Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS PELANGGARAN PERJANJIAN PENETAPAN HARGA

(PT. YAMAHA INDONESIA MOTOR MANUFACTURING DAN PT.

ASTRA HONDA MOTOR DALAM KASUS PERKARA

NOMOR:04/KPPU-I/2016)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Hukum
Persaingan Usaha Dalam Program Pasca Sarjana (S2) Ilmu Hukum

Dosen Pengampu: Prof. Taufik Makarao, SH, MH dan Slamet Riyanto, SH., MH

ADE NUBZATUS TSANIYAH (2220190002)


RISKI ADE PUTRA (2220190005)

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 2
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Kerangka Teori 5
E. Metode Penelitian 6
F. Sistematika Penulisan 6

BAB II ANALISIS PELANGGARAN PERJANJIAN PENETAPAN HARGA


PT. YAMAHA INDONESIA MOTOR MANUFACTURING DAN PT.
ASTRA HONDA MOTOR KASUS PERKARA NOMOR 04/KPPU-
I/2016
A. Perjanjian Yang Dilarang Dalam UU No 5 Tahun 1999 8
B. Duduk Perkara Pelanggaran Penetapan harga
PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan
PT. Astra Honda Motor 16
C. Akibat Hukum Akibat Pelanggaran Perjanjian Penetapan Harga
Oleh PT.Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT. Astra
Honda Motor 22

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan dan Saran 25

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti tercantum dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 30 menyebutkan

bahwa pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah

sebagai pengawas pelaksana undang-undang ini. Lebih spesifik dalam

pasal 1 angka 18 menyebutkan “Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli

atau persaingan usaha tidak sehat”.1 UU No.5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau sering

disebut UU Persaingan Usaha telah menjamin dalam kesempatan

berusaha yang sama bagi pelaku usaha, baik pelaku usaha besar, pelaku

usaha dikalangan tengah sampai kalangan bawah. Suatu Kegiatan usaha

yang dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat tersebut

diawasi oleh lembaga yang ditentukan dalam Undang-Undang Persaingan

Usaha yaitu dinamai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (disingkat

KPPU). Menurut Pasal 1 ayat 18 UU Persaingan Usaha. KPPU merupakan

lembaga yang tepat dalam menyelesaikan suatu masalah persaingan

usaha yang memiliki peran kelebihan sehingga dianggap dapat

menyelesaikan dan menangani suatu perkara.

1
Drs. Suhasri, Prof Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia, (Ghalia Indonesia : Bogor,
2010), h. 11

2
Perjanjian penetapan harga (price fixing agreement) merupakan

salah satu strategi yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang bertujuan

untuk menghasilkan laba yang setinggi-tingginya. Dengan adanya

penetapan harga yang dilakukan diantara pelaku usaha, maka akan

meniadakan persaingan dari segi harga bagi produk yang mereka jual atau

pasarkan, yang kemudian dapat mengakibatkan surplus konsumen yang

seharusnya dinikmati oleh pembeli atau konsumen dipaksa beralih ke

produsen atau penjual. Kekuatan untuk mengatur harga, pada dasarnya

merupakan perwujudan dari kekuatan menguasai pasar dan menentukan

harga yang tidak masuk akal.2

Dalam melakukan upaya pembuktian terhadap dugaan pelanggaran

Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999 maka KPPU akan menggunakan beberapa

tahapan. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah pembuktian

bahwa dua atau lebih pelaku usaha yang diduga melakukan perjanjian

penetapan harga berada dalam pasar bersangkutan yang sama. Tahapan

selanjutnya adalah pembuktian adanya perjanjian diantara pelaku usaha

yang diduga melakukan kesepakatan penetapan harga. Dalam tahapan ini,

penggunaan bukti tidak langsung (circumstantial evidence) menjadi penting

ketika tidak ditemukan bukti langsung (hard evidence) yang menyatakan

adanya perjanjian.3

2
Dr Andi Fahmi Lubis, dkk , Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(ROV Creative Media: Jakarta, 2009), h. 91
3
Kumalasari Devi Meylina Savitri, Hukum Persaingan Usaha Studi Konsep
Pembuktian Terhadap Perjanjian Penetapan Harga Dalam Persaingan Usaha, (Setara
Press,Malang, 2013),hlm. 47

3
Melihat hal ini, kami sebagai penulis tertarik untuk membahas

dugaan adanya pelanggaran perjanjian penetapan harga oleh PT.Yamaha

Indonesia Motor Manufacturing dan PT. Astra Honda Motor dalam

pemasaran jenis motor skuter matic 110-125 CC sesuai putusan perkara

Nomor 04/KPPU-I/2016. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

memutuskan bahwa keduanya telah terbukti melanggar UU No. 5 Tahun

1999 Pasal 5 terkait dengan penetapan harga. Oleh karena itu kami ingin

menganalisa lebih jauh apa bagaimana duduk perkara pelanggaran

penetapan harga dan akibat hukumya sehingga penelitian ini kami beri judul

“Analisis Perjanjian Penetapan Harga PT. Yamaha Indonesia

Manufacturing Dan PT. Astra Honda Motor Kasus Perkara Nomor

04/KPPU-1/2016.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana duduk perkara pelanggaran perjanjian penetapan harga

PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT. Astra Honda

Motor ?

