TKP 256
Disusun Oleh :
2.1. Aerotropolis
Aerotropolis adalah strategi pengembangan kawasan perkotaan dimana bandara
sebagai key driver yang meliputi tata letak, infrastruktur, dan kegiatan ekonomi yang
melibatkan pemangku kepentingan airport planning, urban planning, dan business planning.
Aerotropolis telah berkembang dalam radius 60 mil di sekitar bandar udara yang menjadi
pusat kegiatan aerotropolis tersebut. Aerotropolis terdiri dari bandar udara yang melayani
perkotaan dan berada dalam koridor bisnis dan klaster-klaster bisnis yang memerlukan
dukungan angkutan udara dan beberapa kawasan hunian terkait. Aerotropolis bertujuan untuk
meningkatkan daya saing dengan menurunkan biaya logistik dan terhubung dengan pusat
kegiatan ekonomi lainnya yang mengedepankan speed (kepastian waktu), connectivity
(pembangunan infrastruktur) dan agility (kemampuan beradaptasi). Aerotropolis memberi
manfaat positif terhadap peningkatan kinerja bandara baik bisnis aeronautika maupun non-
aeronautika (PT. Angkasa Pura II, 2015).
Konsep aerotropolis menggunakan elemen gabungan aeronautika dan non
aeronautika untuk mempermudah para wisatawan selama berada di area bandar udara.
Keuntungan penerapan konsep aerotropolis dilihat dari sektor ekonomi yaitu adanya
peningkatan jumlah pekerja, infrastruktur dan fasilitas bandar udara. Secara sosial yaitu
adanya peningkatan komponen sekolah dan pelayanan kesehatan. Selain itu, bagi pemerintah
baik pusat dan daerah adanya aerotropolis dapat meningkatkan GDP dan pendapatan pajak.
Dalam penerapan aerotropolis dikenal adanya konsep interaksi bahwa Bandar udara, airline
dan kawasan di sekitar bandar udara berperan penting pada pembentukan aerotropolis.
Masing-masing memberi kontribusi dan saling tergantung antara satu dengan lainnya.
Dalam konsep perencanaan yang komprehensif, diperlukan adanya sinergi antara
perencanaan bandar udara, perencanaan bisnis, dan perencanaan pengembangan perkotaan.
Perencanaan bandar udara adalah perencanaan tata guna lahan, rencana induk, fasilitas,
infrastruktur, logistik, Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan Batas-batas
Kawasan Kebisingan (BKK). Tantangan perencanaan aerotropolis yaitu perlunya
menyeimbangkan kepentingan semua pihak (airline, operator, investor, pemerintah,
komunitas, dll).
Dasar pengembangan aerotropolis yaitu transformasi bandar udara dari simpul
transportasi menjadi simpul ekonomi dengan tetap berpegang pada prinsip keselamatan,
keamanan dan pelayanan penerbangan. Potensi bandar udara menjadi daya tarik bagi pelaku
bisnis dan komersial dimana paradigma sebelumnya bandar udara adalah fasilitator pasif
namun saat ini paradigma barunya adalah Bandar udara sebagai pengendali aktif bagi
pengembangan kota dan ekonomi kawasan di sekitarnya. Kunci pengembangan aerotropolis
yaitu konektivitas berupa infrastruktur fisik, kecepatan, perspektif jarak tempuh menjadi
waktu tempuh.
Komponen dari sebuah kota bandara antara lain :
1. Bandara perlu membuat sumber pendapatan non-aeronautika baru untuk bersaing dan
melayani fungsi penerbangan tradisional.
2. Pengejaran sektor komersial atas tanah yang terjangkau dan dapat diakses karena
aglomerasi, kedekatan dengan bandara, dan keunggulan infrastruktur bersama.
3. Peningkatan lalu lintas penumpang dan kargo yang dihasilkan oleh bandara gateway.
4. Bandara yang berfungsi sebagai katalis dan magnet untuk pengembangan bisnis darat.
(Kasarda, 2010).
Kawasan pengembangan aerotropolis merupakan peluang bisnis yang besar bagi
masyarakat di sekitar bandar udara, oleh sebab itu Pemerintah diharapkan bisa membuat
penyesuaian-penyesuaian terhadap rencana peruntukan usulan pengembangan kewilayahan
aerotropolis yang terintegrasi. Selanjutnya, rencana peruntukan tersebut dituangkan dalam
Rencana Umum Tata Ruang Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Provinsi dan Kota yang memiliki kekuatan hukum. Selain itu diperlukan juga
perlindungan terhadap tata guna lahan pada kawasan aerotropolis dengan membuat suatu
peraturan daerah terkait Tata Ruang dan Peraturan Presiden terhadap pengembangan
wilayah/kawasan aerotropolis.
Kota Aerotropolis lebih baik dibangun di offshore (diatas laut) atau pesisir daripada
onshore (di daratan), melalui beberapa pertimbangan untuk menentukan lokasi kota ini.
