Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“PERANCANGAN PERKERASAN RUNWAY ”


Diajukan untuk salah satu tugas Mata kuliah Lapangan Terbang

Disusun oleh :

MOCH AZIS SAPUTRA 41155020160125

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA

TAHUN AJARAN

2020
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan keridhoan- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah “Perancangan Perkerasan Runway dengan Metode CBR “ ini dengan baik,
walaupun mungkin dalam bentuk ataupun sistematika penulisannya, belum sepenuhnya
benar.

Makalah ini, di buat atas dasar untuk kepentingan penulis yang dimana sebagai
penunjang nilai dalam mata kuliah Lapangan Terbang, dan sebagai bahan pembelajaran
demi kelangsungan proses belajar mengajar di kelas. Sehingga kritik dan saran dari
Dosen Pengajar dan pembaca, sangatlah diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Untuk itu, penulis mengemukakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan


terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang turut membantu
penulis, dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2

BAB I.....................................................................................................................................3

1.2. Latar Belakang............................................................................................................3

1.2. Tujuan dan Manfaat Penulis.......................................................................................5

 1.3. Metode Penulisan...................................................................................................6

BAB II...................................................................................................................................7

2.1. Tinjauan Pustaka.........................................................................................................7

2.1.1. Karakteristik Pesawat Terbang............................................................................7

2.1.1.1. Perkerasan.........................................................................................................8

2.2. Perkerasan Jalan.........................................................................................................9

2.2.1. Perkerasan Lentur (Pleksible Pavement).............................................................9

2.2.2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)...................................................................10

2.2.1. Perkerasan Pada Landasan Pacu........................................................................12

2.3. Perancangan Tebal Perkerasan Lentur ( Pleksible Pavement ) Dengan Metode FFA
.........................................................................................................................................13

2.3.1 Pengertian FFA...................................................................................................13

2.3.2. Menghitung Ekuivalent Annual Departure........................................................15

2.3.3. Menghitung Tebal Perkerasan Total..................................................................16

2.2.4. Menghitung Tebal Lpisan Pondasi Bawah........................................................16

2.2.5. Menghitung Tebal Lpis Permukaan..................................................................16

2.2.6. Menghitung Tebal Lapis Pondasi Atas..............................................................16

2.4. COMFAA.................................................................................................................16

BAB III................................................................................................................................21

PENURUP.......................................................................................................................21

3. Kesimpulan...............................................................................................................21

Daftar Pustaka......................................................................................................................22
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kurang
lebih 17.504 pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Sifat negara
kepulauan membuat mobilitas manusia maupun barang sangat bergantung pada
keandalan tiap jenis moda transportasi, baik itu melalui darat, udara, maupun laut.

Transportasi yang baik dan andal diperlukan untuk memperlancar urat nadi
perekonomian dalam satu wilayah dan juga menjadi salah satu indicator penggerak
kemajuan suatu wilayah. Salah satu moda transportasi yang paling banyak
digunakan yaitu moda transportasi udara. Transportasi udara hadir untuk
menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh moda transportasi darat
maupun laut. Kebutuhan akan transportasi udara sendiri tidak terlepas dari
keberadaan bandar udara sebagai sarana dan prasarana penunjang. Untuk saat ini,
Indonesia telah memiliki sekitar 298 bandar udara, dimana sekitar 23 bandar udara
telah mampu untuk didarati pesawat-pesawat berbadan lebar.

Menurut Annex 14 mengenai kebandarudaraan, yang dikeluarkan oleh ICAO


(International Civil Aviation Organization), bandar udara adalah Kawasan di
daratan dan/atau perairan dengan batas – batas tertentu yang digunakan sebagai
tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar
muat barang dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Area bandar udara sendiri terbagi atas dua
area utama, yakni area sisi udara (airside) dan area sisi darat (landside). Landas
pacu (runway), landas hubung (taxiway), apron, Air Traffic Control (ATC)
merupakan beberapa contoh fasilitas bandar udara yang termasuk ke dalam sisi
udara. Sementara itu, yang termasuk ke dalam fasilitas sisi darat, seperti terminal
penumpang, terminal kargo, dan area parkir kendaraan.

