Anda di halaman 1dari 151

TUGAS AKHIR – RC14-1501

PERENCANAAN PENGEMBANGAN LANDASAN PACU


(RUNWAY) DAN LANDASAN HUBUNG (TAXIWAY) PADA
BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II

HARFANDI ALMI
NRP. 031113 46000014

Dosen Pembimbing I
Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D

Dosen Pembimbing II
Cahya Buana, ST.,MT

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2018
TUGAS AKHIR – RC14-1501

PERENCANAAN PENGEMBANGAN LANDASAN PACU


(RUNWAY) DAN LANDASAN HUBUNG (TAXIWAY) PADA
BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II

HARFANDI ALMI
NRP. 031113 46000014

Dosen Pembimbing I
Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D

Dosen Pembimbing II
Cahya Buana, ST.,MT

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2018
FINAL PROJECT – RC14-1501

THE PLANNING OF DEVELOPING RUNWAY AND


TAXIWAY AT SULTAN SYARIF KASIM II AIRPORT

HARFANDI ALMI
NRP. 031113 46000014

Supervisor
Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D

Co-Supervisor
Cahya Buana, ST.,MT

DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING


Faculty of Civil, Environmental and Geo Engineering
Institut of Technology Sepuluh Nopember
Surabaya
2018
PERENCANAAN PENGEMBANGAN LANDASAN
PACU (RUNWAY) DAN LANDASAN HUBUNG
(TAXIWAY) PADA BANDARA SULTAN SYARIF
KASIM II
Nama Mahasiswa : Harfandi Almi
NRP : 03111346000014
Jurusan : Teknik Sipil FTSLK-ITS
Dosen Pembimbing I : Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D
Dosen Pembimbing II : Cahya Buana,ST.,MT

ABSTRAK
Bandara Sultan Syarif Kasim II merupakan satu-satunya
bandar udara internasional yang berada di Kota Pekanbaru
Provinsi Riau. Jumlah pergerakan penumpang di Bandara Sultan
Syarif Kasim II pada tahun 2016 mencapai 3.943.351 orang.
Jumlah tersebut akan terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan semakin
terbukanya akses ke Kota Pekanbaru. Bandara Sultan Syarif
Kasim II saat ini memiliki landasan pacu (runway) sepanjang
2240 meter dan lebar 45 meter, dengan dimensi tersebut tentu
sangat mempengaruhi jenis pesawat yang akan beroperasi di
Bandara Sultan Syarif Kasim II mengingat jumlah penumpang
yang akan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Penyusunan Tugas Akhir ini bertujuan untuk menghitung
kebutuhan panjang landasan pacu (runway) dan landasan
hubung (taxiway) untuk operasional pesawat rencana yang akan
digunakan pada 20 tahun mendatang serta melakukan evaluasi
terhadap kondisi landasan pacu (runway) dan landasan hubung
(taxiway) saat ini. Untuk meramalkan pergerakan pesawat
terbang pada 20 tahun mendatang dilakukan dengan metode
analisa regresi linear berganda.
Dari hasil perhitungan, maka didapatkan kebutuhan
panjang runway yang ideal di Bandara Sultan Syarif Kasim II
dengan kondisi pergerakan pesawat terbang saat ini adalah
sebesar 3.005 m dengan lebar runway minimum 45 m. Pada 20
tahun mendatang, didapatkam kebutuhan panjang runway

i
sebesar 3.815 m dengan lebar minimum 45 m serta direncanakan
2 buah exit taxiway dengan sudut 45° yang terletak sejauh 2051
m dan 2963 m dari masing-masing ujung runway.

Kata Kunci : Runway, Taxiway, Kapasitas, Sultan Syarif


Kasim II, Riau, Pekanbaru.

ii
THE PLANNING OF DEVELOPING RUNWAY AND
TAXIWAY AT SULTAN SYARIF KASIM II
AIRPORT
Student Name : Harfandi Almi
NRP : 03111346000014
Department : Civil Engineering FTSLK-ITS
Supervisor : Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D
Co-Supervisor : Cahya Buana,ST.,MT

ABSTRACT
Sultan Syarif Kasim II Airport is the only one
international airport located in Pekanbaru City, Riau Province.
The number of passenger movements at Sultan Syarif Kasim II
Airport in 2016 reached 3,943,351 people. This amount will
increase every year along with economic growth and more access
to the City of Pekanbaru. Sultan Syarif Kasim II Airport currently
has a runway of 2240 meters and a width of 45 meters.
Remembering these dimensions, certainly it totally affects the type
of aircraft which will operate at Sultan Syarif Kasim II Airport
considering the number of passengers that will increase from
year to year.
The aim of this Final Project Preparation is to calculate
the necessity of runway and taxiway requirements for aircraft
operations which will be obtained in the next 20 years and to
evaluate the current condition of runways and taxiways. To
predict the movement of airplanes in the next 20 years, method
which is used is multiple linear regression analysis.
The aforementioned evidence above reveals that the ideal
runway needs at Sultan Syarif Kasim II Airport with the current
aircraft movement condition is 3,005 m with a minimum runway
width of 45 m. In the next 20 years, it will become 3,815 m of
runway length with a minimum width of 45 m and it will be
planned 2 exit taxiways with a 45 ° angle located 2051 m and
2963 m from the end of runway.

iii
Keywords : Runway, Taxiway, Capacity, Sultan Syarif Kasim
II, Riau, Pekanbaru.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat


dan anugerah yang diberikan kepada penulis, serta atas bimbingan Nabi
Muhammad SAW penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang
berjudul Perencanaan Pengembangan Landasan Pacu (Runway) dan
Landasan Hubung (Taxiway) pada Bandara Sultan Syarif Kasim II
dengan baik dan lancar.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua


pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini hingga
dapat terselesaikan, antara lain kepada :

1. Bapak dan Ibu penulis yang senantiasa memberikan dukungan


moral dan finansial kepada penulis.
2. Ibu Ir. Hera Widyastuti, MT.,PhD. selaku dosen pembimbing I
penulis yang telah mengarahkan, memberi masukan dan
membimbing penulis selama penyusunan tugas akhir ini.
3. Bapak Cahya Buana, ST.,MT. selaku dosen pembimbing II
penulis yang telah mengarahkan, memberi masukan dan
membimbing penulis selama penyusunan tugas akhir ini.
4. Bapak Budi Suswanto, ST.,MT.,PhD selaku dosen Jurusan
Teknik Sipil FTSLK ITS dan dosen wali penulis yang selalu
memotivasi penulis selama masa perkuliahan.
5. Teman-teman seperjuangan LJ Genap 2014 Teknik Sipil ITS
yang selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini banyak


memiliki kekurangan, terima kasih atas segala kritik dan saran-sarannya.
Semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, Juli 2018

v
”Halaman ini sengaja dikosongkan”

vi
DAFTAR ISI

Abstrak ................................................................................ i
Kata Pengantar .................................................................... v
Daftar Isi ............................................................................vii
Daftar Gambar ................................................................... xi
Daftar Tabel ..................................................................... xiii

BAB I Pendahuluan ............................................................ 1


1.1 Latar Belakang Masalah ............................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ............................................................ 3
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................ 4
1.6 Denah Lokasi ................................................................ 4

BAB II Tinjauan Pustaka ................................................... 7


2.1 Perencanaan Bandar Udara ............................................ 7
2.2 Peramalan Pertumbuhan Lalu Lintas Udara .................. 8
2.3 Perhitungan Peak Hour (Jam Puncak) ........................... 9
2.3.1 Peak Hour Pesawat............................................. 9
2.3.2 Peak Hour Penumpang....................................... 9
2.4 Karakteristik Pesawat Terbang ................................... 10
2.3.3 Beban Pesawat...................................................11
2.5 Perencanaan Runway dan Taxiway ............................ 12
2.5.1 Elemen Dasar Landasan Pacu ........................... 13
2.5.2 Menghitung Dimensi Landasan Pacu ............... 17
2.5.2.1 Koreksi elevasi permukaan landasan
pacu.......................................................17
2.5.2.2 Koreksi Temperatur............ .................18
2.5.2.3 Koreksi Kemiringan............ .................18
2.5.2.4 Lebar Runway..................... .................19
2.5.2.5 Kemiringan Memanjang Runway.........20
2.5.2.6 Kemiringan Melintang Runway............21
2.5.3 Marka di Landasan Pacu (Runway)…...............21

vii
2.5.3.1 Nomor Landasan...................................21
2.5.3.2 Marka Sumbu Landasan.......................22
2.5.3.3 Marka Threshold..................................22
2.5.3.4 Marka untuk Jarak-Jarak Tetap.............23
2.5.3.5 Marka Touchdown Zone.......................23
2.5.4 Landasan Hubung Taxiway dan Exit Taxiway.26
2.5.4.1 Dimensi Taxiway.................................26
2.5.4.2 Taxiway Shoulder................................27
2.5.4.3 Taxiway Longitudinal Slope................27
2.5.4.4 Taxiway Transversal Slope..................28
2.5.4.5 Taxiway Strips.....................................28
2.5.4.6 Rapid Exit Taxiway.............................29
2.5.4.7 Fillet...................\.................................30
2.5.4.8 Exit Taxiway........................................32
2.5.5 Marka di Landasan Hubung…..........................35
2.5.5.1 Taxi Guideline Marking.......................35
2.6 Perumusan Matematis Kapasitas Jenuh ...................... 36
2.6.1 Pengembangan Model untuk Kedatangan ......... 36
2.6.1.1 Keadaan Bebas Kesalahan.................. 37
2.6.1.2 Perhitungan Kesalahan Posisi.............. 40
2.6.2 Pengembangan Model untuk Keberangkatan .... 44
2.6.3 Pengembangan Model untuk Operasi
Campuran..........................................................44

BAB III METODOLOGI ................................................. 47


3.1 Studi Literatur ............................................................. 47
3.2 Pengumpulan Data ....................................................... 47
3.3 Evaluasi Dimensi Eksisting Landasan Pacu ............... 48
3.4 Peramalan Pertumbuhan Lalu Lintas Udara ................ 48
3.5 Perhitungan Kebutuhan Dimensi Runway, Jumlah dan
Letak Taxiway.............................................................49
3.6 Evaluasi Kinerja Runway Pada Tahun Rencana.........49
3.7 Kesimpulan dan Saran.................................................49
3.8 Diagram Alir Metode Perencanaan.............................50

viii
BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN EVALUASI
KONDISI EKSISTING..................................................... 51
4.1 Spesifikasi Bandara Sultan Syarif Kasim II ................ 51
4.2 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang di
Bandara Sultan Syarif Kasim II (Tahun 2011-2016) ... 52
4.3 Tipe Pesawat yang Beroperasi ..................................... 56
4.4 Evaluasi Kondisi Eksisting Dimensi Landasan Pacu .. 60
4.4.1 Koreksi Elevasi.............................................. 61
4.4.2 Koreksi Temperatur....................................... 61
4.4.3 Koreksi Kemiringan runway......................... 63
4.5 Kondisi Eksisting Lebar Landasan Pacu ..................... 66
4.6 Kondisi Eksisting Taxiway........................................ 66

BAB V PENGOLAHAN DATA ....................................... 67


5.1 Peramalan Pertumbuhan Pergerakan Pesawat ............. 67
5.2 Peramalan Pertumbuhan Penumpang .......................... 86
5.3 Perencanaan Runway................................................... 89
5.3.1 Panjang Runway ............................................... 89
5.3.2 Lebar Runway ................................................... 93
5.3.3 Kemiringan Memanjang Runway ..................... 93
5.3.4 Kemiringan Melintang Runway ........................ 95
5.3.5 Runway Strips ................................................... 95
5.3.6 Stopways / Blast Pad......................................... 96
5.3.7 RESA ................................................................ 97
5.3.8 Holding Bay ...................................................... 97
5.4 Perencanaan Taxiway .................................................. 97
5.4.1 Dimensi Taxiway .............................................. 98
5.4.2 Taxiway Shoulder ............................................. 98
5.4.3 Taxiway Longitudinal Slope ............................. 98
5.4.4 Taxiway Transversal Slope ............................... 98
5.4.5 Taxiway Minimum Separation Distance........... 99
5.4.6 Taxiway Strips .................................................. 99
5.4.7 Exit Taxiway ..................................................... 99
5.5 Marka Runway dan Taxiway ..................................... 103
5.5.1 Nomor Landasan ............................................. 103
5.5.2 Marka Sumbu Landasan ................................. 104

ix
5.5.3 Marka Threshold ............................................. 104
5.5.4 Touchdown Zone Marking.............................. 104
5.5.5 Marka Tepi Landasan...................................... 104
5.5.6 Taxiway centre line marking, exit guide line
marking dan taxiway edge marking ................... 105
5.5.7 Runway Holding Position Marking ................... 105
5.6 Kapasitas Runway ..................................................... 106
5.6.1 Arrival Only..................................................... 106
5.6.1.1 Keadaan Bebas Kesalahan.................. 106
5.6.1.2 Keadaan Kesalahan Posisi .................. 109
5.6.2 Departure Only ................................................ 112
5.6.3 Operasi Campuran (mixed) ............................. 113

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................... 117


6.1 Kesimpulan ............................................................ 117
6.2 Saran ....................................................................... 118

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Lokasi Bandara Sultan Syarif Kasim II..........5
Gambar 1.2 Layout Bandara Sultan Syarif Kasim II .................5
Gambar 1.3 Dimensi Eksisting Runway Bandara Sultan
Syarif Kasim II ......................................................6
Gambar 2.1 Penampang Stopway / Overrun............................14
Gambar 2.2 Penampang Holding Bay .....................................16
Gambar 2.3 Tampak Atas Bagian Runway..............................17
Gambar 2.4 Marking Touchdown Zone...................................24
Gambar 2.5 Marking Landasan Instrumen ..............................25
Gambar 2.6 Penampang Jari-Jari Taxiway ..............................30
Gambar 2.7 Jari-jari Fillet ........................................................32
Gambar 2.8 Exit Taxiway 90° .................................................33
Gambar 2.9 Exit Taxiway 45° .................................................33
Gambar 2.10 Exit Taxiway 30° .................................................34
Gambar 2.11 Marking Guideline Menyinggung Centreline ......36
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi.....................................50
Gambar 4.1 Dimensi Eksisting Runway ..................................52
Gambar 4.2 Take Off Weight Limitation ................................64
Gambar 4.3 Landing Field Lenght ...........................................65
Gambar 5.1 Grafik Pergerakan Pesawat Tahun 2011-2016.....69
Gambar 5.2 Data Variabel Bebas.............................................70
Gambar 5.3 Input Tahun Rencana (2017-2036) ......................71
Gambar 5.4 Input Rumus Trend Ms. Excel .............................72
Gambar 5.5 Hasil Trend Ms. Excel .........................................73
Gambar 5.6 Hasil Trend Ms. Excel .........................................74
Gambar 5.7 Grafik Peramalan Total Pergerakan Pesawat di
Tahun 2016...........................................................78
Gambar 5.8 Regresi Linier Data Pertumbuhan Keberangkatan
Penumpang ...........................................................86
Gambar 5.9 Take Off Weight Limitation ................................91
Gambar 5.10 Landing Field Lenght ...........................................92
Gambar 5.11 Runway Holding Position Marking ...................106

xi
”Halaman ini sengaja dikosongkan”

xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persentase TPHP .......................................................10
Tabel 2.2 Runway Shoulder ......................................................13
Tabel 2.3 Dimensi Stopways / Overrun ....................................15
Tabel 2.4 Dimensi Runway Safety Area (RESA) .....................15
Tabel 2.5 Dimensi Holding Bay ................................................16
Tabel 2.6 Area Reference Code (ARC).....................................19
Tabel 2.7 Lebar Runway Berdasarkan Code Number ...............19
Tabel 2.8 Kemiringan Memanjang Landasan Pacu Standar
ICAO .........................................................................20
Tabel 2.9 Jumlah Strip Tanda Threshold ..................................22
Tabel 2.10 Jumlah Touchdown Zone Marking ...........................23
Tabel 2.11 Dimensi Taxiway ......................................................26
Tabel 2.12 Lebar Bahu Taxiway .................................................27
Tabel 2.13 Kemiringan Memanjang Maksimum Taxiway..........28
Tabel 2.14 Kemiringan Melintang Maksimum Taxiway ............28
Tabel 2.15 Taxiway Strips...........................................................29
Tabel 2.16 Jarak Lurus Minimum setelah belokan taxiway ........29
Tabel 2.17 Jari-jari Minimum Taxiway.......................................29
Tabel 2.18 Dimensi Fillet Taxiway .............................................30
Tabel 2.19 Jari-jari Fillet .............................................................31
Tabel 2.20 Jari-jari Fillet .............................................................31
Tabel 4.1 Spesifikasi Bandara Sultan Syarif Kasim II ..............51
Tabel 4.2 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun
2011 ...........................................................................53
Tabel 4.3 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun
2012 ...........................................................................53
Tabel 4.4 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun
2013 ...........................................................................54
Tabel 4.5 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun
2014 ...........................................................................54
Tabel 4.6 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun
2015 ...........................................................................55
Tabel 4.7 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun
2016 ...........................................................................55

xiii
Tabel 4.8 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun
2011-2016 ................................................................. 56
Tabel 4.9 Tipe Pesawat Terbang yang beroperasi di Bandara
Sultan Syarif Kasim II .............................................. 57
Tabel 4.10 Karakteristik Pesawat Terbang yang Beroperasi di
Bandara Sultan Syarif Kasim II ................................ 58
Tabel 4.11 Airplane Design Group............................................. 59
Tabel 4.12 Aircraft Approach Category ..................................... 59
Tabel 4.13 Kategori Pesawat Terbang yang Beroperasi di Bandara
Sultan Syarif Kasim II berdasarkan ADG dan AAC 60
Tabel 4.14 Temperatur rata-rata tahun 2011-2015 di Bandara
Sultan Syarif Kasim II .............................................. 62
Tabel 5.1 Data Sekunder Pergerakan Pesawat Tahun
2011-2016 ................................................................. 68
Tabel 5.2 Data Sekunder Pergerakan Penumpang Tahun
2011-2016 ................................................................. 68
Tabel 5.3 Data Variabel Bebas ................................................. 69
Tabel 5.4 Prediksi Pertumbuhan Variabel Bebas ..................... 75
Tabel 5.5 Total Pergerakan Pesawat Tahunan.......................... 78
Tabel 5.6 Rasio Pergerakan Pesawat Terbang Bulanan ........... 80
Tabel 5.7 Rasio Pergerakan Pesawat Terbang Harian .............. 81
Tabel 5.8 Rasio Pergerakan Pesawat Terbang Harian .............. 82
Tabel 5.9 Peramalan Pergerakan Pesawat Terbang .................. 85
Tabel 5.10 Peramalan Jumlah Penumpang ................................. 87
Tabel 5.11 Persentase TPHP ...................................................... 88
Tabel 5.12 Jumlah Penumpang pada Waktu Puncak .................. 89
Tabel 5.13 Kemiringan Memanjang Maksimum Runway ......... 93
Tabel 5.14 Kurva Kemiringan Memanjang ................................ 94
Tabel 5.15 Nilai Koefisien K...................................................... 94
Tabel 5.16 Kemiringan Melintang Runway ............................... 95
Tabel 5.17 Runway Strips .......................................................... 96
Tabel 5.18 Jarak Garis Tengah Taxiway dan Garis tengah
Runway ..................................................................... 99
Tabel 5.19 Data kecepatan dan Perlambatan Pesawaat ............ 100

xiv
Tabel 5.20 Jarak Ujung Runway ke Titik Touchdown (D1)
dan Jarak Titik Touchdown ke lokasi exit taxiway
(D2) .........................................................................102
Tabel 5.21 Jarak Ujung Runway ke Titik Touchdown (D1)
dan Jarak Titik Touchdown ke lokasi exit taxiway
(D2) terkoreksi ........................................................102
Tabel 5.22 Jarak Total dari Ujung Runway ke Lokasi Exit
Taxiway (S) .............................................................103

xv
”Halaman ini sengaja dikosongkan”

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kota Pekanbaru merupakan ibu kota dari Provinsi
Riau. Kota ini berada di ketinggian berkisar antara 5 – 50
meter di atas permukaan laut serta memiliki iklim tropis
dengan suhu maksimum berkisar antara 34.1°C hingga 35.6°C
dan suhu minimum antara 20.2°C hingga 23.0°C,
(sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pekanbaru,2017). Kota
Pekanbaru merupakan kota perdagangan dan jasa urutan ketiga
terbesar di Pulau Sumatera.
Perkembangan perekonomian di Kota Pekanbaru tercatat
cukup baik, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi di Kota Pekanbaru dari tahun 2011 hingga
tahun 2015 yang mencapai 6,66% (sumber : BPS Kota
Pekanbaru, 2016). Pertumbuhan ekonomi terjadi hampir di
seluruh sektor yang ada, seperti perdagangan, industri
pengolahan, transportasi, pergudangan serta di sektor perhotelan
dan restoran. Sehubungan dengan perkembangan ekonomi
tersebut, serta dalam rangka mendukung pencapaian Visi
Pemerintah Provinsi Riau 2020, yaitu Riau sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi dan kebudayaan melayu dalam lingkungan
masyarakat agamis di Asia Tenggara tahun 2020 (sumber :
Dokumen RPJMD Propinsi Riau, 2014) pemerintah pusat
maupun daerah hendaknya melakukan peningkatan terhadap
infrastruktur yang ada, salah satunya yaitu bandar udara.
Kota Pekanbaru memiliki bandar udara internasional yang
bernama Bandara Sultan Syarif Kasim II. Berdasarkan data yang
ada, jumlah penumpang di Bandara Sultan Syarif Kasim II dari
tahun 2011 hingga tahun 2015 mengalami pertumbuhan yang
cukup baik. Pada tahun 2016 jumlah penumpang di Bandara
Sultan Syarif Kasim II mencapai 3.943.351 orang. Persentase
pertumbuhan rata-rata jumlah pergerakan pesawat dari tahun
2011 hingga tahun 2015 mencapai 11,48% (Sumber : PT.

1
2

Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional Sultan Syarif


Kasim II, 2017). Pada saat ini, Bandara Sultan Syarif Kasim II
hanya memiliki landasan pacu (runway) sepanjang 2240 meter
dengan lebar 45 meter, dengan dimensi demikian tentu sangat
mempengaruhi jenis pesawat yang akan beroperasi di bandara
tersebut mengingat jumlah penumpang dan pergerakan pesawat
yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tanggal 14 Februari 2011, pesawat Lion Air nomor
penerbangan JT392, Boeing 737-900ER rute Jakarta - Pekanbaru
tergelincir saat mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim II.
Pesawat tersebut tergelincir setelah tiga kali mencoba melakukan
pendaratan, pada peristiwa ini semua penumpang dilaporkan
dalam keadaan selamat. Pada hari berikutnya, yakni tanggal 15
Februari 2011, pesawat Lion Air yang lain juga keluar dari
landasan pacu pada saat proses pendaratan. Peristiwa-peristiwa
tersebut ditanggapi langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan
Udara Kementerian Perhubungan Republik Indonesia dengan
menerbitkan edaran berisi larangan kepada semua pesawat jenis
Boeing 737-900ER mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim II
Kota Pekanbaru apabila landasan pacu (runway) dalam keadaan
basah (sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/BandaraInternasional-
Sultan-Syarif-KasimII, 2017).
Dari fenomena-fenomena yang terjadi di Bandara
Internasional Sultan Syarif Kasim II, dapat disimpulkan bahwa
perlu dilakukan evaluasi terhadap dimensi landasan pacu
(runway) eksisting, kebutuhan panjang landasan pacu (runway)
dan penghubung landasan pacu (taxiway) serta kapasitas landasan
pacu (runway) untuk operasional pesawat di masa akan datang.
Dimana hal tersebut dipengaruhi oleh jenis pesawat yang akan
beroperasi di Bandara Sultan Syarif Kasim II. Selain itu,
diharapkan nantinya Bandara Sultan Syarif Kasim II ini bisa
menjadi bandara penghubung di Pulau Sumatera bagian tengah
dengan kemampuan melayani pesawat jenis besar yang dapat
menampung permintaan (demand) yang ada serta memperhatikan
keamanan dan kenyamanan pengguna jasa penerbangan ini.
3

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam tugas
akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Berapa kebutuhan panjang runway ideal di bandara Sultan
Syarif Kasim II dengan kondisi lalu lintas udara saat ini ?
2. Berapa kebutuhan panjang runway, letak dan jumlah exit
taxiway di Bandara Sultan Syarif Kasim II untuk kondisi
pelayanan 20 tahun mendatang ?
3. Bagaimana kinerja runway di Bandara Sultan Syarif Kasim
II untuk kondisi 20 tahun mendatang ?

1.3 Batasan Masalah


Dalam pembahasan tugas akhir ini, perlu dibuat beberapa
batasan masalah agar nantinya tidak terjadi penyimpangan dalam
pembahasan. Adapun batasan-batasan masalah tersebut sebagai
berikut :
1. Tidak membahas masalah drainase.
2. Tidak membahas masalah perkerasan.
3. Tidak membahas masalah analisa biaya.
4. Tidak membahas masalah metode pelaksanaan konstruksi.
5. Data pergerakan pesawat yang akan dipakai merupakan data
jumlah total dari pergerakan pesawat bulanan dan tahunan.
6. Tidak melakukan evaluasi kinerja runway eksisting.
7. Usulan exit taxiway (bila diperlukan) hanya berupa
perhitungan letak ideal, jumlah, dan besaran sudut.
8. Data tipe pesawat yang beroperasi pada waktu jam sibuk
yang digunakan untuk menghitung kapasitas runway di tahun
rencana sesuai dengan tipe-tipe pesawat yang tercantum
dalam jadwal penerbangan eksisting.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan tugas
akhir ini adalah sebagai berikut :
4

1. Menghitung kebutuhan panjang runway ideal di Bandara


Sultan Syarif Kasim II dengan kondisi lalu lintas saat ini.
2. Menghitung kebutuhan panjang runway, letak dan jumlah
exit taxiway di Bandara Sultan Syarif Kasim II untuk
kondisi 20 tahun mendatang dengan melakukan peramalan
volume lalu lintas penerbangan yang ada di Bandara Sultan
Syarif Kasim II Pekanbaru.
3. Menghitung kinerja runway di Bandara Sultan Syarif Kasim
II untuk kondisi 20 tahun mendatang ?

1.5 Manfaat Penelitian


Dengan penyusunan tugas akhir ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan atau wawasan khusus kepada penulis
terkait perencanaan pengembangan sebuah bandar udara
khususnya pengembangan landasan pacu (runway) dan landasan
hubung (taxiway), serta menerapkan konsep perencanaan
pengembangan tersebut di Bandara Sultan Syarif Kasim II
Pekanbaru.

1.6 Denah Lokasi


Studi dilakukan di Bandara Sultan Syarif Kasim II yang
terletak di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Bandara ini merupakan
satu-satunya bandara internasional yang ada di Provinsi Riau.
Bandara Sultan Syarif Kasim II saat ini memiliki runway dengan
dimensi 2240 x 45 meter. Berikut gambar 1.1 Peta lokasi studi,
gambar 1.2 Layout Bandara Sultan Syarif Kasim II serta gambar
1.3 Dimensi Eksisting Runway Bandara Sultan Syarif Kasim II .
5

Gambar 1.1 Peta Lokasi Bandara Sultan Syarif Kasim II


Sumber: Google Earth, 2017

Gambar 1.2 Layout Bandara Sultan Syarif Kasim II


Sumber : Google Earth, 2017
6

Gambar 1.3 Dimensi Eksisting Runway Bandara Sultan


Syarif Kasim II
Sumber : www.angkasapura2.co.id, 2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Bandar Udara


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang
Penerbangan, bandar udara adalah kawasan di daratan dan / atau
perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai
tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun
penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan
antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69
tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, bandar
udara memiliki beberapa peranan strategis bagi suatu negara,
antara lain sebagai :
a. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya
b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian
c. Tempat kegiatan alih moda transportasi
d. Pendorong dan penunjang kegiatan industri dan/atau
perdagangan
e. Pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan,
dan penanganan bencana
f. Prasarana memperkukuh wawasan nusantara dan kedaulatan
negara
Beberapa pertimbangan penentu ukuran suatu bandar
udara, antara lain :
a. Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan akan
beroperasi di bandar udara tersebut.
b. Perkiraan volume penumpang, berpengaruh terhadap jumlah
landasan yang diperlukan, konfigurasi taxiway, dan ukuran
panjang, serta lebar dari ramp area.
c. Kondisi meteorologi (rata – rata temperatur udara maksimum
dan rata – rata kecepatan angin). Untuk kondisi wilayah
dengan temperatur tinggi memerlukan landasan yang lebih

7
8

panjang dan arah angin akan mempengaruhi jumlah landasan


dan konfigurasinya.
d. Elevasi permukaan bandara dari muka laut.
(sumber : Horonjeff & McKelvey, 2010)

2.2 Peramalan Pertumbuhan Lalu Lintas Udara


Pengembangan suatu bandara dilakukan berdasarkan hasil
peramalan terhadap data permintaan angkutan udara di masa
depan. Hal ini ditujukan agar rencana pengembangan berbagai
fasilitas bandara sesuai dengan kebutuhan di umur rencana. Pada
umumnya peramalan dilakukan dengan jangka pendek (5 tahun),
jangka menengah (10 tahun), dan jangka panjang (20 tahun)
(Basuki, 1986). Metode peramalan yang digunakan pada tugas
akhir ini adalah metode analisis regresi linier berganda dengan
dua variabel bebas. Dua variabel bebas yang digunakan dalam
meramalkan pergerakan pesawat udara di Bandara Sultan Syarif
Kasim II untuk 20 tahun kedepan adalah karakteristik
pertumbuhan jumlah penduduk dan karakteristik pertumbuhan
ekonomi. Dua variabel tersebut diasumsikan akan tumbuh seiring
dengan pertumbuhan jumlah pergerakan pesawat udara serta rute
penerbangan nantinya. Dalam bidang ekonomi model pendekatan
seperti ini dinamakan dengan model ekonometrik, yakni mencari
atau mengansumsikan hubungan suatu variabel ekonomi dengan
variabel-variabel lain yang akan diramalkan (Gujarati, 2003).
Bentuk persamaan analisis regresi linier berganda yang
digunakan adalah:

Yest = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3.......+ anXn ..........(2.1)


dimana :
Yest = variabel terikat atau variabel yang sedang diramalkan
X1,X2,.., Xn = variabel bebas atau variabel yang digunakan
untuk menjelaskan variasi dalam variabel
dependen
a0, a1, a2, a3,.., an = koefisien regresi
(sumber : Gujarati, 2003)
9

2.3 Perhitungan Peak Hour (Jam Puncak)


2.3.1. Peak Hour Pesawat
Untuk mendapatkan nilai pergerakan pesawat terbang pada
jam sibuk, maka hasil ramalan pertumbuhan pergerakan pesawat
udara dalam bentuk tahunan harus dikonversikan kedalam satuan
jam puncak. Untuk melakukan konversi tersebut dapat dilakukan
dengan beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Persentase volume pergerakan bulanan maksimum tiap tahun
terhadap volume pergerakan tahunan dengan mengambil
persentase bulanan sebesar 85% dari persentase kumulatif data
yang ada sebagai persentase bulanan maksimum rencana.
Average monthly = 0,08417 × Annual passanger flow
...................................(2.2)
b. Volume harian rata – rata (average day), dimana peak month
dibagi dengan jumlah rata – rata dalam satu bulan (31 hari)
Volume harian rata – rata = 0,03226 × Volume bulanan
maksimum..................(2.3)
c. Volume harian maksimum (Peak day movement) yang
merupakan besarnya volume pergerakan terbanyak dalam 1
(satu) hari tertentu.
Volume harian maks = 1,26 × average day
..................................(2.4)
d. Volume pada jam puncak (peak hour) yang merupakan
pergerakan terbanyak pada jam tertentu dalam 1 jam dimana
peak hour ini memiliki nilai pergerakan sebesar 12% - 15 %
dari peak day.
Volume jam puncak = 0,0917 × Peak daily flow
..................................(2.5)
(sumber : Ashford, 2011)

2.3.2. Peak Hour Penumpang


Data jumlah penumpang pada saat jam puncak dibutuhkan
sebagai parameter-parameter yang digunakan dalam suatu
perencanaan fasilitas bandara. Data ini juga dapat memberikan
pertimbangan kepada perencana dalam menentukan jenis-jenis
10

pesawat udara yang direncanakan akan beroperasi pada umur


rencana. Menurut FAA, untuk mencari data penumpang pada
saat jam puncak dapat dilakukan dengan metode TPHP (typical
peak hour passenger). Metode ini menggunakan tabel persentasi
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Persentase TPHP
TPHP as a %
Total Annual Passenger
Annual Passenger
20 million and over 0.03
10.000.000 – 19.999.999 0.035
1.000.000 – 9.999.999 0.04
500.000 – 999.999 0.05
100.000 – 499.999 0.065
Under 100.000 0.12
(sumber : FAA, 2014)

2.4 Karakteristik Pesawat Terbang


Dalam merencanakan bandar udara, salah satu hal yang
wajib di ketahui adalah karakteristik secara umum dari pesawat
terbang itu sendiri. Hal ini nantinya akan berkaitan dengan
perencanaan sarana dan prasarana yang terdapat di bandar udara.
Karakteristik utama dari pesawat terbang antara lain :
1. Ukuran
Ukuran dari suatu pesawat terbang akan mempengaruhi
dimensi landasan pacu, dimensi landasan hubung serta jari -
jari putar yang dibutuhkan.
2. Berat
Berat dari suatu pesawat terbang akan mempengaruhi tebal
landasan pacu, landasan hubung dan perkerasan apron yang
dibutuhkan.
3. Kapasitas
Kapasitas penumpang mempengaruhi fasilitas – fasilitas yang
dibutuhkan di dalam maupun di sekitar gedung terminal
bandar udara.
4. Kebutuhan Dimensi Landasan Pacu
11

Kebutuhan panjang dan lebar landasan pacu akan


mempengaruhi luas tanah bandara udara yang akan di
rencanakan.
(sumber : Horonjeff & McKelvey, 2010)

2.4.1. Beban Pesawat


Beban pesawat diperlukan untuk menentukan tebal lapis
perkerasan landasan yang dibutuhkan. Berikut adalah jenis beban
pesawat yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat antara
lain :
1. Berat Kosong Operasi (Operating Weight Empty)
Adalah berat dasar pesawat terbang, termasuk didalamnya
awak dan peralatan pesawat terbang, tetapi tidak termasuk
bahan bakar dan penumpang atau barang.
2. Muatan ( Pay Load )
Adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut
oleh pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat.
Umumnya beban / muatan ini menghasilkan pendapatan
(beban yang dikenai biaya). Secara teoritis beban maksimum
ini merupakan perbedaan antara berat bahan bakar kosong
dan berat operasi kosong.
3. Berat Bahan Bakar Kosong ( Zero Fuel Weight)
Adalah batasan berat, spesifik pada tiap jenis pesawat, diatas
batasan berat itu tambahan berat harus berupa bahan bakar,
sehingga ketika pesawat sedang terbang, tidak terjadi momen
lentur yang berlebihan pada sambungan.
4. Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight)
Adalah Beban maksimum pesawat yang diizinkan untuk
melakukan gerakan, atau berjalan dari area parkir pesawat
serta landasan pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka
akan terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan
sedikit kehilangan berat.
5. Berat Maksimum Lepas Landas (Maximum Structural Take
Off Weight)
12

Adalah berat maksimal pesawat terbang pada awal lepas


landas sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan
kelayakan penerbangan. Berat ini meliputi berat operasi
kosong, bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan
bakar yang digunakan untuk melakukan gerakan awal) dan
muatan (payload).
6. Berat Maksimum Pendaratan (Maximum Structural Landing
Weight)
Adalah berat maksimal pesawat terbang pada saat roda
pesawat menyentuh lapis landasan pacu (mendarat) sesuai
dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan
penerbangan.
(sumber : Horonjeff & McKelvey, 2010)

2.5 Perencanaan Runway dan Taxiway


Fasilitas – fasilitas sisi udara sebuah bandar udara secara
umum terdiri dari landasan pacu (runway), landasan hubung
(taxiway dan exit taxiway) serta apron. Landasan pacu itu sendiri
dapat di klasifikasikan menjadi landasan instrumen dan landasan
non instrumen. Landasan instrumen adalah landasan pacu yang
dilengkapi alat-alat / instrumen yang dapat membantu pilot
mengoperasikan pesawat dengan mode IFR (Instrument Flight
Rules), sedangkan landasan non instrumen kebalikannya,
landasan ini tidak dilengkapi alat bantu navigasi yang dapat
membantu pilot terbang dengan mode IFR (sumber : SKEP 77-
VI-2005, Dirjen Perhubungan). Pada landasan pacu non
instrumen pilot hanya dapat terbang dengan mode VFR (Visual
Flight Rules). Selanjutnya VFR adalah cara atau metode
mengoperasikan pesawat udara dengan hanya mengandalkan
kompas dan daratan secara visual. Cara terbang seperti ini
mempunyai keterbatasan tentunya, yakni cara ini tidak dapat
dilakukan apabila kondisi cuaca dan jarak pandang tidak bagus.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi
khususnya untuk alat / instrumen navigasi, saat ini pesawat udara
dilengkapi dengan sistim navigasi canggih yang memungkinkan
13

pilot terbang dengan hanya mengikuti panduan instrumen


navigasi yang ada didalam cockpit, cara terbang seperti inilah
yang dimaksud dengan (IFR). Bandara Sultan Syarif Kasim II
merupakan bandara dengan kategori landasan pacu instrumen
(sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Sultan Syarif
Kasim II,2017).

2.5.1. Elemen Dasar Landasan Pacu (Runway)


Landasan pacu (runway) merupakan fasilitas sisi udara,
dimana keselamatan, keamanan, dan kelancaran penerbangan
yang dilayani harus terjamin. Sistem landasan pacu (runway)
suatu bandar udara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan
(shoulder), bantalan hembusan (blast pad), dan daerah aman
landasan pacu (runway end safety area). Beberapa elemen dasar
runway antara lain :
1. Perkerasan struktural yang mendukung beban pesawat
terbang.
2. Bahu landasan (shoulder), berbatasan dengan tepi perkerasan
struktural yang dirancang untuk menahan erosi akibat air,
hembusan jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan
serta pengawasan dalam keadaan darurat. Bahu landasan
harus dibuat secara simetris pada masing-masing sisi dari
runway dan kemiringan melintang maksimum pada
permukaan bahu landasan pacu 2,5%.
Tabel 2.2 Runway Shoulder
Kemiringan
Code Penggolongan Lebar Shoulder
Maksimum Shoulder
Letter Pesawat (m)
(%)
A I 3 2,5
B II 3 2,5
C III 6 2,5
D IV 7,5 2,5
E V 10,5 2,5
F VI 12 2,5
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)
14

3. Bantal hembusan (blast pad), dimana suatu area yang


dirancang untuk mencegah erosi permukaan yang berdekatan
dengan ujung (sebelum & setelah) landasan pacu yang mana
selalu menerima hembusan jet secara terus-menerus.
4. Overrun mempunyai bagian meliputi stopway dan clearway.
Dimana, Clearway adalah suatu daerah pada akhir landas
pacu tinggal landas yang terdapat dipermukaan tanah maupun
permukaan air dibawah pengaturan operator bandar udara,
yang dipilih dan diseleksi sebagai daerah yang aman bagi
pesawat saat mencapai ketinggian tertentu, yang merupakan
daerah bebas yang disediakan terbuka diluar blast pad dan
untuk melindungi pesawat saat melakukan manuver
pendaratan maupun lepas landas. Stopway adalah suatu area
yang terletak di akhir landasan pacu, yang berbentuk
segiempat yang dipersiapkan sebagai tempat berhenti
pesawat ketika terjadi pembatalan take off. Perkerasan
stopway harus cukup kuat untuk menahan beban pesawat
secara berkala. Lebar stopway sama dengan lebar runway.

Gambar 2.1 Penampang stopway / overrun


(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)
15

Tabel 2.3 Dimensi Stopways / Overrun


Lebar Kemiringan
Kode Penggolongan Panjang
Stopways Stopway
Huruf Pesawat Stopways (m)
(m) (%)/(m)
A I 18 30
B II 23 30
C III 30 60 0.3 per 30
D IV 30 60 0.3 per 30
E V 45 60 0.3 per 30
F VI 45 60 0.3 per 30
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

5. Daerah keamanaan landasan (runway safety area) terdiri dari


perkerasan struktur, bahu landasan dan suatu daerah yang
bersih / bebas halangan, terdapat drainase dan rata. Daerah ini
disebut daerah aman runway karena harus mampu menahan
pesawat dalam keadaan darurat, seperti kebakaran, tumbukan,
dan sebagai tempat penyelamat apabila pesawat berada
dibawah kondisi normal karena itu harus disediakan peralatan
pemeliharaan yang mendukung

Tabel 2.4 Dimensi Runway Safety Area (RESA)


Uraian Code Letter / Penggolongan Pesawat
Jarak minimum antara holding bay dengan garis
tengah landasan A/I B / II C / III D / IV E/V F / VI
a. landasan instrumen (m) 90 90 90 90 90 90
b. landasan non-instrument (m) 60 60 90 90 90 90
Lebar minimum (m) atau 2 kali lebar Runway 18 23 30 45 45 60
Kemiringan memanjang maksimum (%) 5 5 5 5 5 5
Kemiringan melintang maksimum (%) 5 5 5 5 5 5

(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

6. Holding Bay, terletak pada pertemuan landas pacu dengan


taxiway. Holding bay adalah area tertentu dimana pesawat
dapat melakukan penantian, atau menyalip untuk
mendapatkan efisiensi gerakan pesawat. Dimensi holding bay
16

harus dapat menampung sejumlah posisi pesawat sehingga


memungkinkan jumlah keberangkatan pesawat yang
maksimum.
Tabel 2.5 Dimensi Holding bay

(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

Gambar 2.2 Penampang holding bay


(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)
17

Gambar 2.3 Tampak atas bagian runway


(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.2. Menghitung Dimensi Landasan Pacu (Runway)


Berdasarkan International Civil Aviation Organization
(ICAO), perhitungan panjang runway harus menggunakan suatu
standar Aeroplane Reference Field Length (ARFL) yaitu runway
minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum
take off weight, elevasi muka laut, kondisi atmosfir standar,
keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kemiringan
(kemiringan = 0). Tiap tipe pesawat memiliki spesifikasi
kebutuhan panjang runway untuk melakukan take off maupun
landing. Sehingga kelayakan suatu landasan terhadap kemampuan
pesawat yang akan melakukan pergerakan pada landasan tersebut
harus dilakukan koreksi terhadap pengaruh keadaan lokal
bandara. (Sumber : Basuki, 1986).

2.5.2.1. Koreksi elevasi permukaan Landas Pacu


Panjang dasar runway akan bertambah 7% setiap
kenaikan 300m (1.000ft) dihitung dari ketinggian diatas muka
laut (ICAO), dimana :
h
Fe = 1 + 0,07 .......................(2.6)
300
Keterangan :
Fe = Faktor terkoreksi elevasi
H = Elevasi lapangan terbang
18

2.5.2.2. Koreksi Temperatur


Pada kondisi temperatur yang tinggi, maka landasan pacu
yang dibutuhkan akan lebih panjang. Karena temperatur yang
tinggi kerapatan udaranya rendah sehingga menghasilkan daya
dorong yang rendah. Sebagai standar temperatur diatas muka laut
sebesar 15ºC. Sehingga, panjang landasan pacu harus dikoreksi
terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1ºC
sedangkan untuk kenaikan 1000 m dari muka laut rata-rata maka
temperatur turun 6,5ºC. Maka ICAO menetapkan hitungan
koreksi temperatur dengan rumus sebagai berikut :
Ft = 1 + 0,01(T − (15 − 0,0065h )..............(2.7)
Keterangan :
Ft = Faktor terkoreksi temperatur
T =Temperatur lapangan terbang
h = Elevasi lapangan terbang
Temperatur lapangan terbang dihitung dari suhu rata-rata
harian (Ta) untuk bulan yang paling panas sepanjang tahun,
ditambah 1/3 selisih suhu ini (Ta) dan suhu maksimum harian
(Tm) adalah :
Tr = Ta + 1/3 (Tm – Ta).......................(2.8)
Dimana :
Tr = Temperatur Lapangan Terbang
Ta = Suhu rata – rata harian untuk bulan yang paling
panas sepanjang tahun
Tm = Suhu maksimum harian

2.5.2.3. Koreksi Kemiringan


Untuk koreksi kemiringan, panjang runway yang sudah
dikoreksi berdasarkan ketinggian dan temperatur akan bertambah
10% setiap kemiringan effective gradient (perbedaan maksimum
ketinggian antara titik tertinggi dan terendah dari runway dibagi
dengan panjang total runway) sebesar 1%.
Dapat dihitung dengan :
19

Fs = 1 + 0,1S .................................................(2.9)
Keterangan :
Fs = Faktor terkoreksi kemiringan
S = Gradien efektif

Setelah panjang runway dikoreksi dengan ARFL di atas,


dikontrol lagi dengan Aerodrome Reference Code (ARC) untuk
mempermudah membaca hubungan antara beberapa spesifikasi
pesawat terbang dengan berbagai karakterisitik bandara. Kontrol
dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada Tabel 2.6 berikut
ini :
Tabel 2.6 Aero Reference Code (ARC)

(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.2.4. Lebar Runway


Persyaratan lebar runway yang ditetapkan sesuai SKEP 77-
VI-2005 Dirjen Perhubungan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.7 Lebar Runway Berdasarkan Code Number

(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)


20

2.5.2.5. Kemiringan Memanjang Runway


Kemiringan memanjang landasan (Longitudinal slope)
adalah kemiringan memanjang yang didapatkan dari hasil
pembagian antara ketinggian maksimum dan minimum garis
tengah sepanjang landas pacu. Dengan alasan ekonomi,
dimungkinkan adanya beberapa perubahan kemiringan di
sepanjang landas pacu dengan jumlah dan ukuran yang dibatasi
oleh ketentuan tertentu.

Tabel 2.8 Kemiringan Memanjang Landasan Pacu Standart ICAO

Kode Angka Landasan


Kriteria
1 2 3 4
Kemiringan efektif
1,0 % 1,0 % 1,0 % 1,0 %
memanjang
Kemiringan memanjang
2,0 % 2,0 % 1,5 % 1,25 %
Maksimum
Perubahan kemiringan
memanjang 2,0 % 2,0 % 1,5 % 1.5 %
Maksimum
Perubahan kemiringan
0,4 % 0,4 % 0,2 % 0,1 %
per 30 m (100 ft)

Catatan :
a. Semua kemiringan yang diberikan dalam persen.
b. Untuk landasan dengan kode angka 4, kemiringan
memanjang pada seperempat pertama dan seperempat
terakhir dari panjang landasan tidak boleh lebih 0.8 %.
c. Untuk landasan dengan kode angka 3 kemiringan
memanjang pada seperempat pertama dan seperempat
terakhir dari panjang landasan precision aproach category
II dan III tidak boleh lebih 0.8 %.
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)
21

2.5.2.6. Kemiringan Melintang Runway


Kemiringan landasan pacu yang direncanakan harus dapat
membebaskan landasan pacu tersebut dari genangan air. Untuk
menjamin pengaliran air permukaan yang berada di atas landasan
perlu kemiringan melintang dengan ketentuan sebagai berikut :
a. 1.5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E.
b. 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.3. Marka di Landasan Pacu (Runway)


Marka pada daerah pergerakan pesawat udara di bandara
merupakan tanda/petunjuk, dimana tanda tersebut memberikan
informasi suatu kondisi (gangguan / larangan), dan batas–batas
keselamatan penerbangan. Marka ini hanya berguna pada siang
hari saja, sedangkan malam hari fungsi marka digantikan oleh
sistem perlampuan. Dalam Tugas Akhir ini perencanaan marka
mengacu kepada SNI 03-7095-2005 tentang Marka dan Rambu
Pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandara Udara.

2.5.3.1. Nomor Landasan (Runway Designation Marking)


Berada di ujung landasan sebagai nomor pengenal
landasan, terdiri dari dua angka, pada landasan sejajar harus
dilengkapi dengan huruf L atau R atau C. Dua angka tersebut
merupakan angka persepuluhan terdekat dari utara magnetis
dipandang dari arah approach, ketika pesawat akan mendarat.
Misal landasan dengan azimut magnetis 82 maka nomor landasan
adalah 08, azimut magnetis 86 nomor landasan 09. Nomor
landasan ini ditempatkan berlawanan dengan azimutnya, landasan
Barat Timur, diujung Timur ditempatkan landasan 27, sedang di
ujung Barat dipasang nomor landasan 09. Dua landasan sejajar
diberi nomor landasan 09-27 dilengkapi dengan huruf L (Left)
atau R (Right). Tiga landasan sejajar yang tengah ditambahi huruf
C (Central).
(sumber: SNI 03-7095-2005. Badan Standarisasi Nasional)
22

2.5.3.2. Marka Sumbu Landasan


Ditempatkan di sepanjang sumbu landasan berawal dan
berakhir pada nomor landasan, kecuali pada landasan yang
bersilangan, landasan yang lebih dominan sumbunya menerus,
sedangkan yang kurang dominan sumbunya diputus.
Merupakan garis putus-putus, panjang garis dan panjang
pemutusan sama. Panjang strip bersama gapnya tidak boleh
kurang dari 50 m, tak boleh lebih dari 75 m. Panjang strip sama
dengan panjang gap atau 30 m mana yang terbesar. Garis pertama
berjarak 12 m dari nomor landasan. Lebar marking runway
centreline harus :
a. 0.3 m untuk semua runway non instrumen dan pendekatan
runway instrumen non-presisi kode adalah 1 atau 2
b. 0.45 m untuk pendekatan runway instrumen non-presisi kode
3 atau 4, kategori I untuk pendekatan runway presisi
c. 0.9 m untuk kategori II dan III pendekatan runway presisi.
(sumber: SNI 03-7095-2005. Badan Standarisasi Nasional)

2.5.3.3. Marka Threshold


Terletak di ujung landasan, sejauh 6 m dari awal landasan
membujur landasan, panjang paling kurang 30 m, lebar 1.8
m,dengan jarak antar stripe 1.8 m. dan jarak (celah) kedua sisi
stripe antara 2,5 meter – 3,6 meter. Serta jarak tepi luar stripe
terhadap tepi dalam runway side strip marking min. 0,20 meter.
Banyaknya strip tergantung lebar landasan.

Tabel 2.9 Jumlah Strip Tanda Threshold


Lebar Jumlah Banyaknya f (m)
Landasan strip celah e min e max
18 m 4 2 1,85 1,35
23 m 6 4 0,75 0,25
30 m 8 6 0,5 -
45 m 12 10 0,5 -
60 m 16 14 0,8 0,3
(sumber: SNI 03-7095-2005. Badan Standarisasi Nasional)
23

2.5.3.4. Marka Untuk Jarak-jarak Tetap (Fixed Distance


Marking)
Berbentuk empat persegi panjang, berwarna menyolok
biasanya oranye. Ukurannya panjang 45 m – 60 m, lebar 6 m – 10
m terletak simetris kanan kiri sumbu landasan, marking ini yang
terujung berjarak 300m dari threshold.

2.5.3.5. Marka Touchdown Zone


Dipasang pada landasan dengan approach presisi, tapi bisa
juga dipasang pada landasan non presisi atau landasan non
instrumen, yang lebar landasannya lebih dari 23 m.Terdiri dari
pasangan-pasangan berbetuk segi empat di kanan kiri sumbu
landasan lebar 3 m dan panjang 22.5 m untuk strip tunggal, untuk
strip ganda ukuran 22.5 x 1.8 m dengan jarak 1.5 m. Jarak satu
sama lain 150 m diawali dari threshold, banyaknya pasangan
tergantung panjang landasan.

Tabel 2.10 Jumlah Touchdown Zone Marking


Landing distance
Pairs
available or the
(s) of Jumlah Garis
distance between
Marking
threshold
< 900 m 1 1
900 m – 1199 m 2 2,1
1200 m – 1499 m 3 2,1,1
1500 m – 2399 m 4 2,2,1,1
> 2400 m 6 3,3,2,2,1,1
(sumber: SNI 03-7095-2005. Badan Standarisasi Nasional)
24

Gambar 2.4 Marking Touchdown Zone


(sumber: SNI 03-7095-2005. Badan Standarisasi Nasional)
25

Gambar 2.5 Marking Landasan Instrumen


(sumber: SNI 03-7095-2005. Badan Standarisasi Nasional)
26

2.5.4. Landasan Hubung (taxiway dan exit taxiway)


Landas hubung adalah jalan yang menghubungkan terminal
dengan landasan pacu (runway). Lokasi penempatan landas
hubung (taxiway) harus direncanakan secara tepat agar semua
aktivitas yang ada di tempat ini tidak mengganggu pergerakan
pesawat yang akan lepas landas. Waktu tunda yang diakibatkan
oleh pesawat landing terhadap pesawat yang lepas landas akan
lebih singkat bila landas hubung memungkinkan pesawat untuk
membelok dengan kecepatan tinggi.

2.5.4.1. Dimensi Taxiway


Faktor keamanan yang diijinkan juga perlu diperhatikan
dalam mendesain taxiway, hal tersebut dikarenakan pergerakan
pesawat sangat cepat, ketika dari apron menuju taxiway yang
diperhatikan adalah garis tengah dan jarak diantaranya harus
terbebas dari hambatan terutama di luar roda pesawat dan ujung
dari taxiway. Adapun nilai minimum untuk dimensi taxiway
dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2.11 Dimensi taxiway


Jarak bebas
Lebar Taxiway minimum dari
Kode Penggolongan
sisi terluar roda
Huruf Pesawat
utama dengan
(m) tepi taxiway (m)
A I 7.5 1.5
B II 10.5 2.25
15 A 3A
C III
18 B 4.5 B
18 C
D IV 4.5
23 D
E V 25 4.5
F VI 30 4.5
27

Keterangan:
a) Bila taxiway digunakan pesawat dengan roda dasar kurang
dari 18m.
b) Bila taxiway digunakan pesawat dengan seperempat roda
dasarlebih dari 18 m.
c) Bila taxiway digunakan pesawat dengan roda putaran
kurang dari 9 m.
d) Bila taxiway untuk pesawat dengan seperempat roda
putaran lebih dari 9 m.
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.4.2. Taxiway Shoulders


Sama halnya dengan runway, bagian lurus dari taxiway
harus dilengkapi dengan bahu pada setiap sisi dari taxiway.

Tabel 2.12 Lebar bahu taxiway


Lebar Minimum Bahu
Code Penggolongan
Taxiway Pada Bagian
Letter Pesawat
Lurus (m)
A I 25
B II 25
C III 25
D IV 38
E V 44
F VI 60
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.4.3. Taxiway Longitudinal Slope


Untuk kemiringan memanjang maksimum taxiway dapat
dilihat pada tabel berikut.
28

Tabel 2.13 Kemiringan Memanjang Maksimum Taxiway


Perubahan Jari – jari
Penggolon Kemiringan
Code Maksimum Peralihan
gan Memanjang
Letter Kemiringan Minimum
Pesawat (%)
(%) / (m) (m)
A I 3 1/25 2500
B II 3 1/25 2500
C III 1,5 1/30 3000
D IV 1,5 1/30 3000
E V 1,5 1/30 3000
F VI 1,5 1/30 3000
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.4.4. Taxiway Transversal Slope


Kemiringan melintang taxiway dibutuhkan untuk
mencegah tergenangnya air di permukaan taxiway.

Tabel 2.14 Kemiringan Melintang Maksimum Taxiway


Kemiringan
Code Penggolongan
Melintang
Letter Pesawat
(%)
A I 2
B II 2
C III 1,5
D IV 1,5
E V 1,5
F VI 1,5
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.4.5. Taxiway Strips


Antara bagian tengah strips dan garis tengah taxiway
memiliki jarak minimum sesuai tabel berikut :
29

Tabel 2.15 Taxiway Strips

(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

Tabel 2.16 Jarak Lurus Minimum setelah belokan taxiway


Kode huruf / Jarak lurus
Penggolongan setelah belokan
pesawat (m)
A/I 35
B/II 35
C/III 75
D/IV 75
E/V 75
F/VI 75
(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.4.6. Rapid Exit Taxiway

Tabel 2.17 Jari – jari Minimum Taxiway


Code Letter/ Kecepatan pesawat Jari - jari minimum Sudut potong antara
Penggolongan dalam keadaan basah belokan jalan rapid exit taxiway
Pesawat (km/jam) pesawat (m) dengan runway
A/I 65 275 30
B / II 65 275 30
C / III 93 550 30
D / IV 93 550 30
E/V 93 550 30
F / VI 93 550 30
30

Gambar 2.6 Penampang Jari – Jari Taxiway


(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.4.7. Fillet
Bagian tambahan dari perkerasan yang disediakan pada
persimpangan taxiway untuk memfasilitasi beloknya pesawat
terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.

Tabel 2.18 Dimensi Fillet Taxiway

(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)


31

Tabel 2.19 Jari – Jari Fillet

Lebar pararel
Kode Lebar dari dan keluar
taxiway(WT2)
Huruf taxiway (WT1)
(m)
A 15 30
B 18 26.5
C 23 26.5
D 30 26.5
E 30 23
F 45 18

(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

Tabel 2.20 Jari – Jari Fillet

Kode
R1 R2 r0 r1 r2
Huruf
A 30 30 39 25 25
B 41.5 30 41.5 25 30
C 41.5 41.5 53 25 35
D 30 60 71.5 35 55
E 60 60 71.5 35 55
F 60 60 75 45 50

(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)


32

Gambar 2.7 Jari – Jari Fillet


(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

2.5.4.8. Exit Taxiway


Exit taxiway harus dirancang dengan baik sehingga
pesawat yang baru saja mendarat tidak terganggu oleh pesawat
yang bergerak untuk take off. Pada bandara yang cukup sibuk,
exit taxiway harus memungkinan mempercepat pesawat
meninggalkan runway agar tidak mengganggu aktivitas pesawat
lainnya yang akan menggunakan runway. Pada sejumlah bandara,
exit taxiway terletak tegak lurus terhadap runway, sehingga
pesawat harus memperlambat kecepatannya aman berbelok keluar
dari runway. Namun, untuk mengurangi waktu penggunaan
runway dan mengurangi delay pesawat lain yang menunggu
untuk menggunakan runway, maka exit taxiway dirancang
sedemikian rupa sehingga pesawat dapat berbelok dengan
kecepatan yang lebih tinggi.
Terdapat 3 tipe sudut exit taxiway, yaitu 90°, 45°, 30°. Exit
taxiway dengan sudut 30° disebut rapid exit taxiway atau high
33

speed exit taxiway. Gambar 2.8 sampai dengan Gambar 2.10


menunjukkan beberapa tipe exit taxiway.

Gambar 2.8 Exit Taxiway 90°


(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

Gambar 2.9 Exit Taxiway 45°


(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)
34

Gambar 2.10 Exit Taxiway 30°


(sumber : SKEP 77-VI-2005 Dirjen Perhubungan)

Faktor-faktor penentu lokasi exit taxiway di bawah ini :


1. Jarak dari threshold untuk touchdown
2. Kecepatan touchdown
3. Kecepatan awal keluar exit taxiway
4. Perlambatan rata-rata
Jarak dari ujung runway ke titik touchdown dapat
diperkirakan dengan formula berikut ini (Ashford dan Wright,
1984)

D1 =
(Vot )2 − (Vtd )2 ..............................(2.10)
2a1
Jarak dari touchdown ke lokasi exit taxiway ideal dapat
diperkirakan dengan formula berikut ini (Ashford dan Wright,
1984)

D2 =
(Vtd )2 − (Ve )2 ............................(2.11)
2a2
Jarak dari ujung runway hingga pesawat mencapai
kecepatan keluar di exit taxiway (S) adalah sebagai berikut :
S = D1 + D2............................................(2.12)
S = (Vtd ) − (Vu1 ) + (Vu1 ) − (Ve ) ..........(2.13)
2 2 2 2

2a1 2a 2
35

dimana :
S = Jarak dari ujung runway ke exit taxiway (m)
D1 = Jarak dari ujung runway ke titik touchdown (m)
D2 = Jarak exit taxiway dari titik touchdown (m)
Vot = Kecepatan pendaratan pesawat(m/dt)
Vtd = Kecepatan touchdowndi runway (m/dt)
Ve = Kecepatan awal keluar runway(m/dt)
a1 = Perlambatan di udara (m/dt2)
a2 = Perlambatan di darat (m/dt2)
Catatan :
• Jarak D diperpanjang 3% untuk setiap penambahan 300 di
atas muka air laut (MSL : Mean Sea Level)
• Jarak diperpanjang 1% untuk setiap kenaikan suhu 5.6° C
di atas 15°C.

2.5.5. Marka di Landasan Hubung (taxiway)


Marka pada taxiway menggunakan warna kuning. Hal ini
bertujuan untuk memperjelas keberadaan marka.
2.5.5.1. Taxi Guideline Marking
Sumbu tanda taxiway sebagai garis pedoman dari sumbu
landasan masuk ke taxiway, berbetuk garis selebar 15 cm. Pada
garis melengkung, tanda harus sejajar dengan tepi luar
perkerasan.
Tanda taksi di runway tidak harus menyatu dengan
centreline, tetapi diteruskan sejajar dengan garis tengah runway
untuk jarak (D), tidak kurang dari 60 m di luar titik singgung
untuk nomor kode runway 3 dan 4 dan 30 m untuk nomor kode 1
dan 2. Tanda taxi harus offset dari landasan centreline pada sisi
taxiway dan 0.9 m dari runway centreline.
36

Gambar 2.11 Marking Guideline Menyinggung Centreline


(sumber: SNI 03-7095-2005. Badan Standarisasi Nasional)

2.6 Perumusan Matematis Kapasitas Jenuh


Tipe-tipe model ini menentukan jumlah operasi pesawat
terbang maksimum yang dapat ditampung oleh suatu sistem
runway dalam jangka waktu tertentu. Dalam model-model
tersebut, kapasitas adalah sama dengan kebalikan waktu
pelayanan rata-rata terboboti dari seluruh pesawat terbang yang
dilayani.

2.6.1 Pengembangan Model untuk Kedatangan (Arrivals


Only)
Kapasitas suatu runway yang hanya digunakan untuk
melayani pesawat yang datang dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut (Horonjeff & McKelvey, 2010):
1. Campuran pesawat terbang, yang biasanya diberi karakter
oleh penggolongan pesawat ke dalam beberapa kelas
menurut kecepatan mendekati runway (approach speed).
2. Kecepatan mendekati runway dari berbagai kelas pesawat.
3. Panjang jalur pendekatan umum ke landasan dari jalur
masuk (entry) atau gerbang ILS ke ambang runway.
4. Aturan-aturan jarak pisah lalu lintas udara minimum atau
jarak pisah yang diamati praktis apabila tidak ada peraturan.
5. Besarnya kesalahan dalam waktu kedatangan di gerbang dan
kesalahan kecepatan pada jalur pendekatan umum ke
runway.
37

6. Probabilitas tertentu dari pelanggaran terhadap jarak pisah


lalu lintas udara minimum yang dapat diterima.
7. Waktu pemakaian runway rata-rata berbagai kelas pesawat
dalam campuran dan besarnya pencaran (dispersion) dalam
waktu rata-rata tersebut.

2.6.1.1 Keadaan Bebas Kesalahan


Dalam keadaan ini pesawat bisa menjaga jarak minimum
yang disyaratkan terhadap pesawat lain. Dengan ketepatan yang
sedikit berkurang dan untuk membuat perhitungan menjadi lebih
mudah, pesawat terbang dikelompokkan ke dalam beberapa kelas
kecepatan yang berbeda Vi, Vj, dan seterusnya. Untuk
mendapatkan waktu pelayanan terboboti (weighted service time)
untuk kedatangan, perlu untuk merumuskan matriks selang waktu
di antara kedatangan pesawat di ambang runway. Dengan
memperoleh matriks ini dan prosentase berbagai kelas dalam
campuran pesawat, waktu pelayanan terboboti dapat dihitung.
Kebalikan waktu pelayanan terboboti adalah kapasitas runway.
Misalkan matriks bebas kesalahan adalah [Mij], selang waktu
minimum di ambang runway untuk pesawat terbang dengan kelas
kecepatan i yang diikuti pesawat kelas j. Dimisalkan pula
persentase pesawat kelas i dalam campuran adalah pi, dan
pesawat kelas j adalah pj, maka perhitungannya dapat dilihat pada
Persamaan 2.14 s.d Persamaan 2.16.

Tj - Ti = [Tij] = [Mij....................................(2.14)

Dimana:
Ti = waktu dimana pesawat i yang di depan melewati
ambang runway.
Tj = waktu dimana pesawat j yang di belakang melewati
ambang runway.
38

[Tij] = matriks pemisahan waktu sebenarnya di ambang


runway untuk dua kedatangan yang berurutan, pesawat dengan
kelas kecepatan i diikuti oleh pesawat dengan kelas kecepatan j.

E[Tij] = Σ pijMij = ΣpijTij...............................(2.15)


1
C = ................................................................(2.16)
E (Tij )
Dimana:
E[Tij] = waktu pelayanan rata-rata (mean), atau waktu antar
kedatangan di ambang runway untuk campuran pesawat.
Pij = probabilitas pesawat yang di depan i, akan diikuti oleh
pesawat dibelakangnya j.
C = kapasitas runway untuk mengolah campuran pesawat
yang datang ini.

