Anda di halaman 1dari 31

TUGAS INTERPRETASI RUANG

TKP 256

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Parfi Khadiyanta M.S.


Dr. Ars. Ir. Rina Kurniati M.T.

INTERPRETASI RUANG KAWASAN CBD BANDARA


INTERNASIONAL MINANGKABAU DI KOTA PADANG

Disusun Oleh :

Aulia Hadaytana R. NIM. 21040119120008


Isabella Veronika NIM. 21040119120014
M. Dzaky Al-Murtadho NIM. 21040119130135
Rikha Rohmatillah NIM. 21040119120032
Rizky Putra Kumara NIM. 21040119130053
Salma Az-Zahra NIM. 21040119140140

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
2020
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN LITERATUR ................................................................................................. 6
2.1. Aerotropolis ................................................................................................................. 6
2.2. Central Business District (CBD) ................................................................................. 7
2.3. Wilayah Pesisir ............................................................................................................ 8
2.4. Best Practice Kota Aerotropolis .................................................................................. 9
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................ 15
3.1. Prinsip dan Ciri-Ciri Tanda Pertumbuhan CBD ....................................................... 15
3.2. Prinsip dan Ciri-Ciri Tanda Implementasi Aerotropolis ........................................... 16
3.3. Kontribusi Kawasan Pesisir Terhadap Pertumbuhan CBD di Kawasan Bandara ..... 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27
Peta Wilayah Rencana Aerotropolis CBD Bandara Internasional Minangkabau ...................... 1
1. BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau baik besar
maupun kecil. Untuk menunjang perhubungan antar wilayah, Indonesia ditopang oleh
transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Sebagai transportasi yang unggul
dalam kecepatan dan kenyamanan, transportasi udara mulai menjadi pilihan yang banyak
diminati saat ini. Tercatat bahwa pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara di
Indonesia selama satu dekade terakhir mencapai angka 15% per tahun untuk penerbangan
domestik dan 6% per tahun untuk penerbangan internasional (Kementerian Perhubungan,
2016).
Bandara merupakan suatu unsur yang memiliki peranan penting dalam
penyelenggaraan transportasi jalur udara dan secara langsung turut berperan dalam hal
pertumbuhan, pendorong, maupun penggerak serta pemerataan pembangunan wilayah.
Berdasarkan Perda Provinsi Sumatera Barat No. 13 Tahun 2012, bandara adalah kawasan di
daratan dan atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat
udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
Bandara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas
pesawat udara, naik turun penumpang, dan atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar
moda transportasi (UU No. 15 TH 1992, 2004). Dalam pengertian lain, bandara juga
diartikan sebagai suatu wadah tempat berlangsungnya aktivitas pelayanan penerbangan, baik
pelayanan terhadap pesawat udara (pendaratan, tinggal landas, parkir, pengisian bahan bakar
dan pelayanan teknis penerbangan lainnya) maupun pelayanan kepada pengguna jasa
penerbangan baik orang maupun barang.
Adapun peranan dari suatu bandara adalah sebagai berikut:
1. Melayani, mengatur dan mengawasi lalu lintas udara, baik yang datang, berangkat
maupun yang melintasi wilayah kekuasaan bandara.
2. Menyimpan, mengurus dan mengatur muatan baik yang berasal dari pengangkutan
darat ke udara maupun sebaliknya.
3. Merupakan sebuah ruang perantara antara transportasi udara dengan transportasi
darat, sehingga antara landside dan airside harus disediakan semua fasilitas dan jasa-
jasa yang diperlukan untuk menyimpan, menurunkan, mengurus barang-barang
muatan (freight) maupun yang diperlukan untuk processing, embarkasi dan debarkasi
penumpang.
4. Merupakan sebuah mata rantai dalam sistem penerbangan.
5. Tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau pengusahaan.
Mengacu pada transportasi udara, bandara merupakan salah satu pintu yang dapat
menarik masuk dan keluar penumpang ke wilayah dimana bandara tersebut berada. Hal ini
menjadikan bandara sebagai sebuah magnet yang menarik aktivitas manusia sehingga
semakin mendekat ke bandara. Semakin banyak mobilitas yang terjadi di dekat bandara,
semakin banyak pula sarana prasarana pendukung yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan orang-orang yang bermobilitas. (Kasarda,2011).
Adanya pengembangan bandara memiliki pengaruh atau dampak terhadap berbagai
aspek salah satunya penggunaan lahan. Adisasmita (2012) berpendapat bahwa semakin besar
dan semakin banyak penumpang yang melakukan perjalanan pada suatu bandara maka akan
lebih besar pula akibat yang ditimbulkan terhadap perubahan penggunaan lahan di sekitarnya.
Hal ini dapat dilihat dari munculnya atau timbulnya aktivitas-aktivitas pendukung yang akan
melengkapi aktivitas utama yang ada di bandara.
Bandara berkembang dari infrastruktur transportasi udara menjadi titik akses
terintegrasi, dan perusahaan menciptakan pembangunan komersial yang berada di dalam dan
di luar batas bandara. Saat ini, secara tidak disadari semua dari fungsi komersial pusat suatu
metropolitan berada di dan sekitar bandara. Hal tersebut membuat bandara berkembang dari
bandara kota menjadi kota bandara (Kasarda, 2013).
Adanya pembangunan bandara akan secara langsung membawa dampak bagi
masyarakat sekitar bandara. Penumpang dari pesawat udara akan memulai dan mengakhiri
penerbangannya di bandar udara. Pengunjung yang bukan penumpang pesawat udara juga
akan ikut turut meramaikan adanya bandara. Oleh karena itu, adanya fasilitas pelayanan yang
ada di bandara akan sangat dibutuhkan bagi pengunjung maupun penumpang pesawat udara.
Fasilitas tersebut dapat berupa ruang tunggu, kendaraan angkutan darat, restoran, hotel,
rumah makan, tempat parkir, pertokoan, serta berbagai hal lain yang berkaitan dengan
kebutuhan barang dan jasa. Selain itu menurut Nasution (2004) menyebutkan bahwa dengan
adanya bandara di suatu wilayah maka akan terbentuk unit pelayanan yang lengkap dengan
lingkup kegiatan yang meluas. Adanya bandara juga akan menumbuhkan pusat kegiatan
ekonomi baik perdagangan maupun jasa. Tumbuhnya pusat kegiatan tersebut akan
memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar bandara. Sehingga dampak yang
paling terlihat dari adanya bandara baru di suatu wilayah ialah beralihnya unit kegiatan usaha
serta berubahnya penggunaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar bandara.
Untuk membantu kajian yang lebih komprehensif dalam melihat dampak
pembangunan bandara dapat dilakukan dengan cara menginterpretasi. Interpretasi citra adalah
perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek
dan menilai arti pentingnya objek tersebut. (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1994:7).
Menurut Lintz Jr. dan Simonett dalam Sutanto (1994:7), ada tiga rangkaian kegiatan yang
diperlukan dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra, yaitu:
1. Deteksi, adalah pengamatan adanya suatu objek, misalnya pada gambaran sungai
terdapat obyek yang bukan air.
2. Identifikasi, adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan
menggunakan keterangan yang cukup. Misalnya berdasarkan bentuk, ukuran, dan
letaknya, obyek yang tampak pada sungai tersebut disimpulkan sebagai perahu motor.
3. Analisis, yaitu pengumpulan keterangan lebih lanjut. Misalnya dengan mengamati
jumlah penumpangnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perahu tersebut perahu
motor yang berisi dua belas orang.
Tugas ini dilakukan bertujuan untuk memahami pengembangan konsep Central
Bussines District (CBD) Kota Aerotropolis Bandara Internasional Minangkabau berdasarkan
kondisi kawasan pesisir Kota Padang. Dalam tugas ini kami menggunakan pendekatan
kualitatif/interpretasi. Pendekatan kualitatif/interpretasi ini dipilih karena, permasalahan
bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga variabel yang
diteliti mencakup situasi sosial, tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis, (Sugiyono, 2015).
Dengan melakukan interpretasi dan pendekatan secara kualitatif, kita dapat mengerti
bagaimana kondisi kawasan Bandara Minangkabau di Kota Padang. Bandar udara tersebut
memberikan dampak yang luas terhadap daerah sekitarnya, sehingga berpotensi menjadi Kota
Aerotropolis. Salah satu yang elemen yang berpengaruh dalam Kota Aerotropolis adalah
kawasan Central Business District (CBD) Oleh karena itu, perlu adanya kajian tentang
interpretasi ruang kawasan Central Business District (CBD) di Kawasan Aerotropolis
Bandara Internasional Minangkabau yang terletak di kota pesisir.
2. BAB II
KAJIAN LITERATUR