1
2
Gambar 1.1. Sistem airside dan landside pada sebuah bandar udara
(Sumber: Horonjeff et.al., 2010

Landas pacu (runway) adalah suatu daerah persegi empat yang ditetapkan
pada bandar udara yang dipersiapkan untuk kegiatan pendaratan (landing) dan
lepas landas (take-off) pesawat udara. Landas pacu merupakan fasilitas sisi udara
yang berhubungan langsung dengan operasional pesawat udara, bersamaan
dengan landas hubung dan apron. Sama seperti jalan raya pada umumnya yang
didesain dengan perkerasan sedemikian rupa untuk menopang beban kendaraan,
ketiga fasilitas sisi udara tersebut juga diberi perkerasan untuk menopang beban
operasional pesawat udara. Permukaan landas pacu bisa terbuat dari perkerasan
hasil buatan manusia (aspal, beton, komposit, dll.) atau dari perkerasan alami
(rumput, tanah, es, dll.). Kekuatan perkerasan merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan jenis operasional pesawat udara pada sebuah bandar udara.
Semakin besar kekuatan perkerasan landas pacu, maka semakin banyak pesawat
bertonase besar yang bisa dilayani oleh bandar udara. Sebaliknya jika semakin
kecil kekuatan perkerasan, maka operasional pesawat bertonase besar akan
dibatasi.

Perkerasan memiliki peranan yang sangat penting untuk menyebarkan


beban ke tanah dasar. Semakin besar kemampuan tanah dasar untuk memikul
beban, maka tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan semakin tipis karena
keseluruhan struktur perkerasan didukung sepenuhnya oleh tanah dasar, maka
identifikasi dan evaluasi terhadap struktur tanah dasar adalah sangat penting bagi
perencanaan tebal perkerasan (Basuki, 2008). Dalam perencanaan perkerasan
3
landasan pacu ada beberapa metode yang dapat digunakan yaitu metode CBR,
metode FAA dan metode LCN.

Sebagai salah satu daerah tujuan wisata baik Domestik maupun


Internasional, Bandara Internasional Lombok (BIL) mengalami peningkatan
jumlah penumpang dan jumlah pergerakan pesawat setiap tahunnya.Peningkatan
jumlah penumpang tersebut tentu akan berdampak pada jumlah pergerakan
pesawat pada runway Bandara Internasional lombok (BIL), sehingga perlu
dilakukan tinjauan terhadap tebal perkerasan runway yang sudah ada untuk
mengetahui tebal perkerasan yang masih ada sekarang memadai atau perlu
dilakukan perubahan di masa mendatang, seiring meningkatnya beban pesawat
yang dioperasikan akibat dari meningkatnya jumlah penumpang. Adapun tujuan
yang ingin dicapai pada perencanaan ini adalah Untuk mengetahui tebal
perkerasan yang diperoleh apabila menggunakan data penerbangan pesawat dari
tahun 2012-2016 dengan Metode FAA, Untuk mengetahui prediksi tebal
perkerasan runway 5 tahun mendatang (2021) yang diperoleh apabila
menggunakan data pertumbuhan penumpang dari tahun 2012-2016 menggunakan
metode FAA dan Untuk mengevaluasi tebal perkerasan runway yang ada saat ini
dibandingkan dengan tebal perkerasan yang akan direncanakan.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penulis


Adapun yang menjadi tujuan dari pada penulisan maklah ini adalah :

1. Sebagai salah satu penilaian dalam mata kuliah Lapangan Terbang.


2. Menguatkan pemahaman tentang Perancangan Induk Lapangan Terbang
3. Untuk mengkaji secara meendalam mengenai Perancangan Perkerasan Runway
Dengan Metode CBR

 1.3. Metode Penulisan


Untuk mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka penyusunan
maklah ini penulis telah mengunakan metode penelitian kepustakaan (library research),
yaitu dengan mempelajari sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku yang membahas
masalah mengenai lapangan terbang, artikel-artikel, dan berbagai sumber lainnya.

4
BAB II
PEMBAHSAN

2.1. Tinjauan Pustaka


Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization) sebagai induk
dari dunia aviasi internasional, landas pacu adalah suatu daerah persegi yang telah
ditentukan di sebuah bandar udara untuk pendaratan atau lepas landas pesawat.
Landas pacu merupakan salah satu fasilitas penting yang termasuk ke dalam

5
fasilitas sisi udara (air side), selain area parkir (apron) dan landas hubung
(taxiway).

