Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KELOMPOK

PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN


Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum
Acara Peradilan Agama
Dosen Pengampu: Hotnidah Nasution M.Ag.

Oleh :

Mawardi Pohan 11180430000010


Dewi Mulya 11180430000016
Muhammad Afiffudin Anshori 11180430000021

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami ucapkan kepada Tuhan yang maha Esa atas kuasa,
kehendak sertapenyertaan-Nya selama pembuatan dan tugas makalah ini.
Dengan segala keterbatasan yang kami miliki, akhirnya penulisan tugas
makalah dengan judul: “Pengajuan Gugatan dan Permohonan” ini dapat
melimpah dengan baik tanpa hambatan yang berarti.Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi dan memenuhi tugas-tugas ditentukan oleh
ditentukan oleh dosen mata kuliah Hukum acara Peradilan Agama, serta
memberikan pemahaman dan wawasan bagi pembaca mengenai sistematis tata
cara pengajuan permohonan dan gugatan dalam hukum acara perdata.Kami
tidak menyadari bahwa hukum dalam makalah ini masih jauh dari sempurna,
baik dari segi ilmiah maupun susunan bahasa, karena keterbatasan kemampuan
dan ilmu yang kami miliki. Kami menerima dan mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari semua pihak yang telah membaca makalah ini,
yang dapat berguna bagi penulis untuk memperbaiki diri pada susunan-
susunan makalah yang akan datang.Pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan pelayanan baik moril mupun materil, selama masa pengerjaan
hingga selesainya makalah ini. Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat perkembangan Hukum Acara Peradilan Agama pada
umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

2
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................ 3
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................ 4
a. Latar Belakang.............................................................................. 4
b. Rumusan Masalah........................................................................ 4
c. Tujuan........................................................................................... 5
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................. 6
a. Pengertian Gugatan dan Permohonan.......................................... 6
b. Seputar Perkara Gugatan dan Permohonan.................................. 7
c. Macam-macam Gugatan……………………………………….. 8
d. Pembuatan Surat Gugatan dan Permohonan ............................... 10
e. Prosedur Pembuatan Gugatan dan Permohonan .......................... 12
BAB III
PENUTUP ........................................................................................... 13
KESIMPULAN..................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 14

4
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradilan Agama memiliki peranan penting dalam masalah hukum yang


terkait di Negara ini salah satunya dalam menangani masalah perdata. Jika
tidak ada Peradilan Agama entah apa yang terjadi dengan suatu negara
tersebut, yang jelas pemerintahan yang berjalan tidak akan seimbang. Akan
banyak sekali kekacauan yang terjadi dan tidak akan bisa dikondisikan dengan
waktu yang singkat.

Dalam suatu perkara tentunya ada dua pihak yang saling menggugat dan
di gugat serta ada yang meminta haknya atau pemohon yang sering kita
dengar dengan istillah permohonan. Dalam menghadapi masalah perdata
seseorang yang menghadapi masalah bisa mengajukan surat gugatan perdata
kepada pengadilan setempat (Pengadilan Agama).

Surat gugatan perdata dan surat permohonan dibuat oleh pengacara atau
kantor advokad yang di tunjuk oleh orang yang berpekara dan yang telah di
beri kewenangan oleh yang bersangkutan (orang yang berpekara tersebut).
Surat ini merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada pengadilan
untuk menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat
terkait kasus yang menimpa pihak penggugat. Sedangkan surat permohonan
merupakan surat untuk memperoleh hak-hak atau kerugian yang harus di
tanggung oleh tergugat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari gugatan dan permohonan?

2. Apa saja perkara yang berkaitan dengan gugatan dan permohonan ?

5
3. Apa saja bentuk-bentuk gugatan ?

4. Bagaimana proses pembuatan pempermohonan dan gugatan ?ta

5. Bagaimana prosedur pendaftaran gugatan dan permohonan?

C. Tujuan
Penulis membuat makalah ini dengan tujuan agar masyarakat dan mahasiswa
yang membaca dapat mengetahui dan memahami pengertian gugatan dan
Permohonan serta mengetahui prosedur pembuatan surat gugatan dan surat
permohonan. Dengan makalah ini yang kami ringkas dari sumber terpercaya
dapat membantu khalayak untuk memahaminya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gugatan dan Permohonan


Gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua
pengadilan yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan dasar landasan pemeriksaan
perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Sedangakan
permohonan adalah suatu surat permohonan yang di dalamnya berisis
tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal
yang tidak mengandung sengketa1. perbedaan dari gugatan dan permohonan
yaitu, jika gugatan ada suatu perkara antara penggugat dan tergugat maka
permohonan hanya satu pihak yang berkepentingan dan tanpa sebuah
perkara atau sengketa, dalam gugatan hakim berfungsi sebagai hakin yang
mengadili dan memutuskan serta berproduk vonis (putusan), sedangkan
dalam permohonan hakim hanya menjalankan fungsi eksekutif power
(administratif) dan berproduk beschikking (penetapan), untuk penetapan
pada putusan gugatan mengikat kedua belah pihak (berkekuatan
eksekutorial), sedang penetapan pada permohonannya mengikat pemohon
saja.
Dalam gugatan terdapat istilah penggugat dan tergugat, sedang dalam
permohonan ada istilah pemohon dan termohon. Penggugat bisa satu orang
atau badan hukum atau lebih, sehingga ada istilah penggugat I, II, III, dan
seterusnya. Tergugatpun bisa I, II, III, dan seterusnya. Gabungan penggugat
1 Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2004,
hlm.126.

7
atau tergugat disebut kumulasi subjektif. Sedang dalam permohonan hanya
satu pihak karena bukan suatu kasus perkara. 2

B. Seputar perkara gugatan (kontentius) dan permohonan (voluntair)

Adapun perkara yang berkaitan dengan gugatan dan permohonan yang


dapat diputuskan melalui Peradilan Agama, ini merujuk kepada kekuasaan
absolute Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989
yang diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006.

Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus, dan


menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:

a. Perkawinan
1. Izin beritri lebih dari Satu
2. Izin melangsungkan pernikahan bagi yang belum berusia 21 tahun
dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada
perbedaan pendapat.
3. Dispensasi kawin
4. Pencegahan perkawinan
5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah
6. Pembatalan perkawinan
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri
8. Perceraian karena talak dan gugatan perceraian
9. Penyelesaian harta bersama
10. Penguasaan anak atau hadlanah
11. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan bila mana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidal dapat memenuhi.

2 Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah, Sinar Grafika
Offset, Jakarta 2017, hlm. 80.

8
12. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
13. Putusan pencabutan kekuasaan orang tua
14. Perwalian
15. Penetapan asal usul anak
16. Putusan untuk memberikan penolakan keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran.
17. Pernyataan sah tidaknya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1
Tahun 1974tentang perkawinan dan dijalankan menurut peraturan lain.
b. Warisan
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shodaqoh
i. Ekonomi Syari’ah3

Adapun cara untuk mengetahui sebuah kasus atau perkara dapat


dikategorikan gugatan atau permohonan dapat dilihat dengan suatu ciri yang
mendasar. Menurut Yahya Harahap, gugatan mengandung sengketa dikedua
belah pihak. Adapun permohonan tidak ada sengketa.

C. Macam-macam Gugatan
a. Gugatan Tertulis
Bentuk gugatan tertulis adalah yang paling diutamakan di
hadapan pengadilan daripada bentuk lainnya. Gugatan tertulis diatur
dalam Pasal 118 ayat (1) HIR / Pasal 142 Rechtsreglement voor de
Buitengewesten (“RBg”) yang menyatakan bahwa gugatan perdata

3 Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, CV. Mandar Maju, Bandung 2018,
hlm. 82.

9
pada tingkat pertama harus dimasukkan kepada Pengadilan Negeri
dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau
kuasanya. Dengan demikian, yang berhak dan berwenang dalam
mengajukan surat gugatan adalah; (i) penggugat dan atau (ii)
kuasanya.
b. Gugatan Lisan
Bagi mereka yang buta huruf dibuka kemungkinan untuk
mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang berwenang untuk mengadili suatu perkara perdata, karena bentuk
gugatan lisan diatur dalam Pasal 120 HIR (Pasal 144 RBg) yang
berbunyi: “bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya
dapat dimasukkan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang
mencatat gugatan atau menyuruh mencatatnya”. Ketentuan gugatan
lisan yang diatur HIR ini, selain untuk mengakomodir kepentingan
penggugat buta huruf yang jumlahnya masih sangat banyak di
Indonesia pada masa pembentukan peraturan ini, juga membantu
rakyat kecil yang tidak mampu menunjuk jasa seorang advokat atau
kuasa hukum karena dapat memperoleh bantuan dari Ketua Pengadilan
yang berwenang untuk mengadili suatu perkara perdata untuk
membuatkan gugatan yang diinginkannya.
c. Gugatan dengan kuasa hukum
Untuk mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri dengan
bantuan Advokat, maka para pihak (prinsipal) dapat memberikan
kuasa kepada Advokat dengan suatu Surat Kuasa Khusus. Kuasa
Khusus yaitu kuasa yang hanya mengenai suatu kepentingan tertentu
atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan Advokat untuk
bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa
bertindak sebagai prinsipal.

10
Pemberian Kuasa Khusus untuk beracara dalam perkara
perdata diatur dalam Pasal 123 ayat (1) Het Herzien Inlandsch
Reglement(”HIR”) yang berbunyi sebagai berikut :
Jika dikehendaki, para pihak dapat DIDAMPINGI atau
menunjuk seorang kuasa sebagai wakilnya, untuk ini harus diberikan
kuasa khusus untuk itu, kecuali jika si pemberi kuasa hadir.Penggugat
juga dapat memberi kuasa yang dicantumkan dalam surat gugatan,
atau dalam gugatan lisan dengan lisan, dalam hal demikian harus
dicantumkan dalam catatan yang dibuat surat gugat ini.
Mochammad Dja’is dan RMJ Koosmargono dalam bukunya
yang berjudul Membaca dan Mengerti HIR (hal. 34) memberikan
komentar mengenai Pasal 123 ayat (1) HIR tersebut sebagai berikut:
Seorang Kuasa dapat :
1) Mendampingi pihak bersangkutan yang hadir sendiri; atau
2) Mewakili. Dalam hal ini pihak yang bersangkutan tidak
hadir sendiri. Penerima Kuasa itulah yang hadir sebagai wakil dari
pihak pemberi kuasa dengan kekuasaan tertentu.
D. Pembuatan Surat Gugatan dan Permohonan
Gugatan harus diajukan secara tertulis oleh penggugat atau kuasanya
dan bagi yang buta huruf dapat mengajuakan secara lesan. Surat gugatan
harus memuat diantaranya:

1. identitas para pihak (nama lengkap, gelar, alias, julukan, bin atau binti,
umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya sebagai
penggugat atau tergugat),

2. posita atau position (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi


antara dua belah pihak) dan

11
3. petita atau petitum (isi tuntutan). 4

Sedangkan untuk surat permohonan tidak jauh beda dengan isi dari surat
gugatan yaitu identitas, petita, dan posita. Hanya saja pada surat permohonan
tidal dijumpai kalimat “berlawanan dengan”, “duduk perkaranya”, dan
“permintaan membayar biaya perkara kepada pihak lain”.

Kelengkapan dari surat gugatan atau surat permohonan diantaranya:

1. surat permohonan atau gugatan tertulis, kecuali bagi yang buta huruf
yang manamenyampaikan ke pada kuasanya atau pada pengadilan
agama ke ketua hakim seperti pada kasus gugatan cerai. Surat gugatan
atu surat permohonan yang di buat sendiri atau lewat kuasanya di
tunjukan ke pengadilan yang berwenang.

2. Foto copy identitas seperti KTP.


3. Vorschot biaya perkara dan bagi yang miskin dapat mengajukan
dispensasi biaya dengan membawa surat keterangan miskin dari
kelurahan atau kecamatan.
4. Surat keterangan kematian untuk perkara waris.
5. Surat izin dari komandan bagi TNI atau POLRI, surat izin atasan bagi
PNS (untuk perkara poligami).
6. Surat persetujuan tertulis dari istri atau istri-istrinya (untuk perkara
poligami)
7. Surat keterangan penghasilan (untuk perkara poligami)
8. Salinan atau foto copy akta nikah (untuk perkara gugat cerai,
permohonan cerai, gugatan nafkah,istri, dan lain-lain).
9. Salinan atau foto copy akta cerai (untuk perkara nafkah iddah, gugatan
tentang mut’ah).

4 Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, CV. Mandar Maju, Bandung 2018,
hlm. 93.

12
10.Surat keterangan untuk bercerai dari kelurahan. 5

5 Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah, Sinar Grafika
Offset, Jakarta 2017, hlm. 82.

13
E. Prosedur Pendaftaran Gugatan dan Permohonan
Gugatan atau permohonan di daftarkan ke kepanitraan pengadilan
agama yang berwenang memeriksa dan selanjutnya membayar pajak biaya
perkara. Dalam hukum acara Peradilan Agama yang mengenai perkara
perkawinanan biaya perkaranya dibebankan kepada Penggugat atau
pemohon. Biaya perkaranya diantaranya:

a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai.

b. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya


pengambilan sumpah.

c. Biaya untuk pemeriksaan setempat dan tindakan lain yang


diperlukan pengadilan.

d. Biaya panggilan, pemberitahuan, dan lain-lain.

Panjar biaya perkara dibayar saat mendaftarkan perkara. Besarnya


biaya perkara berdasarkan penaksiran oleh petugas kepaniteraan yang
ditunjuk oleh ketua Pengadilan Agama. Dan hasilnya akan di tuangkan
6
dalam SKUM.

6 Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, CV. Mandar Maju, Bandung 2018,
hlm. 93.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua
pengadilan yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya
mengandung suatu sengketa dan melupakan dasar landasan pemeriksaan
perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Sedangakan permohonan
adalah suatu surat permohonan yang di dalamnya berisis tuntutan hak perdata
oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak
mengandung sengketa. Jika dalam gugatan ada lawan dan perkara atau
pemasalahan, tidak dalam permohonan. Dalam gugatan ada pihak yang
digugat (tergugat) dan yang digugat (penggugat) yang mana jumlahnya bisa
lebih dari 1, sedang dalam permohonan hanya ada pemohon.
Dalam surat gugatan atau surat permohonan berisi identitas para pihak,
posita atau position, dan petita atau petitum. Bedanya dalam surat
permohonan tidak ada kalimat “berlawanan dengan”, duduk perkaranya”, dan
“permintaan membayar biaya perkara kepada pihak lawan”. Suatu perkara
bisa di wakilkan pada kuasanya, yaitu orang yang di berikan kewenangan
untuk menangani kasus tersebut atau orang yang dapat berpekara di
pengadilan seperti advokad atau sodaranya.
Pengadilan Agama hanya bisa menangani suatu gugatan kasus-kasus
antara orang Islam dengan orang Islam. Jadi jika kasus yang terjadi antara
orang Islam dengan orang Non Muslim maka kasus tersebut tidal dapat di
tangani atau bisa digugurkan. Dalam berpekara di pengadilan ado proses
pendaftaran dan registrasi yang harus diselesaikan.

15
16
Daftar Pustaka

 Mardani, 2017, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah


Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika Offset.
 M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar
Grafika.
 Wahyudi, Abdullah Tri, 2018, Hukum Acara Peradilan Agama, Bandung:
CV. Mandar Maju.
 Wahyudi, Abdullah Tri, 2004, Peradilan Agama di Indonesia , Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

17

Anda mungkin juga menyukai