Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“PERANCANGAN PERKERASAN RUNWAY DENGAN


METODE ACN”
Diajukan untuk salah satu tugas Mata kuliah Lapangan Terbang

Disusun oleh :

MOCH AZIS SAPUTRA 41155020160125

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA

TAHUN AJARAN

202
2

2
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan keridhoan- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
“Perancangan Perkerasan Runway dengan Metode ACN “ ini dengan baik, walaupun
mungkin dalam bentuk ataupun sistematika penulisannya, belum sepenuhnya benar.

Makalah ini, di buat atas dasar untuk kepentingan penulis yang dimana sebagai
penunjang nilai dalam mata kuliah Lapangan Terbang, dan sebagai bahan pembelajaran
demi kelangsungan proses belajar mengajar di kelas. Sehingga kritik dan saran dari Dosen
Pengajar dan pembaca, sangatlah diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Untuk itu, penulis mengemukakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan


terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang turut membantu penulis,
dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis

i
ii

Daftar Isi

PENDAHULUAN.................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penulis.......................................................................................3

 1.3. Metode Penulisan...................................................................................................3

BAB II...................................................................................................................................4

2.1. Landasan Pacu (RUNWAY)........................................................................................4

2.1.1. Karakteristik Fisik Landasan Pacu......................................................................5

2.2. Perkerasan Jalan.......................................................................................................12

2.2.1. Perkerasan Lentur (Pleksible Pavement)...........................................................12

2.2.2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)...................................................................13

2.2.1. Perkerasan Pada Landasan Pacu............................................................................15

2.3. Aircaft Classification Number ( ACN )....................................................................17

2.3.1 Pengertian ACN..................................................................................................17

2.4. Metode CAN dan PCN.............................................................................................20

2.5. COMFAA.................................................................................................................21

BAB III................................................................................................................................26

3.1. Kesimpulan...........................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................27

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kurang

lebih 17.504 pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Sifat negara

kepulauan membuat mobilitas manusia maupun barang sangat bergantung pada


keandalan tiap jenis moda transportasi, baik itu melalui darat, udara, maupun laut.

Transportasi yang baik dan andal diperlukan untuk memperlancar urat nadi
perekonomian dalam satu wilayah dan juga menjadi salah satu indicator penggerak
kemajuan suatu wilayah. Salah satu moda transportasi yang paling banyak
digunakan yaitu moda transportasi udara. Transportasi udara hadir untuk
menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh moda transportasi darat
maupun laut. Kebutuhan akan transportasi udara sendiri tidak terlepas dari
keberadaan bandar udara sebagai sarana dan prasarana penunjang. Untuk saat ini,
Indonesia telah memiliki sekitar 298 bandar udara, dimana sekitar 23 bandar

udara telah mampu untuk didarati pesawat-pesawat berbadan lebar.

Menurut Annex 14 mengenai kebandarudaraan, yang dikeluarkan oleh ICAO


(International Civil Aviation Organization), bandar udara adalah Kawasan di
daratan dan/atau perairan dengan batas – batas tertentu yang digunakan sebagai
tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar
muat barang dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Area bandar udara sendiri terbagi atas dua
area utama, yakni area sisi udara (airside) dan area sisi darat (landside). Landas
pacu (runway), landas hubung (taxiway), apron, Air Traffic Control (ATC)
merupakan beberapa contoh fasilitas bandar udara yang termasuk ke dalam sisi

1
2

udara. Sementara itu, yang termasuk ke dalam fasilitas sisi darat, seperti terminal
penumpang, terminal kargo, dan area parkir kendaraan.

2
3

Gambar 1.1. Sistem airside dan landside pada sebuah bandar udara
(Sumber: Horonjeff et.al., 2010

Landas pacu (runway) adalah suatu daerah persegi empat yang ditetapkan
pada bandar udara yang dipersiapkan untuk kegiatan pendaratan (landing) dan
lepas landas (take-off) pesawat udara. Landas pacu merupakan fasilitas sisi udara
yang berhubungan langsung dengan operasional pesawat udara, bersamaan
dengan landas hubung dan apron. Sama seperti jalan raya pada umumnya yang
didesain dengan perkerasan sedemikian rupa untuk menopang beban kendaraan,
ketiga fasilitas sisi udara tersebut juga diberi perkerasan untuk menopang beban
operasional pesawat udara. Permukaan landas pacu bisa terbuat dari perkerasan
hasil buatan manusia (aspal, beton, komposit, dll.) atau dari perkerasan alami
(rumput, tanah, es, dll.). Kekuatan perkerasan merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan jenis operasional pesawat udara pada sebuah bandar udara.
Semakin besar kekuatan perkerasan landas pacu, maka semakin banyak pesawat
bertonase besar yang bisa dilayani oleh bandar udara. Sebaliknya jika semakin
kecil kekuatan perkerasan, maka operasional pesawat bertonase besar akan
dibatasi.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penulis


Adapun yang menjadi tujuan dari pada penulisan maklah ini adalah :

3
4

1. Sebagai salah satu penilaian dalam mata kuliah Lapangan Terbang.


2. Menguatkan pemahaman tentang Perancangan Induk Lapangan Terbang
3. Untuk mengkaji secara meendalam mengenai Perancangan Bandar Udara

 1.3. Metode Penulisan


Untuk mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka penyusunan
maklah ini penulis telah mengunakan metode penelitian kepustakaan (library research),
yaitu dengan mempelajari sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku yang membahas
masalah mengenai lapangan terbang, artikel-artikel, dan berbagai sumber lainnya.

BAB II
PEMBAHSAN

2.1. Landasan Pacu (RUNWAY)

Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization) sebagai induk


dari dunia aviasi internasional, landas pacu adalah suatu daerah persegi yang telah
ditentukan di sebuah bandar udara untuk pendaratan atau lepas landas pesawat.
Landas pacu merupakan salah satu fasilitas penting yang termasuk ke dalam
fasilitas sisi udara (air side), selain area parkir (apron) dan landas hubung
4
5

(taxiway).

Perencanaan fisik landas pacu merupakan salah satu unsur penting di dalam
perencanaan konstruksi sebuah bandar udara. Pola operasional pesawat terbang
dan volume lalu lintas yang direncanakan mempengaruhi karakteristik
perencanaan landas pacu. ICAO mengatur tentang desain fisik landas pacu dan
teknis pengoperasian didalam Annex 14 – Volume I yang membahas mengenai
desain bandar udara dan operasinya (Aerodrome Design and Operations). Secara
umum, ICAO membagi klasifikasi lapangan terbang ke dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi lapangan terbang (Aerodrome Reference Code)

Nomor Aeroplane Huruf Lebar Jarak Tepi Luar


Kode Reference Kode Bentang Roda-roda
Field Length Sayap Pendaratan
(ARFL) (B1) (m) (B2)
(L0) (m)
1 L0 < 800 A B1 < 15 B2 < 4,5
2 800 < L0 < 1200 B 15 < B1 < 24 4,5 < B2 < 6
3 1200 < L0 < 1800 C 24 < B1 < 36 6 < B2 < 9
4 L0 ≥ 1800 D 36 < B1 < 52 9 < B2 < 14
E 52 < B1 < 65 9 < B2 < 14
F 65 < B1 < 80 14 < B2 < 16
Sumber: ICAO Annex 14 – Aerodromes

2.1.1. Karakteristik Fisik Landasan Pacu

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP 262


Tahun 2017, seluruh pihak penyelenggara bandar udara didalam wilayah hukum
kebandarudaraan Indonesia diwajibkan untuk menyediakan informasi yang
berkaitan dengan keselamatan dan kelancaran operasional bandar udara. Informasi
mengenai karakteristik fisik landas pacu merupakan salah satu informasi penting
yang harus dicantumkan pihak penyelenggara bandar udara ke dalam
Aeronautical Information Publication (AIP) – Indonesia. Beberapa karakteristik
5
6

fisik landas pacu penting yang menjadi perhatian utama dalam perencanaan
bandar udara, seperti:

1. Penempatan dan arah landas pacu


Penempatan dan arah landas pacu bergantung kepada faktor kegunaan (usability
factor) yang ditentukan oleh distribusi angin. Jumlah, penempatan, dan arah
landas pacu harus didesain sedemikian rupa sehingga faktor kegunaan bandar
udara untuk dapat melayani pesawat udara yang direncanakan tidak kurang dari
95 persen.
2. Panjang landas pacu aktual
Panjang landas pacu aktual merupakan panjang landas pacu efektif yang
digunakan pesawat rencana untuk melakukan lepas landas. Panjang landas pacu
merupakan hasil koreksi dari Aeroplane Reference Field Length (ARFL) terhadap
faktor kondisi lingkungan, misalnya elevasi, temperatur, dan kelandaian landas
pacu.
3. Lebar landas pacu
Lebar landas pacu bersama dengan panjang landas pacu aktual menjadi faktor
pertimbangan utama dalam menentukan pesawat rencana yang akan beroperasi
pada sebuah bandar udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi lebar landas
pacu, antara lain sudur deviasi pesawat terhadap garis tengah (centre line) landas
pacu saat mendarat, kondisi angin melintang (crosswind), rubber deposit pada
landas pacu, kecepatan pendaratan pesawat, visibilitas, sampai dengan faktor
manusia. Lebar landas pacu sebaiknya tidak boleh kurang dari yang disyaratkan.
Berikut adalah tabel yang menyatakan lebar minimum landas pacu.

Tabel 2.2 Lebar minimum landas pacu


Nomor Huruf Kode
Kode A B C D E F
1 18 m 18 m 23 m - - -
2 23 m 23 m 30 m - - -
3 30 m 30 m 30 m 45 m - -

6
7

4 - - 45 m 45 m 45 m 60 m

Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I – Aerodrome


4. Jarak minimum antara landas pacu sejajar (parallel runway)
Jarak minimum antar sumbu yang diizinkan ketika landas pacu sejajar ditujukan
untuk penggunaan secara bersamaan adalah:

Tabel 2.3 Jarak minimum antar landas pacu sejajar


Jarak
minimum
Keterangan
antar sumbu
(m)
Landas pacu 210 Ketika nomor kode tertinggi adalah 3 atau 4
sejajar non 150 Ketika nomor kode tertinggi adalah 2
instrumen 120 Ketika nomor kode tertinggi adalah 1
1,035 Untuk independent parallel approaches
Landas pacu
915 Untuk dependent parallel approaches
sejajar
760 Untuk independent parallel approaches
berinstrumen
760 Untuk dependent parallel approaches
Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I - Aerodrome

5. Kemiringan landas pacu


Faktor kemiringan pada landas pacu sangat penting dalam menentukan orientasi
arah operasi pesawat pada landas pacu, terutama ketika pesawat sedang
melakukan proses approaching. Kemiringan pada landas pacu terdiri atas
kemiringan memanjang (longitudinal slope) dan kemiringan melintang
(transverse slope). Fungsi kemiringan melintang pada landas pacu hampir sama

7
8

dengan fungsi pada jalan biasa, yaitu untuk mempercepat aliran air yang jatuh
diatas permukaan perkerasan menuju saluran drainase.
Berikut adalah tabel ketentuan minimum desain kemiringan landas pacu, baik
yang melintang dan memanjang.
Tabel 2.4 Kemiringan melintang minimum landas pacu
Huruf Kemiringan Melintang
Kode (%)
A 2

B 2

C 1,5

D 1,5

E 1,5

Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I – Aerodrome

Tabel 2.5 Kemiringan memanjang minimum landas pacu


Nomor Kemiringan Kemiringan Perubahan Transisi Radius
Kode Maksimum Maksimum Kemiringa Maksimum Minimum
Rata-rata pada Bagian n dari Satu Lengkung
(%) Sepanjang Maksimum Kemiringan ke (m)
Runway (%) Kemiringan
(%) Berikutnya per
30 Meter
(%)
1 2 2 2 0,4 7,500
2 2 2 2 0,4 7,500
3 1 1,5 1,5 0,2 15,000
4 1 1,25 1,5 0,1 30,000
Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I – Aerodrome

6. Permukaan dan kekuatan landas pacu


Permukaan landas pacu harus dibangun tanpa adanya ketidakteraturan permukaan
yang dapat mengurangi karakteristik friksi permukaan landas pacu terhadap

8
9

aktivitas pergerakan pesawat saat lepas landas atau mendarat.

9
10

Landas pacu bandar udara merupakan jalur yang diberi perkerasan sebagai jalur
utama pergerakan pesawat selama di area bandar udara. Perkerasan lapangan
terbang dirancang untuk menerima beban pesawat sesuai dengan yang
direncanakan. Perkerasan lapangan terbang biasanya didesain ke dalam beberapa
lapisan dengan tiap lapisannya direncanakan dengan ketebalan yang cukup dan
memadai sehingga dapat menyokong beban pesawat yang melintas diatasnya.
Untuk memenuhi fungsi dari landas pacu pada umumnya lapisan permukaan
perkerasan dibuat dengan menggunakan beton semen (perkerasan kaku) atau
beton aspal (perkerasan lentur) sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air
dengan stabilitas yang tinggi dan memiliki daya tahan yang lama (Horonjeff et al.,
2010).
Dalam menunjang operasional pesawat udara, landas pacu juga terdiri dari 4 pola
dasar konfigurasi, meliputi:

1. Landas pacu tunggal (single runway)


Landas pacu tunggal merupakan konfigurasi yang lazim dijumpai di banyak
bandar udara. Landas pacu tunggal diestimasikan untuk menampung kapasitas 50-
100 per jam dalam kondisi VFR (Visual Flight Rules) dan 50-70 per jam dalam
kondisi IFR (Instrument Flight Rules).

Gambar 2.1 Konfigurasi landas pacu tunggal


(Sumber: Horonjeff et.al., 2010)

2. Landas pacu sejajar (parallel runways)


10
11

Landas pacu sejajar didesain untuk menampung kapasitas pesawat yang lebih
banyak daripada landas pacu tunggal. Kapasitas pada landas pacu sejajar
bergantung kepada jumlah landas pacu dan jarak yang memisahkan antar landas
pacu. Secara umum, kapasitas yang mampu ditampung landas pacu sejajar adalah
60-200 operasi per jam (VFR). Pada kondisi IFR, kapasitas bergantung kepada
klasifikasi jarak antar landas pacu.

Gambar 2.2 Konfigurasi landas pacu sejajar


(Sumber: Horonjeff et.al., 2010)

3. Landas pacu berpotongan (intersecting runways)


Landas pacu berpotongan merupakan landas pacu yang terdiri dari dua atau lebih
landas pacu yang berbeda arah yang saling berpotongan. Landas pacu
berpotongan didesain karena mempertimbangkan arah angin di sekitar daerah
bandar udara. Ketika kondisi angin yang relatif kuat bertiup lebih dari satu arah
akan mengakibatkan crosswind berlebihan, yang tentunya berbahaya apabila
hanya terdapat satu landas pacu saja. Dengan dibuatnya landas pacu lain yang
arahnya berpotongan maka akan mereduksi potensi bahaya akibat pengaruh
crosswind tersebut. Kapasitas dua landas pacu yang berpotongan tergantung pada

11
12

letak perpotongannya maupun kebijakan arah lepas landas atau pendaratan


pesawat.

Gambar 2.3 Konfigurasi landas pacu berpotongan


(Sumber: Horonjeff et.al., 2010)

4. Landas pacu V terbuka (open-V runways)


Landas pacu V terbuka memiliki konsep yang hampir sama dengan landas pacu
yang berpotongan, namun pada landas pacu V, kedua landas pacu tidak saling
berpotongan.

12
13

Gambar 2.4 Konfigurasi landas pacu V terbuka


(Sumber: Horonjeff et.al., 2010)

2.2. Perkerasan Jalan


2.2.1. Perkerasan Lentur (Pleksible Pavement)
Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya
menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis pengikat pada permukaan
serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Menurut Sukirman (1992)[1],
konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas
tanah dasar yang telah dimampatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya. Lapisan
perkerasan lentur harus mempunyai fleksibilitas yang dapat menciptakan
kenyamanan pengguna jalan. Perkerasan lentur umumnya digunakan sebagai
perkerasan untuk jalan raya, jalan tol, hingga landasan pacu pada bandar udara.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas 4 lapis komponen utama, yaitu:

1. Lapis permukaan (surface course)


Lapis permukaan menempati posisi paling atas dalam struktur lapis perkerasan
lentur. Lapis permukaan mempunyai fungsi penting, antara lain:
a. Sebagai lapis penahan beban roda, yaitu lapisan dengan stabilitas
tinggi untuk menahan beban lalu lintas selama umur rencana
pelayanan
b. Sebagai lapis kedap air, yaitu lapisan yang dapat menahan

13
14

laju resapan air hujan ke dalam lapisan yang ada dibawahnya.


c. Sebagai lapis distribusi beban, yaitu lapisan yang menyebarkan
beban diatasnya ke lapisan bawah yang memiliki daya dukung
yang lebih baik.
d. Sebagai lapis aus (wearing course), yaitu lapisan yang langsung
menerima gesekan akibat laju kendaraan diatasnya.
2. Lapis pondasi atas (base course)
Lapis pondasi atas terletak diantara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah
(subbase course). Fungsi dari lapis pondasi atas, antara lain:
a. Sebagai lapis yang menerima distribusi beban lalu lintas dari
lapis permukaan diatasnya
b. Sebagai lapis bantalan bagi lapis permukaan

14
15

3. Lapis pondasi bawah (subbase course)


Lapis pondasi bawah berada diantara lapis pondasi atas dan tanah dasar
(subgrade). Material yang digunakan dalam konstruksi lapis pondasi bawah
harus disusun secara efisiensi sehingga bisa mengurangi ketebalan lapisan-
lapisan diatasnya, yang secara langsung bisa menghemat biaya konstruksi.
Fungsi dari lapis pondasi bawah, antara lain:
a. Sebagai lapis yang mendistribusikan beban lalu lintas dari
lapis- lapis diatasnya menuju ke tanah dasar
b. Sebagai lapis peresapan untuk mencegah genangan dan
kumpulan air di lapis permukaan dan lapis pondasi atas
c. Lapis untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar
naik ke lapis pondasi atas
4. Tanah dasar (subgrade)
Tanah dasar merupakan perletakan dasar struktur lapis perkerasan, berupa
permukaan tanah, baik berupa tanah semula, tanah galian, maupun tanah
timbunan, yang dipadatkan.

Gambar 2.5 Komponen lapisan perkerasan lentur


(Sumber: Dirjen Bina Marga, 2013)

2.2.2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku (rigid pavement) adalah jenis perkerasan jalan yang


menggunakan konstruksi beton sebagai bahan utama perkerasan. Perkerasan
kaku umumnya dipakai pada jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang cukup

15
16

padat dan memiliki distribusi beban yang besar, seperti pada jalan-jalan lintas
antar provinsi, jembatan layang (fly over), jalan tol, hingga perkerasan pada
airside bandar udara. Meski begitu, tidak jarang perkerasan kaku menggunakan
permukaan yang dilapisi aspal untuk meningkatkan kenyamanan pengguna
jalan. Perkerasan kaku umumnya hanya terdiri dari dua lapis, yaitu: pelat beton
dan pondasi bawah (subbase course). Komponen perkerasan kaku dapat
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.6 Komponen lapisan perkerasan kaku

(Sumber: Dirjen Bina Marga, 2013)

Perbedaan utama perkerasan kaku dibanding perkerasan lentur adalah


bagaimana distribusi beban pada perkerasan disalurkan ke tanah dasar
(subgrade). Perkerasan kaku mempunyai modulus elastisitas yang tinggi
sehingga akan mendistribusikan beban pada daerah yang relatif luas pada tanah
dasar. Dalam kasus tersebut, pelat beton sendiri merupakan bagian utama yang
menanggung beban struktural. Sedangkan pada perkerasan lentur yang terbuat
dari material aspal yang kurang kaku, maka persebaran beban yang dilakukan
hanya pada bidang yang relatif sempit. Skema distribusi beban pada perkerasan
lentur dan perkerasan kaku dipaparkan dalam gambar berikut.

16
17

Gambar 2.7 Skema distribusi beban pada perkerasan


(Sumber: Muliasari & Lukiana, 2013)

2.2.1. Perkerasan Pada Landasan Pacu

Perkerasan pada landas pacu maupun fasilitas sisi udara lainnya


umumnya menggunakan jenis yang hampir sama dengan perkerasan pada jalan
raya, yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Beban pesawat yang bekerja
pada perkerasan melalui roda pesawat menyebabkan terjadinya defleksi pada
lapisan permukaan dan lapisan-lapisan di bawahnya. Pergerakan pesawat yang
terus berulang dalam kurun umur rencana menghasilkan repetisi beban yang
lambat laun akan memberikan efek rusak pada struktur perkerasan. Oleh karena
itu menurut Basuki (1986)[2], perkerasan dibuat dengan tujuan untuk
memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta
ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban
pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan lapisan di bawahnya.

17
18

Gambar 2.8 Perkerasan lentur pada landas pacu

Gambar 2.9 Perkerasan kaku pada landas pacu

Perencanaan perkerasan pada landas pacu secara prinsip juga memiliki


konsep dasar yang sama dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, yaitu
perencaan dilakukan berdasarkan pertimbangan beban yang bekerja dan
kekuatan material perkerasan. Perkerasan landas pacu juga memiliki fungsi
yang sama dengan perkerasan jalan raya yaitu untuk mendistribusikan beban ke
tanah dasar. Faktor tanah dasar menjadi salah satu faktor utama dalam
perencanaan landas pacu, terutama dalam kaitannya dengan penentuan tebal
lapis tiap perkerasan yang ada diatasnya. Semakin besar kemampuan tanah
dasar untuk memikul beban, maka tebal lapis perkerasan yang dibutuhkan akan
semakin minimum, yang tentunya juga akan mengurangi biaya konstruksi.
Sebaliknya, tanah dasar yang memiliki nilai daya dukung kecil akan membuat
tebal lapis perkerasan yang dibutuhkan semakin besar.

Pada umumya, terdapat beberapa metode yang digunakan dalam


melakukan desain tebal perkerasan lapangan terbang, seperti metode CBR,
metode FAA, dan metode LCN (Load Classification Number). Metode CBR
dikembangkan oleh California Highway Department sejak tahun 1942 yang
diadopsi dari perencanaan perkerasan jalan raya. Modifikasi dilakukan untuk
menyesuaikan metode ini dengan karakteristik beban dan tekanan roda-roda
pesawat yang lebih besar dari karakteristik beban kendaraan di jalan raya.
Metode FAA merupakan metode desain yang diakui oleh FAA. Metode FAA

18
19

mengacu kepada Advisory Circular (AC) no. 150/5320/6D dimana penentuan


tebal perkerasan mengacu pada karakteristik pesawat rencana dengan
menggunakan grafik tebal perkerasan landas pacu. Secara prinsip, metode FAA
memiliki parameter yang hampir sama dengan metode CBR. Metode LCN
merupakan metode perencanaan perkerasan yang diakui ICAO yang
menggunakan parameter kapasitas daya dukung perkerasan untuk setiap
pesawat. Kapasitas daya dukung tersebut dinyatakan dalam nilai LCN. Nilai
LCN tersebut bervariasi, tergantung kepada geometri roda pendaratan pesawat,
tekanan roda, dan komposisi tebal perkerasan. Konsep yang berlaku pada
metode LCN adalah bila angka LCN perkerasan lapangan terbang lebih besar
daripada LCN pesawat, maka perkerasan lapangan terbang aman untuk didarati
pesawat tersebut.

2.3. Aircaft Classification Number ( ACN )


2.3.1 Pengertian ACN
Menurut Federal Aviation Administration (FAA), ACN adalah nilai
yang menyatakan dampak relatif suatu pesawat terbang terhadap struktur
perkerasan landasan yang memiliki kekuatan tanah dasar (subgrade) standar
tertentu. ACN dihitung dengan memperhatikan posisi pusat gravitasi (CG) yang
memberikan beban kritis pada gigi kritis. Biasanya posisi CG paling belakang
yang sesuai dengan massa maksimum kotor landasan yang digunakan sebagai
parameter untuk menghitung ACN. Setiap pesawat terbang memiliki nilai ACN
yang masing- masing berbeda satu sama lainnya, tergantung kepada berat
pesawat (Maximum Take-off Weight dan Operating Empty Weight) dan
konfigurasi pesawat, seperti tekanan ban standar, konfigurasi dan geometrik
roda, dan lain-lain.

Penentuan nilai ACN sebuah pesawat udara harus ditentukan sesuai


dengan prosedur standar terkait dengan metode ACN-PCN yang tercantum
dalam Aerodrome Design Manual (Doc 9157), bag. 3. Untuk memudahkan
penentuan nilai ACN, maka beberapa jenis pesawat yang telah dievaluasi, baik
diatas perkerasan lentur maupun kaku, dikelompokkan atas empat kategori

19
20

subgrade. Nilai ACN secara spesifik untuk pesawat udara bisa diperoleh dari
pabrik pembuat pesawat maupun melalui media lain seperti tabulasi dari
Transport Canada Technical Evaluation Engineering maupun perangkat lunak
COMFAA. Berikut adalah tabel contoh nilai ACN dari beberapa pesawat.

20
21

Tabel 2.11 Contoh tabel Aircraft Classification


Number (ACN)

Beban Nilai ACN relatif terhadap


pada
Tekanan
Massa satu
roda Subgrade perkerasan kaku Subgrade perkerasan lentur
Jenis Pesawat All-up roda
standar
(lbs) gigi
(psi) Ultra Very
utama High Medium Low High Medium Low
Low Low
(%)
A B C D A B C D

Airbus A320- 170635 46 49 51 53 41 42 47 53


46,5 209
200 99206 24 26 27 28 22 22 24 28
Boeing B737- 174700 49 52 54 56 43 45 50 55
46,79 204
800 100000 25 27 28 30 22 23 25 29
ATR 72 Basic 47466 13 13 14 15 11 12 14 15
47,8 114
Tires 26896 6 7 7 8 5 6 7 8
Sumber: Manual of Standard CASR – Part 139 Volume I, Aerodrome

21
22

2.4. Metode CAN dan PCN


Dalam perencanaan lapangan terbang, satu hal utama yang harus diperhatikan
oleh pihak otoritas bandar udara adalah apakah struktur perkerasan yang telah
ada mampu untuk memikul beban pesawat udara yang telah direncanakan.
Beban pesawat yang lebih besar dari beban rencana (secara desain atau
evaluasi) akan mengurangi umur rencana, sementara beban yang lebih kecil
akan memperpanjang umur rencana. Untuk itu diperlukan suatu metode untuk
memeriksa apakah kondisi perkerasan bandar udara eksisting masih bisa untuk
memikul beban pesawat yang beroperasi.

Sejak tahun 1981, ICAO sebagai badan resmi di bawah Perserikatan


Bangsa-bangsa yang bertanggung jawab untuk menetapkan peraturan dan
standar bagi dunia penerbangan internasional, telah menetapkan sistem ACN-
PCN sebagai suatu metode universal yang digunakan untuk mengontrol batasan
beban operasional pesawat udara terhadap perkerasan sisi udara suatu bandar
udara. Aplikasi sistem ACN-PCN bisa diterapkan dalam menentukan daya
dukung perkerasan untuk pesawat operasi dengan berat minimal 5.700 kg
(12.500 lbs). Prosedur dalam metode ini yaitu membandingkan nilai PCN yang
dimiliki perkerasan dengan nilai ACN pesawat. Sebuah pesawat dinyatakan
dapat beroperasi pada sebuah landasan bandar udara tanpa batasan apabila nilai
ACN pesawat tersebut kurang atau sama dengan nilai PCN. Pesawat yang
memiliki nilai ACN melebihi nilai PCN masih bisa diizinkan beroperasi
dengan batasan- batasan sebagai berikut:

1. Pada perkerasan lentur, nilai ACN maksimal yang diizinkan adalah


10% diatas nilai PCN yang dilaporkan.
2. Pada perkerasan kaku maupun perkerasan komposit, nilai ACN
maksimal yang diizinkan adalah 5% diatas nilai PCN yang dilaporkan.
3. Jumlah pergerakan pesawat per tahun maksimal 5% dari total
pergerakan seluruh pesawat per tahun.
Selain itu, batasan izin operasional pesawat pada kondisi overload bisa juga
ditinjau dari kode metode evaluasinya. Untuk nilai PCN yang ditentukan
menggunakan analog pesawat (kode “U”), izin operasi pesawat dalam kondisi

22
23

overload tidak diperkenankan kecuali bagi pendaratan darurat. Untuk nilai PCN
yang ditentukan menggunakan perhitungan analitis (kode “T”), maka izin
operasi pesawat pada kondisi overload diberikan dengan meninjau beban ijin
(Po) pesawat dibandingkan dengan beban aktual (P).

Tabel 2.12 Jumlah Operasional Pesawat pada Kondisi Overload


No. P / Po Jumlah pergerakan
\1 1,1 – 1,2 1 pergerakan per hari
2 1,2 – 1,3 1 pergerakan per minggu
3 1,3 – 1,4 2 pergerakan per bulan
4 1,4 – 1,5 1 pergerakan per bulan
Sumber: KP 93 Tahun 2015 Pedoman Perhitungan PCN Perkerasan Prasarana Bandar Udara

2.5. COMFAA

FAA mengembangkan sebuah aplikasi perangkat lunak bernama


COMFAA untuk memfasilitasi penggunaan metode ACN-PCN, yang bisa
menghitung nilai ACN dengan menggunakan prosedur dan syarat yang
ditetapkan ICAO. Penggunaan perangkat lunak ini diatur pada AC 150/5335-5C
(2014), yang kemudian diadopsi di Indonesia ke dalam Peraturan Dirjen
Perhubungan Udara Nomor: KP 93 tahun 2015, tentang Pedoman Perhitungan
PCN Perkerasan Prasarana Bandar Udara. Perangkat lunak COMFAA dapat
diunduh di website www.faa.gov bersama dengan file pendukung berupa
Microsoft Excel spreadsheet. Selain itu, COMFAA juga dapat melakukan
perhitungan nilai PCN sesuai dengan prosedur mekanistik didalam AC tersebut.
COMFAA dapat melalukan dua jenis mode perhitungan, yaitu mode
perhitungan ACN (ACN computation mode) dan mode perhitungan desain tebal
perkerasan (pavement thickness mode).

23
24

Gambar 2.10 Tampilan utama pada software COMFAA


(Sumber: FAA, 2014)

Dalam mode perhitungan ACN (ACN computation mode), COMFAA


akan melakukan:

1. Perhitungan ACN pesawat pada perkerasan lentur


2. Perhitungan ACN pesawat pada perkerasan kaku
3. Perhitungan tebal perkerasan lentur berdasarkan prosedur ICAO
(metode CBR) untuk nilai default dari CBR subgrade (15, 10, 6, dan
3)
4. Perhitungan tebal perkerasan kaku berdasarkan prosedur ICAO
(metode Portland Cement Association) untuk nilai default dari K
subgrade (150, 80, 40, dan 20 MN/m3)
Sementara dalam mode perhitungan tebal perkerasan (pavement
thickness mode), COMFAA akan melakukan:

1. Perhitungan ketebalan total perkerasan lentur berdasarkan metode


FAA- CBR yang ditentukan dalam AC 150/5320-6 Airport Pavement
Design and Evaluation, untuk nilai CBR dan tingkat coverage yang

24
25

ditentukan.

2. Perhitungan tebal perkerasan kaku berdasarkan metode FAA-


Westergaard yang ditentukan dalam AC 150/5320-6 untuk nilai K dan
tingkat coverage yang ditentukan.
Perbedaan mendasar perhitungan PCN metode klasik dengan perangkat
lunak COMFAA adalah terkait annual departure. Dalam metode klasik, annual
departure semua pesawat yang beroperasi dikonversi ke dalam pesawat kritis,
sedangkan dalam COMFAA, semua pesawat di-input ke dalam perangkat lunak
berdasarkan annual departure dan beban. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa
efek merusak dari pesawat terhadap perkerasan berbeda, tergantung dari
karakteristik beban dan pergerakan pesawat.

Perhitungan dalam perangkat lunak COMFAA dikembangkan dengan


konsep Cummulative Damage Factor (CDF) dengan menghitung efek gabungan
dari beberapa pesawat (traffic mix) yang beroperasi di bandar udara. Konsep
CDF penting dalam menentukan lalu lintas ekuivalen (equivalent traffic). Efek
dari traffic mix ini nantinya disetarakan dengan pesawat kritis. Melalui
penyetaraan tersebut, perhitungan PCN dapat mencakup dampak merusak dari
semua lalu lintas pesawat secara proporsional. Konsep CDF diturunkan dari
prinsip Miner’s Rule yang menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi pada
struktur perkerasan sebanding dengan jumlah aplikasi beban dibagi dengan
jumlah aplikasi beban yang dibutuhkan untuk merusak struktur perkerasan. Jika
nilai CDF < 1, perkerasan dinyatakan sangat aman karena perkerasan masih
mempunyai umur sisa yang cukup untuk memikul beban setelah umur rencana
terlampaui. Jika nilai CDF = 1, perkerasan dinyatakan aman karena perkerasan
memenuhi umur rencananya. Jika nilai CDF > 1, perkerasan dinyatakan tidak
aman karena perkerasan akan rusak sebelum mencapai umur rencananya

Dalam perhitungan PCN dengan perangkat lunak COMFAA, perlu


dipahami beberapa istilah dan definisi terkait lalu lintas pesawat dan beban
perkerasan, misalnya departure, pass, coverage, load repetition, dan traffic
cycle.

25
26

Departure (keberangkatan) merupakan elemen penting yang


berpengaruh dalam proses desain maupun evaluasi perkerasan bandar udara.
Jumlah keberangkatan pesawat udara menjadi pertimbangan utama didalam
menentukan

kekuatan perkerasan bandar udara, terutama dalam perhitungan nilai PCN.


Ketika pesawat melakukan take-off, berat pesawat udara jauh lebih berat
daripada berat pesawat ketika landing. Selain itu, saat melakukan lepas landas,
bagian hidung pesawat yang perlahan naik akan menyebabkan distribusi gaya
angkat pesawat mengarah ke roda utama (main gear)di bagian belakang,
sehingga beban maksimum saat itu akan dipikul oleh roda utama. Oleh karena
itu, faktor keberangkatan lebih sering dipertimbangkan daripada faktor
kedatangan (arrival).

Pass adalah gerakan satu kali pesawat melewati perkerasan landas pacu,
baik berupa kedatangan, keberangkatan, maupun taxi. Pass dari suatu pesawat
tergantung dari kondisi geometrik fasilitas sisi udara, dalam hal ini yaitu ada
atau tidaknya parallel taxiway. Skema pergerakan pesawat pada suatu bandar
udara ditampilkan pada Gambar 2.11.

Runway dengan parallel taxiway

Runway tanpa parallel


taxiway
Gambar 2.11 Skema pergerakan pesawat di bandar udara
(Sumber: FAA, 2014)

Berdasarkan Gambar 2.11, jumlah pass untuk bandar udara yang

26
27

memiliki parallel taxiway lebih sedikit dibandingkan jika bandar udara tidak
memiliki parallel taxiway. Kondisi ini akan mempengaruhi rasio perbandingan
antara pass dan siklus lalu lintas (pass to traffic cycles, P/TC). Berikut adalah
nilai P/TC yang digunakan untuk berbagai skenario pergerakan pesawat.

Tabel 2.13 Nilai P/TC untuk Berbagai Skenario Pergerakan Pesawat

Ketersediaan Dilakukan Pengisian Tidak Dilakukan


parallel Bahan Bakar di Pengisian Bahan Bakar
taxiway Bandar di Bandar Udara
Udara
Ada 1 2
Tidak 2 3
Sumber: FAA, 2014

Coverage diartikan sebagai akumulasi jumlah perkerasan yang menerima


tegangan maksimum akibat lalu lintas pesawat. Ketika sebuah pesawat bergerak
sepanjang landas pacu, posisi roda pesawat tidak persis sama untuk setiap
pergerakan. Hal ini akan menyebabkan beban pesawat diteruskan ke landas
pacu dengan distribusi tidak normal. Satu coverage terjadi ketika suatu luas
landasan telah dilalui oleh roda utama pesawat.

27
28

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Menurut Federal Aviation Administration (FAA), ACN adalah nilai
yang menyatakan dampak relatif suatu pesawat terbang terhadap struktur
perkerasan landasan yang memiliki kekuatan tanah dasar (subgrade) standar
tertentu. ACN dihitung dengan memperhatikan posisi pusat gravitasi (CG)
yang memberikan beban kritis pada gigi kritis. Biasanya posisi CG paling
belakang yang sesuai dengan massa maksimum kotor landasan yang
digunakan sebagai parameter untuk menghitung ACN. Setiap pesawat terbang
memiliki nilai ACN yang masing- masing berbeda satu sama lainnya,
tergantung kepada berat pesawat (Maximum Take-off Weight dan Operating
Empty Weight) dan konfigurasi pesawat, seperti tekanan ban standar,
konfigurasi dan geometrik roda, dan lain-lain.

28
29

DAFTAR PUSTAKA

Anis, Muhammad. 2016. “Analisis Perbandingan Metode Empiris dan Metode


Mekanistik dalam Perancangan Landasan Bandar Udara (Studi Kasus
Bandar Udara Kertajati – Majalengka). Warta Penelitian Perhubungan
Volume 28 Nomor 6: Jakarta, November-Desember 2016.
Basuki, Heru. 1986. Merancang dan Merencana Lapangan Terbang. Jakarta:
Penerbit Alumni.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2014. Aeronautical Information


Publication Indonesia Volume II – International Aerodromes. Jakarta:
Kementerian Perhubungan RI.

Federal Aviation Administration of U.S. Department of Transportation. 2014.


Standarized Method of Reporting Airport Pavement Strength-PCN.
Amerika Serikat

Horonjeff, Robert et. al. 2010. Planning and Design of Airports, 5th Edition.
United States of America: McGraw Hill Books.
Istiar, et. al. 2017. “Taxiway Pavement Evaluation to Support the Operational
of Terminal 2 Juanda Airport.” Proceeding of the 3rd International
Conference on Civil Engineering Research (ICCER): Surabaya,
August, 1st-2nd 2017.

Muliasari, Ataline. 2012. “Pengaruh Divert Landing Pesawat A-380 Terhadap


Beban Ijin Total Pesawat (Pta) dari Nilai PCN (Pavement
Classification Number) di Bandar Udara Soekarno-Hatta.” Jurnal
Penelitian Perhubungan Udara, Wartha Ardhia
Muliasari, Ataline. Purnama, M. Herry. 2012. “Peningkatan Fasilitas Landas
Pacu Bandar Udara Fatmawati Soekarno Bengkulu untuk
Meningkatkan Pelayanan Penerbangan.” Jurnal Penelitian

29
30

Perhubungan Udara, Wartha Ardhia


Putra, Andius Dasa. 2010. “Kajian Nilai PCN Runway berdasar Metode
Analitik dan Teoritik di Bandara H. Asan Sampit.” Jurnal Rekayasa
Vol. 14: Lampung, Agustus 2010

Putri, Nurul Aulia, 2018. Analisis Kekuatan Perkerasan Landas Pacu Bandar
Udara Internasional Jawa Barat dengan Perangkat Lunak COMFAA.
[Skripsi]. Bandung: Universitas Kristen Maranatha, Program Sarjana.
Rahman, Taqia et. al. 2015. “Evaluation of Bearing Capacity and PCN of North
Runway ‘Cakar Ayam’ System in Soekarno-Hatta International
Airport using Finite Element Modelling – Case Study: To Operate the
B777- 300ER Aircraft.” Proceeding of the 18th FSTPT International
Symposium: Universitas Lampung, Bandar Lampung, August, 28 th
2015

Seno, R. Haryo Triharso. Ahyudanari, Ervina. 2015. “Evaluasi Kekuatan


Perkerasan Sisi Udara (Runway, Taxiway, Apron) Bandara Juanda
dengan Metode Perbandingan ACN-PCN.” Jurnal Teknik ITS Vol.4,
Surabaya
Shao, Xianzhi et. al. 2014. “The Optimization of ACN-PCN Evaluation Method
for Airport Pavement under Operation.” Advanced Materials Research
Vol. 857, Switzerland

30

Anda mungkin juga menyukai