Disusun oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “PERENCANAAN
BANDARA DI KOTA PARE-PARE” dapat kami selesaikan dengan baik. Begitu pula atas
limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini
dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media
internet.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Harapan kami, informasi dan materi yang
terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Kami
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang
lebih baik pada kesempatan berikutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
Pare-pare adalah sebuah kota di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota ini
memiliki luas wilayah 99,33 km² dan berpenduduk sebanyak 152.992 jiwa. Secara
geografis Kota Parepare terletak antara 3o 57’39”– 4o04’49” LS dan 119o36’24” –
119o43’40” BT. Sedangkan ketinggiannya bervariasi antara 0 – 500 meter diatas
permukaan laut. Sebagai kota yang terus berkembang haruslah memiliki infrastruktur
transportasi yang memadai sebagai urat nadi dalam pertumbuhan disegala sektor
kehidupan.
Kota Pare-Pare bisa dicapai dengan transportasi darat atau laut. Parepare terletak di
jalur utama lalu lintas ke Sulawesi Barat, Tana Toraja dan Palopo. Pelabuhan Nusantara
menghubungkan Parepare dengan kota-kota di pesisir Kalimantan, Surabaya dan kota-kota
pelabuhan di Indonesia bagian timur. Parepare juga merupakan pelabuhan bagi orang -
orang di daerah Ajatappareng. Tetapi untuk menjangkau dengan transportasi udara masih
sulit karena tidak adanya bandara di kota tersebut, bandara terdekat untuk ke pare pare
yaitu Bandara Internasional Sultan Haanuddin yang berjarak kurang lebihi 140 km.
Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan bandara baru di kota Pare-pare yang
diberi nama bandara Konro Pare yang berada tidak jauh dari kota Pare-pare lebih tepatnya
didaerah Bacukiki kota Pare-pare. Bandara ini rencananya dibangun untuk membantu
akses menuju Pare-pare terutama untuk wisatawan yang ingiin berkunjung ke kota tersebut
dan juga membantu dalam akomodasi dalam sektor perindustrian yang diharapkan
pergerakan barang dan jasa lebih cepat dan akhirnya dapat memacu pertumbuhan kota
Pare-pare.
1.2 Tujuan
1
BAB II LANDASAN TEORI
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan atau perairan dengan batas-batas
tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik
turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan,
serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya (Kementerian Perhubungan, 2015).
Bandar udara terdiri atas bandar udara umum dan bandar udara khusus. Bandar
udara umum adalah bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan umum.
Sedangkan bandar udara khusus adalah bandar udara yang hanya digunakan untuk
melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.
Bandar udara memiliki peran sebagai:
1. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian;
3. Tempat kegiatan alih moda transportasi;
4. Pendorong dan penunjang kegiatan industry dan/atau perdagangan;
5. Pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan, dan penanganan
bencana; serta
6. Prasarana memperkukuh wawasan nusantara dan kedaulatan negara.
Bandar udara berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan
pengusahaan. Penggunaan bandar udara terdiri atas bandar udara internasional dan bandar
udara domestik.
2
Rencana induk bandar udara berlaku selama 20 tahun dan paling sedikit memuat:
a. Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo;
b. Kebutuhan fasilitas
Yang dimaksud dengan fasilitas adalah
1) Fasilitas pokok, meliputi:
a) Fasilitas keselamatan dan keamanan, antara lain
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan – Pemadam
Kebakaran (PKP-PK), salvage, alat bantu pendaratan
visual (Airfield Lighting System), sistem catu daya
kelistrikan, dan pagar;
b) Fasilitas sisi udara, antara lain:
(1) Landas pacu (runway);
(2) Runway Strip, Runway End Safety Area (RESA),
Stopway, Clearway;
(3) Landas hubung (taxiway);
(4) Landas parkir (apron);
(5) Marka dan rambu; dan
(6) Taman meteo (fasilitas dan peralatan pengamatan
cuaca).
c) Fasilitas sisi darat (landside facility), antara lain:
(1) Bangunan terminal penumpang;
(2) Bangunan terminal kargo;
(3) Menara pengatur lalu lintas penerbangan (control
tower);
(4) Bangunan operasional penerbangan;
(5) Jalan masuk (access road);
(6) Parkir kendaraan bermotor;
(7) Depo pengisian bahan bakar pesawat udara;
(8) Bangunan hanggar;
(9) Bangunan administrasi/perkantoran;
(10) Marka dan rambu; serta
3
(11) Fasilitas pengolahan limbah.
2) Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara langsung dan
tidak langsung menunjang kegiatan Bandar udara dan memberikan
nilai tambah secara ekonomis pada penyelenggaraan bandar udara,
antara lain fasilitas perbengkelan pesawat udara, fasilitas
pergudangan, penginapan/hotel, toko, restoran, dan lapangan golf.
c. Tata letak fasilitas;
d. Tahapan pelaksanaan pembangunan;
e. Kebutuhan dan pemanfaatan lahan;
f. Daerah lingkungan kerja
Daerah lingkungan kerja bandar udara merupakan daerah yang
dikuasai badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara,
yang digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan
pengoperasian fasilitas bandar udara. Pada daerah lingkungan kerja bandar
udara yang telah ditetapkan, dapat diberikan hak pengelolaan atas tanah
dan/atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Batas daerah lingkungan kerja ditetapkan dengan
koordinat geografis.
g. Daerah lingkungan kepentingan
Daerah lingkungan kepentingan Bandar udara merupakan daerah di
luar lingkungan kerja Bandar udara yang digunakan untuk menjamin
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas
penumpang dan kargo. Batas daerah lingkungan kepentingan ditetapkan
dengan koordinat geografis. Pemanfaatan daerah lingkungan kepentingan
Bandar udara harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Perhubungan.
h. Kawasan keselamatan operasi penerbangan
Batas kawasan keselamatan operasi penerbangan ditetapkan dengan
koordinat geografis. Kawasan keselamatan operasi penerbangan terdiri atas:
1) Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas, merupakan suatu
kawasan perpanjangan kedua ujung landas pacu, di bawah lintasan
4
pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang
dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu;
2) Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, merupakan sebagian
dari kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-
ujung landas pacu dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan;
3) Kawasan di bawah permukaan transisi, merupakan bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dan berjarak tertentu dari sumbu landas
pacu, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan
garis-garis datar yang ditarik tegak lurus pada sumbu landas pacu,
dan pada bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan
permukaan horizontal dalam;
4) Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam, merupakan bidang
datar di atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius
dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat
udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau
setelah lepas landas;
5) Kawasan di bawah permukaan kerucut, merupakan bidang darisuatu
kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan
dengan horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis
perpotongan dengan permukaan horizontal luar, masing- masing
dengan radius dan ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi
yang ditentukan;
6) Kawasan di bawah permukaan horizontal-luar, merupakan bidang
datar di sekita Bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian
dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi
operasi penerbangan, antara lain, pada waktu pesawat udara
melakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal
landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam
pendaratan.
5
i. Batas kawasan kebisingan.
Batas kawasan kebisingan merupakan kawasan tertentu di sekitar
Bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara yang
terdiri atas kebisingan tingkat I, tingkat II, dan tingkat III. Kawasan
kebisingan tingkat I, merupakan tanah dan ruang udara yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan, kecuali
untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit, dengan tingkat kebisingan
antara 70 hingga 75 desibel. Kawasan kebisingan tingkat II, merupakan
tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis
kegiatan dan/atau bangunan, kecuali untuk jenis kegiatan dan/ataubangunan
sekolah, rumah sakit, dan rumah tinggal, dengan tingkat kebisingan antara
75 hingga 80 desibel. Kawasan kebisingan tingkat III, merupakan tanah dan
ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas Bandar
Udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur
hijau atau sarana pengendalian lingkungan dan pertanian yang tidak
mengundang burung dengan tingkat kebisingan lebih dari 80 desibel. Batas
kawasan kebisingan ditetapkan dengan koordinat geografis.
Penetapan lokasi bandar udara diajukan oleh Pemrakarsa bandar udara kepada Menteri
Perhubungan. Pemrakarsa dimaksud dapat berupa pemerintah, pemerintah daerah, Badan
Usaha Milik Negara/Daerah, atau badan hukum Indonesia yang mempunyai hak untuk
pelaksanaan pembangunan, mengoperasikan dan mengusahakan bandar udara. Pemrakarsa
bandar udara dilarang memindahkan penetapan lokasi yang ditetapkan oleh Menteri
Perhubungan kepada pihak lain, kecuali dalam keadaan tertentu atas izin Menteri
Perhubungan.
6
pengoperasian, dan pengembangan Bandar udara. Rencana Induk Nasional
Bandar Udara memuat kebijakan nasional bandar udara dan rencana lokasi
bandar udara beserta penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara.
Rencana Induk Nasional Bandar Udara disusun dengan memperhatikan:
a. Rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah
provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
c. Potensi sumber daya alam;
d. Perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun
internasional;
e. Sistem transportasi nasional;
f. Keterpaduan intermoda dan multimoda; dan
g. Peran bandar udara
2. Keselamatan dan keamanan penerbangan
Keselamatan penerbangan merupakan suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara,
bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas
penunjang dan fasilitas umum lainnya. Sedangkan keamanan penerbangan
merupakan suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada
penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan
pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur.
a. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dankegiatan
lain terkait di lokasi bandar udara;
b. Kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah,
teknis pembangunan, dan pengoperasian
Kelayakan ekonomis adalah kelayakan yang dinilai akan
memberikan keuntungan secara ekonomis bagi pengembangan
wilayah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kelayakan
finansial adalah kelayakan yang dinilai akan memberikan
keuntungan bagi badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara
bandar udara. Kelayakan sosial adalah kelayakan yang dinilai
7
berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh adanya bandar udara
tidak akan meresahkan masyarakat sekita serta memberikan nilai
tambah bagi masyarakat sekitar. Kelayakan pengembangan wilayah
adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan kesesuaian dengan
rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota. Kelayakan teknis pembangunan adalah kelayakan
yang dinilai berdasarkan factor kesesuaian fisik dasar antara lain
topografi, kondisi meteorology dan geofisika, serta daya dukung
tanah. Kelayakan pengoperasian adalah kelayakan yang dinilai
berdasarkan jenis pesawat, pengaruh cuaca, penghalang,
penggunaan ruang udara, dukungan navigasi penerbangan, serta
prosedur pendaratan dan lepas landas.
c. Kelayakan lingkungan.
Kelayakan lingkungan adalah suatu kelayakan yang dinilai dari
besarnya dampak yang akan ditimbulkan serta kemampuan
mengurangi dampak (mitigasi), pada masa konstruksi,
pengoperasian, dan/atau pada tahap pengembangan selanjutnya.
8
2. Rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan aksesibilitas
dalam penyelenggaraan bandar udara
Rekomendasi dimaksud berupa surat pernyataan mengenai jaminan penyediaan
paling sedikit meliputi prasarana jalan yang digunakan dari dan ke bandar udara,
fasilitas listrik, air minum, drainase, telekomunikasi, informasi, dan/atau bahan
bakar dari instansi sesuai dengan kewenangannya.
3. Bukti penetapan lokasi bandar udara
Bukti penetapan lokasi bandar udara merupakan penetapan lokasi bandar udara
yang memuat titik koordinat bandar udara dan rencana induk bandar udara.
4. Rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara
Rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara merupakan dasar
pelaksanaan kegiatan pembangunan Bandar Udara yang disusun berdasarkan
rencana peruntukan Bandar Udara dalam kaitan menampung pesawat udara yang
akan mendarat dan lepas landas, penumpang, dan barang yang mencakup gambar
dan spesifikasi teknis bangunan, fasilitas dan prasarana termasuk struktur bangunan
dan bahan, serta fasilitas elektronika, listrik, dan mekanikal sebagai penunjang
Keselamatan Penerbangan. Rancangan teknis tersebut harus mendapatkan
pengesahan dan paling sedikit memuat mengenai:
a. Kondisi tanah dasar;
b. Peta topografi;
c. Tata letak fasilitas pokok bandar udara, termasuk fasilitas bantu navigasi
penerbangan;
d. gambar arsitektur;
e. gambar konstruksi; dan
f. gambar mekanikal, elektrikal, dan peralatan navigasi Penerbangan.
