Anda di halaman 1dari 21

Makalah Metode Pelaksanaan dan Pembongkaran Konstruksi

METODE PELAKSANAAN BANDAR UDARA

Dosen Pengampu: Alfa Taras Bulba, S.T., M.Sc.

DISUSUN OLEH:

DAFIF HANAN

2104101010012

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM – BANDA ACEH

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Metode Pelaksanaan Bandar Udara”
dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas MPPK.

Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang kontruksi bendungan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepadaa bapak
Alfa Taras Bulba, S.T., M.Sc selaku dosen saya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikannya makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

1.3 Maksud dan Tujuan ......................................................................................................... 1

1.4 Manfaat ............................................................................................................................ 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................................... 2

2.1 Pengertian Bandar Udara ................................................................................................ 2

2.2 Peran Bandar Udara ........................................................................................................ 2

2.3 Fungsi Bandar Udara ....................................................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................... 4

3.1 Penetapan Lokasi Bandar Udara..................................................................................... 4

3.2 Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara ..................................................................... 9

3.3 Kontruksi Bandar Udara ............................................................................................... 12

3.3.1 Bagian Udara .......................................................................................................... 12

3.3.2 Bagian Darat ........................................................................................................... 14

3.3.3 Larangan dan pembatasan rintangan (Obstacle Restriction and Limitation) pada
Konstruksi Bandara .............................................................................................................. 14

BAB IV PENUTUP....................................................................................................................... 16

4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 16

4.2 Saran............................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 17

LAMPIRAN................................................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara,
pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan
keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

Penerbangan diselenggarakan dengan tujuan: Mewujudkan penyelenggaraan


penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan
menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat, Memperlancar arus perpindahan orang
dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam
rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional, Membina jiwa kedirgantaraan,
Menjunjung kedaulatan negara, Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi
dan industry angkutan udara nasional, Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian
tujuan pembangunan nasional, Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara, Meningkatkan ketahanan nasional, dan Mempererat
hubungan antarbangsa

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini hanya membahas tentang metode pelaksanaan konstruksi bandara
mulai dari tahap sebelum pelaksanaan dan pelaksanaan.

1.3 Maksud dan Tujuan

Adapun Makalah ini bertujuan menjelaskan metode pelaksanaan pekerjaan Bandara,


serta menambah wawasan pengetahuan para siswa dan mahasiswa dalam membangun bandara.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memperdalam
ilmu tentang metode pelaksanaan kontruksi bandara.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bandar Udara


Bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun
penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi,
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang lainnya.

2.2 Peran Bandar Udara


Bandar udara memiliki peran sebagai Simpul dalam jaringan transportasi udara yang
digambarkan sebagai titik lokasi bandar udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan
rute penerbangan sesuai hierarki bandar udara;
 Pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataanpembangunan,
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi sertakeselarasan pembangunan nasional dan
pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar
udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian;
 Tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar moda pada
simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan yang
terpadu dan berkesinambungan yang digambarkan sebagai tempat perpindahan moda
transportasi udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya;
 Pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan dan/atau pariwisata dalam
menggerakan dinamika pembangunan nasional, serta keterpaduan dengan sektor
pembangunan lainnya, digambarkan sebagai lokasi bandar udara yang memudahkan
transportasi udara pada wilayah di sekitamya;
 Pembuka isolasi daerah, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang dapat membuka
daerah terisolir karena kondisi geografis dan/atau karena sulitnya moda transportasi
lain;
 Pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang
memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara Kesatuan
Republik Indonesia di kepulauan dan/atau di daratan;

2
 Penanganan bencana, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan
kemudahan transportasi udara untuk penanganan bencana alam pada wilayah
sekitarnya;
 Prasarana memperkokoh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara, digambarkan
dengan titik-titik lokasi bandar udara yang dihubungkan dengan jaringan dan rute
penerbangan yang mempersatukan wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

2.3 Fungsi Bandar Udara


Berdasarkan fungsinya maka bandar udara merupakan tempat penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan dan/atau pengusahaan.
Sebagai tempat penyelenggaraan pemerintahan maka bandar udara merupakan tempat
unit kerja instansi pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya terhadap masyarakat
sesuai peraturan perundang-undangan dalam urusan antara lain:
- Pembinaan kegiatan penerbangan
- Kepabeanan
- Keimigrasian
- Kekarantinaan
Bandar udara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pengusahaan maka
bandarudara merupakan tempat usaha bagi:
- Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara;
- Badan Usaha Angkutan Udara; dan
- Badan Hukum Indonesia atau perorangan melalui kerjasama dengan Unit
Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara.

