Petugas Pemeriksa Penumpang dan Barang.
11. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/275/XII/1998 Tentang
Pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya dengan pesawat udara.
12. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/293/XI/ Tentang Sertifikat
Kecakapan Petugas Penanganan pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya
dengan pesawat udara.
13. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/VII/2003 Tentang Petunjuk
teknis penanganan penumpang pesawat udara sipil yang membawa sensata api beserta
peluru dan tata cara pengamanan pengawalan tahanan dalam penerbangan sipil.
14. Keputusan Menteri Perhubungan No. 54 Tahun 2004 Tentang Program Nasional
Pengamanan Penerbangan Sipil.
15. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/252/XII/2005 Tentang Program
Nasional Pendidikan dan Pelatihan Pengamanan Penerbangan Sipil.
16. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/253/XII/2005 Tentang Evaluasi
Efektifitas Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (Quality Control).

D. PROSEDUR PEMERIKSAAN KEAMANAN DI BANDARA


Adapun prosedur – prosedur yang wajib dilaksanakan dalam pemeriksaan
keamanan di bandara adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang, barang, kendaraan yang memasuki sisi udara, wajib melalui
pemeriksan keamanan (PP 3/2001 Ps.52)
2. Personil pesawat udara, penumpang, bagasi, kargo dan pos yang diangkut dengan
pesawat udara wajib melalui pemeriksaan keamanan (PP 3/2001 Ps 53 ayat 1)
3. Pemeriksaan keamanan dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu
(PP 3/2001 Ps 53 ayat 2)

9
4. Terhadap bagasi dari penumpang yang batal berangkat dan/ atau bagasi yang tidak
bersama pemiliknya, wajib dilakukan pemeriksaan keamanan ulang untuk dapat
diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 55)
5. Kargo dan pos yang belum dapat diangkut oleh pesawat udara disimpan di tempat
khusus yang disediakan di bandar udara (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 1)
6. Tempat penyimpanan kargo dan pos harus aman dari gangguan yang
membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 2)
7. Kantong diplomatik yang bersegel diplomatik, tidak boleh dibuka (PP 3/2001 Ps.
57 ayat 1)
8. Pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP 3/2001 Ps.57 ayat 3)
9. Dalam hal terdapat dugaan yang kuat kantong diplomatik dapat membahayakan
keamanan dan keselamatan penerbangan, perusahaan angkutan udara dapat
menolak untuk mengangkut kantong diplomatik (PP 3/2001 Ps. 57 ayat 2)
10. Bahan dan/atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat udara wajib
memenuhi ketentuan pengangkutan bahan dan/ atau barang berbahaya (PP 3/2001
Ps.58 ayat 1)
11. Perusahaan angkutan udara wajib memberitahukan kepada Kapten Penerbang
bilamana terdapat bahan dan/ atau barang berbahaya yang diangkut dengan pesawat
udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 2)
12. Bahan dan/ atau barang berbahaya yang belum dapat diangkut, disimpan pada
tempat penyimpanan yang disediakan khusus untuk penyimpanan barang berbahaya
(PP 3/2001 Ps. 58 ayat 3)
13. Apabila pada waktu penempatan di pesawat udara terjadi kerusakan pada kemasan,
label atau marka, maka bahan dan/ atau barang berbahaya dimaksud harus
diturunkan dari pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 4)
14. Agen pengangkut yang menangani bahan dan/ atau barang berbahaya yang akan
diangkut dengan pesawat udara harus mendapatkan pengesahan dari perusahaan
angkutan udara (PP 3/ 2001 Ps. 59 ayat 1)
15. Agen pengangkut, harus melakukan pemeriksaan, pengemasan, pelabelan dan
penyimpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PP 30/2001 Ps. 59 ayat 3)
16. Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan
menyerahkannya kepada perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 1)
17. Senjata yang diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut, disimpan

