Anda di halaman 1dari 22

1.

ngkutan udara sebagai salah satu moda transportasi yang ditata dalam sistem
transportasi nasional telah menjadi salah satu penghubung wilayah nasional dan
internasional dalam rangka mendorong dan mempercepat pembangunan nasional dan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Angkutan udara mempunyai peran yang cukup besar dalam
menunjang kegiatan ekonomi suatu daerah terutama sektor perdagangan dan pariwisata. Sub
sektor angkutan udara mempunyai keunggulan dalam kecepatan yang tinggi atau waktu tempuh
yang cukup singkat dan jangkauan atau cakupan yang luas.
Bandar udara sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan penerbangan dan angkutan udara
merupakan tempat atau titik (node) asal (origin) maupun tujuan (destination) perjalanan
pengguna angkutan udara dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi, kegiatan pemerintahan
maupun kegiatan lainnya. Bandar udara perlu terus ditata secara terpadu dalam satu kesatuan
tatanan kebandarudaraan nasional untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang
handal dan berkemampuan tinggi.

Bab 1 Pendahuluan

1-1

1.1.

LATAR BELAKANG
Sebagai negara kepulauan yang tersebar disepanjang khatulistiwa, negara Republik
Indonesia memiliki karakteristik yang khas, baik dalam dimensi goegrafis, sosiologi
bahkan sosial budaya. Potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia baik potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya kultural diyakini sampai saat ini
belum digali dan dikembangkan secara optimal. Upaya peningkatan dan optimalisasi
potensi yang selama ini dilakukan dirasakan belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Adanya kendala, baik itu pada aspek sumber daya manusia, aspek kemampuan
pendanaan, kualitas manajemen serta penguasaan ilmu pengeahuan dan teknologi
menyebabkan berkurangnya percepatan (akselerasi) peningkatan optimalisasi tersebut.
Dan salah satu upaya penting untuk meningkatkan akselerasi tersebut adalah
peningkatan,

pengembangan

dan

usaha

sub-sektor

transportasi

infrastruktur

pembangunan nasional.
Sebagai salah satu bagian dalam sub-sektor transportasi, transportasi udara mempunyai
kedudukan yang cukup strategis dalam konteks peran dan sumbangannya dalam
pembangunan nasional. Salah satu komponen penting dalam pengembangan dan
peningkatan kualitas pelayanan pada transportasi udara adalah pengembangan kinerja
bandar udara. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya peningkatan kualitas dan
kinerja bandar udara antara lain adalah :
1. Bandar udara merupakan prasarana angkutan udara yang menjadi tempat dimana
aktivitas pelayanan jasa angkutan udara bertemu
2. Untuk mendukung aktivitas pelayanan jasa angkutan udara, diperlukan ketersediaan
fasilitas yang memadai, pengaturan dan penyelidikan tanah serta ruang udara yang
dapat

menjamin

kelancaran

dan

keselamatan

operasi

penerbangan

serta

pelestarian lingkungan sekitarnya


3. Dengan semakin tingginya tingkat mobilitas arus barang dan manusia, seirama
dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, fungsi dan peranan bandar udara
menjadi semakin penting dan berkembang
Berdasarkan hal-hal diatas dan dalam rangka pengembangan bandar udara guna
mendukung kebutuhan jasa pelayanan transportasi antar wilayah yang cepat, aman dan
nyaman, maka perlu segera disiapkan rencana pengembangan bandar udara yang
terarah, secara konsepsional dan terpadu, baik dalam hal pengaturan penyediaan
lahan, ruang udara dan lingkungan disekitar bandar udara, maupun pengaturan sarana,
prasarana dan sistem operasional bandar udara itu sendiri, sesuai dengan persyaratan
yang telah ditentukan.
Hal ini sesuai sebagaimana telah diatur dalam UU No.1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, PP No. 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah nasional, PP No. 3
Bab 1 Pendahuluan

1-2

Tahun 2001 tentang Keamanan & Keselamatan Penerbangan, PP No. 70 Tahun 2001
tentang Kebandarudaraan, Keppres No. 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungs, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tugas Esselon I Departemen, Keppres No.
109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Esselon I Departemen, Keputusan
Menteri Perhubungan No. KM 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan
nasional, Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 22 Tahun 2002 tentang Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil, Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 48 Tahun
2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum, Keputusan Menteri Perhubungan
No. KM 43 Tahun 2004 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Perhubungan, Skep Dirjen No. 120 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Rencana Induk dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 31 Tahun 2006 tentang
Petunjuk

Pelaksanaan

dan

Petunjuk

Teknis

Perencanaan

Pembangunan

dan

Pengembangan Bandar Udara.


Kota Singkawang merupakan salah satu daerah yang sangat potensial untuk berkembang
di Propinsi Kalimantan Barat. Sesuai dengan paradigma baru peran pemerintah dan era
implementasi otonomi daerah, maka semakin besar tuntutan bahwa pemerintah adalah
sebagai regulator dan fasilitator dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini tentunya
akan

lebih

memperbesar

peran

pihak

swasta

didalam

proses

pembangunan.

Sebagaimana diketahui dan telah menjadi fakta bahwa sektor swasta merupakan engine
of growth dalam suatu pembangunan. Sektor swastalah yang pada kenyataannya
mampu menggerakkan roda perekonomian suatu wilayah baik melalui proses produksi,
distribusi dan pemasaran barang dan jasa serta dampak penciptaan peluang kerja serta
dampak nilai tambah daya tarik suatu daerah.
Pertumbuhan kepariwisataan dan ekonomi yang sangat pesat di Indonesia bersamaan
dengan tersedianya beragam jenis tipe pesawat guna kebutuhan lalulintas udara baik
domestik maupun internasional. Sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor
32 tahun 2004, yang membuat Kota Singkawang yang merupakan salah satu Kota di
Propinsi Kalimantan Barat berusaha mengembangkan daerahnya dari berbagai aspek
dan potensi yang ada untuk lebih memacu perkembangan pembangunan daerah. Juga
adanya konsep rencana Induk Kerjasama Pembangunan diwilayah Singbebas
(Singkawang, Bengkayang dan Sambas) untuk menggali potensi-potensi yang ada
disetiap

Kota

Singbebas

guna

menarik

minat

para

investor

dalam

upaya

mengembangkannya.
Kondisi yang unik ini selayaknya memerlukan sistim transportasi yang dapat
menjangkau seluruh pelosok daerah Propinsi Kalimantan Barat dengan cepat, aman,
lancar, teratur dan murah sehingga potensi ekonomi daerah, sumber kekayaan alam
dan sumber daya manusia serta kepariwisataan dapat dikembangkan dengan baik.