Perencanaan fisik landas pacu merupakan salah satu unsur penting di dalam
perencanaan konstruksi sebuah bandar udara. Pola operasional pesawat terbang
dan volume lalu lintas yang direncanakan mempengaruhi karakteristik
perencanaan landas pacu. ICAO mengatur tentang desain fisik landas pacu dan
teknis pengoperasian didalam Annex 14 – Volume I yang membahas mengenai
desain bandar udara dan operasinya (Aerodrome Design and Operations). Secara
umum, ICAO membagi klasifikasi lapangan terbang ke dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi lapangan terbang (Aerodrome Reference Code)

Nomor Aeroplane Huruf Lebar Jarak Tepi Luar


Kode Reference Kode Bentang Roda-roda
Field Length Sayap Pendaratan
(ARFL) (B1) (m) (B2)
(L0) (m)
1 L0 < 800 A B1 < 15 B2 < 4,5
2 800 < L0 < 1200 B 15 < B1 < 24 4,5 < B2 < 6
3 1200 < L0 < 1800 C 24 < B1 < 36 6 < B2 < 9
4 L0 ≥ 1800 D 36 < B1 < 52 9 < B2 < 14
E 52 < B1 < 65 9 < B2 < 14
F 65 < B1 < 80 14 < B2 < 16

2.1.1. Karakteristik Pesawat Terbang


Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP 262
Tahun 2017, seluruh pihak penyelenggara bandar udara didalam wilayah hukum
kebandarudaraan Indonesia diwajibkan untuk menyediakan informasi yang
berkaitan dengan keselamatan dan kelancaran operasional bandar udara. Informasi
mengenai karakteristik fisik landas pacu merupakan salah satu informasi penting
yang harus dicantumkan pihak penyelenggara bandar udara ke dalam
Aeronautical Information Publication (AIP) – Indonesia. Beberapa karakteristik

6
fisik landas pacu penting yang menjadi perhatian utama dalam perencanaan
bandar udara, seperti:

1. Penempatan dan arah landas pacu


Penempatan dan arah landas pacu bergantung kepada faktor kegunaan (usability
factor) yang ditentukan oleh distribusi angin. Jumlah, penempatan, dan arah
landas pacu harus didesain sedemikian rupa sehingga faktor kegunaan bandar
udara untuk dapat melayani pesawat udara yang direncanakan tidak kurang dari
95 persen.

2. Panjang landas pacu aktual


Panjang landas pacu aktual merupakan panjang landas pacu efektif yang
digunakan pesawat rencana untuk melakukan lepas landas. Panjang landas pacu
merupakan hasil koreksi dari Aeroplane Reference Field Length (ARFL) terhadap
faktor kondisi lingkungan, misalnya elevasi, temperatur, dan kelandaian landas
pacu.

3. Lebar landas pacu


Lebar landas pacu bersama dengan panjang landas pacu aktual menjadi faktor
pertimbangan utama dalam menentukan pesawat rencana yang akan beroperasi
pada sebuah bandar udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi lebar landas
pacu, antara lain sudur deviasi pesawat terhadap garis tengah (centre line) landas
pacu saat mendarat, kondisi angin melintang (crosswind), rubber deposit pada
landas pacu, kecepatan pendaratan pesawat, visibilitas, sampai dengan faktor
manusia. Lebar landas pacu sebaiknya tidak boleh kurang dari yang disyaratkan.
Berikut adalah tabel yang menyatakan lebar minimum landas pacu.

Tabel 2.2 Lebar minimum landas pacu


Nomor Huruf Kode
Kode A B C D E F
1 18 m 18 m 23 m - - -
2 23 m 23 m 30 m - - -

7
3 30 m 30 m 30 m 45 m - -
4 - - 45 m 45 m 45 m 60 m

Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I – Aerodrome

4. Jarak minimum antara landas pacu sejajar (parallel runway)


Jarak minimum antar sumbu yang diizinkan ketika landas pacu sejajar ditujukan
untuk penggunaan secara bersamaan adalah:

Tabel 2.3 Jarak minimum antar landas pacu sejajar


Jarak
minimum
Keterangan
antar sumbu
(m)
Landas pacu 210 Ketika nomor kode tertinggi adalah 3 atau 4
sejajar non 150 Ketika nomor kode tertinggi adalah 2
instrumen 120 Ketika nomor kode tertinggi adalah 1
1,035 Untuk independent parallel approaches
Landas pacu
915 Untuk dependent parallel approaches
sejajar
760 Untuk independent parallel approaches
berinstrumen
760 Untuk dependent parallel approaches
Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I - Aerodrome

5. Kemiringan landas pacu


Faktor kemiringan pada landas pacu sangat penting dalam menentukan orientasi
arah operasi pesawat pada landas pacu, terutama ketika pesawat sedang
melakukan proses approaching. Kemiringan pada landas pacu terdiri atas
kemiringan memanjang (longitudinal slope) dan kemiringan melintang
(transverse slope). Fungsi kemiringan melintang pada landas pacu hampir sama

8
dengan fungsi pada jalan biasa, yaitu untuk mempercepat aliran air yang jatuh
diatas permukaan perkerasan menuju saluran drainase.
Berikut adalah tabel ketentuan minimum desain kemiringan landas pacu, baik
yang melintang dan memanjang.
Tabel 2.4 Kemiringan melintang minimum landas pacu
Huruf Kemiringan Melintang
Kode (%)
A 2