Untuk mendapatkan waktu antar kedatangan di ambang


landasan pacu, perlu untuk mengetahui apakah kecepatan pesawat
yang di depan (Vi), lebih besar atau lebih kecil dari kecepatan
pesawat di belakangnya (Vj).

Keadaan Merapat (Vi ≤ Vj)


Keadaan dimana kecepatan mendekati landasan dari
pesawat di depan lebih kecil dari yang berada di belakangnya.
Pemisahan waktu minimum di ambang runway dapat dinyatakan
dalam jarak δij dan kecepatan dari pesawat yang ada di belakang,
Vj. Meskipun demikian, apabila waktu pemakaian runway dari
kedatangan Ri lebih besar dari pemisahan di udara, maka akan
menjadi pemisahan minimum di ambang landasan. Persamaan
untuk keadaan ini adalah

Tij = Tj – Ti= δij ...............................................(2.17)


Vj
Dimana:
γ = panjang jalur pendekatan umum ke runway
39

δij = jarak pisah minimum yang diperbolehkan di antara dua


pesawat yang datang, pesawat i di depan dan pesawat j di
belakang, di sembarang tempat di sepanjang jalur pendekatan
umum ini
Vi = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di
depan dari kelas i
Vj = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat
dibelakang dari kelas j
Ri = waktu pemakaian runway dari pesawat di depan kelas i.

Keadaan Merenggang (Vi > Vj)


Untuk keadaan dimana kecepatan saat mendekati landasan
dari pesawat yang berada di depan lebih besar dari pada
kecepatan pesawat di belakangnya, pemisahan waktu minimum di
ambang landasan dapat dinyatakan dalam jarak δij, panjang jalur
pendekatan umum ke landasan γ, dan kecepatan saat mendekati
landasan Vi dan Vj dari pesawat di depan dan di belakang. Hal ini
bersesuaian dengan pemisahan jarak minimum δij di sepanjang
jalur pendekatan umum ke landasan, yang sekarang terjadi di
jalur masuk dan bukannya di ambang landasan. Persamaan untuk
keadaan ini diperlihatkan pada Persamaan 2.18.
δij 1 1
Tij = Tj – Ti = +γ( − ) ...................(2.18)
Vi Vj Vi
Apabila pengendalian dilakukan untuk mempertahankan
pemisahan di antara kedua pesawat ketika pesawat yang berada di
depan melewati jalur masuk, maka perhitungannya menjadi
Persamaan 2.19.
δij 1 1
Tij = Tj – T = +γ( − ) ....................(2.19)
Vi Vj Vi
Dimana:
γ = panjang jalur pendekatan umum ke runway
δij = jarak pisah minimum yang diperbolehkan di antara dua
pesawat yang datang, pesawat I di depan dan pesawat j di
40

belakang, di sembarang tempat di sepanjang jalur pendekatan


umum ini
Vi = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di
depan dari kelas i
Vj = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di
belakang dari kelas j
Ri = waktu pemakaian runway dari pesawat di depan kelas i.

2.6.1.2 Perhitungan Kesalahan Posisi


Model di subbab sebelumnya menggambarkan situasi suatu
keadaan sempurna tanpa kesalahan. Untuk memperhitungkan
kesalahan, ditambahkan waktu sangga terhadap waktu pisah
minimum. Lamanya waktu sangga itu tergantung pada
probabilitas penyimpangan yang dapat diterima. Apabila posisi
pesawat merupakan suatu peubah (variabel) sembarang, terdapat
probabilitas yang sama bahwa ia dapat lebih cepat atau lebih
lambat dari jadwal. Apabila pesawat itu lebih cepat dari jadwal,
patokan pemisahan minimum akan dilanggar. Apabila kesalahan
posisi itu didistribusikan secara normal, maka daerah kurva
bentuk lonceng menyatakan probabilitas pelanggaran aturan
pemisahan minimum sebesar 50 persen. Oleh karena itu, untuk
memperkecil probabilitas pelanggaran ini, pesawat harus diatur
untuk sampai di posisi ini dengan membuat waktu sangga
terhadap patokan pemisahan minimum. Dalam keadaan ini, hanya
apabila pesawat jauh lebih cepat dari jadwal sehingga melewati
daerah kurva yang lebih kecil, pelanggaran terhadap pemisahan
akan terjadi. Tentu saja probabilitas terjadinya hal ini akan
semakin kecil. Dalam kenyataannya, para pengendali lalu lintas
udara menjadwal pesawat dengan memakai waktu sangga
sehingga probabilitas pelanggaran terhadap aturan pemisahan
minimum berada pada tingkat yang dapat diterima. Seperti yang
akan diperlihatkan dalam keadaan merapat, penyangga
merupakan nilai yang tetap. Meskipun demikian, dalam keadaan
merenggang, penyangga tidak harus merupakan nilai yang tetap
dan pada umumnya lebih kecil dari penyangga pada keadaan
41

merapat. Dengan mempunyai model-model untuk penyangga,


dibuat matriks waktu sangga [Bij] untuk pesawat dengan
kecepatan i yang diikuti oleh pesawat dengan kelas kecepatan j.
Matriks ini ditambahkan pada matriks bebas-kesalahan untuk
menentukan matriks waktu antarkedatangan sebenarnya, yang
dari matriks ini kapasitas dapat ditentukan. Hubungan ini
diberikan oleh Persamaan 2.20.

E[Tij] = Σ pij [Mij + Bij].............................(2.20)

Keadaan Merapat (Vi ≤ Vj)


Dalam hal ini, kecepatan mendekati landasan dari pesawat
yang berada di depan lebih kecil dari pada di belakang. Misalkan
[Tij] merupakan selang waktu minimum sebenarnya di antara
pesawat kelas i dan j dan dianggap bahwa pemakaian runway
adalah lebih kecil dari [Tij]. Nilai rata-rata [Tij] sebagai E[Tij]
dan e0 sebagai suatu kesalahan random yang didistribusikan
secara normal rata-rata nol dengan simpangan baku σ0.

Tij = E[Tij] + e0.......................................(2.21)

Tetapi untuk tidak melanggar patokan aturan pemisahan


minimum, nilai E[Tij] harus ditambah dengan penyangga sebesar
[Bij]. Oleh karena itu, didapatkan persamaan 2.22 dan 2.23.

E[Tij] = Mij + Bij..........................................(2.22)

Tij = Mij + Bij +............................................(2.23)

Untuk keadaan ini pemisahan minimum di ambang runway


diberikan oleh Persamaan 2.24. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan probabilitas pelanggaran pv tertentu, yaitu besarnya
penyangga yang dibutuhkan.
δij
Pv = P(Tij < ).....................................(2.24)
Vj
42

δij δij ........................(2.25)


Pv = P( + Bij + eo < )
Vj Vj
Persamaan 2.25 disederhanakan menjadi pv = P(Bij < -e0)
dengan menganggap bahwa kesalahan itu didistribusikan secara
normal dengan simpangan baku σ0, nilai penyangga dapat dicari
dari Persamaan 2.26.

pv = P(Bij < -e0) ............................................(2.26)

Dimana:
qv = nilai dimana distribusi normal standar kumulatif mempunyai
nilai (1-pv)

Bij = σ 0qv................................................(2.27)

Dimana:
qv = nilai dimana distribusi normal standar kumulatif mempunyai
nilai (1-pv)

Dengan kata lain, hal ini berarti besarnya simpangan baku


dari rata-rata dalam suatu persentase tertentu di bawah kurva
normal akan didapat. Sebagai contoh, apabila pv = 0,05, maka qv
adalah prosentase ke-95 dari distribusi dan besarnya = 1,65.
Dalam keadaan merapat, waktu sangga adalah suatu konstanta
yang bergantung pada besarnya pancaran kesalahan dan
probabilitas pelanggaran pv yang dapat diterima.

Keadaan Merenggang (Vi > Vj)


Berikutnya merupakan keadaan dimana kecepatan pada
saat mendekati ambang landasan dari pesawat yang berada di
depan lebih besar daripada yang dibelakangnya. Dalam hal ini
pemisahan di antara pesawat bertambah dari jalur masuk. Model
didasarkan pada anggapan bahwa pesawat yang berada di
belakang harus dijadwalkan pada jarak yang tidak kurang dari δij
43

mil di belakang pesawat yang berada di depan ketika yang


terakhir ini berada pada jalur masuk. Begitupun, dianggap bahwa
pemisahan yang ketat hanya dilakukan oleh pengendali lalu lintas
udara ketika pesawat yang berada di belakang mencapai jalur
masuk. Untuk keadaan ini probabilitas pelanggaran hanyalah
probabilitas bahwa pesawat yang berada di belakang mencapai
pintu masuk. Anggapan ini juga diperlihatkan. untuk keadaan ini
probabilitas pelanggaran hanyalah probabilitas bahwa pesawat
yang berada di belakang akan sampai di jalur masuk sebelum
pesawat yang di depan berada pada suatu jarak tertentu di sebelah
dalam jalur masuk. Secara matematis hal ini dapat dinyatakan
sebagai berikut:
 δij + γ γ 
Pv = P Tj − ( ) < Ti + − ) ............... (2.28)
 Vj Vi 
  δij γ γ 
Pv = P  P Ti − Ti − ( ) < ( − ) .........(2.29)
  Vj Vj Vi  

Dengan menggunakan Persamaan 2.28 dan Persamaan 2.29


untuk menghitung jarak sebenarnya di ambang landasan dan
disederhanakan menjadi persamaan 2.30.

γ γ ...............................(2.30)
Bij = σoqv − δij( − )
Vj Vi
Oleh karena itu, untuk keadaan merenggang besarnya
penyangga dikurangi dari yang dibutuhkan dalam keadaan
merapat, seperti terlihat pada Persamaan 2.30. Nilai penyangga
yang negatif tidak diperbolehkan dan oleh sebab itu, penyangga
merupakan suatu nilai positif dengan minimum sama dengan nol.
44

2.6.2 Pengembangan Model untuk Keberangkatan


(Departures Only)
Ketika keberangkatan dinyatakan bebas untuk lepas landas
berdasarkan interval waktu minimum atau waktu antar
keberangkatan td, kapasitas keberangkatan landasan pacu Cd
diberikan oleh Persamaan 2.31 dan Persamaan 2.32.

3600
Cd = .....................................................(2.31)
E (td )
E(td ) = ∑[Pij ][td ] .............................................(2.32)

Dimana:
E(td) = waktu pelayanan rata-rata (mean), atau waktu antar
keberangkatan di ambang runway untuk campuran pesawat.
[pij] = probabilitas pesawat yang di depan i, akan diikuti oleh
pesawat dibelakangnya j.
[td] = matriks waktu antar keberangkatan.

2.6.3 Pengembangan Model untuk Operasi Campuran


Model ini didasarkan pada empat aturan pengoperasian
yang sama seperti halnya model-model yang dikembangkan oleh
AIL (Airborne Instruments Laboratory). Aturan-aturan itu adalah
sebagai berikut:
1. Kedatangan mempunyai prioritas dari pada keberangkatan.
2. Hanya satu pesawat dapat berada di runway pada sembarang
waktu.
3. Keberangkatan tidak dapat dilaksanakan apabila pesawat yang
datang berikutnya berada pada jarak yang kurang dari suatu
jarak tertentu dari ambang runway, biasanya 2 nmi dalam
kondisi IFR.
4. Keberangkatan yang berurutan diatur sehingga pemisahan
waktu minimumnya sama dengan waktu pelayanan
keberangkatan.
45

Diagram waktu-jarak dapat digambar untuk


memperlihatkan pengurutan operasi campuran menurut aturan-
aturan yang disebutkan di atas. Pada gambar ini Ti dan Tj
merupakan waktu dimana pesawat yang ada di depan (i) dan yang
ada di belakang (j), melewati ambang kedatangan, δij adalah
pemisahan minimum di antara kedatangan, T1 adalah waktu
dimana pesawat yang datang meninggalkan runway, Td adalah
waktu dimana pesawat yang berangkat mulai lepas landas, δd
adalah jarak minimum pada jarak mana pesawat yang datang
harus berada (dari ambang landasan), T2 adalah waktu yang
menyatakan saat terakhir dimana keberangkatan dapat dilakukan,
Ri adalah waktu pemakaian runway untuk suatu kedatangan, G
adalah perbedaan waktu dimana keberangkatan dapat dilakukan,
dan td adalah waktu pelayanan yang dibutuhkan untuk
keberangkatan.
Karena kedatangan diberikan prioritas, pesawat yang
datang diurutkan dengan pemisahan minimum dan keberangkatan
tidak dapat dilakukan kecuali terdapat perbedaan waktu G di
antara kedatangan yang berurutan.

G = T 2 − T 1 > 0.....................................(2.33)

T 1 = Ti + Ri ............................................(2.34)
sij
T 2 = Tj − ...........................................(2.35)
vj
Tetapi diasumsikan bahwa keadaan seperti pada Persamaan
2.33 dan Persamaan 2.35, maka dapat ditulis sebagai persamaan
2.36.
δd
T2 − T1 > (Tj − ) − (Ti + Ri ) > 0 ......................(2.36)
Vj
Untuk melakukan satu keberangkatan di antara dua
kedatangan yang berurutan, didapat persamaan 2.37.
46

δd .............................................(2.37)
T j − i > Ri +
Vj
Dengan pengembangan sederhana persamaan ini, jelas
bahwa waktu antar kedatangan rata-rata yang dibutuhkan E[Tij]
untuk melakukan n keberangkatan di antara dua kedatangan
diberikan oleh Persamaan 2.38.
 δd 
E [Tij ] > E [Ri ] + E   + (n − 1) E [T. d ]......................(2.38)
 Vj 
Dimana:
E[Tij] = waktu dimana pesawat yang ada di depan (i) dan yang
ada di belakang (j), melewati ambang kedatangan
E[Ri] = waktu pemakaian runway untuk suatu kedatangan
δd = pemisahan minimum di antara kedatangan
Vj = kecepatan pada saat mendekati landasan dari pesawat di
belakang dari kelas j
E[td] = waktu pelayanan yang dibutuhkan untuk keberangkatan
Harus diingat bahwa suku terakhir dalam Persamaan 2.38
adalah nol apabila hanya satu keberangkatan yang akan disisipkan
di antara dua kedatangan. Suatu faktor kesalahan σG qv dapat
ditambahkan pada persamaan di atas untuk memperhitungkan
pelanggaran terhadap perbedaan jarak. Kapasitas runway pada
operasi campuran diberikan pada Persamaan 2.39 berikut:
1
Cm = (1 + ∑ nd Pnd ) ..........................(2.39)
E (∆Tij )
Dimana:
Cm = Kapasitas runway untuk operasi campuran
E(ΔTij) = Nilai waktu antarkedatangan
nd = Jumlah keberangkatan yang dapat dilakukan di antara dua
Kedatangan
pnd = Probabilitas jumlah keberangkatan nd dapat dilakukan
(Sumber : Horonjeff & McKelvey, 2010)
BAB III
METODOLOGI

Metodologi disusun agar proses pembahasan studi dapat


dilakukan dengan terstruktur dan terarah. Metodologi mencakup
kerangka pemikiran, diagram alir, metode pengumpulan data,
serta metode analisis yang digunakan dalam pembahasan materi.

3.1 Studi Literatur


Studi literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan
literatur – literatur yang berhubungan dengan topik pembahasan
studi dan dapat menunjang penyelesaian studi ini, materi materi
yang dirangkum didapatkan melalui media cetak, internet serta
buku-buku yang berhubungan dengan judul pembahasan studi.

3.2 Pengumpulan Data


Data – data sekunder yang dibutuhkan dalam penyusunan
Tugas Akhir ini antara lain :
1. Layout Bandara Sultan Syarif Kasim II.
2. Data pertumbuhan pergerakan angkutan udara 5 tahun
terakhir di Bandara Sultan Syarif Kasim II .
3. Data spesifikasi teknis fasilitas sisi udara kondisi eksisting di
Bandara Sultan Syarif Kasim II (khususnya untuk runway
dan taxiway).
4. Data temperatur dan ketinggian di Bandara Sultan Syarif
Kasim II.
5. Tipe dan karakteristik pesawat yang beroperasi di di Bandara
Sultan Syarif Kasim II
6. Jadwal penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim II
7. Data Pertumbuhan Perekonomian di Provinsi Riau
8. Data Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Riau
9. Kebijakan terkait runway dan taxiway yang berlaku di
Bandara Sultan Syarif Kasim II

47
48

3.3 Evaluasi Dimensi Eksisting Landasan Pacu


Pada tahap awal, akan dilakukan koreksi dimensi runway
eksisting terhadap pengaruh kondisi lokal bandara dengan
menggunakan pesawat desain yang dipilih dan ditentukan
berdasarkan data eksisting. Metode yang digunakan dalam
menghitung panjang runway mengacu pada standar International
Civil Aviation Organization (ICAO), dimana perhitungan panjang
runway harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan bandar
udara. Dalam menghitung dimensi runway eksisting pesawat
yang dipilih menjadi pesawat desain adalah pesawat yang
memiliki ARFL (Aeroplane Reference Field Length) terpanjang.
Pada tahapan ini akan didapat kesimpulan apakah dimensi
runway eksisting sudah mencukupi untuk melayani kondisi lalu
lintas saat ini.

3.4 Peramalan Pertumbuhan Lalu Lintas Udara


Setelah dilakukan analisa terhadap kondisi runway
eksisting, maka selanjutnya dilakukan peramalan pertumbuhan
lalu lintas udara untuk jangka panjang yaitu 20 tahun yang akan
datang. Peramalan pertumbuhan lalu lintas udara untuk 20 tahun
yang akan datang perlu dilakukan untuk menghitung kebutuhan
dimensi runway serta jumlah dan letak taxiway akibat peramalan
penambahan jumlah pergerakan pesawat total di masa yang akan
datang. Peramalan Pertumbuhan Lalu Lintas untuk 20 tahun
mendatang menggunakan data histori pergerakan pesawat terbang
tahun 2011 sampai dengan tahun 2016. Metode yang digunakan
adalah analisa regresi linier berganda. Analisa regresi linier
berganda adalah analisa yang mengukur hubungan secara linear
antara variabel terikat (Y) dengan dua atau lebih variabel bebas
(X1,X2,…..Xn). Dalam tahapan ini penulis menggunakan 2 (dua)
variabel bebas yakni Produk Domestik Regional Bruto Atas
Dasar Harga Konstan dan Jumlah Penduduk Tahunan.
49

3.5 Perhitungan Kebutuhan Dimensi Runway, Jumlah dan


Letak Taxiway
Pada tahapan ini, akan dilakukan perhitungan kebutuhan
dimensi runway, jumlah dan letak taxiway berdasarkan data
ramalan pertumbuhan lalu lintas udara pada tahun rencana. Untuk
klasifikasi panjang landasan yang diperlukan dapat dilihat
berdasarkan International Civil Aviation Organization (ICAO)
kemudian dilakukan koreksi elevasi, dan koreksi temperatur.
Setelah didapatkan panjang runway menurut Aeroplane Reference
Field Length (ARFL), maka dikontrol dengan Aerodrome
Reference Code (ARC) untuk mempermudah membaca hubungan
antara beberapa spesifikasi pesawat terbang dengan berbagai
karakteristik bandara. Dari pembacaan ARC akan dapat
ditentukan lebar runway rencana minimum dan akan
direncanakan beserta fasilitas pendukung runway.

3.6 Evaluasi Kinerja Runway (Kapasitas) Pada Tahun


Rencana
Setelah merencanakan dimensi runway, taxiway serta exit
taxiway untuk 20 tahun kedepan, maka dilakukan evaluasi
terhadap kinerja / kapasitas runway. Adapun cara untuk
melakukan evaluasi terhadap kapasitas runway adalah dengan
menghitung waktu pelayanan rata-rata pesawat berdasarkan
kecepatan mendarat pesawat (approach speed) dan jarak
pemisahan minimum. Perhitungan kapasitas runway meliputi
konfigurasi campuran pesawat dalam suatu jam puncak. Analisa
menggunakan data real dari pesawat yang beropeasi (teoritis) dan
akan dibandingkan dengan hasil data pada saat peak hour. Dari
evaluasi kinerja runway ini akan didapat kesimpulan terkait
kondisi pelayanan runway pada tahun rencana.

3.7 Kesimpulan dan Saran


Pada tahapan ini, dapat ditarik kesimpulan dari beberapa
tahapan yang sudah dilakukan diatas yaitu mendapatkan dimensi
kebutuhan panjang runway, taxiway dan exit taxiway serta
50

kapasitas runway di tahun rencana. Demikian juga dengan saran,


dapat dituliskan untuk pengembangan dan perbaikan kedepannya.

3.8 Diagram Alir Metode Perencanaan


Sistematika metodologi tersebut dapat digambarkan dalam
diagram alir pada gambar 3.1 berikut :

START

STUDI LITERATUR

PENGUMPULAN DATA

Data Yang Dibutuhkan:


Volume Lalu Lintas Udara, Data Tipe
dan Karakteristik Pesawat Terbang EVALUASI KONDISI
yang beroperasi, Data Temperatur EKSISTING RUNWAY
dan Ketinggian di lokasi bandara dan
Layout Eksisting.