Bab 1 Pendahuluan

1-3

Berdasarkan pertimbangan diatas bahwa prasarana perhubungan udara relatif lebih


efisien waktu dibandingkan dengan pembangunan prasarana lain, maka transportasi
udara dinilai lebih tepat sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan pengembangan
pemanfaatan daerah. Maka bandar udara yang berada di Daerah Tingkat II bertujuan
untuk merangsang pengembangan dan pertumbuhan potensi daerah.
Keberadaan bandara ini diharapkan akan dapat memperlancar hubungan transportasi
Kota Singkawang, yang pada akhirnya diharapkan dapat mendukung perkembangan
wilayah Kota Singkawang sebagai pusat perdagangan, jasa, pariwisata dan agropolitan
dikawasan Kalimantan Barat.
Akhirnya diharapkan, bahwa apabila proyek ini telah dibangun, dan potensi
lahan/sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara baik,
sehingga proyek dapat memberikan daya guna maksimal bagi upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Dalam rangka mewujudkan harapan tersedianya fasilitas bandar udara yang sesuai
kebutuhan saat ini dan mengantisipasi perkembangan di masa mendatang tersebut,
maka perlu segera dilakukan langkah dalam tataran strategis, teknis dan bermuara
pada program implementasi pekerjaan dalam waktu yang sesegera mungkin. Untuk itu
diperlukan suatu transportasi udara yang menjadi suatu fasilitas penghubung untuk
penduduk melakukan kegiatan bisnis mereka.
Dalam rangka mewujudkan harapan tersedianya fasilitas Bandar Udara yang sesuai
kebutuhan saat ini dan mengantisipasi perkembangan di masa mendatang tersebut,
maka perlu segera dilakukan langkah dalam tatanan strategis, teknis dan bermuara
pada program implementasi pekerjaan dalam waktu yang sesegera mungkin. Untuk itu
perlu dilakukan pekerjaan Studi Kalayakan Bandar Udara.
Penataan

fasilitas

Bandar

Udara

merupakan

pekerjaan

yang

kompleks

yang

mempertemukan kepentingan berbagai bidang ( multi-facet ), maka proses perencanan


fasilitas bandar udara benar benar membutuhkan keahlian yang kapabel, yang mampu
menghasilkan produk perencanaan sesuai dengan kriteria kriteria teknis di bidang
kebandarudaraan yang berlaku secara internasional yang dibakukan oleh ICAO
(International Civil Aviation Organization) dan merujuk kepada standar peraturan
perundangan yang berlaku. Dengan memperhatikan tingkat kepentingan pengembangan
Bandar Udara di wilayah Kota Singkawang, maka seyogyanya proses perencanaan yang
diperlukan tersebut dapat dilaksanakan secara terpadu dalam satu paket pekerjaan
agar dapat diperoleh hasil yang optimal, efisien, efektif dan dalam jangka waktu yang
lebih singkat.

Bab 1 Pendahuluan

1-4

1.2.

MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari Pekerjaan Pembuatan Studi Kelayakan Bandar Udara Singkawang ini adalah
melakukan analisa kelayakan teknis, kelayakan operasi dan keselamatan penerbangan,
kelayakan lingkungan, kelayakan pengusahaan angkutan udara serta kelayakan ekonomi
dan finansial.
Sedangkan tujuan dari studi ini adalah menganalisa layak dan tidaknya beberapa
rencana lokasi Bandar Udara Singkawang yang dikembangkan guna melayani permintaan
kebutuhan jasa pelayanan Bandar Udara pada saat ini dan pada masa yang akan datang
sesuai dengan ketentuan yang telah dipersyaratkan untuk mewujudkan Bandar Udara
ideal sehingga dapat mencapai pelayanan Bandar Udara yang lancar, aman, nyaman,
efektif dan optimal.

1.3.

LINGKUP PEKERJAAN
Sesuai dengan rencana kerja dan syarat-syarat yang telah digariskan dalam Kerangka
Acuan Kerja, lingkup Pekerjaan Studi Kelayakan Bandar Udara Singkawang ini meliputi
secara pokok sebagai berikut :
a) Pengumpulan Data dan Survey Lapangan, yang terdiri dari :
1. Inventarisasi data sekunder;
2. Inventarisasi data kebijakan / strategi pengembangan wilayah dalam lingkup
kabupaten/kota, Propinsi dan nasional;
3. Inventarisasi data topografi, fisiografi dan meteorologi;
3. Inventarisasi data topografi, fisiografi dan meteorologi;
4. Inventarisasi data potensi ekonomi daerah;
5. Inventarisasi data lalu-lintas angkutan darat, laut dan udara;
6. Inventarisasi data penggunaan ruang udara Bandar Udara sekitarnya;
7. Survey pengukuran topografi dan pemetaan situasi;
8. Survey penyelidikan tanah;
9. Survey hidrologi dan klimatologi;
10. Survey potensi dan permintaan jasa angkutan udara;
11. Survey identifikasi dampak lingkungan hidup;
b) Analisa Pemilihan Lokasi Bandar Udara, antara lain :
1. Lokasi Bandar Udara harus memenuhi 3 (tiga) ketentuan persyaratan, sehingga
perlu dilakukan analisa terhadap ketentuan tersebut yaitu :
a. Ketentuan persyaratan teknis;
b. Ketentuan persyaratan operasi dan keselamatan penerbangan;
c. Ketentuan persyaratan lingkungan hidup;