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penetapan Lokasi Bandar Udara


Sebelum suatu bandar udara dibangun, perlu adanya suatu penetapan lokasi bandar
udara oleh Menteri Perhubungan. 11 Penetapan tersebut berlaku selama 5 tahun dan memuat:

1. Titik Koordinat Bandar Udara

Titik koordinat bandar udara merupakan titik koordinat yang dinyatakan dengan
koordinat geografis.

2. Rencana Induk Bandar Udara

Rencana induk bandar udara berlaku selama 20 tahun dan paling sedikit memuat:

a. Prakiraan Permintaan Kebutuhan Pelayanan Penumpang Dan Kargo;

b. Kebutuhan Fasilitas

Yang dimaksud dengan fasilitas adalah:

1) Fasilitas pokok, meliputi:

a) Fasilitas keselamatan dan keamanan, antara lain Pertolongan


Kecelakaan Penerbangan – Pemadam Kebakaran (PKP-PK), salvage, alat bantu
pendaratan visual (Airfield Lighting System), sistem catu daya kelistrikan, dan
pagar;

b) Fasilitas sisi udara, antara lain:

- Landas pacu (runway);


- Runway Strip, Runway End Safety Area (RESA), Stopway, Clearway;
- Landas hubung (taxiway);
- Landas parkir (apron);
- Marka dan rambu; dan
- Taman meteo (fasilitas dan peralatan pengamatan cuaca).

4
c) Fasilitas sisi darat (landside facility), antara lain:

- Bangunan terminal penumpang;


- Bangunan terminal kargo;
- Menara pengatur lalu lintas penerbangan (control tower);
- Bangunan operasional penerbangan;
- Jalan masuk (access road);
- Parkir kendaraan bermotor;
- Depo pengisian bahan bakar pesawat udara;
- Bangunan hanggar;
- Bangunan administrasi/perkantoran;
- Marka dan rambu; serta
- Fasilitas pengolahan limbah.

2) Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara langsung dan tidak


langsung menunjang kegiatan Bandar udara dan memberikan nilai tambah
secara ekonomis pada penyelenggaraan bandar udara, antara lain fasilitas
perbengkelan pesawat udara, fasilitas pergudangan, penginapan/hotel, toko,
restoran, dan lapangan golf.

c. Tata Letak Fasilitas;

d. Tahapan Pelaksanaan Pembangunan;

e. Kebutuhan Dan Pemanfaatan Lahan;

f. Daerah Lingkungan Kerja

Daerah lingkungan kerja bandar udara merupakan daerah yang dikuasai


badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara, yang
digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan
pengoperasian fasilitas bandar udara. Pada daerah lingkungan kerja bandar
udara yang telah ditetapkan, dapat diberikan hak pengelolaan atas tanah
dan/atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Batas daerah lingkungan kerja ditetapkan dengan koordinat
geografis.

5
g. Daerah Lingkungan Kepentingan

Daerah lingkungan kepentingan Bandar udara merupakan daerah di luar


lingkungan kerja Bandar udara yang digunakan untuk menjamin keselamatan
dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas penumpang dan
kargo. Batas daerah lingkungan kepentingan ditetapkan dengan koordinat
geografis. Pemanfaatan daerah lingkungan kepentingan Bandar udara harus
mendapatkan persetujuan dari Menteri Perhubungan.

h. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan

Batas kawasan keselamatan operasi penerbangan ditetapkan dengan


koordinat geografis. Kawasan keselamatan operasi penerbangan terdiri atas:

1. Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas, merupakan suatu kawasan


perpanjangan kedua ujung landas pacu, di bawah lintasan pesawat udara
setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang
dan lebar tertentu;
2. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, merupakan sebagian dari
kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung landas
pacu dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan;
3. Kawasan di bawah permukaan transisi, merupakan bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dan berjarak tertentu dari sumbu landas pacu,
pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garis-garis datar
yang ditarik tegak lurus pada sumbu landas pacu, dan pada bagian atas
dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam;
4. Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam, merupakan bidang datar
di atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian
dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan
terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas;
5. Kawasan di bawah permukaan kerucut, merupakan bidang dari suatu
kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan
horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan

6
permukaan horizontal luar, masing-masing dengan radius dan ketinggian
tertentu dihitung dari titik referensi yang ditentukan;
6. Kawasan di bawah permukaan horizontal-luar, merupakan bidang datar di
sekita Bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran
tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan,
antara lain, pada waktu pesawat udara melakukan pendekatan untuk
mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal
mengalami kegagalan dalam pendaratan.

i. Batas Kawasan Kebisingan.

