Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH PERENCANAAN BANDARA DI KOTA PARE-PARE

NTSIUM6062 LAPANGAN TERBANG


Dosen Pembina : Dr. Ir. Dwi Siswahyudi, M.T

Untuk Mememenuhi Tugas


Mata Kuliah Lapangan Terbang

Disusun oleh :

1. Kevin Reznadya Setia B. (200523629265)


2. Longden Panjaitan (200523629306)
3. Muhammad Akhtar H. (200523629256)
4. Muhammad Hanif A. (200523629328)

PROGRAM S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2023

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “PERENCANAAN
BANDARA DI KOTA PARE-PARE” dapat kami selesaikan dengan baik. Begitu pula atas
limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini
dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media
internet.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Harapan kami, informasi dan materi yang
terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Kami
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang
lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Malang, 30 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................................... 2
2.1 Syarat Perencanaan Bandara ............................................................................................ 2
2.2 Perencanaan Runway ..................................................................................................... 12
2.3 Geometrik Taxiway ........................................................................................................ 16
2.4 Perkerasan Struktur Bandara .......................................................................................... 28
2.5 Pengelolaan Bandara ...................................................................................................... 30
BAB III PERENCANAAN........................................................................................................... 32
3.1 Denah/ Lay out ............................................................................................................... 32
3.2 Data Perencanaan ........................................................................................................... 34
3.3 Perencanan Runway ....................................................................................................... 39
3.4 Perencanaan geometrik taxiway ..................................................................................... 45
3.5 Perencanaan Perkerasan ................................................................................................. 53
BAB IV KESIMPULAN .............................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 61

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pare-pare adalah sebuah kota di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota ini
memiliki luas wilayah 99,33 km² dan berpenduduk sebanyak 152.992 jiwa. Secara
geografis Kota Parepare terletak antara 3o 57’39”– 4o04’49” LS dan 119o36’24” –
119o43’40” BT. Sedangkan ketinggiannya bervariasi antara 0 – 500 meter diatas
permukaan laut. Sebagai kota yang terus berkembang haruslah memiliki infrastruktur
transportasi yang memadai sebagai urat nadi dalam pertumbuhan disegala sektor
kehidupan.
Kota Pare-Pare bisa dicapai dengan transportasi darat atau laut. Parepare terletak di
jalur utama lalu lintas ke Sulawesi Barat, Tana Toraja dan Palopo. Pelabuhan Nusantara
menghubungkan Parepare dengan kota-kota di pesisir Kalimantan, Surabaya dan kota-kota
pelabuhan di Indonesia bagian timur. Parepare juga merupakan pelabuhan bagi orang -
orang di daerah Ajatappareng. Tetapi untuk menjangkau dengan transportasi udara masih
sulit karena tidak adanya bandara di kota tersebut, bandara terdekat untuk ke pare pare
yaitu Bandara Internasional Sultan Haanuddin yang berjarak kurang lebihi 140 km.
Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan bandara baru di kota Pare-pare yang
diberi nama bandara Konro Pare yang berada tidak jauh dari kota Pare-pare lebih tepatnya
didaerah Bacukiki kota Pare-pare. Bandara ini rencananya dibangun untuk membantu
akses menuju Pare-pare terutama untuk wisatawan yang ingiin berkunjung ke kota tersebut
dan juga membantu dalam akomodasi dalam sektor perindustrian yang diharapkan
pergerakan barang dan jasa lebih cepat dan akhirnya dapat memacu pertumbuhan kota
Pare-pare.

1.2 Tujuan

Makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut:


a. Memberikan informasi mengenai tata cara perencanaan suatu bandar udara
b. Merencanakan bandar udara di Kota Pare-Pare
c. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Lapangan Terbang

1
BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Syarat Perencanaan Bandara

Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan atau perairan dengan batas-batas
tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik
turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan,
serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya (Kementerian Perhubungan, 2015).
Bandar udara terdiri atas bandar udara umum dan bandar udara khusus. Bandar
udara umum adalah bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan umum.
Sedangkan bandar udara khusus adalah bandar udara yang hanya digunakan untuk
melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.
Bandar udara memiliki peran sebagai:
1. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian;
3. Tempat kegiatan alih moda transportasi;
4. Pendorong dan penunjang kegiatan industry dan/atau perdagangan;
5. Pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan, dan penanganan
bencana; serta
6. Prasarana memperkukuh wawasan nusantara dan kedaulatan negara.
Bandar udara berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan
pengusahaan. Penggunaan bandar udara terdiri atas bandar udara internasional dan bandar
udara domestik.

Penetapan lokasi bandar udara


Sebelum suatu bandar udara dibangun, perlu adanya suatu penetapan lokasi bandar udara
oleh Menteri Perhubungan. Penetapan tersebut berlaku selama 5 tahun dan memuat:
1. Titik koordinat bandar udara
Titik koordinat bandar udara merupakan titik koordinat yang dinyatakan dengan
koordinat geografis.
2. Rencana induk bandar udara

2
Rencana induk bandar udara berlaku selama 20 tahun dan paling sedikit memuat:
a. Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo;
b. Kebutuhan fasilitas
Yang dimaksud dengan fasilitas adalah
1) Fasilitas pokok, meliputi:
a) Fasilitas keselamatan dan keamanan, antara lain
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan – Pemadam
Kebakaran (PKP-PK), salvage, alat bantu pendaratan
visual (Airfield Lighting System), sistem catu daya
kelistrikan, dan pagar;
b) Fasilitas sisi udara, antara lain:
(1) Landas pacu (runway);
(2) Runway Strip, Runway End Safety Area (RESA),
Stopway, Clearway;
(3) Landas hubung (taxiway);
(4) Landas parkir (apron);
(5) Marka dan rambu; dan
(6) Taman meteo (fasilitas dan peralatan pengamatan
cuaca).
c) Fasilitas sisi darat (landside facility), antara lain:
(1) Bangunan terminal penumpang;
(2) Bangunan terminal kargo;
(3) Menara pengatur lalu lintas penerbangan (control
tower);
(4) Bangunan operasional penerbangan;
(5) Jalan masuk (access road);
(6) Parkir kendaraan bermotor;
(7) Depo pengisian bahan bakar pesawat udara;
(8) Bangunan hanggar;
(9) Bangunan administrasi/perkantoran;
(10) Marka dan rambu; serta

3
(11) Fasilitas pengolahan limbah.
2) Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara langsung dan
tidak langsung menunjang kegiatan Bandar udara dan memberikan
nilai tambah secara ekonomis pada penyelenggaraan bandar udara,
antara lain fasilitas perbengkelan pesawat udara, fasilitas
pergudangan, penginapan/hotel, toko, restoran, dan lapangan golf.
c. Tata letak fasilitas;
d. Tahapan pelaksanaan pembangunan;
e. Kebutuhan dan pemanfaatan lahan;
f. Daerah lingkungan kerja
Daerah lingkungan kerja bandar udara merupakan daerah yang
dikuasai badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara,
yang digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan
pengoperasian fasilitas bandar udara. Pada daerah lingkungan kerja bandar
udara yang telah ditetapkan, dapat diberikan hak pengelolaan atas tanah
dan/atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Batas daerah lingkungan kerja ditetapkan dengan
koordinat geografis.
g. Daerah lingkungan kepentingan
Daerah lingkungan kepentingan Bandar udara merupakan daerah di
luar lingkungan kerja Bandar udara yang digunakan untuk menjamin
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas
penumpang dan kargo. Batas daerah lingkungan kepentingan ditetapkan
dengan koordinat geografis. Pemanfaatan daerah lingkungan kepentingan
Bandar udara harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Perhubungan.
h. Kawasan keselamatan operasi penerbangan
Batas kawasan keselamatan operasi penerbangan ditetapkan dengan
koordinat geografis. Kawasan keselamatan operasi penerbangan terdiri atas:
1) Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas, merupakan suatu
kawasan perpanjangan kedua ujung landas pacu, di bawah lintasan

4
pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang
dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu;
2) Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, merupakan sebagian
dari kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-
ujung landas pacu dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan;
3) Kawasan di bawah permukaan transisi, merupakan bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dan berjarak tertentu dari sumbu landas
pacu, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan
garis-garis datar yang ditarik tegak lurus pada sumbu landas pacu,
dan pada bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan
permukaan horizontal dalam;
4) Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam, merupakan bidang
datar di atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius
dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat
udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau
setelah lepas landas;
5) Kawasan di bawah permukaan kerucut, merupakan bidang darisuatu
kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan
dengan horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis
perpotongan dengan permukaan horizontal luar, masing- masing
dengan radius dan ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi
yang ditentukan;
6) Kawasan di bawah permukaan horizontal-luar, merupakan bidang
datar di sekita Bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian
dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi
operasi penerbangan, antara lain, pada waktu pesawat udara
melakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal
landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam
pendaratan.

5
i. Batas kawasan kebisingan.
Batas kawasan kebisingan merupakan kawasan tertentu di sekitar
Bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara yang
terdiri atas kebisingan tingkat I, tingkat II, dan tingkat III. Kawasan
kebisingan tingkat I, merupakan tanah dan ruang udara yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan, kecuali
untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit, dengan tingkat kebisingan
antara 70 hingga 75 desibel. Kawasan kebisingan tingkat II, merupakan
tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis
kegiatan dan/atau bangunan, kecuali untuk jenis kegiatan dan/ataubangunan
sekolah, rumah sakit, dan rumah tinggal, dengan tingkat kebisingan antara
75 hingga 80 desibel. Kawasan kebisingan tingkat III, merupakan tanah dan
ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas Bandar
Udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur
hijau atau sarana pengendalian lingkungan dan pertanian yang tidak
mengundang burung dengan tingkat kebisingan lebih dari 80 desibel. Batas
kawasan kebisingan ditetapkan dengan koordinat geografis.

Penetapan lokasi bandar udara diajukan oleh Pemrakarsa bandar udara kepada Menteri
Perhubungan. Pemrakarsa dimaksud dapat berupa pemerintah, pemerintah daerah, Badan
Usaha Milik Negara/Daerah, atau badan hukum Indonesia yang mempunyai hak untuk
pelaksanaan pembangunan, mengoperasikan dan mengusahakan bandar udara. Pemrakarsa
bandar udara dilarang memindahkan penetapan lokasi yang ditetapkan oleh Menteri
Perhubungan kepada pihak lain, kecuali dalam keadaan tertentu atas izin Menteri
Perhubungan.

Penetapan lokasi tersebut mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:


1. Rencana Induk Nasional Bandar Udara
Rencana Induk Nasional Bandar Udara merupakan pedoman dalam
penetapan lokasi, penyusunan rencana induk, pembangunan,

6
pengoperasian, dan pengembangan Bandar udara. Rencana Induk Nasional
Bandar Udara memuat kebijakan nasional bandar udara dan rencana lokasi
bandar udara beserta penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara.
Rencana Induk Nasional Bandar Udara disusun dengan memperhatikan:
a. Rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah
provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
c. Potensi sumber daya alam;
d. Perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun
internasional;
e. Sistem transportasi nasional;
f. Keterpaduan intermoda dan multimoda; dan
g. Peran bandar udara
2. Keselamatan dan keamanan penerbangan
Keselamatan penerbangan merupakan suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara,
bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas
penunjang dan fasilitas umum lainnya. Sedangkan keamanan penerbangan
merupakan suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada
penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan
pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur.
a. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dankegiatan
lain terkait di lokasi bandar udara;
b. Kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah,
teknis pembangunan, dan pengoperasian
Kelayakan ekonomis adalah kelayakan yang dinilai akan
memberikan keuntungan secara ekonomis bagi pengembangan
wilayah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kelayakan
finansial adalah kelayakan yang dinilai akan memberikan
keuntungan bagi badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara
bandar udara. Kelayakan sosial adalah kelayakan yang dinilai

7
berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh adanya bandar udara
tidak akan meresahkan masyarakat sekita serta memberikan nilai
tambah bagi masyarakat sekitar. Kelayakan pengembangan wilayah
adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan kesesuaian dengan
rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota. Kelayakan teknis pembangunan adalah kelayakan
yang dinilai berdasarkan factor kesesuaian fisik dasar antara lain
topografi, kondisi meteorology dan geofisika, serta daya dukung
tanah. Kelayakan pengoperasian adalah kelayakan yang dinilai
berdasarkan jenis pesawat, pengaruh cuaca, penghalang,
penggunaan ruang udara, dukungan navigasi penerbangan, serta
prosedur pendaratan dan lepas landas.
c. Kelayakan lingkungan.
Kelayakan lingkungan adalah suatu kelayakan yang dinilai dari
besarnya dampak yang akan ditimbulkan serta kemampuan
mengurangi dampak (mitigasi), pada masa konstruksi,
pengoperasian, dan/atau pada tahap pengembangan selanjutnya.

Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara


Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diberikan oleh Menteri Perhubungan
sesuai dengan pedoman teknis bangunan gedung yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Koordinasi
dengan pemerintah daerah terkait dengan pertimbangan teknis tentang kesesuaian rencana
pembangunan dan pengembangan bandar udara dengan rencana tata ruang wilayah
provinsi dan kabupaten/kota. 46 Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diterbitkan
setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan
Bukti kepemilikan dan/atau pengusaan lahan merupakan sertifikat hak atas tanah
atau dokumen rencana tata guna lahan yang telah ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

8
2. Rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan aksesibilitas
dalam penyelenggaraan bandar udara
Rekomendasi dimaksud berupa surat pernyataan mengenai jaminan penyediaan
paling sedikit meliputi prasarana jalan yang digunakan dari dan ke bandar udara,
fasilitas listrik, air minum, drainase, telekomunikasi, informasi, dan/atau bahan
bakar dari instansi sesuai dengan kewenangannya.
3. Bukti penetapan lokasi bandar udara
Bukti penetapan lokasi bandar udara merupakan penetapan lokasi bandar udara
yang memuat titik koordinat bandar udara dan rencana induk bandar udara.
4. Rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara
Rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara merupakan dasar
pelaksanaan kegiatan pembangunan Bandar Udara yang disusun berdasarkan
rencana peruntukan Bandar Udara dalam kaitan menampung pesawat udara yang
akan mendarat dan lepas landas, penumpang, dan barang yang mencakup gambar
dan spesifikasi teknis bangunan, fasilitas dan prasarana termasuk struktur bangunan
dan bahan, serta fasilitas elektronika, listrik, dan mekanikal sebagai penunjang
Keselamatan Penerbangan. Rancangan teknis tersebut harus mendapatkan
pengesahan dan paling sedikit memuat mengenai:
a. Kondisi tanah dasar;
b. Peta topografi;
c. Tata letak fasilitas pokok bandar udara, termasuk fasilitas bantu navigasi
penerbangan;
d. gambar arsitektur;
e. gambar konstruksi; dan
f. gambar mekanikal, elektrikal, dan peralatan navigasi Penerbangan.
5. Kelestarian lingkungan
Kelestarian lingkungan merupakan izin lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
Pengembangan di luar rencana induk bandar udara dimungkinkan dalam hal:
1. Terdapat perubahan lingkungan strategis;

9
2. Peningkatan permintaan kebutuhan angkutan udara;
3. Peningkatan kapasitas untuk pelayanan; dan
4. Disetujui oleh Menteri Perhubungan.
Pembangunan bandar udara dilaksanakan setelah memperoleh Izin Mendirikan
Bangunan Bandar Udara dari Menteri Perhubungan. Pembangunan yang
diprakarsai oleh Pemerintah Republik Indonesia, dana pembangunan dilaksanakan
sesuai dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diajukan secara tertulis oleh
Pemrakarsa kepada Menteri Perhubungan dengan melampirkan:
1. Bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan;
2. Rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan
aksesibilitas dalam penyelenggaraan bandar udara;
3. Bukti penetapan lokasi bandar udara;
4. Rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara yang sudah disahkan;
5. Izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
6. Bukti kemampuan finansial, berupa:
a. Tanda bukti modal disetor Tanda bukti modal disetor merupakan syarat
bagi pembangunan bandar udara yang diprakarsai oleh badan hukum
Indonesia, dengan nilai sedikitnya 5% dari total perkiraan biaya
pembangunan.
b. Pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan bandar
udara Pernyataan dimaksud berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, apabila pembangunan diprakarsai oleh pemerintah daerah, dan
dari bandar udara yang diprakarsai oleh Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah.
Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diterbitkan paling lambat 30 hari kerja sejak
diterimanya permohonan secara lengkap dan memenuhi persyaratan. 65 Apabila
permohonan Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara ditolak, harus disertai dengan
alasan penolakan.

10
Kewajiban Pemegang Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara
Sebagai bangunan yang dalam pembangunan dan penyelenggaraannya dapat
membahayakan masyarakat sekitar dan mempunyai risiko bahaya yang tinggi,
pembangunan bandar udara harus memperhatikan ketentuan keselamatan dan keamanan
penerbangan, mutu pelayanan jasa kebandarudaraan, kelestarian lingkungan, serta
keterpaduan intermodal dan multimoda. Pembangunan dan pengembangan bandar udara
harus mempertimbangkan:
1. Kebutuhan jasa angkutan udara;
2. Pengembangan pariwisata;
3. Pengembangan potensi ekonomi daerah dan nasional;
4. Keterpaduan intermodal dan multimoda;
5. Kepentingan nasional;
6. Keterpaduan jaringan rute angkutan udara; dan/atau
7. Pelestarian lingkungan.
Selain itu, pembangunan Bandar Udara harus memenuhi standar keselamatan dan
keamanan penerbangan yang meliputi:
1. Standar rancang bangun dan/atau rekayasa fasilitas bandar udara;
2. Standar pelatihan dan utilitas bandar udara; dan
3. Standar kelaikan fasilitas dan peralatan bandar udara.
Pemegang Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara dalam melaksanakan pembangunan
wajib:
1. Menaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan keamanan
penerbangan dan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
2. Bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan
pembangunan bandar udara yang bersangkutan;
3. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara sesuai dengan rencana induk
bandar udara;
4. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara secara nyata paling lambat 1
tahun sejak Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara ditetapkan;
5. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara sesuai dengan jadwal dan
tahapan pembangunan/pengembangan dalam rencana induk bandar udara;

11
6. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan bandar udara secara berkala setiap
6 bulan kepada Menteri Perhubungan, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya; serta
7. Melaporkan hasil pembangunan bandar udara kepada Menteri Perhubungan setelah
selesainya pembangunan bandar udara.

Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut, pemegang Izin Mendirikan Bangunan


Bandar Udara dapat dikenakan sanksi pencabutan izin, dengan sebelumnya melalui proses
peringatan tertulis sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1
bulan. Apabila peringatan tertulis ketiga tidak ditaati, dilanjutkan dengan pembekuan izin
mendirikan bangunan Bandar Udara untuk jangka waktu 1 bulan. Apabila dalam jangka
waktu pembekuan izin tidak ada perbaikan maka Menteri Perhubungan mencabut Izin
Mendirikan Bangunan Bandar Udara.

2.2 Perencanaan Runway

Runway (landasan pacu) merupakan suatu area pada bandar udara yang digunakan
untuk lepas landas (take off) dan mendarat (landing) pesawat udara yang beroperasi pada
bandar udara. Runway memeiliki beberapa bagian yaitu,

a. Bahu landasan (Shoulder) merupakan area pembatas pada akhir tepi perkerasan
landasan pacu yang dipersiapkan untuk menahan hembusan jet dan 8 menampung
peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat serta penyediaan daerah
peralihan antara bagian perkerasan dan runway strip.
b. Bantalan hembusan (Blast pad) merupakan area yang dibuat untuk mencegah
terjadinya erosi pada permukaan yang berdekatan dengan ujung runway.ICAO
menetapkan panjang bantalan hembusan 100 ft (30m)
c. Wilayah aman landasan pacu merupakan area bersih , terdapat saluran, bahu
runway, rat dan perkerasan landasan, bantalan hembusan, serta wilayah untuk
pemberhentian.

Runway memiliki beberapa jenis antara lain:

12
a. Runway Tunggal
Runway tunggal memiliki kapasitas berkisar 50-100 pelayanan/jam dalam keadaan
VFR (Visual Flight Rules) dan 50-70 pelayanan/jam pada keadaan IFR (Instrument
Flight Rules).

Gambar 2.1 Runway Tunggal (Setiawan, 2019)

b. Runway Sejajar
Pada landasan pacu sejajar dengan jarak yang kecil, sedang dan jauh, kapasitas
setiap jamnya bisa bermacam-macam dari 100 hingga 200 pada keadaan VFR,
tergantung dari kondisi kombinasi pesawat. Di bawah keadaan IFR, daya tampung
jarak dekat setiap jamnya adalah 50 hingga 60 pelayanan, tergantung dari
kombinasi pesawat. Pada landasan pacu sejajar dengan jarak sedang, kapasitasnya
60 hingga 75 operasi per jam, sedangkan kecepatan landasan pacu interval adalah
100 hingga 125 pelayanan setiap jamnya.

Gambar 2.2 Runway Sejajar (Setiawan, 2019)

c. Runway Dua Jalur


Runway dua jalur memiliki daya dukung landasan pacu setidaknya 70% lebih tinggi
dari landasan pacu tunggal pada kondisi VFR, dan 60% lebih tinggi dari landasan
pacu tunggal pada kondisi IFR.

13
Gambar 2.3 Runway Dua Jalur (Setiawan, 2019)

d. Runway Bersilangan
Kemampuan landasan pacu bersilang sebagian besar bergantung pada
persimpangan landasan pacu dan pengoperasian landasan pacu, yang disebut taktik
(take off atau landing).

Gambar 2.4 Runway Bersilangan (Setiawan, 2019)

e. Runway V Terbuka
Landasan pacu dengan konfigurasi terbuka berbentuk V merupakan landasan pacu
dengan arah berbeda (divergen) namun tidak saling memotong. Pada keadaan IFR,
tergantung pada campuran pesawat, kapasitas strategi ini berkisar dari 50 hingga
80 operasi per jam, sedangkan dalam kasus VFR adalah 60 hingga 180 pelayanan.

14
Gambar 2.5 Runway V Terbuka (Setiawan, 2019)

Dalam perencanaan runway terdapat factor-faktor yang mempengaruhi panjang runway


antara lain:

a. Koreksi Ketinggian (Elevasi)


Berdasarkan ICAO panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan
ketinggian sebesar 300 m (1000 ft) dari atas permukaan laut.
Maka didapatkan persamaan sebagai berikut :
𝐹𝑒 = 1 + 0,07 ℎ 300
b. Koreksi Temperatur Suhu standarnya sebesar 15 ° C atau 95 ° F. Berdasarkan
International Civil Aviation Organization, untuk setiap kenaikan 1 ° C, temperatur
panjang landasan pacu harus dikoreksi sebesar 1%. Pada saat yang sama, suhu akan
turun 6,5 ° C pada setiap kenaikan 1000 m dari permukaan laut.
Dengan dasar di atas maka didapatkan persamaan sebagai berikut :
Ft = 1 + 0,01 {T-(15-0,0065 x h)}
c. Koreksi Kemiringan Runway
Kemiringan (slope) memerlukan runway yang lebih panjang untuk setiap kemiringan
1%, maka panjang runway harus ditambah dengan 10%. Faktor koreksi kemiringan
runway dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Fs = 1 + (0,1 S)
d. Koreksi Angin Permukaan
Jika angin haluan (head wind) berhembus maka panjang runway yang dibutuhkan
semakin pendek, begitu pula sebaliknya jika angin buritan (tail wind) bertiup maka
panjang landasan pacu yang perlukan pun sebaliknya maka landasan pacu yang

15
diperlukan akan semakin panjang. Angin buritan (tail wind) maksimum yang
dibolehkan bertiup dengan kecepatan 10 knot.
e. Koreksi Permukaan Runway
Dalam kasus permukaan landasan pacu, sangat penting untuk menghindari genangan
air (standing water) yang dapat membahayakan pengoperasian pesawat. Setelah
dilakukan pencarian koreksi elevasi, koreksi temperatur, koreksi slope serta koreksi
angin permukaan, didapatkan persamaan untuk panjang landasan pacu yang
direncanakan sebagai berikut:
Lr = ARFL x Ft x Fe x Fs + Fa

2.3 Geometrik Taxiway

Landasan penghubung (taxiway) didefinisikan sebagaijalan penghubung antara landas


pacu dengan pelataran pesawat (apron), kandang pesawat (hangar), terminal, atau fasilitas
lainnya di sebuah bandar udara. . Untuk akses dari apron menuju landasan pacu disebut
‘entrance taxiway’ dan akses dari landasan pacu menuju apron disebut ‘exit taxiway’.
Kedua jalur akses ini merupakan by-pass taxiway.
Jenis-jenis Taxiway
- Jalan keluar
- Jalan pesawat sejajar
- Jalan pesawat sejajar dengan kecpatan tinggi
- Jalan pesawat pada pelataran parkir pesewat
Fungsi Taxiway
a. Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat dari runway
ke apron dan sebaliknya atau dari runway ke hanggar pemeliharaan.
b. Taxiway diatur sedemikian hingga pesawat yang baru saja mendarat tidak
mengganggu pesawat lain yang sedang taxi, siap menuju ujung lepas landas.
c. Di pelabuhan udara yang sibuk dimana lalu lintas pesawat taxi diperkirakan
bergerak sama banyak dari dua arah, maka harus dibuat paralel taxiway terhadap
landasan untuk taxi satu arah.

16
d. Rutenya dipilih jarak terpendek dari bangunan terminal menuju ujung landasan
yang dipakai untuk awal lepas landas
Standar Desain dan Persyaratan
Perencanaan tikungan dan lebar tambahan tikungan (fillet) pada taxiway

Gambar 2.6 tikungan taxiway


Keterangan:

F = Jari-jari tikungan tambahan (fillet) terhadap taxiway centerline


L = panjang jalur tikungan tambahan (fillet) hingga pada ujung belokan taxiway
R = Jari-jari belokan taxiway

Gambar 2.7 Pertigaan taxiway

17
Keterangan:
F = Jari-jari tikungan tambahan (fillet) terhadap taxiway centerline
L = panjang jalur tikungan tambahan (fillet) hingga pada ujung belokan taxiway
R = Jari-jari belokan taxiway

Gambar 2.8 Perempatan Taxiway


Keterangan:

F = Jari-jari tikungan tambahan (fillet) terhadap taxiway centerline


L = panjang jalur tikungan tambahan (fillet) hingga pada ujung belokan taxiway
R = Jari-jari belokan taxiway

Jarak Taxiway dan Runway


Terdapat jarak minimum yang harus diperhatikan untuk penempatan taxiway
dengan runway.

18
Tabel 2.1 Jarak antara garis tengah taxiway dan garis tengah Runway (m)

Dimensi Taxiway
Desain dari taxiway harus memiliki faktor keamanan yang diizinkan karena
pergerakan pesawat sangat cepat, ketika cockpit menuju taxiway yang diperhatikan
garis tengah dari taxiway, jarak diantaranya harus terbebas dari hambatan terutama
yang diluar roda pesawat dan ujung dari taxiway,

Tabel 2.2 Dimensi Taxiway


Sumber : SKEP/77/VI/2005
Taxiway Shoulders.
Bagian yang lurus dari taxiway harus dilengkapi dengan bahu dengan luasan
simetris pada setiap sisi dari taxiway jadi lebar dari keseluruhan taxiway dan bahu
pada bagian lurus minimum seperti dalam tabel 3.1.18 berikut, Apabila pada taxiway
dengan penggolongan pesawat III, IV, V dan VI untuk jenis pesawat jet propelled,
harus menggunakan lebar bahu. Lebar bahu taxiway pada masing-masing ukuran
minimum.

Tabel 2.3 Taxiway Shoulder Minimum

19
Sumber : SKEP/77/VI/2005

Tabel 2.4 Kemiringan memanjang maksimum taxiway

Gambar 2.9 Kemiringan jika dilihat dari potongan melintang


Sumber : SKEP/77/VI/2005
Transverse Slope.
Kemiringan melintang taxiway harus cukup memadai untuk mencegah
penambahan air dan tidak kurang dari 1%, nilai maksimumnya adalah:

Tabel 2.5 Kemiringan melintang maksimum taxiway

20
Gambar 2.10 Penampang kemiringan melintang taxiway
Sumber : SKEP/77/VI/2005

Taxiway Strips.
Jarak minimum bagian tengah darigaris tengah taxiway seperti dalam tabel 2. 6 berikut,

Table 2.6 Taxiway strip


Sumber : SKEP/77/VI/2005
Kemiringan jarak taxiway harus dibuat sedemikian agar air dapat mengalir lancar
pada tepi landas pacu, dan area yang diratakan harus mempunyai kemiringan
melintang maksimum. Kemiringan keatas memberikan aturan kemiringan melintang
berbatasan dari permukaan taxiway yang tidak horizontal. Kemiringan kebawah
tidak mencapai 5% dari ukuran horizontal. Jarak lurus minimum setelah belokan
sehingga pesawat dapat berhenti penuh sebelum melalui persimpangan dengan
pesawat lain adalah :

21
Tabel 2.7 Jarak lurus minimum setelah belokan taxiway
Sumber : SKEP/77/VI/2005

Rapid exit taxiway.

Tabel 2.8 Jari-jari Minimum taxiway

Gambar 2.11 Penampang jari-jari taxiway


Sumber : SKEP/77/VI/2005

22
Fillet Taxiway

Tabel 2.9 Dimensi Fillet Taxiway


Sumber : SKEP/77/VI/2005

Gambar 2.11 Fillet taxiway


Sumber : SKEP/77/VI/2005

23
Tabel 2.10 Jari-jari Fillet
Sumber : SKEP/77/VI/2005

Gambar 2.12 Jari-jari Fillet


Sumber : SKEP/77/VI/2005
Taxiway Surface.

Lapisan permukaan taxiway sama dengan landas pacu (runway)

Taxiway Strenght.
Pada kekuatan taxiway sama dengan landas pacu (runway)

Taxiway Sight Distance


Jarak pandang dari titik dengan ketinggian (h) 1,5 m sampai 2 m diatas taxiway harus
dapat melihat permukaan pesawat sampai jarak (d) minimum dari titik tersebut;
24
Tabel 2.11 Jarak pandang taxiway
Sumber : SKEP/77/VI/2005
Taxiway Minimum Separation Distance.
Pemisahan jarak minimum antara garis tengah taxiway sampai parkir taxiway dengan:
a) Garis tengah runway;
b) Garis tengah taxiway;
c) Gedung, bangunan, kendaraan, dinding, tanaman, peralatan, tempat pesawat;

Pemisahan jarak antara garis tengah dari taxiway dan garis tengah dari runway, garis
tengah sejajar runway memiliki dimensi minimum yang spesifik dalam tabel berikut,
kecuali untuk operasi dengan jarak pemisahan yang rendah diijinkan dan jika pemisahan
jarak lebih rendah cenderung tidak mempengaruhi keamanan dalam operasi penerbangan.

Table 2.12 Jarak antara garis tengah dari taxiway dan garis tengah dari runway
Sumber : SKEP/77/VI/2005
Taxiway Curves.
Perubahan arah dalam taxiway harus memenuhi raradius minimum , penetapan rencana
kecepatan minimum terdapat dalam tabel berikut:

25
Tabel 2.13 Kurva taxiway
Sumber : SKEP/77/VI/2005

Gambar 2.13 Taxiway curve


Sumber : SKEP/77/VI/2005

Exit taxiway.
Pada bandara yang cukup sibuk, exit taxiway harus ditempatkan pada titik penting
sepanjang runway. Hal ini dimaksudkan agar pesawat landing dapat meninggalkan
runway secepat mungkin sehingga runway dapat digunakan pesawat lain. Kemungkinan
mempercepat pesawat meninggalkan runway tergantung pada exit taxiway. Terdapat 3
tipe sudut exit taxiway yaitu 30̊, 45̊, 90̊. Exit taxiway dengan sudut 30̊ disebut rapid exit
taxiway atau high speed exit taxiway. Faktor-faktor yang menjadi penentu lokasi untuk
exit taxiway, adalah :
a. Jarak threesold untuk touchdown

26
b. Kecepatan touchdown
c. Kecepatan awal keluar exit taxiway
d. Perlambatan rata-rata

Hanya untuk tujuan perencanaan Exit Taxiway, kecepatan pesawat sewaktu touchdown
dianggap rata-rata 1.3 kali kecepatan stall, pada konfigurasi pendaratan dengan rata-rata
berat pendaratan kotor 85% dari maximum. Kemudian pesawat dibagi dalam grup-grup
seperti tabel 14 berdasarkan kecepatan touchdownnya.

Tabel 2.14 Kecepatan Touchdown

Taxiway Marking.
Disesuaikan dengan SKEP DIRJEN No. SKEP/11/1/2001 tentang standar marka dan
rambu pada daerah pergerakan pesawat udara di Bandar udara, meliputi :
1. Taxiway centre line marking
2. Runway holding position marking
3. Taxiway edge marking
4. Taxiway shoulder marking
5. Intermediate holding position marking

27
6. Exit guide line marking
7. Road holding position marking

2.4 Perkerasan Struktur Bandara

Perkerasan adalah Struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan
dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan ini dibuat dari campuran aspal dengan
agregat, dihamparkan diatas permukaan material granural tinggi. Menurut Kosasih
(2004), struktur perkerasan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan, yaitu: struktur
perkerasan lentur (Flexible) dan struktur perkerasan kaku (Rigrid). Pengelompokan
struktur perkerasan umumnya lebih didasarkan pada bahan perkerasan yang digunakan.
Pemilihan tipe struktur perkerasan baik perkerasan lentur maupun perkerasan
kaku dipengaruhi oleh: karakteristik tanah dasar, besarnya beban roda yang akan
mempengaruhi tebal perkerasan, volume lalu lintas rencana, ketersediaan bahan material
atau penyusunnya dan besarnya anggaran biaya (Bhanot, 1983).
A. Struktur Perkerasan Lentur
Desain struktur perkerasan lentur didasarkan pada analisis sistem lapisan dimana
beban kendaraan dipikul oleh semua lapisan sebagai satu kesatuan. Kontribusi
setiap lapisan perkerasan dalam memikul beban kendaraan ditentukan oleh
karakteristik bahan dan tebal dari masing-masing lapisan perkerasan (Kosasih,
2004).
Elemen struktur perkerasan lentur terdiri dari (Saondang, 2005).
1. Tanah dasar (subgrade).
Merupakan lapisan tanah yang disiapkan atau diperbaiki kondisinya untuk
meletakkan suatu perkerasan. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya dukung tanah dasar.
Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing
Ratio), atau modulus subgrade reaction (k)
2. Pondasi bawah (subbase course).

28
Merupakan bagian struktur perkerasan yang berfungsi meneruskan beban
diatasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.
Terletak antara lapis tanah dasar dan lapis fondasi atas (base course).
3. Pondasi atas (base course).
Merupakan bagian struktur perkerasan yang berfungsi mendukung lapisan
permukaan (surface) dan beban roda yang bekerja diatasnya, dan
menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis fondasi bawah (subbase
course), kemudian ke lapis tanah dasar (subgrade).
B. Struktur Perkerasan Kaku
Desain struktur perkerasan kaku didasarkan pada analisis struktural terhadap pelat
beton yang dianggap memikul beban kendaraan melalui kelenturan yang tinggi dari
pelat beton (Kosasih, 2004).
Menurut Saodang (2005), perkerasan dikatakan kaku atau rigid, dikerenakan
modulus elastisitas (Ε) semen sebagai material perkerasan kaku, mempunyai nilai
relatif lebih besar dari meterial fondasi dan tanah, maka bagian terbesar yang
menyerap tegangan akibat beban adalah pelat beton sendiri. Struktur perkerasan
kaku dapat dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu perkerasan kaku bersambung
tanpa tulangan, perkerasan kaku bersambung dengan tulangan, perkerasan kaku
menerus dengan tulangan, dan perkerasan kaku menerus dengan tulangan
prategang.
1. Tanah dasar (subgrade).
Merupakan lapisan tanah yang disiapkan atau diperbaiki kondisinya untuk
meletakkan suatu perkerasan. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya dukung tanah dasar.
Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing
Ratio), atau modulus subgrade reaction (k)
2. Pondasi bawah (subbase course).
Merupakan bagian struktur perkerasan yang berfungsi meneruskan beban
diatasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.
Terletak antara lapis tanah dasar dan lapis fondasi atas (base course).
3. Pelat beton.

29
Merupakan komponen utama pada struktur perkerasan kaku untuk memikul
beban kendaraan. Beton dihasilkan oleh campuran material yang terdiri dari
agregat (halus dan kasar), air, dan semen. Untuk mencapai tingkat mutu
beton yang diinginkan maka harus diperhatikan perbandingan bahan
susunnya dimana perbandingan air terhadap semen merupakan faktor dalam
penentuan kekuatan beton

2.5 Pengelolaan Bandara

Dalam melakukan pengelolaan bandar udara yang baik tentunya harus didasarkan pada
usaha yang efektif dan efisien. Efektif dan Efisien adalah dua konsepsi utama untuk
mengukur kinerja pengelolaan/manajemen.
1. Efektif adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang
tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu juga dapat disamakan
dengan memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau cara/metoda yang tepat untuk
mencapai tujuan. (Handoko,1998:7)
Efektifitas dalam pengelolaan bandar udara meliputi hal hal sebagai berikut: (a)
Kapasitas Mencukupi; artinya prasarana dan sarana cukup tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pengguna jasa. (b). Terpadu; rtinya antarmoda dan intramoda
dalam jaringan pelayanan saling berkaitan dan terpadu (c) Cepat dan Lancar;
;artinya penyelenggaraan layanan angkutan dalam waktu singkat, dengan indikasi
kecepatan arus per satuan waktu.
2. Efisien adalah kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan benar, memperoleh
keluaran (hasil, produktivitas, kinerja) yang lebih tinggi daripada masukan (tenaga
kerja, bahan, uang, mesin, dan waktu) yang digunakan meminimumkan biaya
penggunaan sumber daya untuk mencapai keluaran yang telah ditentukan, atau
memaksimumkan keluaran dengan jumlah masukan terbatas. (Handoko,1998:17)
Efisien ini dalam pengelolaan bandar udara meliputi hal-hal sebagai berikut: (a)
Biaya terjangkau; artinya penyediaan layanan angkutan sesuai dengan tingkat daya
beli masyarakat pada umumnya dengan tetap memperhatikan kelangsungan hidup
usaha layanan jasa angkutan. (b). Beban publik rendah; artinya pengorbanan yang
harus ditanggung oleh masyarakat sebagai konsekuensi dari pengoperasian sistem

30
perangkutan harus minimum, misalnya: tingkat pencemaran lingkungan. (c).
Memiliki kemanfaatan yang tinggi; artinya tingkat penggunaan prasarana dan
sarana optimum, misalnya, tingkat muatan penumpang dan/atau barang maksimum.
3. Andal adalah pelayanan yang dapat dipercaya, tangguh melakukan pelayanan sesuai
dengan penawaran atau “janji”-nya dan harapan/ tuntutan konsumen. Dalam
pengelolaan bandar udara Andal meliputi hal hal sebagai berikut: (a). Tertib; artinya
penyelenggaraan angkutan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
norma yang berlaku di masyarakat. (b). Tepat dan Teratur; artinya dapat
diandalkan, tangguh, sesuai dengan jadwal dan ada kepastian. (c) Aman dan
Nyaman; artinya selamat, terhindar dari kecelakaan, bebas dari gangguan baik
eksternal maupun internal, terwujud ketenangan dan

31
BAB III PERENCANAAN

3.1 Denah/ Lay out

32
33
3.2 Data Perencanaan

Pengambilan Lokasi: Jl. Galung Maloang, Bacukiki, Parepare, South Sulawesi 91125
Spesifikasi Lokasi
• Ketinggian: 53 mdpl
• Kemiringan: 1,5%
• Koordinat: 3°59'31.3"S 119°40'56.9"E
• Temperatur Minimum: 25,6o C
• Temperatur Rata-Rata: 28,5° C

34
Rencana Pesawat
1. Pesawat ATR 72-600

KARAKTERISTIK SATUAN MODEL F-27 Mk 500


Pounds 50706,32
Maximum Take Off Weight
kilogram 23000
Maximum Zero Fuel Weight kilogram 22350
Operating Empty Weight kilogram 13600
Length meters 27,2
Wingspan meters 27,1
Height meters 7,7
Seat Capacity pax 70
Pratt & Whitney Canada PW127XT-M
Engines
Power 2750 SHP
Range km 1,528
Maximum Payload kilogram 74000
Maximum Fuel Weight kilogram 5000
Take-Off Field Length meter 1314,9
Landing Field Length meter 915

35
2. Pesawat Rencana B-737-300

KARAKTERISTIK SATUAN MODEL B-737-300


Pounds 138500
Maximum Take Off Wight
Kilograms 62823
Pounds 124500
Maximum Take Landing
Kilograms 56470

36
Pounds 114000
Maximum Landing Weight
Kilograms 51720
Pounds 105000
Maximum Zero Fuel Weight
Kilograms 47625
Pounds 72100
Operating Empty Weight
Kilograms 32704
feet 109,53
Length
meters 33,40
feet 94,75
Wingspan
meters 28,88
feet 36,50

37
Height meters 11,13

feet 40,83
Wheelbase
meters 12,45
Maximum Cruising Speed km/h 933
crews 6
Maximum Seat Capacity
pax 124
Engines CFM56 Engines
Pounds 35600
Maximum Paylod
Kilograms 16150
Pounds 32030
Maximum Fuel Capacity
Kilograms 14520
feet 7500
Take-off field length (S/L at 30 C)
meters 2286
Tire pressure psi 166
feet 4700
Landing field length
meters 1433

3. Pesawat A-320-200

38
KARAKTERISTIK SATUAN MODEL F-27 Mk 500
Pounds 171960,56
Maximum Take Off Weight
kilogram 78000
Maximum Zero Fuel Weight kilogram 62500
Operating Empty Weight kilogram 42100
Length meters 37,6
Wingspan meters 35,8
Height meters 11,76
Wheelbase meters 12,64
Seat Capacity pax 144
CFMI CFM56-5A/5B, 2 x 25000-26500 lb
Engines
IAE V2500-A5, 2 x 25000-26500 lb
Range km 6100
Maximum Payload kilogram 16600
Maximum Fuel Weight kilogram 27200
Maximum Operating Altitude feet 41000
Take-Off Field Length at18143 kg
meter 2090
(40000lb), ISA, S/L
Landing field length meter 1530