2.1. Aerotropolis
Aerotropolis adalah strategi pengembangan kawasan perkotaan dimana bandara
sebagai key driver yang meliputi tata letak, infrastruktur, dan kegiatan ekonomi yang
melibatkan pemangku kepentingan airport planning, urban planning, dan business planning.
Aerotropolis telah berkembang dalam radius 60 mil di sekitar bandar udara yang menjadi
pusat kegiatan aerotropolis tersebut. Aerotropolis terdiri dari bandar udara yang melayani
perkotaan dan berada dalam koridor bisnis dan klaster-klaster bisnis yang memerlukan
dukungan angkutan udara dan beberapa kawasan hunian terkait. Aerotropolis bertujuan untuk
meningkatkan daya saing dengan menurunkan biaya logistik dan terhubung dengan pusat
kegiatan ekonomi lainnya yang mengedepankan speed (kepastian waktu), connectivity
(pembangunan infrastruktur) dan agility (kemampuan beradaptasi). Aerotropolis memberi
manfaat positif terhadap peningkatan kinerja bandara baik bisnis aeronautika maupun non-
aeronautika (PT. Angkasa Pura II, 2015).
Konsep aerotropolis menggunakan elemen gabungan aeronautika dan non
aeronautika untuk mempermudah para wisatawan selama berada di area bandar udara.
Keuntungan penerapan konsep aerotropolis dilihat dari sektor ekonomi yaitu adanya
peningkatan jumlah pekerja, infrastruktur dan fasilitas bandar udara. Secara sosial yaitu
adanya peningkatan komponen sekolah dan pelayanan kesehatan. Selain itu, bagi pemerintah
baik pusat dan daerah adanya aerotropolis dapat meningkatkan GDP dan pendapatan pajak.
Dalam penerapan aerotropolis dikenal adanya konsep interaksi bahwa Bandar udara, airline
dan kawasan di sekitar bandar udara berperan penting pada pembentukan aerotropolis.
Masing-masing memberi kontribusi dan saling tergantung antara satu dengan lainnya.
Dalam konsep perencanaan yang komprehensif, diperlukan adanya sinergi antara
perencanaan bandar udara, perencanaan bisnis, dan perencanaan pengembangan perkotaan.
Perencanaan bandar udara adalah perencanaan tata guna lahan, rencana induk, fasilitas,
infrastruktur, logistik, Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan Batas-batas
Kawasan Kebisingan (BKK). Tantangan perencanaan aerotropolis yaitu perlunya
menyeimbangkan kepentingan semua pihak (airline, operator, investor, pemerintah,
komunitas, dll).
Dasar pengembangan aerotropolis yaitu transformasi bandar udara dari simpul
transportasi menjadi simpul ekonomi dengan tetap berpegang pada prinsip keselamatan,
keamanan dan pelayanan penerbangan. Potensi bandar udara menjadi daya tarik bagi pelaku
bisnis dan komersial dimana paradigma sebelumnya bandar udara adalah fasilitator pasif
namun saat ini paradigma barunya adalah Bandar udara sebagai pengendali aktif bagi
pengembangan kota dan ekonomi kawasan di sekitarnya. Kunci pengembangan aerotropolis
yaitu konektivitas berupa infrastruktur fisik, kecepatan, perspektif jarak tempuh menjadi
waktu tempuh.
Komponen dari sebuah kota bandara antara lain :
1. Bandara perlu membuat sumber pendapatan non-aeronautika baru untuk bersaing dan
melayani fungsi penerbangan tradisional.
2. Pengejaran sektor komersial atas tanah yang terjangkau dan dapat diakses karena
aglomerasi, kedekatan dengan bandara, dan keunggulan infrastruktur bersama.
3. Peningkatan lalu lintas penumpang dan kargo yang dihasilkan oleh bandara gateway.
4. Bandara yang berfungsi sebagai katalis dan magnet untuk pengembangan bisnis darat.
(Kasarda, 2010).
Kawasan pengembangan aerotropolis merupakan peluang bisnis yang besar bagi
masyarakat di sekitar bandar udara, oleh sebab itu Pemerintah diharapkan bisa membuat
penyesuaian-penyesuaian terhadap rencana peruntukan usulan pengembangan kewilayahan
aerotropolis yang terintegrasi. Selanjutnya, rencana peruntukan tersebut dituangkan dalam
Rencana Umum Tata Ruang Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Provinsi dan Kota yang memiliki kekuatan hukum. Selain itu diperlukan juga
perlindungan terhadap tata guna lahan pada kawasan aerotropolis dengan membuat suatu
peraturan daerah terkait Tata Ruang dan Peraturan Presiden terhadap pengembangan
wilayah/kawasan aerotropolis.

2.2. Central Business District (CBD)


Central Business District (CBD) atau Daerah Pusat Kegiatan (DPK) adalah bagian
kecil dari kota yang merupakan pusat dari segala kegiatan politik, sosial budaya, ekonomi
dan teknologi. Central Business District adalah daerah yang merupakan pusat kegiatan
meliputi pemerintahan, perkantoran/jasa umum, perdagangan, peribadatan, pendidikan,
kesehatan, perumahan, rekreasi, olahraga dan sosial budaya secara terpadu untuk memenuhi
kenyamanan dan kesenangan gaya hidup modern secara harmonis. Menurut Iwan M. (2010),
Central Business District memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari bagian kota yang lain.
Fungsi bandar udara berubah menjadi komplek kota tempat bertemunya bisnis
padat modal dan hubungan komersial yang terintegrasi. Jika dianalogikan dengan kota
metropolitan, bandar udara menjadi kawasan pusat bisnis atau dengan kata lain
Central Business Districts (CBD) dalam sebuah Aerotropolis (Kasarda, 2008).
Menurut teori konsentris Burgess (1925), Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central
Business District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk
bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta
merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut
terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District)
dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran, dan jasa. Bagian kedua adalah bagian
luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan
peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan, dan gedung
penyimpanan barang supaya tahan lama.
Konsep kawasan Central Business District :
 Konsep sirkulasi CBD adalah konsep sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan terpisah.
Untuk pejalan kaki diterapkan green building pada desain podium yaitu berupa roof
garden yang berfungsi juga sebagai jembatan penghubung antara bangunan dan
tempat untuk sirkulasi pejalan kaki yang menghubungkan antar bangunan bebas dari
kendaraan. Sedangkan sirkulasi utama untuk kendaraan dari arah jalan Letjen MT.
Haryono, dan sirkulasi sekunder dari jalan Dewi Sartika.
● Konsep bangunan CBD adalah konsep bangunan perkantoran sebagai icon dan
landmark kawasan CBD, yaitu kontras dengan bangunan sekitar tapak, dan
merupakan karya seni, yang berskala besar dan memiliki daya tarik tersendiri. Aksis
dari pancoran dan bundaran Cawang, gubahan massa bangunan yang mencerminkan
icon dan landmark terhadap daerah Cawang. Untuk menjaga keberlanjutan CBD di
kawasan Cawang ini, diusung tema green architecture untuk bangunan di kawasan
CBD, menggunakan identitas kawasan supaya mudah dikenali dengan adanya icon
kota dan landmark di kawasan tersebut.
Bentuk massa bangunan di dalam kawasan CBD termasuk massa majemuk terpilih
karena mempunyai kelebihan pada kebutuhan terhadap fasilitas, pencapaian dan sirkulasi.
Dengan pertimbangan agar aktifitas dari CBD dapat lebih mudah dan terkait satu sama lain
dengan pemisahan bangunan yang berdasarkan fungsinya. Bentuk dasar ―persegi‖ dan
―lingkaran‖. Bentuk persegi dapat mengoptimalkan lahan yang berada di pusat kota Jakarta,
yang bernilai ekonomis tinggi. Bentuk lingkaran apabila dipadukan dengan bentuk segi empat
bisa menciptakan estetika bangunan yang baik sehingga diharapkan dapat menjadi landmark
baru kota Jakarta. Bentuk persegi dapat menciptakan efisiensi ruang yang maksimal
dibanding bentuk lain. Bentuk lingkaran dapat mencerminkan keindahan fasad pada semua
sisi bangunan.

2.3. Wilayah Pesisir


Sesuai dengan UU No.27 tahun 2007, wilayah pesisir telah didefinisikan sebagai wilayah
peralihan antara ekosistem daratan dan laut yang ditentukan oleh 12 mil batas wilayah ke
arah perairan dan batas kabupaten/kota ke arah pedalaman.
Menurut Poernomosidhi (2007 : 4) mengemukakan bahwa karakteristik wilayah pesisir
diantaranya adalah:
a. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 jiwa atau 60% dari
penduduk indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai.
Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan
urbanisasi Indonesia pada masa yang akan datang.
b. Secara administratif kurang lebih 42 daerah kota dan 181 daerah kabupaten berada
di pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah masing-masing daerah otonomi
tersebut memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan dan
pemanfaatan wilayah pesisir
c. Secara fisik terdapat pusat-pusat pelayanan sosial – ekonomi yang tersebar mulai
dari sabang sampai merauke, dimana di dalamnya terkandung berbagai asset sosial
dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi dan financial yang sangat besar.
d. Secara ekonomi, hasil sumberdaya laut dan pesisir telah memberikan kontribusi
terhadap pembentukan PDB nasional
e. Wilayah laut dan pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen
(exporter) sekaligus simpul transportasi laut di wilayah asia pasifik.
f. Wilayah laut dan pesisir kaya akan beberapa sumberdaya pesisir yang potensial
dikembangkan lebih lanjut meliputi pertambangan, perikanan, pariwisata bahari,
dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sebagai daya tarik bagi
pengembangan kegiatan “ ecotourism”.
g. Secara politik dan hankam, wilayah laut dan pesisir merupakan kawasan
perbatasan antar – Negara maupun antar yang sensitive dan memiliki implikasi
terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kota Aerotropolis lebih baik dibangun di offshore (diatas laut) atau pesisir daripada
onshore (di daratan), melalui beberapa pertimbangan untuk menentukan lokasi kota ini.
Berikut alasannya akan diuraikan dibawah.
Pemerintah telah membuat aturan mengenai prosedur penetapan lokasi bandara.
Aturan itu terdapat pada Keputusan Menteri Perhubungan No.20 Tahun 2014 mengenai Tata
Cara dan Prosedur Penetapan Lokasi Bandar Udara.
Dalam regulasi itu, lokasi bandar udara harus memuat kelayakan sebagai berikut:
a) Pengembangan wilayah
b) Ekonomi dan finansial
c) Teknis pembangunan
d) Operasional
e) Angkutan udara
f) Lingkungan
g) Sosial.

2.4. Best Practice Kota Aerotropolis


Transportasi udara sudah menjadi pilihan masyarakat untuk melakukan perjalanan.
Efisiensi waktu menjadi alasan masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi udara.
Perkembangan bandara semakin pesat, memunculkan konsep kota bandara (airport city) yang
merupakan awal terbentuknya konsep aerotropolis. Kota bandara terbentuk karena banyaknya
kegiatan usaha atau jasa komersial di sekitar kawasan bandara.
Aerotropolis didefinisikan sebagai sebuah kota dengan tata letak, infrastruktur, dan
sektor ekonomi berpusat pada bandar udara (bandara) sebagai kota bandara. Seperti halnya
konsep kota metropolis, konsep kota aerotropolis pun memiliki kawasan suburban atau
pinggir kota. Kawasan ini pun terhubung oleh infrastruktur dan transportasi massal.
Tahun 2000, konsep ini dikembangkan oleh seorang akademisi dan pakar air
commerce, Dr. John D. Kasarda yang meneliti mengenai bandara sebagai penggerak ekonomi
sebuah kawasan. Ia berpendapat bahwa bandara mampu menghubungkan konsumen,
supplier, dan perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra di seluruh belahan dunia.
Menurut pakar air commerce ini, roda bisnis di sekitar bandara bahkan lebih
tergantung pada supplier atau konsumen dari luar kota atau luar negeri dibanding kawasan
bisnis di pusat kota dan sekitarnya. Alasannya adalah kawasan komersial aerotropolis ini
pada dasarnya memang dibangun dalam rangka mendukung bisnis yang terkait penerbangan
termasuk jutaan pengunjung dan pengguna bandara yang singgah setiap tahunnya.
Aerotropolis mulai dikembangkan di Eropa dan Amerika Serikat tahun 1990-an.
Konsep pengembangan kawasan sekitar bandara dengan konsep aerotropolis semakin banyak
diimplementasikan di lokasi pengembangan bandara dunia. Saat ini, banyak negara sudah
berhasil menerapkannya. Salah satunya adalah aerotropolis kawasan Bandara Internasional
Incheon, Korea Selatan.