2. Bagaimana akibat hukum dari pelanggaran perjanjian penetapan

harga sesuai putusan Perkara Nomor:04/KPPU-I/2016 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana duduk perkara pelanggaran perjanjian

penetapan harga PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan

PT. Astra Honda Motor

4
2. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum dari pelanggaran

penetapan harga sesuai putusan Perkara Nomor:04/KPPU-I/2016

D. Kerangka Teori

Teori yang melarang kartel dan monopoli jika dapat dibuktikan ada efek

negatifnya yang dikenal dengan nama rule of reason. Praktik monopoli

dan bentuk persaingan tidak fair lainnya baru dianggap bertentangan

dengan hukum jika akibatnya dapat merugikan pesaing dan atau

konsumen. Titik beratnya adalah unsur material dan perbuatannya.4

Dalam teori ini dipakai metode “keseimbangan” dalam salah satu cara

aplikasinya dengan melihat kecenderungan apakah kartel tersebut benar-

benar menghancurkan persaingan pasar atau sebaliknya bahkan dapat

memacu hukum pasar tentang “supply and demand”. Terdapat kelebihan

dan kekurangan dalam menggunakan pendekatan rule of reason. Adapun

kelebihan melakukan pendekatan ini adalah menggunakan analisis

ekonomi untuk mencapai efisiensi guna mengetahui dengan pasti apakah

suatu tindakan pelaku usaha memiliki implikasi kepada persaingan.

Sehingga dengan akurat menetapkan suatu tindakan pelaku usaha efisien

atau tidak. Namun, di sisi lain, pendekatan ini membutuhkan

waktu yang panjang dalam rangka membuktikan perjanjian, kegiatan, dan

posisi yang tidak sehat dan menghambat persaingan usaha. Pendekatan

ini menjadikan kepastian hukum lama didapat. Lebih dari itu, terkadang

metode ini tidak sama hasil penelitian untuk suatu tindakan yang sama

4
Kumalasari Devi Meylina Savitri, Hukum Persaingan Usaha Studi Konsep
Pembuktian Terhadap Perjanjian Penetapan Harga Dalam Persaingan Usaha, (Setara
Press,Malang, 2013),h. 17

5
hasil penelitian untuk suatu tindakan yang sama disebabkan tidak

samanya akibat yang timbul dari tindakan pelaku usaha tersebut.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif sehingga yang

terutama dipergunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari

bahan pustaka.5 Adapun metode pengumpulan datanya adalah melalui

studi kepustakaan, yaitu meneliti dan menggali bahan-bahan hukum atau

data-data tertulis berupa kitab-kitab perundang-undangan, buku-buku,

jurnal, majalah, surat kabar, dan bahan hukum lainnya yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan diteliti.

F. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan

yang teratur dan sistematis, maka tulisan ini disusun dengan sistematika

penulisan yang terdiri dari tiga bab, yaitu :

BAB I Pendahuluan

Bab satu menerangkan tentang latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian

dan sistematika penulisan.

5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2008), h. 11.

6
BAB II Analisis Pelanggaran Perjanjian Penetapan Harga PT. Yamaha

Indonesia Motor dan PT, Astra Honda Motor Kasus Perkara

Nomor 04/KPPU-I/2016

Bab dua menerangkan tentang Analisis Pelanggaran Perjanjian

Penetapan Harga PT. Yamaha Indonesia Motor dan PT, Astra

Honda Motor Kasus Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016

BAB III Penutup

Bab tiga merupakan bagian akhir dari pembahasan ini. Yang

terdiri kesimpulan dan saran, yang menjadi penutup.

DAFTAR PUSTAKA

7
BAB II
ANALISIS PELANGGARAN PERJANJIAN PENETAPAN

HARGA PT. YAMAHA INDONESIA MOTOR

MANUFACTURING DAN PT. ASTRA HONDA MOTOR

KASUS PERKARA NOMOR 04/KPPU-I/2016

A. Perjanjian Yang Dilarang Dalam UU No 5 Tahun 1999

Sebelum diperkenalkannya istilah perjanjian yang ada dalam UU

No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat, maka istilah perjanjian secara umum telah dikenal

oleh masyarakat. Prof. Wirjono menafsirkan perjanjian sebagai

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak dalam hal

mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu

hal atau tidak melakukan suatu hal, sedang pihak lainnya berhak

menuntut pelaksanaan dari perjanjian itu. Sedangkan Prof. Subekti

menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa, dimana seseorang

berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal. Selanjutnya Pasal 1313 KUH Perdata

menyatakan bahwa suatu persetujuan atau perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih. Selain dari perjanjian, dikenal juga

perikatan. Namun Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tidak

merumuskan apa itu perikatan. Oleh karenanya doktrin berusaha

merumuskan apa yang dimaksud dengan perikatan yaitu perhubungan

8
hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang

satu berhak menuntut sesuatu hal (prestasi) dari pihak lain yang

berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Dari definisi tersebut dapat

diketahui bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan.

Pasal 1233 KUH Perdata dikatakan bahwa suatu perikatan lahir karena

perjanjian dan ada yang dilahirkan karena undang-undang.6

Dalam UU No.5 tahun 1999 terdapat 11 macam perjanjian yang

dilarang untuk dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain,

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16. Perjanjian-

perjanjian yang dilarang dibuat tersebut dianggap sebagai praktik

monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Apabila

perjanjian-perjanjian yang dilarang ini ternyata tetap dibuat oleh pelaku

usaha, maka perjanjian yang demikian diancam batal demi hukum atau

dianggap tidak pernah ada, karena yang dijadikan sebagai objek

perjanjian adalah hal-hal yang tidak halal yang dilarang oleh Undang-

undang.7 Perjanjian-perjanjian yang dilarang dan termasuk “praktik

monopoli” diantara Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 adalah perjanjian-

perjanjian yang diatur dalam Pasal-pasal 4,9,13, dan 16; selebihnya

adalah perjanjian-perjanjian yang dikategorikan melanggar “persaingan

usaha tidak sehat”. Meskipun keempat Pasal diatas termasuk perjanjian

yang dianggap mengakibatkan praktik monopoli, tetapi keempat pasal itu

pun menurut UU No.5 Tahun 1999 dapat menimbulkan “persaingan

6
Dr Andi Fahmi Lubis, dkk , Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(ROV Creative Media: Jakarta, 2009), h. 87
7
Racmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta, 2004), hlm. 40

9
usaha tidak sehat”. Tak peduli apakah akibat yang ditimbulkan itu bersifat

kumulatif atau bersama-sama (terjadi praktik monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat), maupun alternative atau salah satu dari praktik

monopoli atau persaingan usaha tidak sehat saja.

Perilaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dalam UU No. 5 Tahun

1999 antara lain dalam penguasaan posisi dominant, jabatan rangkap,

serta tindakan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan

usaha lain. Tegasnya, pengaturan terhadap norma-norma perilaku yang

dilarang dapat dilihat pada tindakan-tindakan berikut8.

1. Membuat perjanjian penetapan harga dengan para pesaing (Pasal

5) dan penetapan harga jual kembali (resale price maintenance

dalam Pasal 6).

2. Membuat perjanjian yang bersifat kartel (Pasal 11)

3. Membuat perjanjian tertutup (Pasal 15)

4. Bersekongkol dengan pihak lain (Pasal 22 sampai Pasal 24)

5. Posisi dominan (Pasal 25)

6. Jabatan rangkap (Pasal 26)

7. Pemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis

(Pasal 27)

8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perusahaan (pasal

28-34)

8
Jhonny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007) Hal. 234

10
Dalam sumber lain dijelaskan, perjanjian yang dilarang, yaitu :

1. Perjanjian yang bersifat oligopoli

2. Perjanjian Penetapan Harga

UU No.5 Tahun 1999, melarang adanya penetapan harga yang

dilakukan oleh para pelaku usaha di Indonesia. Hal tersebut

tercantum dalam ketentuan Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999, yaitu:

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku

usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu

barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen

atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak

berlaku bagi :

a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan

atau

b. perjanjian yang didasarkan Undang-undang yang berlaku.

Dengan merujuk kepada ketentuan sebagaimana termaktub

dalam Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999, maka dapat diketahui

unsur-unsur dari pasal tersebut berikut ini :9

1. Unsur Pelaku Usaha

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 5 UU

No.5 Tahun 1999, “Pelaku usaha adalah setiap orang

perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk

badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan

9
Racmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta, 2004), hlm. 220-222

11
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri

maupun bersama-sama melalui perjanjian,

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam

bidang ekonomi.”

2. Unsur Perjanjian

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 7 UU

No.5 Tahun 1999, “Perjanjian adalah suatu perbuatan

satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri

terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama

apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.”

3. Unsur Pelaku Usaha Pesaing

Pelaku usaha pesaing adalah pelaku usaha lain dalam

pasar bersangkutan yang sama.

4. Unsur Harga Pasar

Harga adalah biaya yang harus dibayar dalam suatu

transaksi barang dan atau jasa sesuai kesepakatan

antara para pihak dipasar bersangkutan.

5. Unsur Barang

Sesuai ketentuan dalam Pasal 1 angka 16 UU No.5

Tahun 1999, “Barang adalah setiap benda, baik berwujud

maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak

bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai,

12
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau

pelaku usaha.”

6. Unsur Jasa

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 17 UU

No.5 Tahun 1999, “Jasa adalah setiap layanan yang

berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan

dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen

atau pelaku usaha.”

7. Unsur Konsumen

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 15 UU

No.5 Tahun 1999, “Konsumen adalah setiap pemakai

dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk

kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak

lain.”

8. Unsur Pasar Bersangkutan

Pasar bersangkutan, menurut ketentuan Pasal 1 angka

10 UU No.5 Tahun 1999 adalah “Pasar yang berkaitan

dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh

pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau

sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa

tersebut.”

9. Unsur Usaha Patungan

Perusahaan patungan adalah sebuah perusahaan yang

dibentuk melalui perjanjian oleh 2 pihak atau lebih untuk

13
menjalankan aktivitas ekonomi bersama, dimana para

pihak bersepakat untuk membagi keuntungan dan

menanggung kerugian yang dibagi secara proporsional

berdasarkan perjanjian tersebut.

3. Perjanjian Diskriminasi Harga

4. Penetapan Harga dibawah Harga Pasar atau Jual Rugi

5. Penetapan Harga Jual Kembali (Resale Price Maintenance)

6. Perjanjian Pembagian Wilayah

7. Perjanjian Pemboikotan

8. Kartel

9. Trust

10. Perjanjian Oligopsoni

11. Integrasi Vertikal

Perjanjian penetapan harga (price fixing agreement) merupakan

salah satu strategi yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang

bertujuan untuk menghasilkan laba yang setingi-tingginya. Dengan

adanya penetapan harga yang dilakukan di antara pelaku usaha

(produsen atau penjual), maka akan meniadakan persaingan dari segi

harga bagi produk yang mereka jual atau pasarkan, yang kemudian

dapat mengakibatkan surplus konsumen yang seharusnya dinikmati oleh

pembeli atau konsumen dipaksa beralih ke produsen atau penjual.

Kekuatan untuk mengatur harga, pada dasarnya merupakan perwujudan

dari kekuatan menguasai pasar dan menentukan harga yang tidak

masuk akal. Persaingan antar pelaku usaha dapat didasarkan pada

14
kualitas barang, pelayanan atau servis dan/atau harga. Namun demikian,

persaingan harga adalah satu yang paling gampang untuk diketahui.

Persaingan dalam harga akan menyebabkan terjadinya harga pada

tingkat yang serendah mungkin, sehingga memaksa perusahaan

memanfaatkan sumber daya yang ada seefisien mungkin. Sebaliknya,

dengan adanya perjanjian penetapan harga, para pelaku usaha yang

terlibat dalam perjanjian penetapan harga kemungkinan dapat

mendiktekan atau memaksakan harga yang diinginkan secara sepihak

kepada konsumen, dimana biasanya harga yang didiktekan kepada

konsumen merupakan harga yang berada di atas kewajaran. Bila hal

tersebut dilakukan oleh setiap pelaku usaha yang berada di dalam pasar

yang bersangkutan, hal ini dapat membuat konsumen tidak memiliki

alternatif yang luas kecuali harus menerima barang dan harga yang

ditawarkan oleh pelaku usaha yang telah melakukan perjanjian

penetapan harga tersebut.10

Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No.5 Tahun 1999 dalam Pasal 5 ayat

(1) merumuskan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku


usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang
dan/atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.”

Penetapan harga ini dapat dilakukan sesama pelaku usaha yang

menghasilkan produk barang dan/ atau jasa yang sama dengan

menetapkan harga yang harus dibayar oleh konsumen. Substansi

10
Dr Andi Fahmi Lubis, dkk , Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(ROV Creative Media: Jakarta, 2009), h. 91

15
pengaturan terhadap praktik “penetapan harga” dalam Pasal UU No.5

Tahun 1999, adalah melarangan praktik penetapan harga secara “per

se”. Artinya praktik ini dinyatakan illegal tanpa harus membuktikan

terlebih dahulu dampak yang mengikutinya terhadap persaingan. 11

B. Duduk Perkara Pelanggaran Perjanjian Penetapan harga PT.

Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT. Astra Honda Motor

oleh KPPU

Dalam masa kajian Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah

melakukan penelitian tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam industri sepeda motor jenis

skuter matik 110-125 CC di Indonesia, terdapat dugaan pelanggaran

Pasal 5 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan/atau

terdapat dugaan kinerja industri pasar yang menurun atau dugaan

potensi kerugian konsumen. Komisi menetapkan untuk dilanjutkan ke

tahap penyelidikan, setelah dilakukannya penyelidikan dan ditemukan

bukti permulaan yang kuat terhadap pelanggaran Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999. Setelah mendapatkan bukti yang cukup, kejelasan

dan kelengkapan dugaan pelanggaran yang dituangkan dalam Laporan

hasil penyelidikan kemudian dinilai layak untuk dilakukan Gelar Laporan

dan disusun dalam bentuk Rancangan Laporan dugaan Pelanggaran

yang sampai dalam rapat Komisi menyetujui rancangan Laporan dugaan

yang akan dituangkan dalam Laporan dugaan pelanggaran, kemudian

11
Dikutip dari
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/3969/04%20abstract.pdf?
sequence=4&isAllowed=y, diakses pada tanggal 12 November 2020 pukul 15.00 WIB

16
ketua Komisi menerbitkan penetapan komisi Nomor

26/KPPU/Pen/VI/2016 tanggal 28 Juni 2016 tentang Pemeriksaan

Pendahuluan Perkara Nomor 04/KPPU-1/2016. Menimbang bahwa

berdasarkan Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan tersebut, Ketua

Komisi menetapkan pembentukan Majelis Komisi melalui Keputusan

Komisi Nomor 43/KPPU/Kep.3/VII/2016 tanggal 12 Juli 2016 tentang

Penugasan Anggota Komisi sebagai Majelis Komisi pada Pemeriksaan

Pendahuluan Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016. Dalam perkara Nomor

04/KPPU-1/2016 Ketua Majelis Komisi menerbitkan surat Keputusan

Majelis komisi Nomor 36/KPPU/Pen/VII/2016 tentang jangka waktu

pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 04/KPPU-1/2016 yaitu dalam

jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal

19 Juli 2016 sampai dengan tanggal 30 Agustus 2016. Majelis Komisi

telah menyampaikan Pemberitahuan Pemeriksaan Pendahuluan,

Petikan Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan, Petikan Surat

Keputusan Majelis Komisi tentang Jangka Waktu Pemeriksaan

Pendahuluan, dan Surat Panggilan Sidang Majelis Komisi I kepada

para Terlapor. Pada tanggal 19 Juli 2016, Majelis Komisi melaksanakan

Sidang Majelis Komisi I dengan agenda Pembacaan dan Penyerahan

Salinan Laporan Dugaan Pelanggaran oleh Investigator kepada Terlapor

yang kemudian Sidang Majelis Komisi I tersebut dihadiri oleh

Investigator, dan Terlapor I, sementara Terlapor II tidak hadir dalam

sidang tersebut.12

12
Dikutip dari http://eprints.unram.ac.id/9888/1/JURNAL%20RATNA.pdf, diakses
pada tanggal 27 November 2020 pukul 16.00 WIB

17
PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing merupakan sebuah

perusahaan yang memproduksi sepeda motor. Perusahaan ini didirikan

pada 6 Juli 1974. Pabrik sepeda motor Yamaha mulai beroperasi di

Indonesia sekitar tahun 1969, sebagai suatu usaha perakitan saja,

semua komponen didatangkan dari Jepang. Perusahaan ini merupakan

cabang dari Yamaha Motor Company Limited yang merupakan produsen

sepeda motor Jepang, produk kelautan seperti perahu dan outboard

motors, dan produk lainnya bermotor. PT. Yamaha Indonesia Motor

Manufacturing ini didirikan pada tahun 1955 atas pemisahan dari

Yamaha Corporation, dan berkantor pusat di Iwata, Shizuoka, Jepang. 13

PT Astra Honda Motor (AHM) merupakan produsen sepeda motor

terbesar di Indonesia. Perusahaan ini pertama kali didirikan dengan

nama PT Federal Motor pada tanggal 11 Juni 1971 dengan kepemilikan

saham mayoritas oleh PT Astra International. Pada awal berdiri-nya

perusahaan ini masih mengimpor komponen sepeda motor dari Jepang

yang berupa CKD (completely knock down). Produk pertama yang dirakit

oleh perusahaan ini adalah tipe bisnis, yakni S 90 Z. Sepeda motor ini

bermesin 4 tak dengan kapasitas 90cc. Produk perusahaan nyatanya

dapat diterima oleh konsumen sejak tipe pertama dilempar ke pasaran

sebanyak 1500 unit. Buktinya, permintaan semakin melonjak secara

drastis sebanyak 30 ribu unit pada tahun berikutnya.14

13
Dikutip dari https://bursakerjadepnaker.com/lowongan-kerja-pt-yamaha-
indonesia-motor-manufacturing.html, diakses pada tanggal 27 November 2020 pukul
15.25 WIB
14
Dikutip dari http://profil.merdeka.com/indonesia/p/pt-astra-honda-motor/ diakses
pada 25 November 2020 pukul 12.00 WIB

18
Dugaan penetapan harga dalam perkara penetapan harga

dengan apa yang dilakukan oleh PT. Yamaha Indonesia Motor

Manufacturing dengan PT. Astra Honda Motor yang di tetapkan oleh

hakim atau majelis KPPU sebagai perjanjian yang dilarang yang dalam

perkara ini kasus yang dimaksud tentang penetapan harga untuk motor

jenis sekuter matic 110-125 CC yang dilakukan oleh kedua pihak yang

bersangkutan. Dari kasus dalam Putusan KPPU No.04/KPPU-I/2016

yang merupakan suatu dugaan pelanggaran pada Pasal 5 UU No 5

Tahun 1999 tentang dugaan pelanggaran perjanjian penetapan harga

maka pembuktian dari dugaan penetapan harga yang terdapat dalam

kasus pada Putusan KPPU No.4/KPPU-I/2016 adalah pembuktian

dengan bukti tidak langsung. Dimana pembuktian dari dugaan

penetapan harga tersebut yang dilakukan oleh KPPU, pembuktian yang

didapat dari hasil penyeldikan yaitu:

1. Adanya pertemuan di lapangan golf pada tahun 2013 antara Sdr.

Yoichiro Kojima selaku Presiden Direktur PT. Yamaha Indonesia

Motor Manufacturing dan sebagai Terlapor I dengan Toshiyuki Inuma

selaku Presiden Direktur PT. Astra Honda

Motor dan sebagai Terlapor II.

2. Adanya bukti email internal pada tahun 2014 oleh Terlapor I yang

dikirim saksi Yukata Terada , Presiden Direktur Kojima telah meminta

marketing management group untuk mengikuti pola kenaikan harga

mulai dari Januari 2014 sebagai janji kepada Presiden Direktur Honda

Sdr. Inuma.

19
3. Adanya bukti email pada tanggal 10 Januari 2015 pukul 09.52 AM, Mr.

Terada (Direktur Marketing PT. Yamaha Indonesia Motor

Manufacturing) mengirim email dengan subject Retail Pricing Issue

,email Terada yang ditujukkan kepada Bapak Dyon (Dyonisius Beti –

Vice President PT. YIMM), Bapak Sutarya (Direktur Sales PT.

Yamaha Indonesia Motor Manufacturing), di CC ke Mr. Iidashi dan di

Bcc ke Mr. Yanagi (yagiyu).

Jadi dalam studi putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016, pembuktian

yang digunakan dalam putusan ini merupakan pembuktian tidak langsung,

dimana pembuktian tidak langsung digunakan karena tidak langsung

menyatakan adanya penetapan harga.15

Dugaan tersebut dapat dilihat dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh

pelaku usaha tersebut. Apabila kegiatan usaha tersebut berpotensi

menyebabkan ketidakadilan baik langsung maupun tidak langsung bagi

konsumen, maka KPPU berwenang untuk melakukan penyelidikan.

Berhubungan dengan kasus ini, bahwa ada beberapa fakta yang menjadi

acuan dalam penyelidikan dugaan pelanggaran UU No.5 Tahun 1999 ini,

yaitu16 :

1. Penguasaan pasar sepeda motor bebek dan matic oleh Honda

dan Yamaha

lebih dari 90%.

15
AA. Ayu Wulan Ratna Dewi, dkk, E-Journal Ilmu Hukum Kertha Semaya
Universitas Udayana
16
Dikutip dari
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/3969/04%20abstract.pdf?
sequence=4&isAllowed=y, diakses pada tanggal 12 November 2020 pukul 15.00 WIB

20
2. Biaya produksi sepeda motor bebek dan matic berkisar

Rp.7.000.000,- hingga Rp.8.000.000.-.

3. Harga jual sepeda motor bebek dan matic produksi Yamaha dan

Honda sekitar Rp.12.650.000,- hingga Rp.42.575.000,-, dengan

harga rata-rata Rp.16.500.000,

4. Harga sepeda motor di Indonesia adalah yang termahal di Asia

Tenggara. Apabila dilihat fakta berikutnya, disini terlihat

keuntungan yang didapat dari penjualan sepeda motor dapat

mencapai hingga 100% atau bahkan lebih dari biaya produksi.

Menurut KPPU sendiri seharusnya harga jual sepeda motor bebek

dan matic ada di kisaran 12 juta rupiah. Hal ini dikarenakan demi menjaga

keadilan antara produsen dengan konsumen, maka produsen diharuskan

menjaga stabilitas harga demi mencapai kemakmuran bersama.

Unsur kemampuan mengatur pasokan atau penjualan adalah salah

satu ciri pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan. Kemampuan ini

dapat dilakukan oleh suatu pelaku usaha biasanya, apabila pelaku usaha

tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan

pangsa pasar pesaing-pesaingnya. Oleh karena itu penilaian atau

penetapan pangsa pasar pelaku usaha pada pasar bersangkutan sangat

penting. Untuk itu, pengertian pangsa pasar harus dimengerti terlebih

dahulu, yaitu presentasi nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang

dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun

kalender tertentu.17

17
Dr Andi Fahmi Lubis, dkk , Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(ROV Creative Media: Jakarta, 2009), h. 173

21
C. Akibat Hukum Akibat Pelanggaran Perjanjian Penetapan Harga Oleh

PT.Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT. Astra Honda

Motor

Apabila PT. Yamaha Indonesia dan PT. Astra Honda Motor terbukti

dan diputus bersalah atau telah melanggar Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999,

maka kedua produsen sepeda motor tersebut berdasarkan Peraturan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009 Tentang

Pedoman Tindakan Administratif, yaitu :

1. Membatalkan perjanjian tersebut

2. Perubahan bentuk rangkaian produksi

3. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp.1.000.000.000,- (satu miliar

rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,- (dua puluh lima

miliar rupiah).

Akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu apabila perjanjian yang

dibuat melanggar dari syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 1320 Ayat 1 KUHPerdata, Suatu perjanjian

sebagaimana yang dimana diatur dalam Pasal 1320 ayat 3 dan 4, suatu

perjanjian dibuat dengan tidak memenuhi syarat objek tertentu atau

mempunyai causa yang tidak diperbolehkan seperti bertentangan dengan

Peraturan-peraturan,ketertiban umum, dan kesusilaan, sehingga

perjanjian tersebut batal demi hukum. Akibat perjanjian menurut pasal

1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang

membuatnya.Apabila suatu perjanjian dibatalkan maka akibat hukum dari

22
suatu pembatalan perjanjian adalah dikembalikannya posisi semula

sebagaimana halnya sebelum terjadi perjanjian.

Sedangkan akibat hukum dari pelanggaran terhadap UU No.5 Tahun

1999 yaitu dikenakan beberapa sanksi tindakan administratif, sanksi

pidana pokok, dan sanksi pdana tambahan. Jadi pada kasus antara PT.

Yamaha Indonesia Manufacturing dengan PT.Astra Honda Motor

menggunakan jenis perjanjian penetapan harga horizontal karena

PT.Yamaha dan PT.Honda merupakan antar dua pelaku usaha yang

selevel, antara produsen dengan produsen, terhadap sesama produk

barang yaitu motor jenis skuter matic 110-125 CC dan yang diberlakukan

pada pasar bersangkutan yang sama.

Akibat hukum apabila melakukan pelanggaran terhadap UU No.5

Tahun 1999 yaitu terdapat pada pasal 47. Terhadap pelaku usaha yang

tetap melakukan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian yang dilarang

sebagaimana yang diatur dalam ketentuang Undang-Undang anti

Monopoli, meskipun telah dijatuhi hukuman sanksi administratif maka

terhadap pelaku usaha tersebut akan dikenakan sanksi berupa sanksi

pidana berupa sanksi pidana pokok yang diatur dalam pasal 48 UU No.5

Tahun 1999. Akibat hukum dari putusan KPPU No.04/KPPU-I/2016

tentang pelanggaran pasal 5 UU No.5 Tahun 1999 tentang penetapan

harga yang dilakukan PT. Yamaha dan PT. Honda yaitu dikenakannya

sanksi administratif dalam putusan KPPU yang dibacakan dalam sidang

yaitu sanksi yang dijatuhkan kepada PT. Yamaha yaitu berupa sanksi

denda sebesar Rp.25.000.000.000,- (Dua Puluh Lima Miliar Rupiah)

23
sedangkan sanksi yang dijatuhkan kepada PT. Honda berupa sanksi

denda sebesar Rp.22.500.000.000,- (Dua Puluh Dua Miliar Lima Ratus

Juta Rupiah). Adapun dari Putusan yang telah dibacakan tersebut pihak

dari PT Yamaha dan PT.Honda merasa keberatan dari hasil putusan

tersebut, maka pihak dari PT Yamaha dan Honda melakukan

perlawanan.Upaya Hukum yang ditempuh PT. Yamaha dan PT.Honda

dalam kasus ini yaitu PT.Yamaha dan PT.Honda mengajukan banding ke

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 18 Pada 5 Desember 2017, Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat menolak upaya banding tersebut dan menguatkan

keputusan KPPU.19

18
AA. Ayu Wulan Ratna Dewi, dkk, E-Journal Ilmu Hukum Kertha Semaya
Universitas Udayana
19
Dikutip dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4350350/tugas-
berat-kppu-di-tahun-politik?_ga=2.172747363.1963600955.1606443961-
1625122430.1599224478 diakses pada tanggal 27 November 2020 pukul 13.00 WIB

24
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Dalam studi putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 duduk perkara

dalam kasus pelanggaran perjanjian penetapan harga sepeda motor

matik antara KPPU sebagai Pelapor, PT. Yamaha Indonesia Motor

Manufacturing sebagai Terlapor I dan PT. Astra Honda Motor sebagai

Terlapor II dalam masa kajian Komisi Pengawas Persaingan Usaha

telah melakukan penelitian tentang adanya dugaan pelanggaran

terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam industri sepeda

motor jenis skuter matik 110-125 CC di Indonesia, terdapat dugaan

kinerja industri pasar yang menurun atau dugaan potensi kerugian

konsumen. Komisi menetapkan untuk dilanjutkan ke tahap

penyelidikan. Setelah mendapatkan bukti yang cukup, kejelasan dan

kelengkapan dugaan pelanggaran yang dituangkan dalam Laporan

hasil penyelidikan kemudian dinilai layak untuk dilakukan Gelar

Laporan dan disusun dalam bentuk Rancangan Laporan dugaan

Pelanggaran yang sampai dalam rapat Komisi menyetujui rancangan

Laporan dugaan yang dituangkan dalam Laporan dugaan

pelanggaran dan kemudian di lanjutkan ke sidang komisi.

25
2. Akibat hukum dari Putusan KPPU No.04/KPPU-I/2016 tentang

perjanjian penetapan harga yang dilakukan PT. Yamaha dengan PT.

Honda yaitu dijatuhkan denda kepada PT.Yamaha sebesar Rp.

25.000.000.000,-(dua puluh lima milyar rupiah) sedangkan PT.Astra

Honda Motor dijatuhkan denda sebesar Rp. 22.500.000.000,-(dua

puluh dua miliar lima ratus juta rupiah).

B. Saran

1. Pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha, khususnya dalam

menetapkan harga jual suatu produk juga harus memperhatikan

kesejahteraan dari sisi konsumen dan tidak melakukan kegiatan usaha

yang hanya menguntungkan perusahaan, namun juga harus

mempertimbangkan kesejahteraan umum karena perusahaan juga

memiliki tanggung jawab perusahaan (Corporate Social

Responsibility).

2. Untuk pihak yang membentuk undang-undang diharapkan agar segera

dilakukan perbaikan-perbaikan pada UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh

para pihak yang berwenang guna mengakomodir kebutuhan

masyarakat akan adanya kepastian hukum terutama pada pasal 5

tentang indikasi-indikasi dugaan pelanggaran perjanjian penetapan

harga, karena pembuktian mengenai perjanjian dirasa cukup sulit.

26
DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Ibrahim, Jhonny, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di
Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007)

Lubis, Dr Andi Fahmi, dkk , Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
(ROV Creative Media:Jakarta, 2009

Savitri, Kumalasari Devi Meylina, Hukum Persaingan Usaha Studi Konsep


Pembuktian Terhadap Perjanjian Penetapan Harga Dalam Persaingan Usaha,
(Setara Press,Malang, 2013)
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2008)

Suhasri, Drs., Prof Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli
Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia, (Ghalia Indonesia : Bogor,
2010)

Usman, Racmadi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Gramedia Pustaka


Utama,Jakarta, 2004)

JURNAL :

AA. Ayu Wulan Ratna Dewi, dkk, E-Journal Ilmu Hukum Kertha Semaya Universitas
Udayana

INTERNET :

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/3969/04%20abstract.pdf?seque
nce=4&isAllowed=y,

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4350350/tugas-berat-kppu-di-
tahun-politik?_ga=2.172747363.1963600955.1606443961-1625122430.1599224478

http://profil.merdeka.com/indonesia/p/pt-astra-honda-motor/

http://eprints.unram.ac.id/9888/1/JURNAL%20RATNA.pdf

https://bursakerjadepnaker.com/lowongan-kerja-pt-yamaha-indonesia-motor-
manufacturing.html

Anda mungkin juga menyukai