Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“Lapangan Terbang”

Disusun oleh :

Wina Pramuditya Anggonoraras (M1C117013)


Sugesti Muh Iqbal (M1C117020)
Zoya shazqia Jofiardi (M1C117022)
Fernando Triswanto (M1C117031)
Hazifa (M1C117058)
Wira Kesuma Putra (M1C117044)

Dosen pengampu :

Dyah Kumalasari S.T.,M.T

Program studi teknik sipil


Fakultas teknik
Universitas jambi
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga laporan makalah ini
bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.

Penulis 

Jambi , 7 februari 2020

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …….……………………………..…………….. i


DAFTAR ISI ………………….………….………………..…………... ii
BAB I PENDAHULUAN …….…………..…………..…...………….. 1
1.1 Latar belakang Perumusan masalah Tujuan ……..…….. 1
1.2 Tujuan …….…………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN………………………….……..…………….. 2
2.1 Pengendalian Lalu lintas udara........................ …………. 3
2.1.1 Tujuan.......................................... ………....………. 4
2.1.2 Peran ATC................................... ............…...……. 4
2.1.3 Visual Flight rule.......................................... ….…. 11
2.1.4 Instrumental visual flight rule......................... ...……. 13
2.1.5Sistem perlampauan…………….,…...................…. 13
2.1.6 Marka …….....................................................…. 16
BAB III PENUTUP ………………………………………………. 21
3.1 Kesimpulan ……………………………………………… 21
3.2 Saran …………………………………………………….. 21
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 22

Ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angkutan udara baik internasional maupun domestik mempunyai peranan dan fungsi
yang makin lama makin penting dalam kehidupan umat manusia. Khusus bagi Indonesia
sebagai negara kepulauan angkutan udara mempunyai peran yang sangat penting dan
strategis dalam mewujudkan Wawasan Nusantara.

Kemajuan di bidang hukum udara erat kaitannya dengan kepadatan arus lalu lintas
udara yang semakin dirasakan dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya sebagai
konsumen pemakai jasa/penumpang. Seringkali terjadi kecelakaan dalam penerbangan,
pelanggaran suatu wilayah udara yang dilalukan oleh pesawat udara di negara lain yang
mengakibatkan bahwa penumpang tidak selamat. Unsur keselamatan di dalam penerbangan
menempati urutan utama karena langsung mengenai kepentingan penumpang yaitu yang
menyangkut jiwa

1.2 Rumusan Masalah

Apa itu kapasitas pengendalian lalulintas udara ?

Apa tujuan dari pengendalian udara ?

Apa itu Visual rule and instrument flight rule ?

Apa itu system perlampauan dan marka ?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini untuk melengkapi tugas mata kuliah lapangan terbang
dan selanjutnya untuk menambah wawasan tentang kapasitas pengendalian lalu lintas udara.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kapasitas pengendalian lalu lintas udara

Pemandu Lalu Lintas Udara (bahasa Inggris: Air Traffic Controller, ATCer) atau
Pemandu Lalu Lintas Penerbangan adalah merupakan profesi atau bidang pekerjaan yang
umumnya berfungsi memberikan layanan pemanduan lalu lintas di udara, terutama terhadap
lalu lintas penerbangan pesawat udara, seperti pesawat terbang, helikopter dan lainnya.
Pesawat udara harus melalui jalu-jalur penerbangan (airways) yang telah ditentukan dan sama
sekali tidak diperkenankan menyimpang dari airways kecuali dengan izin (clearance) dari
ATC, ada alat bantu navigasi di darat dan peralatan navigasi di pesawat yang dapat dijadikan
panduan agar pesawat berada pada jalur yang benar , ATC mengawasinya antara lain dengan
radio komunikasi antara pengawas penerbangan dengan pilot atau penerbang dan dibantu
juga dengan menggunakan radar, agar proses navigasi pesawat dapat terbantu dari titik
keberangkatan hingga tujuan, demikian pula keperluan pengamatan terhadap penerbangan.
Peran Pemandu Lalu Lintas Udara merupakan komponen penting dalam pemberian
pelayanan lalu lintas penerbangan, pencegahan agar pesawat udara tidak terlalu dekat satu
dan lainnya, pencegahan terjadinya tabrakan antar pesawat udara, pencegahan terjadinya
tabrakan antar pesawat udara dengan halangan dan rintangan yang ada di sekitarnya selama
beroperasi. ATC atau yang disebut dengan Air Traffic Controller juga memiliki peran penting
dalam efisiensi serta kelancaran arus lalu lintas penerbangan. ATC adalah rekan kerja
terdekat pilot selama di udara, peran ATC sangat besar dalam mencapai tujuan keselamatan
penerbangan. ATC membantu pilot dalam mengendalikan keadaan-keadaan darurat,
memberikan informasi yang dibutuhkan pilot selama penerbangan seperti informasi cuaca,
informasi navigasi penerbangan, dan informasi lalu lintas udara

Pelayanan Pengendalian Lalu Lintas Udara (Air traffic control service), pada ruang
udara terkontrol atau Controlled Airspace terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu
1. Aerodrome Control Service
Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan
Alerting Service yang diperuntukkan bagi pesawat terbang yang beroperasi atau berada di
bandar udara dan sekitarnya (vicinity of aerodrome) seperti take off, landing, taxiing, dan
yang berada di kawasan manoeuvring area, yang dilakukan di menara pengawas (control
tower). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Aerodrome
Control Tower (ADC).
2. Approach Control Service
Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan
Alerting Service, yang diberikan kepada pesawat yang berada di ruang udara sekitar bandar
udara, baik yang sedang melakukan pendekatan maupun yang baru berangkat, terutama bagi
penerbangan yang beroperasi terbang instrumen yaitu suatu penerbangan yang mengikuti
aturan penerbangan instrumen atau dikenal dengan Instrument Flight Rule (IFR). Unit yang
bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Approach Control Office (APP).
3. Area Control Service
Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan
Alerting Service, yang diberikan kepada penerbang yang sedang menjelajah (en-route
flight) terutama yang termasuk penerbangan terkontrol (controlled flights). Unit yang
bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Area Control Centre (ACC).
4. Pelayanan Informasi Penerbangan (Flight Information Service)
Flight Information Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberikan berita
dan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk keselamatan, keamanan, dan efisiensi
bagi penerbangan.
5. Pelayanan keadaan darurat (alerting service)
Pelayanan keadaan darurat adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberitahukan
instansi terkait yang tepat, mengenai pesawat udara yang membutuhkan pertolongan search
and rescue unit dan membantu instansi tersebut, apabila diperlukan.

2.1.1 Tujuan Pengendalian udara


Tujuan pelayanan sistem lalu lintas udara yang diberikan oleh ATS
berdasarkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) :
1. Mencegah tabrakan antarpesawat.
2. Mencegah tabrakan antarpesawat di area pergerakan rintangan di
area tersebut.
3. Mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas udara.
4. Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan
dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara.
5. Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam
pencarian pesawat yang memerlukan pencarian dan pertolongan
sesuai dengan organisasi yang dipersyaratkan.

2.1.2 Peran Air Traffic Control (ATC) Sebagai Pengendali Lalu


Lintas Udara.
Air Traffic Control (ATC) merupakan pengatur lalu lintas
udara sejak sebelum pesawat take off sampai dengan pesawat
tersebut sampai ke tujuan. Sebelum pesawat take off, ATC sudah
memberikan pelayanan kepada pilot yang berupa pengecekan
terhadap flight plan yang diserahkan pilot kepada ATC. Flight plan
berisi tentang rencana pilot dalam menerbangkan pesawat meliputi
kondisi mesin pesawat, bahan bakar yang dibawa, alternatif
pendaratan darurat serta ketinggian dalam penerbangan. Apabila
hal-hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang ada maka ATC
tidak boleh mengizinkan pesawat itu untuk terbang, karena dapat
mengancam keselamatan dalam penerbangan.
Berdasarkan pasal 3 Bab II Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992
tentang Penerbangan, menyebutkan bahwa: “Tujuan penerbangan
adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat,
aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdaya guna,
dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, dengan
mengutamakan dan melindungi penerbangan nasional, menunjang
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai pendorong,
penggerak, dan penunjang pembangunan nasional serta mempererat
hubungan antar bangsa”. Tujuan penerbangan inilah yang
menjadikan alasan mengapa dibentuk suatu lembaga pengatur lalu lintas
udara yaitu Air Traffic Control (ATC) dalam dunia penerbangan.
Peranan Air Traffic Control (ATC) yang paling penting adalah dalam
hal pemberian pelayanan navigasi, tetapi di samping itu Air Traffic
Control(ATC) juga mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya,
baik di udara maupun di darat.
1. Peranan ATC di Darat
Peran Air Traffic Control (ATC) yaitu pelayanan. Artinya dalam
memberikan pelayanan, ATC akan menyesuaikan dengan jam
operasinya. Di bandara Adi Sumarmo Solo, jam beroperasinya
ATC adalah mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 19.00
WIB. Selama waktu itu, segala sesuatunya harus sudah siap
misalnya: kondisi di landasannya, alat navigasinya, lampu-lampu
yang membantu pendaratan secara visual, radio komunikasinya serta
petugas-petugasnya.
Menurut keterangan yang diberikan oleh Kapten Kamija
sebagai Kadiv Ops. LLU Bandar Udara Adi Sumarmo,
menyebutkan bahwa peranan ATC yang terkait dangan
pengoperasian bandar udara ada 3 (tiga) yaitu:
a. Peran Air Traffic Control (ATC) dalam memberikan informasi
dan instruksi (clearance) kepada pesawat.
Dalam hal ini kepada pilot/penerbang dan awak pesawat
dalam arti pesawat tersebut sebelum melakukan penerbangan
dan masih berada di bandar udara harus sudah memperoleh
informasi yang benar, jelas dan lengkap sepanjang daerah Run-
way yaitu suatu daerah empat persegi panjang di atas
lapangan udara darat yang dipersiapkan untuk tinggal
landas/mendarat, sampai dengan Taxi-way yaitu suatu jalan
tertentu di atas lapangan terbang darat yang dipilih dan
dipersiapkan untuk pesawat terbang.
b. Peran Air Traffic Control (ATC) dalam menanggulangi jam
sibuk di bandar udara.
Yaitu dengan cara mengatur jadwal penerbangan. Jam
sibuk bandar udara sangat erat kaitannya dengan arus
penumpang baik domestik maupun internasional.
Penerbangan berjadwal atau borongan, pesiar/turis/bisnis
membayar perusahaan dengan tarif khusus, di samping
arus barang dan kargo. Berbicara jam sibuk di bandar udara
pasti berbicara jam sibuknya ATC karena terutama pada jam
sibuk inilah akan terasa tekanan beban tugas dari pengatur
lalu lintas udara / ATC yang dengan kemampuannya diwajibkan
menuntun suatu penerbangan dari sejak keberangkatannya
hingga kedatangannya ke bandar udara dengan selamat.
Jam sibuk memang biasanya tergantung jadwal penerbangan
dengan menyesuaikan :
1) Waktu beroperasinya penerbangan.
Penerbangan cenderung beroperasi pada waktu tertentu di
siang hari karena di sebagian besar penumpang bisnis
cenderung memiliki waktu siang.
2) Perbandingan antara penerbangan borongan dan jadwalnya.
Penerbangan borongan diatur untuk memaksimalkan
pemakian pesawat udara dan tidak perlu dioperasikan
pada waktu jam sibuk dan terjadi persaingan antara
penerbang berjadwal.
3) Penerbang jarak dekat dan jauh.
Penerbangan jarak pendek sering untuk memaksimalkan
hari sebelum dan sesudah berangkat. Biasanya jam sibuk
antara pukul 06.00-09.00 pagi dan 16.00-18.00 sore,
sementara untuk penerbangan jarak jauh pada umumnya
dijadwalkan untuk waktu tiba yang menyenangkan setelah
suatu waktu istirahat cukup untuk penumpang dan awak
pesawat udara pada malam hari.
4) Lokasi Geografis.
Jadwal diatur agar penumpang dapat tiba di tempat
tujuan pada waktu dimana transportasi lokal dan hotel telah
beroperasi.
5) Kondisi daerah.
Kondisi daerah juga dapat mempengaruhi jam sibuk di
suatu bandar udara.
c. Peranan Air Traffic Control (ATC) dalam pengendalian
kebisingan di bandar udara
Masalah pengendalian kebisingan ini merupakan masalah
global dan internasional, dimana bandar udara sebagai
tempat datang dan berangkatnya pesawat udara terhadap
lingkungan adalah sumber kebisingan. Namun bila
diperhatikan lebih jauh, maka sumber kebisingan yang
menonjol di suatu bandar udara adalah karena mesin
pesawat udara dan gerakan udara pada permukaan-permukaan
pesawat udara ketika pesawat udara tinggal landas dan akan
mendarat.
Kebisingan merupakan masalah yang penting yang harus
ditanggulangi, karena dapat berdampak langsung pada
masyarakat yang tinggal di sekitar bandar udara.
Berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992
tentang Penerbangan menyatakan bahwa:
(1)Untuk mencegah terganggunya kelestarian lingkungan
hidup, setiap pesawat udara wajib memenuhi persyaratan
ambang batas tingkat kebisingan.
(2)Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan
pesawat udara wajib mencegah terganggunya kelestarian
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Selain Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang


Penerbangan yang menjadi dasar peran dari ATC di bandar
udara dalam pengendalian kebisingan adalah ketentuan
Konvensi Chicago 1944 yaitu dalam Annex 16, yang
menjelaskan bahwa:
a) Untuk mencegah terganggunya kelestarian lingkungan
hidup di bandar udara sebagai akibat dari pengoperasian
pesawat udara, maka disetiap bandar udara disediakan
fasilitas pengelolaan tingkat kebisingan.
b) Fasilitas pengelolaan tingkat kebisingan disediakan
oleh penyelenggara bandar udara atau pengelola bandar
udara.

Strategi dalam pengendalian kebisingan, dimana peran


dari Air Traffic Control (ATC) diperlukan yaitu penggunaan
landasan pacu tertentu, banyak jenis pesawat udara yang
tidak begitu dipengaruhi oleh cross wind/head wind dan atau
tail wind ketika tinggal landas atau akan mendarat. Upaya-upaya
pengendalian kebisingan harus terus dilaksanakan,
kebisingan tidak mungkin tidak terjadi di sekitar
ingkungan bandar udara tetapi yang harus dilakukan jangan
sampai tingkat kebisingan di atas ambang batas yang telah
ditetapkan. Pada pelaksanaannya apa yang diuraikan di
atas sangat ditentukan dan erat kaitannya dengan
kemampuan dan keahlian dalam pengaturan lalu lintas udara dan
tentunya sesuai dengan prosedur yang berlaku.
2. Peranan ATC di Udara
Pesawat pada waktu di udara harus selalu dalam
pengawasan ATC. Pilot yang menerbangkan pesawat harus
selalu menuruti instruksi dari ATC. Karena ATC memantau semua
pesawat yang akan terbang dari pesawat itu take of sampai pesawat
landing dan sampai ke tempat tujuan.
Informasi-informasi yang diberikan oleh Air Traffic
Control(ATC) sangat membantu pilot dalam melakukan
penerbangan, misalnya informasi mengenai cuaca maupun
bencana alam yang sedang terjadi. Dengan begitu pilot dapat
mengambil inisiatif jalan keluarnya dalam penerbangannya.
Air Traffic Control (ATC) dibentuk sebagai tindak lanjut dari
prosentase atau jumlah penerbangan yang semakin
meningkat, baik nasional maupun internasional. Ada
kecenderungan kepadatan lalu lintas udara di dorong oleh
adanya kemajuan teknologi dan juga adanya pengaruh
penerbangan yang bersifat komersial. Meskipun kemajuan
teknologi di bidang penerbangan telah berkembang dengan
pesat, namun hal tersebut bukan berarti penerbangan berjalan
dengan sempurna tanpa adanya pengatur lalu lintas udara di
dalam merealisasi ataupun mewujudkan suatu kegiatannya.
Pada zaman dahulu pelaksanaan suatu penerbangan tanpa
adanya pengatur lalu lintas udara masih dimungkinkan, karena
kondisi demikian belum menunjukkan kepadatan lalu lintas udara.
Di samping itu penerbangan waktu itu pada umumnya
dilaksanakan secara visual yaitu penerbangan yang hanya
mengandalkan kemampuan mata untuk melihat tanpa banyak
menggunakan bantuan alat navigasi (instrument flight).
Penerbangan visual ini jelas banyak menemui kendala-kendala dan
mungkin resiko yang dihadapi sangat besar bagi penerbangan
itu sendiri, karena tidak menggunakan peralatan suatu
navigasi udara seperti radar yang berfungsi untuk menunjukkan
ketinggian pesawat. Pada umumnya penerbangan secara visual
pelaksanaannya kalau sudah mendekati landasan pesawat (run
away).
Pada waktu mendarat pilot harus melihat dengan yakin
situasi dan kondisi landasan yang akan dituju. Petugas Air Traffic
Control (ATC) harus yakin mengetahui posisi pesawat tersebut,
sehingga berani memberikan clearance atau instruksi untuk
terbang secara visual.
Saat kondisi dunia penerbangan sudah jauh berbeda dengan
banyak menggunakan peralatan navigasi udara yang dapat
membantu dan memudahkan seorang pilot dalam melaksanakan
tugasnya, penerbangan dapat dilakukan dalam cuaca baik
maupun cuaca buruk serta mengurangi konsentrassi yang
mengandalkan mata secara penuh yang berdampak pada kelelahan
seorang pilot.
Menurut keterangan dari Kapten Kamija selaku Kadiv. Ops. LLU
mengatakan bahwa dalam penerbangan ini, untuk mencegah
atau mengurangi terjadinya kecelakaan pesawat udara diatur
jalur-jalur penerbangan sesuai dengan rute yang akan dituju.
Penggunaan rute tersebut selalu dikonfirmasikan dengan
petugas ATC seperti yang tertulis dalam Flight Plan. Flight Plan
adalah suatu catatan pilot yang berupa laporan yang harus
diserahkan kepada petugas ATC sebelum melakukan
penerbangan, sehingga setiap pergerakan atau posisi
pesawat dapat dipantau dan dikontrol oleh petugas ATC.
Air Traffic Control (ATC) dalam melaksanakan tugasnya juga
membutuhkan adanya komunikasi yang sangat berguna untuk
mengadakan koordinasi, komunikasi yang dilakukan oleh petugas
ATC adalah meliputi:
a) Komunikasi dan koordinasi antar petugas Air Traffic Control
(ATC) dengan pilot.
b) Komunikasi dan koordinasi antar unit-unit Air Traffic Control
(ATC) yaitu ADC, APP, ACC.
c) Komunikasi dan koordinasi antar unit-unit Air Traffic Control
(ATC) lainnya yang berada di bandar udara lainnya.
d) Komunikasi dan koordinasi antar unit-unit Air Traffic Control
(ATC) dengan unit-unit di luar ATC misalnya perusahaan
penerbangan, SAR, TNI AU.
e) Komunikasi dan koordinasi antar unit-unit Air Traffic Control
(ATC) dengan unit-unit di luar ATC misalnya meteorologi dan
geofisika.
f) Komunikasi dan koordinasi antar unit-unit Air Traffic Control
(ATC) yang berada di luar Indonesia misalnya negara lain.