Gambar 1. Citra aetropolis kawasan Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan

Gambar 2. Denah Bandara Internasional Incheon

Bandara Internasional Incheon merupakan kawasan bandara terbaik di dunia. Bandara


ini dibangun untuk membantu Bandara Internasional Gimpo yang sudah kelebihan kapasitas
pengunjung. Bandara ini dibangun diatas tanah reklamasi antara Pulau Yeongjong dan Pulau
Youngyu. Proyek bandara ini dimulai pada tahun 1992 dan dibuka secara resmi pada tahun
2001. Bandara ini melalui 2 fase pembangunan rampung pada tahun 2008.
Incheon tumbuh menjadi salah satu bandara terpenting di Asia dengan total 18,000
penerbangan setiap bulannya. Hampir seluruhnya adalah penerbangan internasional. Setiap
tahun ada sekitar 30 juta penumpang mengunjungi Incheon International Airport
menggunakan lebih dari 70 maskapai dengan hampir 150 tujuan di seluruh dunia.
Saat ini terdapat dua terminal penumpang di bandara terbesar Korea Selatan ini.
Terminal-terminal di area kedatangan menempati dua lantai, sementara terminal area
keberangkatan menempati satu lantai. Terminal utama dan terminal penumpang dihubungkan
oleh sistem transit intra-bandara modern, yaitu kereta shuttle yang sepenuhnya digerakkan
oleh mesin. Kereta shuttle ini akan tiba setiap lima menit sekali untuk mengantar wisatawan
yang bersiap melakukan transfer pesawat.

Gambar 3. Denah Terminal di Bandara Internasional Incheon

Kereta api Arex yang menghubungkan Bandara Internasional Incheon ke Seoul


Station mulai beroperasi pada Desember 2010. Jalur Bandara memperpendek waktu
perjalanan antara Badara Incheon dan Stasiun Seoul dengan waktu perjalanan 43 menit tanpa
berhenti, dengan kereta ekspres dan 53 menit untuk kereta api commuter. Hal ini juga
menyediakan pilihan cepat dan nyaman bagi penumpang transit untuk mengeksplorasi Seoul.
Kereta api commuter memiliki dua layanan, pertama dari Stasiun Seoul ke bandara
Incheon dan kedua dari Stasiun Seoul ke Stasiun Geomam. Sedangkan Kereta ekspress
berangkat dari Seoul Station setiap 30 menit dan kereta commuter setiap 6 menit (commuter
kereta bergantian antara Incheon Airport dan Stasiun Geomam.)
Seoul Station merupakan pusat transportasi utama dekat dengan banyak obyek wisata
termasuk Myeong-dong dan Insa-dong. Ada juga berbagai department store, diskon outlet,
dan restoran didekatnya.
Gambar 4. Rute kereta yang berintegrasi dengan Bandara Internasional Incheon

Dalam kawasan Bandara Internasional Incheon dibangun beberapa hotel untuk tempat
transit wisatawan. Wisatawan bisa memilih menginap di hotel dengan fasilitas yang
bermacam-macam seperti Hyatt Regency Incheon Hotel (berjarak hanya 0.8km dari bandara),
Best Western Premier Incheon Airport (1.6 km dari bandara), Hotel Incheon Airport (10 km
dari bandara), dan Novotel Ambassador Gangnam (13 km dari bandara). Transport dari
bandara menuju hotel sudah terintegrasi bus atau taxi ramp.

Gambar 5. Citra hotel dekat Bandara Internasional Incheon

Tidak hanya hotel, kawasan aerotropolis bandara ini juga menyediakan fasilitas
kesehatan bagi wisatawan dan pekerja. Salah satu rumah sakitnya yaitu Rumah Sakit
Universitas Inha. Rumah Sakit Universitas Inha didirikan pada Mei 1996 sebagai rumah sakit
universitas pertama di Incheon. Rumah Sakit Inha menyediakan layanan medis yang optimal
untuk pasien dengan 13 pusat spesialis dan 33 departemen klinis.
Gambar 6. Citra Rumah Sakit Universitas Inha di Incheon

Hal yang paling inti dari kawasan aerotropolis adalah kawasan CBD yang dekat
dengan bandara. Tak terkecuali, Bandara Internasional Incheon memiliki kawasan CBD
bernama Song-Do Dong yang terletak di luar daratan reklamasi bandara tersebut. Kawasan
CBD Song-Do dihubungkan dengan Incheon Bridges untuk menuju ke kawasan bandara.

7(a)

7(b)
Gambar 7(a) & 7(b) Kawasan Song-Do yang terintegrasi dengan kawasan Bandara
Intenasional Incheon dihubungkan Incheon Bridges

Kawasan Song-Do ini merupakan kawasan CBD yang dibangun dengan konsep smart
city atau ubiquitous city dari tahun 2004. Ratusan triliun Rupiah sudah digelontorkan untuk
menyulap rawa--rawa di Laut Kuning menjadi kota yang maju. Kawasan ini menjadi bagian
dari Incheon Free Economic Zone.
Kawasan CBD Song-Do memiliki berbagai kantor bisnis besar, seperti Northeast Asia
Trade Tower, G-Tower, dan Incheon Tower. Sekolah, apartemen, dan bangunan kultural
Korea juga terbangun disini. Di kawasan ini juga terdapat taman besar seperti Central Park di
New York dan aliran sungai seperti di Venice, Italia.
Jalan Perbelanjaan Triple (트리플 쇼핑거리) merupakan daerah di Song-Do yang
bisa dilakukan, dilihat, dimakan, dan dinikmati serta berbagai festival budaya dan musiman
semuanya bergabung di jalan perbelanjaan yang indah ini. 3 jalan utama (ground, under, dan
park) menyediakan kegembiraan berbeda mulai dari food court hingga outlet premium.
Daerah ini biasanya dikunjungi oleh wisatawan yang sedang transit di Bandara Internasional
Incheon.
Berdasarkan penjabaran diatas, kawasan Bandara Internasional Incheon didukung
oleh fasilitas yang lengkap dan transportasi yang terintegrasi sehingga dapat dikategorikan
sebagai best practice kota aerotropolis.
3. BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Prinsip dan Ciri-Ciri Tanda Pertumbuhan CBD


Wilayah pusat Kota Padang (CBD), tepatnya di Pasar Raya Padang, adalah tempat
terpusatnya berbagai fasilitas umum dan pelayanan bagi masyarakat. Ciri-ciri pertumbuhan
CBD di Pasar Raya Padang, yaitu:
1. Memiliki densitas bangunan yang padat.
2. Mengalami pemadatan seiring berjalannya pembangunan.
3. Lahan kosong menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan adanya
4. Perkembangan kota bergerak ke arah luar pusat kota secara horizontal (urban sprawl).
5. Jarak henti halte trans-Padang adalah 200-300m, karena merupakan pusat kegiatan
yang sangat padat, seperti: pasar dan pertokoan.
Prinsip dasar CBD yaitu:
1. CBD memerlukan break event dalam setiap kegiatan yang dikelola. Dalam hal ini
dimaksudkan keuntungan yang diperoleh harus dapat didistribusikan kembali pada
masyarakat dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan yang lainnya.
2. CBD melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap proses perencanaan dan
pelaksanaan yang dilakukan.
3. Antara pelatihan dan pembangunan fisik dan pengembangan usaha menjadi satu
kesatuan
4. Dalam mengimplementasikan CBD harus dapat memaksimalkan dana baik dari
pemerintah, swasta dan sumber-sumber donasi lainnya.
5. CBD organisation harus memfungsikan diri sebagai katalisator.
Sesuai dengan prinsip dasar CBD, CBD di Pasar Raya Padang belum sepenuhnya
sesuai dengan prinsip CBD secara umum. Pemerintah Kota Padang telah melakukan
optimalisasi dana pendapatan dalam mengimplementasikan kawasan CBD. Selain itu,
pembangunan di kawasan CBD juga didistribusikan kembali kepada masyarakat. Namun,
banyak lahan kosong yang digunakan Pemerintah sebagai kawasan CBD, akan tetapi tidak
mempertimbangkan kebutuhan aktivitas masyarakat. Ini tidak sesuai dengan prinsip CBD
secara umum pada poin 2, yaitu melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap proses
perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa CBD di Pasar Raya
Padang bercirikan dengan adanya pembangunan yang memadat dan lahan kosong bagi
masyarakat berkurang. Selain itu, CBD di Pasar Raya Padang belum sepenuhnya sesuai
dengan prinsip-prinsip CBD secara umum. Masih perlu evaluasi dan perbaikan terhadap
pengimplementasian CBD di Pasar Raya Padang, sehingga sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan potensi wilayah.
Alasan kami memilih CBD Pasar Raya Padang adalah karena adanya pemusatan
kawasan bisnis dan perdagangan. Selain itu, kawasan CBD Pasar Raya Padang lebih
memiliki potensi untuk berkembang dibandingkan dengan CBD Kabupaten Pariaman.
Menurut prinsip aerotropolis, kawasan CBD Pasar Raya Padang mempunyai jarak kurang
dari 30 km dari Bandara Minangkabau sehingga memenuhi syarat masuk dalam
aerotropolis.

3.2. Prinsip dan Ciri-Ciri Tanda Implementasi Aerotropolis


Dalam perencanaan dan pengembangannya, Aerotropolis haruslah mengikuti prinsip-prinsip :

No Prinsip Perencanaan Aerotropolis Prasyarat

1. Prinsip Struktur Ruang Bandara sebagai hirarki tertinggi

2. Prinsip Jarak ± 30 km dari bandara

3. Prinsip Zonasi Intensitas kepadatan dan ketinggian dengan


mempertimbangkan KKOP (Kawasan
Keselamatan Operasional Penerbangan)

4. Prinsip Tata Guna Lahan Guna lahan mixed use

5. Prinsip Peruntukkan Utama Sebagai kawasan bisnis dan komersial


Fungsi Kawasan

6. Prinsip Penyediaan Kawasan Berupa Central Business District (CBD)


Bisnis

7. Prinsip Integrasi Terintegrasi dalam penunjang layanan dan


konektivitas.

8. Prinsip Konektivitas Terhubung dengan transportasi multimoda


yang cepat, terjangkau, dan mudah diakses.

Tabel 1. Prinsip perencanaan aerotropolis

Implementasi prinsip perencanaan aerotropolis:


No Prinsip Perencanaan Aerotropolis Keterangan

1. Prinsip Struktur Ruang Bandara bukan sebagai hirarki tertinggi

2. Prinsip Jarak 23,14 km dari bandara

3. Prinsip Zonasi Intensitas kepadatan dan ketinggian


dengan mempertimbangkan KKOP
(Kawasan Keselamatan Operasional
Penerbangan)

4. Prinsip Tata Guna Lahan Kawasan permukiman, perdagangan,


dan lahan persawahan

5. Prinsip Peruntukkan Utama Sebagai kawasan bandara yang


Fungsi Kawasan mengangkut orang dan barang

6. Prinsip Penyediaan Kawasan Berupa pasar sebagai pusat perdagangan


Bisnis

7. Prinsip Integrasi Belum cukup terintegrasi

8. Prinsip Konektivitas Terhubung dengan transportasi kereta


api dan bus.

Tabel 2. Implementasi prinsip persencanaan aerotropolis


Penjabaran :
1. Bandar udara Internasional Minangkabau (BIM) bukan sebagai hirarki tertinggi
karena berdasarkan Perda Daerah Kota Padang tentang RTRW Kota Padang Tahun
2010-2030, Bandara Internasional Minangkabau hanya berfungsi sebagai bandar
udara pengumpul skala sekunder.
2. Pusat perdagangan berada di Pasar Raya Padang yang berjarak 23,14 km dari bandara.
Aktivitas perekonomian di kawasan pasar tersebut di dominasi oleh aktivitas
perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel.
3. Jarak zonasi sesuai dengan standar Kawasan Keselamatan Operasional (KKO) dengan
menempatkan bandara pada kawasan pesisir. Kawasan pesisir dipilih karena untuk
menjauhkan letak bandara supaya kebisingannya tidak menganggu warga disekitarnya
dan merusak indra pendengaran. Faktor kedua adalah untuk faktor keselamatan saat
darurat. Apabila terjadi kecelakaan pesawat, pesawat akan lebih aman untuk mendarat
di laut daripada di darat.
4. Tata guna lahan yang digunakan adalah berupa kawasan permukiman, perdagangan,
dan lahan persawahan.
5. Prinsip utama fungsi kawasan adalah hanya berfungsi sebagai bandar udara
pengumpul skala sekunder (Perda Kota Padang tentang RTRW Kota Padang).
Bandara hanya diperuntukkan sebagai tempat aktivitas pergerakan manusia dan
barang dari satu tempat ke tempat lain.
6. Kawasan bisnis yang berada di dekat bandara adalah Pasar Raya Padang yang
berjarak 23,14 km dari bandara dan berada di pusat Kota Padang. Dalam pasar ini
terjadi aktivitas perdagangan baik perdagangan kecil maupun besar.
7. Pada kawasan bandara ini, akses jalan masih cukup terbatas dan kurang terkoneksi
dengan cepat. Akses jalan yang sudah dibangun antara lain jalur bypass antara BIM
dengan Teluk Bayur. Pemerintah provinsi mencanangkan pembangunan jalur 2 purus
antara Pantai Padang dengan BIM. Namun sampai saat ini, kendala yang menghambat
pembangunan jalan tersebut adalah adanya konflik pembebasan lahan.
8. Bandara telah terhubung dengan moda kereta api dan menjadi transportasi yang
terkoneksi dengan bandara. Selain itu, tersedianya layanan bus damri yang juga
memiliki rute untuk bandara memudahkan penumpang mendapatkan layanan yang
cepat menuju bandara.

Deskripsi Bandara Internasional Minangkabau


Bandara Internasional Minangkabau merupakan bandara yang berada di Kabupaten
Padang Pariaman dan menjadi Bandara bertaraf internasional utama di provinsi Sumatera
Barat yang melayani penerbangan untuk Kota Padang. Tipe Bandara Internasional
Minangkabau yaitu :
 Berdasarkan pengelolaan dan penggunaannya, Bandara Internasional Minangkabau
termasuk tipe bandar udara umum yang dikelola oleh pemerintah untuk penggunaan
umum.
 Berdasarkan tipe perjalanan yang dilayani, Bandara Internasional Minangkabau dapat
digolongkan bandara internasional domestik.
 Berdasarkan fasilitas yang tersedia, Bandara Internasional Minangkabau mempunyai
satu buah landasan (runway) serta satu bangunan terminal untuk melayani
penerbangan domestik dan internasional.
Menurut Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2010-2030, Pasal 42 ayat (2), yaitu Bandar Udara
Internasional Minangkabau yang terletak di Kabupaten Padang Pariaman sebagai bandar
udara pengumpul skala sekunder sedangkan Bandar udara Tabing untuk kepentingan
pertahanan.
Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder yaitu bandar udara
sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang
melayani penumpang dengan jumlah lebih besar dari atau sama dengan 1.000.000 (satu juta)
dan lebih kecil dari 5.000.000 (lima juta) orang per tahun. Kapasitas terminal penumpang
Bandar Udara Internasional Minangkabau sampai tahun 2014 masih memenuhi standar
minimum seperti yang diatur dalam SKEP/77/VI/2005 dengan menggunakan metode
perbandingan untuk menghitung luas terminal masa yang akan datang (Maghend, 2014)..
Sejak dioperasikan Bandar Udara Internasional Minangkabau pada tahun 2005, diketahui
proyeksi volume penumpang penerbangan sudah terjadi pertumbuhan pesat. Lalu lintas
penerbangan bandara ini sudah mampu melayani pesawat jenis Medium Jet dengan panjang
landasan pacu 2,750 m dan lebar landasan pacu 45 m dengan tebal perkerasan sebesar 100
cm, mengingat fungsi yang sangat penting diharapkan Bandara Internasional Minangkabau
dapat berfungsi dengan baik.
Pengembangan Bandara Internasional Minangkabau dilakukan dengan memadukan
berbagai pelayanan transportasi serta mengembangkan kegiatan komersial yang bernilai
tinggi. Peningkatan keterpaduan berbagai pelayanan transportasi dan pengembangan kegiatan
komersial dapat dilakukan dengan mengkombinasikan terminal terpadu yang meliputi
angkutan bus, kereta api dan angkutan kota. Bandara sebagai salah satu tempat kegiatan alih
moda transportasi harus memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan yang terpadu dan
berkesinambungan. Saat ini BIM sudah dilayani oleh beberapa angkutan lanjutan seperti
kereta api, bus, taxi, kendaraan sewa/travel dan kendaraan pribadi. Meskipun sudah dilayani
oleh angkutan massal namun integrasi antara bandara dengan angkutan lanjutan belum
terpadu dengan baik.
Bandara Internasional Minangkabau terintegrasi dengan kawasan CBD Kota Padang
dengan layanan kereta api. Ini memudahkan akses masyarakat dari pusat kota ke bandar
udara. Stasiun BIM adalah salah satu stasiun kereta api yang menyediakan pelayanan akses
tersebut.
Gambar 11. Stasiun Kereta Api BIM

Selain kereta api, Bandar Udara Internasional Minangkabau juga menyediakan bus
damri sebagai salah satu transportasi yang dapat digunakan hingga pusat kota. Ini salah satu
layanan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses bandar udara dari pusat kota.
Terminal Bus Katapiang adalah salah satu terminal bus yang menyediakan pelayanan akses
tersebut dari Bandar Udara Internasional Minangkabau.

Gambar 12. Terminal Bus Katapiang

Bandara ini berpotensi untuk dikembangkan karena mempunyai kapasitas parkir


pesawat yang luas, fasilitas bandara yang memadai, dan menjangkau rute nasional maupun
internasional karena secara geografis Kota Padang merupakan gerbang nasional bagi ―Daerah
Segitiga Pertumbuhan‖ yang meliputi kota-kota utama Asean, China Selatan dan India
Selatan.
Keberadaan bandara di Kabupaten Padang Pariaman belum dimanfaatkan secara
maksimal untuk menjadi simpul ekonomi yang besar. Jika bandara dijadikan simpul
penggerak ekonomi, dan pusat perkantoran, dan hubungan transportasi disertai dengan
terbentuknya aerotropolis maka Kabupaten Padang Pariaman dapat meningkatkan daya saing,
serta bisnis di sekitar tersebut dapat sampai di tingkat internasional
Dengan demikian, Bandara Internasional Minangkabau memiliki potensi untuk dapat
dikembangkan menjadi kawasan Aerotropolis mengacu dari implementasi yang telah
terlaksana. Namun bandara tersebut belum dijadikan pemodelan dalam pengembangan
Aerotropolis oleh pemerintah. Salah satu permasalahan dari pengembangan aerotropolis
adalah pada penggunaan lahan yang berada di sekitar bandara. Bangunan-bangunan lama
yang telah bermukim di sekitar bandara menjadi salah satu kendala dalam perencanaan.
Namun berdasarkan kenyataan di lapangan, daerah di sekitar bandara masih didominasi oleh
lahan persawahan dan hutan. Hal ini tentu lebih mempermudah dalam perencanaannya karena
kondisi lahan yang masih kosong dan dapat dimanfaatkan.
3.3. Kontribusi Kawasan Pesisir Terhadap Pertumbuhan CBD di Kawasan Bandara
Menurut UU No. 27 tahun 2007, wilayah pesisir telah didefinisikan sebagai wilayah
peralihan antara ekosistem daratan dan laut yang ditentukan oleh 12 mil batas wilayah ke
arah perairan dan batas kabupaten/kota kearah pedalaman. Teori ini membuktikan bahwa
Bandara Minangkabau terletak di pesisir Pantai Ketapang. Diukur dari bibir pantai hingga ke
runaway pesawat, jaraknya hanya sekitar 823.32 meter.

Gambar 8. Penghitungan Bandara Minangkabau dari bibir Pantai Ketapang

Sementara dari Central Business District (CBD) yang kita pilih terletak di Pasar Raya
Padang, Kota Padang, memiliki jarak kurang lebih 23 km dari Bandara Minangkabau.
Walaupun terpaut jarak yang lumayan jauh, letak CBD dengan Bandara Minangkabau sama
sama terletak di pesisir. Kota Padang yang membujur dari Utara ke Selatan memiliki pantai
sepanjang 68,126 km. Sebelah barat Kota Padang berbatasan langsung dengan Samudra
Hindia.

Gambar 9. Citra Kota Padang


Gambar 10. Penghitungan Jarak antara CBD Pasar Raya Padang ke Bandara Minangkabau

Sesuai dengan prinsip wilayah pesisir menurut Poernomosidhi (2007:4), karakteristik


pesisir baik di Kota Padang dan Bandara Minangkabau menunjukkan adanya perkembangan
urbanisasi disana. Jika dilihat dari citra Kota Padang, terlihat bahwa daerah pesisir menjadi
pusat perkembangan perkotaan. Kota Padang mempunyai pusat perdagangan terletak pada
Pasar Raya Padang. Pasar Raya Padang terletak kurang lebih 914.74 m dari bibir pantai. Hal
ini menjadi daya tarik perkembangan Kota Padang di dekat pesisir pantai.

Gambar 13. Jarak Pusat Perdagangan Kota Padang dari bibir pantai

Berdasarkan data dari BPS Kota Padang Dalam Angka 2019, adanya pertumbuhan
penduduk yang cukup signifikan. Jumlah penduduk Kota Padang pada tahun 2010 yaitu
833.562 jiwa, tetapi pada tahun 2018 mengalami perkembangan penduduk yaitu sebesar
939.112 jiwa. Hal ini menunjukkan benar adanya prinsip wilayah pesisir dihuni tidak kurang
dari 110 jiwa atau 60% dari penduduk indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km
dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini mempunyai potensi untuk ber-
urbanisasi.
Dilihat dari data BPS Kota Padang 2018, mayoritas pekerjaan penduduk di Kota
Padang terdapat di sektor Perdagangan. Sektor perdagangannya bermacam macam, mulai dari
pedagang besar, pedagang eceran, rumah makan, atau hotel. Ini sesuai dengan karakteristik
dari orang Minangkabau sendiri yang terkenal dengan keuletan berdagang dan pandai
mengatur keuangan.

Tabel 3. Lapangan Pekerjaan Utama Penduduk Kota Padang 2018

Perdagangan merupakan aktivitas terbesar yang dilakukan oleh Penduduk Kota Padang.
Maka dari itu, Pemerintah Kota Padang menyediakan sarana prasarana yang digunakan untuk
menunjang perdagangan, yaitu pelabuhan. Pelabuhan menjadi tempat yang penting karena
sebagai tempat masuk keluarnya barang perdagangan. Terdapat 3 pelabuhan besar di Kota
Padang, yaitu Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Muaro, dan Pelabuhan Bungus.
a. Pelabuhan Teluk Bayur
Gambar 14. Citra Pelabuhan Teluk Bayur

Pelabuhan Teluk Bayur sebelumnya bernama Emmahaven dibangun pada zaman


kolonial Belanda, terletak di Jl.Semarang No.3 Teluk Bayur Padang Sumatra Barat.
Pelabuhan Teluk Bayur merupakan pelabuhan samudera yang terbuka untuk kegiatan
perdagangan internasional. Pelabuhan ini memiliki beberapa kawasan yang menjadi sentra
kegiatan ekonomi di Sumatera Barat meliputi Muara Padang dan Air Bangis. Pelabuhan ini
sudah terintegrasi oleh 2 pelabuhan lain, Pelabuhan Muaro dan Pelabuhan Bungus.
Pelabuhan Teluk Bayur saat ini telah memiliki standar prosedur pelayanan
berdasarkan ISO 9002. Selain itu, Pelabuhan Teluk Bayur juga telah dilengkapi dengan
berbagai peralatan modern yang mampu melayani berbagai jenis barang antara lain barang
curah seperti batubara, semen, klinker, CPO serta komoditas yang menggunakan petikemas
seperti kayu manis, teh, moulding, furnitur dan karet, yang merupakan komoditas ekspor
unggulan ke Amerika Serikat, Eropa, Asia, Australia dan Afrika.

Kegiatan Usaha Pelabuhan Teluk Bayur

● Kolam pelabuhan
● Pelayanan pandu & tunda
● Fasilitas infrastruktur pelabuhan termasuk dermaga, dolphin, & tambatan
● Gudang, lapangan, penanganan barang beserta perlengkapannya
● Operasi penanganan petikemas
● Operasi penanganan bulk cargo
● Terminal penumpang
● Utilitas area darat pelabuhan & properti untuk usaha-usaha lebih produktif

b. Pelabuhan Muaro
Gambar 15. Citra Pelabuhan Muaro Padang

Pelabuhan Muaro Padang memiliki Sejarah mulai dari Zaman Penjajahan Belanda.
Dijadikan pintu gerbang untuk measuknya kapal-kapal yang akan membawa hasil bumi dari
Sumatera Barat. Daerah Sumatera Barat yang kaya akan hasil hutan dan perkebunan
membuat Belanda tertarik. Kegiatan di Pelabuhan Muara Padang yang sejak zaman Belanda
sampai sekarang tidak pernah berhenti walaupun dalam hal volume barang dan Volume bobot
kapal ada penurunan dikarenakan kendala kedalaman di Pelabuhan. Dilintasi jalan raya,
pelabuhan ini sangat cocok untuk jalan-jalan sambil menikmati pemandangan khas pelabuhan
nelayan dengan perahu-perahu penangkap ikan.
Selain sebagai fungsi tempat bersandar perahu, pelabuhan ini dikembangkan sebagai
pariwisata di Kota Padang. Pelabuhan ini terintegrasi oleh Kota Tua Padang, Gunung Padang,
penyangga kawasan Muara Padang, Jembatan dan Bukit Siti Nurbaya.

c. Pelabuhan Bungus
Gambar 16. Pasar Raya Padang sebagai CBD

Pasar Raya Padang sebagai Central Bussines District yang kami pilih dalam
pembangunan elemen Kota Aerotropolis juga memanfaatkan perikanan di pesisir sebagai
komoditas perdagangan. Berdasarkan BPS Kota Padang Dalam Angka 2018, memang
pekerjaan dalam sektor perikanan paling sedikit dibanding sektor lain, sebanyak 27.579 jiwa.
Untuk mendukung kegiatan perikanan, dibangunlah Pelabuhan Perikanan Bungus Padang.
Pelabuhan ini terletak berdekatan dengan Pelabuhan Teluk Bayur. Pelabuhan ini khusus
untuk sektor perikanan.
Letak geografis Pelabuhan Perikanan Bungus sangat strategis karena berada di
pertengahan pulau sumatera, berada dekat dengan daerah penangkapan ikan, sehingga mutu
ikan hasil tangkapan dapat dipertahankan karena hari penangkapan (catching day) menjadi
lebih pendek; Keberadaan Pelabuhan Perikanan Bungus di Kota Padang sehingga sangat
mudah memperoleh kebutuhan melaut seperti BBM, air tawar, es, ransum, maupun logistik
lainnya.