Berikut alasannya akan diuraikan dibawah.
Pemerintah telah membuat aturan mengenai prosedur penetapan lokasi bandara.
Aturan itu terdapat pada Keputusan Menteri Perhubungan No.20 Tahun 2014 mengenai Tata
Cara dan Prosedur Penetapan Lokasi Bandar Udara.
Dalam regulasi itu, lokasi bandar udara harus memuat kelayakan sebagai berikut:
a) Pengembangan wilayah
b) Ekonomi dan finansial
c) Teknis pembangunan
d) Operasional
e) Angkutan udara
f) Lingkungan
g) Sosial.
Dalam kawasan Bandara Internasional Incheon dibangun beberapa hotel untuk tempat
transit wisatawan. Wisatawan bisa memilih menginap di hotel dengan fasilitas yang
bermacam-macam seperti Hyatt Regency Incheon Hotel (berjarak hanya 0.8km dari bandara),
Best Western Premier Incheon Airport (1.6 km dari bandara), Hotel Incheon Airport (10 km
dari bandara), dan Novotel Ambassador Gangnam (13 km dari bandara). Transport dari
bandara menuju hotel sudah terintegrasi bus atau taxi ramp.
Tidak hanya hotel, kawasan aerotropolis bandara ini juga menyediakan fasilitas
kesehatan bagi wisatawan dan pekerja. Salah satu rumah sakitnya yaitu Rumah Sakit
Universitas Inha. Rumah Sakit Universitas Inha didirikan pada Mei 1996 sebagai rumah sakit
universitas pertama di Incheon. Rumah Sakit Inha menyediakan layanan medis yang optimal
untuk pasien dengan 13 pusat spesialis dan 33 departemen klinis.
Gambar 6. Citra Rumah Sakit Universitas Inha di Incheon
Hal yang paling inti dari kawasan aerotropolis adalah kawasan CBD yang dekat
dengan bandara. Tak terkecuali, Bandara Internasional Incheon memiliki kawasan CBD
bernama Song-Do Dong yang terletak di luar daratan reklamasi bandara tersebut. Kawasan
CBD Song-Do dihubungkan dengan Incheon Bridges untuk menuju ke kawasan bandara.
7(a)
7(b)
Gambar 7(a) & 7(b) Kawasan Song-Do yang terintegrasi dengan kawasan Bandara
Intenasional Incheon dihubungkan Incheon Bridges
Kawasan Song-Do ini merupakan kawasan CBD yang dibangun dengan konsep smart
city atau ubiquitous city dari tahun 2004. Ratusan triliun Rupiah sudah digelontorkan untuk
menyulap rawa--rawa di Laut Kuning menjadi kota yang maju. Kawasan ini menjadi bagian
dari Incheon Free Economic Zone.
Kawasan CBD Song-Do memiliki berbagai kantor bisnis besar, seperti Northeast Asia
Trade Tower, G-Tower, dan Incheon Tower. Sekolah, apartemen, dan bangunan kultural
Korea juga terbangun disini. Di kawasan ini juga terdapat taman besar seperti Central Park di
New York dan aliran sungai seperti di Venice, Italia.
Jalan Perbelanjaan Triple (트리플 쇼핑거리) merupakan daerah di Song-Do yang
bisa dilakukan, dilihat, dimakan, dan dinikmati serta berbagai festival budaya dan musiman
semuanya bergabung di jalan perbelanjaan yang indah ini. 3 jalan utama (ground, under, dan
park) menyediakan kegembiraan berbeda mulai dari food court hingga outlet premium.
Daerah ini biasanya dikunjungi oleh wisatawan yang sedang transit di Bandara Internasional
Incheon.
Berdasarkan penjabaran diatas, kawasan Bandara Internasional Incheon didukung
oleh fasilitas yang lengkap dan transportasi yang terintegrasi sehingga dapat dikategorikan
sebagai best practice kota aerotropolis.
3. BAB III
PEMBAHASAN
Selain kereta api, Bandar Udara Internasional Minangkabau juga menyediakan bus
damri sebagai salah satu transportasi yang dapat digunakan hingga pusat kota. Ini salah satu
layanan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses bandar udara dari pusat kota.
Terminal Bus Katapiang adalah salah satu terminal bus yang menyediakan pelayanan akses
tersebut dari Bandar Udara Internasional Minangkabau.
Sementara dari Central Business District (CBD) yang kita pilih terletak di Pasar Raya
Padang, Kota Padang, memiliki jarak kurang lebih 23 km dari Bandara Minangkabau.
Walaupun terpaut jarak yang lumayan jauh, letak CBD dengan Bandara Minangkabau sama
sama terletak di pesisir. Kota Padang yang membujur dari Utara ke Selatan memiliki pantai
sepanjang 68,126 km. Sebelah barat Kota Padang berbatasan langsung dengan Samudra
Hindia.
Gambar 13. Jarak Pusat Perdagangan Kota Padang dari bibir pantai
Berdasarkan data dari BPS Kota Padang Dalam Angka 2019, adanya pertumbuhan
penduduk yang cukup signifikan. Jumlah penduduk Kota Padang pada tahun 2010 yaitu
833.562 jiwa, tetapi pada tahun 2018 mengalami perkembangan penduduk yaitu sebesar
939.112 jiwa. Hal ini menunjukkan benar adanya prinsip wilayah pesisir dihuni tidak kurang
dari 110 jiwa atau 60% dari penduduk indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km
dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini mempunyai potensi untuk ber-
urbanisasi.
Dilihat dari data BPS Kota Padang 2018, mayoritas pekerjaan penduduk di Kota
Padang terdapat di sektor Perdagangan. Sektor perdagangannya bermacam macam, mulai dari
pedagang besar, pedagang eceran, rumah makan, atau hotel. Ini sesuai dengan karakteristik
dari orang Minangkabau sendiri yang terkenal dengan keuletan berdagang dan pandai
mengatur keuangan.
Perdagangan merupakan aktivitas terbesar yang dilakukan oleh Penduduk Kota Padang.
Maka dari itu, Pemerintah Kota Padang menyediakan sarana prasarana yang digunakan untuk
menunjang perdagangan, yaitu pelabuhan. Pelabuhan menjadi tempat yang penting karena
sebagai tempat masuk keluarnya barang perdagangan. Terdapat 3 pelabuhan besar di Kota
Padang, yaitu Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Muaro, dan Pelabuhan Bungus.
a. Pelabuhan Teluk Bayur
Gambar 14. Citra Pelabuhan Teluk Bayur
● Kolam pelabuhan
● Pelayanan pandu & tunda
● Fasilitas infrastruktur pelabuhan termasuk dermaga, dolphin, & tambatan
● Gudang, lapangan, penanganan barang beserta perlengkapannya
● Operasi penanganan petikemas
● Operasi penanganan bulk cargo
● Terminal penumpang
● Utilitas area darat pelabuhan & properti untuk usaha-usaha lebih produktif
b. Pelabuhan Muaro
Gambar 15. Citra Pelabuhan Muaro Padang
Pelabuhan Muaro Padang memiliki Sejarah mulai dari Zaman Penjajahan Belanda.
Dijadikan pintu gerbang untuk measuknya kapal-kapal yang akan membawa hasil bumi dari
Sumatera Barat. Daerah Sumatera Barat yang kaya akan hasil hutan dan perkebunan
membuat Belanda tertarik. Kegiatan di Pelabuhan Muara Padang yang sejak zaman Belanda
sampai sekarang tidak pernah berhenti walaupun dalam hal volume barang dan Volume bobot
kapal ada penurunan dikarenakan kendala kedalaman di Pelabuhan. Dilintasi jalan raya,
pelabuhan ini sangat cocok untuk jalan-jalan sambil menikmati pemandangan khas pelabuhan
nelayan dengan perahu-perahu penangkap ikan.
Selain sebagai fungsi tempat bersandar perahu, pelabuhan ini dikembangkan sebagai
pariwisata di Kota Padang. Pelabuhan ini terintegrasi oleh Kota Tua Padang, Gunung Padang,
penyangga kawasan Muara Padang, Jembatan dan Bukit Siti Nurbaya.
c. Pelabuhan Bungus
Gambar 16. Pasar Raya Padang sebagai CBD
Pasar Raya Padang sebagai Central Bussines District yang kami pilih dalam
pembangunan elemen Kota Aerotropolis juga memanfaatkan perikanan di pesisir sebagai
komoditas perdagangan. Berdasarkan BPS Kota Padang Dalam Angka 2018, memang
pekerjaan dalam sektor perikanan paling sedikit dibanding sektor lain, sebanyak 27.579 jiwa.
Untuk mendukung kegiatan perikanan, dibangunlah Pelabuhan Perikanan Bungus Padang.
Pelabuhan ini terletak berdekatan dengan Pelabuhan Teluk Bayur. Pelabuhan ini khusus
untuk sektor perikanan.
Letak geografis Pelabuhan Perikanan Bungus sangat strategis karena berada di
pertengahan pulau sumatera, berada dekat dengan daerah penangkapan ikan, sehingga mutu
ikan hasil tangkapan dapat dipertahankan karena hari penangkapan (catching day) menjadi
lebih pendek; Keberadaan Pelabuhan Perikanan Bungus di Kota Padang sehingga sangat
mudah memperoleh kebutuhan melaut seperti BBM, air tawar, es, ransum, maupun logistik
lainnya.
- Pembuatan peta
- Dalam lokasi studi harus sudah
menggambarkan posisi bandara dan
posisi cbd, jaraknya terlihat
4. 09/04/2020
5.
6.
Semarang,…………………..
Ketua Departemen PWK