Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HUKUM PERSAINGAN USAHA


“ KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) ”

DOSEN PENGAMPU : SAMSUL ARIFIN, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :

ANGGI ALFINDO 18810096

FAKULTAS HUKUM

PRODI HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

1
KATA PENGANTAR

Assalamu‘alaikum wr. wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-
nya kita senantiasa diberi kesehatan dan berkah yang tak terhingga, sehingga kami diberi
kesempatan dan waktu untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum
Persaingan Usaha. Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat memudahkan
kita semua untuk lebih memahami dan mengerti tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU).

Kami juga menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
baik dari segi penulisan, pemilihan kata, kerapian, dan isi. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun, guna
kesempurnaan makalah ini dan dalam berbagai hal untuk kedepannya. Akhir kata, semoga
makalah yang sederhana ini bermanfaat untuk kita semua.

Wassalamu‘alaikum wr. wb.

Metro, 1 Februari 2021

Penulis

(..............................)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................. 3
ABSTRAK...................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................
.........................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).........................
B. Tugas Dan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)....
B. Hukum Acara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).....................
C. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)..............................
D. Eksekusi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)...............
E. Kendala dan Upaya Dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha (HPU).
F. Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)...............................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................. 19
B. Saran........................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

3
PERANAN KPPU DALAM MENEGAKKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5
TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT

Oleh :

Anggi Alfindo

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Metro

ABSTRAK

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat telah berdiri pada tanggal 5 Maret 1999 dan berlaku efektif pada tanggal 5
September 2000. Melalui Terbentuknya UU No 5/1999 diharapkan tercipta persaingan yang
sehat, sehingga pasar ekonomi akan naik secara efektif. Pelaksanaan UU No.5/1999
dipercayakan kepada dan dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha/KPPU
(Komisi Pengawas Bisnis Persaingan) yang telah ditetapkan melalui Keputusan Presiden
Nomor 75/1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peran yang bisa diambil oleh
KPPU adalah mengambil tindakan sesuai dengan banyaknya komisi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 36 terutama dalam menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan
apakah ada atau tidak ada praktek monpoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat, juga
memutuskan dan menentukan ada tidaknya kerugian ditawarkan oleh pelaku usaha lain atau
masyarakat.

Kata kunci : Peranan KPPU, Praktek Monopoli

ABSTRACT

Law No. 5/1999 regardingthe prohibition of monopoly practices and unfair Businesss
Competition has been established on 5 March 1999 and was effective on 5 September 2000.
Through the establishment of Law No 5/1999 it is hope that fair competition will be created,
therefore market economy will rise effectively. The implementation of Law No.5/1999is
entrusted to and implemented by Komisi Pengawas Persaingan Usaha/KPPU (Supervisory
Commission for Business Competition) that has already been established through Presidential
Decree No. 75/1999 about Komisi Pengawas Persaingan Usaha.The role that can be taken by
KPPU is taking action in accordance with the out bority of the commission as reffered to in

4
article 36 especially in concluding the result of investigation and/or examination whether
there are or are not any monpoly practices and/or unfair busines competition, also deciding
and determining whether or not there has been any loss inffered by other business actors or
public.
Keywords : Role of KPPU, Monopolistic Practices

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak sehat telah ditetapkan pada tanggal 5 Maret Tahun 1999, dan berlaku
efektif mulai tanggal 5 September Tahun 2000. Ide untuk membentuk undang-undang tentang
persaingan sehat dan anti monopoli mendapat angin setelah ditandatanganinya Letter of
Intent (LOI) antara Pemerintah RI dengan IMF pada tanggal 29 Juli 1998. Dalam LOI
tersebut ditentukan bahwa Pemerintah akan menyampaikan RUU Antimonopoli kepada DPR
untuk mendapat pembahasan selambatlambatnya pada bulan Desember 1998. Konsideran
dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 telah memaparkan beberapa hal berkaitan dengan
maksud dari diundangkannya undang –undang ini sebagai berikut :

1. Bahwa pembangunan di dalam bidang ekonomi harus diarahkan pada terwujudnya


kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
2. Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghenhendaki adanya kesempatan yang
sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam peruses produksi dan
pemasaran barang dan jasa dalam iklim usaha yang sehat, efektif dan efisien sehingga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar.
3. Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan
yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan
ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang
telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian
internasional.

5
Ada atau tidak tekanan dari IMF sebenarnya ketiga hal diatas adalah dasar dari
diundangkannya undang-undang yang lebih dikenal sebagai undang-undang anti monopoli.
Pelaksanaan Undang undang No. 5 Tahun 1999 diawasi dan dilakukan oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 75 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Menurut ketentuan umum
yang terdapat dalam Pasal 1 Angka 18 Undang undang No. 5 Tahun 1999, Komisi Pengawas
Persaingan Usaha adalah Komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat. Penguraian tugas yang bersifat umum ini memerlukan adanya suatu
penelusuran lebih jauh sehingga apa yang menjadi peranan dari Komisi ini menjadi lebih
jelas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ?

2. Apa Tugas dan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ?

3. Apa itu Hukum Acara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ?

4. Bagaimana Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ?

5. Bagaimana Eksekusi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ?

6. Apa Kendala dan Upaya Dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha (HPU) ?

7. Apa Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

2. Mengetahui Tugas dan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

3. Mengetahui Hukum Acara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

4. Mengetahui Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

5. Mengetahui Eksekusi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

6. Mengetahui Kendala dan Upaya Dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha (HPU)

7. Mengetahui Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan


Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dinyatakan bahwa status KPPU adalah
suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak
lain. Dalam melaksanakan tugasnya, KPPU bertanggung jawab kepada Presiden. Walaupun
demikian, KPPU tetap bebas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah, sehingga kewajiban
untuk memberikan laporan adalah sematamata merupakan pelaksanaan prinsip administrasi
yang baik. Selain itu, berdasarkan Pasal 35 Huruf g Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, KPPU juga berkewajiban untuk menyampaikan laporan berkala atas hasil kerja KPPU
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pelaporan langsung oleh KPPU kepada DPR
tersebut memang sesuai dengan kebiasaan internasional. Penegakan pelanggaran hukum
persaingan harus dilakukan terlebih dahulu dalam dan melalui KPPU. Setelah itu tugas dapat
diserahkan kepada penyidik kepolisian, kemudian dilanjutkan ke pengadilan, jika pelaku
usaha tidak bersedia menjalankan putusan yang telah dijatuhkan KPPU.

Komisi Pengawas persaingan Usaha yang merupakan state auxiliary yang dibentuk
pemerintah haruslah bersifat independen, terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah
serta pihak lain dalam mengawasi pelaku usaha, dalam hal ini memastikan pelaku usaha
menjalankan kegiatannya dengan tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Status KPPU ini telah diatur dalam pasal 30 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 yang kemudian diulang pada pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden
Nomor 75 Tahun 1999. KPPU sebagai lembaga negara komplementer memiliki tugas yang
kompleks dalam mengawasi praktek persaingan usaha tidak sehat oleh para pelaku usaha. Hal
ini disebabkan, semakin masifnya aktivitas bisnis dalam berbagai bidang dengan modifikasi
strateginya dalam memenangkan persaingan antar kompetitor, di sinilah KPPU memerankan
perannya sebagai penjaga (watchdog) dan pengawas pasar (market survelienence) agar tidak
terjadi persaingan yang tidak sehat. Perkembangan dan peningkatan aktivitas pelaku usaha di
Indonesia yang didominasi oleh segelintir orang yang berkuasa telah menimbulkan
kesenjangan ekonomi antara pengusaha kecil dan menengah. Status dan keanggotaan Komisi

7
diatur dalam pasal 1 angka 18, 30, dan pasal 31 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha minimum berjumlah 9 (sembilan) orang,
termasuk ketua dan wakil ketua yang merangkap sebagai anggota seperti yang diatur dalam
pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.1

B. Tugas dan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

KPPU dalam melaksanakan tugasnya dapat direpresentasikan sebagai penguasa dalam


hukum persaingan usaha, karena KPPU memiliki kekuasaan untuk menjatuhkan sanksi bagi
pelanggar aturan hukum, hal ini seperti yang diungkapkan Sudikno Mertokosumo dalam
bukunya Mengenal Hukum, bahwa penguasa mempunyai kekuasaan untuk memaksakan
sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum. Sebagai salah satu institusi yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka komisi ini
bertanggung jawab dalam tahap awal pelaksanaan Undang-Undang. Keputusan-keputusan
yang diambil oleh Komisi Pengawas dapat dinaik bandingkan ke tingkat pengadilan yang
lebih tinggi. Komisi ini memiliki yurisdiksi yang luas dan memiliki empat tugas utama.
Pertama , fungsi hukum, sebagai satusatunya institusi yang mengawasi implementasi
pelaksanaan Undang-undang ini. Kedua, fungsi administratif, karena komisi ini
bertanggungjawab mengadopsi dan mengimplementasikan peraturan-peraturan pendukung.
Ketiga, fungsi penengah, karena komisi ini menerima keluhan-keluhan dari pihak swasta,
melakukan investigasi independen, melakukan tanya jawab dengan semua pihak yang
terlibat, dan mengambil keputusan, dan keempat fungsi polisi, karena komisi ini
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan keputusan yang diambilnya.

Sebagaimana yang diperincikan dalam pasal 35 dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun


1999, KPPU mempunyai tugastugas sebagai berikut :

1. Melakukan penilaian terhadap kontrak-kontrak yang dapat menimbulkan praktek


monopoli dan atau persaingan curang.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang
dapat menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan curang.
3. Melakukan penilaian terhadap penyalahgunaan posisi dominan yang dapat
menimbulkan praktek monopoli dan persaingan curang.

1
Ayudha D Prayoga,2000, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, Jakarta: Proyek Elips, hlm. 16

8
4. Mengambil tindakan- tindakan yang sesuai dengan wewenang komisi persaingan
sebagimana diatur dalam Undang-undang anti monopoli.
5. Memberikan saran dan rekomendasi terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan praktek monopoli dan persaingan curang.
6. Menyusun pedoman dan publikasi yang berkaitan dengan undang-undang anti
monopoli.
7. Mengajukan laporan berkala atas hasil kerja komisi pengawas kepada Presiden RI dan
DPR. Wewenang dari KPPU adalah sebagai berikut :
1. Menampung laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang
dugaan telah terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan curang.
2. Melakukan penelitian mengenai dugaan adanya kegiatan usaha atau
tindakan pelaku usaha yang sapat menimbulkan praktek monopoli dan atau
persaingan curang.
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan curang yang didapat karena :

a) Laporan Masyarakat
b) Laporan Pelaku Usaha
c) Diketemukan sendiri oleh Komisi Pengawas dari hasil penelitiannya.

4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang adanya


suatu praktek monopoli dan atau persaingan curang.

5. Melakukan pemanggilan terhadap pelaku usaha yang diduga telah


melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli.

6. Melakukan pemanggilan dan menghadirkan saksi-saksi, saksi ahli, dan


setiap orang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan
Undang-Undang Anti Monopoli.

7. Meminta keterangan dari Instansi Pemerintaah dalam kaitannya dengan


penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaah yang melanggar
ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli.

8. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan.

9
9. Memberikan keputusan atau ketetapan tentang ada atau tidaknya kerugian
bagi pelaku usaha lain atau masyarakat.

10. Menginformasikan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga


melakukan praktek monopoli dan atau persaingan curang.

11. Memberikan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha


yang melanggar ketentuan dalam Undangundang Anti Monopoli.2

B. Hukum Acara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 lebih lanjut mengatur tata cara penanganan
perkara penegakan hukum persaingan usaha, menurut Pasal 38 sampai Pasal 46, Pengawas
Persaingan Usaha dapat melakukanya secara pro aktif atau dapat menerima pengaduan atau
laporan dari masyarakat dalam menangani perkara penegakan hukum persaingan usaha.
Sebagaimana disebutkan di atas, peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1
Tahun 2006 tentang tata cara penanganan perkara adalah merupakan hukum acara dan
pedoman bagi KPPU untuk melaksanakan fungsi penyelidikan dan pemeriksaan sebagai-
mana diamanatkan oleh ketentuan Pasal 36 Undang-undang Anti Monopoli. Atas dasar
ketentuan tersebut maka pemeriksaan yang dilakukan KPPU dilakukan dalam dua tahap :

a. Pemeriksaan Pendahuluan

Pemeriksaan pendahuluan ini telah di sebutkan dalam Pasal 39 ayat 1 Undangundang


Anti Monopoli, dimana jangka waktunya adalah 30 hari sejak tanggal surat penetapan
dimulainya suatu pemeriksaan pendahuluan. Pemeriksaan pendahuluan ini didasarkan
pada dua hal yaitu :

1. Pemeriksaan atas dasar inisiatif Pemeriksaan atas dasar inisiatif dilakukan atas
dasar inisiataif KPPU sendiri, yang tidak didasarkan pada laporan dari pihak
yang merasa dirugikan sesuai dengan ketentuan Pasal 40 Undang-undang Anti
Monopoli, dalam pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU pertama-tama akan
membentuk Majelis Komisi Untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelaku
usaha dan saksi-saksi. Majelis komisi kemudian dengan surat penetapan
2
Arie Siswanto, 2002, Hukum Persaingan Usaha, Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 94

10
menetapkan dimulainya pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan pendahuluan
dilakukan untuk men-dapatkan pengakuan terlapor berkaitan dengan dugaan
pelanggaran yang dituduhkan dan/atau mendapatkan bukti awal yang cukup
mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh terlapor serta
merekomendasikan pada komisi untuk menetapkan perlu atau tidaknya
dilakukan pemeriksaan lanjutan.

2. Pemeriksaan atas dasar Laporan Pemeriksaan atas dasar laporan ini adalah
pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU karena adanya laporan yang
disampaikan baik karena ada laporan masyarakat maupun dari pelaku usaha
yang dirugikan oleh tindakan pelaku usaha yang di laporkan. Segera setelah
laporan yang diterima oleh KPPU dianggap telah lengkap, KPPU menetapkan
majelis komisi yang akan melakukan pemeriksaan dan penyelidikan kepada
pelaku usaha yang dilaporkan dengan surat keputusan. Majelis komisi
kemudian mengeluarkan suatu penetapan untuk dimulainya suatu pemeriksaan
atas dasar laporan. Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Komisi Pengawas
Persaingan usaha Nomor 1 Tahun 2006 bahwa dalam melaksanakan tugas
pemeriksaan pendahuluan, tim pemeriksa pendahuluan mempunyai suatu
wewenang :

a. Melakukan Pemeriksaan atau Penyelidikan


b. Memanggil, menghadirkan, dan meminta keterangan terlapordan
apabila diperlukan dapat memanggil pihak lain
c. Mendapatkan, meneliti atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain
guna penyelidikan atau pemeriksaan
d. Menerima pernyataan kesediaan terlapor untuk mengakhiri perjanjian
dan/atau kegiatan yang diduga melanggar dan merekomendasikan
komisi untuk tidak melakukan pemeriksaan lanjutan secara bersyarat.

b. Pemeriksaan Lanjutan

Pemerikasaan lanjutan adalah merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan atau


penyidikan yang dilakukan oleh KPPU dalam pemeriksaan pendahuluan, hal ini
sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-undang Anti

11
Monopoli ,didalam pemeriksaan lanjutan KPPU wajib melakukan pemeriksaan
terhadap pelaku usaha yang dilaporkan. Pemeriksaann lanjutan dilakukan oleh KPPU
apabila telah ditemukan adanya indikasi praktek monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat. Pemeriksaan lanjutan dilakukan untuk menemukan ada tidaknya bukti
pelanggaran. Untuk menemukan ada tidaknya bukti pelanggaran tim pemeriksa
lanjutan mengadakan serangkaian kegiatan berupa :

1. Memeriksa dan menerima keterangan terlapor


2. Memeriksa dan meminta keterangan saksi
3. Meminta, mendapatkan dan menilai surat, dokumen atau alat bukti lain
4. Melakukan penyelidikan terhadap kegiatan terlapor atau pihak lain yang
terkait dengan dugaan pelanggaran. Pemeriksaan lanjutan dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang 30 hari terhitung
sejak tanggal ditetapkanya pemeriksaan lanjutan.3

C. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak mengatur secara rinci bagaimana proses
pengambilan putusan komisi pengawas persaingan usaha, penjelasan Pasal 43 ayat 3 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengambilan keputusan komisi dilakukan
dalam suatu sidang majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya tiga orang anggota
komisi, senada dengan ini, Pasal 7 Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 1999 menyatakan
bahwa untuk menyelesaian suatu perkara, komisi pengawas persainan usaha bisa melakukan
sidang majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya tiga orang anggota komisi pengawas
persaingan usaha dimana keputusannya ditandatangan oleh seluruh anggota majelis. Dengan
demikian penyelesaian atau pemeriksaan perkara penegakan hukum persaingan harus
dilakukan dalam sidang dalam bentuk majelis, majelisnya beranggotakan minimal 3 orang.
Pengambilan putusan melalui sidang majelis merupakan hal yang biasa dan juga dilakukan
oleh komisi-komisi negara lain seperti Amerika serikat dan Jepang.

Konsep pengaturan diatas sangat dipengaruhi oleh pengaturan pengambilan keputusan


sidang majelis pada peradilan umum dimana suatu putusan dikatakan sebagai putusan majelis

3
Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Anti Monopoli,

Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999, hlm. 9.

12
hakim, walaupun mungkin ada anggota majelis yang tidak setuju terhadap putusan tersebut.
Seyogyanga berkas putusan tersebut harus memuat seluruh pendapat anggota majelis hakim
yang mana setuju, yang mana tidak setuju beserta alasannya sehingga masyarakat dapat
menilai kredibilitasdari hakim yang memeriksa perkara tersebut. Oleh karena itu, proses
pengambilan keputusan dalam komisi pengawas persaingan usaha sebaiknya dilakukan
dengan suara terbanyak, sehingga diketahui anggota mana yang setuju dan mana yang tidak
setuju serta alasannya, pendapat dari masing masing anggota tersebut harus dimasukan
kedalam dokumen putusan komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dengan demikian
kredibilitas dari masing-masing anggota dapat diketahui dari setiap putusan yang dijatuhkan
Komisi Pengawas Persaingan usaha. Penegasan yang terdapat daam Pasal 6 Keputusan
Presiden Nomor 75 Tahun 1999 perlu mendapat perhatian yaitu bahwa dalam nenangani
perkara anggota Komisi Pengawas Persaingan usaha harus bebas dari pengaruh dan
kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Anggota komisi pengawas persaingan usaha yang
menangani perkara tersebut pun dilarang mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai
derajat ketiga dengan salah satu pihak yang berperkara atau mempunyai kepentingan dengan
perkara yang bersangkutan Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang memenuhi
ketentuan diatas wajib menolak untuk menangani perkara yang bersangkutan. Tuntutan
penolakan juga dapat diajukan oleh pihak berperkara dengan mengajukan bukti-bukti tertulis.

Sama halnya dengan putusan pengadilan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
mengenai hasil pemeriksaannya harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka
untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha yaitu dengan menyampaikan
petikan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada pelaku usaha. Dalam Pasal 44
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Putusan Komisi Pengawas
persaingan Usaha yang telah diterima oleh pelaku usaha, dalam jangka waktu 30 hari sejak
diterimanya pemberitahuan petikan putusan tersebut, pelaku usaha wajib melaksanakannya
dan melaporkan pelaksanaannya kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Namun,
apabila kewajiban Putusan Komisi Pengawas Usaha tak dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha akan menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk
disidik sesuai dengan ketetentuan perundang-undangan yang berlaku. Putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha tersebut dapat dijadikan sebagai bukti permulaan yang cukup
bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.4

4
Sukarni, “Pelaksanaan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha”, Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 7 Tahun 2012, hlm. 6.

13
D. Eksekusi Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Eksekusi adalah upaya paksa untuk melaksanakan suatu putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam kerangka kerangka Undang-undang Anti
monopoli, putusan KPPU yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, baik melalui
keberatan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri maupun kepada Mahkamah Agung, tetapi
keberatan tersebut ditolak. Keputusan KPPU yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dan bersifat peng hukumanlah yang dapat dilakukan eksekusi dan wajib dilaksanakan oleh
pelaku usaha yang dihukum. Terhadap keputusan KPPU yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yakni :

1. Eksekusi secara sukarela Pelaksanaan putusan KPPU secara sukarela ini berarti
pelaku usaha yang mendapat penghukuman memenuhi sendiri dengan sempurna
segala kewajibannya sesuai dengan amar putusan KPPU.
2. Eksekusi secara paksa Apabila pelaku usaha yang dihukum oleh KPPU tidak
melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka pelaksanaan putusan KPPU
dilaksanakan secara paksa, dengan dua cara yaitu :

a. KPPU meminta penetepan eksekusi terhadap pengadilan negeri


b. KPPU menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan
penyidikan.

Pembentuk Undang-undang No.5 Tahun 1999, memandang Undang-undang Anti monopoli


mempunyai dua aspek hukum, yaitu aspek hukum perdata dan aspek hukum pidana.
Permintaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri adalah untuk melaksanakan sanksi
administratif yang dikenakan KPPU, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Undang-undang
Anti monopoli, yang bersifat perdata. Pelaksanaan putusan KPPU yang dilakukan oleh
Pengadilan Negeri, atas permintaan KPPU, dalam pelaksanaanya berlaku ketentuan-
ketentuan eksekusi sebagaimana eksekusi atas putusan peradilan umum, yaitu ketentuan-
ketentuan dalam HIR maupun RBG. Sedangkan penyerahan putusan KPPU kepada penyidik,
adalah merupakan upaya penerapan sanksi pidana kepada pelaku usaha yang diduga telah
melanggar tindak pidana berdasarkan Undang-undang Anti monopoli, penyerahan ini
dilakukan, karena KPPU tidak berwenang untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku
usaha tetapi itu merpakan wewenang peradilan umum. Putusan KPPU tidak serta merta
menjadi bukti untuk menyimpulkan pelaku usaha telah bersalah melakukan tindak pidana

14
Undang-undang Anti monopoli, tetapi hanya merupakan bukti permulaan bagi kepolisian
sebagai penyidik tunggal untuk melakukan peyidikan.5

E. Kendala dan Upaya Dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha (HPU)

Berbagai kebijakan pemerintah dinilai kerap memicu persaingan usaha yang tidak
sehat, sehingga terdapat beragam aturan yang perlu diharmonisasikan untuk membentuk
iklim persaingan yang lebih sehat. Persaingan yang tidak sehat bukan hanya disebabkan
oleh perilaku pengusaha, tetapi juga bersumber dari kebijakan pemerintah. Hal ini
menyebabkan terdapat kesulitan dalam posisi KPPU jika pelaku usaha dikenai sanksi,
tetapi pemerintah sendiri justru memberi encourge persaingan tidak sehat. Menurut
Syamsul Maarif, berdasarkan kajian terhadap 15 undang-undang yang diterbitkan dalam
periode 2000-2003, KPPU menemukan sedikitnya tujuh undang-undang mengandung
pasal-pasal yang berbenturan dengan UU 5/1999. Adanya berbagai kebijakan baik yang
lahir di tingkat pusat maupun daerah serta sektoral berupa upaya hukum kasasi di
Mahkamah Agung (MA).

Sebagai contoh, selama berlakunya UU 5/1999, hanya ada 1 (satu) putusan


perkara kartel yang dikuatkan oleh PN yaitu kartel ban. Namun patut diperhatikan pula
bahwa dalam 5 (lima) tahun terakhir putusan KPPU sudah banyak yang dikuatkan oleh
PN ketika diajukan keberatan oleh pelaku usaha. Memang tidak mudah apabila pelaku
usaha yang dijatuhi sanksi oleh KPPU mengajukan gugatan ke pengadilan. Hakim PN
dalam hal ini dihadapkan pada 2 asas yaitu principle of legality dan principle of justice.
Hal inilah yang selalu dihadapi oleh hakim dalam menegakkan UU 5/1999, mengingat
tujuan undang–undang adalah untuk kesejahteraan umum. Namun hukum juga
diciptakan untuk keadilan sehingga ketika pelaku usaha mengajukan keberatan ke PN
atas putusan KPPU sesungguhnya mereka sedang mencari principle of justice. Hukum
memberikan keadilan, tetapi dalam penerapannya belum tentu adil. Berdasarkan Pasal 46
UU 5/1999 diatur bahwa :

1. Apabila tidak terdapat keberatan, putusan komisi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 43 ayat (3) telah mempunyai kekuataan hukum tetap
2. Putusan komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan
eksekusi kepada Pengadilan Negeri.

5
Syamsul Maarif, “Kebijakan Pemerintah Picu Kompetisi Tak Sehat”, Harian Kompas, Sabtu 17 Juni 2006, hlm 10.

15
Pasal 43 ayat (3) UU 5/1999 menyatakan bahwa pelaku usaha yang tidak mengajukan
keberatan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan
putusan dari KPPU. Untuk menjalankan pelaksanaan dari Pasal 43 tersebut, maka perlu
dimintakan fiat eksekusi ke PN. Selama ini terdapat dua sikap dalam mematuhi putusan
KPPU, yakni :

1. Secara sukarela para pelaku usaha (terlapor) mematuhi putusan KPPU dan
melaksanakan apa yang diperintahkan dalam amar putusannya; dan
2. Meminta fiat eksekusi ke PN yang dilakukan oleh KPPU.

Meskipun begitu, tidak semua putusan dalam perkara monopoli dan/atau


persaingan usaha tidak sehat dapat dieksekusi. Putusan PN dan MA yang mengabulkan
keberatan dan kasasi pelaku usaha tidak dapat dieksekusi karena putusan tersebut bersifat
konstitutif. Putusan tersebut hanya sebatas menyatakan bahwa putusan KPPU yang
menyatakan pelaku usaha melanggar UU 5/1999, demikian pula halnya dengan putusan
deklaratif yang diktum putusannya menyatakan suatu keadaan. Putusan KPPU yang
dapat dieksekusi adalah putusan condemnatoir (menghukum) yang menyatakan
bahwa pelaku usaha melanggar UU 5/1999 dan dan lintas sektoral acap kali
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, hal ini merupakan suatu kendala untuk
menciptakan iklim berusaha yang mampu bersaing secara sehat. Sebagai perbandingan,
otoritas pengawasan persaingan usaha di Korea Selatan misalnya berwenang
membatalkan semua aturan yang menyalahi hukum antimonopoli.

Selain itu, semua regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah Korea Selatan wajib
dikonsultasikan kepada otoritas pengawas persaingan tersebut. Meskipun KPPU
mempunyai fungsi penegakan hukum khususnya hukum persaingan usaha, namun
KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha. Dengan demikian, KPPU
tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik pidana maupun perdata. Kedudukan KPPU
lebih merupakan lembaga administratif karena kewenangan yang melekat padanya
adalah kewenangan administratif, sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi
administratif. Sebagai garda terdepan dalam menyelesaikan sengketa persaingan usaha,
kewenangan yang dimiliki KPPU dalam hal melakukan penyidikan, penyelidikan,

16
maupun menjatuhkan putusan tidaklah efektif karena putusan tersebut pada akhirnya
dapat diajukan keberatan bahkan dibatalkan oleh hakim PN, padahal memerlukan waktu
yang cukup lama bagi KPPU mulai dari pemeriksaan hingga menjatuhkan putusan.

Secara garis besar, kendala yang timbul dalam penegakan persaingan usaha terbagi
menjadi 2, baik secara yuridis maupun non yuridis, yakni sebagai berikut :

1. Kendala yang timbul dari para pihak baik Pelapor maupun Terlapor

KPPU tidak memiliki daya paksa untuk mewajibkan para pihak baik sebagai
Terlapor maupun Pelapor untuk datang melakukan sidang di KPPU.
Ketidakhadiran para pihak membuat pemeriksaan perkara menjadi tidak efektif.
Untuk mengatasi persoalan ini KPPU melakukan kerja sama dengan pihak
kepolisian untuk melakukan pemanggilan pada para pihak (pelaku usaha) yang
dinilai tidak kooperatif. Namun dalam pelaksanaannya hal ini tidak cukup
berjalan dengan efektif karena kewenangan yang dimiliki oleh polisi untuk
melakukan pemanggilan adalah dalam ranah publik/pidana.

Sebagai perkembangan hukum persaingan, penegakan hukum persaingan tidak hanya


terkait dengan hukum perdata, melainkan mengandung juga unsur-unsur pidana
dan administrasi. Hal ini dikarenakan pelanggaran terhadap hukum persaingan
akan merugikan masyarakat secara luas dan umum, juga merugikan perekonomian
negara. Oleh karena itu, KPPU berdasarkan UU 5/1999 hanya melakukan
pengawasan dan penegakan hukum persaingan, sedangkan ranah hukum pidana
bukan ranah kewenangan KPPU.

2. Kendala yang timbul karena UU 5/1999

Untuk melakukan pemeriksaan hingga putusan, KPPU harus melakukan


serangkaian kegiatan. Kendala/hambatan yang timbul antara lain terkait dengan
masalah pemanggilan para pihak, pembuktian, dan eksekusi putusan. Pada
dasarnya UU 5/1999 menerapkan 2 (dua) pendekatan dalam pembuktian, yaitu
perse ilegal dan rule of reason. Pendekatan per se ilegal diterapkan pada
tindakan-tindakan yang pasti membawa akibat negatif terhadap persaingan,
sedangkan pendekatan rule of reason diterapkan terhadap tindakan-tindakan yang
berpotensi membawa akibat negatif terhadap persaingan.

17
Berdasarkan aturan-aturan dalam UU 5/1999 dan Keputusan KPPU No.
05/KPPU/Kep/IX/2000 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Dugaan
Pelanggaran Terhadap UU 5/1999, tidak semua perkara yang ditangani KPPU sampai
pada putusan, karena dapat saja perkara tersebut berhenti pada tahap klarifikasi akibat
ketidakjelasan dan ketidaklengkapan laporan serta tidak ditemukan bukti-bukti awal
yang cukup untuk memulai pemeriksaan.

Dengan adanya pembatasan alat bukti untuk membuktikan telah terjadinya


pelanggaran persaingan usaha tidaklah gampang, misalnya kesulitan di dalam
pembuktian kartel dengan menemukan bentuk perjanjian di antara pelaku usaha. Para
pihak yang terlibat dalam kartel biasanya menghindar untuk membuat dokumen tertulis
sebagai bentuk perjanjian yang kemudian dipublikasikan, karena bentuk perjanjian
seperti itu dapat dijadikan sebagai bukti langsung (direct evidence), demikian pula
sulitnya untuk membutuhkan terjadinya persekongkolan dalam tender dan bentuk-bentuk
pelanggaran lainnya. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan oleh KPPU untuk mengatasi
hal ini adalah melalui kerja sama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU)
dengan berbagai instansi, seperti :

a. Kerja sama dalam rangka penguatan kelembagaan KPPU, misal dalam rangka
penyelidikan menggandeng KPK, Kejaksaan
b. Membuat Kluster Kelembagaan misal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam rangka SKBH;
c. Kerja sama dengan pemerintah daerah
d. Kerja sama dengan akademisi dan Non-Governmental Organization (NGO).

Wewenang KPPU yang terbesar terkait dengan putusan KPPU tercantum dalam
Pasal 36 huruf (j), huruf (k) dan huruf (l). Dalam Pasal 36 huruf (j) dijelaskan bahwa
KPPU berhak untuk memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian di pihak pelaku
usaha dan di masyarakat luas, huruf (k) memberikan kewenangan kepada KPPU untuk
memberitahukan putusan yang sudah ditetapkan oleh Komisi kepada pelaku usaha yang
diduga melakukan pelanggaran terhadap UU ini dan Pasal 36 huruf (l) yang merupakan
kewenangan KPPU menjatuhkan sanksi yang berupa tindakan administratif kepada

18
pelaku usaha yang dijatuhi oleh putusan KPPU. Apabila melihat sekilas dari kewenangan
yang dimiliki oleh KPPU berdasarkan Pasal 36 tersebut, maka akan terlihat bahwa KPPU
memiliki kewenangan yang begitu besar dan kuat, namun jika ditelaah lebih lanjut,
wewenang yang begitu besar ini tetap memiliki kelemahan, terutama dalam hal eksekusi
putusan. Sebenarnya perlu dijadikan perhatian bahwa semua putusan yang dikeluarkan
oleh KPPU harus mendapat penetapan eksekusi oleh PN. Hal ini berarti bahwa semua
pelaku usaha yang telah diputus oleh KPPU baru bisa melaksanakan kewajibannya
setelah putusan tersebut diajukan ke PN untuk dimintakan eksekusi. Problematika yang
muncul kemudian adalah siapa yang berhak mengajukan ke PN, apakah dari pihak KPPU
sebagai lembaga yang berwenang mengawasi persaingan usaha dan memutus perkara
persaingan usaha atau pelaku usaha yang secara sukarela meminta penetapan ke PN
untuk dieksekusi. Semua pelaku usaha yang telah diputus oleh KPPU memiliki jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari untuk mengajukan keberatan teradap hasil
putusan KPPU kepada PN, kemudian PN akan menguatkan atau membatalkan putusan
KPPU tersebut berdasarkan Pasal 44 UU 5/1999.

Kemudian masih dimungkinkan untuk melakukan kasasi terhadap putusan PN


tersebut ke MA berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU (Perma 3/2005).
Putusan yang dikeluarkan oleh KPPU tersebut menjadi bukti awal penyidikan yang
dilakukan oleh pihak penyidik untuk dijadikan bahan pertimbangan PN dan MA dalam
memutus perkara tersebut. Sebagai lembaga yang diberi wewenang oleh UU 5/1999
untuk mengawasi dan melakukan penegakan di bidang persaingan usaha, KPPU berhak
memberikan putusan kepada pelaku usaha atau kegiatan usaha yang dinilai dapat
merugikan pelaku usaha, masyarakat, dan kepentingan umum. Namun pada
kenyataannya, sanksi yang diputuskan oleh KPPU dan dijatuhkan kepada pelaku
usaha yang dinyatakan melanggar UU 5/1999 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Masih banyak kendala dan problematika baik secara normatif maupun secara praktis
untuk pelaksanaan eksekusi putusan KPPU, sebagaimana data yang menunjukkan bahwa
dari sejumlah putusan KPPU masih banyak yang belum dapat dieksekusi.

Hukum persaingan usaha yang diatur dalam UU 5/1999 substansinya terdiri dari
hukum materil maupun hukum formil (acara). Hukum formil yang mengatur mengenai
proses beracara bersifat formil dan memaksa, oleh karenanya harus diatur secara jelas
dan terperinci dalam undang-undang. Dalam hal ini penegakan hukum oleh KPPU mulai

19
dari proses penyidikan, penyelidikan, putusan, dan eksekusi yang pada prinsipnya
merupakan serangkaian kegiatan dalam penegakan hukum harus diatur secara terperinci
dan jelas dalam UU 5/1999. Oleh karena itu, terhadap UU No. 5 Tahun 1999 harus
dilakukan amandemen atau addendum antara lain mencakup substansi, kelembagaan, dan
hukum acara. Dengan dilakukan amandemen UU 5/1999 akan menguatkan efektivitas
pelaksanaan tugas institusi ini antara lain melalui hak untuk menggeledah pelaku usaha
jika tidak kooperatif dalam pemeriksaan. KPPU juga dapat meminta kepolisian
memproses secara hukum pelaku usaha yang tidak kooperatif, namun kewenangan ini
dinilai belum cukup efektif.

Penegakan hukum persaingan usaha membutuhkan otoritas kuat dan


independen, aturan yang dibentuk melalui proses dinamis serta dukungan peradilan.
Oleh karena itu, dalam amandemen atau addedum yang dilakukan, perlu adanya
penyatuan dari berbagai peraturan yang tersebar dalam bentuk Peraturan Komisi
(Perkom) selama ini dalam bentuk UU 5/1999. Selain itu, perlunya dilakukan
komunikasi dan kordinasi antara KPPU dan PN untuk menyamakan persepsi bahwa
pelaksanaan eksekusi terhadap putusan KPPU adalah hal yang penting untuk tegakknya
UU 5/1999. Hal ini menjadi sangat penting agar dapat memberikan kepastian hukum
kepada para pihak, misalnya pihak Terlapor yang terbukti melakukan kesalahan dan
dikenakan sanksi maupun terhadap Pelapor yang merupakan pelaku usaha pesaing atau
berkedudukan sebagai pihak ketiga. Selain itu melalui pengaturan yang jelas terkait
dengan penegakan hukum dapat memberikan kepastian berusaha dan menciptakan iklim
yang kondusif bagi pelaku usaha.6

F. Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Peranan menurut arti kamus adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 35 Undang-undang No. 5 Tahun 1999, tugas komisi meliputi :

a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya


praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 16

6
Rahmadi Usman, 2004, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Graha Media Pustaka Utama,, hlm.110

20
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atu persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak ada penyalahgunaan posisi dominan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28
d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam
Pasal 36
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
f. Menyusun pedoman atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat.

Sehubungan dengan adanya tugas KPPU seperti yang disebutkan dalam Pasal 35 diatas,
peranan KPPU dalam menegakkan Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 adalah mengambil
tindakan sesuai dengan wewenang KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 36 khususnya yang
berkaitan dengan wewenang melakukan peyelidikan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil penelitian. Disamping
itu komisi juga melakukan suatu peranan untuk memutuskan dan menetapkan ada atau tidak
adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat serta menjatuhkan sanksi berupa
tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Adanya peranan dari KPPU sebagaimana diuraikan diatas maka tidaklah salah kemudian
KPPU terkesan sebagai sebuah lembaga peradilan yang mempunyai wewenang
melaksanakan sebuah proses persidangan seperti pengadilan pada umumya. Berkaitan dengan
hal tersebut diatas maka kita perlu menyimak Pasal 10 Undangundang Nomor 4 Tahun
tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa :

a. Ayat (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuahMahkamah Agung dan badan
perdilan yang ada dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
b. Ayat (2) Badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung meliputi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan Agama, peradilan Militer,dan
Pengadilan Tata Usaha Negara.

21
Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undangundang Nomor 4 Tahun 2004 tersebut maka jelaslah
dalam sistim peradilan kita hanya mengenal empat macam badan peradilan, dengan demikian
tidak dikenal badan perdilan lain kecuali yang ditentukan oleh undangundang tersebut
sehingga KPPU bukan merupakan badan perdilan akan tetapi merupakan lembaga khusus
yang dibentuk untuk melakukan pengawasan dalam pelaksanaan ketentuan Undang-undang
Anti monopoli. Konsekuensinya bagi KPPU bahwa KPPU yang telah menjatuhkan putusan
atas pelaku usaha yang melanggar Undang-undang Anti monopoli tidak diberi wewenang
untuk melakuan eksekusi, karena eksekusi atas putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan. Berkaitan dengan hal tersebut
berdasarkan Pasal 46 ayat (2) dalam eksekusi keputusan KPPU yang mempunyai kekuatan
hukum tetap, KPPU harus meminta pelaksanaannya kepada Pengadilan Negeri demikian juga
keputusan KPPU yang mengandung unsur pidana maka sesuai dengan Pasal 44 ayat (4)
KPPU menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik.7

7
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, 2005, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jakarta: Rajawali Press, hlm.17-18

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebagaimana disebut diatas maka dapat ditegaskan bahwa peranan KPPU
melalui komisi yang dibentuknya dalam menegakakan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
adalah mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam Pasal
36 Khususnya melakukan tindakan sebagai berikut :

a. Melakukan penyelidikan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli


dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh
pelaku usaha atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya
b. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adnya kerugian di pihak pelaku usaha
lain atau masyarakat
c. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan undang-undang ini namum tidak sampai pada tindakan eksekusi
mengingat KPPU bukan lembaga peradilan.
d. Eksekusi keputusan KPPU yang mempunyai kekuatan hukum tetap, KPPU harus
meminta pelaksanaannya kepada Pengadilan Negeri, demikian juga untuk keputusan
KPPU yang mengandung unsur pidana maka KPPU harus menyerahkan putusan itu
kepada penyidik.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan
dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ayudha D Prayoga, 2000, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia ,
Jakarta : Proyek Elips, hlm. 16

Arie Siswanto, 2002, Hukum Persaingan Usaha, Bogor : Ghalia Indonesia, hlm. 94

Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan Undang-
Undang Anti Monopoli, Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999, hlm. 9.

Sukarni, “Pelaksanaan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha”, Jurnal Persaingan


Usaha, Edisi 7 Tahun 2012, hlm. 6.

Syamsul Maarif, “Kebijakan Pemerintah Picu Kompetisi Tak Sehat”, Harian Kompas, Sabtu
17 Juni 2006, hlm 10.

Rahmadi Usman, 2004, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta: Graha Media
Pustaka Utama,, hlm.110

Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, 2005, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jakarta :
Rajawali Press, hlm.17-18

24

Anda mungkin juga menyukai