5. Kelestarian lingkungan
Kelestarian lingkungan merupakan izin lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
Pengembangan di luar rencana induk bandar udara dimungkinkan dalam hal:
1. Terdapat perubahan lingkungan strategis;
9
2. Peningkatan permintaan kebutuhan angkutan udara;
3. Peningkatan kapasitas untuk pelayanan; dan
4. Disetujui oleh Menteri Perhubungan.
Pembangunan bandar udara dilaksanakan setelah memperoleh Izin Mendirikan
Bangunan Bandar Udara dari Menteri Perhubungan. Pembangunan yang
diprakarsai oleh Pemerintah Republik Indonesia, dana pembangunan dilaksanakan
sesuai dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diajukan secara tertulis oleh
Pemrakarsa kepada Menteri Perhubungan dengan melampirkan:
1. Bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan;
2. Rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhadap utilitas dan
aksesibilitas dalam penyelenggaraan bandar udara;
3. Bukti penetapan lokasi bandar udara;
4. Rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara yang sudah disahkan;
5. Izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
6. Bukti kemampuan finansial, berupa:
a. Tanda bukti modal disetor Tanda bukti modal disetor merupakan syarat
bagi pembangunan bandar udara yang diprakarsai oleh badan hukum
Indonesia, dengan nilai sedikitnya 5% dari total perkiraan biaya
pembangunan.
b. Pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan bandar
udara Pernyataan dimaksud berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, apabila pembangunan diprakarsai oleh pemerintah daerah, dan
dari bandar udara yang diprakarsai oleh Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah.
Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara diterbitkan paling lambat 30 hari kerja sejak
diterimanya permohonan secara lengkap dan memenuhi persyaratan. 65 Apabila
permohonan Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara ditolak, harus disertai dengan
alasan penolakan.
10
Kewajiban Pemegang Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara
Sebagai bangunan yang dalam pembangunan dan penyelenggaraannya dapat
membahayakan masyarakat sekitar dan mempunyai risiko bahaya yang tinggi,
pembangunan bandar udara harus memperhatikan ketentuan keselamatan dan keamanan
penerbangan, mutu pelayanan jasa kebandarudaraan, kelestarian lingkungan, serta
keterpaduan intermodal dan multimoda. Pembangunan dan pengembangan bandar udara
harus mempertimbangkan:
1. Kebutuhan jasa angkutan udara;
2. Pengembangan pariwisata;
3. Pengembangan potensi ekonomi daerah dan nasional;
4. Keterpaduan intermodal dan multimoda;
5. Kepentingan nasional;
6. Keterpaduan jaringan rute angkutan udara; dan/atau
7. Pelestarian lingkungan.
Selain itu, pembangunan Bandar Udara harus memenuhi standar keselamatan dan
keamanan penerbangan yang meliputi:
1. Standar rancang bangun dan/atau rekayasa fasilitas bandar udara;
2. Standar pelatihan dan utilitas bandar udara; dan
3. Standar kelaikan fasilitas dan peralatan bandar udara.
Pemegang Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara dalam melaksanakan pembangunan
wajib:
1. Menaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan keamanan
penerbangan dan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
2. Bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan
pembangunan bandar udara yang bersangkutan;
3. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara sesuai dengan rencana induk
bandar udara;
4. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara secara nyata paling lambat 1
tahun sejak Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara ditetapkan;
5. Melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara sesuai dengan jadwal dan
tahapan pembangunan/pengembangan dalam rencana induk bandar udara;
11
6. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan bandar udara secara berkala setiap
6 bulan kepada Menteri Perhubungan, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya; serta
7. Melaporkan hasil pembangunan bandar udara kepada Menteri Perhubungan setelah
selesainya pembangunan bandar udara.
Runway (landasan pacu) merupakan suatu area pada bandar udara yang digunakan
untuk lepas landas (take off) dan mendarat (landing) pesawat udara yang beroperasi pada
bandar udara. Runway memeiliki beberapa bagian yaitu,
a. Bahu landasan (Shoulder) merupakan area pembatas pada akhir tepi perkerasan
landasan pacu yang dipersiapkan untuk menahan hembusan jet dan 8 menampung
peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat serta penyediaan daerah
peralihan antara bagian perkerasan dan runway strip.
b. Bantalan hembusan (Blast pad) merupakan area yang dibuat untuk mencegah
terjadinya erosi pada permukaan yang berdekatan dengan ujung runway.ICAO
menetapkan panjang bantalan hembusan 100 ft (30m)
c. Wilayah aman landasan pacu merupakan area bersih , terdapat saluran, bahu
runway, rat dan perkerasan landasan, bantalan hembusan, serta wilayah untuk
pemberhentian.
12
a. Runway Tunggal
Runway tunggal memiliki kapasitas berkisar 50-100 pelayanan/jam dalam keadaan
VFR (Visual Flight Rules) dan 50-70 pelayanan/jam pada keadaan IFR (Instrument
Flight Rules).
b. Runway Sejajar
Pada landasan pacu sejajar dengan jarak yang kecil, sedang dan jauh, kapasitas
setiap jamnya bisa bermacam-macam dari 100 hingga 200 pada keadaan VFR,
tergantung dari kondisi kombinasi pesawat. Di bawah keadaan IFR, daya tampung
jarak dekat setiap jamnya adalah 50 hingga 60 pelayanan, tergantung dari
kombinasi pesawat. Pada landasan pacu sejajar dengan jarak sedang, kapasitasnya
60 hingga 75 operasi per jam, sedangkan kecepatan landasan pacu interval adalah
100 hingga 125 pelayanan setiap jamnya.
13
Gambar 2.3 Runway Dua Jalur (Setiawan, 2019)
d. Runway Bersilangan
Kemampuan landasan pacu bersilang sebagian besar bergantung pada
persimpangan landasan pacu dan pengoperasian landasan pacu, yang disebut taktik
(take off atau landing).
e. Runway V Terbuka
Landasan pacu dengan konfigurasi terbuka berbentuk V merupakan landasan pacu
dengan arah berbeda (divergen) namun tidak saling memotong. Pada keadaan IFR,
tergantung pada campuran pesawat, kapasitas strategi ini berkisar dari 50 hingga
80 operasi per jam, sedangkan dalam kasus VFR adalah 60 hingga 180 pelayanan.
14
Gambar 2.5 Runway V Terbuka (Setiawan, 2019)
15
diperlukan akan semakin panjang. Angin buritan (tail wind) maksimum yang
dibolehkan bertiup dengan kecepatan 10 knot.
e. Koreksi Permukaan Runway
Dalam kasus permukaan landasan pacu, sangat penting untuk menghindari genangan
air (standing water) yang dapat membahayakan pengoperasian pesawat. Setelah
dilakukan pencarian koreksi elevasi, koreksi temperatur, koreksi slope serta koreksi
angin permukaan, didapatkan persamaan untuk panjang landasan pacu yang
direncanakan sebagai berikut:
Lr = ARFL x Ft x Fe x Fs + Fa
16
d. Rutenya dipilih jarak terpendek dari bangunan terminal menuju ujung landasan
yang dipakai untuk awal lepas landas
Standar Desain dan Persyaratan
Perencanaan tikungan dan lebar tambahan tikungan (fillet) pada taxiway
17
Keterangan:
F = Jari-jari tikungan tambahan (fillet) terhadap taxiway centerline
L = panjang jalur tikungan tambahan (fillet) hingga pada ujung belokan taxiway
R = Jari-jari belokan taxiway
18
Tabel 2.1 Jarak antara garis tengah taxiway dan garis tengah Runway (m)
Dimensi Taxiway
Desain dari taxiway harus memiliki faktor keamanan yang diizinkan karena
pergerakan pesawat sangat cepat, ketika cockpit menuju taxiway yang diperhatikan
garis tengah dari taxiway, jarak diantaranya harus terbebas dari hambatan terutama
yang diluar roda pesawat dan ujung dari taxiway,
19
Sumber : SKEP/77/VI/2005
20
Gambar 2.10 Penampang kemiringan melintang taxiway
Sumber : SKEP/77/VI/2005
Taxiway Strips.
Jarak minimum bagian tengah darigaris tengah taxiway seperti dalam tabel 2. 6 berikut,
21
Tabel 2.7 Jarak lurus minimum setelah belokan taxiway
Sumber : SKEP/77/VI/2005
22
Fillet Taxiway
23
Tabel 2.10 Jari-jari Fillet
Sumber : SKEP/77/VI/2005
Taxiway Strenght.
Pada kekuatan taxiway sama dengan landas pacu (runway)
Pemisahan jarak antara garis tengah dari taxiway dan garis tengah dari runway, garis
tengah sejajar runway memiliki dimensi minimum yang spesifik dalam tabel berikut,
kecuali untuk operasi dengan jarak pemisahan yang rendah diijinkan dan jika pemisahan
jarak lebih rendah cenderung tidak mempengaruhi keamanan dalam operasi penerbangan.
Table 2.12 Jarak antara garis tengah dari taxiway dan garis tengah dari runway
Sumber : SKEP/77/VI/2005
Taxiway Curves.
Perubahan arah dalam taxiway harus memenuhi raradius minimum , penetapan rencana
kecepatan minimum terdapat dalam tabel berikut:
25
Tabel 2.13 Kurva taxiway
Sumber : SKEP/77/VI/2005
Exit taxiway.
Pada bandara yang cukup sibuk, exit taxiway harus ditempatkan pada titik penting
sepanjang runway. Hal ini dimaksudkan agar pesawat landing dapat meninggalkan
runway secepat mungkin sehingga runway dapat digunakan pesawat lain. Kemungkinan
mempercepat pesawat meninggalkan runway tergantung pada exit taxiway. Terdapat 3
tipe sudut exit taxiway yaitu 30̊, 45̊, 90̊. Exit taxiway dengan sudut 30̊ disebut rapid exit
taxiway atau high speed exit taxiway. Faktor-faktor yang menjadi penentu lokasi untuk
exit taxiway, adalah :
a. Jarak threesold untuk touchdown
26
b. Kecepatan touchdown
c. Kecepatan awal keluar exit taxiway
d. Perlambatan rata-rata
Hanya untuk tujuan perencanaan Exit Taxiway, kecepatan pesawat sewaktu touchdown
dianggap rata-rata 1.3 kali kecepatan stall, pada konfigurasi pendaratan dengan rata-rata
berat pendaratan kotor 85% dari maximum. Kemudian pesawat dibagi dalam grup-grup
seperti tabel 14 berdasarkan kecepatan touchdownnya.
Taxiway Marking.
Disesuaikan dengan SKEP DIRJEN No. SKEP/11/1/2001 tentang standar marka dan
rambu pada daerah pergerakan pesawat udara di Bandar udara, meliputi :
1. Taxiway centre line marking
2. Runway holding position marking
3. Taxiway edge marking
4. Taxiway shoulder marking
5. Intermediate holding position marking
27
6. Exit guide line marking
7. Road holding position marking
Perkerasan adalah Struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan
dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan ini dibuat dari campuran aspal dengan
agregat, dihamparkan diatas permukaan material granural tinggi. Menurut Kosasih
(2004), struktur perkerasan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan, yaitu: struktur
perkerasan lentur (Flexible) dan struktur perkerasan kaku (Rigrid). Pengelompokan
struktur perkerasan umumnya lebih didasarkan pada bahan perkerasan yang digunakan.
Pemilihan tipe struktur perkerasan baik perkerasan lentur maupun perkerasan
kaku dipengaruhi oleh: karakteristik tanah dasar, besarnya beban roda yang akan
mempengaruhi tebal perkerasan, volume lalu lintas rencana, ketersediaan bahan material
atau penyusunnya dan besarnya anggaran biaya (Bhanot, 1983).
A. Struktur Perkerasan Lentur
Desain struktur perkerasan lentur didasarkan pada analisis sistem lapisan dimana
beban kendaraan dipikul oleh semua lapisan sebagai satu kesatuan. Kontribusi
setiap lapisan perkerasan dalam memikul beban kendaraan ditentukan oleh
karakteristik bahan dan tebal dari masing-masing lapisan perkerasan (Kosasih,
2004).
Elemen struktur perkerasan lentur terdiri dari (Saondang, 2005).
1. Tanah dasar (subgrade).
Merupakan lapisan tanah yang disiapkan atau diperbaiki kondisinya untuk
meletakkan suatu perkerasan. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya dukung tanah dasar.
Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing
Ratio), atau modulus subgrade reaction (k)
2. Pondasi bawah (subbase course).
28
Merupakan bagian struktur perkerasan yang berfungsi meneruskan beban
diatasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.
Terletak antara lapis tanah dasar dan lapis fondasi atas (base course).
3. Pondasi atas (base course).
Merupakan bagian struktur perkerasan yang berfungsi mendukung lapisan
permukaan (surface) dan beban roda yang bekerja diatasnya, dan
menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis fondasi bawah (subbase
course), kemudian ke lapis tanah dasar (subgrade).
B. Struktur Perkerasan Kaku
Desain struktur perkerasan kaku didasarkan pada analisis struktural terhadap pelat
beton yang dianggap memikul beban kendaraan melalui kelenturan yang tinggi dari
pelat beton (Kosasih, 2004).
Menurut Saodang (2005), perkerasan dikatakan kaku atau rigid, dikerenakan
modulus elastisitas (Ε) semen sebagai material perkerasan kaku, mempunyai nilai
relatif lebih besar dari meterial fondasi dan tanah, maka bagian terbesar yang
menyerap tegangan akibat beban adalah pelat beton sendiri. Struktur perkerasan
kaku dapat dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu perkerasan kaku bersambung
tanpa tulangan, perkerasan kaku bersambung dengan tulangan, perkerasan kaku
menerus dengan tulangan, dan perkerasan kaku menerus dengan tulangan
prategang.
1. Tanah dasar (subgrade).
Merupakan lapisan tanah yang disiapkan atau diperbaiki kondisinya untuk
meletakkan suatu perkerasan. Kekuatan dan keawetan konstruksi
perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya dukung tanah dasar.
Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing
Ratio), atau modulus subgrade reaction (k)
2. Pondasi bawah (subbase course).
Merupakan bagian struktur perkerasan yang berfungsi meneruskan beban
diatasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.
Terletak antara lapis tanah dasar dan lapis fondasi atas (base course).
3. Pelat beton.
29
Merupakan komponen utama pada struktur perkerasan kaku untuk memikul
beban kendaraan. Beton dihasilkan oleh campuran material yang terdiri dari
agregat (halus dan kasar), air, dan semen. Untuk mencapai tingkat mutu
beton yang diinginkan maka harus diperhatikan perbandingan bahan
susunnya dimana perbandingan air terhadap semen merupakan faktor dalam
penentuan kekuatan beton
Dalam melakukan pengelolaan bandar udara yang baik tentunya harus didasarkan pada
usaha yang efektif dan efisien. Efektif dan Efisien adalah dua konsepsi utama untuk
mengukur kinerja pengelolaan/manajemen.
1. Efektif adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang
tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu juga dapat disamakan
dengan memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau cara/metoda yang tepat untuk
mencapai tujuan. (Handoko,1998:7)
Efektifitas dalam pengelolaan bandar udara meliputi hal hal sebagai berikut: (a)
Kapasitas Mencukupi; artinya prasarana dan sarana cukup tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pengguna jasa. (b). Terpadu; rtinya antarmoda dan intramoda
dalam jaringan pelayanan saling berkaitan dan terpadu (c) Cepat dan Lancar;
;artinya penyelenggaraan layanan angkutan dalam waktu singkat, dengan indikasi
kecepatan arus per satuan waktu.
2. Efisien adalah kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan benar, memperoleh
keluaran (hasil, produktivitas, kinerja) yang lebih tinggi daripada masukan (tenaga
kerja, bahan, uang, mesin, dan waktu) yang digunakan meminimumkan biaya
penggunaan sumber daya untuk mencapai keluaran yang telah ditentukan, atau
memaksimumkan keluaran dengan jumlah masukan terbatas. (Handoko,1998:17)
Efisien ini dalam pengelolaan bandar udara meliputi hal-hal sebagai berikut: (a)
Biaya terjangkau; artinya penyediaan layanan angkutan sesuai dengan tingkat daya
beli masyarakat pada umumnya dengan tetap memperhatikan kelangsungan hidup
usaha layanan jasa angkutan. (b). Beban publik rendah; artinya pengorbanan yang
harus ditanggung oleh masyarakat sebagai konsekuensi dari pengoperasian sistem
30
perangkutan harus minimum, misalnya: tingkat pencemaran lingkungan. (c).
Memiliki kemanfaatan yang tinggi; artinya tingkat penggunaan prasarana dan
sarana optimum, misalnya, tingkat muatan penumpang dan/atau barang maksimum.
3. Andal adalah pelayanan yang dapat dipercaya, tangguh melakukan pelayanan sesuai
dengan penawaran atau “janji”-nya dan harapan/ tuntutan konsumen. Dalam
pengelolaan bandar udara Andal meliputi hal hal sebagai berikut: (a). Tertib; artinya
penyelenggaraan angkutan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
norma yang berlaku di masyarakat. (b). Tepat dan Teratur; artinya dapat
diandalkan, tangguh, sesuai dengan jadwal dan ada kepastian. (c) Aman dan
Nyaman; artinya selamat, terhindar dari kecelakaan, bebas dari gangguan baik
eksternal maupun internal, terwujud ketenangan dan
31
BAB III PERENCANAAN
32
33
3.2 Data Perencanaan
Pengambilan Lokasi: Jl. Galung Maloang, Bacukiki, Parepare, South Sulawesi 91125
Spesifikasi Lokasi
• Ketinggian: 53 mdpl
• Kemiringan: 1,5%
• Koordinat: 3°59'31.3"S 119°40'56.9"E
• Temperatur Minimum: 25,6o C
• Temperatur Rata-Rata: 28,5° C
34
Rencana Pesawat
1. Pesawat ATR 72-600
35
2. Pesawat Rencana B-737-300
36
Pounds 114000
Maximum Landing Weight
Kilograms 51720
Pounds 105000
Maximum Zero Fuel Weight
Kilograms 47625
Pounds 72100
Operating Empty Weight
Kilograms 32704
feet 109,53
Length
meters 33,40
feet 94,75
Wingspan
meters 28,88
feet 36,50
37
Height meters 11,13
feet 40,83
Wheelbase
meters 12,45
Maximum Cruising Speed km/h 933
crews 6
Maximum Seat Capacity
pax 124
Engines CFM56 Engines
Pounds 35600
Maximum Paylod
Kilograms 16150
Pounds 32030
Maximum Fuel Capacity
Kilograms 14520
feet 7500
Take-off field length (S/L at 30 C)
meters 2286
Tire pressure psi 166
feet 4700
Landing field length
meters 1433
3. Pesawat A-320-200
38
KARAKTERISTIK SATUAN MODEL F-27 Mk 500
Pounds 171960,56
Maximum Take Off Weight
kilogram 78000
Maximum Zero Fuel Weight kilogram 62500
Operating Empty Weight kilogram 42100
Length meters 37,6
Wingspan meters 35,8
Height meters 11,76
Wheelbase meters 12,64
Seat Capacity pax 144
CFMI CFM56-5A/5B, 2 x 25000-26500 lb
Engines
IAE V2500-A5, 2 x 25000-26500 lb
Range km 6100
Maximum Payload kilogram 16600
Maximum Fuel Weight kilogram 27200
Maximum Operating Altitude feet 41000
Take-Off Field Length at18143 kg
meter 2090
(40000lb), ISA, S/L
Landing field length meter 1530
39
3.3 Perencanan Runway
Fe = 1,012
b. Koreksi Terhadap Temperatur
Ft = 1 + 0,01 {T - (15 – 0,0065 x h)}
Ft = 1 + 0,01 {28,5 - (15 – 0,0065 x 53}
Ft = 1,138
c. Koreksi Terhadap Kemiringan
Fs = 1 + ( 0,1 x S )
40
Fs = 1 + ( 0,1 x 1,5%)
Fs = 1 + ( 0,1 x 0,015)
Fs = 1,0015
1. Pesawat ATR 72-600
a. Landing Field Length : 915 m
𝑃𝐿
𝐴𝑅𝐹𝐿 =
𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑡 𝑥 𝐹𝑠
𝑃𝐿
915 =
1,012𝑥 1,138 𝑥 1,0015
PL = 1055 meter
b. Take off field length : 1314,9 m
𝑃𝐿
𝐴𝑅𝐹𝐿 =
𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑡 𝑥 𝐹𝑠
𝑃𝐿
1314,9 =
1,012𝑥 1,138 𝑥 1,0015
PL = 1516 meter
2. Pesawat Rencana B-737-300
a. Landing field length : 1433 m
𝑃𝐿
𝐴𝑅𝐹𝐿 =
𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑡 𝑥 𝐹𝑠
𝑃𝐿
1433 =
1,012𝑥 1,138 𝑥 1,0015
PL = 1652,79 meter
b. Take-off field length : 2286 m
𝑃𝐿
𝐴𝑅𝐹𝐿 =
𝐹𝑒 𝑥 𝐹𝑡 𝑥 𝐹𝑠
𝑃𝐿
2286 =
1,012𝑥 1,138 𝑥 1,0015
PL = 2636,63 meter
3. Pesawat A320-200
a. Landing field length : 1530 m
PL
ARFL =
Fe x Ft X Fs
PL
1530 =
1,012X 1,138 X 1,0015
PL = 1764,67 meter
b. Take-off field length : 2090 m
41
PL
ARFL =
Fe x Ft X Fs
PL
2090 =
1,012X 1,138 X 1,0015
PL = 2410,57 meter
Dari perhitungan Panjang runway diatas yang dipakai adalah 2636 meter Karena
merupakan perhitungan runway terpanjang. Kita merencanaka bandaranya dengan
Runway 2700 meter
42
Berdasarkan SKEP 77-VI-2005 untuk lebar runway dari jenis pesawat yang
beroperasi di bandara Konro Pare Diperoleh 30 m dan Lebar bahu pesawat
sebesar 6 m. jadi lebar runway seluruhnya 42m
43
➢ Panjang, Lebar, kemiringan dan Perataan Strip Runway
44
a. Blastpad, berdasarkan tabel dimensi stopway kode huruf C didapatkan lebar
runway beserta bahu paling kurang 60 m dan lebarnya adalah 30 m. Serta
kemiringannya adalah 0.3% per 30 m.
b. Runway Safety Area (RESA), menurut tabel dimensi Runway Safety Area
panjang area kemanan ujung landasan, dibuat dengan panjang secukupnya. 90
m untuk panjang minimum runway dengan nomor kode 3. Sedangkan lebar
RESA tidak boleh kurang dari 2 kali lebar runway yang ada, Untuk
kemiringan memanjang dan melintang maksimum 5%.
Ilustrasi Runway
45
3.4 Perencanaan geometrik taxiway
Geometrik Taxiway
Landasan penghubung (taxiway) didefinisikan sebagaijalan penghubung antara landas
pacu dengan pelataran pesawat (apron), kandang pesawat (hangar), terminal, atau fasilitas
lainnya di sebuah bandar udara. Taxiway harus dirancang dengan baik sehingga pesawat
yang baru saja mendarat tidak terganggu oleh pesawat yang bergerak untuk takeoff.
Dalam perencanaan kali ini pesawat rencana yang akan digunakan yaitu Boeing 737-300
karena pesawat tipe terbesar dari perencanaan ini.
Entarnce Taxiway
1. Jarak Taxiway dan Runway
Menurut tabel 2.1 pada Jarak Pemisahan Minimum untuk Taxiway jarak as taxiway
ke as runway untuk bandara dengan aircraft code III-C adalah 93 meter.
2. Dimensi Taxiway
Penentuan dimensi taxiway memiliki nilai minimum menurut ketentuan tabel 2.2
Dimensi Taxiway untuk Pesawat kode C, lebar taxiway untuk pesawat dengan roda
putaran ≥ 9 m adalah 18 m. Dan jarak bebas minimum dari sisi terluar roda utama
dengan tepi taxiway adalah 4.5 meter.
3. Taxiway Shoulders
Menurut tabel 2.3 minimum untuk kode pesawat III-C adalah 25 m, jadi lebar
Taxiway shoulders = 3.5 m (bahu Taxiway dengan perkerasan). Perhitungan tersebut
didapat dari 25 m – 18 m = 7 m, karena shoulders terdapat di kedua sisi taxiway maka
dibagi dua , dari perhitungan tersebut maka dapat diketahui lebar taxiway (landas
hubung) disetiap sisinya = 3.5 m.
46
4. Kemiringan Taxiway
• Taxiway Longitudinal Slopes
Taxiway Longitudinal Slope yaitu kemiringan memanjang maksimum taxiway
untuk kode pesawat III-C sesuai table 2.4 Didapatkan kemiringan memanjang
maksimum taxiway sebesar 1.5 % dan perubahan maksimum kemiringan adalah 1
per 30 m, serta jari-jari peralihan minimum 3000 m.
• Taxiway Transversal Slope
Taxiway Transversal slope, perencanaan kemiringan melintang dari taxiway harus
dapat mencegah terjadinya genangan air pada permukaan taxiway. Dimana
berdasarkan tabel 2.5 kemiringan melintangnya tidak kurang dari 1 %. Untuk
kode pesawat III-C kemiringan melintang maksimum dari Taxiway ditunjukkan
oleh tabel yaitu sebesar 1.5 %.
5. Taxiway Strips
Terdapat jarak minimum antara bagian tengah strip dan garis tengah taxiway.
Berdasarkan tabel 2.6 dan 2.7 diatas kemiringan melintang berbatasan dari
permukaan taxiway yang tidak horizontal sebesr 2.5 % dan kemiringan kebawah tidak
mencapai 5 % dari ukuran horizontal. Sedangkan untuk jarak minimum bagian tengah
strip dengan garis tengah (as) taxiway sejauh 12.5 m untuk pesawat tipe III-C. Agar
pesawat dapat berhenti penuh sebelum melalui persimpangan maka perlu memenuhi
ketentuan jarak lurus setelah belok dimana untuk kode C sebesar 75 m.
47
adalah 30 m, panjang dari peralihan ke fillet (L) 45 m, lebar paralel taxiway 23 m dan
lebar dari dan keluar taxiway sebesar 26.5 m sedangkan untuk nilai jari-jari tikungan
sisi taxiway dan runway sebesar R1 = 41.5 m; R2 = 31.5 m; r0 = 53 m; r1 = 25 m dan
r2 = 35 m.
Exit Taxiway
Exit taxiway adalah jalan penghubung antara runway dengan taxiway. Masing-masing
tipe pesawat membutuhkan jarak dan sudut taxiway yang bervariasi. Lokasi Exit Taxiway
ditentukan oleh titik sentuh pesawat waktu mendarat pada landasan kelakuan pesawat
waktu mendarat.
Dimana :
Vot = kecepatan pendaratan
Vtd = kecepatan touchdown
Ve = Kecepatan keluar exit taxiway
a1 = perlambatan di udara
a2 = perlambatan di darat
Setelah pesawat touchdown dari runway, maka pesawat akan mengalami perlambatan dari
kecepatan touchdownnya menuju ke kecepatan yang lebih aman untuk segera berbelok
kearah taxiway. Kecepatan pesawat berbelok bergantung kepada sudut dari exit taxiway.
Kecepatan keluar exit taxiway ini adalah kecepatan ketika pesawat berada di tangent curve
exit taxiway.
Jarak dari titik thresold ke lokasi exit taxiway dihitung menggunakan persamaan 5,
berdasarkan Ve = 30○ , 45○ , 90○ dapat dilihat pada tabel berikut.
Rumus :
48
Tabel Jarak dari Thresold ke lokasi Exit
Taxiway
Desain D (m)
Group 30⁰ 45⁰ 90⁰
I 411 595 705
II 938 1112 1231
III 1389 1563 1683
Menurut Heru Basuki, 1986. Jarak titik touchdown ke exit taxiway harus ditambahkan
faktor koreksi elevasi dan faktor koreksi temperature dengan beberapa ketentuan berikut:
• Faktor koreksi elevasi = 1,012
• Faktor koreksi temperature = 1,138
Maka D terkoreksi yaitu D x Faktor koreksi elevasi x Faktor koreksi temperature untuk
masing-masing sudut adalah sebagai berikut :
Kategori D (m)
Pesawat 30⁰ 45⁰ 90⁰
I 473 685 812
II 1080 1281 1418
III 1600 1800 1938
49
Sehingga, jarak total dari threshold ke exit taxiway menjadi : S = Jarak Touchdown + D
ke lokasi Exit Taxiway
Exit Taxiway di desain untuk memungkinkan pesawat membelok dengan kecepatan yang
lebih tinggi, hal itu akan mengurangi waktu yang diperlukan pesawat untuk segera
meninggalkan landas pacu (Horonjeff, 1988). Untuk penentuan sudut, harus dipilih sudut
yang memungkinkan untuk pesawat melintas dengan kecepatan tinggi yaitu sudut 30⁰ dan
sudut 45⁰
Tabel Jarak dari Thresold sampai titik awal kurve exit taxiway
Desain Jarak D (m)
Group Touchdwon 30⁰ 45⁰ 90⁰
I I 773 985 1112
II II 1380 1581 1718
III III 1900 2100 2238
(Sumber : Hasil Perhitungan)
50
Ilustrasi Taxiway
51
Perencanaan Apron
Keterangan:
c. = Jarak ujung sayap diantara dua pesawat
d. = Jarak ujung sayap pesawat yang sedang melakukan taxi dan pesawat yang diparkir
atau dengan obyek lain
e. = Jarak antara hidung pesawat dengan gedung terminal
f. = Panjang badan pesawat
g. = Jarak antara ujung sayap dengan ujung sayap (lebar pesawat)
h. = Lebar total apron yang dibutuhkan
52
Jarak bebas antar pesawat di apron
Ukuran dimensi pesawat yang terbesar adalah dengan bentang sayap 35,8 m dan panjang
pesawat 39,1 m. Diambil jarak antara gedung pesawat dengan gedung terminal sejauh 9
meter sehingga perhitungan dimensi apron sebagai berikut:
a = 7,5 meter
b = 7,5 meter
c = 9 meter
L = e = 35,8 meter
d = 37,6 meter
Panjang = c + d +2b + e
= 9 + 37,6 + 2(7,5) + 35,8
= 97,4 meter
= 4 x 97,4
= 389,6 meter
Lebar = 4a + 3L
= 4(7,5) + 3(35,8)
= 137,4 meter
= 4 x 137,4
= 549,6 meter
53
Luas = Panjang x Lebar
= 395,6 meter x 549,6 meter
= 13.321,83 meter²
Dimana :
MTOW = Berat Takeoff Maksimum
0.95 = Konstanta karena 95% beban dipikul oleh roda pendaratan utama.
Nr = Jumlah roda pendaratan utama.
54
II. Menentukan Equivalent Annual Departure (EAD)
Mencari dengan menggunakan pesawat campuran (R2), setelah mengetahaui pesawat
rencana selanjutnya dapat ditentukan nilai Annual Departure Pesawat rencana atau berapa
jumlah pesawat akan parker pada Landasan Pacu (Runway) tersebut.
55
Jumlah Pergerakan Tahunan Pada Jam Sibuk
Jumlah Pergerakan Pesawat Pada Jam Sibuk
Jenis Pesawat
Kuantitas Jumlah Pesawat Hari Total
ATR 72-600 18 5 45 4050
B 737-300 9 5 45 2025
A320-200 10 5 45 2250
Total Jumlah Pesawat 8325
Berdasarkan Data Pergerakan Pesawar pada phase ultimate diambil jumlah Pesawat tahunan, dan
didapatkan jumlah forecast annual departure Pesawat tahun 2022-2042, dimana setiap tipe roda
pendaratan utama Pesawat campuran dikonversikan terlebih dahulu ke tipe roda pendaratan utama
Pesawat rencana yaitu dual wheel, dengan cara berikut:
56
No Jenis Pesawat MTOW (kg) W (kg)
1 ATR 72 -600 23000 5463
2 B737-300 62823 14921
3 A320-200 78000 18525
Log R1 = 3,705
R1 = 103,705
R1 = 5069
2) Equivalen Annual Departure Pesawat Rencana AirBus A320-200 (R1), untuk
Pesawat Campuran ATR 72 -600 (R2 = 6690)
Log R1 = Log R2 x (𝑊2)1/2
𝑊1
Log R1 = 2,077
R1 = 102,077
R1 = 119,39
3) Equivalen Annual Departure Pesawat Rencana AirBus A320-200 (R1), untuk
Pesawat Campuran B737-300 (R2 = 4220)
Log R1 = Log R2 x (𝑊2)1/2
𝑊1
Log R1 = 3,25
R1 = 103,25
R1 = 1790
57
Perhitungan EAD Pesawat Rencana (Hasil Analisa)
Wheel Load Equivalent
Dual Gear Wheel Load kg Pesawat Annual Departure
Jenis Pesawat Departure (W2) Rencana kg Pesawat Rencana
(R2) (W1) (R1)
ATR 72-600 6690 5463 18525 119,39
B 737-300 4220 14921 18525 1790
A320-200 5070 18525 18525 5069
∑R1 = 6978,39
Jadi, Equivalent Annual Departure dari Pesawat Rencana adalah 6978,39 agar perencanaan tebal
perkerasan yang didapat lebih aman dan untuk jangka waktu cukup lama maka diambil R1 =
8000
V. Menentukan Tabel Perkerasan
Berdasarkan perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, maka didapat data sebagai
berikut:
• Total Annual Departure = 8.000
• Jenis Pesawat = AirBus A320-200
• CBR Sub-Grade = 6%
• CBR Sub-Base = 30%
• MTOW = 78000kg atau 171960 lbs
58
59
1) Tebal perkerasan Total atau Sub Grade
Dari grafik diatas dengan pesawat Rencana A320-200 dengan MTOW = 171960 lbs
didapatkan dengan ketebalan total = 28,8 inchi
2) Tebal Subbase
Dari table CBR ambil 30% kemudian terbaca = 7,9 inchi, maka tebal Subbbase
sebesar 28,8-7,9 = 20,9 inchi
3) Tebal Surface
Pada grafik perkerasan flexible metode CBR (US. Army Corps Of Engineers Design
Method), ditentukan tebal lapisan permukaan sebesar 3 inchi (tebal minimum),
bahan yang digunakan adalah Aspal Beton (AC). Tebal Aspal Beton 3 inchi
Ekivalen = (1,7 / 0,95) x 3 inchi = 5,368 inchi.
4) Tebal Base Course
Tebal lapisan pondasi diambil dari tebal minimum yaitu 6 inchi, bahan yang
digunakan adalah batu pecah (crushed stone base). Tebal crushed stone base 6 inchi
Ekivalen = (1,4 / 0,95) x 6 inchi = 8,842 inchi tebal lapisan agregat alam = 9 inchi.
5) Tebal Subbase Course
= Tebal Perkerasan Total – (surface + Base)
= 28,8 inchi – (5,368 +8,842) = 14,59 inchi
Hasil Desain Tabel Perkerasan Lentur (flexible pavement) Runway
Tebal Rencana
Lapisan Bahan
Inchi Cm
Surface Aspal Beton 5 13
Base Course Batu Pecah 9 23
Subbase Course Agregat Alam 14,59 37
Total 29 73
60
BAB IV KESIMPULAN
61
DAFTAR PUSTAKA
Dwi, E. (2017). Perencanaan Pengembangan Runway dan Taxiway Bandar Udara Juwata –
Tarakan. Warta Ardhia, 42(4), 203–208. https://doi.org/10.25104/wa.v42i4.250.203-
208
Nursalam, 2016, metode penelitian, & Fallis, A. . (2013). Spesifikasi Pesawat. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Setiawan, G. (2019). BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1–64.
Gastronomía Ecuatoriana y Turismo Local., 1(69), 5–24.
Suparyanto dan Rosad (2015. (2020). 済無No Title No Title No Title. Suparyanto Dan
Rosad (2015, 5(3), 248–253.
62