Tabel 4. Grafik produksi ikan Pelabuhan Bungus tahun 2020

Mengacu Kota Aerotropolis berpusat pada Bandara Minangkabau, dari ketiga


pelabuhan ini belum ada yang terintegrasi secara langsung ke Bandara Minangkabau. Hal ini
dikarenakan jarak antara ketiga pelabuhan dengan bandara jauh, dan pesisir di Bandara
Minangkabau belum dimanfaatkan secara maksimal. Diharapkan untuk kedepannya, antara
Bandara Minangkabau, ketiga pelabuhan di Kota Padang, dan CBD Pasar Raya Padang
terkoneksi sehingga membentuk elemen kota Aerotropolis yang baik.
4. DAFTAR PUSTAKA
Citra Google Earth 2019
http://pipp.djpt.kkp.go.id/
http://www.padang.go.id/
https://hmtpwk.ft.ugm.ac.id/
https://padangkota.bps.go.id/
https://www.caritra.org/
https://www.ipctpk.co.id/
https://www.padanginfo.com/
https://www.visitkorea.or.id/
http://hubud.dephub.go.id/website/BandaraHirarki.php diakses tanggal 1 Maret 2020 pada
pukul 22.05
http://www.bppp-tegal.com/web/index.php/artikel/394-strategi-menghadapi-globalisasi-
melalui-pemberdayaan-masyarakat diakses 1 Maret 2020 pada pukul 21.00.
https://koranmemo.com/mengapa-kecelakaan-pesawat-sering-terjadi-di-atas-perairan/
diakses 2 Maret 2020 pada pukul 09.00.
http://scholar.unand.ac.id/22960/3/BAB%201.pdf Diakses pada 11 Maret 2020, pukul 21.54
Sekitarntya, T. M. (1979). dwijenAGRO Vol. 2 No. 2 ISSN : 1979-3901. 2(2).
Kurniawan, J. S. (2017). Perwujudan/Implementasi Konsep Interaksi Aerotropolis Berbasis
Tata Ruang di Indonesia. Warta Ardhia, 42(4), 195. Diakses dari
https://doi.org/10.25104/wa.v42i4.249.195-202.
Kurniawan, J., S. (2016). Perwujudan/Implementasi Konsep Interaksi Aerotropolis Berbasis
Tata Ruang di Indonesia. Jurnal Perhubungan Udara. 42(4). 195-202.
angkasapura2.co.id .(2020). Bandara Internasional Minangkabau. Diakses pada 12 April 2020
pukul 10.05 dari https://www.angkasapura2.co.id/id/business_relation/our_airport/20-
bandara-internasional-minangkabau.
Kusumawati, S., Nurhadi, K., & Rini, E. F. (2017). Pengaruh Perkembangan Bandara
Internasional Adi Soemarmo Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Di Sekitarnya.
Region: Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Perencanaan Partisipatif, 7(2), 82.
Diakses dari https://doi.org/10.20961/region.v7i2.11578.
Notanubun, R. M. (2017). Kajian Pengembangan Konsep Waterfront City di Kawasan Pesisir
Kota Ambon. Jurnal Pengembangan Kota Universitas Diponegoro, 13(2), 243–255.
Peraturan Daerah Kota Padang No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Padang Tahun 2010-2030.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032.
Sefrus, T., Priyanto, S., Dewanti, & Irawan, M. Z. (2017). Analisis Awal Permasalahan
Transportasi Udara Dan Arah Pengembangan Bandara Di Indonesia. Jurnal
Transportasi, 17(3), 8.
Mora, M., & Murtadho, A. (2017). Analisis Potensi Pengembangan Aerotropolis di Bandar
Udara Internasional Kualanamu Medan. Warta Ardhia, 41(3), 147.
https://doi.org/10.25104/wa.v41i3.152.147-162.
Adrian, F., & Pradoto, W. (2017). Potensi Pengembangan Kawasan Bandara Internasional
Soekarno Hatta Dan Kota Tangerang Menjadi Aerotropolis. Jurnal Pengembangan
Kota, 5(2), 121–130. Diakses dari https://doi.org/10.14710/jpk.5.2.121-130.
Padang, P. K. (2012). Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2010-2030.
Peraturan Daerah Kota Padang, 1–92. Retrieved from https://jdih.padang.go.id/po-
content/uploads/244. Perda No. 4 Tahun 2012 .pdf diakses tanggal 1 Maret 2020 pukul
21.41.
Rajaratnam, Y., Hardjasaputra, H., & Girianna, M. (2020). Studi Kelayakan Ekonomi
Pengembangan Bandara Udara Internasional Minangkabau ( BIM ). 3(2), 81–91.
Soleman, I. D. S., Roychansyah, M. S., & Rahmi, D. H. (2017). Identifikasi Prinsip
Aerotropolis di Bandara Sam Ratulangi Kota Manado. (1), B001–B006. Diakses dari
https://doi.org/10.32315/ti.6.b001.
Yusuf, Muhammad; Kusumawati, D. (2013). Penerapan Konsep Aerotropolis dalam
Pengembangan Bandar Udara Sepinggan-Balikpapan. 25, 358–365.
Dewi, H. I., Mustofa, C., & Riyanto, T. (2016). Konsep Mixed-Use Building dan Central
Business District untuk Keberlanjutan Kota. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi,
5(November), 1–10. Diakses pada 01 Maret 2020 pukul 18.06.
AS AD Ali Mutakin. (2014). Pengaruh keberadaan central business district (cbd) simpang
lima gumul terhadap konversi lahan pertanian, kabupaten kediri as ad ali mutakin.
Retrieved from
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/69187/1/H14aaa.pdf.
Suria, A., Mutia, E., Alamsyah, W., & Khairi, I. (2016). Penataan Kembali Daerah Pusat
Kegiatan Bisnis / Central Bussines District ( Cbd ) Dikota Langsa. Diakses pada 01
Maret 2020 pukul 18.32.
Murphy, R. E. (1974). The Central Business District—A study in urban geography—. Human
Geography, 26(4), 448–460. Diakses pada 24 Februari 2020 pukul 15.40 dari
https://doi.org/10.4200/jjhg1948.26.4_448.
Arifin, Ir. Syaiful. (2014). Pengelolaan Kawasan Pesisir Secara Terpadu Dan Berkelanjutan
Berbasis Masyarakat. Retrieved from
https://dipertasby.wordpress.com/2014/02/19/pengelolaan-kawasan-pesisir-secara-
terpadu-dan-berkelanjutan-berbasis-masyarakat/ diakses 1 Maret 2020 pukul 22.15.
Sompotan, Hendrik B. (2016). Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Dalam
Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir. Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/80967/prinsip-prinsip-pembangunan-
berkelanjutan-dalam-pemanfaatan-sumberdaya-pesisir diakses pada 1 Maret 2020 pukul
22.00.
Zayu, W. P. (2017). Analisa Kebutuhan Pelayanan Trans Padang Koridor Pusat Kota – Pusat
Pemerintah. XIV(April), 53–60. Diakses pada 11 Maret 2020, pukul 22.04
Cruz, A. P. S. (2013). 済無No Title No Title. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699. Diakses pada 12 April 2020 pukul 10.05 dari
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
5. Peta Wilayah Rencana Aerotropolis CBD Bandara Internasional Minangkabau
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
PROGRAM STUDI SARJANA (S1) PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

LEMBAR ASISTENSI TUGAS BESAR INTERPRETASI RUANG

Nama Kelompok : Kelompok B-6


Aulia Hadaytana Riswananda 21040119120008
Isabella Veronika 21040119120014
Rikha Rohmatillah 21040119120032
Salma Az-Zahra 21040119140140
Muhammad Dzaky Al-Murtadho 21040119130135
Rizky Putra Kumara 21040119130053
Mata Kuliah : Interpretasi Ruang
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Parfi Khadiyanta M.S.
Dr. Ars. Ir. Rina Kurniati M.T.

No. Tanggal Uraian TTD

1. 02/03/2020 Penjelasan tugas sesuai TOR, apa saja yang


harus dilakukan masing-masing kelompok

Penjelasan cakupan tugas besar poin 1-3


2. 09/03/2020 yaitu kajian literatur, wilayah studi, serta
pembuatan peta A2.
Kejelasan tugas besar, revisi pendahuluan
dan kajian literatur.
Yang direvisi antara lain :
- Best practice adalah bandara yang
3. 26/03/2020 sudah berhasil dan sudah jadi,
contohnya di Adelaide (Australia),
untuk di Indonesia belum ada yang
benar-benar jadi
- Untuk pembuatan peta A2 konfirmasi
kembali ke Pak Mussadun seperti apa
yang harus dikumpulkan

- Pembuatan peta
- Dalam lokasi studi harus sudah
menggambarkan posisi bandara dan
posisi cbd, jaraknya terlihat
4. 09/04/2020

5.

6.

Semarang,…………………..
Ketua Departemen PWK

Dr. Ir. Hadi Wahyono, M.A


NIP. 196312221990011003

Anda mungkin juga menyukai