39
3.3 Perencanan Runway

a. Koreksi Terhadap Ketinggian



𝐹𝑒 = 1 + 0,07
300
53
𝐹𝑒 = 1 + 0,07
300

Fe = 1,012
b. Koreksi Terhadap Temperatur
Ft = 1 + 0,01 {T - (15 – 0,0065 x h)}
Ft = 1 + 0,01 {28,5 - (15 – 0,0065 x 53}
Ft = 1,138
c. Koreksi Terhadap Kemiringan
Fs = 1 + ( 0,1 x S )

40
Fs = 1 + ( 0,1 x 1,5%)
Fs = 1 + ( 0,1 x 0,015)
Fs = 1,0015
1. Pesawat ATR 72-600
a. Landing Field Length : 915 m
𝑃𝐿
𝐴𝑅𝐹𝐿 =
𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑡 𝑥 𝐹𝑠
𝑃𝐿
915 =
1,012𝑥 1,138 𝑥 1,0015

PL = 1055 meter
b. Take off field length : 1314,9 m
𝑃𝐿
𝐴𝑅𝐹𝐿 =
𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑡 𝑥 𝐹𝑠
𝑃𝐿
1314,9 =
1,012𝑥 1,138 𝑥 1,0015

PL = 1516 meter
2. Pesawat Rencana B-737-300
a. Landing field length : 1433 m
𝑃𝐿
𝐴𝑅𝐹𝐿 =
𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑡 𝑥 𝐹𝑠
𝑃𝐿
1433 =
1,012𝑥 1,138 𝑥 1,0015

PL = 1652,79 meter
b. Take-off field length : 2286 m
𝑃𝐿
𝐴𝑅𝐹𝐿 =
𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑡 𝑥 𝐹𝑠
𝑃𝐿
2286 =
1,012𝑥 1,138 𝑥 1,0015

PL = 2636,63 meter
3. Pesawat A320-200
a. Landing field length : 1530 m
PL
ARFL =
Fe x Ft X Fs
PL
1530 =
1,012X 1,138 X 1,0015

PL = 1764,67 meter
b. Take-off field length : 2090 m

41
PL
ARFL =
Fe x Ft X Fs
PL
2090 =
1,012X 1,138 X 1,0015

PL = 2410,57 meter

Dari perhitungan Panjang runway diatas yang dipakai adalah 2636 meter Karena
merupakan perhitungan runway terpanjang. Kita merencanaka bandaranya dengan
Runway 2700 meter

➢ Lebar Landas pacu (Runway)

42
Berdasarkan SKEP 77-VI-2005 untuk lebar runway dari jenis pesawat yang
beroperasi di bandara Konro Pare Diperoleh 30 m dan Lebar bahu pesawat
sebesar 6 m. jadi lebar runway seluruhnya 42m

➢ Kemiringan memanjang (Longitudinal slope) Landas pacu.

Kemiringan landas pacu kode angka landasan 3C telah ditentukan berdasarkan


tabel Kemiringan Longitudinal Slope didapatkan data-data untuk kemiringan
memanjang sebagai berikut :
- Untuk kemiringan runway gradient adalah 1%
- Untuk kemiringan memanjang pada bagian landasan maksimum adalah 1.5%
- Untuk kemiringan memanjang pada ¼ ujung landasan maksimal 0.8 %.

➢ Kemiringan melintang (Transversal slope) Landas pacu.

Untuk golongan pesawat 3 maksimum kemiringan melintangya 2%

43
➢ Panjang, Lebar, kemiringan dan Perataan Strip Runway

Untuk kode angka penggolongan pesawat 3 yaitu


- Jarak min dari ujung landasan atau stopway sebesar 60 m
- Lebar strip landasan untuk landasan instrument sebesar 300 m
- Lebar strip landasan untuk landasan non instrumen sebesar 150 m
- Lebar area yang diratakan untuk landasan instrument sebesar 150 m
- Kemiringan memanjang max. Untuk area yang diratakan sebesar 1.75%
- Kemiringan transversal/melintang max. Dari areal yang diratakan sebesar 2.5 %
➢ Blastpad dan Runway Safety Area (RESA)

44
a. Blastpad, berdasarkan tabel dimensi stopway kode huruf C didapatkan lebar
runway beserta bahu paling kurang 60 m dan lebarnya adalah 30 m. Serta
kemiringannya adalah 0.3% per 30 m.
b. Runway Safety Area (RESA), menurut tabel dimensi Runway Safety Area
panjang area kemanan ujung landasan, dibuat dengan panjang secukupnya. 90
m untuk panjang minimum runway dengan nomor kode 3. Sedangkan lebar
RESA tidak boleh kurang dari 2 kali lebar runway yang ada, Untuk
kemiringan memanjang dan melintang maksimum 5%.

Ilustrasi Runway

45
3.4 Perencanaan geometrik taxiway

Geometrik Taxiway
Landasan penghubung (taxiway) didefinisikan sebagaijalan penghubung antara landas
pacu dengan pelataran pesawat (apron), kandang pesawat (hangar), terminal, atau fasilitas
lainnya di sebuah bandar udara. Taxiway harus dirancang dengan baik sehingga pesawat
yang baru saja mendarat tidak terganggu oleh pesawat yang bergerak untuk takeoff.
Dalam perencanaan kali ini pesawat rencana yang akan digunakan yaitu Boeing 737-300
karena pesawat tipe terbesar dari perencanaan ini.

Entarnce Taxiway
1. Jarak Taxiway dan Runway
Menurut tabel 2.1 pada Jarak Pemisahan Minimum untuk Taxiway jarak as taxiway
ke as runway untuk bandara dengan aircraft code III-C adalah 93 meter.

2. Dimensi Taxiway
Penentuan dimensi taxiway memiliki nilai minimum menurut ketentuan tabel 2.2
Dimensi Taxiway untuk Pesawat kode C, lebar taxiway untuk pesawat dengan roda
putaran ≥ 9 m adalah 18 m. Dan jarak bebas minimum dari sisi terluar roda utama
dengan tepi taxiway adalah 4.5 meter.

3. Taxiway Shoulders
Menurut tabel 2.3 minimum untuk kode pesawat III-C adalah 25 m, jadi lebar
Taxiway shoulders = 3.5 m (bahu Taxiway dengan perkerasan). Perhitungan tersebut
didapat dari 25 m – 18 m = 7 m, karena shoulders terdapat di kedua sisi taxiway maka
dibagi dua , dari perhitungan tersebut maka dapat diketahui lebar taxiway (landas
hubung) disetiap sisinya = 3.5 m.

46
4. Kemiringan Taxiway
• Taxiway Longitudinal Slopes
Taxiway Longitudinal Slope yaitu kemiringan memanjang maksimum taxiway
untuk kode pesawat III-C sesuai table 2.4 Didapatkan kemiringan memanjang
maksimum taxiway sebesar 1.5 % dan perubahan maksimum kemiringan adalah 1
per 30 m, serta jari-jari peralihan minimum 3000 m.
• Taxiway Transversal Slope
Taxiway Transversal slope, perencanaan kemiringan melintang dari taxiway harus
dapat mencegah terjadinya genangan air pada permukaan taxiway. Dimana
berdasarkan tabel 2.5 kemiringan melintangnya tidak kurang dari 1 %. Untuk
kode pesawat III-C kemiringan melintang maksimum dari Taxiway ditunjukkan
oleh tabel yaitu sebesar 1.5 %.

5. Taxiway Strips
Terdapat jarak minimum antara bagian tengah strip dan garis tengah taxiway.
Berdasarkan tabel 2.6 dan 2.7 diatas kemiringan melintang berbatasan dari
permukaan taxiway yang tidak horizontal sebesr 2.5 % dan kemiringan kebawah tidak
mencapai 5 % dari ukuran horizontal. Sedangkan untuk jarak minimum bagian tengah
strip dengan garis tengah (as) taxiway sejauh 12.5 m untuk pesawat tipe III-C. Agar
pesawat dapat berhenti penuh sebelum melalui persimpangan maka perlu memenuhi
ketentuan jarak lurus setelah belok dimana untuk kode C sebesar 75 m.