10
pada tempat tertentu di pesawat udara yang tidak dapat dijangkau oleh penumpang
pesawat udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 2)
18. Pemilik senjata diberi tanda terima sebagai tanda bukti penerimaan senjata oleh
perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)
19. Perusahaan angkutan udara bertanggung jawab atas keamanan senjata yang
diterima sampai dengan diserahkan kembali kepada pemiliknya di bandar udara
tujuan (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3)
20. Penyelenggara bandar udara atau perusahaan angkutan udara wajib melaporkan
kepada Kepolisian dalam hal mengetahui adanya barang tidak dikenal yang patut
diduga dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001
Ps.61 ayat 1)

E. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KESELAMATAN


DAN KEAMANAN PENERBANGAN

Dalam dunia penerbangan, terdapat tiga hal yang saling berkaitan, yaitu keamanan,
keselamatan dan kecelakaan atau bencana penerbangan. Menurunnya tingkat keamanan
dan keselamatan ini dapat mengakibatkan terjadinya bencana penerbangan, sehingga
keamanan dan keselamatan penerbangan saling terkait dan sulit untuk dipisahkan, untuk
itu pengunaan rumusan penggenai keselamatan penerbangan relatif sering diikuti dengan
“keamanan” juga. Sementara itu menurut E. Suherman, ada berbagai faktor yang yang
akhirnya berkombinasi menentukan ada atau tidaknya keselamatan penerbangan, yaitu:
pesawat udara, personel, prasarana penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan
pengatur. Mengenai pesawat udara terdapat hal-hal yang paling relevan dengan
keselamatan yaitu: desain dan konstruksiyang memenuhi aspek crashworthiness yang
merupakan sifat-sifat pesawat yang sedemikian rupa sehingga saat terjadi kecelakaan yang
seharusnya survivable tidak didapati penumpang yang terluka parah, selanjutnya adalah
kelaikudaraan yang berkenaan pada saat pengoperasian pesawat, dan yang ketiga adalah
perawatan pesawat. Kemudian berkenaan dengan personel atau awak pesawat, adanya
pendidikan dan latihan, lisensi, kesehatan serta batas waktu terbang, menjadi upaya yang
penting sebagai antisipasi dan optimalisasi kesiapan terbang. Prasarana berupa bandar
udara dengan segala alat bantu, dari mulai navigasi yang menggunakan alat mutakhir
hingga ruang tunggu yang nyaman bagi calon penumpang. Kriteria alat dan fasilitas dari

11
bandar udara akan menentukan klasifikasi baik buruknya atas badar udara. Selain bandar
udara juga ada prasarana lainnya adalah rambu-rambu lalu-lintas udara dan alat bantu
navigasi di luar pelabuhan udara yang perlu diperhatikan perawatanya. Selain itu prasarana
juga sangat berhubungan dengan keamanan, upaya-upaya pencegahan tindak pidana
hendaknya dilakukan melalui sistem penjagaan yang ketat di bandar udara.
· Selain faktor tersebut, masih ada faktor lingkungan atau alam. Seperti cuaca yang
tidak menentu sebagai akibat perubahan iklim juga merupakan faktor yang kuat dalam
terjadinya kecelakaan penerbangan. Prof. Oetarjo Diran menyebutkan: “the aviation
system is a typical complex an interactive socio-technical-environmental system...”. K.
Martono juga menambahkan bahwa kecelakaan terdiri dari berbagai faktor yaitu manusia
(man), pesawat udara (machine), lingkungan (environment) penggunaan pesawat udara
(mission), dan pengelolaan (management).

F. KETENTUAN KESELAMATAN PENERBANGAN DALAM PERATURAN


PENERBANGAN NASIONAL INDONESIA

Keselamatan dan keamanan penerbangan (di Indonesia) merupakan tanggung


jawab semua unsur baik langsung maupun tidak langsung, baik regulator, opertaor,
pabrikan, pengguna dan kegiatan lain yang berkaitan dengan transportasi penerbangan
tersebut. Namun demikian keberadaan tanggung jawab yang sifatnya konseptual tersebut
perlu diwujudkan, salah satu caranya adalah dengan adanya kebijakan-kebijakan dalam
bentuk peraturan-peraturan oleh pemerintah dan instansi-instansinya di bidang transportasi,
khususnya transportasi udara atau penerbangan.

1. Peraturan Bidang Penerbangan


Secara umum beberapa peraturan di bidang penerbangan tanah air adalah sebagai berikut:

a. Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU)


· OPU mengatur tentang dokumen angkutan udara, tanggung jawab pengangkut
kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik barang kiriman) dan besaran nilai ganti rugi,
dan tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi. Sebagian ketentuan dalam
Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara dinyatakan tidak berlaku
lagi, kerena telah disempurnakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15

12
Tahun 1992 tentang Penerbangan. Ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939
tentang Pengangkutan Udara yang disempurnakan meliputi: (1) tanggung jawab
pengangkut kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik barang kiriman) dan besaran nilai
ganti rugi, dan (2) tanggung jawab pihak ketiga dan besaran nilai ganti rugi.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan


Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan dan sebagian dari Ordonansi Nomor
100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengatur tentang asas dan tujuan dari penyelengaran
penerbangan, kedaulatan atas wilayah udara, pembinaan penerbangan sipil, pendaftaran
dan kebangsaan pesawat udara serta penggunaan sebagai jaminan hutang, penggunaan
pesawat udara, keamanan dan keselamatan penerbangan, bandar udara, pencarian dan
pertolongan kecelakaan serta penelitian sebab-sebab kecelakaan pesawat udara, angkutan
udara, dampak lingkungan, penyidikan dan ketentuan pidana.
· Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut kemudian ditetapkan: (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara, (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, dan
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan. Sedangkan
peraturan pelaksana yang lebih rinci dan teknis yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari
Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri dan Keputusan
Direktorat Jenderal Perhubungan.

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan


Seiring dengan tingkat keselamatan transportasi di Indonesia yang telah mencapai
tingkat yang memprihatinkan dengan banyaknya kecelakaan transportasi dan seolah telah
menjadi berita yang wajar sehari-hari di media massa, tidak terkecuali transportasi udara,
pembahasan mengenai perubahan undang-undang mengenai transportasi pun menjadi
bagian yang hangat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia khususnya untuk
bidang transportasi penerbangan, karena meskipun secara kuantitatif kecelakan di sini lebih
sedikit tetapi dampak kecelakaan yang lebih jauh, membuatnya lebih menjadi perhatian
khalayak ramai. Rancangan mengenai Undang-Undang ini mulai dibahas sejak Juni 2008,
dengan muatan rangkuman dari berbagai sumber, antara lain: Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun

13
2008 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 1992, artikel-artikel yang relevan dalam tulisan ilmiah populer maupun yang
terdapat dalam annal of air and space law, usulan Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Udara (TNI-AU), dokumen ICAO mengenai perubahan iklim global, kasus kecelakaan
pesawat serta bahan dan hasil workshop yang berkaitan dengan penegakan hukum di
bidang transportasi udara.
Menurut K. Martono, pengajuan revisi terhadap Undang-Undang ini berdasarkan
pertimbangan pola pikir antara lain bahwa ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang
Repulik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sebagian sudah tidak relevan dan perlu dirubah,
serta perlu adanya ketentuan-ketentuan yang ditambahkan berkenaan dengan
perkembangan ketentuan internasional mengenai penerbangan. Hingga akhirnya Undang-
Undang Penerbangan yang baru ini berlaku mulai 12 Januari 2009, walaupun demikian
sesuai dengan ketentuan penutup, diperlukan waktu setidak-tidaknya tiga tahun untuk
memberlakukannya secara efektif. Selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, maka OPU dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sudah tidak berlaku lagi, namun ketentuan pasal 464
Undang-Undang Penerbangan yang baru tersebut menyatakan bahwa peraturan pelaksana
bagi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 yang digantikan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti pengaturannya pada dalam
Undang-Undang Penerbangan yang baru. Mengingat keselamatan dan keamanan
merupakan bagian dari asas dalam penyelenggaraan transportasi, maka pengaturannya pun
merupakan bagaian yang mengalami revisi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009, keselamatan dan keamanan selama penerbangan khusus dalam
pesawat udara diatur dalam BAB VIII mengenai Kelaikudaraan dan Pengoperasian
Pesawat Udara, Bagian keempat dari Pasal 52 sampai dengan Pasal 57. Kemudian secara
umum mengenai keselamatan penerbangan yang memuat program, pengawasan,
penegakan hukum, manajemen dan budaya keselamatan diatur dalam BAB XIII Pasal 308
sampai dengan Pasal 322. Selanjutnya aturan pelaksana mengenai ketentuan keselamatan
dalam Undang-undang ini menggunakan Peraturan Menteri mengenai keselamatan dan
keamanan dalam pesawat udara, kewenangan kapten selama penerbangan, budaya
keselamatan dan pemberian sanksi administratif.
Dalam sistem transportasi nasional yang memiliki sasaran terciptanya penyelenggaraan
transportasi yang:

14
1) Efektif dalam arti:
Selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan
cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, dan polusi
rendah.

2) Efisien dalam arti:


Beban publik rendah dan utilitas tinggi.
Dalam sistem transportasi nasional yang memiliki fungsi antara lain:

a) Sebagai unsur penunjang (servicing)


Menyediakan jasa transportasi yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan
sektor lain, sekaligus juga berfungsi ikut menggerakkan dinamika pembangunan nasional
serta sebagai industri jasa yang dapat memberikan nilai tambah.

b) Sebagai unsur pendorong (promoting)


Menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah
terisolasi dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya dan/atau luar negeri
sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis.
Dari uraian di atas dapat diketahui mengenai pentingnya menciptakan sistem
transportasi yang efektif dan efieien dengan memperhatikan aspek-aspek yang
mempengaruhi termasuk dalam keselamatan transportasi udara.

2. Upaya Penanganan Masalah Keselamatan Penerbangan


Dari permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut dapat dilakukan beberapa
upaya untuk menangani permasalahan antara lain:

a. Pengawasan Pemerintah
Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai regulator yakni pihak yang
mengeluarkan regulasi penting khususnya mengenai transportasi udara. Dalam hal
pengoperasian pesawat terbang komersial, setiap maskapai penerbangan harus terlebih
dahulu memiliki AOC (Aircraft Operating Certificate atau Sertifikasi Pengoperasian
Pesawat) dan setiap organisasi perawatan pesawat terbang (lazim disebut juga
Maintenance, Repair and Overhaul Station/MRO) wajib memiliki sertifikat AMO

15
(Approved Maintenance Organization) yang diterbitkan oleh Ditjen Hubud. Kewajiban
Ditjen Hubud terhadap para pemegang AOC dan AMO adalah membina, mengawasi,
menyupervisi, dan mengendalikan para operator/airlines dan MRO. Ditjen Hubud juga
bertanggung jawab dalam penerbitan licence bagi para personel seperti pilot dan mekanik,
juga penerbitan otorisasi bagi dispatcher (mekanik atau pilot yang berhak mengizinkan
pesawat untuk terbang) dan penerbitan Certificate of Airworthiness (CoA, sertifikat
kelaikan terbang) bagi pesawat terbang yang akan beroperasi. Dengan peranan Ditjen
Hubud yang sedemikian besar jelas bahwa hitam putihnya para pelaku bisnis penerbangan
tidak akan terlepas dari sejauh mana Ditjen Hubud melaksanakan fungsi dan tanggung
jawabnya secara tepat. Semua pesawat terbang yang masuk dan dioperasikan oleh
maskapai penerbangan Indonesia harus melalui izin dan verifikasi Ditjen Hubud untuk
memperoleh CoA, tidak terkecuali bila pesawat tersebut bukan pesawat baru. Peran sentral
dan kewajiban pemerintah dalam menjaga keselamatan transportasi seharusnyalah bersifat
proaktif dan bukannya reaktif setelah terjadinya kecelakaan.

b. Memperketat Keselamatan
Departemen Perhubungan akan membatasi usia pesawat udara jet yang boleh
dioperasionalkan pertama kali oleh maskapai penerbangan nasional yakni maksimal 10
tahun dan 70.000 pendaratan. Untuk menghindari adanya bias tanggung jawab apabila
terjadi sesuatu, seyogianya, maskapai penerbangan tidak melakukan perawatan pesawat
sendiri kecuali daily maintenance. Untuk melakukan Schedule Maintenance (By Calendar
and / or Flight Hours) dan Un- Schedule Maintenance (Major Repair, Minor Repair,On
Condition) sebaiknya menggunakan jasa MRO seperti Garuda Maintenance Facility
(GMF), Merpati Maintenance Facility (MMF), dan fasilitas serupa lainnya. Perawatan
pesawat yang tepat untuk menjaga keselamatan penerbangan memang mungkin berharga
mahal, tetapi akan lebih mahal lagi apabila terjadi kecelakaan. Dengan adanya korban jiwa,
aset pesawat yang hilang, santunan yang harus dibayar, kemungkinan dituntut di
pengadilan, reputasi perusahaan yang rusak, bahkan kredibilitas pemerintah pun mungkin
akan turun.

c. Peremajaan Pesawat
Untuk kebanyakan maskapai penerbangan, jawaban dari pertanyaan kapan pesawat
terbang sudah dianggap tua adalah cukup sederhana, bila umur (useful life) keekonomian
pesawat tersebut sudah berakhir. Namun, sebuah pesawat terbang yang sudah dianggap tua

16
oleh suatu negara, misalnya, mungkin masih dianggap cukup muda oleh negara lain. Umur
pesawat terbang tidak hanya ditentukan dari berapa tahun sejak awal terbang, tetapi juga
berapa banyak flightcycle (take off/landing atau lepas landas dan mendarat) yang pernah
dilakukannya.

d. Penentuan Batas Tarif Pesawat untuk Menghindari Persaingan Tidak Sehat


Pemerintah berupaya membalikkan keadaan dengan menaikkan tarif referensi.
Tarif referensi merupakan alat agar maskapai penerbangan tidak melanggar komponen
keamanan terbang. Faktor-faktor penghitung yang masuk dalam tarif referensi itu antara
lain mencakup asuransi, biaya perawatan pesawat, manajemen, tingkat keterisian
penumpang 75 %, aumsi harga avtur Rp 4.600 dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Kenaikan tarif referensi diperkirakan sekitar 30 %, tidak akan mengurangi perang harga
tetapi akan berdampak positif terhadap keselamatan penumpang dan masa depan airlines
yang bersangkutan. Dengan ongkos pesawat yang relatif sama maka manajemen airlines
akan dipaksa kreatif, efisiensi di segala lini, memasuki segmentasi yang tepat dan
membangun kualitas pelayanan yang prima. Kenaikan tarif referensi harus disusul
kebijaksanaan lain untuk mengamankan pasar domestik. Sebetulnya penentuan tarif
angkutan udara telah diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 tahun 2002
tentang mekanisme penetapan dan formulasi perhitungan tarif penumpang angkutan udara
niaga Tarif dasar adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per penumpang
kilometer; Tarif jarak adalah besaran tarif per rute penerbangan per satu kalo penerbangan,
untuk setiap penumpangyang merupakan hasil perkalian antara tarif dasar dengan jarak
serta dengan memperhatikan faktor daya beli. Tarif normal (normal fee) adalah tarif jarak
tertinggu yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan angkutan udara dan ditetapkan oleh
Menteri Perhubungan. Tarif batas adalah tarif jarak tertinggi/ maksimum yang diijinkan
diberlakukan oleh perusahaan angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.

Besaran tarif dasar dan tarif jarak diusulkan oleh Direktur Jenderal kepada Menteri untuk
ditetapkan setelah dilakukan pembahsan terlebih dahulu dengan:
1) Asosiasi perusahaan angkutan udara;
2) Perusahaan angkutan udara
3) Pengguna jasa angkutan udara

17
Besaran tarif dasar dan tarif jarak disampaikan oleh Direktur Jenderal sebagiamana
dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan melampirkan:
1) Perhitungan biaya operasi pesawat udara
2) Justifikasi penyesuaian tarif dasar dan atau tarif jarak
3) Hasil bahasan dengan masyarakat transportasi udara

Menteri menetapkan besaran tarif dasar dan atau tarif jarak sebagaimana diusulkan
Direktur Jenderal dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial dan politik. Tarif
dasar di peroleh dari hasil perhitungan biaya pokok rata-rata ditambah keuntungan. Biaya
pokok dimaksud terdiri dari komponen biaya, yaitu:
1) Biaya langsung, terdiri dari biaya tetap dan biaya variable;
2) Biaya tidak langsung terdiri dari biaya organisasi dan biaya pemasaran.

Namun tarif seperti diatur dalam Kepmen diatas hanya mengatur batas atas tarif sedangkan
batas bawah tarif angkutan udara belum diatur secara jelas mengingat tarif diperoleh dari
besarnya biaya pokok ditambah keuntungan. Dengan konsep biaya operasional yang
ditekan memnugkinkan maskapai penerbangan tetp memperoleh keuntungan walaupun
tarifnya murah.

e. Perlu adanya sanksi hukum yang tegas kepada maskapai yang tidak menerapkan
keselamatan layak
Maskapai yang mengabaikan keselamatan perlu mendapat sanksi yang tegas
dengan landasan hukum yang kuat. Seringkali pelanggaran yang terjadi kurang
diperhatikan. Pemerintah bertindak setelah terjadi kecelakaan. Tentu saja penumpang
sebagai konsumen sangat dirugikan mengingat konsumen berhak untuk mendapatkan rasa
aman dalam pelayanan transportasi. Sanksi yang dapat diberikan sangat bervariasi
tergantung tingkat kesalahannya. Sanksi tersebut dapat berupa teguran, penundaan izin,
atau bahkan mencabut izin usaha maskapai penerbangan. Diharapkan dengan adanya sanksi
tegas tersebut dapat menimbulkan efek jera kepada maskapai penerbangan sehingga lebih
memperhatikan semua aspek yang harus dipenuhi khususnya keamanan dan keselamatan.

18
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan menimbang berbagai alasan tersebut, maka organisasi penerbangan dunia
yang termasuk di dalam PBB yang di sebut ICAO mengeluarkan beberapa aturan untuk
menjaga keamanan serta keselamatan sebuah penerbangan juga bandar udara sipil dari
tindakan melawan hukum. Pada pembentukan dari ICAO tersebut pada tahun 1944 di
Chicago lahir beberapa lampiran/ Annex dari Annex 1 s/d Annex 18.Dimana keamanan
sendiri diatur dalam Annex 17 dan Annex 18.

B. SARAN
Seperti yang sudah dipaparkan diatas, masih perlunya peningkatan pengawasan
dan penegakkan hukum terkait keselamatan dalam penerbangan agar kedepannya angka
permasalahan terhadap keselamatan ataupun keamanan semakin berkurang dan masyarakat
juga ikut merasakan rasa nyaman dan aman dalam penerbangan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Djarab, Hendarmin. dkk. 1998. Beberapa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI.
Bandung: Angkasa
Konvensi Chicago 1944 (Convention on International Civil Aviation)
Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes.2003. Pengantar Hukum Internsional.
Bandung: Alumni
Martono, K. 2009. Hukum Penerbangan Berdasarkan UURI No. 1 Tahun 2009 Bandung:
Mandar Maju
Martono, K. dan Usman Melayu. 1996. Perjanjian Angkutan Udara di Indonesia. Bandung:
Mandar Maju
Budi Setiawan, Edi, 2007, Mencermati Kelaikan Terbang Pesawat
Tuawww.pikiranrakyat.co.id, diakses 1 Maret 2007.
Angkasa, 2004. Penerbangan Nasional: Perketat Keselamatan, Jadikan Kompetitif.
Gramedia. Jakarta
Tamin, Ofyar, 2000, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.
www.sinarharapan.co.id, Menyelamatkan Tranportasi Udara, diakses 1 Maret 2007.

20
LAMPIRAN

Gambar 1 Alat-alat keselamatan penerbangan

Gambar 2 Alat-alat keselamatan di pesawat

21

Anda mungkin juga menyukai