Bab 1
Pendahuluan
Bandar udara merupakan fasilitas dimana pesawat terbang dapat lepas landas dan men-
darat. Suatu Bandara minimal memiliki sebuah landasan pacu, sedangkan untuk bandara besar
biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi
pengunanya seperti bangunan terminal dan hanggar. (Horonjeff :1994).
Malang merupakan sebuah Kota di Provinsi Jawa Timur, letak Malang pada titik koordinat
07.55 LS dan 112.42 BT. Malang merupakan kota terbesar ke 2 di jawa timur setelah surabaya
yang terletak di Indonesia khususnya di provinsi Jawa Timur yang memiliki luas 145.28 km2 dan
berpenduduk sebanyak 866.118 jiwa (BPS Malang 2018). Bandar udara mempunyai peran penting
yaitu menghubungkan satu daerah dengan daerah yang lainnya sehingga dapat meningkatkan
kegiatan ekonomi. Dalam pengoperasiannya bandar udara Abdulrachman Saleh di kelola oleh Di-
nas Perhubungan Unit Pelaksana Teknis Bandar Udara Abdulrachman Saleh.
Studi kasus ini dilakukan pada Bandar Udara Abdur Rahman Saleh, yang terletak di
Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, atau 17 km arah timur dari pusat Kota Malang. Dalam
mewujudkan bandar udara Abdulrachman Saleh menjadi bandar udara bertaraf internasional maka
perlu peningkatan infrastruktur salah satunya Runway maupun Apron. Kondisi saat ini runway
memiliki panjang 2300 m, dan akan diperpanjang menjadi 2500 m dengan adanya perpanjangan
runway menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan bandar udara bertaraf internasional.
Dengan adanya latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumus-
kan masalah yang akan ditelit sebagai berikut:
Dengan adanya keterbatasan kemampuan dan waktu penulis dalam mencari data dan in-
formasi, maka dalam penyusuanan proposal tugas akhir ini akan membatasi lingkup kerja yang
terdiri dari:
Penulis skripsi dengan judul “Perencanaan perpanjangan dan perkerasan runway serta per-
luasan apron pada bandar udara Abdulrachman Saleh bertujuan untuk :
Dapat memberikan masukan kepada pengelola bandara Abdur Rahman Saleh dalam
perencanaan perpanjangan dan perkerasan runway serta perluasan apron yang akan dil-
akukan.
Tinjauan Pustaka
Bandar Udara Abdul Rachman Saleh adalah bandar udara yang terletak di Pakis, Kabu-
paten Malang, Jawa Timur, atau 17 km arah timur dari pusat Kota Malang. Tepatnya pada kordinat
07.55 LS dan 112.42 BT.
Menurut sandhyavitri dan taufik ( 2005 ) pengertian landasan pacu ( Runway) merupakan
bagian memanjang jalur perkerasan yang digunakan untuk lepas landas dan mendarat pesawat
terbang
1. Runway tunggal
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas runway tunggal
dalam kondisi VFR berkisar antara 50 - 100 operasi per jam,sedangkan untuk kondisi IFR berkisar
antara 50 – 75 operasi per jam,tergantung pada komposisi campuran pesawat dan alat bantu navi-
gasi. Konfigurasi runway tunggal diperlihatkan pada gambar
2. Runway Sejajar
Kapasitas runway sejajar tergantung pada jumlah runway dan jarakdiantaranya. Jarak antar
dua runway digolongkan dalam jarak yang rapat,menengah dan renggang.
Runway berpotongan ini diperlukan apabila terdapat angin yang relatif kuat (prevailing
wind) bertiup lebih dari satu arah, sehingga mengakibatkan angin sisi (cross wind) berlebihan apa-
bila hanya dibuat satu runway saja. Kapasitas dua runway ini sangat tergantung pada letak
perpotongannya. Makin jauh letak titik potong dari ujung lepas landas runway dan ambang pen-
daratan (threshold), kapasitasnya semakin rendah.
