Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

UPAYA HUKUM
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Agama

Dosen Pengampu : Lia Amaliya, SH.,MH. , Dr. Ahmad Saprudin, S.Ag.,MH.

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Kelas HK20B

Dimas Imam Prastio (20416274201141)

Muhammad Shidqi Mubarok (20416274201048)

Harariawan Priyatna (20416274201046)

Soultan Syarif (20416274201077)

Rafli Akmal Fauzan (20416274201143)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Upaya Hukum” ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Hukum Peradilan Agama. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Upaya Hukum bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lia Amaliya, SH., MH dan Bapak Dr.
Ahmad Saprudin, S.Ag., MH selaku Dosen pada mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang Penulis tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari,
makalah yang Penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Upaya Hukum.......................................................................................................................3
B. Upaya Hukum Biasa.............................................................................................................4
C. Upaya Hukum Luar Biasa....................................................................................................7
BAB III PENUTUP......................................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya hukum adalah segala tindakan yang dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan
untuk mencari keadilan melalui jalur hukum. Upaya hukum bisa dilakukan dengan cara
mengajukan gugatan ke pengadilan, melakukan banding atas putusan pengadilan, atau
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Upaya hukum bertujuan untuk menyelesaikan sengketa atau masalah secara adil dan
sesuai dengan hukum yang berlaku. 1Dalam konteks hukum Indonesia, upaya hukum diatur
dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Menurut Pasal 1 angka 19 UU Kekuasaan Kehakiman, upaya hukum adalah tindakan


yang diambil oleh pihak yang merasa dirugikan atau mengajukan permohonan untuk melindungi
haknya melalui proses peradilan.

Dalam pelaksanaanya upaya hukum dapat dibedakan antara upaya hukum biasa terdiri
dari verzet, banding, kasasi. Dan upaya hukum luar biasa terdiri dari peninjauan kembali dan
derden verzet.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu upaya hukum ?


2. Apa itu upaya hukum biasa ?
3. Apa itu upaya hukum luar biasa ?

1
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

1
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian upaya hukum


2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian upaya hukum biasa
3. Untuk mengetahui dan memahami pengertian upaya hukum luar biasa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Upaya Hukum

Upaya hukum menurut Pasal 1 Butir 12 KUHAP adalah hak terdakwa atau
penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau
banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan
kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 2Upaya hukum
adalah suatu upaya yang diberikan oleh undang-undang bagi seseorang maupun badan
hukum dalam hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai suatu tempat bagi
pihakpihak yang tidak puas atas adanya putusan hakim yang dianggap tidak memenuhi
rasa keadilan.

Tujuan dari upaya hukum adalah memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh
pengadilan yang memutus sebelumnya, mencapai kesatuan dalam peradilan, memberi
jaminan pada terdakwa maupun masyarakat bahwa peradilan berdasarkan pada fakta dan
hukum secara benar.
Adanya upaya hukum merupakan jaminan baik bagi terdakwa, para pihak dan
masyarakat bahwa peradilan sesuai menurut fakta, hukum dan sejauh mungkin seragam.
Upaya hukum sendiri terdiri dari dua, yang pertama upaya hukum biasa dan yang kedua
upaya hukum luar biasa.

2
Pustakahukum. Upaya Hukum dalam Hukum Acara Perdata.
https://pustakahukum.blogspot.com/read/2015/03/upaya-hukumdalam-hukum-acara-perdata (Diakses 9 Mei 2023
16:36)

3
B. Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa adalah tindakan hukum yang dilakukan oleh pihak yang
merasa dirugikan untuk mengajukan permohonan perbaikan atau pengubahan atas
putusan pengadilan yang telah dijatuhkan.
Upaya hukum biasa bertujuan untuk memastikan bahwa keputusan pengadilan
telah diambil berdasarkan hukum yang berlaku dengan tepat dan adil. 3Proses upaya
hukum biasa memungkinkan pihak yang merasa dirugikan untuk mendapatkan keadilan
yang lebih baik dan memperoleh kepastian hukum. Upaya hukum biasa ini dilakukan
melalui verzet, kasasi dan banding.

a) Verzet
Verzet adalah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang tidak hadir
atau tidak diwakilkan dalam persidangan yang telah dijatuhi putusan. Verzet
bertujuan untuk membatalkan putusan pengadilan yang telah dijatuhkan tersebut
dan memperoleh keputusan yang lebih menguntungkan.
4
Dasar hukum dari verzet diatur dalam Pasal 178 HIR (Herzien Inlandsch
Reglement) dan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata). 5Dalam Pasal 178 HIR disebutkan bahwa verzet dapat diajukan
dalam waktu 14 hari sejak putusan dijatuhkan, sedangkan dalam Pasal 1266
KUHPerdata disebutkan bahwa verzet harus diajukan dalam waktu 4 minggu
sejak putusan dijatuhkan.
Alasan yang dapat menjadi dasar pengajuan verzet antara lain adalah
adanya kesalahan prosedur dalam proses persidangan, kekeliruan dalam
penafsiran hukum oleh hakim, atau fakta baru yang belum diperhitungkan dalam
putusan pengadilan sebelumnya.
Syarat untuk dapat mengajukan verzet antara lain adalah pihak yang
mengajukan harus memenuhi persyaratan standing, yaitu mempunyai kepentingan
3
Yudho Taruno Muryanto. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika: Jakarta, 2012.
4
Pasal 178 Herzien Inlandsch Reglement
5
Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

4
hukum dalam perkara yang sedang berjalan dan putusan pengadilan tersebut
merugikan kepentingan hukumnya. Selain itu, pihak yang mengajukan verzet juga
harus mengajukan alasan-alasan yang jelas dan memadai untuk membatalkan
putusan pengadilan yang telah dijatuhkan.
Tenggang waktu untuk mengajukan verzet berbeda-beda tergantung pada
jenis peraturan hukum yang berlaku. Dalam HIR, tenggang waktu yang diberikan
adalah 14 hari sejak putusan dijatuhkan, sedangkan dalam KUHPerdata tenggang
waktu yang diberikan adalah 4 minggu sejak putusan dijatuhkan.

b) Banding
Banding adalah salah satu jenis upaya hukum biasa yang dapat dilakukan
oleh pihak yang merasa dirugikan oleh putusan pengadilan. Dalam upaya hukum
ini, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan perbaikan atas
putusan pengadilan yang telah dijatuhkan ke pengadilan tingkat yang lebih tinggi.
6
Dasar hukum untuk banding diatur dalam Pasal 197 sampai dengan Pasal
238 Hukum Acara Perdata (HAP). Pasal 197 HAP menyatakan bahwa banding
adalah hak yang dimiliki oleh pihak yang merasa dirugikan oleh putusan
pengadilan.
Alasan yang dapat menjadi dasar pengajuan banding antara lain adalah
adanya kesalahan dalam penerapan hukum atau fakta yang tidak dipertimbangkan
dengan baik oleh pengadilan yang telah menjatuhkan putusan. Selain itu, alasan
lainnya bisa berupa perbedaan pendapat antara hakim dalam putusan pengadilan.
Syarat untuk dapat mengajukan banding antara lain adalah pihak yang
mengajukan harus memiliki kedudukan hukum (standing) dalam perkara yang
sedang berjalan dan putusan pengadilan yang dijatuhkan merugikan kepentingan
hukumnya. Selain itu, pihak yang mengajukan banding harus mengajukan alasan
yang jelas dan memadai untuk memperbaiki putusan pengadilan yang telah
dijatuhkan.

6
Pasal 197 sampai dengan Pasal 238 Hukum Acara Perdata (HAP)

5
Tenggang waktu untuk mengajukan banding adalah 14 hari terhitung sejak
putusan pengadilan yang diinginkan untuk diperbaiki dibacakan. Namun,
tenggang waktu tersebut dapat diperpanjang atas persetujuan pengadilan yang
bersangkutan dan hanya dapat dilakukan satu kali saja.

c) Kasasi (cassatie)

Kasasi adalah upaya hukum yang diajukan ke Mahkamah Agung untuk


mengajukan permohonan pengujian terhadap putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum ini bertujuan untuk mengetahui
apakah proses persidangan yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan
hukum dan apakah putusan pengadilan tersebut telah tepat atau tidak.

7
Dasar hukum untuk kasasi diatur dalam Pasal 236 sampai dengan Pasal
242 Hukum Acara Perdata (HAP) dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Mahkamah Agung. 8Pasal 236 HAP menyatakan bahwa
kasasi adalah hak yang dimiliki oleh pihak yang merasa dirugikan oleh
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Alasan yang dapat menjadi dasar pengajuan kasasi antara lain adalah
adanya kesalahan dalam penerapan hukum atau fakta yang tidak
dipertimbangkan dengan baik oleh pengadilan yang telah menjatuhkan
putusan. Selain itu, alasan lainnya bisa berupa perbedaan pendapat antara
hakim dalam putusan pengadilan.

Syarat untuk dapat mengajukan kasasi antara lain adalah pihak yang
mengajukan harus memiliki kedudukan hukum (standing) dalam perkara yang
sedang berjalan dan putusan pengadilan yang dijatuhkan merugikan
kepentingan hukumnya. Selain itu, pihak yang mengajukan kasasi harus
mengajukan alasan yang jelas dan memadai untuk memperbaiki putusan
pengadilan yang telah dijatuhkan.
7
Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Mahkamah Agung
8
Pasal 236 sampai dengan Pasal 242 Hukum Acara Perdata (HAP)

6
Tenggang waktu untuk mengajukan kasasi adalah 14 hari terhitung sejak
putusan pengadilan yang diinginkan untuk diperbaiki dibacakan. Namun, jika
pengajuan kasasi berkenaan dengan gugatan ganti rugi, maka tenggang waktu
untuk mengajukan kasasi adalah 30 hari terhitung sejak putusan pengadilan
yang diinginkan untuk diperbaiki dibacakan.

C. Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum luar biasa adalah upaya hukum yang dilakukan di luar jalur
pengadilan dan merupakan upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh pihak yang tidak
merasa puas dengan hasil putusan pengadilan. Upaya hukum luar biasa ini bersifat sangat
terbatas dan hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu yang diatur oleh undang-
undang. Upaya hukum biasa ini dilakukan melalui peninjauan kembali dan derden verzet
Beberapa contoh upaya hukum luar biasa antara lain :
a. Restitusi
Upaya hukum ini dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh suatu
keputusan hukum yang sudah dijalankan, yang menyebabkan keadaan menjadi
tidak adil bagi pihak tersebut. Restitusi bertujuan untuk mengembalikan keadaan
menjadi seperti semula sebelum keputusan hukum dijalankan.
b. Rehabilitasi
Upaya hukum ini dapat dilakukan oleh seseorang yang telah dihukum dan merasa
bahwa dirinya telah dihukum secara tidak adil atau atas dasar bukti yang tidak
sah. Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan reputasi dan martabat seseorang
yang telah tercemar karena dihukum atas dasar yang tidak benar.
c. Grasi
Upaya hukum ini dapat dilakukan oleh narapidana yang telah dihukum dan
merasa bahwa hukumannya terlalu berat atau tidak adil. Grasi bertujuan untuk
memperoleh pengurangan hukuman atau pembebasan narapidana dari hukuman
yang dijatuhkan.
d. Amnesti

7
Upaya hukum ini merupakan hak prerogatif Presiden untuk memberikan
pengampunan terhadap seseorang atau sekelompok orang yang telah dihukum
atas suatu tindak pidana. Amnesti diberikan atas pertimbangan kepentingan
nasional atau kemanusiaan.

a.) Peninjauan Kembali


Peninjauan kembali adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang
merasa dirugikan dalam suatu perkara pidana atau perdata yang telah berkekuatan hukum
tetap, untuk mengajukan permohonan pengujian kembali terhadap putusan pengadilan
yang telah dijatuhkan. Tujuan dari peninjauan kembali adalah untuk menemukan
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses persidangan dan putusan
pengadilan yang telah dijatuhkan.
9
Dasar hukum untuk peninjauan kembali dalam perkara pidana diatur dalam Pasal
253 sampai dengan Pasal 258 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
sedangkan dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 75 Hukum
Acara Perdata (HAP). Dasar hukum ini memberikan akses kepada pihak yang merasa
dirugikan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, terutama dalam situasi di
mana telah terjadi kesalahan-kesalahan dalam proses persidangan dan putusan
pengadilan.
Alasan yang dapat menjadi dasar pengajuan peninjauan kembali antara lain adalah
adanya fakta baru yang belum diketahui pada saat persidangan atau putusan pengadilan,
kesalahan dalam penerapan hukum, dan perbuatan yang dipertimbangkan sebagai tindak
pidana atau perbuatan melawan hukum setelah putusan pengadilan dijatuhkan.
Syarat untuk dapat mengajukan peninjauan kembali antara lain adalah pihak yang
mengajukan harus memiliki kedudukan hukum (standing) dalam perkara yang sedang
berjalan, terdapat alasan yang cukup dan jelas untuk melakukan peninjauan kembali,
serta pengajuan harus dilakukan dalam waktu yang ditentukan.
Tenggang waktu untuk mengajukan peninjauan kembali adalah 2 tahun terhitung
sejak putusan pengadilan yang diinginkan untuk diperiksa kembali diucapkan atau

9
Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (KUHAP)

8
dibacakan. Tenggang waktu ini dapat diperpanjang dalam keadaan tertentu yang diatur
dalam undang-undang.

b.) Derden Verzet


Derden verzet adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang
tidak terlibat dalam suatu perkara perdata, untuk memperjuangkan haknya yang dinilai
terganggu akibat putusan pengadilan yang telah dijatuhkan. Pihak ketiga tersebut dapat
melakukan derden verzet apabila haknya yang dianggap terganggu belum
dipertimbangkan oleh pengadilan dalam putusan yang telah dijatuhkan.
10
Dasar hukum untuk derden verzet diatur dalam Pasal 136 Hukum Acara Perdata
(HAP). Pasal tersebut menyebutkan bahwa pihak ketiga dapat mengajukan derden verzet
apabila putusan pengadilan tersebut mengganggu haknya yang berhubungan dengan
objek sengketa dalam perkara tersebut.
Alasan yang dapat menjadi dasar pengajuan derden verzet antara lain adalah
adanya hak pihak ketiga yang dinilai terganggu atau belum dipertimbangkan dalam
putusan pengadilan yang telah dijatuhkan. Pihak ketiga harus membuktikan bahwa
haknya yang berhubungan dengan objek sengketa dalam perkara tersebut telah terganggu
dan memenuhi syarat untuk dilindungi dalam hukum.
Syarat untuk dapat mengajukan derden verzet antara lain adalah pihak ketiga
harus memiliki kedudukan hukum (standing) yang sah dan menunjukkan bahwa haknya
telah terganggu atau belum dipertimbangkan dalam putusan pengadilan yang telah
dijatuhkan. Selain itu, derden verzet juga harus diajukan dalam waktu yang ditentukan.
Tenggang waktu untuk mengajukan derden verzet adalah 3 (tiga) bulan terhitung
sejak pihak ketiga mengetahui putusan pengadilan yang dianggap merugikan haknya.
Apabila pihak ketiga baru mengetahui putusan tersebut setelah lewat dari tenggang waktu
tersebut, maka ia masih dapat mengajukan derden verzet selama 3 (tiga) bulan sejak ia
mengetahui putusan pengadilan tersebut.

10
Pasal 136 Hukum Acara Perdata (HAP)

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peradilan agama merupakan salah satu mekanisme yang penting dalam menjamin
keadilan di Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi setiap pihak yang terlibat dalam suatu
perkara di peradilan agama untuk memahami proses dan tata cara melakukan upaya hukum ini
agar dapat memperoleh keadilan yang sebenarnya. Dalam rangka menyelesaikan suatu perkara di
peradilan agama, terdapat beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa
dirugikan atau tidak puas dengan putusan pengadilan. Upaya hukum ini dapat dilakukan melalui
jalur biasa maupun luar biasa.

Upaya hukum biasa yang dapat dilakukan di peradilan agama adalah upaya banding,
sedangkan upaya hukum luar biasa antara lain adalah verzet, kasasi, dan peninjauan kembali.
Upaya hukum luar biasa ini dapat dilakukan dalam situasi-situasi tertentu yang diatur oleh
undang-undang.

Upaya hukum peradilan agama ini didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku
di Indonesia, termasuk prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kemanfaatan sosial. Selain itu, dasar
hukum untuk melakukan upaya hukum peradilan agama diatur dalam undang-undang atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dalam melakukan upaya hukum peradilan agama, terdapat beberapa syarat dan tenggang
waktu yang harus dipenuhi oleh pihak yang melakukan upaya hukum tersebut.

Syarat dan tenggang waktu ini bertujuan untuk memastikan bahwa upaya hukum tersebut
dilakukan secara sah dan tidak merugikan pihak lain. Secara keseluruhan, upaya hukum
peradilan agama merupakan salah satu mekanisme yang penting dalam menjamin keadilan di
Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi setiap pihak yang terlibat dalam suatu perkara di
peradilan agama untuk memahami proses dan tata cara melakukan upaya hukum ini agar dapat
memperoleh keadilan yang sebenarnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Yudho Taruno Muryanto, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika: Jakarta, 2012.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2002.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


Pasal 178 Herzien Inlandsch Reglement
Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Pasal 197 sampai dengan Pasal 238 Hukum Acara Perdata (HAP)

Pasal 236 sampai dengan Pasal 242 Hukum Acara Perdata (HAP)

Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Mahkamah Agung

Pasal 136 Hukum Acara Perdata (HAP)

C. Internet

Pustakahukum. Upaya Hukum dalam Hukum Acara Perdata.


https://pustakahukum.blogspot.com/read/2015/03/upaya-hukumdalam-hukum-acara-
perdata (Diakses 9 Mei 2023 16:36)

11

Anda mungkin juga menyukai