Batas kawasan kebisingan merupakan kawasan tertentu di sekitar


Bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara yang
terdiri atas kebisingan tingkat I, tingkat II, dan tingkat III. Kawasan kebisingan
tingkat I, merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan, kecuali untuk jenis bangunan
sekolah dan rumah sakit, dengan tingkat kebisingan antara 70 hingga 75 desibel.
Kawasan kebisingan tingkat II, merupakan tanah dan ruang udara yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan, kecuali untuk
jenis kegiatan dan/atau bangunan sekolah, rumah sakit, dan rumah tinggal,
dengan tingkat kebisingan antara 75 hingga 80 desibel.Kawasan kebisingan
tingkat III, merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk
membangun fasilitas Bandar Udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat
dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian lingkungan dan
pertanian yang tidak mengundang burung dengan tingkat kebisingan lebih dari
80 desibel. Batas kawasan kebisingan ditetapkan dengan koordinat geografis.

Penetapan lokasi bandar udara diajukan oleh Pemrakarsa bandar udara


kepada Menteri Perhubungan. Pemrakarsa dimaksud dapat berupa pemerintah,
pemerintah daerah,Badan Usaha Milik Negara/Daerah, atau badan hukum
Indonesia yang mempunyai hak untuk pelaksanaan pembangunan,
mengoperasikan dan mengusahakan bandar udara.

Pemrakarsa bandar udara dilarang memindahkan penetapan lokasi yang


ditetapkan oleh Menteri Perhubungan kepada pihak lain, kecuali dalam keadaan

7
tertentu atas izin Menteri Perhubungan. Penetapan lokasi tersebut
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:

1. Rencana Induk Nasional Bandar Udara

Rencana Induk Nasional Bandar Udara merupakan pedoman dalam


penetapan lokasi, penyusunan rencana induk, pembangunan, pengoperasian,
dan pengembangan Bandar udara. Rencana Induk Nasional Bandar Udara
memuat kebijakan nasional bandar udara dan rencana lokasi bandar udara
beserta penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara. Rencana Induk
Nasional Bandar Udara disusun dengan memperhatikan:

a. Rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah


provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
c. Potensi sumber daya alam;
d. Perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun
internasional;
e. Sistem transportasi nasional;
f. Keterpaduan intermoda dan multimoda; dan
g. Peran bandar udara.

2. Keselamatan dan keamanan penerbangan

Keselamatan penerbangan merupakan suatu keadaan terpenuhinya


persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara,
bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang
dan fasilitas umum lainnya. Sedangkan keamanan penerbangan merupakan
suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada penerbangan dari
tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya
manusia, fasilitas, dan prosedur.

a. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan


lain terkait di lokasi bandar udara;
b. Kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis
pembangunan, dan pengoperasian.

8
c. Kelayakan lingkungan. Kelayakan lingkungan adalah suatu kelayakan
yang dinilai dari besarnya dampak yang akan ditimbulkan serta
kemampuan mengurangi dampak (mitigasi), pada masa konstruksi,
pengoperasian, dan/atau pada tahap pengembangan selanjutnya.

3.2 Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara


Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diberikan oleh Menteri Perhubungan sesuai
dengan pedoman teknis bangunan gedung yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah.

Koordinasi dengan pemerintah daerah terkait dengan pertimbangan teknis tentang


kesesuaian rencana pembangunan dan pengembangan bandar udara dengan rencana tata ruang
wilayah provinsidan kabupaten/kota. Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diterbitkan
setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Bukti Kepemilikan Dan/Atau Penguasaan Lahan

Bukti kepemilikan dan/atau pengusaan lahan merupakan sertifikat hak atas


tanah atau dokumen rencana tata guna lahan yang telah ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Rekomendasi Yang Diberikan Oleh Instansi Terkait Terhadap Utilitas


Dan Aksesibilitas Dalam Penyelenggaraan Bandar Udara

Rekomendasi dimaksud berupa surat pernyataan mengenai jaminan penyediaan


paling sedikit meliputi prasarana jalan yang digunakan dari dan ke bandar udara,
fasilitas listrik, air minum, drainase, telekomunikasi, informasi, dan/atau bahan bakar
dari instansi sesuai dengan kewenangannya.

3. Bukti Penetapan Lokasi Bandar Udara

Bukti penetapan lokasi bandar udara merupakan penetapan lokasi bandar udara
yang memuat titik koordinat bandar udara dan rencana induk bandar udara.

4. Rancangan Teknik Terinci Fasilitas Pokok Bandar Udara

Rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara merupakan dasar


pelaksanaan kegiatan pembangunan Bandar Udara yang disusun berdasarkan rencana

9
peruntukan Bandar Udara dalam kaitan menampung pesawat udara yang akan mendarat
dan lepas landas, penumpang, dan barang yang mencakup gambar dan spesifikasi teknis
bangunan, fasilitas dan prasarana termasuk struktur bangunan dan bahan, serta fasilitas
elektronika, listrik, dan mekanikal sebagai penunjang Keselamatan Penerbangan.
Rancangan teknis tersebut harus mendapatkan pengesahan dan paling sedikit memuat
mengenai:

a. Kondisi tanah dasar;


b. Peta topografi;
c. Tata letak fasilitas pokok bandar udara, termasuk fasilitas bantu navigasi
d. penerbangan;
e. gambar arsitektur;
f. gambar konstruksi; dan
g. gambar mekanikal, elektrikal, dan peralatan navigasi Penerbangan.

5. Kelestarian Lingkungan

Kelestarian lingkungan merupakan izin lingkungan sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup Pengembangan di luar rencana induk bandar udara dimungkinkan dalam hal:

a. Terdapat perubahan lingkungan strategis;


b. Peningkatan permintaan kebutuhan angkutan udara;
c. Peningkatan kapasitas untuk pelayanan; dan
d. Disetujui oleh Menteri Perhubungan.

Pembangunan bandar udara dilaksanakan setelah memperoleh Izin Mendirikan


Bangunan Bandar Udara dari Menteri Perhubungan. Pembangunan yang diprakarsai
oleh Pemerintah Republik Indonesia, dana pembangunan dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diajukan secara tertulis


oleh Pemrakarsa kepada Menteri Perhubungan dengan melampirkan:

1. Bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan;


2. Rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan
aksesibilitas dalam penyelenggaraan bandar udara;
3. Bukti penetapan lokasi bandar udara;

10
4. Rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara yang sudah disahkan;
5. Izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
6. Bukti kemampuan finansial, berupa:
a. Tanda bukti modal disetor
b. Tanda bukti modal disetor merupakan syarat bagi pembangunan bandar
udara yang diprakarsai oleh badan hukum Indonesia, dengan nilai sedikitnya
5% dari total perkiraan biaya pembangunan.
c. Pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan bandar udara
d. Pernyataan dimaksud berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
apabila pembangunan diprakarsai oleh pemerintah daerah, dan dari bandar
udara yang diprakarsai oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah.
e. Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diterbitkan paling lambat 30 hari
kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap dan memenuhi
persyaratan. Apabila permohonan Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara
ditolak, harus disertai dengan alasan penolakan.pelayanan jasa
kebandarudaraan, kelestarian lingkungan, serta keterpaduan intermodal dan
multimoda. Pembangunan dan pengembangan bandar udara harus
mempertimbangkan:
1. Kebutuhan jasa angkutan udara;
2. Pengembangan pariwisata;
3. Pengembangan potensi ekonomi daerah dan nasional;
4. Keterpaduan intermodal dan multimoda;
5. Kepentingan nasional;
6. Keterpaduan jaringan rute angkutan udara; dan/atau
7. Pelestarian lingkungan.

Selain itu, pembangunan Bandar Udara harus memenuhi standar


keselamatan dan keamanan penerbangan yang meliputi:

1. Standar rancang bangun dan/atau rekayasa fasilitas bandar udara;


2. Standar pelatihan dan utilitas bandar udara; dan
3. Standar kelaikan fasilitas dan peralatan bandar udara.

11
Pemegang Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara dalam
melaksanakan pembangunan wajib:

a. Menaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan keamanan


penerbangan dan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. Bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan
pembangunan bandar udara yang bersangkutan;
c. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara sesuai dengan rencana
induk bandar udara;
d. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara secara nyata paling lambat
1 tahun sejak Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara ditetapkan;
e. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara sesuai dengan jadwal dan
tahapan pembangunan/pengembangan dalam rencana induk bandar udara;
f. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan bandar udara secara berkala
setiap 6 bulan kepada Menteri Perhubungan, gubernur, dan/atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya; serta
g. Melaporkan hasil pembangunan bandar udara kepada Menteri Perhubungan
setelah selesainya pembangunan bandar udara.

Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut, pemegang Izin Mendirikan Bangunan


Bandar Udara dapat dikenakan sanksi pencabutan izin, dengan sebelumnya melalui
proses peringatan tertulis sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu
masing-masing 1 bulan. Apabila peringatan tertulis ketiga tidak ditaati, dilanjutkan
dengan pembekuan izin mendirikan bangunan Bandar Udara untuk jangka waktu 1
bulan. Apabila dalam jangka waktu pembekuan izin tidak ada perbaikan maka Menteri
Perhubungan mencabut Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara..

3.3 Kontruksi Bandar Udara


3.3.1 Bagian Udara
Landasan pacu mutlak dibutuhkan oleh pesawat. Panjang landasan biasanya tergantung
dari ukuran pesawat yang dilayani. Untuk bandara perintis yang melayani pesawat kecil,
tersedia rumput yang cukup atau tanah yang mengeras (stabil) di landasan. Panjang runway
perintis biasanya 1.200 meter dan lebarnya 20 meter, misalnya melayani pesawat kecil dengan
dua baling-baling seperti Twin Otters dan Cessna (biasanya hanya 600-800 meter).

12
Sedangkan untuk bandara yang ramai digunakan struktur aspal dengan panjang 1.800
meter dan lebar 30 meter. Pesawat yang dilayani adalah pesawat turboprop atau jet kecil,
seperti Fokker-27, Tetuko 234, Fokker-28, dll. Di bandara yang sibuk biasanya digunakan
struktur beton dengan panjang 3.600 meter dan lebar 45-60 meter. Pesawat yang dilayani
adalah jet berukuran sedang, seperti Fokker-100, DC-10, B-747, Hercules, dll. Ada banyak
platform di bandara internasional yang dapat mengantisipasi lalu lintas padat.

Faktor yang mempengaruhi panjang landasan pacu:

1. Kinerja dan karakteristik operasional pesawat yang dilayani.

2. Cuaca, terutama angin tanah dan suhu.

3. Karakteristik landasan pacu, seperti kemiringan dan kondisi tanah.

4. Faktor lokasi bandara, seperti ketinggian bandara yang menyebabkan tekanan udara
dan pembatasan medan. Saat menentukan panjang landasan pacu, persyaratan lepas
landas dan pendaratan harus dipertimbangkan.

 Apron atau tempat parkir pesawat dekat dengan terminal, sedangkan taxiway
menghubungkan apron dan landasan pacu. Struktur apron biasanya berupa beton
bertulang karena akan menahan beban statik pesawat yang sangat besar. Untuk
keselamatan dan pengawasan terdapat pengatur lalu lintas udara, menggunakan bentuk
menara pengawas khusus, dilengkapi dengan radio control dan radar. Karena
kecelakaan sering terjadi di bandara, layanan penyelamatan udara disediakan, termasuk
peleton penyelamat, peleton pemadam kebakaran, truk pemadam kebakaran, alat
pemadam kebakaran, ambulans, dan peralatan tambahan lainnya. Ada juga layanan
pengisian bahan bakar untuk pengisian bahan bakar avtur.
 Clearway adalah area persegi panjang di darat / perairan, dikendalikan oleh otoritas
bandara, dan merupakan area aman bagi pesawat lepas landas pada ketinggian tertentu.
Clearway terletak di ujung landasan. Panjang clearway tidak boleh melebihi setengah
panjang runway take-off, dan lebar clearway harus paling sedikit 75 m pada kedua sisi
sumbu runway.
 Stopway adalah suatu area persegi panjang di atas tanah di ujung landasan pacu yang
dipersiapkan sebagai area aman yang tidak memungkinkan pesawat lepas landas. Lebar
landasan pacu sama dengan lebar landasan pacu. Kekuatan tempat parkir harus

13
dirancang untuk menahan beban yang tidak dapat lepas landas oleh pesawat, dan
cakupan permukaan tempat parkir harus sama dengan lapisan landasan.
 Clear distances, Tersedia landasan pacu lepas landas / Take-off run
available (TORA): Panjang landasan pacu yang tersedia, cukup untuk mempercepat
pesawat lepas landas.
 Take-off distance available (TODA): Jarak percepatan pesawat di landasan pacu
ditambah jalan yang bersih.
 Tersedia Acceleration Stop Distance (ASDA): Jarak percepatan pesawat di landasan
pacu ditambah jalur percepatan.
 Jarak pendaratan yang dapat digunakan / Landing distance available (LDA): Panjang
landasan pacu yang tersedia dan cukup untuk pendaratan.
 Holding bay, Untuk mengefektifkan penerbangan pesawat di bandara, ruang tunggu
diartikan sebagai tempat di mana pesawat ditahan atau disiapkan / dibalik. Jika bandara
lalu lintas padat, Anda perlu menyediakan ruang tunggu.

3.3.2 Bagian Darat


Terminal atau lobi bandara adalah hub bagi penumpang yang masuk dan keluar.
Terdapat pemindai bagasi sinar X, konter check-in (CIQ, Customs-Entry-Quarantine), ruang
tunggu (boarding lounges) dan berbagai fasilitas untuk memberikan layanan yang nyaman bagi
penumpang. Di bandara utama, penumpang masuk pesawat melalui garbarata atau jembatan
avio. Di bandara kecil, penumpang naik pesawat melalui tangga bergerak (tangga penumpang)
dan ada Trotoar yang menjadi tempat penumpang naik dan turun dari kendaraan darat dan
memasuki terminal serta Tempat parkir untuk parkir penumpang dan transportasi / antar
jemput, termasuk taksi.

3.3.3 Larangan dan pembatasan rintangan (Obstacle Restriction and Limitation) pada
Konstruksi Bandara
Rintangan yang dimaksud adalah Setiap benda yang berdiri di atas atau di atas area
terlarang memiliki permukaan pembatas halangan, seperti runway belt, RESA, clearway atau
taxiway belt atau Setiap benda yang dilarang menembus area aman operasi penerbangan
(permukaan pembatas halangan / OLS). Obstacle limitation surface (OLS untuk non-
instrument runway, non precision approach runway dan precision approach runway
category 1 meliputi:

14
1. Conical surface.

2. Inner horizontal surface.

3. Approach surface.

4. Transitional surface.

5. Take off climb surface.

Obstacle limitation surface untuk precision approach runway category 2 dan 3 meliputi:

1. Outer horizontal surface.

2. Conical surface.

3. Inner horizontal surface.

4. Approach surface.

5. Inner approach surface.

6. Transitional surface.

7. Inner transitional surface.

8. Baulked landing surface.

9. Take off climb surface.

Administrator bandara harus menentukan permukaan hambatan – hambatan di bandara dan


memantau setiap objek di permukaan hambatan. Apabila terjadi pelanggaran atau potensi
pelanggaran, penyelenggara bandara harus melaporkannya kepada Administrasi Penerbangan
Sipil dan berkoordinasi dengan instansi atau perusahaan yang terkait dengan objek tersebut.
Harus dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan bahwa benda yang lama atau benda baru di luar
OLS berada pada ketinggian 110 meter atau lebih dari permukaan tanah, dan benda tersebut di
luar OLS berada pada ketinggian di atas 150 meter atau lebih dari permukaan tanah. Kecuali
jika Direktur Jenderal menyatakan sebaliknya dalam penilaian, lebih banyak faktor yang harus
dipertimbangkan sebagai hambatan.

15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bandar udara adalah sebuah lapangan terbang yang digunakan untuk mendarat ataupun
lepas landas sebuah pesawat terbang, tempat terjadinya bongkar muat barang, tempat naik dan
turunya penumpang, termasuk segala jenis fasilitas penunjang kegiatan tersebut

Dalam pelaksanaan kontruksinya, ada banyak hal penting harus diperhatikan supaya
pekerjaan bandar udara ini tak gagal. Diperlukannya sumber daya terbaik untuk bisa
membangun bandar udara ini.

4.2 Saran
Dalam membangun bandar udara harus dilakukan sesuai pedoman, ketentuan dan
kondisi yang ada serta memperhatikan segala aspek yang ada. Selain itu harus tetap menjaga
lingkungan supaya tidak tercemar.

16
DAFTAR PUSTAKA

Direktur Jenderal Perhubungan Udara (2005). SKEP 77-VI-2005 tentang Persyaratan


Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara

Horonjeff, Robert. (1993). Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai