Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“Penetapan Sebagai Produk Hukum Peradilan Agama”

(Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Peradilan Agama yang
dibimbing oleh Dr. Sri Lumatus Sa`adah, M.H.I dan Dr. M. Faisol, M.Ag)

Disusun Oleh
Angga Dwi Saifuddin (213206050010)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


PASCASARJANA UIN KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. Pengertian Penetapan ................................................................................. 3


B. Bentuk dan Isi Penetapan ........................................................................... 3
C. Kekuatan Penetapan dan Putusan Hakim .................................................. 4

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 10

A. Kesimpulan ................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengadilan Agama merupakan salah satu pemain hukum bagi umat
Islam yang mencari keadilan dalam hal-hal tertentu sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang. Sesuai dengan batasan perundang-undangan, Pengadilan
Agama menganalisis, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara yang
melibatkan umat Islam.1
Peradilan Agama diatur dengan Undang-Undang Peradilan Agama No.
7 Tahun 1989, yang telah mengalami dua kali revisi. Pertama, UU Peradilan
Agama No. 3 Tahun 2006, yang kemudian diubah dengan UU Peradilan
Agama No. 50 Tahun 2009. Peradilan Agama juga mengalami perubahan
produk hukum di lingkungan peradilannya sebagai akibat dari perubahan
tersebut.2
Setelah memeriksa masalah itu, pengadilan harus mengadilinya atau
mengambil keputusan dan mengeluarkan produk hukum. Sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Peradilan Agama telah menghasilkan
tiga produk hukum: putusan, penetapan, dan Surat Keterangan Cerai (SKT3),
yang sekarang ada setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Akibatnya,
di Artikel ini akan membahas tentang keluaran hukum Peradilan Agama sejak
diberlakukannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, yaitu putusan dan
ketentuan.
B. Rumusan Masalah
Dengan ini, penulis telah membuat rumusan masalah yang akan
dibahas pada makalah ini, di antaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian penetapan dalam Peradilan Agama?
2. Bagaimana bentuk dan isi penetapan dalam Peradilan Agama?
1
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh Surat-surat Dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2016), 8.
2
Ibid 7.

1
3. Bagaimana kekuatan penetapan dan putusan hakim Peradilan Agama?
C. Tujuan
Selanjutnya, berdasarkan fokus masalah di atas, maka tujuan dari
tulisan yang ingin dicapai ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian penetapan dalam Peradilan Agama
2. Untuk mengetahui bentuk dan isi penetapan dalam Peradilan Agama
3. Untuk mengetahui kekuatan penetapan dan putusan hakim Peradilan
Agama
4.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penetapan
Putusan tersebut dikenal dengan istilah al-Isbat (Arab) atau beschiking
(Belanda), dan merupakan produk Peradilan Agama dalam arti bukan
pengadilan yang sebenarnya (jurisdicto voluntaria).
Pengadilan ini dianggap palsu karena yang ada hanyalah permintaan
untuk memutuskan sesuatu yang bukan urusan lawan. Dalam literatur lain,
penetapan merupakan salah satu produk Pengadilan Agama dalam memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan perkara. Determinasi adalah keputusan atas
permintaan.
Penetapan bertujuan untuk menetapkan suatu kondisi atau status
tertentu bagi pemohon. Urutan keputusan dalam penetapan penetapan atau
penetapan saja. Penentuan nasib sendiri dan penentuan tidak memiliki
kekuatan eksekutif.3
B. Bentuk dan Isi Penetapan
Bentuk dan isi penetapan hampir sama dengan bentuk dan isi putusan
namun terdapat sedikit perbedaan yaitu:4
a. Hanya identitas responden saja yang dicantumkan dalam identitas para
pihak dalam permohonan dan penetapan. Sekalipun identitas
responden dipublikasikan, responden bukanlah pihak.
b. Dalam Penetapan Pengadilan tidak ada kata “Berlawanan Dengan”
tidak seperti putusan pengadilan karena ini hanya menetapkan alias
tidak ada lawan perkara.
c. Di dalam Penetapan tidak ada kata “Tentang Duduknya Perkara”
karena ini tidak ada lawan dengan orang lain , dan di penetapan ini di
sebutkan pemohon dan termohon.
3
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh Surat-Surat dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2018), 161.
4
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Rajawali Pres), 214-215.

3
d. Amar penetapan bersifat declaratoire atau constitutoire.
e. Di Penetapan itu berbunyi Menetapkan, tapi berbeda dengan putusan
yang berbunyi Memutuskan .
f. Penanggung biaya di biayai pemohon berbeda pada putusan yang di
biayai kepada salah satu pihak yang kalah atau di biayai sama sama
oleh pihak penggugat dan tergugat tetapi dalam perkara perkawinan
tetap selalu kepada penggugat atau pemohon.
g. Penetapan pengadilan tidak ada reconventie atau interventie atau
vrijwaring, kalau putusan ada.
C. Kekuatan Penetapan dan Putusan Hakim
Putusan mempunyai tiga kekuatan dan mengikat para pihak serta pihak
ketiga, tetapi ketentuan itu hanya berlaku bagi pemohon, ahli warisnya, dan
mereka yang menerima hak berdasarkan putusan itu.5
Keputusan sukarela hanya memiliki akibat hukum sepihak; pihak lain
tidak dapat diwajibkan untuk mengikuti kebenaran dari hal-hal yang
diumumkan dalam keputusan sukarela, akibatnya, keputusan sukarelawan
tidak memiliki nilai hukum sebagai bukti..6
Berbeda dengan putusan karena di penetapan hanya mengikat pada diri
pemohon dan penetapan tidak punya kekuatan eksekutorial.7
Ketentuan tersebut antara lain pengesahan perkawinan untuk keperluan
pensiun pegawai negeri sipil dari suami istri jika tidak ada perselisihan di
antara mereka, tetapi mereka menikah tanpa mendaftarkan pernikahan mereka
dan dengan demikian tidak memiliki akta nikah pada saat itu. Pasal 1917 dan
1918 KUHPerdata, serta Pasal 21 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970,
menyatakan bahwa putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap adalah
putusan yang tidak lagi tersedia upaya hukum yang teratur terhadap putusan
tersebut menurut undang-undang.

5
Dr. Sudirman L, M.H., Hukum Acara Peradilan Agama, (Parepare: IAIN Parepare Nusantara
Press, 2021), 122.
6
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariyah, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), 123.
7
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh Surat-Surat dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2018), 161.

4
Kekuatan hukum yang tetap yaitu :8
a. Kekuatan Mengikat
Karena pihak lain telah memutuskan untuk mengajukan ke pengadilan
untuk menyelesaikan masalahnya, kedua belah pihak harus menerima
putusan pengadilan atau hakim.
b. Kekuatan Pembuktian
Putusan pengadilan yang tertulis merupakan akta otentik yang dapat
digunakan oleh pihak kedua sebagai alat bukti apabila diperlukan
waktu untuk mengajukan upaya hukum.
c. Kekuatan Eksekutorial
Kekuasaan untuk memaksakan putusan hakim atau putusan pengadilan
dengan paksa oleh para pihak dengan menggunakan alat-alat negara
terhadap pihak-pihak yang tidak dengan sukarela melaksanakan
putusan tersebut.

Menurut Sudikno Mertokusumo yang dikutip pada Darius Lekalawo9,


Putusan atau putusan hakim adalah pernyataan yang dibuat oleh hakim dalam
kedudukannya sebagai penyelenggara negara yang berwenang untuk itu dalam
sidang pengadilan dengan tujuan untuk menyimpulkan atau menyelesaikan
suatu perkara atau perselisihan antara para pihak.
Penetapan adalah putusan pengadilan dalam perkara permohonan
(sukarela), seperti dispensasi nikah, surat nikah, wali adhal, poligami,
perwalian, itsbat nikah, dan sebagainya.
Penetapan tersebut merupakan yurisdiksi sukarela, artinya bukan
pengadilan yang sebenarnya karena hanya ada permohonan dan tidak ada
peraturan perundang-undangan dalam perjanjian tersebut. Hakim tidak
menggunakan kata “judgment” dalam penetapan; sebaliknya, kata
"menetapkan" sudah cukup.”.

8
http://coret-anku.blogspot.co.id/2012/02/putusan-pengadilan-dalam-hukum-acara.html
9
http://dariuslekalawo.blogspot.co.id/2015/05/apa-perbedaan-putusan-dan-penetapan.html

5
Putusan hakim bersumber dari nilai-nilai hukum masyarakat agar
putusannya sejalan dengan rasa keadilan komunal saat ini. Pemilihan juri yang
berkualitas memerlukan penerapan perpaduan antara pengetahuan
(pengetahuan) energi otak, emosional, dan spiritual. Mengoptimalkan
penguasaan pengetahuan dalam energi-energi tersebut akan mempengaruhi
pikiran, perasaan, dan keyakinan hingga pada titik dimana banyak keputusan
harus dibuat berdasarkan keyakinan hakim.
Pada umumnya memutuskan suatu permintaan berdasarkan undang-
undang, tetapi sekarang perlu diubah dengan menambahkan maknanya dengan
penemuan hukum atau konstruksi bentuk, dan dengan membuat undang-
undang baru melalui keputusan.
Untuk mewujudkan rasa keadilan, memberikan manfaat, dan
memberikan kepastian hukum, hakim sebagai pengambil
keputusan/pengambil keputusan harus memiliki kemampuan profesional serta
moral dan integritas yang tinggi.
Hakim juga harus mampu berkomunikasi dan menjalankan fungsi dan
kedudukannya dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat.
Hakim selalu berbenah diri berdasarkan norma moral umum,
sebagaimana tertuang dalam laporan akhir Komisi Hukum Nasional Republik
Indonesia sebagaimana dilansir Fence M. Wantu, yaitu :
a. Keagungan kemanusiaan ditentukan oleh nilai kemanusiaan
(humanity).
b. Pentingnya keadilan, yang berarti terus-menerus menyediakan
individu dengan apa yang mereka miliki.
c. Nilai kepatutan/kewajaran, artinya selalu mempertimbangkan dan
mempertimbangkan rasionalitas situasi serta rasa keadilan individu
anggota masyarakat.
d. Nilai kejujuran, artinya mentaati kejujuran dan menghindari
kecurangan
e. Kewajiban memiliki suatu keunggulan dan kepintaran.
f. Kesadaran untuk menjaga nama baik profesinya dengan baik mungkin.

6
g. Pelayanan yang di nilai sangat bagus.
Kepastian hukum, menurut Sudikno Mertokusumo, berupaya
memberikan perlindungan hukum kepada lembaga peradilan dari tindakan
sewenang-wenang. Sedangkan masyarakat menginginkan adanya kepastian
hukum, dengan keyakinan akan membuat masyarakat lebih tertib..
Darius Lekalawo menambahkan pemaparan bahwa terdapat pembeda
antara putusan dengan penetapan:10
a. Dilihat dari ada dan tidaknya gugatan
Sebelum hakim di pengadilan mengambil keputusan, penggugat
mengajukan gugatan terhadap terdakwa yang mencoba mengajukan
gugatan terhadapnya. Pemohon mengajukan permohonan untuk hal itu
untuk diajukan ke pengadilan sebelum hakim mengeluarkan keputusan
dalam penetapan.
b. Para pihak berperkara
Ada dua pihak yang berperkara dalam putusan ini: penggugat dan
tergugat. Penggugat adalah seseorang yang percaya atau yakin bahwa
haknya telah dilanggar oleh seseorang, sedangkan tergugat adalah
seseorang yang dilaporkan oleh penggugat karena penggugat percaya
bahwa tergugat telah melanggar haknya. Sedangkan dalam perkara ini
hanya ada satu pihak, yaitu Pemohon, yang menyatakan bahwa
berlakunya undang-undang tersebut telah melanggar hak dan hak
konstitusionalnya, yaitu orang perseorangan dari kesatuan negara
Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat selama masih hidup. dan
sesuai dengan perkembangan. masyarakat berdasarkan cita-cita Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c. Kata-kata penegasan yang dipakai
Kata mengadili digunakan oleh pengadilan dalam putusannya untuk
menegaskan bahwa terdakwa bersalah dan harus membayar ganti rugi
materiil atau immateriil kepada pihak yang dirugikan haknya. Hakim

10
http://dariuslekalawo.blogspot.co.id/2015/05/apa-perbedaan-putusan-dan-penetapan.html

7
hanya menggunakan kata menentukan untuk memutuskan perkara
yang diajukan oleh para pemohon dalam penetapan.
d. Berdasarkan artinya
Karena ada tergugat dan ada penggugat, maka putusan tersebut disebut
sebagai jurisdiksi contentiosa. Karena apa yang ada dalam ketentuan
tersebut dan selanjutnya disebut sebagai Pemohon I dan Pemohon II,
maka penetapan tersebut disebut sebagai yurisdiksi valunary.
e. Ada tidaknya konflik atau sengketa
Adanya sengketa atau konflik yang berujung pada gugatan dan putusan
jauh sebelum adanya putusan, sedangkan tidak ada sengketa atau
sengketa yang mengarah pada putusan tersebut.

Isi dan dasar penetapan yang dijadikan dasar putusan harus


dicantumkan dalam putusan pengadilan (Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004). Alasan-alasan tersebut adalah kewajiban hakim dari putusannya
kepada masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, dan ilmu hukum,
agar memiliki nilai dan pertimbangan yang objektif daripada dijatuhkan oleh
hakim tertentu.11
Untuk meningkatkan tekad mereka, mereka sering mencari
bantuan dari hukum dan sains. Artinya hakim tidak akan menjatuhkan
putusan atau akan terikat dengan hasil perkara yang serupa. Ilmu
pengetahuan memiliki otoritas karena bersifat objektif dan didukung
oleh penganutnya. Akibatnya, hakim harus berani dalam mencari
hukum, namun dengan menggunakan penalaran yang rasional, legal, dan
bertanggung jawab.

11
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan Kedua, (Yogyakarta: Liberty,
1999), 15.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengadilan Agama menggunakan penetapan sebagai salah satu alatnya untuk
menilai, mengadili, dan menyelesaikan perkara. Penentuan adalah keputusan
yang dibuat sebagai tanggapan atas permintaan. Tujuan dari penentuan adalah
untuk menetapkan pemohon kondisi atau status tertentu. Urutan keputusan
dalam penetapan penetapan atau sekedar penetapan. Tidak ada kekuasaan
eksekutif dalam penentuan nasib sendiri dan penentuan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dr. Sudirman L, M.H. 2021. Hukum Acara Peradilan Agama. Parepare: IAIN
Parepare Nusantara Press.

Mardani. 2009. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah


Syariyah. Jakarta: Sinar Grafika.

Mertokusumo, Sudikno. 1999. Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan Kedua,


Yogyakarta: Liberty.

Rasyid, Roihan A. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Rajawali Pres.

Wahyudi, Abdullah Tri. 2018. Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi


Contoh Surat-Surat dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama.
Bandung: Mandar Maju.

Jurnal & Internet

Wantu, Fence M. 2012. “Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan Dan


Kemanfaatan Dalam Putusan Hakim Di Peradilan Perdata”, Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 3, Universitas Negeri Gorontalo,
Gorontalo.

http://coret-anku.blogspot.co.id/2012/02/putusan-pengadilan-dalam-hukum-
acara.html

http://dariuslekalawo.blogspot.co.id/2015/05/apa-perbedaan-putusan-dan-
penetapan.html

10

Anda mungkin juga menyukai