4. Runway v terbuka
Runway V-terbuka adalah runway yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak ber-
potongan. Kapasitas tertinggi akan dicapai apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V
.Kapasitas runway ini untuk kondisi VFR berkisar antara 60 – 180 operasi per jam, sedangkan
untuk kondisi IFR berkisar antara 50 – 80 operasi per jam . untuk kondisi VFR berkisar antara 50
– 100 opertasi per jam, sedangkan untuk kondisi IFR berkisar antara 50 – 60 operasi per jam.
Sebelum merencanakan sebuah landasan pacu ( rubway) dalam sebuahn lapanga terbang,
dibutuhkan pengetahuan karakteristik pesawat terbang secara umum untuk merencanakan
prasarannya . ada beberapa karakteristik pesawat terbang yaitu:
a. Berat
Menutur basuki ( 2014) berat pesawat diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan
landasan pacu, apron, dan taxiway. Ada beberapa macam pengertian berat pesawat yang berhub-
ungan dengan pengoperasian dalam penerbangan antara lain:
Tipe roda pendaratan menentukan, bagaimana berat pesawat dibagi bebannya kepada roda –
roda dan diteruskan ke perkerasan, selanjutnya akan menentukan berapa tebal perkerasan yang
bisa mampu melayani seluruh pesawat itu.
Penyelidikan atas konfigurasi roda semacam ini menunjukkan bahwa jarak antara
poros roda – roda lebih kurang 0,51 m (20 inch) cukup memadai untuk pesawat ringan.
Untuk pesawat berat jarak antara poros roda = 0,86 m = 34 inch cukup memadahi.
Jarak antara poros – poros dual wheel 0,51 m = 20 inch, jarak tandem 1,14 m = 45 inch
untuk pesawat ringan. Untuk pesawat yang lebih berat jarak antara poros dual wheel 0,76 m
=30 inch dan jarak tandem 1,40 m = 55 inch.
Seperti B-747, DC-10, L-1011 bagi pesawat jenis ini bentuk roda pendaratannya serta berat
pesawatnya sangat berlainan dengan yang lain – lain. Tipe roda pendaratan juga berlainan
bagi tiap – tiap jenis pesawat, maka perlu dikonversikan juga. Di bawah ini diberikan faktor
konversinya
2.4 Struktur Perkerasan Runway
Menurut basuki ( 2014 ) perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan
dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan memiliki fungsi sebagai tumuan
rata rata pesawat, permukann yang rata menghasilkan jalan yang nyaman. perkerasan structural
runway terdiri dari beberapa jenis lapisan yang tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut:
4. lapisan permukaan/Penutup
Menurut basuki ( 2014 ) perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang dibuat dari cam-
pur aspal dengan agregat, digelar diatas suatu permukaan material granular mutu tinggi.
Menurut basuki ( 2014 ) perkerasan rigid atau kaku adalah perkerasan yang terdiri dari slab
slab baru beton ( portlan cemet concrete ) yang digelar diatad granular atau subbase course yang
telah di stabilakna atau dipadatkan. Yang ditunjang oleh lapisan tanah asli. Lapisan lapisan
perkerasan kaku ( rigid pavemnt ) memiliki fungsi dan sifat sifat yang berbeda beda. Pada
umumnya perkerasan kaku terdiri dari tiga lapis
BAB 3
Metode Perencanaan
Bandar Udara Abdul Rachman Saleh adalah bandar udara yang terletak di Pakis, Kabu-
paten Malang, Jawa Timur, atau 17 km arah timur dari pusat Kota Malang. Tepatnya pada kordinat
07.55 LS dan 112.42 BT.
3.2 Metode dan Tahap Penelitian
Ada dua data yang diperlukan yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dilapangan melalui
penelitian tentang tebal perkerasan dan perpanjangan runway dan kondisi apron di
Bandara Radin Inten II. Adapun cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data
primer adalah:
Wawancara (interview) yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan semua
pihak yang mempunyai wewenang atau yang berkaitan dengan pengelolaan
Bandara Radin Inten II.
b. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari buku refrensi, sumber sumber
lain seperti internet, dan data yang diperoleh dari instansi yang terkait. Data – data
sekunder yang diperlukan antara lain:
Layout Bandara Abdulrachman Saleh
Layout bandar udara meliputi landasan pacu (runway) dan apron beserta luas
dan panjangnya.
Jumlah Penumpang
Data jumlah penumpang selama 5 tahun terakhir.
Data dan Jumlah Pesawat Terbang
Mulai
MuMU
Pengumpulan data
Data sekunder :
Data dari instansi terkait:
1. Layout bandara
2. Data dan jumlah pesawat terbang
3. Jenis pesawat terbang dan rute
4. Data tanah
t:
Latout bandara
Pengolahan data
Data danjumlah pesawat terbang
Jenis pesawat terbang dan rute
Data tanah
Perpanjangan dan tebal serta perlua-
san apron di bandara abdul rachman
saleh
Hasil perhitungan
Perencanaan perkerasan yang menggunakan metode FAA yan akan dibahas pada tugas
akhir ini merupkan metode perncanaan yang berdasarkan pada standar perencanaan perkerasaaan
FAA advisor cirrcular (AC) No: 150/5320-6D. Metode FAA ini merupakan pengembangan dari
perencanaan yang berdasarkan pada metode CBR
Menurut basuki ( 2014 ) beberpa langkah yang harus dilakukan dalam perhitungan dengan
menggunakan metode FAA, yaitu
a. Klasifikasi tanah
klasifikasi tanah yang telah dibuat oleh FAA untuk perencanaan perkerasan diklasifikasi menjadi
13 bagian keals dari E1 sampai E 13. Klasifikasi dari Airport Paving FAA, Advisory Circular,
adalah sebagai berikut :
Kelas EI
Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar, butiran-butiran tanahnya
tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak baik.
Kelas E2
Jenis tanah mirip grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit, dan mungkin mengandung
presentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak. Tanah dalam kelas ini bisa menjadi tidak
stabil apabila sistem drainasenya tidak baik.
Kelas E3 dan E4
Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan geradasi lebih jelek dibanding
dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir halus tanpa daya kohesi, atau tanah
liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai dari cukup sampai baik.
Kelas E5
Terdiri dari tanah yang bergradasi kurang baik, dengan kandungan lumpur dan tanah liat cam-
puran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%.
Kelas E6
Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan indeks plastisitas yang sangat rendah. Jenis ini relatif
stabil bila kering atau pada moisture content rendah. Stabilitasnya akan kurang bahkan hilang
dan menjadi sangat lembek dalam keadaan basah, maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika
moisture content dikontrol dengan sangat teliti sesuai kebutuhan.
Kelas E7
Temasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir berlempung, dan lumpur
berlempung. Mempunyai rentangan konsistensi kaku sampai lunak ketika kering dan plastis
ketika basah.
Kelas E8
Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat pemem-
patan yang lebih besar, pengembangan pengerutan, dan stabilitas yang lebih rendah dibawah
kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan.
Kelas E9
Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit dipadatkan. Stabil-
itasinya rendah, baik keadaan basah dan kering.
Kelas E10
Adalah tanah liat yang berlumpur dan tanah liat yang membentuk gumpalan keras dalam
keadaan kering, serta sangat pastis bila basah. Pada masa pemadatan perubahan volumenya
sangat besar, mempunyai kemampuan mengembang menyusut dan sangat elastis.
Kelas E11
Mirip dengan tanah grup E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih tinggi, termasuk dida-
lamnya tanah dengan liquid limit antara 70-80, dengan index plastisitas diatas 30.
Kelas E12
Jenis tanah yang mempunyai liquid limit di atas 80, tidak diukur berapapun index plastis-
itasnya.
Kelas E13
Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut mudah dikenal di lapangan. Dalam
keadaan asli, sangat rendah stabilitasnya, sangat rendah density, dan sangat tinggi kelemba-
bannya.
Berikut ini adalah tabel klasifikasi tanah dasar untuk perencanaan perkerasan dengan
metode FAA yang ditabelkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Klasifkasi Tanah Dasar untuk Perencanaan Overlay metode FAA
Tabel 3.2 Hubungan antarag harga CBR dengan Kalasifikasi Subgrade menurut FAA
Konfigurasi roda pendaratan utama (main landing gear) menunjukan bagaimana reaksi
perkerasan terhadap beban yang diterimanya. Konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk
dapat mengatasi gaya-gaya yang ditimbulkan pada saat melakukan pendaratan dan berdasarkan
beban yang lebih kecil dari beban pesawat lepas landas maksimum.
Untuk pesawat berbadan besar, bisanya memiliki konfigurasi roda/gear berupa dual atau
dual tandem. Pemilihan konfigurasi kedua jenis tersebut dipengaruhi oleh sifat pembebanan pe-
sawat ke perkerasan
Pada Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi dan
besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data jumlah keberangkatan tiap jenis
pesawat. Kemudian dipilih jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar.
Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar,
tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu.
Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan tebal perkera-
san yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang beroperasi di dalam bandar
udara. Karena pesawat yang beroperasi di bandara memiliki angka keberangkatan tahunan yang
berbeda-beda, maka harus ditentukan keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap pesawat dengan
konfigurasi roda pendaratan dari pesawat rencana
Untuk pesawat berbadan lebar yang dianggap mempunyai MTOW cukup tinggi dengan
roda pendaratan utama tunggal dalam perhitungan Equivalent Annual Departure (R1) ditentukan
beban roda tiap pesawat, 95% berat total dari pesawat ditopang oleh roda pendaratan utama, dalam
perhitungan dengan menggunakan rumus :
1
W2 = P × MSTOW × 𝐴
Keterangan:
Pada lalu-lintas pesawat, struktur perkerasan harus mampu melayani berbagai macam jenis pe-
sawat, yang mempunyai tipe roda pendaratan yang berbeda-beda dan bervariasi beratnya.
Pengaruh dari beban yang diakibatkan oleh semua jenis model lalu-lintas itu harus dikonversikan
ke dalam pesawat rencana dengan equivalent annual departure dari pesawat-pesawat campuran,
sehingga dapat disimpulkan bahwa perhitungan ini berguna untuk mengetahui total keberangkatan
keseluruhan dari bermacam pesawat yang telah dikonversikan ke dalam pesawat rencana. Untuk
menentukan R1 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
𝑤2
Log R1 = Log R2 ( ) 0,5
𝑤1
R2 = Keberangkatan tahunan yang dikonversi ke dalam main gear pesawat udara desain
Pesawat berbadan lebar mempunyai konfigurasi roda pendaratan utama yang berbeda
dengan pesawat kecil, maka pengaruhnya terhadap perkerasan diperhitungkan dengan
menggunakan berat lepas landas kotor dengan susunan roda pendaratan utama adalah roda tunggal
yang dikonversikan dengan nilai yang ada. Dengan anggapan demikian maka dapat dihitung keber-
angkatan tahunan ekivalen (Equivalent Annual Departure R1).
Tabel 3.3 Faktor-Faktor untuk Mengubah Keberangkatan Tahunan Pesawat Udara Menjadi
Keberangkatan Tahunan Ekivalen Pesawat Udara Desain
Poros Roda Pendaratan Poros Roda Pendaratan Pengali untuk Keberangkatan
Utama
Utama Pesawat Pesawat Desain Sebenarnya Untuk Mendapat-
kan
Sebenarnya Keberangkatan Ekivalen
(Sumber: Horonjeff,1993)
f. Menentukan Susunan Tebal Perkerasan
Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA ini adalah perencanaan untuk masa
umur rencana, dimana selama masa layan tersebut harus tetap dilakukan pemeliharaan secara
berkala. Pada tahapan ini, data-data awal seperti CBR tanah dasar, CBR Subbase, dan Equivalent
Departure dijadikan input untuk menentukan tebal perkerasan. Data tersebut diatas dimasukkan
pada kurva rencana yang telah sesuai standar FAA sehingga menghasilkan tebal perkerasan yang
nantinya perlu dikoreksi, perhitungan secara detail dijelaskan sebagai berikut:
Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR Subgrade, MTOW (Maxi-
mum Take Off Weight) pesawat rencana, dan nilai Equivalent Annual Departure ke dalam Gambar
3.7 penentuan tebal perkerasan untuk pesawat rencana. Perencanaan perkerasan yang dikem-
bangkan oleh FAA ini adalah perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan
tersebut harus tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala. Grafik-grafik pada perencanaan
perkerasan FAA menunjukkan ketebalan perkerasan total yang dibutuhkan (tebal pondasi bawah
+ tebal pondasi atas + tebal lapisan permukaan). Nilai CBR tanah dasar digunakan bersama-sama
dengan berat lepas landas kotor dan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat rencana. Beban
lalulintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada daerah lateral dari permukaan selama
operasional. Demikian juga pada sebagian landasan pacu, pesawat akan meneruskan beban ke
perkerasan, oleh karena itu FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada permukaan
yang berbeda-beda:
Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis, yang digunakan untuk tempat pe-
sawat yang akan berangkat, seperti apron daerah tunggu (Holding Apron), ba-
gian tengah landasan hubung dan landasan pacu
Tebal perkerasan 0,9 T diperlukan untuk jalur pesawat yang akan datang, sep-
erti belokan landasan pacu berkecepatan tinggi.
Tebal perkerasan 0,7 T diperlukan untuk tempat yang jarang dilalui pesawat,
seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar landasan pacu.
Grafik perencanaan digunakan dengan memulai menarik garis lurus dari sumbu CBR, diten-tukan
secara vertikal ke kurva berat lepas landas kotor (MSTOW), kemudian diteruskan kearah horizon-
tal ke kurva keberangkatan tahunan ekivalen dan akhirnya diteruskan vertikal ke sumbu tebal
perkerasan dan tebal total perkerasan didapat.
Dengan nilai CBR Subbase yang ditentukan, MTOW dan Equivalent Annual Departure maka dari
Gambar 3.7 didapat harga yang merupakan tebal lapisan diatas subbase, yaitu lapisan sur-face dan
lapisan base coarse. Maka, tebal subbase sama dengan tebal perkerasan total dikurangi tebal
lapisan diatas subbase.
Tebal Base Course sama dengan tebal lapisan diatas Subbase Course dikurangi tebal lapisan per-
mukaan (Surface Course). Hasil ini harus dicek dengan membandingkannya terhadap tebal Base
Course minimum dari grafik. Apabila tebal Base Course minimum lebih besar dari Base Course
hasil perhitungan, maka selisihnya diambil dari lapisan Subbase Course, sehingga tebal Subbase
Course berubah.
Dalam melakukan perhitungan panjang runway suatu bandara ada beberapa faktoryang ha-
rus diperhatikan. Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka faktor-faktor tersebut adalah:
Fe = 1 + 0.07 h/300
Ft = 1 + 0.01 ( T - ( 15 – 0.0065 x h ) )
Fs = 1 + (0,1 S)
Setelah koreksi ketinggian (elevasi), koreksi temperature, koreksi kemiringan, dan koreksi angin
permukaan ditemukan, maka diperoleh panjang runway perencanaan:
Lr = ARFL × Ft × Fe × Fs ± Fa
Dalam menentukan dimensi apron harus mengacu pada tabel yang ter-
cantum pada Tabel 3.10 dan 3.11.
B 15 m (49 ft) up to but not including 24 m (79 ft) 3,0 m (10 ft)
C 24 m (79 ft) up to but not including 36 m (118 ft) 4,5 m (15 ft)
D 36 m (118 ft) up to but not including 52 m (171 ft) 7,5 m (25 ft)
E 52 m (171 ft) up to but not including 60 m (197 ft) 7,5 m (25 ft)
ke objek ke objek
udara
*Jarak pemisah minimum adalah 10 meter jika menggunakan parker bebas (free moving)
(Sumber: Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Udara Nomor: KP 29 Tahun 2014)