Bab 1 Pendahuluan

1-5

2. Ketentuan persyaratan teknis :


a. Arah landas pacu harus sesuai dengan usibility factor lebih besar dari 95%
berdasarkan hasil analisa data arah dan kecepatan angin paling tidak
dengan data 5 (lima) tahun terakhir;
b. Ketersediaan ruang udara, operasi pesawat untuk melakukan pendekatan
dan lepas landas maupun holding harus tersedia ruang udara yang aman
sesuai ketentuan yang berlaku;
c. Kondisi topografi, kondisi elevasi permukaan tanah berpengaruh terhadap
jumlah galian dan timbunan maupun penempatan fasilitas lainnya terkait
dengan tata letak fasilitas, sistem drainase dan potensi longsor untuk
daerah timbunan sehubungan dengan bangunan penahan tanah. Disamping
itu jumlah galian dan timbunan yang besar mengakibatkan biaya konstruksi
sangat tinggi;
d. Ketersediaan lahan pengembangan, pembangunan Bandar Udara dilakukan
secara bertahap, sehingga pada tahap-tahap selanjutnya harus tersedia
lahan yang cukup sesuai kebutuhan pengembangan Bandar Udara;
e. Ketersediaan material/bahan bangunan, kemudahan mendapatkan bahan /
material bangunan yang sesuai dengan spesifikasi disekitar rencana lokasi
Bandar Udara akan mempermudah dan memperkecil biaya pembangunan;
f.

Tata guna lahan daerah sekitar Bandar Udara, lokasi Bandar Udara
diharapkan menghindari lahan produktif yang merupakan mata pencaharian
masyarakat. Hal ini terkait dengan kepemilikan dan pembebasan lahan
serta menghilangkan mata pencaharian masyarakat sehingga menyebabkan
konflik atau dampak lingkungan;

g. Kondisi fisik dan daya dukung lahan (struktur tanah dan kondisi
geologi/fisiografi), kemampuan daya dukung tanah yang rendah secara
struktural untuk mendukung beban pesawat maka perbaikan tanah yang
berakibat biaya investasi yang mahal;
h. Keterpaduan terhadap RTRW, rencana lokasi Bandar Udara harus sesuai
dengan rencana pengembangan wilayah yang sudah ditetapkan oleh
Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota;
3. Ketentuan persyaratan operasi dan keselamatan penerbangan :
a. Kondisi klimatologi (arah & kecepatan angin, kondisi cuaca, hidrologi, suhu
udara, tekanan udara dan kelembaban udara), kondisi klimatologi harus
memungkinkan atau memenuhi persyaratan untuk operasi pesawat pada
saat melakukan pendekatan dan lepas landas maupun holding;
b. Pengaturan dan pelayanan lalu-lintas udara, terkait dengan fasilitas
navigasi penerbangan baik di Bandar Udara yang bersangkutan maupun
bandara udara sekitarnya;
Bab 1 Pendahuluan

1-6

c. Penggunaan ruang udara dan KKOP, jarak lokasi bandara satu dengan yang
lain harus memenuhi syarat terutama terkait dengan operasi pesawat
udara dalam penggunaan ruang dan KKOP;
d. Jenis pesawat yang dioperasikan, jenis pesawat menentukan kategori
landas pacu sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan fasilitas Bandar
Udara;
e. Jarak lokasi bandara dengan pusat kota, waktu perjalanan dari tempat asal
penumpang (kota) ke lokasi Bandar Udara harus sesingkat mungkin
sehingga perlu memperhatikan jarak dan kondisi jalan;
f.

Jaringan transportasi dan prasarana darat, penumpang akan lebih leluasa


dalam melakukan perjalanan jika tersedia jaringan transportasi yang
didukung dengan tersedianya prasarana darat yang memadai;

g. Ketersediaan utilitas, fasilitas pendukung sangat penting untuk operasional


Bandar Udara;
h. Sarana dan prasarana umum, tersediannya fasilitas umum akan membuat
penumpang lebih mudah dalam melakukan perjalanan;
i.

Kondisi keamanan wilayah, rasa aman sangat didambakan oleh semua


penumpang pesawat baik di dalam lingkungan bandara maupun di luar
bandara;

4. Ketentuan persyaratan dampak lingkungan hidup :


a. Identifikasi dampak terhadap perubahan bentang alam;
b. Identifikasi dampak terhadap kebisingan dan polusi udara;
c. Identifikasi dampak terhadap sosial, ekonomi & budaya masyarakat;
d. Identifikasi dampak terhadap flora dan fauna;
e. Identifikasi dampak terhadap fisik dan kimia;
f.

Identifikasi dampak terhadap perubahan status lahan;

g. Identifikasi dampak terhadap masa pra-konstruksi, konstruksi dan paska


konstruksi;

c) Analisa Kelayakan Pembangunan, antara lain :


a. Analisa kelayakan ekonomi dan finansial, meliputi :
4 Analisa potensi daerah;
4 Analisa biaya investasi, biaya operasi dan pendapatan operasi bandara;
4 Analisa sumber-sumber pembiayaan pembangunan;
4 Analisa manfaat ekonomi (EIRR);
4 Analisa finansial : NPV, IRR, PI/BCR dan payback period;
b. Analisa kelayakan dari segi usaha jasa angkutan udara :
4 Analisa asal dan tujuan pergerakan orang (penumpang) & barang (kargo);

Bab 1 Pendahuluan

1-7

4 Analisa

pasar

(kemampuan

daya

beli

masyarakat,

pusat

kegiatan

masyarakat, keinginan masyarakat dll);


4 Analisa alih moda transportasi dari transportasi darat dan transportasi laut
ke transportasi udara;
4 Analisa prakiraan permintaan jasa angkutan udara;
c. Analisa kelayakan teknis, hasil analisa akan merekomendasikan layak dan
tidaknya berdasarkan ketentuan persyaratan teknis :
4 Analisa penentuan arah landas pacu;
4 Analisa ketersediaan ruang udara;
4 Analisa kondisi topografi;
4 Analisa ketersediaan lahan pengembangan;
4 Analisa ketersediaan material/bahan bangunan;
4 Analisa tata guna lahan daerah sekitar Bandar Udara;
4 Analisa kondisi fisik dan daya dukung lahan (struktur tanah dan kondisi
geologi/fisiografi);
4 Analisa keterpaduan terhadap RTRW;
d. Analisa kelayakan operasi dan keselamatan penerbangan, hasil analisa akan
merekomendasikan layak dan tidaknya berdasarkan ketentuan persyaratan
operasi dan keselamatan penerbangan :
4 Analisa kondisi klimatologi (arah & kecepatan angin, kondisi cuaca,
hidrologi, suhu udara, tekanan udara dan kelembaban udara);
4 Analisa pengaturan dan pelayanan lalu-lintas udara;
4 Analisa penggunaan ruang udara dan KKOP;
4 Analisa jenis pesawat yang dioperasikan;
4 Analisa jarak lokasi bandara dengan pusat kota;
4 Analisa jaringan transportasi dan prasarana darat;
4 Analisa ketersediaan utilitas;
4 Analisa sarana dan prasarana umum;
4 Analisa kondisi keamanan wilayah;
e. Analisa

kelayakan

dampak

lingkungan

hidup,

hasil

analisa

akan

merekomendasikan layak dan tidaknya berdasarkan ketentuan persyaratan


dampak lingkungan hidup :
4 Analisa dampak terhadap perubahan bentang alam;
4 Analisa dampak terhadap kebisingan dan polusi udara;
4 Analisa dampak terhadap sosial, ekonomi & budaya masyarakat;
4 Analisa dampak terhadap flora dan fauna;
4 Analisa dampak terhadap fisik dan kimia;
4 Analisa dampak terhadap perubahan status lahan;

Bab 1 Pendahuluan

1-8

4 Analisa dampak terhadap masa pra-konstruksi, konstruksi dan paska


konstruksi;

d) Penyusunan Laporan
Sesuai dengan tahapan dan kemajuan pekerjaan, laporan hasil Survei dan Studi
Kelayakan Bandar Udara Singkawang ini terdiri dari 5 (lima) laporan yang terdiri
dari Laporan Pendahuluan, laporan Antara, Laporan Pra Akhir, Laporan Akhir dan
Laporan Ringkas serta Album Gambar.

e) Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan, terdiri dari :


a.

Menyiapkan materi Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Perhubungan tentang


Penetapan Lokasi Bandar Udara;

b.

Menyusun Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Perhubungan tentang Penetapan


Lokasi Bandar Udara;

1.4.

STANDAR DAN PERATURAN


Pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan mengacu dan mengikuti peraturan-peraturan
yang relevan terhadap perencanaan Bandar Udara yaitu ICAO, FAA dan IATA serta
standar yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan
kaidah-kaidah yang umum diterapkan, antara lain :
1. ICAO Annex 1s/d 18, Aerodrome Design dan Operations Vol-I, Edisi Ketiga, Juli
1999.
2. ICAO Aerodrome Design Manual Part I, Runways, Aprons and Holding Bays, Edisi
Kedua, 1983.
3. ICAO Aerodrome Design Manual Part II, Runways, Aprons and Holding Bays, Edisi
Kedua, 1983.
4. ICAO Aerodrome Design Manual Part III, Pavements, Edisi Kedua, 1983.
5. FAA

Advisory

Circular

No.

150/5320-6C,

Airport

Pavement

Design

and

Evaluation.
6. FAA Advisory Circular No. 150/5320-5B, Airport Drainage.
7. Related ICAO and FAA Standards.
8. IATA, Airport Development Reference Manual, Edisi Kedelapan, April 1995.
9. Undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan.
10. Undang-undang No. 47 tahun 1997 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional.
11. Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan.
12. Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan.

Bab 1 Pendahuluan

1-9

13. Keputusan

Menteri

Perhubungan

No.

44

tahun

2002

tentang

Tatanan

Kebandarudaraan Nasional.
14. Keputusan Menteri Perhubungan No. 48 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan
Bandar Udara Umum.
15. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 31 Tahun 2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan
Bandar Udara.
16. Standar dan Spesifikasi dari Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan
Umum RI.

1.5.

KEBIJAKAN STRATEGI NASIONAL PERHUBUNGAN UDARA


1.5.1.

Kebijakan Pemerintah
Penyelenggaraan transportasi udara merupakan bagian dari pelaksanaan tugas
penyediaan

transportasi,

baik

sebagai

servicing

function

maupun

promoting function tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi


masyarakat pengguna jasa transportasi udara yang dilayani dan juga
kecenderungan perkembangan global yang terjadi.
Pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dengan tingkat
pergerakan

manusia/masyarakat

yang

juga

rendah,

penyelenggaraan

transportasi khususnya transportasi udara bukan merupakan kegiatan usaha


yang mendatangkan untung bagi penyelenggaranya, tetapi tetap harus
dilaksanakan untuk menjamin adanya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Pada kondisi seperti ini peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjamin
tersedianya fasilitas transportasi yang memadai, oleh karena itu banyak
kegiatan usaha jasa transportasi udara yang dilaksanakan oleh pemerintah
melalui BUMN/swasta yang ditunjuk. Peran pemerintah ini secara bertahap
akan berkurang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dalam arti
bahwa telah tercipta permintaan jasa transportasi udara yang cukup, sehingga
kegiatan usaha di bidang ini menguntungkan.
Jika kondisi demikian ini tercapai, maka peran pemerintah akan berubah dari
yang semula sebagai penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi, menjadi
regulator yang bertugas menerbitkan berbagai aturan, mensertifikasi dan
pelaksanaan pengawasan guna menjamin terselenggaranya transportasi udara
yang memenuhi standar keselamatan penerbangan, karena pada masa
mendatang dimungkinkan swasta dan masyarakat luas untuk lebih berperan
aktif.
Dari uraian di atas, pembentukan profil transportasi udara masa mendatang
disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal, antara lain:

Bab 1 Pendahuluan

1-10

1. Mengarah kepada pemberdayaan masyarakat


2. Mengurangi peran serta pemerintah dalam pelaksanaannya
3. Menempatkan pemerintah sebagai regulator dengan tugas menerbitkan
standar,

sertifikasi

serta

pengawasan

tentang

berjalannya

sistem

transportasi udara secara benar, sesuai kebutuhan


4. Peningkatan aspek keamanan dan keselamatan penerbangan
5. Terciptanya mekanisme pasar dalam penyediaan jasa transportasi udara
6. Penyederhanaan dan bilamana perlu menghilangkan berbagai perijinan
serta mengganti dengan penerbitan sertifikasi yang didasarkan kepada
kemampuan pelaku
7. Pelimpahan wewenang berbagai urusan kepada penyelenggara jasa
transportasi udara, kecuali untuk yang menyangkut keamanan dan
keselamatan penerbangan, yang bersifat lingkup internasional yang hanya
dapat diserahkan kepada Badan Hukum Indonesia yang khusus dibentuk
untuk keperluan tersebut.
8. Kendala organisasi dan peraturan perundang-undangan yang dipandang
menghambat, akan disesuaikan
9. Mengadaptasi kemajuan teknologi
10. pembentukan dan peningkatan profesionalisme SDM, baik teknik, operasi
maupun manajemen

1.5.2.

Visi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara


Terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal, berdaya saing
dan memberikan nilai tambah.
Penjelasan Visi
Andal

: Mempunyai

keunggulan

dan

memenuhi

aspek

ketersediaan, ketepatan waktu, kelaikan, keselamatan


dan keamanan dalam menyelenggarakan transportasi
udara.
Berdaya saing

: Efektif,

efisien,

berkualitas,

ramah

lingkungan,

berkelanjutan, SDM yang profesional, mandiri dan


produktif.
Nilai tambah

: Dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat baik


secara langsung maupun tidak langsung

1.5.3.

Misi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara


Memenuhi standar keamanan, keselamatan penerbangan dan pelayanan;

Bab 1 Pendahuluan

1-11

a. Menyediakan sarana, prasarana dan jaringan transportasi udara yang


andal, optimal dan terintegrasi.
b. Mewujudkan iklim usaha bidang transportasi udara yang kompetitif dan
berkelanjutan (sustainable).
c. Mewujudkan kelembagaan yang efektif, efisien didukung oleh SDM yang
profesional dan peraturan perundang-undangan yang komprehensif serta
menjamin kepastian hukum.

1.5.4.

Permasalahan Saat Ini


1. UU No 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dianggap tidak lagi
mengakomodir kebutuhan dibidang penerbangan sehingga perlu direvisi,
yang mendasari antara lain amandemen UUD 1945, Globalisasi, Otoda,
Kebijakan keterbukaan dan keikutsertaan swasta dalam pembangunan,
berlakunya UU Anti Monopoli dan UU Perlindungan Konsumen, terkait
dengan perkembangan Dunia Internasional adalah tanggung jawab
terhadap dunia internasional ditangan satu institusi, pendaftaran dan
kebangsaan pesawat udara, asas cabotage, jaminan hutang pesawat
udara, perkembangan teknologi serta pendelegasian kewenangan atas
dasar profesionalisme.
2. Terbatasnya dana pemerintah khususnya rupiah murni untuk pembangunan
sarana dan prasarana transportasi udara

dalam memenuhi total

kebutuhan pembiayaan pembangunan trasnportasi udara. Sebagai ilustrasi


pada tahun 2005 kebutuhan pembiayaan pembangunan sarana dan
prasarana transportasi udara adalah sebesar Rp.1.783.687.314.000,Realisasi pembiayaan yang tersedia sebesar Rp.532.119.900.000,3. Banyak munculnya tuntutan ganti rugi tanah bandara terutama di Papua
yang

disebabkan

diantaranya

belum

seluruhnya

tanah

bandara

bersertifikat.
4. Kecenderungan harga minyak dunia yang terus mengalami kenaikan akan
mengancam

kelangsungan usaha

airline

nasional.

Sebagai

ilustrasi

komponen Avtur pada harga Rp. 2.600,- masih dibawah komponen


maintenance (+/- 30% dari total cost) dengan harga avtur Rp.4.500,- saat
ini , hal ini menjadi komponen dominan +/- 42% dari total cost sehingga di
atas maintenance.

1.5.5.

Sasaran Pembangunan

Terciptanya efisiensi penggunaan sumber daya dari kegiatan operasi


penerbangan

Bab 1 Pendahuluan

1-12

Terwujudnya reformasi kelembagaan, peraturan perundang-undangan,


SDM, dan pelayanan transportasi udara;

Tersedianya aksesibilitas angkutan udara di daerah terpencil, pulau-pulau


kecil dan kawasan perbatasan negara;

Terwujudnya pemulihan fungsi sarana dan prasarana transportasi udara


agar mampu memberi dukungan masksimal bagi kegiatan ekonomi
nasional;

Terciptanya persaingan usaha yang wajar di dunia industri penerbangan


sehingga kelangsungan usaha terjamin.

1.5.6.

Kebijakan Pembangunan

Menciptakan sistem pelayanan transportasi udara yang hemat sumber daya

Merestrukturisasi peraturan perundang-undangan, kelembagaan, SDM dan


pelayanan transportasi udara guna menciptakan kondisi yang mampu
menarik minat swasta dalam pembangunan infrastruktur transportasi
udara;

Penyediaan penyelenggaraan angkutan udara perintis ;

Mengembangkan/ meningkatkan prasarana transportasi udara di daerah


rawan bencana alam dan daerah perbatasan serta daerah potensi
ekonomi;

Menciptakan iklim usaha jasa angkutan udara dalam persaingan sehat dan
kondusif sehingga mempunyai kelangsungan hidup jangka panjang.

1.5.7.

Kebijakan Angkutan Udara

Membuka peluang usaha bidang angkutan udara dan mendorong investor


untuk berinvestasi di bidang jasa angkutan udara sepanjang layak secara
ekonomi dan keuangan;

Menciptakan iklim usaha jasa angkutan udara dalam persaingan sehat dan
kondusif, dalam rangka pasar global;

Menciptakan perusahaan nasional efisien, efektif dan competitive dalam


pasar internasional serta mempunyai kelangsungan hidup jangka panjang;

Mendorong investor asing untuk berinvestasi di bidang jasa angkutan udara


niaga (kepemilikan modal asing maksimum 49%).

Dimasa mendatang, untuk menciptakan investasi bidang jasa angkutan


udara yang mempunyai kelangsungan hidup jangka panjang :
- Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal minimum mempunyai 5
unit pesawat yang salah satunya wajib dimiliki.
- Meningkatkan load factor menjadi 70%-80%.

Bab 1 Pendahuluan

1-13

1.5.8.

Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri


1. Menciptakan rute dan jaringan penerbangan menjadi lebih kuat agar
pangsa perusahaan nasional meningkat;
2. Memperhatikan aspek pemerataan pelayanan di seluruh wilayah, dengan
menerapkan prinsip subsidi silang (keseimbangan rute) yaitu selain
menerbangi rute sangat padat/padat juga menerbangi rute kurang
padat/tidak padat;
3. Menerapkan Multi Airlines System yaitu pada satu rute penerbangan
dilayani lebih dari satu perusahaan;
4. Memperhatikan keterpaduan antar rute penerbangan dalam negeri atau
rute penerbangan dalam negeri dengan rute penerbangan luar negeri.

1.5.9.

Kebijakan Angkutan Udara Internasional


1. Pertukaran traffic rights atas dasar reciprocal;
2. Open sky dilakukan secara selektif & bertahap dengan memperhatikan
kemampuan perusahaan penerbangan nasional;
3. Mempermudah penerbangan langsung ke tujuan wisata; (Penerbangan
charter dapat langsung ke Daerah Tujuan Wisata)
4. Optimalisasi traffic rights dengan negara mitra wicara;
5. Mempermudah hak pengangkutan & co-terminal;
6. Memperbanyak perjanjian hubungan udara bilateral dengan negara
potensial bagi pariwisata;
7. Penunjukkan perusahaan penerbangan lebih dari satu;
8. Penunjukkan tempat persinggahan di Indonesia lebih dari satu;

1.5.10. Kebijakan Tarif


TARIF

KOMERSIAL

PERINTIS

PENUMPANG :
- Tarif dasar
- kelas ekonomi
tarif jarak = tarif dasar
x jarak tempuh)
- kelas non ekonomi
(tarif jarak + tarif
pelayanan tambahan)
KARGO :

Ditetapkan Pemerintah
Pemerintah hanya
Ditetapkan
menetapkan
Pemerintah
Tarif Batas Atas
Mekanisme pasar

Tidak ada

Mekanisme pasar

Ditetapkan
pemerintah

Dalam rangka meningkatkan aspek keamanan, keselamatan dan pelayanan


penerbangan serta menjaga kelangsungan hidup jangka panjang dan

Bab 1 Pendahuluan

1-14

berkelanjutan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri,


Pemerintah telah menerbitkan Tarif Referensi sebagai salah satu alat atau
tolok ukur bagi pemerintah untuk meningkatkan pengawasan secara intensif
dan ekstensif bagi perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.

1.5.11. Strategi Pembangunan


1. Implementasi Reduce Vertical Separation Minima (RVSM), Required
Navigation Performance, Mach Number Technique
2. Implementasi Air Traffic Flow Management (Slot Time)
3. Implementasi Segregated Runway (Bandara Soekarno Hatta)
4. Modifikasi Rapid Exit Taxiway dan Terminal Penumpang
5. Meninjau kembali Standard Operation Procedures terkait sumber daya
6. Peningkatan Kemampuan Personil Pelayanan LLU untuk menggunakan
Direct Route
7. Pembangunan bandara baru sebagai pengganti bandara lama guna
antisipasi peningkatan permintaan angkutan udara dengan melibatkan
pihak swasta dan atau BUMN
8. Pengembangan

bandara-bandara

yang

sudah

ada

guna

antisipasi

peningkatan permintaan angkutan udara dengan melibatkan pihak

dan

atau BUMN
9. Pengembangan bandara-bandara di daerah rawan bencana dan perbatasan
negara sehingga mampu didarati pesawat sejenis C-130/Hercules
10. Pengembangan bandara-bandara guna memenuhi kebutuhan minimum
secara bertahap
11. Pengadaan pesawat udara baru untuk angkutan udara komersial, perintis
dan kalibrasi terutama pesawat udara yang engine hemat BBM ramah
lingkungan
12. Penyelenggaraan angkutan udara perintis
13. Unifikasi penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia dan
reorganisasi ruang udara dari 4 FIR menjadi 2 FIR
14. Pemenuhan fasilitas bandar udara untuk peningkatan keamanan dan
keselamatan penerbangan terkait dengan pengoperasian pesawat udara :
RESA
15. Pemenuhan fasilitas peralatan keamanan dan keselamatan penerbangan
secara bertahap, termasuk pemasangan Radar di Merauke serta ATS
Center di Natuna dan pengadaan ADSB yang belum tercover radar
khususnya di Kawasan Timur Indonesia
16. Penerapan tarif referensi secara konsisten

