Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS WAHIDIYAH
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Puji syukur alhamdulillhi robbil alamin kami ucapkan kehadirat Allah SWT.
Atas limpahan nikmat, rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya. Sholawat beserta salam
yang seindah-indahnya dan setepat-tepatnya penulis sanjungkan keharibaan beliau
Rosulullah SAW, atas syafa’at dan tarbiyahnya. Salam ikroman wata’dhiman
wamahabbtan yang tulus kepangkuan Ghoutsu Hadzaz Zaman RA, khususnya doa
restu dari beliau Hadrotul Mukarrom Kyai Abdul Madjid Ali Fikri RA. Pengasuh
Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo AlMunadhdhoroh.
Sehingga diri ini mampu menyelesaikan makalah sebagai tugas mata kuliah
Hukum Acara Perdata, Tentang Eksepsi
Disamping itu semua kami sadar masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Jadi kami mohon agar Ibu dosen mau memberikan kritik
dan sarannya agar kedepannya mampu membuat makalah dengan baik dan benar.
Yang terakhir kami harap makalah ini mampu memberikan manfaat kepada
teman-teman dan semoga dapat membuat kita semakin paham tentang
Pemanggilan para pihak, mediasi, intervensi, dan jalannya persidangan. Mungkin
sekian dari penulis, ada salah dan kekurangannya penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................3
B. Mediasi.............................................................................................................5
C. Intervensi..........................................................................................................8
D. Jalannya Persidangan.......................................................................................9
A. Kesimpulan.....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A Definisi Eksepsi
(inadmissible).
perkara, dan
Eksepsi sebagaimana diatur didalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 132 dan Pasal 133
Herziene Inlandsch Reglement (HIR), hanya memperkenalkan eksepsi kompetensi
absolut dan relatif. Namun pada Pasal 136 HIR mengindikasikan adanya beberapa
jenis eksepsi. Sebahagian besar diantaranya bersumber dari ketentuan pasal peraturan
perundang-undangan tertentu. Misalnya, eksepsi ne bis in idem, ditarik dari kontruksi
Pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Eksepsi surat
kuasa khusus yang tidak memenuhi syarat, bertitik tolak dari Pasal 123 ayat (1) HIR,
dan sebagainya.
2
Secara teoritis, pada umumnya eksepsi dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu
eksepsi prosesual dan eksepsi materil yang masing-masing juga memiliki jenis-jenis.
Akan tetapi, dalam praktik jarang dipermasalahan ke dalam golongan mana eksepsi
yang diajukan. Yang penting eksepsi yang diajukan sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya. Untuk memahami lingkup eksepsi, akan diuraikan jenisnya dari
pendekatan teoritis.
B. Rekonvensi
Gugatan Rekonvensi diatur dalam pasal 132 HIR huruf (a), pasal 158 RBg angka 1
dan 3 dan pasal 245 RV, yang menegaskan gugatan rekonvensi adalah gugatan yang
diajukan oleh Tergugat sebagai gugatan balik terhadap gugatan yang diajukan
Penggugat. Gugatan rekonvensi diajukan kepada Pengadilan pada saat
berlangsungnya proses pemeriksaan gugatan yang diajukan Penggugat.
Menurut Abdul Mannan, supaya gugatan rekonvensi dinyatakan sah, selain harus
memenuhi syarat materil, gugatan juga harus memenuhi syarat formil. HIR dan RBg
tidak secara detail menentukan dan mengatur syarat syarat gugatan rekonvensi,
namun agar gugatan rekonvensi tersebut dianggap ada dan sah, gugatan harus
dirumuskan secara jelas dan terurai sama dengan gugatan konvensi. Tujuannya agar
pihak lawan dapat mengetahui dan mengerti tentang adanya gugatan rekonvensi yang
diajukan Tergugat kepadanya.
Dari aspek cara mengajukannya Gugatan rekonvensi dapat diajukan secara lisan
dan akan lebih baik diajukan secara tertulis, yang perlu harus diperhatikan adalah
gugatan rekonvensi harus memenuhi syarat formil gugatan yaitu :
Merumuskan dengan jelas posita atau dalil gugatan rekonvensi, berupa penegasan
dasar hukum ( rechtsgrond ) dan dasar peristiwa ( fifteljkegrond ) yang melandasi
gugatan.
Apabila unsur unsur diatas tidak terpenuhi, gugatan rekonvensi dianggap tidak
memenuhi syarat dan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Agar gugatan rekonvensi
3
memenuhi syarat formil dalam gugatan harus disebutkan dengan jelas subjek atau
orang yang ditarik sebagai Tergugat rekonvensi. Gugatan rekonvensi merupakan hak
yang diberikan kepada Tergugat untuk melawan gugatan konvensi, maka pihak yang
dapat ditarik sebagai Tergugat adalah hanya Penggugat konvensi.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajukan gugatan rekonvensi :
- Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajuka gugatan rekonvensi, maka
dalam pemeriksaan tingkat banding tidak dapat dilakukan gugatan dalam rekonvensi
(pasal 132 a ayat 2 HIR dan pasal 156 ayat 2 RBg.
- Jika gugatan konvensi dicabut, maka gugatan rekonvensi tidak dapat dilanjutkan.
- Gugatan dalam konvensi dan rekonvensi diperiksa dan diputus dalam satu putusan
kecuali jika menurut pendapat Hakim salah satu dari gugatan dapat diputus terlebih
dahulu.
Replik adalah tanggapan Penggugat atas jawaban yang diajukan oleh Tergugat.
Replik harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas jawaban Tergugat. Oleh
karena itu, replik adalah respon Penggugat atas jawaban yang diajukan Tergugat.
Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang kepada Penggugat untuk
mengajukan Rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap
jawaban Tergugat atau boleh jadi Penggugat menambah keterangannya dengan tujuan
untuk memperjelas dalil yang diajukan Penggugat dalam gugatannya.
Duplik adalah jawaban Tergugat atas replik yang diajukan Penggugat. Tergugat
dalam dupliknya mungkin membenarkan dalil yang diajukan Penggugat dalam
4
repliknya dan tidak pula tertutup kemungkinan Tergugat mengemukakan dalil baru
yang dapat meneguhkan sanggahannya atas replik yang diajukan oleh Penggugat.
Tahapan replik dan duplik dapat saja diulangi sampai terdapat titik temu antara
Penggugat dengan Tergugat atau dapat disimpulkan titik sengketa antara Penggugat
dengan Tergugat atau tidak tertutup kemungkinan hakimlah yang menutup
kemungkinan dibukanya kembali proses jawab-menjawab ini, apabila mejelis hakim
menilai, bahwa replik yang diajukan Penggugat dengan duplik yang diajukan oleh
Tergugat hanya mengulang-ngulang dalil yang telah pernah dikemukakan di depan
sidang.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eksepsi adalah tangkisan atau bantahan yang ditujukankepada hal- hal menyangkut
syarat-syarat atu formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung
cacat atau pelanggaran formil dan tidak berkaitan dengan pokok perkara ( verweer
ten principale)yang mengakibatkan
(inadmissible).
DAFTAR PUSTAKA
http://jurisdata.id/opini/mengenal-jenis-jenis-eksepsi-dalam-hukum-acara-perdata
https://pa-padang.go.id/gugatan-asesor-dan-gugatan-rekonvensi/
https://kantorpengacara-ram.com/pengertian-replik-dan-duplik/
https://blog.justika.com/dokumen-hukum/apa-itu-replik-dan-duplik/