Di samping komunikasi dan koordinasi yang digunakan Air


Traffic Control (ATC) dalam melaksanakan kontrol wilayah udara
adalah membedakan atau memberikan batasan tentang
wilayah udara yang diawasinya menjadi dua bagian yaitu:
1) Controlled Air Space
Wilayah udara yang diberi pelayanan atau pengontrolan
secara penuh. Jadi penerbang maupun pilot harus patuh
terhadap instruksi atau clearance dari ATC yang diberikan
kepadanya. Ada tiga pelayanan dalam Controlled Air Space yaitu:
a) Air Traffic Control Service
Dalam Air Traffic Control Service, pesawat dikontrol dan harus
ijin kepada ATC. Apabila pilot menyimpang dari rute yang
telah ada, pilot harus memberitahu kepada ATC.
b) Flight Information Service
Yaitu informasi yang berguna bagi penerbangan.
Misalnya informasi tentang cuaca buruk, ada gunung
meletus, ada kabut asap semua itu harus diberitahukan
kepada pilot.
c) Alating Service atau kesiap siagaan
Selama penerbangan pesawat selalu terpantau, apabila
pilot membutuhkan bantuan yang kaitannya dengan
keselamatan penerbangan, ATC mempunyai
tanggungjawab dan tugas untuk mencarikan pertolongan
melalui tim SAR.
2) Uncontrolled Air Space
Yaitu wilayah yang tidak diawasi atau tidak diberi
pelayanan secara penuh, tetapi hanya diberikan informasi-
informasi. Sehingga pilot mau apapun tidak melalui instruksi
dari ATC tetapi pilot harus memberitahu posisi pesawatnya.
Air Traffic Control (ATC) memiliki peran yang sangat luas,
dalam hal ini pemberian pelayanan navigasi telah diatur dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang
Penerbangan dalam Pasal 22 yang menyebutkan bahwa:
(1)Dalam rangka keselamatan penerbangan, pesawat udara
yang terbang di wilayah Republik Indonesia diberikan pelayanan
navigasi.
(2)Pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikenakan biaya.
(3)Persyaratan dan tata cara pemberian pelayanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam hal pemberian pelayanan navigasi penerbangan (air


navigation) terdiri dari pelayanan lalu lintas udara,
meteorologi, komunikasi penerbangan, dan fasilitas bantu
navigasi penerbangan. Pendapatan yang diperoleh sebagai hasil
pemberian pelayanan navigasi penerbangan dikelola oleh pihak
banda udara untuk kepentingan bandar udara sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan.
Ketentuan dalam Pasal 22 berkaitan dengan ketentuan Pasal
23 yang menyebutkan bahwa:
(1)Selama terbang, kapten penerbang pesawat udara yang
bersangkutan mempunyai wewenang mengambil tindakan
untuk keamanan dan keselamatan penerbangan.
(2)Jenis dan bentuk tindakan yang diambil untuk keamanan
dan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Maksud dari ketentuan ini yaitu untuk memberikan


kewenangan publik kepada kapten penerbang, yang dimaksud
dengan selama terbang yaitu sejak saat semua pintu luar
pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi)
sampai pada saat pintu dibuka untuk menurunkan penumpang
(debarkasi). Dalam kurun waktu tersebut apabila terjadi
gangguan keamanan dan keselamatan penerbangan, kapten
penerbang dapat mengambil tindakan tertentu dalam rangka
mewujudkan situasi yang aman dan menjaga keselamatan
penerbangan.
Tugas dari personil Air Traffic Control (ATC) hanya sebatas
dalam memberikan informasi, instruksi/clearance kepada pilot
sebagai pemandu agar dapat sampai ke tujuan penerbangan
dengan aman dan selamat, akan tetapi keputusan dalam
penerbangan diserahakan sepenuhnya oleh pilot.
Peran Air Traffic Control (ATC) tidak hanya memberikan
pelayanan navigasi pada suatu penerbangan, tetapi mempunyai
peran yang berkaitan dengan kegiatan di suatu bandar udara. Bandar
udara merupakan salah satu unsur dalam penyelenggaraan
penerbangan memiliki peranan yang sangat penting dan
strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan
pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dan tujuannya untuk
mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman,
cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdayaguna
menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai
pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional.
Pembinaan kebandarudaraan yang meliputi aspek-aspek
pengaturan, pengendalian dan pengawasan harus ditujukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Bandar udara merupakan
organisasi yang sangat komplek yang menyangkut beberapa
kegiatan dari berbagai organisasi. Air Traffic Control (ATC)
merupakan salah satu unit yang terpenting dalam pengoperasian
bandar udara. Tetapi dalam menjalankan tugasnya, pihak ATC
harus dibantu oleh badan meteorologi dan geofisika sebagai
suatu unit pendukung untuk mengetahui keadaan cuaca daerah
yang akan dilalui oleh pesawat udara.
Peran Air Traffic Control (ATC) di udara lebih pada mengatur
rute-rute penerbangan yang akan dilalui pesawat hingga sampai
pada tujuan. Apalagi pada saat ini, di zaman yang sudah
semakin modern transportasi merupakan sarana yang sangat
penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian,
memperkokoh persatuan dan kesatuan, mempengaruhi aspek
kehidupan bangsa dan negara serta mempererat hubungan
antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada
semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas
orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air,
bahkan dari dan ke luar negeri.
Peran Air Traffic Control (ATC) tersebut harus terus
dilaksanakan secara konsisten dan terus ada upaya peningkatan
dalam setiap pelaksanaan tugas, tidak hanya dari pihak Air Traffic
Control (ATC) tetapi juga pihak-pihak lain yang ikut bertanggung
jawab terhadap suatu penerbangan seperti teknisi pesawat, pilot
dan awak pesawat lainnya, unit-unit pendukung pelaksanaan tugas
Air Traffic Control (ATC) dan pihak-pihak perusahaan
penerbangan agar kecelakaan pesawat udara dapat
dihindarkan.

2.1.3 Visual Flight rule


Visual flight rule merupakan seperangkat peraturan di mana pilot mengooperasikan
pesawat terbang dalam kondisi cuaca yang umumnya cukup jelas untuk memungkinkan pilot
melihat arah dalam penerbangan nya. Secara khusus, cuaca nya harus lebih baik dari dasar
minimal cuaca VFR, yaitu dalam kondisi meteorologi visual atau Visual Meteorologic
Condition (VMC).

Gambar 2.1 Visual Flight Rule


Yang mengatur lembaga menetapkan persyaratan khusus untuk penerbangan VFR,
termasuk visibilitas minimum, dan jarak dari awan, untuk memastikan bahwa pesawat yang
beroperasi di bawah VFR terlihat dari jarak yang cukup untuk menjamin keselamatan.
Sebagaimana ditentukan dalam aturan otoritas penerbangan yang relevan. Pilot harus mampu
mengoperasikan pesawat dengan referensi visual ke tanah, dan dengan visual tersebut
menghindari penghalang maupun pesawat yang lainnya. Apabila cuaca berada di bawah
VMC,
pilot diwajibkan untuk menggunakan aturan penerbangan instrumen, dan
pengoperasian pesawat terbang terutama akan melalui referensi instrumen daripada referensi
visual. Dalam zona kontrol, penerbangan VFR dapat memperoleh izin dari kontrol lalu lintas
udara untuk beroperasi khusus.
Di beberapa negara penerbangan VFR diperbolehkan di malam hari, dan dikenal
sebagai Malam VFR. Hal ini umumnya hanya diperbolehkan di bawah kondisi yang lebih
ketat, seperti memelihara minimal ketinggian yang aman, dan mungkin memerlukan
pelatihan tambahan sebagai pilot di malam hari mungkin tidak dapat melihat dan
menghindari rintangan.
VFR percontohan diperlukan untuk "Melihat dan Menghindari" rintangan dan
pesawat lainnya. Pilot terbang di bawah VFR bertanggung jawab untuk pemisahan mereka
dari semua pesawat lain dan umumnya tidak ditugaskan rute atau ketinggian dengan kontrol
lalu lintas udara (ATC).

Gambar 2.2 Kondisi minimum VFR


Tergantung pada kategori wilayah udara di mana pesawat tersebut sedang dilakukan,
pesawat VFR mungkin diperlukan untuk memiliki transponder untuk membantu Air Traffic
Control mengidentifikasi pesawat di radar agar ATC dapat memberikan pemisahan untuk
pesawat IFR. Di Selandia Baru, minima ini terkandung dalam Aviation Aturan Sipil Bagian
91 - Sub D (Visual Flight Rules). Persyaratan harus dipenuhi, pesawat terbang dapat
beroperasi di bawah aturan penerbangan instrumen (IFR) dan di cirucmstances tertentu, izin
VFR khusus dapat dikeluarkan oleh kontrol lalu lintas udara. Dasar dari VFR adalah bahwa
pilot akan dapat menavigasi dan memanipulasi pesawat dengan mengacu isyarat eksternal
saja. Pilot juga diperlukan untuk menghindari pesawat lain menggunakan teknik "melihat dan
menghindari".
Berikut beberapa persyaratan tambahan ada dalam Sub D dari Bagian 91,
berhubungan dengan langit awan minimum, diperlukan pesawat untuk beroperasi di bawah
VFR.
Diantara Control Zones
- 1500 feet ceiling
- 5 km visibility

Diantara Uncontrolled Airspace


- 600 feet ceiling (Day)
- 1500m visibility (Day)
- 1500 feet ceiling (Night)
- 8 km visibility (Night)

2.1.4 Instrumental Flight-Rule

Ketika pengoperasian pesawat terbang di bawah VFR tidak aman, karena isyarat
visual luar pesawat dikaburkan oleh cuaca atau kegelapan, Instrumen Peraturan Penerbangan
harus digunakan sebagai gantinya. IFR memungkinkan pesawat untuk beroperasi dalam
Kondisi Meteorologi Instrumen (IMC), yang pada dasarnya kondisi cuaca kurang dari VMC
tetapi di mana pesawat masih bisa beroperasi dengan aman.
Penggunaan IFR juga diperlukan ketika terbang di "Kelas A" wilayah udara terlepas
dari kondisi cuaca. Kelas A wilayah udara membentang dari 18.000 kaki di atas permukaan
laut dengan tingkat penerbangan 600 (60.000 kaki Tekanan ketinggian). Penerbangan di
Kelas A wilayah udara membutuhkan pilot dan pesawat menjadi instrumen dilengkapi /
diberi nilai dan akan beroperasi di bawah Instrumen Flight Rules (IFR).
Banyak negara pesawat komersial dan pilot harus beroperasi di bawah IFR karena
mayoritas penerbangan masukkan wilayah udara Kelas A, Namun, pesawat yang beroperasi
sebagai pesawat komersial harus beroperasi di bawah IFR bahkan jika rencana penerbangan
tidak mengambil kerajinan ke Kelas A wilayah udara, seperti dengan penerbangan regional
yang lebih kecil.

2.1.5 Sistem perlampauan


Perlampuan / Airfield Lighting System (AFL), sistem perlampuan ini
bisa memberikan informasi dengan kemiringan yang diinginkan,
intensitasnya cahayanya bisa diatur sehingga menjamin informasinya
mencapai mata pilot dalam keadaan cuaca jelek maupun cuaca baik
di malam hari tanpa menyilaukan mata pilot.
Airfield Lighting System (AFL) meliputi peralatan - peralatan sebagai
berikut :
1. Runway edge light
Adalah rambu penerangan landasan pacu, terdiri dari lampu -
lampu yang dipasang pada jarak tertentu di tepi kiri dan kanan
landasan pacu untuk memberi tuntunan kepada penerbang pada
pendaratan dan tinggal landas pesawat terbang disiang hari pada
cuaca buruk, atau pada malam hari.
2. Threshold light
Yaitu rambu penerangan yang berfungsi sebagai penunjuk
ambang batas landasan, dipasang pada batas ambang landasan pacu
dengan jarak tertentu memancarkan cahaya Pemasangan lampu
sepanjang tepi landasan sejauh 3 m dari tepi perkerasan. Jarak
memanjang dari lampu ke lampu tidak boleh lebih dari 60 m. Apabila
threshold landasan digeser, tetapi daerah yang digeser tadi masih
dipakai untuk lepas landas dan taxi, lampu tepi landasan pada
displaced area yang menghadap pilot berwarna merah. Sedangkan
berwana putih, lampu yang mneghadap arah kedatangan pesawat,
dan berwarna kuning untuk mengingatkan pilot bahwa landasan
hampir habis tinggal 600m. hijau jika dilihat oleh penerbang pada
arah pendaratan.
3. Runway end light
Adalah rambu penerangan sebagai alat bantu untuk
menunjukan batas akhir/ujung landasan, dipasang pada batas
ambang landasan pacu dengan memancarkan cahaya merah
apabila dilihat oleh penerbang yang akan tinggal landas.
4. Taxiway light
Adalah rambu penerangan yang terdiri dari lampu - lampu
memancarkan cahaya biru yang dipasang pada tepi kiri dan kanan
taxiway pada jarak - jarak tertentu dan berfungsi memandu
penerbang untuk mengemudikan pesawat terbangnya dari landasan
pacu ke dan atau dari tempat parkir pesawat.
5. Flood light
Yaitu rambu penerangan untuk menerangi tempat parkir pesawat
terbang diwaktu siang hari pada cuaca buruk atau malam hari pada
saat ada pesawat terbang yang menginap atau parkir. Pada awal
mula pendaratan malam dilakukan, seluruh area landasan disinari
seluruhnya (Flood Light). Lama kelamaan dirasakan tidak perlu
seluruh lapangan pendaratan disinari, cukup bagian-bagian utama
saja, kemudian dipakai lampu khusus untuk pendaratan. Perlampuan
menyinari seluruh permukaan landasan akhirnya diganti dengan
lampu yang menunjukkan arah sumbu landasan serta ditambahkan
lampu tepi landasan dipasang sepanjang tepi landasan. Pada visibility
jelek lapangan terbang dilengkapi dengan lampu touch down zone.
6. Approach light
Adalah rambu penerangan untuk pendekatan yang
dipasang pada perpanjangan landasan pacu berfungsi sebagai
petunjuk kepada penerbang tentang posisi, arah pendaratan dan
jarak terhadap ambang landasan pada saat pendaratan.
7. PAPI (Precision Approach Path Indicator) dan VASIS (Visual Approach
Slope Indicator System)
Adalah rambu penerangan yang memancarkan cahaya untuk
memberi informasi kepada penerbangan mengenai sudut luncur
yang benar, dan memandu penerbang melakukan pendekatan
menuju titik pendaratan pada daerah touch down.
8. Rotating Beacon
Adalah rambu penerangan petunjuk lokasi bandar udara,
terdiri dari 2 (dua) sumber cahaya bertolak belakang yang
dipasang pada as yang dapat berputar, sehingga dapat
memancarkan cahaya berputar dengan warna hijau dan putih pada
umumnya Rotating Beacon dipasang diatas tower.
9. Turning area light
Adalah rambu penerangan untuk memberi tanda bahwa
didaerah ini terdapat tempat pemutaran pesawat terbang.
10. Apron Light
Adalah rambu penerangan yang terdiri dari lampu - lampu
yang memancarkan cahaya merah yang dipasang di tepi Apron
untuk memberi tanda batas pinggir Apron.
11. Sequence Flashing Light (SQFL)
Yaitu lampu penerangan berkedip berurutan pada arah
pendekatan. SQFL dipasang pada Bar 1 s/d Bar 21 Approach Light
System.
12. Traffic Light,
Yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk
pengaturan kendaraan umum yang dikhawatrikan akan dapat
menyebabkan gangguan terhadap pesawat terbang yang sedang
mendarat.
13. Obstruction Light
Yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk
menunjukan ketinggian suatu bangunan yang dapat menyebabkan
gangguan/rintangan pada penerbangan.
14. Wind Cone
Yaitu rambu penerangan menunjukan arah angin bagi
pendaratan atau lepas landas suatu pesawat terbang.
2.1.6 Marka lalu lintas udara
Marka adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan
jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang,
garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan
membatasi daerah kepentingan lalu lintas. Marka Bandara adalah suatu tanda yang ditulis
atau digambarkan pada jalan di daerah pergerakan pesawat udara dengan maksud untuk
memberikan suatu petunjuk, menginformasikan suatu kondisi, dan batas-batas keselamatan
penerbangan. Marka di daerah pergerakan pesawat udara dituliskan atau digambarkan pada
permukaan landas pacu, landas ancang dan apron.

1. Marka di Landasan Pacu


Marka di Landas Pacu merupakan suatu tanda pada daerah yang diperkeras berbentuk persegi
panjang di bandar udara yang disediakan untuk lepas landas dan pendaratan. Nama landas
pacu diambil dari arahnya dengan pembulatan ke puluhan terdekat, contoh: 36 untuk landas
pacu yang mengarah ke 360 derajat (utara).
Karena sebuah landas pacu bisa dipakai dua arah, penamaan pun ada dua dengan
selisih 18. Contoh: landas pacu 09/27. Apabila bandara memiliki beberapa landas pacu
dengan arah sama, akan diidentifikasi dengan penambahan huruf L, C, dan R untuk Left,
Center, dan Right (kiri, tengah, kanan) yang ditambahkan di akhir. Contoh: landas pacu
02R/20L.
Pada landasan-landasan tertentu, ujung ujung landasan yang digunakan untuk touch down
atau take off digunakan lapisan beton, bukan aspal, untuk menghindari melelehnya aspal pada
saat pesawat take off dengan kekuatan mesin penuh, khususnya pesawat tempur yang
menggunakan mekanisme afterburner sehingga menimbulkan semburan api pada nozzle
(saluran buang) mesin pesawat.Pada bagian bawah lapisan aspal digunakan lapisan batu kali,
bukan batu koral seperti halnya penggunaan pengaspalan jalan raya.
Landasan pacu dibuat dengan perhitungan teknis tertentu sehingga permukaannya
tetap kering, sekalipun pada musim hujan, dan mencegah tergenangnya landasan yang
mengakibatkan pesawat mengalami aquaplanning, terutama saat mendarat yang sangat
membahayakan.
Jenis Fungsi
Runway Side Garis putih solid maupun tunggal yang terletak pada sepanjang tepi
Stripe runway untuk tanda batas tepi runway.
Marking
Runway Garis berwarna putih dalam bentuk dua angka atau kombinasi dua angka
Designation dan satu huruf tertentu terletak pada threshold dan runway center line
Marking marking sebagai identitas runway. Fungsinya adalah sebagai petunjuk arah
runway yang digunakan untuk lepas landas dan pendaratan.
Threshold Tanda berupa garis putih sejajar dengan arah runway yang terletak 6 meter
Marking dari awal runway yang berfungsi sebagai tanda permulaan yang digunakan
untuk pendaratan.
Runway Terdiri dari garis putus-putus berwarna putih terletak di tengah sepanjang
Center Line runway. Merupakan suatu garis dan celah yang memiliki panjang tidak
Marking kurang dari 50 meter dan tidak lebih dari 75 meter yang berfungsi sebagai
petunjuk garis tengah runway.
Aiming Point Tanda di runway yang terdiri dari dua garis lebar berwarna putih sebagai
Marking penunjuk tempat pertama roda pesawat yang diharapkan untuk menyentuh
runway saat mendarat.
Touchdown Tanda pada runway yang terdiri dari garis-garis berwarna putih
Zone berpasangan di kiri-kanan garis tengah runway sebagai penunjuk panjang
Marking runway yang masih tersedia pada saat melakukan pendaratan.
Displaced Tanda berwarna kuning pada ujung runway berbentuk panah atau tanda
Threshold silang. Tanda panah sebagai penunjuk runway yang hanya dapat digunakan
Marking untuk tinggal landas. Tanda silang berfungsi sebagai penunjuk bagian
runway tidak dapat dipergunakan.
Pre- Merupakan tanda berwarna kuning yang ditempatkan diluar ujung runway
Threshold di belakang threshold panah. Fungsinya sebagai penunjuk bahwa daerah
Marking tidak boleh dipergunakan untuk tinggal dan lepas landas.
Gambar 2.3 Marka landasan pacu
2. Marka di Taxiway
Marka di taxiway adalah suatu tanda pada jalan di jalur tertentu di bandar udara yang
disediakan untuk pergerakan pesawat udara dari suatu tempat lainnya di darat. Taxiway
adalah jalur di bandara yang menghubungkan landasan pacu dengan jalur landai, hangar,
terminal dan fasilitas lainnya. Taxiway kebanyakan memiliki permukaan yang keras seperti
aspal atau beton. Namun terkadang bandara yang lebih kecil atau belum memenuhi kriteria
internasional menggunakan kerikil atau rumput.
Jenis Fungsi
Taxiway Center Merupakan suatu tanda dengan garis lebar 0.15m
Line Marking berwarna kuning sebagai pemberi tuntunan kepada
pesawat udara dari runway menuju apron atau
sebaliknya.
Runway Holding Tanda garis yang melintang di taxiway berupa dua garis
Position Marking solid dan dua garis terputus-putus berwarna kuning
sebagai tanda bagi pesawat untuk berhenti sebelum
memperoleh izin memasuki runway.
Taxiway Edge Garis berwarna kuning sepanjang tepi taxiway sebagai
Marking penunjuk batas pinggir taxiway.
Taxi Shoulder Tanda berupa garis-garis berwarna kuning terletak di
Marking sebelah luar taxiway edge marking dan merupakan bahu
taxiway sebagai tanda yang menunjukkan tidak boleh
dilalui pesawat udara
Intermediate Tanda pada persimpangan taxiway yang berupa garis
Holding Position putus-putus berwana kuning sebagai penunjuk letak
Marking persimpangan taxiway.
Exit Guide Line Garis kuning yang terletak di runway dan
Marking menghubungkan taxiway center line sebagai pemberi
tuntunan keluar masuk pesawat udara menuju landas
pacu atau sebaliknya.
Road Holding Tanda garis melintang di taxiway berupa dua garis solid
Position Marking dan dua garis terputus-putus berwarna putih yang
berguna sebagai tanda kendaraan untuk berhenti seelum
memperoleh izin memasuki atau menyebrangi runway.

Gambar 2.4 Marka taxiway

3. Marka di Apron
Daerah atau tempat di bandar udara yang telah ditentukan guna
menempatkan pesawat udara, menurunkan dan menaikkan penumpang,
kargo, pos, pengisian bahan bakar dan perawatan ringan pesawat udara.
Apron adalah bagian penting dari bandar udara yang digunakan sebagai
tempat parkir pesawat terbang. Selain untuk parkir, pelataran pesawat
(Apron) digunakan untuk mengisi bahan bakar, menurunkan penumpang,
dan menaikkan penumpang pesawat terbang. Apron berada pada sisi
bandar udara (airport side) yang langsung bersinggungan dengan
bangunan terminal, dan juga dihubungkan dengan jalan rayap (taxiway)
yang menuju ke landas pacu.
Jenis Fungsi
Apron Adalah garis merah pada apron yang lebarnya 0.20 meter
Boundary/ yang berfungsi sebagai penunjuk batas antara apron,
Security Line taxiway, aircraft stand taxi line atau daerah parking stand.
Marking
Apron Safety Merupakan marka atau garis merah tidak terputus pada
Line Marking apron dengan lebarnya 0.15m. Fungsinya adalah
menunjukkan batas yang aman bagi pesawat udara dari
pergerakan peralatan pelayanan darat (GSE). Suatu daerah
tertutup tempat pesawat udara di parkir selama pelayanan
grown handling diberikan.
Equipment Garis putih yang berfungsi sebagai suatu area yang terletak
parking Area pada jarak aman diluar aircraft safety area yang digunakan
Marking/Equip sebagai pembatas parkir dan pesawat udara
ment Staging
Area
Apron Lead-in Garis kuning di apron dengan lebar 0.15m sebagai pedoman
dan Lead-out yang digunakan oleh pesawat udara untuk melakukan
Line Marking ancangan ke dalam atau keluar apron
Aircraft Nose Tanda berupa garis berwarna kuning sebagai tempat berhenti
Wheel pesawat udara yang parkir. terletak di apron area pada
Stopping perpanjangan lead-in dan berjarak 6 meter dari akhir garis
Position lead-in.
Marking
Apron Edge Garis kuning di sepanjang tepi apron untuk menunjukkan
Line Marking batas tepi apron
Parking Stand Tanda di apron berupa huruf dan angka yang berwarna
Number kuning dengan latar belakang hitam yang berfungsi sebagai
Marking penunjuk nomor tempat parkir pesawat udara
Aviobridge Tanda di apron berupa garis-garis merah yang yang terletak
Safety Zone di dekat aircraft parking stand berbentuk trapesium berfungsi
Marking sebagai penunjuk daerah aerobridge atau garbarata.
Garbarata merupakan sarana berupa jembatan yang dapat
diatur langsung ke pintu pesawat udara, digunakan untuk
naik atau turun penumpang, dari dan ke ruang tunggu.
No Parking Tanda berbentuk persegi panjang dengan garis-garis
Area Marking berwarna merah yang tidak boleh digunakan untuk parkir
peralatan
Service Road Tanda berupa dua garis pararel sebagai batas pinggir jalan
Marking dan garis putus-putus sebagai petunjuk sumbu jalan,
berwarna putih dengan lebar garis 0.15m sebagai jalan
pelayanan umum bagi kendaraan atau peralatan yang
membatasi sebelah kanan dan kiri yang memungkinkan
pergerakan peralatan (GSE) terpisah dengan pesawat udara

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pemandu Lalu Lintas Udara (bahasa Inggris: Air Traffic Controller, ATCer) atau
Pemandu Lalu Lintas Penerbangan adalah merupakan profesi atau bidang pekerjaan yang
umumnya berfungsi memberikan layanan pemanduan lalu lintas di udara, terutama terhadap
lalu lintas penerbangan pesawat udara, seperti pesawat terbang, helikopter dan lainnya.
Tujuan pelayanan sistem lalu lintas udara yang diberikan oleh ATS
berdasarkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) :
1. Mencegah tabrakan antarpesawat.
2. Mencegah tabrakan antarpesawat di area pergerakan rintangan di
area tersebut.
3. Mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas udara.
4. Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan
dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara.
5. Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam
pencarian pesawat yang memerlukan pencarian dan pertolongan
sesuai dengan organisasi yang dipersyaratkan.
Visual flight rule merupakan seperangkat peraturan di mana pilot
mengooperasikan pesawat terbang dalam kondisi cuaca yang umumnya
cukup jelas untuk memungkinkan pilot melihat arah dalam penerbangan
nya.
Marka adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan
yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis
serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan
membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
3.2 SARAN
Penulisan menyadari bahwa makalah diatas masih banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

http://angkasasena.blogspot.com/2010/02/pemanduan-lalu-lintas-udara.html
https://www.beritasatu.com/ekonomi/341912/menhub-resmikan-sistem-pengendalian-lalu-
lintas-udara-handal-di-makassar
https://docplayer.info/89518808-Manajemen-lalu-lintas-udara.html
https://www.arah.com/article/5687/inggris-indonesia-berbagi-pengalaman-kendalikan-lalu-
lintas-udara.html
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/7826/MjAzODI=/Pengendalian-lalu-lintas-
penerbangan-komersial-di-PT-PERSERO-Angkasa-Pura-1-bandara-Adi-Sumarmo-Surakarta-
abstrak.pdf

Anda mungkin juga menyukai