B 2

C 1,5

D 1,5

E 1,5

Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I – Aerodrome

Tabel 2.5 Kemiringan memanjang minimum landas pacu


Nomor Kemiringan Kemiringan Perubahan Transisi Radius
Kode Maksimum Maksimum Kemiringa Maksimum Minimum
Rata-rata pada Bagian n dari Satu Lengkung
(%) Sepanjang Maksimum Kemiringan ke (m)
Runway (%) Kemiringan
(%) Berikutnya per
30 Meter
(%)
1 2 2 2 0,4 7,500
2 2 2 2 0,4 7,500
3 1 1,5 1,5 0,2 15,000
4 1 1,25 1,5 0,1 30,000
Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I – Aerodrome

6. Permukaan dan kekuatan landas pacu


Permukaan landas pacu harus dibangun tanpa adanya ketidakteraturan permukaan
yang dapat mengurangi karakteristik friksi permukaan landas pacu terhadap

9
aktivitas pergerakan pesawat saat lepas landas atau mendarat.

10
Landas pacu bandar udara merupakan jalur yang diberi perkerasan sebagai jalur
utama pergerakan pesawat selama di area bandar udara. Perkerasan lapangan
terbang dirancang untuk menerima beban pesawat sesuai dengan yang
direncanakan. Perkerasan lapangan terbang biasanya didesain ke dalam beberapa
lapisan dengan tiap lapisannya direncanakan dengan ketebalan yang cukup dan
memadai sehingga dapat menyokong beban pesawat yang melintas diatasnya.
Untuk memenuhi fungsi dari landas pacu pada umumnya lapisan permukaan
perkerasan dibuat dengan menggunakan beton semen (perkerasan kaku) atau
beton aspal (perkerasan lentur) sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air
dengan stabilitas yang tinggi dan memiliki daya tahan yang lama (Horonjeff et al.,
2010).
Dalam menunjang operasional pesawat udara, landas pacu juga terdiri dari 4 pola
dasar konfigurasi, meliputi:

1. Landas pacu tunggal (single runway)


Landas pacu tunggal merupakan konfigurasi yang lazim dijumpai di banyak
bandar udara. Landas pacu tunggal diestimasikan untuk menampung kapasitas 50-
100 per jam dalam kondisi VFR (Visual Flight Rules) dan 50-70 per jam dalam
kondisi IFR (Instrument Flight Rules).

Gambar 2.1 Konfigurasi landas pacu tunggal


(Sumber: Horonjeff et.al., 2010)

2. Landas pacu sejajar (parallel runways)


1
Landas pacu sejajar didesain untuk menampung kapasitas pesawat yang lebih
banyak daripada landas pacu tunggal. Kapasitas pada landas pacu sejajar
bergantung kepada jumlah landas pacu dan jarak yang memisahkan antar landas
pacu. Secara umum, kapasitas yang mampu ditampung landas pacu sejajar adalah
60-200 operasi per jam (VFR). Pada kondisi IFR, kapasitas bergantung kepada
klasifikasi jarak antar landas pacu.

Gambar 2.2 Konfigurasi landas pacu sejajar


(Sumber: Horonjeff et.al., 2010)

3. Landas pacu berpotongan (intersecting runways)


Landas pacu berpotongan merupakan landas pacu yang terdiri dari dua atau lebih
landas pacu yang berbeda arah yang saling berpotongan. Landas pacu
berpotongan didesain karena mempertimbangkan arah angin di sekitar daerah
bandar udara. Ketika kondisi angin yang relatif kuat bertiup lebih dari satu arah
akan mengakibatkan crosswind berlebihan, yang tentunya berbahaya apabila
hanya terdapat satu landas pacu saja. Dengan dibuatnya landas pacu lain yang
arahnya berpotongan maka akan mereduksi potensi bahaya akibat pengaruh
crosswind tersebut. Kapasitas dua landas pacu yang berpotongan tergantung pada

2
letak perpotongannya maupun kebijakan arah lepas landas atau pendaratan
pesawat.

Gambar 2.3 Konfigurasi landas pacu berpotongan


(Sumber: Horonjeff et.al., 2010)

4. Landas pacu V terbuka (open-V runways)


Landas pacu V terbuka memiliki konsep yang hampir sama dengan landas pacu
yang berpotongan, namun pada landas pacu V, kedua landas pacu tidak saling
berpotongan.

3
Gambar 2.4 Konfigurasi landas pacu V terbuka

2.1.1.1. Perkerasan

Perkerasan merupakan suatu struktur yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu
kombinasi dari surface, base course dengan beberapa kekerasan dan daya dukung yang
berbeda. Struktur tersebut disusun sedemikian rupa di atas subgrade dan berfungsi
untuk menerima beban di atasnya yang kemudian mendistribusikan ke lapisan
subgrade. Karena itu tiap-tiap lapisan dari atas ke bawah harus cukup kekerasan dan
ketebalannya, sehingga tidak mengalami perubahan bentuk karena tidak mampu
menahan beban.

Seperti halnya perkerasan jalan raya, maka untuk lapangan terbang atau bandar
udara terdiri dari dua jenis perkerasan yaitu :
a. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Merupakan perkerasan yang terbuat dari campuran aspal dan agregat yang
terdiri dari surface, base course dan subbase course. Lapisan tersebut digelar
di atas lapisan tanah asli yang telah dipadatkan.
b. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Merupakan struktur perkerasan yang terbuat dari campuran semen dan
agregat, terdiri dari slab-slab beton dengan ketebalan tertentu, di bawah
lapisan beton adalah subbase course yang telah dipadatkan dan ditunjang oleh
lapisan grade (tanah asli). Perkerasan Rigid biasanya dipilih untuk ujung
landasan, pertemuan antara landas pacu dan taxiway, apron dan daerah- daerah

4
lain yang dipakai untuk parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat
pengaruh panas blast jet, dan limpahan minyak.

2.2. Perkerasan Jalan


2.2.1. Perkerasan Lentur (Pleksible Pavement)
Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya
menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis pengikat pada permukaan
serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Menurut Sukirman (1992)[1],
konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas
tanah dasar yang telah dimampatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya. Lapisan
perkerasan lentur harus mempunyai fleksibilitas yang dapat menciptakan
kenyamanan pengguna jalan. Perkerasan lentur umumnya digunakan sebagai
perkerasan untuk jalan raya, jalan tol, hingga landasan pacu pada bandar udara.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas 4 lapis komponen utama, yaitu:

1. Lapis permukaan (surface course)


Lapis permukaan menempati posisi paling atas dalam struktur lapis perkerasan
lentur. Lapis permukaan mempunyai fungsi penting, antara lain:
a. Sebagai lapis penahan beban roda, yaitu lapisan dengan stabilitas
tinggi untuk menahan beban lalu lintas selama umur rencana
pelayanan
b. Sebagai lapis kedap air, yaitu lapisan yang dapat menahan
laju resapan air hujan ke dalam lapisan yang ada dibawahnya.
c. Sebagai lapis distribusi beban, yaitu lapisan yang menyebarkan
beban diatasnya ke lapisan bawah yang memiliki daya dukung
yang lebih baik.
d. Sebagai lapis aus (wearing course), yaitu lapisan yang langsung
menerima gesekan akibat laju kendaraan diatasnya.
2. Lapis pondasi atas (base course)
Lapis pondasi atas terletak diantara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah
(subbase course). Fungsi dari lapis pondasi atas, antara lain:
a. Sebagai lapis yang menerima distribusi beban lalu lintas dari
5
lapis permukaan diatasnya
b. Sebagai lapis bantalan bagi lapis permukaan

6
3. Lapis pondasi bawah (subbase course)
Lapis pondasi bawah berada diantara lapis pondasi atas dan tanah dasar
(subgrade). Material yang digunakan dalam konstruksi lapis pondasi bawah
harus disusun secara efisiensi sehingga bisa mengurangi ketebalan lapisan-
lapisan diatasnya, yang secara langsung bisa menghemat biaya konstruksi.
Fungsi dari lapis pondasi bawah, antara lain:
a. Sebagai lapis yang mendistribusikan beban lalu lintas dari
lapis- lapis diatasnya menuju ke tanah dasar
b. Sebagai lapis peresapan untuk mencegah genangan dan
kumpulan air di lapis permukaan dan lapis pondasi atas
c. Lapis untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar
naik ke lapis pondasi atas
4. Tanah dasar (subgrade)
Tanah dasar merupakan perletakan dasar struktur lapis perkerasan, berupa
permukaan tanah, baik berupa tanah semula, tanah galian, maupun tanah
timbunan, yang dipadatkan.

Gambar 2.5 Komponen lapisan perkerasan lentur


(Sumber: Dirjen Bina Marga, 2013)

2.2.2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku (rigid pavement) adalah jenis perkerasan jalan yang


menggunakan konstruksi beton sebagai bahan utama perkerasan. Perkerasan
kaku umumnya dipakai pada jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang cukup

7
padat dan memiliki distribusi beban yang besar, seperti pada jalan-jalan lintas
antar provinsi, jembatan layang (fly over), jalan tol, hingga perkerasan pada
airside bandar udara. Meski begitu, tidak jarang perkerasan kaku menggunakan
permukaan yang dilapisi aspal untuk meningkatkan kenyamanan pengguna
jalan. Perkerasan kaku umumnya hanya terdiri dari dua lapis, yaitu: pelat beton
dan pondasi bawah (subbase course). Komponen perkerasan kaku dapat
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.6 Komponen lapisan perkerasan kaku

(Sumber: Dirjen Bina Marga, 2013)

Perbedaan utama perkerasan kaku dibanding perkerasan lentur adalah


bagaimana distribusi beban pada perkerasan disalurkan ke tanah dasar
(subgrade). Perkerasan kaku mempunyai modulus elastisitas yang tinggi
sehingga akan mendistribusikan beban pada daerah yang relatif luas pada tanah
dasar. Dalam kasus tersebut, pelat beton sendiri merupakan bagian utama yang
menanggung beban struktural. Sedangkan pada perkerasan lentur yang terbuat
dari material aspal yang kurang kaku, maka persebaran beban yang dilakukan
hanya pada bidang yang relatif sempit. Skema distribusi beban pada perkerasan
lentur dan perkerasan kaku dipaparkan dalam gambar berikut.

8
Gambar 2.7 Skema distribusi beban pada perkerasan
(Sumber: Muliasari & Lukiana, 2013)

2.2.1. Perkerasan Pada Landasan Pacu

Perkerasan pada landas pacu maupun fasilitas sisi udara lainnya


umumnya menggunakan jenis yang hampir sama dengan perkerasan pada jalan
raya, yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Beban pesawat yang bekerja
pada perkerasan melalui roda pesawat menyebabkan terjadinya defleksi pada
lapisan permukaan dan lapisan-lapisan di bawahnya. Pergerakan pesawat yang
terus berulang dalam kurun umur rencana menghasilkan repetisi beban yang
lambat laun akan memberikan efek rusak pada struktur perkerasan. Oleh karena
itu menurut Basuki (1986)[2], perkerasan dibuat dengan tujuan untuk
memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta
ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban
pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan lapisan di bawahnya.

9
Gambar 2.8 Perkerasan lentur pada landas pacu

Gambar 2.9 Perkerasan kaku pada landas pacu

Perencanaan perkerasan pada landas pacu secara prinsip juga memiliki


konsep dasar yang sama dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, yaitu
perencaan dilakukan berdasarkan pertimbangan beban yang bekerja dan
kekuatan material perkerasan. Perkerasan landas pacu juga memiliki fungsi
yang sama dengan perkerasan jalan raya yaitu untuk mendistribusikan beban ke
tanah dasar. Faktor tanah dasar menjadi salah satu faktor utama dalam
perencanaan landas pacu, terutama dalam kaitannya dengan penentuan tebal
lapis tiap perkerasan yang ada diatasnya. Semakin besar kemampuan tanah
dasar untuk memikul beban, maka tebal lapis perkerasan yang dibutuhkan akan
semakin minimum, yang tentunya juga akan mengurangi biaya konstruksi.
Sebaliknya, tanah dasar yang memiliki nilai daya dukung kecil akan membuat
tebal lapis perkerasan yang dibutuhkan semakin besar.

Pada umumya, terdapat beberapa metode yang digunakan dalam


melakukan desain tebal perkerasan lapangan terbang, seperti metode CBR,
metode FAA, dan metode LCN (Load Classification Number). Metode CBR
dikembangkan oleh California Highway Department sejak tahun 1942 yang
diadopsi dari perencanaan perkerasan jalan raya. Modifikasi dilakukan untuk
menyesuaikan metode ini dengan karakteristik beban dan tekanan roda-roda
pesawat yang lebih besar dari karakteristik beban kendaraan di jalan raya.
Metode FAA merupakan metode desain yang diakui oleh FAA. Metode FAA

10
mengacu kepada Advisory Circular (AC) no. 150/5320/6D dimana penentuan
tebal perkerasan mengacu pada karakteristik pesawat rencana dengan
menggunakan grafik tebal perkerasan landas pacu. Secara prinsip, metode FAA
memiliki parameter yang hampir sama dengan metode CBR. Metode LCN
merupakan metode perencanaan perkerasan yang diakui ICAO yang
menggunakan parameter kapasitas daya dukung perkerasan untuk setiap
pesawat. Kapasitas daya dukung tersebut dinyatakan dalam nilai LCN. Nilai
LCN tersebut bervariasi, tergantung kepada geometri roda pendaratan pesawat,
tekanan roda, dan komposisi tebal perkerasan. Konsep yang berlaku pada
metode LCN adalah bila angka LCN perkerasan lapangan terbang lebih besar
daripada LCN pesawat, maka perkerasan lapangan terbang aman untuk didarati
pesawat tersebut.

2.3. COMFAA
FAA mengembangkan sebuah aplikasi perangkat lunak bernama
COMFAA untuk memfasilitasi penggunaan metode ACN-PCN, yang bisa
menghitung nilai ACN dengan menggunakan prosedur dan syarat yang
ditetapkan ICAO. Penggunaan perangkat lunak ini diatur pada AC 150/5335-5C
(2014), yang kemudian diadopsi di Indonesia ke dalam Peraturan Dirjen
Perhubungan Udara Nomor: KP 93 tahun 2015, tentang Pedoman Perhitungan
PCN Perkerasan Prasarana Bandar Udara. Perangkat lunak COMFAA dapat
diunduh di website www.faa.gov bersama dengan file pendukung berupa
Microsoft Excel spreadsheet. Selain itu, COMFAA juga dapat melakukan
perhitungan nilai PCN sesuai dengan prosedur mekanistik didalam AC tersebut.
COMFAA dapat melalukan dua jenis mode perhitungan, yaitu mode
perhitungan ACN (ACN computation mode) dan mode perhitungan desain tebal
perkerasan (pavement thickness mode).

11
Gambar 2.10 Tampilan utama pada software COMFAA
(Sumber: FAA, 2014)

Dalam mode perhitungan ACN (ACN computation mode), COMFAA


akan melakukan:

1. Perhitungan ACN pesawat pada perkerasan lentur


2. Perhitungan ACN pesawat pada perkerasan kaku
3. Perhitungan tebal perkerasan lentur berdasarkan prosedur ICAO
(metode CBR) untuk nilai default dari CBR subgrade (15, 10, 6, dan
3)
4. Perhitungan tebal perkerasan kaku berdasarkan prosedur ICAO
(metode Portland Cement Association) untuk nilai default dari K
subgrade (150, 80, 40, dan 20 MN/m3)
Sementara dalam mode perhitungan tebal perkerasan (pavement
thickness mode), COMFAA akan melakukan:

1. Perhitungan ketebalan total perkerasan lentur berdasarkan


metodeNFAA- CBR yang ditentukan dalam AC 150/5320-6 Airport
Pavement Design and Evaluation, untuk nilai CBR dan tingkat

12
coverage yang ditentukan.

2. Perhitungan tebal perkerasan kaku berdasarkan metode FAA-


Westergaard yang ditentukan dalam AC 150/5320-6 untuk nilai K dan
tingkat coverage yang ditentukan.

Perbedaan mendasar perhitungan PCN metode klasik dengan perangkat


lunak COMFAA adalah terkait annual departure. Dalam metode klasik, annual
departure semua pesawat yang beroperasi dikonversi ke dalam pesawat kritis,
sedangkan dalam COMFAA, semua pesawat di-input ke dalam perangkat lunak
berdasarkan annual departure dan beban. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa
efek merusak dari pesawat terhadap perkerasan berbeda, tergantung dari
karakteristik beban dan pergerakan pesawat.

Perhitungan dalam perangkat lunak COMFAA dikembangkan dengan


konsep Cummulative Damage Factor (CDF) dengan menghitung efek gabungan
dari beberapa pesawat (traffic mix) yang beroperasi di bandar udara. Konsep
CDF penting dalam menentukan lalu lintas ekuivalen (equivalent traffic). Efek
dari traffic mix ini nantinya disetarakan dengan pesawat kritis. Melalui
penyetaraan tersebut, perhitungan PCN dapat mencakup dampak merusak dari
semua lalu lintas pesawat secara proporsional. Konsep CDF diturunkan dari
prinsip Miner’s Rule yang menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi pada
struktur perkerasan sebanding dengan jumlah aplikasi beban dibagi dengan
jumlah aplikasi beban yang dibutuhkan untuk merusak struktur perkerasan. Jika
nilai CDF < 1, perkerasan dinyatakan sangat aman karena perkerasan masih
mempunyai umur sisa yang cukup untuk memikul beban setelah umur rencana
terlampaui. Jika nilai CDF = 1, perkerasan dinyatakan aman karena perkerasan
memenuhi umur rencananya. Jika nilai CDF > 1, perkerasan dinyatakan tidak
aman karena perkerasan akan rusak sebelum mencapai umur rencananya.

Dalam perhitungan PCN dengan perangkat lunak COMFAA, perlu


dipahami beberapa istilah dan definisi terkait lalu lintas pesawat dan beban
perkerasan, misalnya departure, pass, coverage, load repetition, dan traffic
cycle.

13
Departure (keberangkatan) merupakan elemen penting yang
berpengaruh dalam proses desain maupun evaluasi perkerasan bandar udara.
Jumlah keberangkatan pesawat udara menjadi pertimbangan utama didalam
menentukan kekuatan perkerasan bandar udara, terutama dalam perhitungan
nilai PCN. Ketika pesawat melakukan take-off, berat pesawat udara jauh lebih
berat daripada berat pesawat ketika landing. Selain itu, saat melakukan lepas
landas, bagian hidung pesawat yang perlahan naik akan menyebabkan distribusi
gaya angkat pesawat mengarah ke roda utama (main gear)di bagian belakang,
sehingga beban maksimum saat itu akan dipikul oleh roda utama. Oleh karena
itu, faktor keberangkatan lebih sering dipertimbangkan daripada faktor
kedatangan (arrival).

Pass adalah gerakan satu kali pesawat melewati perkerasan landas pacu,
baik berupa kedatangan, keberangkatan, maupun taxi. Pass dari suatu pesawat
tergantung dari kondisi geometrik fasilitas sisi udara, dalam hal ini yaitu ada
atau tidaknya parallel taxiway. Skema pergerakan pesawat pada suatu bandar
udara ditampilkan pada Gambar 2.11.

Runway dengan parallel taxiway

Runway tanpa parallel


taxiway
Gambar 2.11 Skema pergerakan pesawat di bandar udara
(Sumber: FAA, 2014)

Berdasarkan Gambar 2.11, jumlah pass untuk bandar udara yang


memiliki parallel taxiway lebih sedikit dibandingkan jika bandar udara tidak
memiliki parallel taxiway. Kondisi ini akan mempengaruhi rasio perbandingan

14
antara pass dan siklus lalu lintas (pass to traffic cycles, P/TC). Berikut adalah
nilai P/TC yang digunakan untuk berbagai skenario pergerakan pesawat.

Tabel 2.13 Nilai P/TC untuk Berbagai Skenario Pergerakan Pesawat


Ketersediaan Dilakukan Pengisian Tidak Dilakukan
parallel Bahan Bakar di Pengisian Bahan Bakar
taxiway Bandar di Bandar Udara
Udara
Ada 1 2
Tidak 2 3
Sumber: FAA, 2014

Coverage diartikan sebagai akumulasi jumlah perkerasan yang menerima


tegangan maksimum akibat lalu lintas pesawat. Ketika sebuah pesawat bergerak
sepanjang landas pacu, posisi roda pesawat tidak persis sama untuk setiap
pergerakan. Hal ini akan menyebabkan beban pesawat diteruskan ke landas
pacu dengan distribusi tidak normal. Satu coverage terjadi ketika suatu luas
landasan telah dilalui oleh roda utama pesawat.

15
BAB III
PENURUP
3. Kesimpulan

Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization) sebagai


induk dari dunia aviasi internasional, landas pacu adalah suatu daerah persegi
yang telah ditentukan di sebuah bandar udara untuk pendaratan atau lepas
landas pesawat. Landas pacu merupakan salah satu fasilitas penting yang
termasuk ke dalam fasilitas sisi udara (air side), selain area parkir (apron) dan
landas hubung (taxiway).

Perencanaan fisik landas pacu merupakan salah satu unsur penting di dalam
perencanaan konstruksi sebuah bandar udara. Pola operasional pesawat terbang
dan volume lalu lintas yang direncanakan mempengaruhi karakteristik
perencanaan landas pacu. ICAO mengatur tentang desain fisik landas pacu dan
teknis pengoperasian didalam Annex 14 – Volume I yang membahas mengenai
desain bandar udara dan operasinya (Aerodrome Design and Operations).
Secara umum, ICAO membagi klasifikasi lapangan terbang ke dalam tabel
berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi lapangan terbang (Aerodrome Reference Code)

Nomor Aeroplane Huruf Lebar Jarak Tepi Luar


Kode Reference Kode Bentang Roda-roda
Field Length Sayap Pendaratan
(ARFL) (B1) (m) (B2)
(L0) (m)
1 L0 < 800 A B1 < 15 B2 < 4,5
2 800 < L0 < 1200 B 15 < B1 < 24 4,5 < B2 < 6
3 1200 < L0 < 1800 C 24 < B1 < 36 6 < B2 < 9
4 L0 ≥ 1800 D 36 < B1 < 52 9 < B2 < 14
E 52 < B1 < 65 9 < B2 < 14
F 65 < B1 < 80 14 < B2 < 16

16
17

Anda mungkin juga menyukai