Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“GUGATAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA”

Dosen Pengampu: Dr. Asnar, M.Si

Mata Kuliah: Hukum Acara Perdata dan Pidana

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

RINA DAMAYANTI (2005056045)

PUTRI LUSIANA (2005056051)

MARCHELINUS SAPAN (2005056053)

MOCHAMAT ALWI (2005056065)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Gugatan......................................................................... 2
B. Pihak-pihak dalam gugatan............................................................. 3
C. Macam-macam gugatan.................................................................. 6
D. Teori dalam mengajukan gugatan perdata....................................... 11
E. Formulasi dalam gugatan................................................................ 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta karunia-Nya yang
tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “GUGATAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA “. Makalah ini
disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata dan Pidana yang diampuh
oleh Bapak Dr. Asnar, M.Si

Makalah ini berisikan mengenai Pengertian, Pihak-pihak, Teori, Macam-macam dan Formulasi
gugatan dalam hukum acara perdata . Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.

Dalam penyusunan makalah ini, Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Samarinda, 21 September 2022

Penyusun

( KELOMPOK 4)

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam masarakat sering terjadi perkara-perkara perdata yang melibatkan dua pihak atau
lebih.Yang dimaksud dengan perdata, yaitu perkara sipil atau segala perkara selain perkara
kriminal atau pidana. Ketika menghadapi masalah perdata, kita dapat mengajukan surat gugatan
perdata kepada pengadilan setempat (Pengadilan Negeri).
Surat gugatan perdata dibuat oleh pengacara atau kantor advokat yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat. Surat ini merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada
pengadilan untuk menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat terkait kasus
yang menimpa pihak penggugat.
Surat gugatan perdata memuat pihak penggugat dan tergugat, pihak yang dituju (ketua
pengadilan negeri), rincian permasalahan, perihal yang digugat, dan informasi lain yang penting
untuk disampaikan berkenaan dengan kasus perdata yang dihadapi. Rincian permasalahan
hendaknya dipaparkan seakurat mungkin agar tidak terjadi kesalahpahaman.

B. Rumusan Masalah
Berawal dari latar belakang diatas,maka kami merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian gugatan ?
2. Siapa saja pihak-pihak dalam gugatan ?
3. Apa saja macam-macam gugatan ?
4. Apa saja teori dalam mengajukan gugatan perdata ?
5. Apa saja formulasi dalam gugatan ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gugatan
Gugatan ialah suatu surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua Pengadilan yang
berwenang, yang menurut tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan
merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.
Dalam gugatan ada istilah penggugat dan tergugat. Penggugat ialah orang yang menuntut
hak perdatanya kemuka pengadilan perdata penggugat bias satu orang/badan hukumatau lebih
sehinng ada istilah penggugat I, penggugatII, penggugat IIIdan seterusnya. Lawandari penggugat
disebut tergugat.Dalam hal tergugat ini pun bisa ada kemungkinan lebih dari satu orang/badan,
sehingga ada istilah tergugat I, tergugat II, tergugat II, dan seterusnya.Gabungan penggugat atau
gabungan tergugat disebut dengan kumulasi subjektif.Dan idealnya dalam perkara di pengadilan
ada penggugat dan tergugat. Inilah peradilan yang sesungguhnya ( jurisdiction contentiosa). Dan
produk hukum dari gugatan adalah putusan pengadilan.1
Dan dalam gugatn harus ada dasar hokum, mwnurut pasal 118 HIR dan 142 RBG, siapa
saja yangmerasa hak peribadinya dilanggar oleh orang lain sehinnga mendatangkan kerugian, dan
ia tidak mampu menyelesekan sendiri persoalan trsebut, maka ia dapat meminta kepada pengadlan
untuk menyelesaikan masalah itu sesuai denganhukum yang berlaku. Apabila ia
menghendakicampur tangan pengadilan, maka ia harus mengajukan surat permohonan yang
ditandatangani olehnya atau oleh kuasanya yang ditunjukan kepada ketua pengadilan yang
menguasai wilayah hokum tempat tinggal lawannya atau tergugat. Jika surat permohonan tersebut
sudahditerima oleh pengadilan, maka pengadilan harus memanggilpihakpihak yang bersengketa itu
untuk diperiksa hal halyang menjadi pokok sengketa atas dasar gugatan yangmempunyai alasan
hukum.
Dasar hukum dalam mengajukan gugatan diperlukan untuk meyakinkan para pihak yang
terkait dengan gugatan itu bahwa peristiwa kejadian dan peristiwa hukum betul-betul terjadi
tiandak hanya diada-adakan atau direkayasa.
Disamping itu, disebutnya dasar hukum dalam gugatan yang diajukan kepada pengadilan
adalah untuk mencegah agar stiap orang tidak dengan mudahnya mengajukan gugatan kepada
pengdilan, padahal kalao diteliti dengan saksama, gugatan itu diajukan tanpa dasar hukum
1
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah (Jakarta:Sinar Grafika, 2010), hlm. 3

4
samasekali, sehingga apabila dibiarkan akan menyulitkan pengadilan agama dalam
pemeriksaangugatan tersebut.
Oleh karna itu, sebelum gugatn disusun dan diajukan kepada pengadilan, Pengggugat harus
meneliti dengan saksama apakah kerugian yang diderita itu sehingga ia menuntut hak
kepengadilanmempunyai dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan atau tidak, apabila dasar
hukum sebagai dalil gugat yang sudah diketahui maka dengan mudahnya mengklasifikasikan,
gugatan yang disusun itu termasuk sebagaigugatan yang kategori apa,misalnya kategori perbuatan
melawan hukum sebagaimana tersebut dalam pasal 1365 B.W,, Wanprestasi, kewarisan atau
gugatan perdata lainnya.Masalahnya ini sangat penting untuk diperhatikan di dalam menyusun
gugatan perdata yang akan diajukan kepada pengadilan.banyak gugatan yang tidak diterima karena
ada kesalahan dalam membuatnya.2

B. Pihak-pihak dalam Gugatan


Dalam Gugatan Contentiosa ataulebih dikenal dengan Gugatan Perdata, yang berarti
gugatan yang mengandung sengketa di antara pihak-pihak yang berperkara. Dikenal beberapa
istilah para pihak yang terlibat dalam suatu Gugatan Perdata yaitu :
1. Penggugat
Dalam Hukum Acara Perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai
penggugat. Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak penggugat maka disebut dalam
gugatannya dengan ”Para Penggugat”.

2. Tergugat
Tergugat adalah orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dirasa telah melanggar
hak penggugat. Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak pihak yang digugat, maka pihak-
pihk disebut : Tergugat 1, Tergugat ll, Tergugat III dan seterusnya.

3. Turut Tergugat
Pihak yang dinyatakan sebagai Turut Tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang
tidak menguasai barang sengketa dan tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu.Namun,
demi lengkapnya suatu gugatan, maka mereka harus disertakan.

2
.Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.
18.

5
Dalam pelaksanaan putusan hakim, pihak Turut Tergugat tidak ikut menjalankan
hukum yang diputus untuk Tergugat, namun hanya patuh dan tunduk terhadap isi putusan
tersebut.

4. Penggugat / Tergugat Intervensi


Pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara perdata yang ada,
dalam mengajukan permohonan untuk ditarik masuk dalam proses pemeriksaan perkara perdata
tersebut yang lazim dinamakan sebagai Intervensi. Intervensi adalah suatu perbuatan yang
hukum oleh pihak ketiga yang mempunyai kepentingan dalam gugatan tersebut
Pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara perdata yang ada,
dapat mengajukan permohonan untuk ditarik masuk dalam proses pemeriksaan perkara perdata
tersebut yang lazim dinamaknan sebagai Intervensi. Intervensi adalah suatu perbuatan hukum
oleh pihak ketiga yang mempunyai kepentingan dalam gugatan tersebut dengan jalan
melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang
berlangsung.Pihak Intervensi tersebut dapat berperan sebagai Penggugat Intervensi ataupun
sebagai Tergugat Intervensi.
Menurut, pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan
Perkara Khusus yang ddikeluarkan oleh Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI 2007,
dalam hal pengikut-sertaan pihak ketiga dalam proses perkara yaitu
voegingIntervensi/tussenkomst dan vrijwaring tidak diatur dalam HIR atau RBg. Tetapi dalam
praktek ketiga lembaga Hukum ini dapat dipergunakan dalam praktek ketiga lembaga hukum
ini dapat digunakan dengan berpedoman pada Rv, yaitu berdasarkan pasal 279 Rv dst dan pasal
70 Rv serta sesuai dengan prinsip bahwa hakim wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum
materil maupun hukum formil. Berikut ini penjelasan 3 macam intervensi yang dimaksud,
yaitu :
a. Voeging (menyertai) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada pengguagat
dan tergugat. Dalam hal ada permohonan voeging, Hakim memberi kesempatan kepada
para pihak untuk menanggapi, kemudian dijatuhkan putusan sela, dan apbila dikabulkan,
maka dalam putusan harus disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut.
b. Intervensi /tussenkomst (menengah) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam
proses perkara tersebut, berdasarkan alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi

6
diajukan karena pihak ketiga yang merasa bahwa barang miliknya disengketakan
/diperebutkan oleh penggugat dan Penggugat.
Kemudian, permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela.Apabila
permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama
yaitu gugata asal dan gugatan intervensi.
c. Vrijwaring (ditarik sebagai penjamin) adalah penarikan pihak ketiga untuk (untuk
membebaskan Tergugat dan tanggung jawab kepada penggugat). Vrijwaring diajukan
dengan sesuatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh Tergugat secara lisan
atau tertulis.
Setelah ada permohonan vrijwaring, Hakim memberikan kesempatan para pihak
untukmenanggapi permohonan tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau
mengabulkan permohonan tersebut.

Dalam suatu gugatan perdata, orang yang bertindak sebagai penggugatharus orang yang
memiliki kapasitas yang tepat menurut hukum.Begitu juga dengan menentukan pihak Tergugat,
harus mempunyai hubungan hukum dengan pihak penggugat dalam perkara gugatan perdata
yang diajukan.Kekeliruan bertindak sebagai Penggugat maupun Tergugat dapat mengakibatkan
gugatan tersebut mengandung cacat formil.Cacat formil dalam menentukan pihak Penggugat
maupun Tergugat dinamakan Error in Personal.3

C. Macam-macam Gugatan
1. Gugatan Sederhana
Mengingat pasal 8 rv secara prinsip, gugatan wajib memuat hal-hal sebagai berikut.
a. Identitas para pihak yang berperkara
Dalam hal ini menyangkut nama, tempat, tanggal lahir, alamat, pekerjaan, serta
kapasitasnya dalam perkara tersebut untuk dan atas nama diri sendiri, atau untuk atas nama
lembaga atau subjek hukum lain.
b. Dalil-dalil yang berisi permasalahan atau peristiwa sebagai dasar gugatan
Bagian ini memuat rumusa-rumusan permasalahan atau peristiwa hukum yang telah
terjadi. Pada pokoknya terdiri atas peristiwa nyata yang benar-benar terjadi di antara para
pihak. Misalnya mengenai dua badan hukum yang mengadakan perjanjian pembiayaan
untuk membeli mesin pabrik. Berdasarkan uraian fakta yang terjadi diungkapkan dalil-dalil
3
http://www.hukumacaraperdata.com/gugatan/istilah pihak-pihak dalamgugatan perdata/ss

7
sebagai uraian yuridis.dari peristiwa tersebut dirumuskan adanya pelanggaran hukum.
Uruaian semacam ini dikenal dengan sebutan fundamentum petendi atau posita. Menurut
pasal 163 hir sebagai mana pasal 285 rbg atau 1865 kuh perdata secara tegas menyatakan,
’’orang yang mendalilkan bahwa dirinya mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya
sendiri atau membantah suatu hak orang lain menunjuk pasa suatu peristiwa diwajibkan
membuktikan adanya hak atas peristiwa tersebut’’.
c. tuntutan atau permintaandalam putusan hakim
Tuntutan adalah segala sesuatu tentang apa yang diminta atau diharapkan penggugat
kepada hakim yang berkenaan dengan gugatannya atau yang dikenal dengan petitum.
Berdasarkan dalil-dalil yang telah dipaparkan dalam posita menuntut hakim untuk
memiriksa perkara agar memberikan keputusan sesuai dengan hak-haknya yang dilindungi
undang-undang. Karena sebagai subjek hukum pihak penggugat dalam hal ini menuntut
akan hukum ditegakkan untuk melindungi hak dan kepentingannya.

2. Gugatan Rekonpensi
Bertitik tolak kontruksi guagatan sederhana seperti sebelumnya, dalam proses peradilan
dapat terjadi pula gugatan rekonpensi. Pengertian gugatan utamanya disebut sebagai gugatan
konpensi, sedangakan pihak tergugat dalam kerangka mempertahankan haknya oleh karena itu
undang-undang memperkenankan untuk melakukan gugatan balik yakni gugatan
rekonpensi.Sebagaimana dalam pasal 132 a hir/pasal 157 rbg dipersilahkan terhadap segala hal
kecuali hal-hal sebagai berikut.
a. perubahan dari pihak, yakni semula pihak yang bersanggutan bertindak untuk dan atas
nama orang lain, kemudian sebagai penggugat rekonpensi bertindak untuk dan atas nama
diri sendiri.
b. perubahan kewenangan pengadilan yang mengadili perkaranya, misalnya dalam perkara
konpensinya adalah kewenangan pangadilan negeri a, sedangkan pada perkara
rekonpensinya adalah kewenangan pengadilan negeri b.
c. bertentangan dengan pokok perkara utamanaya, yang menyangkut perselisihan pelaksanaan
putusan hakim. Contohnya, dalam gugatan konpensi si a menggugat b dalam perkara
perjanjian utang piutang, kemudian b mengajukan gugatan rekonpensi terhadap a tentang
perbuatannya yang tidak mau melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara lain yang
telah memiliki kekuatan eksekusi.

8
Dalam praktek kepengacaraan, materi gugatan rekonpensi pada umumnya memilii titik
kait dengan materi gugatan konpensi. Dalam proses gugatan semacam itu terdapat penggugat
asal yang juga menjadi terguat rekonpensi di satu pihak, serta teargugat asal yang sekaligus
penggugat rekonpensi di pihak lain. Kedua perkara, yakni gugatan konpensi dan gugatan
rekonpensi diperiksa bersama-sama dan diputuskan dalam satu keputusan.Oleh karena itu,
gugatan rekonpensi hannya dapat diajukan bersamaan dengan menyerahkan jawaban pertama
atas gugatan konpensi. Gugatan rekonpensi yang diajukan bersamaan dengan jawaban tertulis
kedua (duplik), menurut pendapat mahakamah agung ri sebagai mana tertuang dalam
putusannya nomor. Reg. 346 K/Sip/1975, tanggal 26 april 1979 adalah sudah terlambat

3. Gugatan Provesionil
Biasanya, ketika gugatan diajukan ke pengadilan, pihak penggugat merasa perlu
melakukan tindakan sementara selama proses pemeriksaan pokok perkaranya masih sedang
berlangsung. Tuntutan tindakan sementara yang dimintakan kepada hakim pemeriksa semacam
itu disebut dengan gugatan provionil.Syaratnya, materi gugatannya tidak mengenai pokok
perkaranya. Sehubungan dengan hal itu, mahkamah agung RI nomor reg. 1070 K/Sip/1975,
tanggal 7 mei 1973 menetapkan bahwa tuntutan provisionil yang menyangkut pokok
perkaranya tidak dapat diterima.
Pengajuan gugatan provisionil bersamaan dengan gugatan pokoknya, namun hakim
setelah memerhatikan dalil-dalilnya segera akan memberikan keputusan sela tentang diterima
atau tidak diterimanya gugatan provisionil itu. Gugatan semacam itu biasanya diajuakan oleh
pihak penggugat sehubungan adanya.Misalnya, tergugat mengusai objek sengketa yang masih
belum jelas setatus hukumnya.Untuk itu, melai gugatan provisionil dimohonkan agar hakim
pemeriksa memutuskan dalam putusan selanya bahwa objek sengketa dimaksud ditetapkan
dalam setatus quo.Atas keputusan sela tersebut pihak tergugat dapat mengajukan
banding.Namun memori banding maupun kontra memori bandingnya menjadi suatu berkas
dengan berkas banding atas putusan akhir.

4. Gugatan Insidentil

9
Sesuai dengan istilahnya, gugatan insidentil dapat diajukan oleh pihak-pihak yang
berperkara dalam kerangka untuk mempertahankan haknya, yaitu dengan cara memasukkan
pihak ketiga kedalam perkara yang tengah diperiksa. Prosedurnya, pihak tergugat mengajukan
permohonan itu kepada hakim pemeriksa, baik secara lisan atau tertulis pada saat menyerahkan
jawaban pertamanya.Atas permohonan tersebut pihak tergugat dapat mengajukan banding,
namun memori banding maupun kontra memori bandingnya menjadi satu berkas dengan berkas
banding atas putusan akhir.Yang termasuk dalam pengertian gugatan insidentil adalah sebagai
berikut.
a. Gugatan Jaminan (Vrijwaring)
Gugatan jaminan adalah tindakan hukum yang dilakukan tergugat dengan menarik
pihak ketiga pada saat proses pemeriksaan pokok perkaranya sedang berlsngsung. Pihak
tergugat bersamaan dengan penyerahan jawaban pertamanya, baik secara tulisan atau
tertulis mengajukan permohonan kepada majelis hakim pemeriksa untuk dikenakan
menarik pihak ketiga demi melindungi kepentingannya.Bila hakim pemeriksa dapat
menerima alasan-alasan tergugat, selanjutnya pihak ketiga yang bersangkutan dipersilakan
mengajukan berkas tertulis tentang jaminan (vrijwaring) sesuai dengan permohonan
tergugat. Seperti halnya susunan surat gugatan, redaksional tentang jaminan ini pun harus
memuat dalil-dalil yang memiliki kaitan dengan pokok perkaranya serta apa tuntutannya.
Gugatan jaminan dapat terjadi, misalnya seseorang bernama A menjual barang
kepada B. Menurut pasal 1492 KUH Perdata, wajib bagi B untuk menjamin terhadap A atas
segala sesuatu berkenaan dengan barang yang dijualnya tersebut dari gangguan pihak
ketiga. Bila ternyata kemudian ada gugatan dari pihak ketiga terhadap B, tentu saja B dapat
menarik A dalam perkara itu untuk memberikan jaminan. Dalam gugatan semacam ini
posisi tergugat menjadi penggugat dalam jaminan (vrijwaring), sedangkan pihak ketiga
berkedudukan sebagai tergugat dalam jaminan (vrijwaring).

10
b. Gugatan Intervensi
Gugatan intervensi adalah tindsksn pihak ketiga yang masuk kedalam perkara
yang tengah dalam proses pemeriksaan. ada dua macam gugatan intervensi yakni sebagai
berikut.
1) Tussemkomst
Pengertian tussemkomst adalah suatu tindakan hukum yang dilakukan pihak ke
tiga dalam proses pemeriksaan perkara yang tengah berlangsung. Tindakan hukum
pihak ketiga dimaksud adalah atas kehenddak dan kemauan sendiri dalam upaya
membela kepentingannya yang terancam dengan adanya sengketa kedua pihak di
pengadilan. Untuk itu,yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan gugatan
tussemkomst,yang model dan struktur paparannya seperti mengajukan gugatan
sederhana. Untuk permohonan ini hakim pemeriksa perkara akan memeriksa lebih
dahulu perkaranya, sebelum memeriksa pokok perkara. Oleh karna itu, hakim akan
memeberikan putusan sela.
Seperti halnya pengajuan gugatan sederhana, penggugat tussemkomst memiliki
beban kewajiban membuktikan dalil-dalil tersebut berkaitan dengan tindakan
hukumnya.Oleh karena itu, harus disiapkan pula bukti-bukti tertulis maupun bukti
keterangan saksi untuk meneguhkan dalil gugatan tussemkomst-nya. Selanjutnya hakim
pemeriksa perkara memutuskan dalam putusan selanya, apakah dapat menerima
ataumenolak permohonan gugatan semacam itu.atas putusan sela tersebut, baik
penggugat asli, tergugat asli, maupun penggugat tussemkomst dapat mengajukan
banding. Namun, pemeriksaan berkas perkara banding tersebut akan diperiksa
bersamaan dengan berkas putusan akhir atas pokok perkaranya. Dengan kata lain, agar
pemeriksaan pokok perkaranya tidak terhenti karena adanya permohonan banding atas
putusan sela gugatan tussemkomst dimaksud , maka berkas banding tidak serta merta
dikirimkan ke pengadilanbanding seketika setelah pihak yang mengajukan
menandatangani risalah banding di kepaniteraan pengadilan negari.
2) voeging atau partijen
Berbeda dengan pengertian sebelumnya, intervensi model voeging atau partijen
terjadi manakala permohonan keterlibatan pihak ketiga ke dalam perkara yang masih
dalam proses pemeriksaan. Tindakan hukum seperti itu dilakukan demi kepentingan
pihak ketiga sendiridan atau sekaligus menyelamatkan kepentingan salah satu dari para

11
pihak yang tengah berperkara. Oleh karena itu, surat gugatan voeging atau partijen
pihak ketiga meminta kepada hakim pemeriksa perkara agar diperkenankan berada
secara bersama-sama dalam suatu pihak, baik di pihak penggugat atau tergugat, untuk
melawan pihak lainnya.
Seperti halnya pada intervensi tussemkomst, hakim pemeriksa perkara dalam hal
ini juga akan memberikan putusan sela yang isinya apakah dapat menerima atau
menolak permohonan gugatan semacam itu. Atas putusan sela tersebut, baik penggugta
asli, tergugat asli, maupun penggugat voeging atau partijen dapat mengajukan banding.
Namun, pemeriksaan berkas perkara seperti itu akan diperiksa bersamaan
dengan berkas putusan akhir pokok perkaranya di tingkat banding. Dalam kalimat lain,
dengan maksud agar pemeriksaan pokok perkaranya tidak terhenti oleh upaya banding
atas putusan sela gugatan voeging atau partijen dimaksud, maka berkas banding tidak
semerta-merta dikiramkan ke pengadilan banding seketika setelah pihak yang
mengajukannya menandatangani risalah banding di kepaniteraan pengadilan negeri.4

D. Teori Prosedur Mengajukan Gugatan Perdata


1. Teori-teori dalam membuat gugatan
Dalam HIR dan R.Bi tidak disebutkan secara tegas dan rinci tentang bagaimana
seharusnya syarat gugat disusun. Oleh karena itu orang bebas menyusun dan merumuskan surat
gugatannya asal cukup memberikan keterangan tentang kejadian materiil yang menjadi dasar
gugatan. Bagaimana surat gugatan itu akan disusun, hal ini sangat tergantung dari selera
masing-masing pembuatnya dan tergantung pula dari duduknya perkara yang dialami oleh
orang yang membuat surat gugat itu. Dalam praktik peradilan dewasa ini, orang (advokat atau
pengacara) cenderung menuruti syatar-syarat yang ditentukan dalam pasal 8 ayat (3) RV yaitu
surat gugat harus dibuat secara sistematis dengan unsur-unsur identitas para pihak, dalil dalil
konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar dari gugatan serta petitum
atau apa yang diminta/dituntut.
Dalam hukum acara perdata dikenal 2 teori tentang cara menyusun gugatan kepada
pengadilan yaitu:
a. Substaniering theorie
Teori ini menyatakan bahwa gugatan sw lain harus menyebutkan peristiwa hukum

4
Henny Mono, Praktik Berperkara Perdata, (Malang: Bayumedia, 2010). 30

12
yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebut kejadian-kejadian nyata yang
mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut.
b. Individualiserings theorie
Teori ini menyatakan bahwa dalam gugatan cukup disebut peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian yang menunjukan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan,
tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab
timbulnya kejadian-kejadian tersebut. Sejarah terjadinya atau sejarah adanya pemilikan hak
milik atas benda itu tidak perlu dimasukkan dalam gugatan, karena hati itu dapat
dikemukakan dalam persidangan dengan disertai bukti-bukti seperlunya (Sudikno
Mertokusumo,1979:31-32 dan Ridwansyahrani, SH.,1988: 22).5
Sehubung dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia sekarang adalah
sis HIR dan R.Bg, maka penggugat bebas merumuskan surat gugatannya, asalkan saja surat
gugatan tersebut mencakup segala hal yang berhubungan drngan kejadian materiil yang
menjadi dasar gugatannya. Apabila surat gugat kurang jelas maka berdasarkan pasa l119
HIR dan pasal 143 R.Bg, ketua pengadilan dapat memberikan petunjuk kepada penggugat
untuk memperbaiki gugatamnya. Mahkamah Agung RI dalam sebuah putusan tanggal 15
maret 1972 no.547k/sip/1972 menyatakan bahwa oleh karena HIR dan R.Bg tidak
mentukan syarat-syarat tertentu dalam isi surat gugat, maka para pihak bebas menyusun dan
merumuskan gugatan tersebut asalkan cukup memberikan gambaran tentang kejadian
materiil yang menjadi dasar gugatannya.

E. Formulasi Gugatan
Menurut pasal 118 HIR, gugatan harus diajukan secara tertulis oleh penggugat atau
kuasanya. Bagi yang buta huruf dapat mengajukan gugatan secara lisan. Surat gugatan harus
memuat 3 hal:
1. Identitas para pihak (persona standi inyudicio), seperti nama lengka gelar, julukan, bin/binti,
umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya sebagai pengguagat atau tergugat.
2. Posita/positium (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah pihak). Dari
posita inilah penggugat mengajulan gugatan, tanpa posita yang jelas dapat berakibat
gugatannya dinyatakan gugatan tidak dapat diterima karena termasuk kabur (obscuurlibel).

5
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005),
hlm.25

13
Karena itu, dalam membuat posita dalam surat gugatan hendaknya jelas, singkat, kronologis,
tepat, dan terarah.
3. Petita/petitum (isituntutan). Petita dapat bersifat alternatif, dalam arti hanya 1 gugatan yang
diajukan dan ada pula yang bersifat kumulatif, yaitu penggugat mengajukan lebih dari 1
gugatan, misalnya seorang istri mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama, secara
bersamaan ia juga mengajukan gugatan tentang hadhanah (hak asuh anak), biaya nafkah anak,
dan harta gono gini.6

6
Henny Mono, Praktik Berperkara Perdata, (Malang: Anggota IKAPI Jatim, 2007).

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, makakami dapat menyimpulkan bahwa sesuai dengan makalah
“Gugatan” kami menyimpulkan bahwa ada beberapa macam gugatan dan dalam membuat
suatu gugatanterdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi di dalamnya.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
makalah ini,tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya.karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Kami berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi kami khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Manan Abdul, 2005, Penerapan Hukum Acara Perdata, Jakarta : Kencana

Soeroso, 2010, Yurisprudensi Hukum Acara perdata, Jakarta : Sinar Grapik

Mono Henny, 2010, Peraktik Peperkara Perdata, Malang : Bayumedia

Subekti, Tjitrosudibio, 2013, Hukum Perdata, Jakarta : persero

Mardani, 2010. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah : Jakarta : Sinar

Grafika

16

Anda mungkin juga menyukai