Bab 1 Pendahuluan

1-15

1.5.12. Program Pembangunan


1. Modifikasi Design Bandara hemat sumber daya;
2. Pengembangan kelengkapan teknologi pesawat udara;
3. Peningkatan kemampuan SDM teknisi penerbangan;
4. Pembangunan bandara baru Medan (Kualanamu) dan Lombok Baru;
5. Pengembangan bandara Hasanuddin Makassar, St. Babullah-Ternate,
Domine Edward Osok-Sorong dan Soekarno Hatta Jakarta;
6. Pengembangan bandara di daerah rawan bencana dan perbatasan
sebanyak 28 bandara di : Propinsi NAD, Kepri, Kalbar, Kaltim, NTT, Sulut,
Maluku dan Papua;
7. Pengadaan Pesawat udara baru untuk penerbangan komersiil, perintis dan
kalibrasi yang berengine hemat BBM dan ramah lingkungan;
8. Penyediaan subsidi angkutan udara perintis berupa subsidi operasi dan
subsidi angkutan BBM;
9. Pembentukan

kantor

pusat

penyelenggaraan

pelayanan

navigasi

penerbangan di Indonesia;
10. Penyediaan Runway End Safety Area (RESA) untuk peningkatan aspek
keselamatan penerbangan;
11. Pengadaan dan pemasangan fasilitas peralatan keamanan dan keselamatan
penerbangan termasuk radar.ATS Center Natuna dan ADSB.
12. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan tarif referensi;

1.5.13. Tahapan Pengembangan


Tahap I (Prioritas 1)

Bandar udara di lokasi yang sudah terkena


bencana alam dan mempunyai potensi angkutan
udara (komersial)

Tahap II (Prioritas 2)

Bandar udara di lokasi yang rawan bencana dan


mempunyai potensi angkutan udara (komersial)

Tahap III (Prioritas 3)

Bandar

udara

di

daerah

perbatasan

dan

mempunyai peranan penting terhadap keamanan


wilayah
Tahap IV (Prioritas 4)

Bandar

udara

di

daerah

rawan

ben-cana

atau perbatasan yang potensi angkutan udaranya


sangat kurang (perintis)

Bab 1 Pendahuluan

1-16

1.5.14. Program Pengembangan Bandara


Banda Aceh
Takengon

Meulaboh

Natuna

Silangit
Sinabang
Sibolga
Nias
Bengkalis

Malinau

Melonguane

Naha

Nunukan

Putusibau
Sorong

Siberut

Manokwari
Nabire
Timika

Enggano

KETERANGAN

Ende

Alor

Atambua
Rote

Prioritas-1 :

Prioritas-2 :

Prioritas-3 :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

SIM (NAD) *)
Cut Nyak Dien (Meulaboh)
Lasikin (Sinabang)
Binaka (G. Sitoli)
Mali (Alor)
Nabire

Enggano
Siberut
Lekunik (Rote)
HH Aroeboesman (Ende)
Naha
Rembele (Takengon)
Silangit
Pinangsori (Sibolga)
Manokwari
Sorong
Timika*)

K is
ar

Dobo Tanah Merah


Saumlaki Baru

Prioritas-4 :
1.
2.
3.
4.

Melonguane (Sulut)
Nunukan (Kaltim)
Haliwen (Atambua)
Saumlaki Baru
Ranai (Natuna)
Dobo
Jhon Becker (Kisar)

Malinau (Kaltim)
Pangsuma (Putusibau)
Seipakning (Bengkalis)
Tanah Merah

Rp. 54,5 M
Rp. 29,5 M
Rp. 26,5 M
Rp. 22,0 M

Prioritas-1
Prioritas-2
Prioritas-3
Prioritas-4

1.5.15. Radar Coverage

Toli-Toli
Sorong
Pangkal Pinang
Jayapura
Timika
KETERANGAN

Saumlaki
Kupang

Pemasangan Radar (eksisting) :

Balikpapan
Banjarmasin
Biak
Medan
Palembang

Bab 1 Pendahuluan

Pekan Baru
Pontianak
Surabaya
Tanjung Pinang
Ujung Pandang

Rencana Pemasangan Radar (baru) :

Denpasar
Yogyakarta
Ambon
Banda Aceh
Kendari

Manado
Semarang
Waingapu
Jakarta
Natuna

Pangkal Pinang
Toli-toli

Timika
Jayapura

Kupang
Sorong
Saumlaki

1-17

1.6.

POLA JARINGAN HUB AND SPOKE


Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat membutuhkan media penghubung yang
dapat menjangkau wilayah-wilayah yang terisolir. Media tersebut yaitu angkutan udara
yang tidak hanya dapat diandalkan sebagai alat mobilisasi tetapi dapat juga sebagai
pembuka akses berbagai informasi.
Kebijakan open sky yang didengung-dengungkan sepertinya bisa mengakibatkan
Indonesia hanya menjadi hinterland atau spoke-spoke dari hub-hub atau hinterlandhub yang dibangun di dan oleh negara tetangga. Untuk itu Indonesia harus berupaya
agar bisa memutarbalikkan keadaan. Sehingga hub and spoke yang dibangun bisa
menjadi andalan pola strategis penerbangan nasional dan penggunaan ruang udara
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan bangsa dan negara.
Ada baiknya berkaca pada keberhasilan kelompok regional airline di AS. Regional airline
yang mengoperasikan jenis pesawat kecil dan menerapkan pola hub and spoke ini,
dengan operasi pemasarannya yang dikenal sebagai Connecting Complex telah berhasil
mendukung kebijakan soft landing Ronald Reagen. Regional airline dengan pola hub and
spoke mampu meningkatkan frekuensi penerbangan menghubungkan daerah-daerah
terpencil serta membuka daerah-daerah yang masih terisolasi. Strategi ini telah
memberi akses berbagai informasi kepada mereka yang bertempat tinggal didaerah
terpencil maupun terisolasi.
Bagaimana kira-kira struktur pola rute penerbangan yang paling memberi harapan untuk
masa mendatang? Layak dicermati wilayah geografi negara kesatuan RI. Tampak bahwa
Makasar terletak pada pusat atau sentral dari wilayah negara RI. Selain memiliki budaya
unik, Makasar juga memiliki berbagai sumber ekonomi yang potensial. Karena itu
Makasar dapat ditetapkan sebagai major-hub untuk wilayah di Indonesia.
Bila

Makasar

dikembangkan
sebaagi
akan

hub,

maka

mencakup

bandara disekitarnya
sebagai
spoke,
Jakarta,

bandara
diantaranya
Surabaya,

Banjarmasin,
Balikpapan, manado, Denpasar, Ambon, Kupang, Lombok, Sentani. Sedangkan Kendari
merupakan bandara yang jaraknya mungkin kurang dari 400 Km. Standar jarak ini
digunakan UE (Uni Eropa) untuk memilah jarak yang dilayani oleh pesawat jenis
Turboprop. Pesawat jet digunakan untuk rute yang jarak lurusnya lebih dari 400 Km.
Jadi dari spoke-spoke yang disebutkan diatas mereka akan dilayani pesawat bermesin
jet.

Bab 1 Pendahuluan

1-18

Karena jaraknya kurang dari 400 Km antar wilayah-weilayah Propinsi atau kabupaten di
Indonesia, maka untuk wilayah-wilayah yang memiliki jarak kurang dari 400 Km, maka
akan dilayani dengan pesawat regional jenis N-219, CN 235 dan N-250 kesemua jenis
pesawat tersebut merupakan produksi PT. Dirgantara Indonesia (PT.DI) atau dapat juga
digunakan jenis pesawat seperti Grand Caravan, Cassa 212-400 (terbaru) dan MA 60.

1.7.

GRAND CARAVAN

MA 60

CASSA 212-400

SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL


Tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi
jalan,

transportasi

kereta

api,

transportasi

sungai

dan

danau,

transportasi

penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta tansportasi pipa yang


masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi
dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem
pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani
perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis.
Adapun tujuan dari Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yaitu
terwujudnya

transportasi

yang

efektif

dan

efisien

dalam

menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan;


meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa; membantu
terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis;
serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan
perkembangan

kehidupan

bermasyarakat,
bernegara
perwujudan

berbangsa
dalam

dan

rangka
wawasan

nusantara dan peningkatan hubungan internasional.


Didalam sasaran yang akan dicapai didalam Sistem
Transportasi

Nasional

(Sistranas)

tercipanya

penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Dimana untuk menuju sistem
transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi sebagai unsur penunjang (servicing)
yaitu menyediakan jasa transportasi yang efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan sektor lain, sekaligus juga berfungsi ikut menggerakkan dinamika
pembangunan nasional serta sebagai industri jasa yang dapat memberikan nilai tambah,
serta sebagai unsur pendorong (promoting) yaitu menyediakan jasa transportasi yang

Bab 1 Pendahuluan

1-19

efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi dengan daerah berkembang yang berada
di luar wilayahnya dan/atau luar negeri sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian
yang sinergis.
Didalam Visi dan Misi Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yaitu mempunyai Visi :
terwujudnya kuantitas dan kualitas penyediaan serta layanan jasa transportasi yang
efektif dan efisien. Adapun Misinya yaitu :
1. Menyediakan prasarana dan sarana transportasi yang handal dan berkemampuan
tinggi serta memenuhi standar nasional dan internasional.
2. Meningkatkan daya saing industri jasa transportasi nasional di pasar global sehingga
dapat memberikan nilai tambah.
3. Memberdayakan

masyarakat,

dunia

usaha

dan

pemerintah

dalam

rangka

penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien.


4. Meningkatkan

peran

transportasi

dalam

mempercepat

laju

pertumbuhan

pembangunan nasional.
5. Memperkuat posisi untuk memperjuangkan kepentingan negara dan bangsa dalam
pergaulan dan percaturan internasional.
Adapun arahan perwujudan Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dimaksudkan :

Sistranas menjadi pedoman dalam pengaturan, pembangunan dan pengoperasian


transportasi di indonesia.

Sistranas sebagai acuan dalam penyusunan dokumen penyelenggaraan transportasi


seperti RPJP dan renstra.

Perwujudan

sistranas

berupa

tatranas,

tatrawil

dan

tatralok

yang

saling

berhubungan dan terpadu dalam suatu sistem dan berdimensi waktu.

Pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan pada masing-masing


tataran memperhatikan aspek komersial dan keperintisan serta keunggulan moda
sesuai dengan kondisi geografi, demografi, dan sumber daya alam.

Bab 1 Pendahuluan

1-20

Bab 1 Pendahuluan

1-21

1. .........................................................................................................................................1-1
1.1.
latar belakang......................................................................................................1-2
1.2.
maksud dan tujuan ..............................................................................................1-5
1.3.
lingkup pekerjaan ...............................................................................................1-5
1.4.
standar dan peraturan..........................................................................................1-9
1.5. KEBIJAKAN STRATEGI NASIONAL PERHUBUNGAN UDARA ...........1-10
1.5.1.
Kebijakan Pemerintah ..............................................................................1-10
1.5.2.
Visi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara...........................................1-11
1.5.3.
Misi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara ..........................................1-11
1.5.4.
Permasalahan Saat Ini...............................................................................1-12
1.5.5.
Sasaran Pembangunan ..............................................................................1-12
1.5.6.
Kebijakan Pembangunan ..........................................................................1-13
1.5.7.
Kebijakan Angkutan Udara ......................................................................1-13
1.5.8.
Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri...............................................1-14
1.5.9.
Kebijakan Angkutan Udara Internasional ................................................1-14
1.5.10. Kebijakan Tarif.........................................................................................1-14
1.5.11. Strategi Pembangunan ..............................................................................1-15
1.5.12. Program Pembangunan.............................................................................1-16
1.5.13. Tahapan Pengembangan ...........................................................................1-16
1.5.14. Program Pengembangan Bandara.............................................................1-17
1.5.15. Radar Coverage ........................................................................................1-17
1.6. POLA JARINGAN HUB AND SPOKE ..........................................................1-18
1.7. SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL........................................................1-19

Bab 1 Pendahuluan

Anda mungkin juga menyukai