6. Rapid Exit Taxiway & Fillet Taxiway


Berdasarkan tabel 2.8 tentang jari-jari minimum taxiway untuk golongan pesawat III-
C kecepatan pesawat dalam keadaan basah adalah 93 km/jam, jari-jari minimum
belokan jalan pesawat sebesar 550 m. sedangkan sudut potong antara rapid exit
taxiway dengan runway adalah 30○ . Fillet taxiway adalah lebar taxiway tambahan
yang disediakan pada persimpangan taxiway untuk memfasilitasi beloknya pesawat
terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada. Berdasarkan tabel 2.9
dan tabel 2.10 untuk pesawat golongan III-C didapatkan nilai putaran taxiway (R)

47
adalah 30 m, panjang dari peralihan ke fillet (L) 45 m, lebar paralel taxiway 23 m dan
lebar dari dan keluar taxiway sebesar 26.5 m sedangkan untuk nilai jari-jari tikungan
sisi taxiway dan runway sebesar R1 = 41.5 m; R2 = 31.5 m; r0 = 53 m; r1 = 25 m dan
r2 = 35 m.

Exit Taxiway
Exit taxiway adalah jalan penghubung antara runway dengan taxiway. Masing-masing
tipe pesawat membutuhkan jarak dan sudut taxiway yang bervariasi. Lokasi Exit Taxiway
ditentukan oleh titik sentuh pesawat waktu mendarat pada landasan kelakuan pesawat
waktu mendarat.

Dimana :
Vot = kecepatan pendaratan
Vtd = kecepatan touchdown
Ve = Kecepatan keluar exit taxiway
a1 = perlambatan di udara
a2 = perlambatan di darat

Setelah pesawat touchdown dari runway, maka pesawat akan mengalami perlambatan dari
kecepatan touchdownnya menuju ke kecepatan yang lebih aman untuk segera berbelok
kearah taxiway. Kecepatan pesawat berbelok bergantung kepada sudut dari exit taxiway.
Kecepatan keluar exit taxiway ini adalah kecepatan ketika pesawat berada di tangent curve
exit taxiway.
Jarak dari titik thresold ke lokasi exit taxiway dihitung menggunakan persamaan 5,
berdasarkan Ve = 30○ , 45○ , 90○ dapat dilihat pada tabel berikut.
Rumus :

48
Tabel Jarak dari Thresold ke lokasi Exit
Taxiway

Desain D (m)
Group 30⁰ 45⁰ 90⁰
I 411 595 705
II 938 1112 1231
III 1389 1563 1683

(Sumber : Hasil Perhitungan)

Menurut Heru Basuki, 1986. Jarak titik touchdown ke exit taxiway harus ditambahkan
faktor koreksi elevasi dan faktor koreksi temperature dengan beberapa ketentuan berikut:
• Faktor koreksi elevasi = 1,012
• Faktor koreksi temperature = 1,138

Maka D terkoreksi yaitu D x Faktor koreksi elevasi x Faktor koreksi temperature untuk
masing-masing sudut adalah sebagai berikut :

Tabel Jarak dari Touchdwon ke Lokasi Exit Taxiway


Terkoreksi

Kategori D (m)
Pesawat 30⁰ 45⁰ 90⁰
I 473 685 812
II 1080 1281 1418
III 1600 1800 1938

(Sumber : Hasil Perhitungan)

49
Sehingga, jarak total dari threshold ke exit taxiway menjadi : S = Jarak Touchdown + D
ke lokasi Exit Taxiway

Tabel Jarak dari Thresold ke Lokasi Exit Taxiway


Desain D (m)
Group 30⁰ 45⁰ 90⁰
I 773 985 1112
II 1380 1581 1718
III 1900 2100 2238
(Sumber : Hasil Perhitungan)

Exit Taxiway di desain untuk memungkinkan pesawat membelok dengan kecepatan yang
lebih tinggi, hal itu akan mengurangi waktu yang diperlukan pesawat untuk segera
meninggalkan landas pacu (Horonjeff, 1988). Untuk penentuan sudut, harus dipilih sudut
yang memungkinkan untuk pesawat melintas dengan kecepatan tinggi yaitu sudut 30⁰ dan
sudut 45⁰

Perencanaan jarak minimum untuk penentuan jumlah exit taxiway


Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil perencanaan untuk letak exit taxiway
didapatkan jarak total minimum dari threesold ke lokasi exit taxiway (D). Dimana dalam
buku Merancang, Merencana Lapangan Terbang hal. 204 jarak touchdown ditentukan
berdasarkan design group pesawat. Dibawah ini merupakan tabel jarak threshold ke titik
exit taxiway, dalam perencanaan digunakan exit taxiway bersudut 30⁰.

Tabel Jarak dari Thresold sampai titik awal kurve exit taxiway
Desain Jarak D (m)
Group Touchdwon 30⁰ 45⁰ 90⁰
I I 773 985 1112
II II 1380 1581 1718
III III 1900 2100 2238
(Sumber : Hasil Perhitungan)

50
Ilustrasi Taxiway

51
Perencanaan Apron

Kelompok Pesawat Berdasarkan Ukuran Bentang Sayap

Kelompok Jenis Pesawat Bentang Sayap Panjang Badan


(m) (m)
III ATR 72-600 27,1 27,2
24 m < L ≤ 36 m B-737-300 28,88 33,4
A-320-200 35,8 37,6

Keterangan:
c. = Jarak ujung sayap diantara dua pesawat
d. = Jarak ujung sayap pesawat yang sedang melakukan taxi dan pesawat yang diparkir
atau dengan obyek lain
e. = Jarak antara hidung pesawat dengan gedung terminal
f. = Panjang badan pesawat
g. = Jarak antara ujung sayap dengan ujung sayap (lebar pesawat)
h. = Lebar total apron yang dibutuhkan

52
Jarak bebas antar pesawat di apron

Jarak antara hidung pesawat dengan gedung terminal

Ukuran dimensi pesawat yang terbesar adalah dengan bentang sayap 35,8 m dan panjang
pesawat 39,1 m. Diambil jarak antara gedung pesawat dengan gedung terminal sejauh 9
meter sehingga perhitungan dimensi apron sebagai berikut:
a = 7,5 meter
b = 7,5 meter
c = 9 meter
L = e = 35,8 meter
d = 37,6 meter

Panjang = c + d +2b + e
= 9 + 37,6 + 2(7,5) + 35,8
= 97,4 meter
= 4 x 97,4
= 389,6 meter

Lebar = 4a + 3L
= 4(7,5) + 3(35,8)
= 137,4 meter
= 4 x 137,4
= 549,6 meter

53
Luas = Panjang x Lebar
= 395,6 meter x 549,6 meter
= 13.321,83 meter²

3.5 Perencanaan Perkerasan

Perencanan Tebal Perkerasan dengan Metode FAA


Dalam perhhitungan perkerasan pada pengembangan sisi udara Bandar Udara ini
digunakan jangka waktu menengah 10 tahun (2042).
Dalam menghitung tebal lapisan perkerasan lentur/kaku, lebih dahulu dihitung ESWL
(Equivalent Single Wheel Load) pesawat yang akan datang dan pergi dengan persamaan :

Dimana :
MTOW = Berat Takeoff Maksimum
0.95 = Konstanta karena 95% beban dipikul oleh roda pendaratan utama.
Nr = Jumlah roda pendaratan utama.

No Jenis Pesawat MTOW (kg) Jenis Roda ESWL (kg)


1 ATR 72 -600 23000 DW 5463
2 B737-300 62823 DW 14921
3 A320-200 78000 DW 18525

I. Menentukan Pesawat Rencana


Pesawat dipilih dari Pesawat terbersar yang direncakan akan beroperasi di Bandar Udara
yang menghasilkan total EAD terbesar, sehingga didapatkan ketebalan lapis keras terbesar.
Dan Pesawat yang digunakan adalah Pesawat AirBus A320-200 yang merupakan Pesawat
terbesar pada bandara ini.
Kelompok Jenis Pesawat Bentang Sayap Panjang Badan
(m) (m)
III ATR 72-600 27,1 27,2
24 m < L ≤ 36 m B-737-300 28,88 33,4
A-320-200 35,8 37,6

54
II. Menentukan Equivalent Annual Departure (EAD)
Mencari dengan menggunakan pesawat campuran (R2), setelah mengetahaui pesawat
rencana selanjutnya dapat ditentukan nilai Annual Departure Pesawat rencana atau berapa
jumlah pesawat akan parker pada Landasan Pacu (Runway) tersebut.

Prediksi Jumlah Pergerakan Pesawat Tahunan (2022-2042)


Tahun Pergerakan Pesawat
Jenis Pesawat
2022 2023 2024 2025 2026
ATR 72-600 180 180 185 185 190
B 737-300 110 115 130 130 135
A320-200 0 0 110 110 110

Tahun Pergerakan Pesawat


Jenis Pesawat
2027 2028 2029 2030 2031
ATR 72-600 160 170 165 165 0
B 737-300 110 105 100 105 115
A320-200 140 140 140 140 150

Tahun Pergerakan Pesawat


Jenis Pesawat
2032 2033 2034 2035 2036
ATR 72-600 0 140 140 135 140
B 737-300 0 0 130 130 135
A320-200 150 150 155 160 160

Tahun Pergerakan Pesawat


Jenis Pesawat
2037 2038 2039 2040 2041 2042
ATR 72-600 0 100 105 100 100 100
B 737-300 0 115 130 130 135 135
A320-200 165 170 160 170 170 170

55
Jumlah Pergerakan Tahunan Pada Jam Sibuk
Jumlah Pergerakan Pesawat Pada Jam Sibuk
Jenis Pesawat
Kuantitas Jumlah Pesawat Hari Total
ATR 72-600 18 5 45 4050
B 737-300 9 5 45 2025
A320-200 10 5 45 2250
Total Jumlah Pesawat 8325

Jumlah Seluruh Pergerakan Pesawat Tahunan (20022-2042)


Jumlah Seluruh Pergerakan Total Pesawat Tahunan (2022-2042)
Jenis Pesawat
Pesawat Tahunan Pesawat Tahunan Pada Jam Sibuk Total
ATR 72-600 2640 4050 6690
B 737-300 2195 2025 4220
A320-200 2820 2250 5070
Total Jumlah Pesawat 15980

Berdasarkan Data Pergerakan Pesawar pada phase ultimate diambil jumlah Pesawat tahunan, dan
didapatkan jumlah forecast annual departure Pesawat tahun 2022-2042, dimana setiap tipe roda
pendaratan utama Pesawat campuran dikonversikan terlebih dahulu ke tipe roda pendaratan utama
Pesawat rencana yaitu dual wheel, dengan cara berikut:

Hasil Analisa Konversi ke Tipe Roda Pendaratan Utama Pesawat Rencana


Jenis Tipe Faktor Pergerakan Pergerakan
No Pesawat Tipe Roda Roda Konversi Tahun Konversi
Konversi (2002-2022)
1 ATR 72- DW DW 1 6690 6690
600
2 B 737-300 DW DW 1 4220 4220
3 A320-200 DW DW 1 5070 5070

III. Menentukan Beban Roda Pesawat W1 dan W2

W1 atau W2 = MTOW x 95% x 1


𝑁
W1 digunakan untuk pesawat Rencana dan W2 untuk pesawat campuran

56
No Jenis Pesawat MTOW (kg) W (kg)
1 ATR 72 -600 23000 5463
2 B737-300 62823 14921
3 A320-200 78000 18525

IV. Menentukan EAD (R1)


EAD Pesawat Rencana (R1) didapatkan dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

1) Equivalen Annual Departure Pesawat Rencana A320-200 (R1), untuk Pesawat


Campuran A320-200 (R2 = 5070)
Log R1 = Log R2 x (𝑊2)1/2
𝑊1

Log R1 = Log 5070 x (18525)1/2


18525

Log R1 = 3,705
R1 = 103,705
R1 = 5069
2) Equivalen Annual Departure Pesawat Rencana AirBus A320-200 (R1), untuk
Pesawat Campuran ATR 72 -600 (R2 = 6690)
Log R1 = Log R2 x (𝑊2)1/2
𝑊1

Log R1 = Log 6690 x ( 5463 )1/2


18525

Log R1 = 2,077
R1 = 102,077
R1 = 119,39
3) Equivalen Annual Departure Pesawat Rencana AirBus A320-200 (R1), untuk
Pesawat Campuran B737-300 (R2 = 4220)
Log R1 = Log R2 x (𝑊2)1/2
𝑊1

Log R1 = Log 4220 x (14921)1/2


18525

Log R1 = 3,25
R1 = 103,25
R1 = 1790

57
Perhitungan EAD Pesawat Rencana (Hasil Analisa)
Wheel Load Equivalent
Dual Gear Wheel Load kg Pesawat Annual Departure
Jenis Pesawat Departure (W2) Rencana kg Pesawat Rencana
(R2) (W1) (R1)
ATR 72-600 6690 5463 18525 119,39
B 737-300 4220 14921 18525 1790
A320-200 5070 18525 18525 5069
∑R1 = 6978,39

Jadi, Equivalent Annual Departure dari Pesawat Rencana adalah 6978,39 agar perencanaan tebal
perkerasan yang didapat lebih aman dan untuk jangka waktu cukup lama maka diambil R1 =
8000
V. Menentukan Tabel Perkerasan
Berdasarkan perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, maka didapat data sebagai
berikut:
• Total Annual Departure = 8.000
• Jenis Pesawat = AirBus A320-200
• CBR Sub-Grade = 6%
• CBR Sub-Base = 30%
• MTOW = 78000kg atau 171960 lbs

58
59
1) Tebal perkerasan Total atau Sub Grade
Dari grafik diatas dengan pesawat Rencana A320-200 dengan MTOW = 171960 lbs
didapatkan dengan ketebalan total = 28,8 inchi
2) Tebal Subbase
Dari table CBR ambil 30% kemudian terbaca = 7,9 inchi, maka tebal Subbbase
sebesar 28,8-7,9 = 20,9 inchi
3) Tebal Surface
Pada grafik perkerasan flexible metode CBR (US. Army Corps Of Engineers Design
Method), ditentukan tebal lapisan permukaan sebesar 3 inchi (tebal minimum),
bahan yang digunakan adalah Aspal Beton (AC). Tebal Aspal Beton 3 inchi
Ekivalen = (1,7 / 0,95) x 3 inchi = 5,368 inchi.
4) Tebal Base Course
Tebal lapisan pondasi diambil dari tebal minimum yaitu 6 inchi, bahan yang
digunakan adalah batu pecah (crushed stone base). Tebal crushed stone base 6 inchi
Ekivalen = (1,4 / 0,95) x 6 inchi = 8,842 inchi tebal lapisan agregat alam = 9 inchi.
5) Tebal Subbase Course
= Tebal Perkerasan Total – (surface + Base)
= 28,8 inchi – (5,368 +8,842) = 14,59 inchi
Hasil Desain Tabel Perkerasan Lentur (flexible pavement) Runway
Tebal Rencana
Lapisan Bahan
Inchi Cm
Surface Aspal Beton 5 13
Base Course Batu Pecah 9 23
Subbase Course Agregat Alam 14,59 37
Total 29 73

60
BAB IV KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan dan perencanaan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :


1. Diprediksi untuk jangka menengah 20 tahun (2042) jumlah 10320 sebesar 10,320 orang
per tahun dan pergerakan pesawat sebesar 8,325 pergerakan per tahun.
2. Dibutuhkan panjang runway sebesar 2700 meter dan lebar 30 meter.
3. Didapatkan perhitungan taxiway dengan lebar 18 meter dan bahu taxiway sebesar 4,5 meter
pada tiap sisinya. Untuk taxiway yaitu pada jarak 773 meter dan jarak 1380 meter dari
threesold runway dengan sudut 30o
4. Luas Apron yang dibutuhkan 13.321,83 m2 untuk kebutuhan pelayanan hingga tahun 2042.
5. Pada perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur (flexible pavement) untuk umur
rencana jangka menengah 20 tahun (2042) didapatkan subbase course = 37 cm, Base
Coarse = 23 cm, Surface Coarse = 13 cm . Jadi total tebal perkerasan 73 cm

61
DAFTAR PUSTAKA

Bethary, R. T., & Pradana, M. F. (2016). ANALISA PENGEMBANGAN GEOMETRI


LANDASAN (Studi Kasus Bandara Husein Sastranegara). Fondasi : Jurnal Teknik
Sipil, 5(1). https://doi.org/10.36055/jft.v5i1.1247

Dwi, E. (2017). Perencanaan Pengembangan Runway dan Taxiway Bandar Udara Juwata –
Tarakan. Warta Ardhia, 42(4), 203–208. https://doi.org/10.25104/wa.v42i4.250.203-
208

Kementerian Perhubungan. (2015). Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia


Nomor 96. Jakarta: Departemen Perhubungan, 1–45.

Nursalam, 2016, metode penelitian, & Fallis, A. . (2013). Spesifikasi Pesawat. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Setiani, B. (2015). Prinsip-prinsip Manajemen Pengolaan Bandar Udara. Jurnal Ilmiah


WIDYA, 25, 25–32.

Setiawan, G. (2019). BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1–64.
Gastronomía Ecuatoriana y Turismo Local., 1(69), 5–24.

Suparyanto dan Rosad (2015. (2020). 済無No Title No Title No Title. Suparyanto Dan
Rosad (2015, 5(3), 248–253.

ATR. (2020). ATR72-600 Factsheet. Atr, 22–23. https://www.atr-aircraft.com/wp-


content/uploads/2020/07/Factsheets_-_ATR_72-600.pdf

62

Anda mungkin juga menyukai