Data Yang Dibutuhkan: PERAMALAN PERTUMBUHAN


Histori Volume Lalu Lintas Udara, LALU LINTAS UDARA
Data Pertumbuhan Ekonomi, Data
Pertumbuhan Jumlah Penduduk (20 TAHUN)

Data Yang Dibutuhkan:


Ramalan Volume Lalu Lintas Udara, PERHITUNGAN KEBUTUHAN
Data Tipe dan Karakteristik Pesawat DIMENSI RUNWAY, JUMLAH DAN
Terbang, Data Temperatur dan
Ketinggian di lokasi bandara. LETAK EXIT TAXIWAY

Data Yang Dibutuhkan:


Volume Lalu Lintas Udara Pada Jam EVALUASI KINERJA RUNWAY
Puncak, Data Tipe dan Karakteristik
Pesawat Terbang yang beroperasi, PADA TAHUN RENCANA
dan Jadwal Penerbangan

KESIMPULAN DAN SARAN

FINISH

Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi


BAB IV
PENGUMPULAN DATA DAN EVALUASI KONDISI
EKSISTING

Pada bab ini akan dijabarkan semua data-data yang


dibutuhkan dalam perhitungan di bab selanjutnya dan pada bab
ini juga akan didapat suatu kesimpulan terkait apakah dimensi
landasan pacu Bandara Sultan Syarif Kasim II saat ini sudah
mencukupi dan mampu menampung pergerakan pesawat dan
penumpang dengan baik.

4.1. Spesifikasi Bandara Sultan Syarif Kasim II


Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II
merupakan bandar udara yang melayani penerbangan domestik
maupun internasional. Menurut geografis bandara ini berada di
Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Bandara ini
mulai dikelola oleh PT. Angkasa Pura II sejak tahun 1994 dan
memiliki luas lahan seluas 321,21 Ha. Secara umum spesifikasi
Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II dapat dilihat
pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Spesifikasi Bandar Udara Internasional Sultan Syarif


Kasim II
Kelas Domestik dan Internasional
Kode ICAO / IATA WIBB / PKU
Lokasi Pekanbaru, Riau, Indonesia
Elevasi 45 Meter dpl
Runway
Dimensi Runway 2.240 x 45 Meter
Penamaan Runway 18/36
PCN 62 F/B/W/T
Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional
Sultan Syarif Kasim II, 2017

51
52

Bandara ini memiliki landasan pacu dengan dimensi


2240x450 meter. Data-data spesifikasi Bandar Udara
Internasional Sultan Syarif Kasim II pada tabel 4.1 diperlukan
sebagai dasar perhitungan pada subbab selanjutnya. Sebagai
contoh data ketinggian letak runway, data ini nantinya akan
digunakan untuk menghitung faktor koreksi dalam perhitungan
kebutuhan panjang landasan pacu. Selanjutnya rangkuman
spesifikasi Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Dimensi Eksisting Runway Bandara Sultan Syarif


Kasim II
Sumber : www.angkasapura2.co.id, 2017

4.2. Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang di


Bandara Sultan Syarif Kasim II (Tahun 2011-2016)
Data histori pergerakan pesawat terbang digunakan sebagai
dasar untuk peramalan pertumbuhan jumlah pergerakan pesawat
terbang di Bandara Sultan Syarif Kasim II untuk 20 tahun
kedepan. Data pergerakan pesawat terbang yang akan digunakan
untuk peramalan merupakan data histori tahun 2011 sampai
dengan tahun 2016. Arus pergerakan pesawat terbang dan
penumpang dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 dapat
dilihat pada Tabel 4.2 sampai dengan Tabel 4.7.
53

Tabel 4.2 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun


2011

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II

Tabel 4.3 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun


2012

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II
54

Tabel 4.4 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun


2013

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II

Tabel 4.5 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun


2014

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II
55

Tabel 4.6 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun


2015

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II

Tabel 4.7 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun


2016

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II
56

Kuantitas penumpang merupakan salah satu komponen


penting dalam perencanaan pengembangan suatu bandara.
Dimana, banyaknya penumpang menjadi patokan besarnya
permintaan terhadap penggunaan moda transportasi pesawat
terbang. Sehingga, perlu analisa terhadap penumpang guna
penentuan jenis pesawat yang dapat dipakai untuk menampung
kapasitas penumpang yang ada.

Tabel 4.8 Pergerakan Pesawat Terbang dan Penumpang Tahun


2011-2016
Total Pergerakan Total Pergerakan
Tahun
Pesawat Penumpang
2011 20,147 2,797,629
2012 24,274 2,480,733
2013 25,458 2,822,381
2014 26,567 2,781,224
2015 32,071 3,150,341
2016 34,314 3,943,351
Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional
Sultan Syarif Kasim II

Dari data pergerakan diatas menunjukkan adanya


peningkatan arus pergerakan pesawat terbang yang melakukan
landing dan take-off. Semakin meningkatnya jumlah pesawat
terbang dari tahun ke tahun ini akan diimbangi dengan bobot
pesawat yang semakin besar. Untuk itu perlu dilakukan rencana
pengembangan terhadap kinerja dari bandara tersebut.

4.3. Tipe Pesawat Yang Beroperasi


Dalam operasional penerbangan, pesawat terbang yang
digunakan memiliki karakteristik dan kapasitas penumpang
bervariasi. Salah satu karakteristik pesawat yang berpengaruh
pada perencanaan tebal perkerasan dan kekuatan landas pacu,
57

landas hubung dan parkir pesawat adalah berat (MTOW) pesawat


tersebut. Selain itu, lebar sayap dan panjang badan pesawat juga
mempengaruhi lebar landas pacu, serta taxiway dimana jarak
antara keduanya ditentukan oleh ukuran pesawat yang akan
menggunakan suatu bandara.
Pada Bandara Sultan Syarif Kasim II, terdapat beberapa
jenis pesawat terbang yang biasa beroperasi. Pada tabel 4.9
dibawah ini menunjukkan berbagai jenis pesawat penumpang
yang beroperasi di Bandara Sultan Syarif Kasim II pada tahun
2011 – 2016.

Tabel 4.9 Tipe Pesawat Terbang yang Beroperasi di


Bandara Sultan Syarif Kasim II

Kode
No Nama Maskapai Tipe Pesawat
ICAO
1 Batik Air Malaysia Aerospatiale/Alenia AT76
ATR 72 600
2 Wings Air Aerospatiale/Alenia AT72
ATR 72 200
3 Wings Air Aerospatiale/Alenia AT43
ATR 42-300 / 320
4 Express Air Fairchild Dornier D328
Do.328
5 Nam Air Boeing 737-500 B735
pax
6 Lion Air Boeing 737-900 B739
pax
7 Sriwijaya Air, Garuda Boeing 737-800 B738
Indonesia, Lion Air pax
8 Citilink, Jetstar Asia, Airbus A320-200 A320
Batik Air, Air Asia
Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional
Sultan Syarif Kasim II,2017
58

Tabel 4.10 Karakteristik Pesawat Terbang yang Beroperasi di


Bandara Sultan Syarif Kasim II

Wing Approach
Nama Tipe Kode ARFL
No span Speed
Maskapai Pesawat ICAO (m) (knots)
(m)
1 Aerospatiale
Batik Air / Alenia
ATR 72
AT76 1.410 27,05 105
Malaysia
600
2 Aerospatiale
Wings
/ Alenia AT72 1.522 27,05 105
Air ATR 72 200
3 Aerospatiale
Wings / Alenia
ATR 42-
AT43 1.271 24,57 104
Air
300 / 320
4 Fairchild
Express
Dornier D328 1.088 20,98 -
Air Do.328
5 Boeing 737-
Nam Air 500 pax
B735 2.470 28,9 128
6 Boeing 737-
Lion Air 900 pax
B739 2.240 34,3 141
7 Sriwijaya
Air,
Boeing 737-
Garuda 800 pax
B738 2.090 34,3 142
Indonesia,
Lion Air
8 Citilink,
Jetstar
Airbus
Asia, A320-200
A320 2.480 33,9 139
Batik Air,
Air Asia
Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional
Sultan Syarif Kasim II
59

Untuk memudahkan proses perencanaan suatu bandara (sisi


udara), mengacu kepada aturan yang diterbitkan oleh FAA maka
pesawat terbang dikelompokan menjadi beberapa kategori yakni
berdasarkan approach speed maupun wingspan dan tail height.
Tabel 4.11 sampai dengan Tabel 4.13 dibawah ini menyajikan
pesawat terbang yang beroperasi di Bandara Internasional Sultan
Syarif Kasim II sesuai dengan Airplane Design Group dan
Aircraft Approach Category.

Tabel 4.11 Airplane Design Group


Group
Tail Height (ft (m)) Wingspan (ft (m))
#
I < 20' (< 6 m) < 49' (< 15 m)
49' - < 79' (15 m - < 24
II 20' - < 30' (6 m - < 9 m)
m)
30' - < 45' (9 m - < 13.5 79' - < 118' (24 m - < 36
III
m) m)
45' - < 60' (13.5 m - < 118' - < 171' (36 m - < 52
IV
18.5m) m)
60' - < 66' (18.5 m - < 171' - < 214' (52 m - < 65
V
20 m) m)
60' - < 80' (20 m - < 214' - < 262' (65 m - < 80
VI
24.5 m) m)
Sumber : FAA, 2014

Tabel 4.12 Aircraft Approach Category


AAC Vref / Approach Speed
A Approach speed less than 91 knots
B Approach speed 91 knots or more but less than 121 knots
C Approach speed 121 knots or more but less than 141 knots
D Approach speed 141 knots or more but less than 166 knots
E Approach speed 166 knots or more
Sumber : FAA, 2014
60

Tabel 4.13 Kategori Pesawat Terbang yang Beroperasi di


Bandara Sultan Syarif Kasim II berdasarkan ADG dan AAC

Airplane Aircraft
Kode
Tipe Pesawat Design Approach
ICAO
Group Category
Aerospatiale/Alenia AT76 III B
ATR 72 600
Aerospatiale/Alenia AT72 III B
ATR 72 200
Aerospatiale/Alenia AT43 III B
ATR 42-300 / 320
Boeing 737-500 pax B735 III C
Boeing 737-900 pax B739 III D
Boeing 737-800 pax B738 III D
Airbus A320-200 A320 III C
Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional
Sultan Syarif Kasim II

4.4. Evaluasi Kondisi Eksisting Dimensi Landasan Pacu


Pada tabel 4.9 dan tabel 4.10 diatas disajikan jenis pesawat
terbang apa saja yang beroperasi di Bandara Sultan Syarif Kasim
II sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2016. Dari data tersebut
dapat diketahui jenis pesawat terbang yang membutuhkan runway
terpanjang yakni Airbus A320-200 dengan ARFL (Aeroplane
Reference Field Length) sebesar 2.480 m sebelum dikoreksi
dengan beberapa faktor koreksi.
Untuk mendapatkan kebutuhan panjang runway aktual dari
Airbus A320-200, akan dilakukan dengan metode analitis, yakni
melakukan koreksi ARFL (Aeroplane Reference Field Length)
terhadap pengaruh lingkungan bandara berdasarkan standar
International Civil Aviation Organization (ICAO), dimana
perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi
lokal lingkungan bandara dan perhitungan panjang runway juga
61

dilakukan dengan metode grafis yaitu mencari panjang runway


berdasarkan nilai MTOW dan MLW yang terdapat di spesifikasi
teknis pesawat serta memploting nilai MTOW dan MLW tersebut
pada grafik.
Adapun data – data yang diperlukan antara lain:
− ARFL = 2.480 m
− MTOW = 78.000 kg
− MLW = 66.000 kg
− Wingspan = 33,9 m
− Ketinggian lokasi dari muka air laut (h) = 45 m
− Gradien efektif (Ge) = 0,3 %
− Suhu lapangan (T) = 31 °C
− Suhu atmosfir standar (T0) pada elevasi + 45 m = 11,59 °C

4.4.1. Koreksi Elevasi


Faktor koreksi elevasi (Fe) perlu diperhitungkan
berdasarkan rekomendasi ICAO, ARFL bertambah sebesar 7%
untuk setiap kenaikan 300 m dihitung dari ketinggian muka laut.
Berikut rumus Fe :
h
Fe = 1 + 0,07
300
45
Fe = 1 + 0,07 = 1,0105 m
300
Maka, didapat nilai Fe sebesar 1,0105 m.

4.4.2. Koreksi Temperatur


Faktor koreksi temperatur (Ft) direkomendasikan oleh
ICAO agar memperhitungkan panjang runway terhadap
temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1°C. Sedangkan
untuk setiap kenaikan 1.000 m dari permukaan air laut rata – rata
temperatur berkurang sebesar 6,5 °C. Hal ini dikarenakan pada
temperatur tinggi, density (kelembapan) udara menjadi rendah
sehingga menghasilkan daya dorong yang rendah. Oleh karena
62

itu, pada kondisi tersebut dibutuhkan landasan (runway) yang


lebih panjang. Sebagai standarnya dipilih temperatur sebesar 15
°C diatas muka laut.

Tabel 4.14 Temperatur rata – rata tahun 2011 – 2015 di


Bandara Sultan Syarif Kasim II
Suhu Rata-Rata (°C) (2011-2015)
No Bulan
2011 2012 2013 2014 2015
1 Januari 30,5 33,1 32,9 32,1 31,7
2 Februari 32,8 32,6 32,1 34,1 32
3 Maret 32,8 32,9 34,1 34,4 32,6
4 April 30,7 33,2 34,4 32,7 33,1
5 Mei 33,7 33,2 34,2 32,4 33
6 Juni 33,2 33,8 34,6 33,3 33,3
7 Juli 33,7 32,8 33,3 33,3 33,4
8 Agustus 33,4 32,4 33,3 34,6 32,6
9 September 32,8 33,1 32,6 33,3 32,1
10 Oktober 32,7 32,6 32,7 34,6 31,7
11 November 32,6 32,5 32,4 33,3 32,6
12 Desember 31,2 32,8 32,2 31,2 32,2
Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional
Sultan Syarif Kasim II

Tabel 4.14 diatas merupakan data temperatur rata – rata di


runway Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II selama 5
tahun yakni, pada tahun 2011 – 2015. Dapat dilihat pada tabel
diatas bahwa temperatur tertinggi terjadi pada bulan Agustus
2014 yaitu sebesar 34,6°C. Maka perhitungan Ft sebagai berikut :
Ft = 1 + (0,01 × (T- (15 - 0,0065×h))
Ft = 1 + (0,01 × (34,6 – (15 – 0,0065 × 45)) = 1,1989 m
Maka, didapat nilai Ft sebesar 1,1989 m.
63

4.4.3. Koreksi kemiringan (gradien) runway


Faktor koreksi gradien (Fs) sebesar 10% untuk setiap
kemiringan 1%. Kemiringan keatas memerlukan landasan yang
lebih panjang dibanding landasan yang datar ataupun menurun.
Menurut FAA, dalam perencanaan suatu bandara terdapat beda
tinggi efektif (Effective Gradient) dimana beda tinggi efektif
merupakan beda tinggi maksimum antara elevasi tertinggi dan
terendah dari penampang memanjang landasan dibagi dengan
total panjang landasan yang ada.

Berikut rumus perhitungan Fs :

Fs = 1 + 0,1 x S
Fs = 1 + 0,1 × 0,3 %
= 1,0003 m
Maka, didapat Fs sebesar 1,0003 m.

Dari perhitungan koreksi di atas, maka dapat di tentukan


panjang runway terkoreksinya, sebagai berikut :
Lr0
ARFL =
Fe × Ft × Fs
𝐿𝐿𝐿𝐿0
2.480 =
1,0105 𝑥𝑥 1,1989 𝑥𝑥 1,0003

Lr0 = 2.480 × 1,0105 × 1,1989 × 1,0003

Lr0 = 3.005,39 m

Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka didapatkan


kebutuhan panjang runway dengan metode analitis adalah sebesar
3.005 m. Selanjutnya akan dilakukan perhitungan kebutuhan
panjang runway dengan metode grafis.
64

Untuk mendapatkan kebutuhan panjang runway dengan


metode grafis akan dilakukan dengan memploting nilai MTOW
untuk panjang take off dan memploting nilai MLW untuk
panjang landing kedalam grafik yang didapat dari dokumen
spesifikasi airbus A320-200 dibawah ini.

Gambar 4.2 Take Off Weight Limitation


Sumber : www.airbus.com
65

Gambar 4.3 Landing Field Lenght


Sumber : www.airbus.com

Dari dua grafik diatas dapat diketahui kebutuhan panjang


runway untuk take off dan landing dalam kondisi berat
maksimum adalah 2.200 meter dan 2.464 meter. Namun kedua
nilai tersebut belum dikoreksi dengan faktor lingkungan lokal
bandara. Jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan panjang
runway secara analitis, nilai ini lebih kecil, maka nilai yang
dipakai untuk evaluasi kondisi eksisting adalah nilai kebutuhan
66

panjang runway analitis. Sehingga dapat diambil kesimpulan


bahwa panjang runway minimum seharusnya di Bandara Sultan
Syarif Kasim II adalah sebesar 3.005 m dengan lebar runway
minimum 45 m.

4.5. Kondisi Eksisting Lebar Landasan Pacu


Lebar landasan pacu Bandar Udara Internasional Sultan
Syarif Kasim II saat ini sebesar 45 m, dimensi RESA 90 × 240 m,
serta stopway 60 × 45 m.

4.6. Kondisi Eksisting Taxiway


Dimensi taxiway yang ada saat ini di Bandar Udara
Internasional Sultan Syarif Kasim II sebesar 40×32 meter dan
50x32 meter. Pada bandara ini tidak terdapat exit taxiway
sehingga hanya terdapat 2 (dua ) lintasan untuk masuk dan keluar
runway.
BAB V
PENGOLAHAN DATA

5.1. Peramalan Pertumbuhan Pergerakan Pesawat


Peramalan pertumbuhan jumlah pergerakan pesawat
terbang sangat diperlukan dalam industri penerbangan, baik
bagi pihak pengelola fasilitas bandara maupun bagi penyedia
transportasi udara. Berdasarkan hasil peramalan ini pengelola
maupun penyedia transportasi udara dapat mengevaluasi
sarana dan prasarana yang telah ada apakah masih dapat melayani
aktivitas penerbangan beberapa tahun kedepan. Jika hasil
evaluasi menyatakan bahwa 20 tahun yang akan datang sarana
dan prasarana sudah tidak dapat lagi melayani aktivitas
penerbangan secara optimal maka dapat dicarikan solusi yang
terbaik guna menangani masalah tersebut.
Perhitungan peramalan jumlah pergerakan pesawat
terbang di tahun rencana menggunakan metode ekonometrik
memakai analisa regresi linier berganda dengan program bantu
Microsoft Excel. Analisa regresi linier berganda adalah analisa
yang mengukur hubungan secara linear antara variabel terikat (Y)
dengan dua atau lebih variabel bebas (X1,X2,…..Xn). Dalam
tahapan ini penulis menggunakan 2 (dua) variabel bebas yakni
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
dan Jumlah Penduduk Tahunan. Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 berikut
menyajikan data sekunder total pergerakan pesawat dan
penumpang dari tahun 2011 – 2016 yang diperoleh dari PT.
Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional Sultan Syarif
Kasim II.

67
68

Tabel 5.1 Data Sekunder Pergerakan Pesawat


Tahun 2011 – 2016

Tahun Pergerakan Pesawat


Tahun
Ke - Datang Berangkat Total
1 2011 10,085 10,062 20,147
2 2012 12,131 12,143 24,274
3 2013 12,857 12,601 25,458
4 2014 13,268 13,299 26,567
5 2015 16,045 16,026 32,071
6 2016 17,146 17,168 34,314

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II

Tabel 5.2 Data Sekunder Pergerakan Penumpang


Tahun 2011 – 2016

Tahun Pergerakan Penumpang


Tahun
Ke - Datang Berangkat Total
1 2011 1,389,749 1,407,880 2,797,629
2 2012 1,234,179 1,246,554 2,480,733
3 2013 1,397,180 1,425,201 2,822,381
4 2014 1,380,697 1,400,527 2,781,224
5 2015 1,557,292 1,593,049 3,150,341
6 2016 1,832,954 2,110,397 3,943,351

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II
69

Total Pergerakan Pesawat


40,000
30,000
20,000
32,071 34,314
25,458 26,567
10,000 20,147 24,274
-
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 5.1 Grafik Pergerakan Pesawat Tahun 2011 – 2016

Untuk data historis variabel terikat yakni Produk Domestik


Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan dan Jumlah Penduduk
Tahunan, penulis merangkum dari Dokumen Pekanbaru Dalam
Angka yang diterbikan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik
Kota Pekanbaru. Berikut ditabelkan data Produk Domestik
Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan dan Jumlah Penduduk
Tahunan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016.

Tabel 5.3 Data Variabel Bebas


Jumlah
PDRB ADHK
Tahun Penduduk
X1 X2
2011 45.226.467,23 929.247
2012 48.351.736,61 958.352
2013 60.492.459,60 984.674
2014 73.841.218,20 1.011.467
2015 83.662.331,90 1.038.118
2016 92.381.597,70 1.064.566
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru
70

Dengan adanya data historis variabel bebas tahun 2011-


2016 maka dapat dilakukan suatu peramalan nilai untuk tahun
2017-2036. Dalam meramalkan nilai prakiraan variabel bebas
(X1 dan X2) untuk 20 tahun mendatang dihitung dengan fungsi
Trend di Ms.Excel. Metode ini digunakan karena kenaikan
masing-masing nilai variabel per tahun tidak terlalu signifikan.
Berikut merupakan langkah langkah untuk mencari nilai masing-
masing variabel bebas di tahun rencana dengan fungsi Trend di
Ms.Excel.

1. Buka aplikasi microsoft excel


2. Masukan nilai data variabel X1 dan X2 seperti gambar 5.2

Gambar 5.2 Data Variabel Bebas

3. Kemudian masukan tahun rencana seperti gambar 5.3


71

Gambar 5.3 Input Tahun Rencana (2017-2036)


72

4. Selanjutnya klik pada kolom X1 tahun 2017, kemudian


masukan “=TREND ( X1 Tahun 2011-2016, Tahun 2011-
2016, Tahun 2017 -2036)” seperti gambar 5.4

Gambar 5.4 Input Rumus Trend Ms. Excel


73

5. Kemudian klik Enter, akan muncul seperti gambar 5.5

Gambar 5.5 Hasil Trend Ms. Excel


74

6. Selanjutnya klik pada X1 tahun 2017, kemudian dari tahun


2017 di drag dan (tarik) ke bawah sampai tahun 2036 seperti
gambar 5.6

Gambar 5.6 Hasil Trend Ms. Excel


75

7. Selanjutnya lakukan langkah yang sama untuk mencari


variabel X2 di tahun rencana.

Berikut merupakan tabel nilai prediksi pertumbuhan dari


masing-masing variabel.

Tabel 5.4 Prediksi Pertumbuhan Variabel Bebas


Jumlah
PDRB ADHK
Tahun Penduduk
X1 X2
2011 45.226.467,23 929.247
2012 48.351.736,61 958.352
2013 60.492.459,60 984.674
2014 73.841.218,20 1.011.467
2015 83.662.331,90 1.038.118
2016 92.381.597,70 1.064.566
2017 102.831.588,22 1.092.006
2018 114.715.600,64 1.118.323
2019 124.668.074,15 1.145.157
2020 134.457.809,46 1.171.924
2021 145.058.249,97 1.198.727
2022 155.840.259,88 1.225.523
2023 166.181.367,88 1.252.167
2024 176.298.143,71 1.279.015
2025 186.827.620,81 1.305.767
2026 197.368.226,55 1.332.526
2027 207.725.185,62 1.359.279
2028 218.058.268,92 1.386.040
76

Tabel 5.4 (lanjutan)


Jumlah
PDRB ADHK
Tahun Penduduk
X1 X2
2029 228.497.092,58 1.412.824
2030 238.966.787,81 1.439.570
2031 249.348.748,69 1.466.335
2032 259.734.009,12 1.493.099
2033 270.160.207,33 1.519.865
2034 280.587.759,32 1.546.627
2035 290.990.986,08 1.573.386
2036 301.391.171,87 1.600.152

Pada tabel 5.4 disajikan informasi terkait prediksi


pertumbuhan variabel bebas dari tahun 2011-2036 pada setiap
tahun. Data pertumbuhan variabel bebas tersebut dibedakan
antara PDRB ADHK (X1) dan jumlah penduduk (X2).
Tahapan selanjutnya adalah membuat persamaan
persamaan linier dari masing-masing variabel yang dipilih.
Penulis membuat 3 persamaan pada tahapan ini, dari 3 persamaan
tersebut nanti dipilih 1 persamaan yang nilai total pergerakan
pesawatnya paling mendekati dengan nilai data sekunder total
pergerakan di tahun 2016. Maka selanjutnya persamaan tersebut
dipilih untuk mencari total pergerakan pesawat terbang di tahun
rencana yaitu 2036.
Adapun 3 persamaan regresi linier dengan skenario
variabel bebas masing-masing sebagai berikut :
a. Persamaan 1 : y = a + bX1
b. Persamaan 2 : y = a + bX2
c. Persamaan 3 : y = a + bX1 + cX2
77

Keterangan :
a = nilai konstanta (hasil dari summary output Ms. Excel)
b = nilai koefisien regresi (hasil dari summary output Ms.
Excel)
c = nilai koefisien regresi (hasil dari summary output Ms.
Excel)
X1 = Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan (variabel bebas)
X2 = Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru (variabel bebas)

Berikut contoh perhitungan keberangkatan pesawat pada


tahun 2016:
1. Persamaan regresi untuk keberangkatan pesawat adalah
Y = a+b(X1)+c(X2)
2. Untuk a = -122217,726; b = -0,000157353; c =
0,160312928; X1 = 92.381.597,70; X2 = 1.064.566
(nilai a, b dan c diambil dari hasil hasil dari summary
output Ms. Excel)
3. Setelah didapatkan nilai a, b, c, X1 dan X2 maka
dimasukkan dalam persamaan regresi yaitu:
Y = a + b(X1) + c(X2)
= 33.909 pergerakan

Berikut hasil perhitungan peramalan total pergerakan


pesawat untuk masing-masing persamaan di tahun 2016. Untuk
tabel perhitungan peramalan total pergerakan pesawat
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran I.
78

Total Pergerakan Pesawat


34,000 33,899 33,909
33,800 33,661
33,600
33,400
Persamaan I Persamaan II Persamaan III

Gambar 5.7 Grafik Peramalan Total Pergerakan Pesawat di


tahun 2016

Berdasarkan gambar 5.7 diketahui bahwa jumlah total


pergerakan pesawat yang paling mendekati data historis tahun
2016 adalah persamaan I yakni 33.661 pergerakan, dengan data
historis tahun 2016 adalah 34.314 pergerakan.
Untuk hasil perhitungan peramalan total pergerakan
pesawat tiap tahun dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Total Pergerakan Pesawat Tahunan


Jumlah Jumlah
Tahun Tahun
Pesawat Pesawat
2017 36.382 2027 63.689
2018 39.476 2028 66.379
2019 42.067 2029 69.097
2020 44.615 2030 71.822
2021 47.375 2031 74.525
2022 50.182 2032 77.229
2023 52.874 2033 79.943
79

Tabel 5.5 (lanjutan)


Jumlah Jumlah
Tahun Tahun
Pesawat Pesawat
2024 55.508 2034 82.658
2025 58.249 2035 85.366
2026 60.993 2036 88.073

Dari Tabel 5.5 didapatkan jumlah total pergerakan pesawat


untuk tahun rencana 2036 adalah 88.073 pergerakan. Maka
selanjutnya akan dilakukan perhitungan volume pada jam puncak
sebagai acuan kondisi maksimum pergerakan dan untuk
mengetahui tingkat pergerakan maksimum pada kondisi peak
hour.
Perhitungan volume pada jam puncak dihitung dengan cara
mencari peak month ratio, peak day ratio dan peak hour ratio
terlebih dahulu. Berdasarkan tabel 4.2 sampai dengan tabel 4.7
yaitu data total pergerakan pesawat terbang di Bandara Sultan
Syarif Kasim II pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2016,
dapat dilihat pola pergerakan tiap bulannya, sehingga peak month
ratio dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
 Pada tahun 2012 jumlah pergerakan bulan Januari
adalah 1.944 pesawat terbang dengan total
pergerakan pada tahun 2012 sebesar 24.274 pesawat
terbang.
 Ratio bulan Januari 2012 sebagai berikut :
Rmount = Nmount / Nyear
= 1.944 / 24.274
= 0.08009
Dengan cara yang sama maka dilakukan untuk mencari
ratio di bulan lain dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016.
Hasil selengkapnya bisa dilihat pada tabel 5.6.
80

Tabel 5.6 Rasio Pergerakan Pesawat Terbang Bulanan

Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional


Sultan Syarif Kasim II

Rasio maksimum dari hasil perhitungan diatas berada pada


bulan November tahun 2011 dengan nilai sebesar 0.13650,
sehingga nilai ini nanti akan dipakai untuk mencari jumlah
pergerakan jam puncak pada tahun rencana.

Setelah mendapatkan nilai peak month ratio, tahapan


selanjutnya adalah mencari nilai peak day ratio. Untuk mencari
peak day ratio penulis menggunakan jadwal penerbangan pada
bulan Januari tahun 2018 yang diambil dari website flightradar24
sebagai pendekatan, sehingga dapat diketahui jumlah
penerbangan dalam 1 hari selama satu bulan. Untuk tahapan
perhitungan dapat dilihat pada uraian dibawah ini :
 Pada bulan Januari 2018 total pergerakan pesawat
adalah 3.160 dengan jumlah pergerakan pesawat
setiap hari Senin di bulan Januari adalah 97
pergerakan pesawat.
 Rasio hari Senin sebagai berikut :
Rday = Nday / Nmount
= 97 / 3.160
= 0,030696
81

Dengan cara yang sama maka dilakukan perhitungan untuk


mencari rasio pada hari lain di bulan Januari. Hasil selengkapnya
bisa dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Rasio Pergerakan Pesawat Terbang Harian


Hari Tanggal Total / Hari Jumlah Rasio
Senin 1, 8, 15, 22, 29 97 485 0,030696
Selasa 2, 9, 16, 23, 30 103 515 0,032595
3, 10, 17, 24,
Rabu 104 520 0,032911
31
Kamis 4, 11, 18, 25 109 436 0,034494
Jumat 5, 12, 19, 26 106 424 0,033544
Sabtu 6, 13, 20, 27 98 392 0,031013
Minggu 7, 14, 21, 28 97 388 0,030696
Total 3160
Sumber : https://www.flightradar24.com/data/airports/pku

Rasio maksimum harian dari hasil perhitungan diatas


berada pada hari Kamis dengan nilai 0.034494, sehingga nilai ini
akan dipakai untuk perhitungan mencari jumlah pergerakan pada
jam puncak di tahun rencana.
Setelah mendapatkan nilai peak day ratio, tahapan
selanjutnya adalah mencari nilai peak hour ratio. Untuk mencari
nilai peak hour ratio dibutuhkan data jumlah pergerakan pesawat
terbang di runway tiap jam pada suatu hari. Data yang digunakan
pada perhitungan ini adalah data pergerakan pesawat terbang
pada hari Kamis 25 Januari 2018 yang diambil dari website
flightradar24. Untuk tahapan perhitungan dapat dilihat sebagai
berikut :
82

 Pada hari Kamis 25 Januari 2018 total pergerakan


pesawat di runway adalah 109 pergerakan, diambil
data per jam pada jam 12.00–12.59 sebesar 12
pergerakan.
 Rasio pergerakan pesawat terbang pada pukul 12.00-
12.59 sebagai berikut :
Rhour = Nhour / Nday
= 12 / 109
= 0.110092
Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan untuk
mencari ratio pada jam lain. Hasil selengkapnya bisa dilihat pada
Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Rasio Pergerakan Pesawat Terbang Harian

Jam Jumlah Ratio


Pergerakan
0:00 - 0:59 0 0,000000
1:00 - 1:59 0 0,000000
2:00 - 2:59 0 0,000000
3:00 - 3:59 0 0,000000
4:00 - 4:59 0 0,000000
5:00 - 5:59 0 0,000000
6:00 - 6:59 6 0,055046
7:00 - 7:59 8 0,073394
8:00 - 8:59 5 0,045872
9:00 - 9:59 7 0,064220
10:00 - 10:59 7 0,064220
11:00 - 11:59 6 0,055046
12:00 - 12:59 12 0,110092
83

Tabel 5.8 (lanjutan)

Jam Jumlah Ratio


Pergerakan
13:00 - 13:59 8 0,073394
14:00 - 14:59 11 0,100917
15:00 - 15:59 10 0,091743
16:00 - 16:59 4 0,036697
17:00 - 17:59 6 0,055046
18:00 - 18:59 5 0,045872
19:00 - 19:59 5 0,045872
20:00 - 20:59 4 0,036697
21:00 - 21:59 2 0,018349
22:00 - 22:59 3 0,027523
23:00 - 23:59 0 0,000000
Total 109 1,000000
Sumber : https://www.flightradar24.com/data/airports/pku

Rasio maksimum dari hasil perhitungan diatas berada pada


jam 12.00–12.59 dengan nilai 0.110092. Peak month ratio, peak
day ratio dan peak hour ratio telah didapat, data ini digunakan
sebagai dasar perhitungan untuk mencari jumlah pergerakan
pesawat terbang pada jam puncak tahun rencana.

Perhitungan jam puncak pada tahun rencana dapat dihitung


dengan menggunakan peak month ratio, peak day ratio dan peak
hour ratio. Tahun rencana pada perhitungan ini pada tahun 2036.
Untuk lebih jelas perhitungan sebagai berikut :

 Tahun rencana adalah tahun 2036 dengan jumlah


pergerakan pesawat terbang selama satu tahun
sebesar 88.073 pergerakan pesawat terbang.
84

 Nilai ratio sebagai berikut :


peak month ratio = 0.13650
peak day ratio = 0.034494
peak hour ratio = 0.110092
 Jumlah pergerakan pesawat pada bulan puncak tahun
2036
Nmonth = Nyear x Rmonth
= 88073 x 0.13650
= 12022 pergerakan pesawat terbang

 Jumlah pergerakan pesawat pada hari puncak tahun


2036
Nday = Nmonth x Rday
= 12022 x 0.034494
= 415 pergerakan pesawat terbang

 Jumlah pergerakan pesawat pada hari puncak tahun


2036.
Nhour = Nday x Rhour
= 415 x 0.110092
= 46 pergerakan pesawat terbang

Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan pada tahun


tahun sebelumnya, dapat dilihat pada Tabel 5.9.
85

Tabel 5.9 Peramalan Pergerakan Pesawat Terbang

Tabel 5.9 menyajikan hasil dari peramalan jam puncak


pergerakan pesawat terbang di Bandara Sultan Syarif Kasim II.
Hasil diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2036 jumlah
pergerakan pesawat terbang di Bandara Sultan Syarif Kasim II
diramalkan sebanyak 46 pergerakan.
86

5.2. Peramalan Pertumbuhan Penumpang


Dalam memperkirakan karakteristik kebutuhan mendatang,
maka perlu dilakukan peramalan terhadap jumlah penumpang di
Bandara Sultan Syarif Kasim II. Untuk menghitung dan
meramalkan penumpang selama 20 tahun ke depan digunakan
metode regresi linier. Dalam pemodelan regresi linier yang
digunakan adalah data historis penumpang tahun 2012 sampai
dengan tahun 2016. Di bawah ini merupakan hasil regresi
pertumbuhan penumpang berangkat.

Total Keberangkatan
Penumpang
y = 18955x + 98648
2,500,000 2,110,397
R² = 0.806
2,000,000 1,593,049
1,425,201 1,400,527
1,500,000 1,246,554
1,000,000
500,000
-
2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 5.8 Regresi Linier Data Pertumbuhan Keberangkatan


Penumpang
Sumber : PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional
Sultan Syarif Kasim II

Dari persamaan yang diperoleh pada gambar 5.8, jumlah


keberangkatan penumpang pada tahun 2016 adalah 1,934,250.
Nilai ini lebih kecil 176,147 dari data historis yaitu 2,110,397
penumpang. Analisis peramalan pertumbuhan penumpang tetap
menggunakan persamaan tersebut karena nantinya pergerakan
penumpang hanya digunakan untuk membandingkan dengan data
87

total pergerakan pesawat. Untuk peramalan pertumbuhan


penumpang per tahunnya dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10 Peramalan Jumlah Penumpang


88

Setelah menghitung perkiraan jumlah penumpang selama


20 tahun kedepan, selanjutnya di hitung pula perkiraan jumlah
penumpang pada waktu puncak. Dalam perhitungan jumlah
penumpang waktu puncak dilakukan menggunakan standar TPHP
(Typical Peak Hour Passanger) dari FAA seperti tabel 5.11

Tabel 5.11 Persentase TPHP


Total Annual TPHP as a %
Passenger Annual Passenger
20 million and over 0.03
10.000.000 – 19.999.999 0.035
1.000.000 – 9.999.999 0.04
500.000 – 999.999 0.05
100.000 – 499.999 0.065
Under 100.00 0.12
(Sumber : FAA, dikutip dari Muhammad Nursalim, 2017)

Dari tabel 5.10 didapatkan prosentase TPHP yang akan


dikalikan dengan perkiraan jumlah penumpang pada waktu
puncak. Hasilnya seperti tabel 5.12.
89

Tabel 5.12 Jumlah Penumpang pada Waktu Puncak

5.3. Perencanaan Runway


Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013
tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional mengamanatkan
dalam melakukan desain landasan pacu (runway) khususnya
untuk panjang landasan pacu, terdapat beberapa parameter yang
harus diperhatikan dan dijadikan dasar dalam perhitungan teknis,
antara lain sebagai berikut :
1. Take Off Weight yang direncanakan.
2. Critical Aircraft yang direncanakan.
90

3. Minimum rencana pergerakan pesawat kritis ≥ 104


pergerakan dalam setahun atau ≥ 1 pergerakan dalam
seminggu.
4. Rute penerbangan terjauh yang dilayani.

Pasal 31 huruf a pada Peraturan Menteri Perhubungan


Nomor 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan
Nasional juga mengamanatkan bahwa bandar udara pada ibukota
provinsi dibangun atau dikembangkan dengan klasifikasi
landasan pacu minimal 4D. Selanjutnya dalam lampiran peraturan
menteri tersebut, Pada tahun 2030 Bandara Sultan Syarif Kasim II
direncanakan dengan pelayanan rute internasional, hirarki sebagai
pengumpul primer (PP) serta klasifikasi landasan pacu 4D.

5.3.1. Panjang Runway


Dengan memperhatikan beberapa aspek parameter yang
diamanatkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69
Tahun 2013 diatas, dan mengingat nilai peak hour pergerakan
penumpang serta ketersediaan suplai bahan bakar di Bandara
Sultan Syarif Kasim II, dari beberapa pilihan pesawat berbadan
lebar maka dipilih pesawat jenis Boeing 777-300ER sebagai
pesawat kritis untuk menghitung panjang runway. Pesawat jenis
Boeing 777-300ER juga merupakan pesawat favorit di maskapai
dunia maupun dalam negeri. Pesawat ini dianggap unggul dari
segi daya angkut dan kemampuan dari kompetitornya.
Maka selanjutnya panjang runway akan dihitung
menggunakan pesawat kritis yang akan beroperasi dengan kondisi
MTOW (Maximum Take Off Weight), dengan karakteristik teknis
sebagai berikut :
ARFL : 3.120 m
Wingspan : 64,80 m
OMGWS (Outer Main Gear Wheel Span) : 12,90 m
Overall length : 73,90 m
Approach Speed : 150 knots
MTOW (Maximum Take Off Weight) : 351.535 kg
91

MLW (Maximum Landing Weight) : 251.290 kg


(Sumber : FAA, 2014)
Dengan data-data lingkungan dan perhitungan faktor
koreksi yang sama dengan subbab 4.4, maka kebutuhan panjang
runway terkoreksi (metode analitis) untuk Boeing 777-300ER
dapat dihitung, sebagai berikut :
Lr0
ARFL =
Fe × Ft × Fs
Lr0
3.120 =
1,0105 ×1,1989 ×1,0003
Lr0 = 3.120 × 1,0105 × 1,1989 × 1,0003
Lr0 = 3.810,91 m

Selanjutnya untuk nilai kebutuhan panjang runway dengan


cara grafis dapat dilihat pada Gambar 5.9 dan 5.10 dibawah ini.

Gambar 5.9 Take Off Weight Limitation


Sumber : www.airbus.com
92

Gambar 5.10 Landing Field Lenght


Sumber : www.airbus.com

Dari dua gambar diatas didapat nilai kebutuhan panjang


runway untuk take off dan landing dalam kondisi berat
maksimum adalah 3.050 meter dan 2.350 meter. Namun kedua
nilai tersebut belum dikoreksi dengan faktor lingkungan lokal
bandara. Jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan panjang
runway secara analitis, nilai ini lebih kecil, maka nilai yang
dipakai untuk desain panjang runway adalah nilai panjang runway
analitis.
Dari hasil perhitungan panjang runway secara analitis
didapatkan kebutuhan panjang runway untuk Boeing 777-300ER
adalah sebesar 3.815 m. Untuk memudahkan proses perencanaan
maka pesawat Boeing 777-300ER di klasifikasikan berdasarkan
ARC (Aerodrome Reference code) atau dikenal juga dengan Code
Number and Letter seperti pada tabel 2.6, Pada kode elemen I
93

(kode angka) maka pesawat Boeing 777-300ER tergolong dalam


kode 4 karena memiliki ARFL > 1800 m, sedangkan untuk kode
pada elemen II (kode huruf) berdasarkan bentang sayap tipe
pesawat Boeing 777-300ER adalah sebesar 64,80 m didapatkan
kode huruf E karena termasuk dalam bentang 52 < L< 65 m.

5.3.2. Lebar Runway


Berdasarkan kode ARC (Aerodrome Reference code) atau
Kode Referensi Bandar Udara yang dimiliki pesawat kritis di
atas, untuk menentukan lebar runway minimum, SKEP
77/VI/2005 Dirjen Perhubungan Udara memberikan pedoman
sesuai pada Tabel 2.7. dan Tabel 2.2. Dari tabel tersebut untuk
pesawat Boeing 777-300ER dengan kode ARC 4E diperoleh lebar
runway sebesar 45 m dengan dilengkapi bahu landasan (runway
shoulder) paling kurang 10,5 m dan kemiringan maksimum bahu
landasan (runway shoulder) sebesar 2,5 %.

5.3.3. Kemiringan Memanjang Runway


Kemiringan memanjang landasan pacu (Runway
Longitudinal Slope) didapatkan dengan membagi beda
maksimum dan minimum elevasi sepanjang garis tengah runway
dengan panjang runway. Berdasarkan SKEP 77/VI/2005 Dirjen
Perhubungan Udara kemiringan memanjang maksimum diatur
sesuai berikut.

Tabel 5.13 Kemiringan Memanjang Maksimum Runway


Code Gol Runway Pada ¼ dari Jarak
Letter Pesawat Gradient Bagian ujung tampak
(m) Landasan landasan pada jarak
(%) min ½
landasan
A I ≤2 ≤2 - 1,5
B II ≤2 ≤2 - 1,5
C III ≤1 ≤ 1,5 ≤ 0,8 2
D IV ≤1 ≤ 1,5 ≤ 0,8 2
E V ≤1 ≤ 1,25 ≤ 0,8 3
F VI ≤1 ≤ 1,25 ≤ 0,8 3
Sumber : SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan
94

Tabel 5.14 Kurva Kemiringan Memanjang

Code Gol Peruba Jari jari Kurva Jarak antara


Letter Pesawat han Peralihan Vertikal 2 perubahan
Berurut (%)/(m) Minimu sudut
an (m) m (m) berurutan
(m)
A I ≤2 0,4/30 7.500 ≥ 45
B II ≤2 0,4/30 7.500 ≥ 45
C III ≤ 1,5 0,4/30 15.000 ≥ 45
D IV ≤ 1,5 0,4/30 15.000 ≥ 45
E V ≤ 1,5 0,4/30 30.000 ≥ 45
F VI ≤ 1,5 0,4/30 30.000 ≥ 45
Sumber : SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan

Jarak antara dua perubahan sudut berurutan (D) tidak boleh


lebih dari :
a. 45 m; atau
b. Jarak dalam ukuran menggunakan formula : D=k (S1-
S2)+ (S2-S3) / 100 dimana ‘k’ (koefisien) adalah :

Tabel 5.15 Nilai Koefisien K

Code Letter Gol Nilai Koefisien k (m)


Pesawat
A I 50
B II 50
C III 150
D IV 150
E V 300
F VI 300
Sumber : SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa gradien runway


maksimal 1 m, dengan kemiringan pada bagian landasan sebesar
1,25 % serta kemiringan di ¼ dari ujung landasan adalah 0,8%.
95

Jarak tampak pada jarak minimum ½ landasan sebesar 3m. Jarak


antara dua perubahan sudut berurutan (D) disyaratkan melebihi
45 m.

5.3.4. Kemiringan Melintang Runway


Kemiringan melintang runway direncanakan agar runway
terbebas dari genangan air yang mungkin terjadi di saat hujan.
Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di
permukaan landasan pacu, maka SKEP 77/VI/2005 Dirjen
Perhubungan Udara mensyaratkan untuk bandar udara dengan
kode huruf E perlu kemiringan melintang minimum sebesar 1%
maksimum 2%. Maka direncanakan untuk kemiringan melintang
di runway Bandara Sultan Syarif Kasim II adalah sebesar 2%.
Tabel 5.16 Kemiringan Melintang

Code Gol Preferred Minimum Maximum


Letter Pesawat Slope Slope Slope
A I 2 1,5 2,5
B II 2 1,5 2,5
C III 1,5 1 2
D IV 1,5 1 2
E V 1,5 1 2
F VI 1,5 1 2
Sumber : SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan

5.3.5. Runway Strips / Jalur Landasan Pacu


Desain dan persyaratan teknis untuk runway strips
mengacu kepada atauran yang sudah ditetapkan pada SKEP
77/VI/2005 Dirjen Perhubungan Udara, dapat dilihat pada tabel
berikut.
96

Tabel 5.17 Runway Strips

Sumber : SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan

5.3.6. Stopways/ Blast Pad


Perencanaan dimensi stopways / blast pad juga mengacu
kepada tabel 2.3. Dari tabel yang bersumber dari SKEP
77/VI/2005 Dirjen Perhubungan Udara tersebut maka didapatkan
dimensi stopways / blast pad sebesar 60 m untuk panjang dan
lebarnya 45 m sesuai dalam persyaratan yang menyebutkan
bahwa lebar stopway sama dengan lebar runway. Serta
kemiringannya adalah 0,3 % per 30 m.
97

5.3.7. RESA (Runway Safety Area).


Area ini direncanakan untuk mengurangi resiko kerusakan
pada pesawat yang mengalami kecelakaan di ujung landasan,
serta untuk memperlancar pergerakan kendaraan penyelamat dan
pemadam kebakaran dalam pelaksanaan evakuasi kecelakaan.
Perencanaan dimensi RESA mengacu kepada ketetapan SKEP
77/VI/2005 Dirjen Perhubungan Udara seperti tabel 2.4. Untuk
pesawat dengan kode huruf E maka didapatkan panjang
minimum RESA sebesar 240 m, sedangkan lebar area RESA
tidak boleh kurang dari dua kali lebar runway yang ada.
Kemiringan memanjang dan melintang pada RESA tidak boleh
lebih dari 5% .

5.3.8. Holding Bay


Pada area ini dirancang agar pesawat dapat ditahan /
diberhentikan, serta pesawat lainnya dapat melakukan penyalipan
terhadap pesawat yang berhenti, sehingga pesawat yang menyalip
masih memungkinkan untuk melakukan pergerakan diatas
permukaan landasan. Untuk kode huruf E, mengacu kepada tabel
2.5 (dimensi holding bay) sesuai ketetapan SKEP 77/VI/2005
Dirjen Perhubungan Udara didapatkan jarak minimum antara
holding bay dengan garis tengah landasan untuk landasan
instrument adalah sebesar 75 m serta jarak ruang bebas antara
pesawat yang parkir dengan pesawat yang bergerak di taxiway
adalah 7,5 m.

5.4. Perencanaan Taxiway


Suatu pesawat saat berada pada taxiway atau akan keluar
dari taxiway menuju runway, kecepatannya tidak lebih besar
seperti saat melakukan aktivitas pada runway. Oleh karena itu,
beberapa ketentuan yang ada untuk merancang taxiway tidak
terlalu ketat seperti pada perencanaan landasan. Namun,
perencanaan taxiway harus tepat agar tidak mengganggu aktivitas
pada runway dan tidak menyebabkan waktu tunda untuk aktivitas
antar pesawat. Pada perencanaan taxiway roda terluar dari
98

pesawat rencana yang menggunakan taxiway harus bebas dari


hambatan.

5.4.1. Dimensi Taxiway


Berdasarkan penjelasan pada subbab 2.5.4.1, bahwa
penentuan dimensi taxiway telah memiliki nilai minimum yang
ditetapkan SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan Udara. Pada
tabel 2.11 untuk kode huruf E, lebar taxiway disarankan adalah
sebesar 25 m dan jarak bebas minimum dari sisi terluar roda
utama dengan tepi taxiway adalah 4,5 m.

5.4.2. Taxiway Shoulder (bahu taxiway)


Taxiway juga harus dilengkapi dengan bahu di setiap
sisinya, sama halnya dengan runway. Lebar minimum bahu
taxiway pada ketentuan di tabel 2.12 sudah termasuk lebar
taxiway sebesar 25 m yang diperoleh dari penetapan dimensi
taxiway subbab 5.4.1. Berdasarkan ketentuan SKEP 77/VI/2005
Dirjen Perhubungan Udara, untuk kode huruf E memiliki lebar
minimum bahu taxiway pada bagian lurus sebesar 44 m.
Sehingga, lebar bahu taxiway tiap sisinya adalah 9,5 meter.

5.4.3. Taxiway Longitudinal Slope


Berdasarkan ketentuan SKEP 77/VI/2005 Dirjen
Perhubungan Udara pada tabel 2.13 didapatkan kemiringan
memanjang maksimum taxiway sebesar 1,5 %, dan perubahan
maksimum kemiringan adalah 1% per 30 meter, serta jari – jari
peralihan minimum 3000 meter.

5.4.4. Taxiway Transversal Slope


Perencanaan kemiringan melintang suatu taxiway harus
dapat mencegah genangan air pada permukaannya. Dari ketentuan
SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan Udara pada tabel 2.14
didapatkan kemiringan melintang maksimum untuk kode huruf E
adalah 1,5 %.
99

5.4.5. Taxiway Minimum Separation Distance


Pemisahan jarak antara garis tengah dari taxiway dan garis
tengah dari runway yang sejajar mengacu kepada ketentuan
SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan Udara, yakni sebagai
berikut.
Tabel 5.18 Jarak Garis Tengah Taxiway dan Garis Tengah
Runway

Sumber : SKEP 77/VI/2005 Dirjen Perhubungan

5.4.6. Taxiway Strips


Pada permukaan landasan harus direncanakan agar air
dapat mengalir lancar ke tepi landasan oleh sebab itu untuk area
yang diratakan harus memiliki maksimum kemiringan keatas
yang diratakan yaitu kemiringan melintang berbatasan dari
permukaan taxiway yang tidak horizontal sebesar 2,5 % dan
kemiringan kebawah tidak mencapai 5% dari ukuran horizontal
sesuai tabel 2.15, serta jarak minimum bagian tengah strip dengan
garis tengah taxiway sejauh 22 m.

5.4.7. Exit Taxiway


Exit taxiway merupakan jalan penghubung antara runway
dan taxiway. Area ini berfungsi menekan sekecil mungkin
100

penggunaan landasan oleh pesawat yang sudah mendarat. Letak


exit taxiway ditentukan oleh kecepatan pesawat sesaat sebelum
melakukan pendaratan sampai saat berbelok ke area ini.
Tiap tipe pesawat membutuhkan jarak dan sudut exit
taxiway yang bervariasi. Untuk perhitungan jaraknya diperoleh
dari jarak ujung runway ke titik touchdown (D1) dan jarak titik
touchdown ke exit taxiway (D2). Berikut ini data kecepatan dan
perlambatan untuk tiap tipe pesawat :

Tabel 5.19 Data kecepatan dan Perlambatan Pesawat


Kategori Vot Vtd Ve (m/dt) a1 a2
2
Pesawat (m/dt) (m/td) 30° 45° 90° (m/dt ) (m/dt)
A 46.94 44.17 30.87 20.58 7.72 0.76 1.52
B 61.67 50 30.87 20.58 7.72 0.76 1.52
C 71.94 61.67 30.87 20.58 7.72 0.76 1.52
D 85 71.94 30.87 20.58 7.72 0.76 1.52
(Sumber : Zadly, 2010)

Catatan : Kategori pesawat dibedakan berdasarkan kecepatan


menurut FAA.
Keterangan:
Vot = kecepatan pendaratan
Vtd = kecepatan touchdown
Ve = kecepatan keluar exit taxiway
a1 = perlambatan di udara
a2 = perlambatan di darat
Berdasarkan data diatas, maka dapat diambil untuk kategori
pesawat C yaitu :
a. kecepatan pendaratan (Vot) = 71,94 m/dt
b. kecepatan touchdown (Vtd) = 61,67 m/dt
c. kecepatan awal ketika di titik exit taxiway
untuk Ve 30° = 30,87 m/dt
untuk Ve 45° = 20,58 m/dt
untuk Ve 90° = 7,72 m/dt
d. Perlambatan perlambatan di udara (a1) = 0,76 m/dt2
101

e. Perlambatan di darat (a2) = 1,52 m/dt


Dan untuk pesawat kategori D yaitu :
a. kecepatan pendaratan (Vot) = 85 m/dt
b. kecepatan touchdown (Vtd) = 71,94 m/dt
c. kecepatan awal ketika di titik exit taxiway
untuk Ve 30° = 30,87 m/dt
untuk Ve 45° = 20,58 m/dt
untuk Ve 90° = 7,72 m/dt
d. Perlambatan perlambatan di udara (a1) = 0,76 m/dt2
e. Perlambatan di darat (a2) = 1,52 m/dt

Setelah pesawat touchdown di runway, pesawat akan


mengalami perlambatan dari kecepatan touchdownnya dan
mencapai kecepatan lebih rendah yang aman untuk berbelok ke
exit taxiway. Kecepatan ini tergantung pada besar sudut exit
taxiway. Semakin kecil sudut exit taxiway maka kecepatan keluar
yang diizinkan semakin besar karena pesawat akan lebih mudah
dalam melakukan manuver. Sebaliknya exit taxiway bersudut 90°
memungkinkan pesawat keluar dengan kecepatan paling rendah.
Kecepatan keluar exit taxiway ini adalah kecepatan ketika
pesawat berada di tangent curve exit taxiway. Untuk perhitungan
jarak dari ujung runway ke titik touchdown adalah sebagai berikut
:
 (Vot )2 − (Vtd )2   (71,94 )2 − (61,67 )2 
D1 =  =   = 903 m
 2a1   2 × 0,76 

Sedangkan jarak dari titik touchdown ke lokasi exit taxiway


dapat dihitung menggunakan persamaan 2.11. Berdasarkan Ve =
30°; 45°; 90° dapat dilihat pada tabel berikut ini :
102

Tabel 5.20 Jarak Ujung Runway ke Titik Touchdown (D1) dan


Jarak Titik Touchdown ke lokasi exit taxiway (D2).
Kategori D2 (m)
D1 (m) Sudut Sudut Sudut
Pesawat
30° 45° 90°
C 903 938 1112 1231
D 1.348 1.389 1.563 1.683

Menurut Basuki, 1986. Jarak titik touchdown ke exit


taxiway harus ditambahkan faktor koreksi elevasi dan faktor
koreksi temperatur dengan beberapa ketentuan berikut :
 Untuk setiap penambahan ketinggian 300 meter dari MSL
perpanjangan sebesar 7%. Elevasi runway Bandara Sultan
Syarif Kasim II berada pada ketinggian 45 meter di atas
MSL.
45
Faktor koreksi = 1 + 0,07 × = 1.0045
300
 Untuk setiap kenaikan suhu 5,6°C dari 15°C. Suhu di
runway adalah 34,6°C
 34,6 − 15 
Faktor koreksi = 1 +   × 1% = 1,0286
 5,6 
Maka D2 terkoreksi yaitu D2 × 1,0045 × 1,0286 untuk
masing – masing sudut adalah sebagai berikut :

Tabel 5.21 Jarak Ujung Runway ke Titik Touchdown (D1)


dan Jarak Titik Touchdown ke lokasi exit taxiway (D2) terkoreksi.

Kategori D2 (m)
D1 (m) Sudut Sudut Sudut
Pesawat
30° 45° 90°
C 903 969 1149 1272
D 1348 1435 1615 1739
103

Sehingga, jarak total dari ujung runway ke exit taxiway


menjadi : S = D1 + D2 terkoreksi

Tabel 5.22 Jarak Total dari Ujung Runway ke Lokasi Exit


Taxiway (S)
Kategori S (m)
Sudut Sudut Sudut
Pesawat
30° 45° 90°
C 1871 2051 2175
D 2784 2963 3087

Landas hubung yang didesain untuk memungkinkan


pesawat membelok dengan kecepatan yang lebih tinggi akan
mengurangi waktu yang diperlukan pesawat untuk meninggalkan
landasan pacu (Horonjeff, 1988). Sehingga untuk penentuan
sudut, dipilih yang memungkinkan pesawat untuk dapat melintas
dengan kecepatan yang tinggi, yaitu dengan sudut 45°.
Berdasarkan data yang ada pada bab 4, tipe pesawat yang
beroperasi dan tipe pesawat rencana yang akan digunakan di
Bandara Sultan Syarif Kasim adalah pesawat dengan kategori C
dan D. Maka jarak exit taxiway yang dipakai adalah jarak untuk
kategori C dan D dengan sudut 45 ° sebesar 2051 m dan 2963 m.

5.5. Marka Runway dan Taxiway


Sesuai penjelasan pada BAB II subbab 2.5.3 dan 2.5.5
pemarkaan pada landasan merupakan sarana informasi dan
batasan – batasan untuk keselamatan penerbangan. Untuk masing
– masing area memiliki penandaan yang beragam dan fungsi
masing – masing.

5.5.1. Nomor Landasan (Runway Designation Marking)


Untuk nomor landasan disesuaikan dengan nomor landasan
yang ada pada runway Bandara Sultan Syarif Kasim II yaitu 18
dan 36. Kedua angka nomor landasan ini sebagai identitas runway
104

yang diberi warna putih dan terletak di antara threshold dengan


runway center line marking.

5.5.2. Marka Sumbu Landasan


Tanda berupa garis putus – putus berwarna putih yang
terletak di tengah – tengah sepanjang runway. Marking sumbu
landasan terdiri dari garis dan celah dengan beberapa ketentuan
pada subbab 2.5.3.2, maka didapat lebar strip sebesar 0,9 meter
dengan garis yang berwarna putih (a) panjangnya adalah 30 meter
dan celahnya (b) sejarak 20 meter. Garis pertama berjarak 12 m
dari nomor landasan

5.5.3. Marka Threshold


Tanda berupa garis – garis putih sejajar dengan arah
runway yang terletak di ujung runway sebagai tanda permulaan
untuk pendaratan. Dari tabel 2.9 dengan lebar landasan sebesar 45
meter diperoleh jumlah strip sebanyak 12 garis dengan banyak
celah 10 buah. Serta jarak tepi luar stripe terhadap tepi dalam
runway side marking adalah 0,2 meter.

5.5.4. Touchdown Zone Marking


Penandaan ini terletak di runway, terdiri dari garis – garis
berwarna putih berpasangan di kiri – kanan centerline runway.
Memiliki fungsi sebagai penunjuk panjang landasan yang masih
tersedia saat pesawat melakukan pendaratan. Pemarkaan pada
zona ini berbentuk persegi panjang dengan panjang strip 22,5
meter, lebar strip adalah 3 meter, dengan jarak antar strip dan
jarak dari pinggir runway sejumlah 1.5 m. Jarak antara tanda satu
dengan yang lainnya adalah 150 m. Berdasarkan tabel 2.10
dengan panjang landasan > 2.400 meter maka didapatkan jumlah
pasangan sebanyak 6 dengan jumlah garis 3,3,2,2,1,1.

5.5.5. Marka Tepi Landasan


Suatu garis berwarna putih yang terdapat di sepanjang kiri
– kanan tepi pada awal sampai dengan akhir runway. Berbentuk
105

garis tepi sepanjang landasan dengan lebar garis sesuai ketentuan


yaitu 0,9 meter untuk runway dengan lebar ≥ 30 meter.

5.5.6. Taxiway centre line marking, exit guide line marking dan
taxiway edge marking
Taxiway juga memiliki marka garis sumbu yang terletak di
tengah – tengah dan sepanjang taxiway sama halnya dengan
runway. Garis sumbu ini berupa garis berwarna kuning dengan
lebar 0,15 meter.
Adapula exit guide line marking yaitu tanda berupa garis
berwarna kuning yang letaknya di persimpangan runway dan
taxiway serta garis ini menghubungkan dengan garis sumbu
taxiway. Fungsinya memberikan tuntunan keluar masuk pesawat
udara yang sedang taxi menuju runway ataupun sebaliknya. Lebar
tanda ini sebesar 0,15 meter sejajar dengan centerline runway
sepanjang 60 meter karena runway yang direncanakan
panjangnya ≥ 1200 m. Serta, lebar celah antara centerline dengan
exit guide line berjarak 0,9 m.
Taxiway edge marking adalah garis tepi yang terletak di
sepanjang kedua tepi taxiway, untuk lebar taxiway 18 m atau
lebih, digunakan double yellow line dengan lebar garis 0,15 meter
dan celahnya 0,15 meter.

5.5.7. Runway Holding Position Marking


Jenis runway Bandara Sultan Syarif Kasim II termasuk
pada kategori pendekatan presisi kategori I sehingga jarak
minimum dari runway center line ke holding position adalah 90
meter. Garis runway holding position menggunakan pola seperti
gambar 5.11 dibawah ini.
106

Gambar 5.11 Runway Holding Position Marking


(Sumber: SNI 03-7095-2005. Badan Standarisasi Nasional)

5.6. Kapasitas Runway


5.6.1. Arrival Only
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan
menghitung kapasitas runway dengan menganggap bahwa
runway hanya melayani pergerakan pesawat terbang yang datang
saja. Kedatangan pesawat tentunya mengalami berbagai keadaan
dalam pelaksanaannya antara lain nya keadaan bebas kesalahan
pada keadaan ini juga dipengaruhi oleh kecepatan pesawat
sehingga timbul keadaan merapat, keadaan merenggang dan
keadaan sama besar. Selain keadaan bebas kesalahan ada juga
keadaan kesalahan posisi pada keadaan ini juga dipengaruhi oleh
kecepatan pesawat sehingga timbul keadaan merapat, keadaan
merenggang dan keadaan sama besar.

5.6.1.1. Keadaan Bebas Kesalahan


Berdasarkan sumber data dari Bandara Sultan Syarif Kasim
II diketahui jarak pemisah minimum diantara pesawat yang
dibutuhkan di ruang angkasa di dekat landasan (δij) adalah 3 nmi
dan jalur masuk ke landasan rata-rata sebesar 8 nmi.
107

Keadaan Merapat (Vi < Vj)


Kecepatan pesawat di depan Vi lebih kecil dari pada
kecepatan pesawat yang ada dibelakang Vj. Perhitungan untuk
keadaan merapat menggunakan Persamaan 2.17.
δij
Rumus : Tij = Tj – Ti =
𝑉𝑉𝑗𝑗

Untuk Vb = 120 knots, Vc = 140 knots, Vd = 165 knots,


δij
Vj

maka didapat :=
δi3
d
Vj

3
Tcd = (3600) = 65,45 detik
165
δij
= d
Vj

3
Tbc = (3600) = 77,14 detik
140

3
Tbd = (3600) = 65,45 detik
165

Keadaan Merenggang (Vi > Vj)


Kecepatan pesawat di depan Vi lebih besar dari pada
kecepatan pesawat yang ada dibelakang Vj. Perhitungan untuk
keadaan merapat menggunakan Persamaan 2.18

δij 1 1
Rumus : Tij = Tj – Ti = + 𝛾𝛾 �𝑉𝑉𝑗𝑗 − 𝑉𝑉𝑖𝑖 �
𝑉𝑉𝑖𝑖

Untuk Vb = 120 knots, Vc = 140 knots, Vd = 165 knots,


δij
Vj

maka didapat :=
δi3
d
Vj

3(3600) 1 1
Tdc = Tc – Td = + 8� − � 3600 = 96,62 detik
165 140 165

3(3600) 1 1
Tdb = Tb – Td = 165
+ 8 �120 − 165� 3600 = 130,9 detik

3(3600) 1 1
Tcb = Tb– Tc = + 8� − � 3600 = 111.42 detik
140 120 140
108

Keadaan Sama Besar (Vi =Vj)


Kecepatan pesawat di depan Vi sama besar dengan
kecepatan pesawat yang ada dibelakang Vj. Perhitungan untuk
keadaan merapat menggunakan Persamaan 2.17

δij
Rumus : Tij = Tj – Ti =
𝑉𝑉𝑗𝑗

Untuk Vb = 120 knots, Vc = 140 knots, Vd = 165 knots,


δij
Vj

maka didapat :=
δi3
d
Vj

3
Tbb = (3600) = 90 detik
120

3
Tcc = (3600) = 77,14 detik
140

3
Tdd = 165 (3600) = 65,45 detik

Karena waktu pemakaian runway Ri rata-rata lebih kecil


dari waktu pemisah di udara, maka digunakan waktu pemisah di
udara (Tij). Apabila hasil dibuat dalam sebuah matriks bebas
kesalahan [Mij], maka akan dihasilkan pemisah waktu minimum
di ambang runway untuk semua keadaan sebagai berikut:
109

Sementara prosentase kombinasi [pij] yang diperoleh dari


jadwal kedatangan disajikan kedalam matriks dapat dilihat
dibawah ini.

