Anda di halaman 1dari 27

RESENSI BUKU-BUKU TULISAN

PROF. MOHAMMAD TAUFIK MAKARAO, SH, MH

Disusun untuk memenuhi persayaratan dalam mengikuti Matakuliah,


METODOLOGI PENELITIAN HUKUM NORMATIF & EMPIRIS
pada Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas Islam As-Syafi’iyyah (UIA) Jakarta

Dosen : Prof. Moh. Taufik Makarao, SH., MH.

Oleh :

Riski Ade Putra Utama


NIM : 2220190007

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYYAH
JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

1. Resensi Buku I : Aspek-Aspek Hukum Lingkungan.


Judul Resensi : Membangun Kesadaran Lingkungan
Melalui Pencermaran Lingkungan ...... 02

2. Resensi Buku II : Hukum Pers Di Indonesia.


Judul Resensi : Bercermin Pada Sejarah dan Perlakuan
Pers Di Indonesia ..................................... 07

3. Resensi Buku III : Banking Law in Bank Syariah Aceh.


Judul Resensi : Menciptakan Lingkungan Bisnis Yang
Sehat dan Dinamis ................................... 12

4. Resensi Buku IV : Hukum Perlindungan Konsumen


Di Indonesia.
Judul Resensi : Merawat Hubungan Baik, Antara
Produsen dan Konsumen ....................... 17

5. Resensi Buku V : Hukum Perlindungan Anak, dan


Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
Judul Resensi : Mencari Solusi Terbaik dalam Upaya
Perlindungan Hak Anak dan KDRT ….. 21
TUGAS RESENSI BUKU I

I. Judul Resensi : MEMBANGUN KESADARAN LINGKUNGAN


MELALUI FAKTA PENCEMARAN.

II. Data Buku :

a. Judul Buku : ASPEK-ASPEK HUKUM LINGKUNGAN


b. Pengarang : Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH.
c. Penerbit : PT INDEKS, Jakarta.
d. Terbit Thn. : 2011 (Cetakan kedua).
e. Tebal Buku : vii + 324 halaman.
f. ISBN : 979-683-784-6
g. Harga : Rp. 75.000,-

III. Isi Resensi

Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH,MH, yang lahir di Gorontalo


pada 15 Oktober 1961, saat ini adalah Dosen Pascasarjana Magister Ilmu
Hukum, Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta. Sejak mahasiswa sampai
hari ini, Prof. M. Taufik Makarao, SH., MH. adalah seorang penggiat tulis-
menulis yang patut dicontoh kreativitasnya. Tidak kurang dari 15 (lima
belas) buku yang membahas tentang Hukum, buah dari kreatifitas
menulisnya, dan telah diterbitkan oleh berbagai penerbit.

Dalam ucapan terimakasihnya kepada pihak-pihak yang membantu


terbitnya buku ini, Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH, menyebut
nama Haryanto Djalumang, SE, seorang Staf Akademik FE-UIA yang telah
berjasa untuk bergabung dengan Universitas Islam As-Syafi’iyyah Jakarta,
sejak tahun 1985. Haryanto Djalumang, SE ini jugalah yang menjadikan saya
(Peresensi) sebagai Ketua Umum HMI Cabang Karawang-Bekasi selama 2
(dua) periode, pada tahun 1990-1991 dan 1991-1992. Pendirian organisasi
kemahasiswaan ekstra kampus, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang
Karawang-Bekasi, didirikan pada tahun 1983, melalui SK PB HMI Nomor :
038/KPTS/A/3/1404H, pada tanggal 21 Desember 1983 di Universitas Islam
Assyafi’iyyah (UIA) Jakarta, dimana Kanda Haryanto Djalumang, SE adalah
Ketum HMI Cabang Karabes (Karawang-Bekasi) pertama (1983-1984).

Selanjutnya, buku yang mengurai tentang Aspek-Aspek Hukum


Lingkungan ini terdiri dari 7 (tujuh) Bab, mulai dari pengertian Hukum
Lingkungan sampai dengan Hukum Perselisihan Lingkungan. Seluruh bab
dibahas secara detail dan disertai hail-hasil penelitian yang berhubungan
dengan isi/content sub-sub bab yang dibahas.
Pada bab I, Pendahuluan, diuraikan tentang Aspek-aspek Hukum
Lingkungan, Pengertian dan Sejarah perundang-undangan Lingkungan di
Indoneisa. Bab I inilah yang menjadi sumber atau pembicaraan utama dalam
pembahasan-pembahasan Hukum Lingkungan di seluruh isi buku tersebut.
Menurut penulis, bahwa Aspek-Aspek Hukum Lingkungan antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Hukum Tata Lingkungan.
2. Hukum Perlindungan Lingkungan.
3. Hukum Kesehatan Lingkungan.
4. Hukum Pencemaran Lingkungan.
5. Hukum Lingkungan Transnasional/Internasional.
6. Hukum Perselisihan Lingkungan.

Kemudian dalam bab selanjutnya buku ini membahas tentang


Hukum Perlindungan Lingkungan, Hukum Kesehatan Lingkungan, Hukum
Pencemaran Lingkungan, Hukum Lingkungan Internasional, dan Hukum
Perselisihan Lingkungan.

Buku ini membahas bagaimana penegakan hukum lingkungan dan


penyelesaian sengketa lingkungan. Ruang lingkup hukum lingkungan
adalah sebuah bidang atau cabang hukum yang memiliki kekhasan yang
oleh Drupsteen disebut sebagai bidang hukum fungsional (functioneel
rechtsgebeid), yaitu di dalamnya terdapat unsur-unsur hukum administrasi,
hukum pidana dan hukum perdata.

Hukum lingkungan administrasi, kerugian lingkungan dan kesehatan


akibat pencemaran dan perusakan lingkungan dapat bersifat tidak
terpulihkan. Oleh sebab itu, pengelolaan lingkungan semestinya lebih
didasarkan pada upaya pencegahan daripada pemulihan. Hukum
lingkungan memiliki fungsi yang amat penting karena salah satu bidang
hukum lingkungan, yaitu hukum lingkungan administrasi memiliki fungsi
preventif dan fungsi korektif terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak
memenuhi ketentuan atau persyaratan-persyaratan pengelolaan lingkungan.
Sanksi hukum administrasi adalah sanksi-sanksi hukum yang dapat
dijatuhkan oleh pejabat pemerintah tanpa melalui proses pengadilan
terhadap seseorang atau kegiatan usaha yang melanggar ketentuan hukum
lingkungan administrasi.

Hukum lingkungan pidana, delik lingkungan adalah perintah dan


larangan undang-undang kepada subyek hukum yang jika dilanggar
diancam dengan penjatuhan sanksi-sanksi pidana, antara lain pemenjaraan
dan denda, dengan tujuan untuk melindungi lingkungan hidup secara
keseluruhan maupun maupun unsur-unsur dalam lingkungan hidup
sepertri hutan satwa, lahan, udara, dan air serta manusia. Sangsi pidana
dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 terdapat pada pasal 40, yang
berbunyi sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 33 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.

Penegakan hukum lingkungan melalui gugatan perdata, misalnya


gugatan oleh lembaga swadaya masyarakat. Di indonesia, gugatan perdata
sebagai sarana penegakan hukum lingkungan juga dilakukan berdasarkan
konsep perbuatan melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam pasal
1365 BW.

Adapun penyelesaian perselisihan lingkungan dapat dirumuskan


dalam arti luas dan arti sempit. Dalam pengertian luas sengketa lingkungan
hidup adalah perselisihan kepentingan antara dua pihak atau lebih yang
timbul sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan
sumberdaya alam di samping memberikan manfaat kepada sekelompok
orang, juga dapat menimbulkan kerugian kepada kelompok lain. Seringkali
manfaat dari suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dilihat secara
makro, sementara resiko atau dampak negatif dari kegiatan itu dirasakan
oleh sekelompok kecil orang.

Perselisihan lingkungan sebenarnya tidak terbatas pada perselisihan-


perselisihan yang timbul karena peristiwa pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup, tetapi juga meliputi perselisihan yang terjadi karena
adanya rencana-rencana kebijakan pemerintah dalam bidang pemanfaatan
dan peruntukan lahan, pemanfaatan hasil hutan, kegiatan penebangan,
rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik, rencana pembangunan
waduk, rencana pembangunan saluran udara tegangan tinggi. Dengan
demikian, pengertian perselisihan lingkungan mencakup konteks yang
relatif luas.

Akan tetapi, UULH 1997 dan UUPPLH menganut perumusan


sengketa lingkungan hidup dalam arti sempit. Sengketa lingkungan hidup
dalam UUPPLH Nomor 32 tahun 2009, dirumuskan pada pasal 1 butir 25
sebagai “perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan
berpotensi dan / atau telah berdampak pada lingkungan hidup”. Jadi fokusnya
masih pada kegiatan, belum mencakup kebijakan atau program pemerintah
yang berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam UULH
1997 pengertian sengketa lingkungan dirumuskan dalam pasal 1 butir 19,
yaitu “perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau
diduga adanya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup”. Akibat dari
rumusan sempit pengertian sengketa lingkungan hidup, maka pokok
bahasan terbatas pada masalah ganti kerugian dan pemulihan lingkungan.
Perselisihan lingkungan berkisar pada kepentingan-kepentingan atau
kerugian-kerugian yang besifat ekonomi, misalnya hilang atau terancamnya
mata pencaharian dan pemerosotan kualitas atau nilai ekonomi dari hak-hak
kebendaan, dan juga berkaitan dengan kepentingan-kepentingan non
ekonomi sifatnya. Misalnya terganggunya kesehatan, kegiatan rekreasional,
keindahan, dan kebersihan lingkungan.

IV. Kelebihan.

Buku ini cukup bagus, karena langsung membahas tentang aspek-


aspek Hukum Lingkungan, yang di dalamnya juga berisi tentang prinsip-
prinsip Hukum Lingkungan yang diadopsi dalam instrumen-instrumen
hukum internasional terutama deklarasi Rio-1992, mengingat perkembangan
hukum nasional juga dipengaruhi oleh perkembangan hukum lingkungan
secara internasional. Materi pembahasan dalam buku ini begitu
komprehensif, karena tidak saja mengenai pengaturan hukum tentang
masalah-masalah pencemaran lingkungan hidup, atau yang biasa disebut
“brown issues”, tetapi juga mencakup pengaturan masalah-masalah
pemamfaatan sumber daya alam yang lazim disebut “green issues”. Lagi pula
buku ini membahas ketiga aspek dari substansi hukum lingkungan, yaitu
hukum administrasi, hukum pidana dan hukum perdata.

Selain itu buku ini juga memberikan contoh-contoh kerusakan


lingkungan yang ada disekitar kita secara kongkrit, seperti halnya dampak
pengelolaan sampah di Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Sehingga
kita dapat mengetahui secara langsung mengenai penyebab-penyebab
kerusakan lingkungan dan dampak-dampak yang terjadi dari kerusakan
lingkungan tersebut. Buku ini juga membahas prinsip-prisip hukum
lingkungan yang diadopsi dalam instrumen-instrumen hukum internasional,
yang utama Deklarasi Rio 1992.

V. Kekurangan.

Buku ini belum bercermin pada undang-undang Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH). Karena ketika buku ini (cetakan pertama, 2006)
diselesaikan dan di terbitkan, UUPPLH belum diundangkan.

Buku ini juga belum menyinggung Asas dan Pengelolaan lingkungan


hidup menurut UUPPLH No. 32 tahun 2009 pada pasal 2, yang membahas
14 (empat belas) asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
yaitu : tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan
keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion,
keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisifatif, kearifan lokal, tata kelola
pemerintahan yang baik, otonomi daerah.
VI. Kesimpulan.

Buku ini disusun untuk melengkapi, sekaligus sebagai referensi


utama bagi mahasiswa S1, S2 dan S3, matakuliah Hukum Lingkungan,
sebagai matakuliah wajib pada Pascasarjana Universitas Islam As-
Syafi’iyyah (UIA) Jakarta. Buku ini bermanfaat tidak saja bagi para
mahasiswa program S1, S2 dan S3 atau para akademisi, tetapi juga para
praktisi hukum. Buku ini juga ditujukan kepada masyarakat umum pencinta
dan pelestari lingkungan hidup di Indonesia.

Hukum lingkungan merupakan instrumen yuridis bagi pengelolaan


lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya
merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali memuat kaidah-
kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan. Penulis buku
ini bukan hanya seorang akademisi, melainkan juga praktisi dalam bidang
hukum selama beberapa tahun, sehingga diharapkan buku ini dapat
memberikan pembahasan yang komprehensif, menyangkut tidak saja
mengenai pengaturan hukum tentang masalah-masalah pencemaran
lingkungan hidup, tetapi juga mencakup pengaturan masalah-masalah
pemanfaatan sumber daya alam yang lazim disebut “green issues”.

Penerbitan buku ini juga diharapkan dapat mengisi kelangkaan buku-


buku tentang hukum lingkungan di Indonesia karena hukum lingkungan
sebagai sebuah bidang hukum yang relatif baru. Meskipun judul buku ini
adalah Hukum Lingkungan di Indonesia, substansinya tidak hanya
membahas norma dan dokrin-doktrin hukum yang berlaku di Indonesia,
tetapi juga membahas doktrin-doktrin hukum di negara-negara lain, antara
lain, yaitu Belanda, Amerika Serikat dan di negara-negara Asia, sehingga
para pembaca memperoleh wawasan perbandingan selain pembahasan
melalui pendekatan perbandingan terhadap hukum lingkungan di negara
lain, pembahasan juga menggunakan pendekatan sejarah, serta
perkembangan hukum lingkungan Indonesia.

TUGAS RESENSI BUKU II

I. Judul Resensi : BERCERMIN PADA SEJARAH DAN


PERLAKUAN PERS DI INDONESIA
II. Data Buku :

a. Judul Buku : HUKUM PERS DI INDONESIA


b. Pengarang : 1. Edy Susanto, SH, MH.
2. Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH.
3. Hamid Syamsudin, SH.
c. Penerbit : PT RINEKA CIPTA
d. Terbit Tahun : Agustus 2014 (Cetakan Pertama).
e. Tebal Buku : x + 265 halaman
f. ISBN : 978-979-518-996-1
g. Harga : Rp. 45.000,-

III. Isi Resensi :

Buku ini terdiri dari Delapan Bab, dengan 265 halaman. Di awal buku
ini memaparkan sejarah pers, beberapa pengertian dan teori yang
menyertainya. Buku ini juga memaparkan, bahwa pers atau media massa
menjadi salah satu pilar demokrasi, dari tiga pilar demokrasi yang sudah
ada, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pers menjadi penyeimbang dan
alat kontrol bagi jalannya pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan.
Pers seolah-olah menjadi pisau yang tajam untuk membedah suatu kasus
yang muncul di tengah-tengah masyarakat maupun di lingkup
pemerintahan. Segala jenis informasi mencuat melalui media massa, baik
cetak, eletronik maupun online. Kemajuan teknologi menjadikan informasi
sampai ke tangan masyarakat dalam hitungan detik saja.

Buku yang dibidani oleh tiga orang pakar Hukum, Edy Susanto, SH,
MH., Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH, dan Hamid Syamsudin,
SH. Telah melengkapi hasanah referensi tentang Hukum Pers di Indonesia.
Buku ini telah mengupas secara keseluruhan tentang Hukum Pers,
pengertian pers, sejarah pers, fungsi, organisasi pers, sampai dengan
ketentuan pidana dan perdata pers.

Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH,MH, yang lahir di Gorontalo


pada 15 Oktober 1961, saat ini adalah Dosen Pascasarjana Magister Ilmu
Hukum, Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta. Dengan pengalaman yang
panjang menjadi Dosen dan Penulis buku-buku tentang Hukum ini, maka
Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH,MH telah memberikan warna
tersendiri dalam buku ini. Sementara itu, Edy Susanto, SH, MH., yang lahir
di Banyuwangi pada 5 Oktober 1959, yang juga seorang Dosen di beberapa
perguruan tinggi, serta aktivis ini cukup menjadi inspirator terbitnya buku
tentang Hukum Pers Di Indonesia, hal ini dimungkinkan karena Edi Susanto
ditempatkan pada Penulis pertama.
Kemudian, Hamid Syamsudin, SH, yang lahir di Rembang-Tuban,
pada 1 Agustus 1979 yang merupakan Alumni Fakultas Hukum, Universitas
Islam As-Syafi’iyyah ini merupakan seorang Aktivis Intra dan Ekstra
Kampus. Selain berprofesi sebagai Advokat, ia juga seorang jurnalis, dan
berhasil menerbitkan Jurnal Hukum Jurisdictie.

Dasar hukum penerbitan pers di Indonesia saat ini adalah Undang-


Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang yang
ditandatangani presiden BJ Habibie pada 23 September 1999 ini berisi 10 bab
dan 21 pasal. UU No 40 tahun 1999 ini merupakan pengganti dari UU No 21
tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 tahun 1966
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1967. UU No 21 tahun 1982 ini
ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 20 September 1982. Sedangkan
UU No 11 tahun 1966, yang berisi 21 pasal ini ditandatangani oleh Presiden
Sukarno pada tanggal 12 Desember 1966.

Sedangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 28 yang


berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang” ini menjadi
landasan dasar bagi pelaksanaan kemerdekaan pers. Seperti tercatat dalam
dictum menimbang UU No 40 tahun 1999, bahwa kemerdekaan pers
merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang
sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan
pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 Undang-
Undang Dasar 1945 harus dijamin.

Kemerdekaan dan kebebasan pers yang telah diberikan pemerintah


melalui UU No 40 tahun 1999 tentang pers, ternyata masih menimbulkan
tanda tanya bagi masa depan pers di Indonesia. Selain belum secara tegas
dalam pengaturan informasi yang beredar di masyarakat, khususnya media
online, juga masih adanya kasus pidana yang menggunakan dasar KUHP.
Belum lagi media massa partisan dan kecenderungan kepemilikan media
massa oleh para pemodal besar. Kondisi seperti sudah mulai terlihat secara
langsung di tengah kondisi masyarakat yang semakin kritis terhadap media
massa. Persaingan yang tidak tidak sehat di antara media massa yang
kepemilikannya berbeda dalam ideology, sangat mempengaruhi isi dan
materi berita yang ditayangkan.

Kondisi ini dirasakan betul oleh mereka yang terlibat langsung dalam
proses penerbitan berita, khususnya para wartawan. Mereka berada pada
posisi yang dilematis, antara kepentingan pemilik modal dari perusahaan
persnya dengan kepentingan masyarakat. Posisi dilematis ini dirasakan di
hampir semua media massa, baik cetak, elektronik maupun online. Seperti
diketahui, kepentingan pemilik modal adalah bagaimana media massa yang
didirikan itu mampu menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya, sehingga
paling tidak mampu membayar gaji para wartawannya dengan layak. Tanpa
keuntungan itu, maka media massa tersebut terancam bangkrut dan para
karyawan dan wartawan akan kehilangan pekerjaannya. Sementara para
wartawan yang memiliki visi idealis sebagai penyambung lidah rakyat,
harus terkendalan dengan kepentingan pemilik modalnya.

Dalam hal ini, posisi Dewan Pers, sebagai lembaga yang berfungsi
melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain menjadi tidak
efektif. Karena justru pemilik modallah yang menjadi batu sandungan dari
kemerdekaan per situ sendiri. Apalagi banyak pemilik modal perusahaan
pers yang bergabung dengan kekuasaan atau sebaliknya, menjadi oposisi
bagi kekuasaan itu sendiri. Sehingga seringkali terlihat, antara satu media
dengan media yang lain berbeda pendapat dalam suatu pemberitaan.
Masyarakat menjadi antipasti terhadap media, jika kondisi ini terus terjadi.
Belum lagi media abal-abal, yang tidak jelas sumber dan datanya, yang
sering banyak di-share di media sosial. Banyak di antara masyarakat yang
terjebak pada kondisi ini. Bahkan perang opini antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lain sangat luar biasa, akibat mendapat informasi
yang berbeda dari media yang berbeda pula.

Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers beberapa kali


muncul wacana untuk direvisi. Ada pro dan kontra terkait revisi itu, karena
ada kekuatiran dari berbagai pihak yang pro dan kontra tersebut. Mereka
yang pro revisi, berharap agar undang-undang tentang pers ini lebih tegas
dan mendukung penuh kebebasan pers. Namun mereka yang kontra, justru
kuatir revisi undang-undang ini akan mengekang dan mengurangi
kebebasan pers yang sudah dianggap cukup baik ini.

Pro dan kontra itu sebenarnya tidak perlu terjadi, jika masing-masing
pihak, baik dari eksektuf, legilatif, pemilik modal media massa dan
wartawan selaku praktisi di lapangan, memiliki komitmen yang sama untuk
tetap menjunjung tinggi kemerdekaan pers. Namun di sisi lain, juga ada
komitmen untuk menjadi media massa yang bertanggung jawab. Masing-
masing harus duduk bersama, membahas bersama apa kelemahan dari
undang-undang yang sudah ada ini, dana apa kelebihan yang harus
dipertahankan dari undang-undang tentang pers ini.

IV. Kelebihan

Di tengah minimnya penerbitan tentang Hukum Pers di Indonesia,


buku ini dapat menjadi alternatif bacaan yang bermanfaat terutama bagi
pembaca Ilmu Hukum pemula dan tidak pernah “menikmati” membaca
koran di era zaman sebelum reformasi, serta menjadikannya sebagai
referensi yang bermanfaat. Kita harus memahami masa lalu, agar tidak
mengulang kesalahan yang sama di masa kini dan masa depan.
V. Kekurangan

Setelah saya membaca buku ini, dimana saya juga masih sangat awam
terhadap ilmu hukum dan pers itu sendiri, maka saya tidak menemukan
kekurangan dalam buku ini. Bahkan saya memperoleh banyak informasi dan
ilmu yang bermanfaat.

VI. Kesimpulan.

Pengakuan pers sebagai pilar keempat demokrasi ini sesuai dengan


Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1608K/PID/2005 tertanggal 9
Februari 2006, dalam pertimbangan hukumnya secara filosofis, berdasarkan
pada pasal 3, 4 dan 6 UU No 40 tahun 1999, posisi pers nasional telah
ditempatkan sebagai pilar keempat dalam Negara demokrasi meskipun
Undang-Undang Pers belum mampu memberikan perlindungan terhadap
kebebasan pers karena tidak adanya ketentuan pidana dalam undang-
undang tersebut dan diberlakukannya ketentuan KUHP

Peran pers dengan fungsinya dan jenisnya tersebut telah melalui


perjalanan panjang yang berliku dan penuh dengan tantangan. Pers, baik
yang berupa media cetak, televisi, radio dan online, tidak langsung muncul
begitu saja, ada proses dan sejarah yang dilalui, hingga media massa atau
pers ini menjadi salah satu pilar demokrasi. Tentu dalam perkembangan
sejarahnya, pers ini mengalami pasang surut. Sangat tergantung siapa yang
berkuasa saat itu dan ideologi apa yang dianutnya. Sangat panjang sejarah
pers itu sendiri, mulai dari sejarah awal pers, hingga perkembangan pers
masa kini dan masa depan dan kemungkinan-kemungkinan apa yang bakal
terjadi di tengah kemajuan teknologi.

Termasuk di Indonesia saat ini, dengan sejarah perkembangannya


sejak jaman kolonial, masa kemerdekaan dan hingga pasca kemerdekaan
dan sekarang ini. Sejak proklamasi kemerdekaan, tentu ada aturan-aturan
hukum yang mengatur keberadaan pers tersebut. Bagaimana perkembangan
dan apa saja perbedaannya antara awal-awal kemerdekaan di jaman
Soekarno atau Orde Lama, hingga jaman Soeharto yang dikenal dengan
Orde Baru dan pasca reformasi tahun 1998. Pers Indonesia mengalami
pasang surut, sesuai dengan dasar hukum dan peraturan yang dibuat oleh
penguasanya.

Buku ini sangat bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya,


terutama mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum pada Pasca sarjana Universitas
Islam As-Syafi’iyyah Jakarta, serta mahasiswa pada Fakultas Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP), serta mereka yang berprofesi sebagai wartawan.
TUGAS RESENSI BUKU III

I. Judul : MENCIPTAKAN LINGKUNGAN BISNIS


YANG SEHAT DAN DINAMIS.

II. Data Buku :

a. Judul Buku : HUKUM LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI


DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
DI INDONESIA.
b. Pengarang : 1. Drs. Suhasril, SH., MH.
2. Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH.
c. Penerbit : GHALIA INDONESIA
d. Terbit Thn. : Juli 2010 (Cetakan Pertama)
e. Tebal Buku : x + 291 halaman.
f. ISBN : 978-979-450-586-1
g. Harga : Rp. 75.000,-

III. Isi Resensi

Di sampul belakang buku ini tertulis kesimpulan singkat, bahwa


setiap pelaku usaha hendaknya berada dalam kondisi persaingan usaha
yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan
kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tujuan agar dapat
mendorong pertumbuhan dan bekerjanya ekonomi pasar secara wajar.
Dalam pembangunan ekonomi yang seiring timbulnya kecenderungan
globalisasi perekonomian, maka bersamaan dengan itu semakin banyak pula
tantang yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain persaingan usaha atau
perdagangan yang menjurus kepada persaingan produk / komoditi dan
tarif, sebab perekonomian sekarang merupakan perdagangan globalisasi
antar negara.

Kesimpulan diatas merupakan esensi dari isi buku yang dibidani oleh
Drs. Suhasril, SH,MH dan Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH.
Namun, pada sampul depan sepertinya perlu mendapat sentuhan apresiatif
lagi guna memberi ilustrasi yang lebih kongkrit, tentang Praktek Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat. Sehinga, gambar pada sampul depan buku ini,
bisa berbicara banyak tentang apa saja yang menjadi esensi buku ini
diterbitkan.

Drs. Suhasril, SH, MH merupakan Alumni S1 Fakultas Hukum dan S2


Pascasarjana Universitas Islam As-Syafi’iyyah Jakarta. Ia lahir di Limau
Sundai, Balai Selasa, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Sementara, saya juga.
mengenal Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH, karena saya adalah
mahasiswanya yang sedang belajar pada program S2 Ilmu Hukum pada
pascasarjana Universitas IslamAs-Syafi’iyyah Jakarta. Ia adalah Dosen senior
di UIA sejak tahun 1986.

Pembahasan buku ini dibagi beberapa hal yang dianggap oleh penulis
sebagai inti dari hukum persaingan usaha, yaitu larangan perjanjian
horisontal (horisontal restraint of trade), perjanjian vertikal (vertikal restraint of
trade), posisi dominan dan penyalahgunaannya (abuse of dominant position)
serta mengatur mengenai penggabungan dan pengambilalihan saham
perusahaan. Setiap pembahasan diatas disertai contoh kasus nyata yang
porsinya lumayan banyak.
Dalam pembahasan tentang larangan perjanjian horisontal didominasi
kasus persengkongkolan dalam proses pengadaan barang dan jasa di
instansi pemerintah. Masuknya KPPU mengawasi proses tender sangat tepat
sebab saat itu (bahkan masih ada sampai sekarang) proses tender hanya
formalitas saja. Di antara peserta tender tersebut melakukan semacam kartel
dalam bentuk arisan atau perjanjian diantara peserta tender, siapapun
pemenangnya akan membayar fee tertentu kepada peserta lain sebagai
perusahaan pendamping. Menurut buku ini kemenangan keputusan KPPU
dalam kasus penjualan dua buah kapal tanker Pertamina adalah
kemenangan terbesar yang dapat menjadi shock therapy bagi instansi/BUMN
lainnya agar tidak melakukan hal yang sama.

Hal yang menarik lain adalah pendapat penulis buku yang tidak
setuju terhadap ketentuan larangan mini market dan supermarket menjual
barang yang sama lebih murah dengan yang ada di warung atau toko
sekitarnya. Ketentuan ini ada dalam Perda No. 2 tahun 2002 tentang
Perpasaran Swasta yang dikeluarkan Pemprov Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta, khususnya Menurut penulis buku ini ketentuan ini tidak sesuai
dengan konsep Undang-Undang Antimonopoli. Alasannya minimarket atau
supermarket memasok barangnya dalam jumlah yang lebih banyak sehingga
mendapatkan harga yang lebih murah.

Dengan demikian minimarket atau supermarket bebas menjual harga


yang diinginkannya. Apakah alasan ini dapat dibenarkan? Menurut saya
tidak benar. Kalau kita lihat kata persaingan yang sehat tidak hanya
menunjuk pada kesempatan yang sama kepada setiap pelaku usaha untuk
menjual barang/jasanya tetapi juga harus fair. Persaingan harus terjadi di
antara para pelaku yang sama besar kemampuannya. Jangan pernah
dihadapkan warung kecil yang modalnya seadanya dengan
minimarket/supermarket. Bagi saya keberadaan minimarket terjadi karena
para pengusaha ritel kita kalah bersaing dengan peritel asing. Dengan
demikian mereka tidak mau berhadapan langsung (head to head) dengan
peritel asing sehingga akhir memilih “turun kelas” membentuk minimarket.
Ibarat pertandingan tinju, seorang petinju kelas berat setelah kalah dengan
petinju kelas berat lainnya akhirnya turun kelas melawan kelas menengah
atau ringan. Apa ini pernah terjadi? Tidak pernah! Justru yang terjadi petinju
kelas ringan naik ke kelas menengah atau berat. Seharusnya demikian juga
dalam persaingan bisnis ritel.

Para peritel nasional harus bersaing sekuat tenaga melawan peritel


asing. Apalagi dalam bisnis ritel bukan bisnis yang canggih/sophisticated,
bekalnya hanya pelayanan, penampilan yang menarik dan distribusi barang
yang lancar. Terbukti di beberapa negara di Asia, peritel besar macam
Carrefour harus menutup gerainya. Mengapa di Indonesia tidak bisa?.
Bahkan sebaliknya, tidak lama lagi Carrefour akan main juga di kelas yang
bawah dengan mengakuisisi Alfa untuk mengantisipasi Peraturan Presiden
Nomor 112 tahun 2007 mengenai Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern.

IV. Kelebihan.

Buku ini sangat lengkap, mulai dari sisi akademis sampai dengan hal-
hal yang bersifat prkatis. Contoh-contoh kasus yang ditangani oleh KPPU
juga menjadi perbincangan dalam buku ini.

Dalam buku ini, para pembaca dapat memahami bagaimana


perusahaan yang penguasaan pasarnya di atas 50% belum tentu dianggap
melakukan praktek monopoli, atau sebaliknya jika perusahaan hanya
memiliki 30 % pangsa pasar tidak dapat menyalahgunaan posisi dominan.
Hal ini, ternyata, KPPU yang mempunyai wewenang memutuskan tidak
hanya memakai pendekatan per-se saja tetapi juga memakai pendekatan rule
of reason.

Kehadiran buku ini patut diberikan apresiasi, apalagi untuk hal-hal


yang termasuk baru dan barang langka karena selama ini didominasi buku-
buku asing/import yang cukup mahal harganya. Apalagi penulisnya adalah
orang memang ahli dalam permasalahan hukum persaingan usaha.

Terakhir, buku ini terasa padat, sehingga bagi para pembaca yang
pernah mendalami topik persaingan usaha tidak akan menemui kesukaran
untuk memahami kasus-kasus di dalam buku ini. Namun, bagi pembaca
yang masih awam disarankan membaca dulu UU No. 5/1999 dan buku
lainnya yang porsi penjelasan teorinya lebih banyak.

V. Kekurangan.

Mungkin buku ini perlu lebih terbuka lagi dalam memberikan solusi
bagi para Pengusaha kecil. Seperti misalnya, agar para pedagang kecil
berani membentuk kartel pembelian bersama (oligopsoni) guna mendapatkan
barang dengan harga yang lebih murah, atau tips-tips untuk menghindari
larangan praktek-praktek usaha yang tidak sehat.

VI. Kesimpulan.

Buku ini juga menyoroti masalah penggabungan perusahaan baik


melalui merger atau akuisisi. Di negara-negara maju pengawasan merger
dan akuisi adalah pre-merger control. Artinya sebelum merger atau akuisisi
suatu perusahaan terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari lembaga
pengawas persaiangan. Hal ini berbeda di Indonesia, UU No.5/1999 tentang
antimonopoli dan persaingan tidak sehat pasal 28 dan 29 mengatur sistem
pengawasan kemudian/post merger control. Namun aturan pelaksanaannya
dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang Merger Guideline belum ada.
Kelemahan post merger control adalah apabila terjadi pembatalan padahal
proses merger dan akuisi sudah selesai dilakukan. Ini tidak hanya
merugikan perusahaan yang bersangkutan dan kepastian iklim investasi di
Indonesia, tetapi juga pada akhirnya konsumen ikut dirugikan. Sebagai
contoh dalam kasus kepemilikan saham Indosat dan Telkom oleh
perusahaan yang tergabung dalam Temasek Group. Apabila nanti
pengadilan memenangkan KPPU bahwa kepemilikan silang Temasuk di
Telkom dan Indosat mengakibatkan price leadership dalam penentuan tarif
berarti konsumen telah dirugikan karena tarif yang kemahalan. Hal ini dapat
dihindari jika merger dan akuisisi diawasi dalam sistem pre-merger control.

Selanjutnya, buku ini juga mengungkapkan kelemahan lain UU No.


5/1999. UU ini tidak membedakan mana hal yang termasuk persaingan
tidak sehat dan mana yang persaingan yang curang/tidak jujur. Ini
menyulitkan tindak lanjut pelaksanaan di lapangan karena tidak ada
ketentuan yang mengatur persaingan yang curang/tidak jujur. Misal sebuah
perusahaan baru (new entran) meluncurkan produk X. Ternyata pesaingnya
memborong semua produk X tersebut dan menyimpannya dalam suatu
gudang. Ketika produk X kadaluarsa, pesaingnya itu melempar kembali ke
pasar. Akibatnya konsumen tidak mau membeli dan image perusahaan
produk X tersebut hancur karena menjual barang kadaluarsa.

Hukum semacam ini penting untuk memberikan aturan main kepada


pelaku usaha dalam menjalankan bisnis. Setidaknya ada tiga acuan pokok
menegakkan hukum antimonopoli tersebut, yakni (i) menjamin persaingan
di pasar yang inherent dengan pencapaian efisiensi ekonomi di semua
bidang kegiatan perdagangan; (ii) menjamin kesejahteraan konsumen serta
melindungi kepentingan konsumen; dan (iii) membuka peluang pasar yang
seluas-luasnya dan menjaga agar tidak terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi
pada kelompok masyarakat tertentu.
TUGAS RESENSI BUKU IV

I. Judul : MERAWAT HUBUNGAN BAIK, ANTARA


PRODUSEN DAN KONSUMEN.
II. Data Buku :

a. Judul Buku : HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI


INDONESIA
b. Pengarang : 1. Drs. M. Sadar, MH.
2. Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH.
3. Habloel Mawardi, SH.
c. Penerbit : AKADEMIA
d. Terbit Thn. : 2012 (Cetakan Pertama)
e. Tebal Buku : ix + 229 halaman.
f. ISBN : 602-8381-35-7
g. Harga : Rp. 60.000,-

III. Isi Resensi

Buku ini membahas tentang implementasi dan dinamika undang-


undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Masalah-
masalah yang terkait langsung atau tidak langsung dengan perlindungan
konsumen juga dibahas pada buku ini. Isi buku ini terdiri dari 14 bab, yaitu :
(1) Pendahuluan; (2) Asas dan tujuan; (3) Hak dan kewajiban; (4) Perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha; (5) Ketentuan pencantuman klausula baku;
(6) Tanggung jawab pelaku usaha; (7) Pembinaan dan pengawasan; (8)
Badan perlindungan konsumen nasional; (9) Lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat; (10) Penyelesaian sengketa; (11) Badan
penyelesaian sengketa konsumen; (12) Penyidikan); (13) Sanksi; (14)
Kesimpulan dan saran.

Buku ini dibidani oleh tiga orang Pakar Hukum, yaitu : Prof.
Mohammad Taufiq Makarao, SH, MH; Drs. M. Sadar, MH; dan Habloel
Mawardi, SH. Mohammad Taufik Makarao, lahir di Gorontalo pada 1961.
Kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar dan
memperoleh gelar Sarjana Hukum tahun 1985. Mengambil program pasca
sarjana (S2) Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan memperoleh gelar
Magister Hukum tahun 1997. Sekarang menjadi staf pengajar (dosen)
Fakultas Hukum Universitas Islam As-syafi’iyah Jakarta; dosen Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Luwuk Banggai Sulawesi Tengah;
dosen Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-
syafi’iyah Jakarta; dosen S1 dan S2 STIH Iblam Jakarta.

Sementara itu, Habloel Mawadi, lahir di Rengasdengklok, Karawang,


Jawa Barat. Kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam As-syafi-iyah (UIA)
dan lulus pada tahun 2001 dengan predikat sebagai wisudawan terbaik.
Sekarang sedang menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Magister
Ilmu Hukum Universitas Islam As-syafi-iyah. Sekarang aktif sebagai staf
pengajar dan peneliti di Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum (LKBH)
Fakultas Hukum Universitas Islam As-syafi-iyah.

Hukum Perlindungan Konsumen adalah salah satu payung hukum


atau dasar hukum yang dapat digunakan untuk para konsumen untuk
menuntut ganti rugi ketika mereka menderita kerugian akibat pelaku usaha.
Buku ini menjelaskan mengenai perlindungan konsumen, termasuk segala
upaya yang menjamin kepastian hukum untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen.

Buku hukum perlindungan konsumen ini disusun untuk


memudahkan dan memberikan gambaran kepada semua pihak, yang ingin
mempelajari hukum perlindungan konsumen. Dalam buku ini, para penulis
menyajikan berbagai pengetahuan secara teoritis dan praktis, sehingga
diharapkan dapat membantu serta memudahkan para pembaca dalam
memahami secara umum mengenai perlindungan hukum terhadap
konsumen dalam kehidupan masyarakat. Selain itu juga dibahas tentang
berbagai lembaga yang berperan dalam upaya penyelesaian permasalahan
konsumen, serta sanksi bagi pihak yang melanggar Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, juga contoh kasusnya.
Esensi buku ini menggambarkan bahwa pelaku usaha dan konsumen
merupakan dua pihak yang saling membutuhkan. Pelaku usaha memiliki
kepentingan agar barang dan jasanya terjual kepada konsumen.
Konsumenpun demikian, memerlukan barang dan jasa yang berkualitas dari
para pelaku usaha. Sehingga, kedua belah pihak saling memperoleh manfaat
a atau keuntungan. Namun, dalam praktek seringkali konsumen dirugikan
oleh pelaku usaha yang nakal. Karena ketidaktahuan dan kekurangsadaran
konsumen atas hak-haknya, akibatnya konsumen menjadi korban pelaku
usaha yang culas, dari para pengusaha yang hanya berorientasi pada
keuntungan semata.

Pada bab-bab akhir buku ini, parapenulis berusaha membahas sanksi-


sanksi terhadap pelanggaran UUPK, sengketa konsumen, penyelesaian
sengketa konsumen, dan proses beracara tentang small claim, class action, dan
legal standing, yang semua ini bertujuan untuk memahamkan para
pembacanya.

Ada dua asumsi dalam melihat posisi konsumen di era pasar bebas.
Pertama, posisi konsumen diuntungkan. Dimana konsumen lebih banyak
punya pilihan dalam menentukan berbagai kebutuhan baik berupa barang
dan jasa, dari segi jenis/ macam barang, mutu, maupun harga. Kedua, posisi
konsumen khususnya di negara berkembang di rugikan. Mengingat masih
lemahnya pengawasan dibidang standardisasi mutu barang, lemahnya
produk perundang-undangan akan menjadi konsumen negara dunia ketiga
menjadi sampah berbagai produk yang di negara maju tidak memenuhi
persyaratan untuk di pasarkan.

Menurut costumers international (CI) anggapan dasar ini tidak selalu


menjadi kenyataan, mengingat dalam praktik, banyak sekali peraturan-
peraturan yang justru bernuansa anti persaingan contohnya seperti tied
selling : penjual memaksa pembeli untuk membeli barang dan jasa lebih dari
pada yang dibutuhkan. Resale price maintenance : penjual merancang harga
yang dapat dibebankan kepada konsumen. Exlisive dealing : dua penjua atau
lebih menciptakan monopoli lokal dengan persetujuan untuk membagi pasar
ke dalam wilayah-wilayah.

IV. Kelebihan.

Buku ini akan menjadikan pembacanya menjadi seorang konsumen


yang baik, yang memahami hak dan kewajibannya, serta konsumen yang
mengetahui lebih banyak tentang hukum perlindungan konsumen. Buku ini,
juga dapat menjadi acuan untuk memahami kepentingan para pembacanya
sebagai konsumen secara menyeluruh. Dengan memahami isi buku ini, para
pembaca tidak akan terjebak dalam berbagai ketentuan yang sebenarnya
hanya menguntungkan dan melindungi kepentingan pihak tertentu.
Keberadaan buku ini ditujukan kepada : (1) Mahasiswa dan dosen
fakultas hukum dan fakultas ilmu sosial dan politik; (2) Mahasiswa dan
dosen fakultas ekonomi; (3) Mahasiswa dan dosen fakultas lain yang
berkepentingan dengan hukum perlindungan konsumen; (4) Pelaku usaha
dan pebisnis; (5) Masyarakat umum sebagai konsumen; (6) Lembaga
pemerintah dan nonpemerintah yang berkepentingan dengan hukum
perlindungan kunsumen.

V. Kekurangan.

Buku ini masih bernafaskan akademis, dengan bahasa yang mungkin


tidak mudah dicerna oleh masyarakat atau pembaca yang masih awam
terhadap hukum. Kemudian, data-data yang berkaitan dengan kasus-kasus
mungkin perlu ditambah lagi, sehingga masyarakat umum memahami
masalah hukum perlindungan konsumen ini dari banyak kasus yang sudah
diselesaikan.

VI. Kesimpulan

Secara umum dan mendasar, buku ini membahas tentang hubungan


antara produsen ( perusahaan penghasil barang dan jasa), dengan konsumen
(pemakai akhir dari barang atau jasa untuk diri sendiri atau keluarganya)
merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan.
Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling menghendaki
dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu
dnegan yang lain.

Produsen sangat membutuhkan dan sangat bergantung atas


dukungan konsumen sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen, tidak
mungkin produsen dapat terjamin kelangsungan usahanya. Sebaliknya,
konsumen kebutuhannya sangat bergantung dari hasil produksi produsen.
Hubungan antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan terjadi sejak
proses produksi, distribusi pada pemasaran dan penawaran. Rangkaian
kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan dan perbuatan hukum
yang tidak mempunyai akibat hukum baik terhadap semua pihak maupun
hanya terhadap pihak tertentu saja. Dalam hal ini maka peran negara sagat
dibutuhkan dalam rangka melindungi kepentingan konsumen pada
umumnya. Untuk itu perlu diatur perlindungan konsumen berdasarkan
undang-undang antara lain menyangkut mutu barang, cara prosedur
produksi, syarat kesehatan, syarat pengemasan, syarat lingkungan dan
sebagainya.

Oleh karena itu, perlu undang undang perlindungan konsumen tidak


lain karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi produsen.
Untuk mewujudkan harapan tersebut perlu dipenuhi beberapa persyaratan
minimal antara lain :
1. Adil bagi konsumen maupun produsen baik kewajiban maupun
haknya.
2. Aparat pelaksana hukumnya harus difasilitasi dan bertanggung jawab
3. Meningkatkan kesadaran konsumen akan hak-haknya.
4. Mengubah sistim nilai dalam masyarakat ke arah sikap tindak yang
mendukung pelaksanaan perlindungan konsumen.

TUGAS RESENSI BUKU V

I. Judul : MENCARI SOLUSI TERBAIK DALAM UPAYA


PERLINDUNGAN HAK ANAK DAN KDRT

II. Data Buku :

a. Judul Buku : HUKUM PERLINDUNGAN ANAK, DAN


PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA.
b. Pengarang : 1. Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH.
2. Letkol Sus, Drs. Weny Bukamo
3. Ir. Syaiful Azri, SH. MH.
c. Penerbit : PT RINEKA CIPTA
d. Terbit Thn. : Mei 2014 (Cetakan Pertama)
e. Tebal Buku : viii + 274 Halaman.
f. ISBN : 978-979-098-051-8
g. Harga : Rp. 70.000,-

III. Isi Resensi


Buku yang dibidani oleh tiga orang pakar Hukum, yaitu : Prof.
Mohammad Taufik Makarao, SH, MH., Letkol Sus, Drs. Weny Bukamo, dan
Ir. Syaiful Azri, SH., MH. Buku ini fokus membahas masalah tentang anak
dan kdrt. Penulis membuka dengan judul bab hukum kesejahteraan anak.
Hukum kesejahteraan anak diatur dalam UU No. 4 Tahun 1979, dalam
penjelasannya secara umum dikatakan, suatu bangsa dalam membangun
dan mengurus rumah tangganya harus mampu membentuk dan membina
suatu tata penghidupan serta kepribadiannya. Hak anak dalam UU
dinyatakana antara lain anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan
dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, anak berhak atas pelayanan, anak
berhak atas pemelihataan dan perlingan dan selainnya. Berdasarkan
Deklarasi PBB tentang Hak anak ada beberapa poin antara lain yakni anak
anak berhak menikmati seluruh hak yang tercantum di dalam Deklarasi PBB.
Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus. Sejak
dilahirkan anak- anak harus memiliki nama dan kebangsaan, dan segala hak
lainnya yang tercantum. Sebagai pelaksanaan UU No. 4 Tahun 1979 telah
dibuat PP No. 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak bagi Anak
yan Mempunyai Masalah. Diperjelas kembali dengan Keputusan Menteri
Sosial RI Nomor: 15A/HUK 2010 tentang Panduan Umum Program
Kesejahteraan Sosial Anak.
Hukum Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam UU No. 11 Tahun
2002. Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas
pelindungan, asas keadilan, asas nondiskriminasi, asas kepentingan terbaik
bagi anak dan seterusnya. Sistem Peradilan Pidana Anak wajib
mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif dan wajib diupayakan
diversi. Diversi bertujuan mencapai perdamaian antara korban dan anak,
menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak
dari perampasan kemerdekaan, mendorong anak untuk berpartisipasi dan
menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Diversi dapat dilakukan
jika diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan
merupakan pengulangan tindak pidana. Ketentuan beracara dalam Hukum
Acara Pidana berlaku juga adalam acara peradilan pidana anak, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak mulai
dari penyidikan, penangkapan dan penahanan, penuntutan, penentuan
hakim Pengadilan Anak hingga pemeriksaan dalam persidangan Pengadilan
Anak. Bahkan juga mengatur petugas kemasyarakatan hingga berbagai hak
yang tetap melekat pada anak.
Terkait dengan proses penyelesaian tentang KDRT, selama ini
pemahaman tentang KDRT dan cara penyelesaiannya menempuh sistem
peradilan pidana (SPP) mulai tingkat kepolisian hingga Peradilan Umum
PN). Padahal penyelesaian kasus-kasus KDRT dapat ditempuh melalui
Sistem Peradilan Agama sejak proses mediasi hingga putusan. Bebagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional juga
memberikan peluang bagi nasyarakat pencari keadilan untuk mengadu,
melaporkan, dan menyelesaikan nasalah rumah tangganya di Pengadilan
Agama. Sebut saja misalnya UU PKDRT yang nenyebutkan berbagai bentuk
kekerasan, pemahaman tentang rumah tangga, dampak dari KDRT yang
diancam hukuman pidana, dan lain sebagainya akan nenguatkan
pertimbangan hakim dalam memutus sebuah perkara yang berempati
:erhadap penderitaan korban tanpa meninggalkan asas persamaan (equal)
dalam memproses perkara. UU Perlindungan Anak dapat membantu pula
untuk nenjelaskan konsepsi anak, serangkaian hak-hak anak, kewajiban
orang tua atas anak, pengasuhan anak, bentuk kekerasan terhadap anaK
yang harus mendapatkan perlindungan, dan lain sebagainya.
Diantaranya hak anak antara lain, setiap anak berhak untuk hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar, setiap anak berhak
atas suatu nama dan status kewarganegaraan dan seterusnya. Adapun
kewajiban anak antara lain, menghormati orangtua, wali dan guru;
mencintai keluarga, masyarakat dan mennyayangi teman dan seterusnya.
Dalam memenuhi hak tersebut ada kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah dan juga masyarakat. Mengenai perihal Pengangkatan Anak
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun 2007
Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan diperjelas kembali dalam
Peraturan Menteri Sosial RI No. 110/HUK/2009 tentang Persyaratan
Pengangkatan Anak. Penyelenggaraan perlindungan meliputi perihal
agama, kesehatan, pendidikan, social dan perlindungan khusus.

Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam


Rumah Tangga, KDRT terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain kekerasan
secara fisik, kekerasan secara psikis, dan kekerasan seksual, dan
penelantaran. Buku ini juga menjelaskan pembaca mengenai hukum di
Indonesia yang melindungi hak-hak dari korban KDRT yang dipertegas
dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU
P-KDRT). Peraturan tersebut meregulasi hak dasar dari korban, hak untuk
mendapatkan perlindungan, dan hak dalam upaya pelayanan dan
pemulihan korban secara fisik maupun psikis.

Untuk menyelesaikan permasalahan KDRT, yang merupakan


tindakan kriminal, korban dapat menuntut pasangan atau pelaku melalui
jalur peradilan atau litigasi. Litigasi sendiri terbagi menjadi dua ranah
hukum, yaitu hukum perdata dan hukum pidana. Hukum perdata mengatur
tentang hak dan kewajiban antara satu orang dengan yang lain. Sehingga
melalui litigasi, korban dari KDRT dapat menuntut pemenuhan hak-hanya
yang telah dilanggar atau tidak dipenuhi oleh pelaku dan dapat mengajukan
perceraian. Sementara hukum pidana mengatur tindakan yang dianggap
mengancam dan merugikan orang lain dan masyarakat, serta mengatur
hukuman yang dihadapi oleh pelaku yang melanggar hukum tersebut. Di
Indonesia, KDRT merupakan bentuk tindakan kriminal yang diatur pada
pasal 44-46 UU P-KDRT. Sehingga dengan tuntutan pidana, pelaku dapat
menghadapi hukuman penjara.
IV. Kelebihan.

Buku ini dibuat untuk melengkapi buku-buku yang sudah ada


berkaitan dengan upaya-upaya Hukum Perlindungan Anak dan
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Buku ini cukup
komprehensif dan mampu memberikan wawasan secara umum sebagai
pegangan dalam memahami kekerasan dalam rumah tangga. Sebagai bahan
rujukan dasar bagi teori hukum perlindnungan anak dan penghapusan
KDRT.
V. Kekurangan.

Secara umum buku ini hanya mengutip aturan perundang-undangan


secara detail, tak ubahnya seperti membaca naskah undang-undang. Semoga
dalam edisi-edisi berikutnya buku ini dapat disertakan kasus-kasus terkini
tentang kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain. Sehingga buku ini
akan tetap up to date. Diperlukan ringkasan-ringkasan penjelasan agar lebih
mudah dimengerti dengan memperbanyak pendapat-pendapat para ahli
ataupun pendapat penulis dengan sudut pandang yang beragam.

VI. Kesimpulan.

Perlindungan anak dan kekerasan dalam rumah tangga, keduanya


tidak bisa dipisahkan dan salin berkaitan bahkan telah memakan cukup
banyak korban dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini dapat terjadi
dalam berbagai bentuk dan disebabkan oleh berbagai faktor. Sebagai
akibatnya tidak hanya dialami oleh istri saja tetapi anak-anak jaga ikut
mengalami penderitaan. Untuk mencegah, melindungi korban, dan
menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat
wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku
sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan,
terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi
manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk
diskriminasi. Dengan berbagai penjabaran peraturan perundang-undangan
yang ada telah menjadi bukti nyata upaya pemerintah serius dalam upaya
perlindungan anak dan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga,
tinggal dilihat dalam tahap pelaksanaan peraturan tersebut.

TUGAS RESENSI BUKU V

VII. Judul : MENCARI SOLUSI TERBAIK DALAM UPAYA


PERLINDUNGAN HAK ANAK DAN KDRT
VIII. Data Buku :

h. Judul Buku : HUKUM PERLINDUNGAN ANAK, DAN


PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA.
i. Pengarang : 1. Prof. Mohammad Taufik Makarao, SH, MH.
2. Letkol Sus, Drs. Weny Bukamo
3. Ir. Syaiful Azri, SH. MH.
j. Penerbit : PT RINEKA CIPTA
k. Terbit Thn. : Mei 2014 (Cetakan Pertama)
l. Tebal Buku : viii + 274 Halaman.
m. ISBN : 978-979-098-051-8
n. Harga : Rp. 70.000,-

IX. Isi Resensi

Buku ini adalah diambil dari penelitian skripsi saudara afif alamsyah
di fakultas hukum Universitas Indonesia dengan judul “Analisis Yuridis
dalam perubahan Bisnis dari Bank Konvensional ke Bank Syariah
(Implementasi Perubahan Kebijakan PT. Bank Aceh). Penulis memulai
dengan latar belakang Perbankan Islam berdasarkan perkembangan
kebijakan dimulai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan. Dilanjutkan dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang
merupakan perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992. Dilanjutkan dengan UU
No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Seperti yang disebutkan
dalam pasal 21 UU no. 1998 Bank komersial dapat didirikan dalam salah satu
bentuk hukum berikut antara lain Perseroan terbatas, koperasi dan
perusahaan pemerintah daerah. Seperti yang terdapat dalam pasal 7 UU No.
21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah danpasal 2 peraturan BI No.
11/3/PBI/2009 bentuk badan hukum bank Syariah adalah perusahaan
terbatas. Karena itu bank harus memiliki anggaran dasar dan juga
memenuhi persyaratan yang telah ditur dalam UU No. 40 Tahun 2007
tmengenai perseroan terbatas tentang pembentukannya. Disamping
memenuhi dasar persyaratan anggaran dasar ada beberapa persyaratan lain
yaitu penunjukan anggota komisioner, direktur dan dewan pengawas
Syariah yang harus disetujui oleh Bank Indonesia terlebih dahulu, peraturan,
nomor, tugas, wewenang, tanggungjawab dan hal-hal lain tetnatang susunan
komisioner, direktur dan dewan pengawas Syariah harus sesuai dengan
hukum yang berlaku, rapat umum pemegang saham bank menentukan
tugas manajemen, remunerasi dewan komisaris dan direksi, laporan
keuangan, penunjukan dan imbalan akuntan publik, penggunaan laba, dan
lainnya yang secara rinci diatur dalam peraturan BI, dan RUPS yang
dipimpin oleh presiden komisaris atau kepala komisaris. Selain itu pula
dibutuhkan persetujuan prinsip dan lisensi bisnis dari Bank Indonesia.
Selain tata cara pendirian bank Syariah, ada juga Unit Usaha Syariah
adalah unit kerja bank konvensional sebagaimana diatur dalam Peraturan BI
No. 11/10/PBI/2009 yang dirubah dengan Peraturan Bi No.
15/14/PBI/2013. Ada pula, kebijakan perpisahan yang menjadi perbuatan
hukum dari perusahaan untuk memisahkan bisnis menjadikan seluruh asset
dan kewajiban perusahaan beralih secara hukum kepada satu atau lebih
perusahaan atau sebagian asset dan kewajiban berpindah kepada
perusahaan. Cara terakhit ialah konversi bank konvensional menjadi bank
Syariah. Ada pula cara lain yaitu merger dan konsolidasi serta akuisisi.
Melihat proses konversi bank aceh dari bank konvensional menjadi bank
Syariah penulis menyimpulkan konversi tersebut telah menggunakan UU
No. 40 tahun 2007 dan Peraturan BI No. 11/15/PBI/2009 sebagai dasar
pendirian. Pemegang Saham, dasarnya keinginan masyarakat aceh. Nasabah
bank menyetujui kebijakan konversi menjadi bank Syariah aceh. RUPS,
dewan direksi dan pimpinan teap butuh uji kelayakan sekalipun mereka
adalah orang yang sama, hanya ada perubahan struktu dengan keluarnya
karena penghapusan UUS, karena kemampuan bank aceh sendiri, asset,
kontrol pemegang saham dan kompetensi pemegang saham inti dan segala
upaya dalam proses transisi bank aceh.

X. Kelebihan.

Buku ini dibuat untuk melengkapi buku-buku yang sudah ada


berkaitan dengan upaya-upaya Hukum Perlindungan Anak dan
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Buku ini cukup
komprehensif dan mampu memberikan wawasan secara umum sebagai
pegangan dalam memahami kekerasan dalam rumah tangga. Sebagai bahan
rujukan dasar bagi teori hukum perlindnungan anak dan penghapusan
KDRT.
XI. Kekurangan.

Secara umum buku ini hanya mengutip aturan perundang-undangan


secara detail, tak ubahnya seperti membaca naskah undang-undang. Semoga
dalam edisi-edisi berikutnya buku ini dapat disertakan kasus-kasus terkini
tentang kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain. Sehingga buku ini
akan tetap up to date. Diperlukan ringkasan-ringkasan penjelasan agar lebih
mudah dimengerti dengan memperbanyak pendapat-pendapat para ahli
ataupun pendapat penulis dengan sudut pandang yang beragam.

XII. Kesimpulan.

Perlindungan anak dan kekerasan dalam rumah tangga, keduanya tidak bisa
dipisahkan dan salin berkaitan bahkan telah memakan cukup banyak korban
dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai
bentuk dan disebabkan oleh berbagai faktor. Sebagai akibatnya tidak hanya
dialami oleh istri saja tetapi anak-anak jaga ikut mengalami penderitaan.
Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan
dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan
pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Negara
berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam
rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Dengan berbagai
penjabaran peraturan perundang-undangan yang ada telah menjadi bukti
nyata upaya pemerintah serius dalam upaya perlindungan anak dan
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, tinggal dilihat dalam tahap
pelaksanaan peraturan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai