CHERRY LAURENCIA S
NIM 180200474
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
Salah satu perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang persaingan usaha adalah kartel.
Kartel merupakan suatu tindakan perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang bertujuan untuk
mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi atau wilayah pemasaran suatu barang dan/atau jasa
yang mengakibatkan terjadinya praktik kartel dan persaingan usaha tidak sehat.
Salah satu praktik kartel yang telah diproses KPPU adalah dugaan praktik kartel yang dilakukan
oleh enam perusahaan produsen ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI).
Mereka diduga melakukan kartel penetapan harga untuk produk dan/atau pemasaran ban kendaraan bermotor
roda empat kelas mobil penumpang.
BAB I
Rumusan Masalah
1. 2. 3.
Bagaimana Bagaimana analisis kasus Bagaimana efektivitas
pembuktian hukum di kartel ban mobil di hukum terhadap pelaku
Indonesia terhadap Indonesia dalam perkara tindakan kartel yang
suatu perjanjian kartel KPPU melalui putusan melanggar norma
No.8/KPPU-I/2014 hukum
BAB I
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang dilakukan
dengan menguraikan ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-
undangan untuk di analisis dan kemudian dibandingkan dengan kenyataan
dilapangan.
1. PENGERTIAN KARTEL
Kartel merupakan persekongkolan diantara beberapa produsen untuk mengontrol produksi, harga dan penjualannya guna memonopoli suatu pasar
demi mendapatkan keuntungan
2. JENIS-JENIS KARTEL
Terdapat 4 jenis kartel yang paling sering dijumpai diantaranya adalah menetapkan harga, tender, membatasi output, dan membagi pasar dengan
mengalokasikan konsumen, pemasok, wilayah atau batas komersial
3. INDIKASI KARTEL
Menurut Peraturan Komisi No.4 Tahun 2010 merumuskan faktor yang dapat mendorong terjadinya kartel adalah faktor struktural dan faktor
perilaku
6. PENDEKATAN RULE OF REASON DAN PER SE ILEGAL DALAM PENETPAN HARGA DAN KARTEL
Pendekatan yang di pergunakan untuk menilai apakah suatu perjanjian yang di lakukan pelaku usaha telah melanggar UU No.5 tahun 1999
BAB II
PEMBUKTIAN HUKUM DI INDONESIA TERHADAP
SUATU PERJANJIAN KARTEL
Kartel sebagai perbuatan yang dilarang telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Pasal
11, dimana pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa, yang dapat
mengakibatkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 1 pengaturan KPPU No. 4 tahun 2010 mengatakan bahwa ketentuan pada Pasal 11 tentang kartel selanjutnya
disebut dengan Pedoman.
BAB II
PEMBUKTIAN HUKUM DI INDONESIA TERHADAP
SUATU PERJANJIAN KARTEL
C. PEMBUKTIAN KARTEL
2. PEMBUKTIAN KARTEL DALAM PERATURAN KOMISI PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG PEDOMAN KARTEL
Kartel menggunakan berbagai cara untuk mengkoordinasikan kegiatan mereka seperti melalui pengaturan produksi, penetapan harga secara
horizontal, kolusi tender, pembagian wilayah dan pembagian pangsa pasar
4 OECF (OEGANIZATION ECONOMIC CO-OPERATION FUND) PROSECUTING CARTELS WITHOUT DIRECT EVIDENCE 2006
Pembuktian kartel yang dikeluarkan oleh OECF ini di klasifikasikan kedalam 2 jenis yaitu bukti langsung dan bukti tidak langsung. Bukti
tidak langsung ada 2 bentuk yaitu bukti komunikasi dan bukti ekonomi
Enam perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) yang terdiri dari PT Bridgestone Tire Indonesia; PT
Sumi Rubber Indonesia; PT Gajak Tunggal; PT Goodyear Indonesi; PT Elang Perdana; PT Industri Karet Deli diduga melakukan perjanjian
penetapan harga dan kartel untuk produksi dan pemasaran ban kendaraan bermotor roda empat kelas mobil penumpang.
Pertimbangan hukum yang dilakukan oleh KPPU di ambil berdasarkan fakta-fakita yang terkait dengan struktur dan perilaku serta setelah
melalui beberapa tahapan pemeriksaan perkara, yaitu
1. Tahap pemeriksaan pendahuluan
2. Tahap pemeriksaan lanjutan
3. Tahap eksekusi putusan KPPU
C. ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus posisi, maka para terlapor diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
BAB IV
EFEKTIVITAS HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAKAN
KARTEL YANG MELANGGAR NORMA HUKUM
A. EFEKTIVITAS HUKUM
B. EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP PRAKTIK KARTEL
Pengenaan sanksi terhadap pelaku kartel pada saat ini masih belum efektif dikarenakan meskipun banyaknya pengenaan sanksi
baik berupa sanksi administratif dan sanksi pidana, tidak juga membuat kurangnya kasus praktik kartel di Indonesia
2. Penulis berpendapat bahwa terlapor tidak memenuhi unsur sebagai pelaku tindak kartel
dan penetapan harga terhadap produk ban mobil dalam kurun waktu 2009-2012.
3. Sanksi yang ringan jumlahnya dan tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan
oleh pelaku kartel dan persaingan usaha tidak sehat, menyebabkan para pelaku kartel
mengindahkan larangan praktik kartek ini yang di atur dalam UU No.5 Tahun 1999
tentang larangan praktik kartel dan persaingan usaha tidak sehat.
BAB V
SARAN
1. Diperlukan adanya suatu penyempurnaan Pedoman Kartel dalam hal penegakan hukum acara
kartel, penggunaan prinsip per se illegal dan rule of reason guna terciptanya suatu sistem persaingan
usaha yang sehat
2. Melakukan revisi terhadap UU No.5 Tahun 1999 dengan memasukkan dasar regulasi konsep
bukti tidak langsung, sehingga regulasinya dapat secara rinci di atur dalam Peraturan Pemerintah
atau Peraturan KPPU
3. Aturan mengenai sanksi yang diatur pada Pasal 47, 48, dan 49 Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di perberat dengan
menambah nominal denda yang akan dikenakan apabila suatu perusahaan melakukan praktik kartel
TERIMAKASIH