Subtitusi kedalam Persamaan 2.15 akan menghasilkan :

E[Tij] = ΣPijMy = ΣpijTij

E[Tij] = 0,29(65,45) + 0,14(96,62) + 0,29(77,14) +


0,14(77,14) + 0,14(130,9) +....+ 0(90)

E[Tij] = 84,0035 detik

Dengan demikian kapasitas sistem runway untuk melayani


kedatangan saja yang dapat dihitung menggunakan Persamaan
2.16
sebagai berikut :

1
𝐶𝐶 =
𝐸𝐸[𝑇𝑇𝑖𝑖𝑗𝑗]
1
𝐶𝐶 = (3600)
84,0035
𝐶𝐶 = 43 𝑂𝑂𝑝𝑝𝑒𝑒𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟/𝑗𝑗𝑎𝑎𝑚𝑚

5.6.1.2. Keadaan Kesalahan Posisi


Dengan asumsi bahwa terjadi kesalahan posisi (σ0) pada
jadwal penerbangan sebesar 20 detik yang distribusikan secara
normal, dan probabilitas pelanggaran aturan pisah minimum
untuk jarak kedatangan yang diperbolehkan adalah 10 persen,
110

maka kapasitas runway untuk keadaan tersebut dapat dihitung.


Dengan probabilitas pelanggaran sebesar 10 persen, maka nilai 𝑞𝑞𝑣𝑣
dapat dicari dari tabel-tabel statistika yaitu sebesar 1,28.
Keadaan Merapat (Vi < Vj)
Penyangga pada keadaan merapat tidak tergantung pada
kecepatan. Perhitungan pada keadaan ini menggunakan
Persamaan 2.27.
𝐵𝐵𝑖𝑖𝑗𝑗 = σ0 𝑞𝑞𝑣𝑣
𝐵𝐵𝑖𝑖𝑗𝑗 = 20 (1,28)
𝐵𝐵𝑖𝑖𝑗𝑗 = 25,6 detik

Keadaan Merenggang (Vi > Vj)


Kecepatan pesawat di depan Vi lebih besar dari pada
kecepatan pesawat yang ada dibelakang Vj. Perhitungan untuk
keadaan merenggang menggunakan Persamaan 2.30.
1 1
𝐵𝐵𝑖𝑖𝑗𝑗 = σ0 qv − δij � − �
𝑉𝑉𝑗𝑗 𝑉𝑉𝑖𝑖

Untuk Vb = 120 knots, Vc = 140 knots, Vd = 165 knots,


δij = 3 nmi, maka didapat :
δij
Vj

δi3
d
=
Vj

1 1
Bdc = 20 (1,28) – 3�
140
− 165� (3600) = 13,91 detik

1 1
Bdb = 20 (1,28) – 3�
120
− 165� (3600) = 1,06 detik

1 1
Bcb = 20 (1,28) – 3�
120
− 140 � (3600) = 12,74 detik

Keadaan Sama Besar (Vi =Vj)


Kecepatan pesawat di depan Vi sama besar dengan
kecepatan pesawat yang ada dibelakang Vj. Perhitungan untuk
keadaan merapat menggunakan Persamaan 2.27 dan didapatkan
hasil yang sama yaitu 25,6 detik.
111

Nilai sanggah yang didapat dari dari perhitungan diatas


kemudian dibuat menjadi sebuah matriks nilai sanggah [Bij]
sebagai berikut :

Dengan menggabungkan matriks bebas kesalahan [Mij]


dan matrik nilai sanggah [Bij], dihasilkan jarak waktu antara
kedatangan sebenarnya di ambang runway sebagai berikut :

Apabila hasil diatas digabung dengan prosentase campuran


pesawat [Pij], waktu antar kedatangan rata-rata adalah :

E[Tij] = Σpij My = ΣpijTij


E[Tij] = 0,29(91,05) + 0,14(110,53) + 0,29(102,74) +
0,14(102,74) + 0,14(131,96) +....+ 0(115,6)
E[Tij] = 104,53 detik

Dengan demikian kapasitas sistem runway untuk melayani


kedatangan apabila terjadi kesalahan posisi yang dapat dihitung
menggunakan Persamaan 2.3 sebagai berikut :

1
𝐶𝐶 =
𝐸𝐸[𝑇𝑇𝑖𝑖𝑗𝑗]
1
𝐶𝐶 = (3600) 𝐶𝐶 = 34 𝑂𝑂𝑝𝑝𝑒𝑒𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟/𝑗𝑗𝑎𝑎𝑚𝑚
104,53
112

5.6.2. Departures Only


Tahapan berikutnya yaitu dengan menganggap bahwa
runway akan melayani pesawat yang berangkat saja. Perhitungan
pada kondisi ini sesuai dengan Bab II Tinjauan Pustaka, Sub Bab
2. 6. 2.
Jarak pisah minimum antar keberangkatan didapatkan
sebesar 120 detik (Bandara Sultan Syarif Kasim II) prosentasi
kombinasi [Pij] diambil dari jadwal keberangkatan.

Berdasarkan Peramaan 2.32 pada Bab II Tinjauan Pustaka,


dapat dihitung besar waktu pelayanan antar keberangkatan
diambang runway E(td) adalah sebagai berikut :

E(td) = Σ[Pij] [td]


E(td) = 0,33 (120) + 0,33 (120) + 0,33 (120)
E(td) = 120 detik

Dengan demikian kapasitas sistem runway untuk melayani


keberangkatan saja dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.31
sebagai berikut :
3600
Cd =
𝐸𝐸[𝑡𝑡𝑑𝑑]

3600
Cd = 120

C = 30 Operasi / jam
113

5.6.3. Operasi Campuran (Mixed)


Tahapan terakhir dalam perhitungan kapasitas suatu
runway adalah dengan menemukan kemungkinan dilakukan
operasi keberangkatan diantara dua kedatangan. Pergerakan
pesawat di runway harus mengutamakan pergerakan pesawat
yang datang karena apabila terjadi delay 30 menit, maka pesawat
yang akan mendarat harus dialihkan kebandara yang terdekat.
Waktu pemakaian runway rata-rata merupakan hasil dari
perkalian antara prosentase kategori pesawat dengan waktu
pemakaian runway tiap kategori pesawat. Besar nilai tersebut
dapat dilihat pada lampiran. sebagai hasil perhitungan dapat
dilihat dibawah ini.

E(Ri) = 0,125 (58) + 0,5 (54) + 0,375 (64)


E(Ri) = 58 detik

Waktu yang diharapkan pesawat datang untuk menempuh


jarak 2 mil terakhir ke ambang runway adalah.

δij 2 2 2
E [ ] = �� 0,125 � � + 0,5 � � + 0,375 � ��� 3600
𝑉𝑉𝑗𝑗 120 140 165

δij
E � � = 49,58 𝑑𝑑𝑒𝑒𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖
𝑉𝑉𝑗𝑗

E(td) = 120 detik

𝐸𝐸(𝐵𝐵𝑖𝑖𝑗𝑗) = 25,6 detik

E[Tij] = 104,53 detik

Agar dapat menghitung kemungkinan terjadi suatu operasi


keberangkatan diantara dua operasi kedatangan menggunakan
Persamaan 2.38 seperti dibawah ini :
114

δd
E [𝑇𝑇𝑖𝑖𝑗𝑗] ≥ 𝐸𝐸[𝑅𝑅𝑖𝑖] + 𝐸𝐸 � � + 𝐸𝐸(𝐵𝐵𝑖𝑖𝑗𝑗) + (𝐷𝐷 − 1)𝐸𝐸[𝑡𝑡𝑑𝑑]
𝑉𝑉𝑗𝑗

E [𝑇𝑇𝑖𝑖𝑗𝑗] ≥ 58 + 49,58 + 25,6 + (𝑛𝑛 − 1)120


≥ 131,18 + (𝑛𝑛 − 1)120

Untuk satu keberangkatan diantara dua kedatangan akan


didapat waktu antara kedatangan sebesar 133,18 detik. Dua
keberangkatan diantara dua kedatangan, didapat waktu antara
kedatangan sebesar 253,18 detik dan untuk tiga keberangkatan
diantara dua kedatangan, didapat waktu antara kedatangan sebesar
373,18 detik. Dengan perhitungan secara singkat dapat diartikan
satu kali keberangkatan dapat dilakukan sembarang waktu bila
waktu antara kedatangan sebesar 133,18 detik sampai 253,18
detik sedangkan dua kali keberangkatan dapat dilakukan
sembarang waktu bila waktu antara kedatangan sebesar 253,18
detik sampai 373,18 detik dan seterusnya.
Hasil matriks menunjukkan antar kedatangan dapat
diketahui bahwa kemungkinan bahwa satu buah keberangkatan
dapat dilakukan antara dua kedatangan terjadi sebesar 11 persen,
dan tidak dapat dilakukan keberangkatan lebih dari satu kali
diantara dua kedatangan. Kapasitas runway pada kondisi ini dapat
dihitung menggunakan rumus dalam Persamaan 2.39 yaitu
sebagai berikut ini :
1
Cm =
𝐸𝐸[𝑇𝑇𝑖𝑖𝑗𝑗 ]
(1 + 𝛴𝛴𝛴𝛴𝑑𝑑𝑑㠳𝑛𝑛𝑑𝑑)
3600
Cm =
104,53
(1 + 1(0,11))

Cm = 38 Operasi / jam

Nilai yang ada pada matriks waktu antar kedatangan [Mij]


paling tidak sebesar 133,18 detik, maka nilai yang lebih kecil dari
itu diganti menjadi 133,18 detik agar satu buah keberangkatan
dapat dilakukan diatara dua kedatangan.
115

Matriks prosentase kombinasi [pij] berdasarkan jadwal


kedatangan pada Tabel 6.3

Sehingga disubtitusikan kedalam persamaan sebagai


berikut :

E(Tij) = 0,29 (133,18) + 0,14 (133,18) + 0,29 (133,18) +


0,14 (133,18) + 0,14 (133,18)+.....+ 0 (133,18)
E(Tij) = 133,29 detik
Dengan demikian kapasitas suatu sistem runway untuk
melayani operasi campuran sebesar :
1
Cm =
𝐸𝐸[𝑇𝑇𝑖𝑖𝑗𝑗 ]
(1 + 𝛴𝛴𝛴𝛴𝑑𝑑𝑃𝑃𝑛𝑛𝑛𝑛)
3600
Cm =
133,29
(1 + 1(1))

Cm = 54 Operasi / jam

Hasil peralaman jumlah pergerakan pesawat di Bandara


Sultan Syarif Kasim II pada peak hour di tahun rencana (2036),
sejumlah 46 pergerakan. Oleh sebab itu, dengan kapasitas runway
rencana sejumlah 54 Operasi / jam maka dinyatakan kapasitas
runway masih layak.
116

”Halaman ini sengaja dikosongkan”


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Adapun hal – hal yang dapat disimpulkan dari hasil analisa
perhitungan dan perencanaan dalam Tugas Akhir ini antara lain
sebagai berikut:
1. Kebutuhan panjang runway yang ideal di Bandara Sultan
Syarif Kasim II dengan kondisi pergerakan pesawat terbang
saat ini adalah sebesar 3.005 m dengan lebar runway
minimum 45 m. Perhitungan dimensi runway didapatkan
dari pesawat terbang yang membutuhkan panjang runway
terbesar yang beroperasi di Bandara Sultan Syarif Kasim II
yakni Airbus A320-200 dengan ARFL (Aeroplane Reference
Field Length) sebesar 2.480 m sebelum dikoreksi dengan
beberapa faktor koreksi.
2. Pada tahun rencana yakni tahun 2036, jumlah pergerakan
pesawat terbang pada kondisi peak hour di runway Bandara
Sultan Syarif Kasim II diprediksikan mencapai 46
pergerakan/jam. Dengan menggunakan pesawat jenis Boeing
777-300ER sebagai pesawat kritis/terbesar, maka didapatkan
kebutuhan panjang runway sebesar 3.815 m dengan lebar 45
m. Direncanakan 2 buah exit taxiway dengan sudut 45° yang
terletak sejauh 2051 m dan 2963 m dari masing-masing
ujung runway.
3. Kapasitas runway Bandara Sultan Syarif Kasim II di tahun
rencana yakni tahun 2036, direncanakan maksimal mampu
melayani 54 pergerakan/jam. Dengan hasil peramalan
pergerakan pesawat terbang pada kondisi peak hour di tahun
rencana sejumlah 46 pergerakan/jam maka dapat dinyatakan

117
118

bahwa runway Bandara Sultan Syarif Kasim II masih dapat


melayani pergerakan pesawat terbang di jam puncak.

6.2. Saran
Dalam perencanaan pengembangan sisi udara suatu
bandara hendaknya direncanakan juga terkait metode pelaksanaan
konstruksi serta manajemen operasionalnya. Hal ini sangat
mempengaruhi keselamatan penerbangan pada masa kontruksi /
pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
.
Ashford N., & Mumayiz S., A., (2011). Airport Engineering
Planning, Design, and Development of 21st-Century
Airports (Fourth Edition). New Jersey : John Wiley &
Sons, Inc.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau. (2014).


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Riau Tahun 2014-2019. Pekanbaru : Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau

Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. (2016). Pendapatan


Regional Kota Pekanbaru Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2011-2015. Pekanbaru : Badan Pusat Statistik
Kota Pekanbaru

Badan Standarisasi Nasional. (2005). SNI 03-7095-2005 Tentang


Marka dan Rambu Pada Daerah Pergerakan Pesawat
Udara di Bandar Udara. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional

Basuki, Heru. (1986). Merancang, Merencana Lapangan


Terbang. Jakarta : Penerbit Alumni

Direktorat Jendral Perhubungan Udara. (2005). SKEP 77-VI-2005


Tentang Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas
Teknis Bandara Udara. Jakarta : Departemen
Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

Direktorat Jendral Perhubungan Udara, “Spesifikasi Bandara”, 14


Juli 2017

Federal Aviation Administration. (2014). AC 150/5300-13A


Airport Design. United States : Federal Aviation
Administration
Gujarati, N.D. 2003. Basic Econometrics. (Fourth Edition).
New York : McGraw-Hill Companies, Inc

Horonjeff, R. and F. X. M. (2010). Planning & Design of


Airports (Fifth Edit). New York : Mc Graw Hill,
Inc

Kementerian Perhubungan RI. (2009). UU 1 Tahun 2009


Tentang Penerbangan. Jakarta : Kementerian
Perhubungan RI

Kementerian Perhubungan RI. (2013). PM 69 Tahun 2013


Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.
Jakarta : Kementerian Perhubungan RI

Nursalim, Muhammad. (2017). Evaluasi Kebutuhan


Luasan Apron Pada Rencana Pengembangan
Bandar Udara Internasional Ahmad Yani
Semarang. Surabaya : Departemen Teknik Sipil
FTSLK Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Wikipedia, “Kota Pekanbaru Provinsi Riau”, 07 Oktober


2017
LAMPIRAN 1

Tabel Hasil Analisa Regresi Linier Berganda


LAMPIRAN 2

Tabel Rekapitulasi Jadwal Penerbangan di Bandara Sultan Syarif


Kasim II, Kamis 25 Januari 2018 (12.00-13.00)

Tabel Kategori Pesawat Berdasarkan Kecepatan Menurut FAA


LAMPIRAN 3

Tabel Hasil Perhitungan Runway Occupancy Time


Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan
Dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Judul

Perencanaan Pengembangan Landasan


Pacu (Runway) dan Landasan Hubung
(Taxiway) Pada Bandara Sultan Syarif
Kasim II

RESA RESA Dosen Pembimbing


Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D
APRON
LAYOUT EKSISTING Cahya Buana, ST., MT
Skala 1 : 10000 Mahasiswa/NRP

Harfandi Almi
03111346000014

Nama Gambar

Layout Eksisting & Rencana

RUNWAY STRIP

RUNWAY EKSISTING
36 18
RESA RESA Keterangan
E2 E1 E1 E2
RUNWAY STRIP
Runway eksisting

APRON Rencana Pengembangan Runway

LAYOUT EKSISTING & RENCANA

Skala 1 : 10000

No. Jumlah
Skala
Gambar Gambar

1:10000
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan
Dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Judul

Perencanaan Pengembangan Landasan


Pacu (Runway) dan Landasan Hubung
(Taxiway) Pada Bandara Sultan Syarif
Kasim II
A

RESA RESA Dosen Pembimbing


E2 E1 E1 E2
Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D
Cahya Buana, ST., MT
APRON
A Mahasiswa/NRP

Harfandi Almi
03111346000014
CENTERLINE
CENTERLINE RUNWAY TAXIWAY Nama Gambar

JARAK Potongan Melintang Runway dan


KEMIRINGAN 4% 2,5% 2% 2% 2,5% 4% 2,5% 1,5% 1,5% 2,5% Taxiway

POTONGAN MELINTANG A-A

Skala 1 : 800 Keterangan

No. Jumlah
Skala
Gambar Gambar

1:800
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan
Dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Judul

Perencanaan Pengembangan Landasan


Pacu (Runway) dan Landasan Hubung
(Taxiway) Pada Bandara Sultan Syarif
Kasim II

Dosen Pembimbing
Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D
B B Cahya Buana, ST., MT
Mahasiswa/NRP
RESA RESA Harfandi Almi
E2 E1 E1 E2 03111346000014

Nama Gambar
APRON

Potongan Memanjang Runway


1/4 RUNWAY EKSISTING 1/4 RUNWAY EKSISTING
POTONGAN MEMANJANG
RUNWAY 36-18 RENCANA

STA 0+0.00 0+200 0+400 0+600 0+800 1+000 1+200 1+400 1+600 1+800 2+15 2+215 2+415 2+615 2+815 3+15 3+215 3+415 3+615 3+815
ELEVASI (mdpl) 45 45 45 45 45 45 46.6 46.6 45 45 45 46.6 46.6 46.6 46.6 45 45 45 45
JARAK (m) 200 200 200 200 200 200 200 200 200 215 200 200 200 200 200 200 200 200 200 Keterangan
KEMIRINGAN (%) 0 0 0 0 0 0,8 0 0,8 0 0 0 0,8 0 0,8 0 0,8 0 0 0

POTONGAN MEMANJANG B-B

Skala 1 : 10000

No. Jumlah
Skala
Gambar Gambar

1:10000
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan
Dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Judul

Perencanaan Pengembangan Landasan


Pacu (Runway) dan Landasan Hubung
(Taxiway) Pada Bandara Sultan Syarif
Kasim II

Dosen Pembimbing
Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D
Cahya Buana, ST., MT
Mahasiswa/NRP

Harfandi Almi
03111346000014

A B C Nama Gambar
RESA RESA
E2 E1 E1 E2
Layout Rencana Detail

APRON

LAYOUT RENCANA DETAIL Keterangan


Skala 1 : 10000

No. Jumlah
Skala
Gambar Gambar

1:10000
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan Dan
Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

AIMING POINT MARKING TOUCHDOWN ZONE MARKING


Judul

Perencanaan Pengembangan Landasan


Pacu (Runway) dan Landasan Hubung
(Taxiway) Pada Bandara Sultan Syarif
Kasim II

CENTER LINE Dosen Pembimbing


Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D
Detail A (STA 350 - 750) Cahya Buana, ST., MT

Skala 1 : 1250 Mahasiswa/NRP


Harfandi Almi
03111346000014

Nama Gambar

Detail A
TOUCHDOWN ZONE MARKING Detail B
CENTER LINE

Keterangan

E2

Detail B (STA 2+765 - 3+165 )


No. Jumlah
Skala 1 : 1250 Skala
Gambar Gambar

1:1250
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan Dan
Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Judul

Perencanaan Pengembangan Landasan


Pacu (Runway) dan Landasan Hubung
(Taxiway) Pada Bandara Sultan Syarif
Kasim II

Dosen Pembimbing

THRESHOLD MARKING Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D


TOUCHDOWN ZONE MARKING Cahya Buana, ST., MT
Mahasiswa/NRP
Harfandi Almi
03111346000014

Nama Gambar

CENTER LINE Detail C


PRE
THRESHOLD
DETAIL C MARKING

Skala 1 : 1250
Keterangan

No. Jumlah
Skala
Gambar Gambar

1:1250
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan Dan
Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Judul
TOUCHDOWN ZONE THRESHOLD MARKING
MARKING Perencanaan Pengembangan Landasan
Pacu (Runway) dan Landasan Hubung
(Taxiway) Pada Bandara Sultan Syarif
CENTER LINE Kasim II

Dosen Pembimbing
Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D
Cahya Buana, ST., MT
Mahasiswa/NRP
Harfandi Almi
03111346000014

Nama Gambar

Detail C

PRE THRESHOLD
MARKING Keterangan

DETAIL C
Skala 1 : 625
No. Jumlah
Skala
Gambar Gambar

1:1250
BIODATA PENULIS

Harfandi Almi
Lahir di Sasak pada tanggal 7 Oktober
1991. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara. Penulis telah
menempuh pendidikan formal di SDN
05 Pauh Lubuk Sikaping (1998-2004),
SMPN 1 Lubuk Sikaping (2004-2007),
SMAN 1 Lubuk Sikaping (2007-
2010), dan Jurusan Teknik Sipil
Konsentrasi Bangunan Sipil di
Politeknik Universitas Andalas (2010-2013) mengambil
bidang studi jalan dan jembatan dengan judul Tugas Akhir
“Rencana Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Batang
Sumpur Petok – Tapus Kabupaten Pasaman”. Selanjutnya
terdaftar di Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya dengan NRP 3113 106 014. Di Jurusan
Teknik Sipil FTSP-ITS Surabaya ini penulis adalah
Mahasiswa Program Sarjana (S-1) Lintas Jalur dengan bidang
studi perhubungan dan judul tugas akhir “Perencanaan
Pengembangan Landasan Pacu (Runway) dan Landasan
Hubung (Taxiway) Pada Bandara Sultan Syarif Kasim
II”.

Contact Person:
Email : harfandialmi@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai