Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Gugatan......................................................................... 2
B. Pihak-pihak dalam gugatan............................................................. 3
C. Macam-macam gugatan.................................................................. 6
D. Teori dalam mengajukan gugatan perdata....................................... 11
E. Formulasi dalam gugatan................................................................ 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam masarakat sering terjadi perkara-perkara perdata yang
melibatkan dua pihak atau lebih.Yang dimaksud dengan perdata, yaitu perkara
sipil atau segala perkara selain perkara kriminal atau pidana. Ketika menghadapi
masalah perdata, kita dapat mengajukan surat gugatan perdata kepada pengadilan
setempat (Pengadilan Negeri).
Surat gugatan perdata dibuat oleh pengacara atau kantor advokat yang
ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Surat ini merupakan
permohonan dari pihak penggugat kepada pengadilan untuk menyelenggarakan
persidangan antar pihak penggugat dan tergugat terkait kasus yang menimpa
pihak penggugat.
Surat gugatan perdata memuat pihak penggugat dan tergugat, pihak yang
dituju (ketua pengadilan negeri), rincian permasalahan, perihal yang digugat, dan
informasi lain yang penting untuk disampaikan berkenaan dengan kasus perdata
yang dihadapi. Rincian permasalahan hendaknya dipaparkan seakurat mungkin
agar tidak terjadi kesalahpahaman.

B. Rumusan Masalah
Berawal dari latar belakang diatas,maka kami merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian gugatan ?
2. Siapa saja pihak-pihak dalam gugatan ?
3. Apa saja macam-macam gugatan ?
4. Apa saja teori dalam mengajukan gugatan perdata ?
5. Apa saja formulasi dalam gugatan ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gugatan
Gugatan ialah suatu surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua
Pengadilan yang berwenang, yang menurut tuntutan hak yang di dalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara
dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.
Dalam gugatan ada istilah penggugat dan tergugat. Penggugat ialah orang
yang menuntut hak perdatanya kemuka pengadilan perdata penggugat bias satu
orang/badan hukumatau lebih sehinng ada istilah penggugat I, penggugatII,
penggugat IIIdan seterusnya. Lawandari penggugat disebut tergugat.Dalam hal
tergugat ini pun bisa ada kemungkinan lebih dari satu orang/badan, sehingga ada
istilah tergugat I, tergugat II, tergugat II, dan seterusnya.Gabungan penggugat
atau gabungan tergugat disebut dengan kumulasi subjektif.Dan idealnya dalam
perkara di pengadilan ada penggugat dan tergugat. Inilah peradilan yang
sesungguhnya ( jurisdiction contentiosa). Dan produk hukum dari gugatan adalah
putusan pengadilan.1
Dan dalam gugatn harus ada dasar hokum, mwnurut pasal 118 HIR dan
142 RBG, siapa saja yangmerasa hak peribadinya dilanggar oleh orang lain
sehinnga mendatangkan kerugian, dan ia tidak mampu menyelesekan sendiri
persoalan trsebut, maka ia dapat meminta kepada pengadlan untuk
menyelesaikan masalah itu sesuai denganhukum yang berlaku. Apabila ia
menghendakicampur tangan pengadilan, maka ia harus mengajukan surat
permohonan yang ditandatangani olehnya atau oleh kuasanya yang ditunjukan
kepada ketua pengadilan yang menguasai wilayah hokum tempat tinggal
lawannya atau tergugat. Jika surat permohonan tersebut sudahditerima oleh
pengadilan, maka pengadilan harus memanggilpihakpihak yang bersengketa itu
untuk diperiksa hal halyang menjadi pokok sengketa atas dasar gugatan
yangmempunyai alasan hukum.

1
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah (Jakarta:Sinar
Grafika, 2010), hlm. 3

2
Dasar hukum dalam mengajukan gugatan diperlukan untuk meyakinkan
para pihak yang terkait dengan gugatan itu bahwa peristiwa kejadian dan
peristiwa hukum betul-betul terjadi tiandak hanya diada-adakan atau direkayasa.
Disamping itu, disebutnya dasar hukum dalam gugatan yang diajukan
kepada pengadilan adalah untuk mencegah agar stiap orang tidak dengan
mudahnya mengajukan gugatan kepada pengdilan, padahal kalao diteliti dengan
saksama, gugatan itu diajukan tanpa dasar hukum samasekali, sehingga apabila
dibiarkan akan menyulitkan pengadilan agama dalam pemeriksaangugatan
tersebut.
Oleh karna itu, sebelum gugatn disusun dan diajukan kepada pengadilan,
Pengggugat harus meneliti dengan saksama apakah kerugian yang diderita itu
sehingga ia menuntut hak kepengadilanmempunyai dasar hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan atau tidak, apabila dasar hukum sebagai dalil gugat yang
sudah diketahui maka dengan mudahnya mengklasifikasikan, gugatan yang
disusun itu termasuk sebagaigugatan yang kategori apa,misalnya kategori
perbuatan melawan hukum sebagaimana tersebut dalam pasal 1365 B.W,,
Wanprestasi, kewarisan atau gugatan perdata lainnya.Masalahnya ini sangat
penting untuk diperhatikan di dalam menyusun gugatan perdata yang akan
diajukan kepada pengadilan.banyak gugatan yang tidak diterima karena ada
kesalahan dalam membuatnya.2

B. Pihak-pihak dalam Gugatan


Dalam Gugatan Contentiosa ataulebih dikenal dengan Gugatan Perdata,
yang berarti gugatan yang mengandung sengketa di antara pihak-pihak yang
berperkara. Dikenal beberapa istilah para pihak yang terlibat dalam suatu
Gugatan Perdata yaitu :
1. Penggugat
Dalam Hukum Acara Perdata, orang yang merasa haknya dilanggar
disebut sebagai penggugat. Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak
penggugat maka disebut dalam gugatannya dengan ”Para Penggugat”.

2
.Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta:
Kencana, 2005), hlm. 18.

3
2. Tergugat
Tergugat adalah orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dirasa
telah melanggar hak penggugat. Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak
pihak yang digugat, maka pihak-pihk disebut : Tergugat 1, Tergugat ll,
Tergugat III dan seterusnya.

3. Turut Tergugat
Pihak yang dinyatakan sebagai Turut Tergugat dipergunakan bagi
orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa dan tidak berkewajiban
untuk melakukan sesuatu.Namun, demi lengkapnya suatu gugatan, maka
mereka harus disertakan.
Dalam pelaksanaan putusan hakim, pihak Turut Tergugat tidak ikut
menjalankan hukum yang diputus untuk Tergugat, namun hanya patuh dan
tunduk terhadap isi putusan tersebut.

4. Penggugat / Tergugat Intervensi


Pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara
perdata yang ada, dalam mengajukan permohonan untuk ditarik masuk dalam
proses pemeriksaan perkara perdata tersebut yang lazim dinamakan sebagai
Intervensi. Intervensi adalah suatu perbuatan yang hukum oleh pihak ketiga
yang mempunyai kepentingan dalam gugatan tersebut
Pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara
perdata yang ada, dapat mengajukan permohonan untuk ditarik masuk dalam
proses pemeriksaan perkara perdata tersebut yang lazim dinamaknan sebagai
Intervensi. Intervensi adalah suatu perbuatan hukum oleh pihak ketiga yang
mempunyai kepentingan dalam gugatan tersebut dengan jalan melibatkan diri
atau dilibatkan oleh salah satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang
berlangsung.Pihak Intervensi tersebut dapat berperan sebagai Penggugat
Intervensi ataupun sebagai Tergugat Intervensi.
Menurut, pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata
Umum dan Perkara Khusus yang ddikeluarkan oleh Balitbang Diklat Kumdil
Mahkamah Agung RI 2007, dalam hal pengikut-sertaan pihak ketiga dalam
proses perkara yaitu voegingIntervensi/tussenkomst dan vrijwaring tidak

4
diatur dalam HIR atau RBg. Tetapi dalam praktek ketiga lembaga Hukum ini
dapat dipergunakan dalam praktek ketiga lembaga hukum ini dapat
digunakan dengan berpedoman pada Rv, yaitu berdasarkan pasal 279 Rv dst
dan pasal 70 Rv serta sesuai dengan prinsip bahwa hakim wajib mengisi
kekosongan, baik dalam hukum materil maupun hukum formil. Berikut ini
penjelasan 3 macam intervensi yang dimaksud, yaitu :
a. Voeging (menyertai) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung
kepada pengguagat dan tergugat. Dalam hal ada permohonan voeging,
Hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi,
kemudian dijatuhkan putusan sela, dan apbila dikabulkan, maka dalam
putusan harus disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut.
b. Intervensi /tussenkomst (menengah) adalah ikut sertanya pihak ketiga
untuk ikut dalam proses perkara tersebut, berdasarkan alasan ada
kepentingannya yang terganggu. Intervensi diajukan karena pihak ketiga
yang merasa bahwa barang miliknya disengketakan /diperebutkan oleh
penggugat dan Penggugat.
Kemudian, permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan
putusan sela.Apabila permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua
perkara yang diperiksa bersama-sama yaitu gugata asal dan gugatan
intervensi.
c. Vrijwaring (ditarik sebagai penjamin) adalah penarikan pihak ketiga
untuk (untuk membebaskan Tergugat dan tanggung jawab kepada
penggugat). Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam
proses pemeriksaan perkara oleh Tergugat secara lisan atau tertulis.
Setelah ada permohonan vrijwaring, Hakim memberikan kesempatan para
pihak untukmenanggapi permohonan tersebut, selanjutnya dijatuhkan
putusan yang menolak atau mengabulkan permohonan tersebut.

Dalam suatu gugatan perdata, orang yang bertindak sebagai


penggugatharus orang yang memiliki kapasitas yang tepat menurut
hukum.Begitu juga dengan menentukan pihak Tergugat, harus mempunyai
hubungan hukum dengan pihak penggugat dalam perkara gugatan perdata

5
yang diajukan.Kekeliruan bertindak sebagai Penggugat maupun Tergugat
dapat mengakibatkan gugatan tersebut mengandung cacat formil.Cacat formil
dalam menentukan pihak Penggugat maupun Tergugat dinamakan Error in
Personal.3

C. Macam-macam Gugatan
1. Gugatan Sederhana
Mengingat pasal 8 rv secara prinsip, gugatan wajib memuat hal-hal
sebagai berikut.
a. Identitas para pihak yang berperkara
Dalam hal ini menyangkut nama, tempat, tanggal lahir, alamat,
pekerjaan, serta kapasitasnya dalam perkara tersebut untuk dan atas nama
diri sendiri, atau untuk atas nama lembaga atau subjek hukum lain.
b. Dalil-dalil yang berisi permasalahan atau peristiwa sebagai dasar gugatan
Bagian ini memuat rumusa-rumusan permasalahan atau peristiwa
hukum yang telah terjadi. Pada pokoknya terdiri atas peristiwa nyata
yang benar-benar terjadi di antara para pihak. Misalnya mengenai dua
badan hukum yang mengadakan perjanjian pembiayaan untuk membeli
mesin pabrik. Berdasarkan uraian fakta yang terjadi diungkapkan dalil-
dalil sebagai uraian yuridis.dari peristiwa tersebut dirumuskan adanya
pelanggaran hukum. Uruaian semacam ini dikenal dengan sebutan
fundamentum petendi atau posita. Menurut pasal 163 hir sebagai mana
pasal 285 rbg atau 1865 kuh perdata secara tegas menyatakan, ’’orang
yang mendalilkan bahwa dirinya mempunyai hak atau guna meneguhkan
haknya sendiri atau membantah suatu hak orang lain menunjuk pasa suatu
peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atas peristiwa tersebut’’.
c. tuntutan atau permintaandalam putusan hakim
Tuntutan adalah segala sesuatu tentang apa yang diminta atau
diharapkan penggugat kepada hakim yang berkenaan dengan gugatannya
atau yang dikenal dengan petitum. Berdasarkan dalil-dalil yang telah
dipaparkan dalam posita menuntut hakim untuk memiriksa perkara agar

3
http://www.hukumacaraperdata.com/gugatan/istilah pihak-pihak dalamgugatan perdata/ss

6
memberikan keputusan sesuai dengan hak-haknya yang dilindungi
undang-undang. Karena sebagai subjek hukum pihak penggugat dalam
hal ini menuntut akan hukum ditegakkan untuk melindungi hak dan
kepentingannya.

2. Gugatan Rekonpensi
Bertitik tolak kontruksi guagatan sederhana seperti sebelumnya,
dalam proses peradilan dapat terjadi pula gugatan rekonpensi. Pengertian
gugatan utamanya disebut sebagai gugatan konpensi, sedangakan pihak
tergugat dalam kerangka mempertahankan haknya oleh karena itu undang-
undang memperkenankan untuk melakukan gugatan balik yakni gugatan
rekonpensi.Sebagaimana dalam pasal 132 a hir/pasal 157 rbg dipersilahkan
terhadap segala hal kecuali hal-hal sebagai berikut.
a. perubahan dari pihak, yakni semula pihak yang bersanggutan bertindak
untuk dan atas nama orang lain, kemudian sebagai penggugat rekonpensi
bertindak untuk dan atas nama diri sendiri.
b. perubahan kewenangan pengadilan yang mengadili perkaranya, misalnya
dalam perkara konpensinya adalah kewenangan pangadilan negeri a,
sedangkan pada perkara rekonpensinya adalah kewenangan pengadilan
negeri b.
c. bertentangan dengan pokok perkara utamanaya, yang menyangkut
perselisihan pelaksanaan putusan hakim. Contohnya, dalam gugatan
konpensi si a menggugat b dalam perkara perjanjian utang piutang,
kemudian b mengajukan gugatan rekonpensi terhadap a tentang
perbuatannya yang tidak mau melaksanakan putusan pengadilan dalam
perkara lain yang telah memiliki kekuatan eksekusi.
Dalam praktek kepengacaraan, materi gugatan rekonpensi pada
umumnya memilii titik kait dengan materi gugatan konpensi. Dalam proses
gugatan semacam itu terdapat penggugat asal yang juga menjadi terguat
rekonpensi di satu pihak, serta teargugat asal yang sekaligus penggugat
rekonpensi di pihak lain. Kedua perkara, yakni gugatan konpensi dan gugatan
rekonpensi diperiksa bersama-sama dan diputuskan dalam satu

7
keputusan.Oleh karena itu, gugatan rekonpensi hannya dapat diajukan
bersamaan dengan menyerahkan jawaban pertama atas gugatan konpensi.
Gugatan rekonpensi yang diajukan bersamaan dengan jawaban tertulis kedua
(duplik), menurut pendapat mahakamah agung ri sebagai mana tertuang
dalam putusannya nomor. Reg. 346 K/Sip/1975, tanggal 26 april 1979 adalah
sudah terlambat

3. Gugatan Provesionil
Biasanya, ketika gugatan diajukan ke pengadilan, pihak penggugat
merasa perlu melakukan tindakan sementara selama proses pemeriksaan
pokok perkaranya masih sedang berlangsung. Tuntutan tindakan sementara
yang dimintakan kepada hakim pemeriksa semacam itu disebut dengan
gugatan provionil.Syaratnya, materi gugatannya tidak mengenai pokok
perkaranya. Sehubungan dengan hal itu, mahkamah agung RI nomor reg.
1070 K/Sip/1975, tanggal 7 mei 1973 menetapkan bahwa tuntutan provisionil
yang menyangkut pokok perkaranya tidak dapat diterima.
Pengajuan gugatan provisionil bersamaan dengan gugatan pokoknya,
namun hakim setelah memerhatikan dalil-dalilnya segera akan memberikan
keputusan sela tentang diterima atau tidak diterimanya gugatan provisionil
itu. Gugatan semacam itu biasanya diajuakan oleh pihak penggugat
sehubungan adanya.Misalnya, tergugat mengusai objek sengketa yang masih
belum jelas setatus hukumnya.Untuk itu, melai gugatan provisionil
dimohonkan agar hakim pemeriksa memutuskan dalam putusan selanya
bahwa objek sengketa dimaksud ditetapkan dalam setatus quo.Atas keputusan
sela tersebut pihak tergugat dapat mengajukan banding.Namun memori
banding maupun kontra memori bandingnya menjadi suatu berkas dengan
berkas banding atas putusan akhir.

4. Gugatan Insidentil
Sesuai dengan istilahnya, gugatan insidentil dapat diajukan oleh
pihak-pihak yang berperkara dalam kerangka untuk mempertahankan haknya,
yaitu dengan cara memasukkan pihak ketiga kedalam perkara yang tengah

8
diperiksa. Prosedurnya, pihak tergugat mengajukan permohonan itu kepada
hakim pemeriksa, baik secara lisan atau tertulis pada saat menyerahkan
jawaban pertamanya.Atas permohonan tersebut pihak tergugat dapat
mengajukan banding, namun memori banding maupun kontra memori
bandingnya menjadi satu berkas dengan berkas banding atas putusan
akhir.Yang termasuk dalam pengertian gugatan insidentil adalah sebagai
berikut.
a. Gugatan Jaminan (Vrijwaring)
Gugatan jaminan adalah tindakan hukum yang dilakukan tergugat
dengan menarik pihak ketiga pada saat proses pemeriksaan pokok
perkaranya sedang berlsngsung. Pihak tergugat bersamaan dengan
penyerahan jawaban pertamanya, baik secara tulisan atau tertulis
mengajukan permohonan kepada majelis hakim pemeriksa untuk
dikenakan menarik pihak ketiga demi melindungi kepentingannya.Bila
hakim pemeriksa dapat menerima alasan-alasan tergugat, selanjutnya
pihak ketiga yang bersangkutan dipersilakan mengajukan berkas tertulis
tentang jaminan (vrijwaring) sesuai dengan permohonan tergugat. Seperti
halnya susunan surat gugatan, redaksional tentang jaminan ini pun harus
memuat dalil-dalil yang memiliki kaitan dengan pokok perkaranya serta
apa tuntutannya.
Gugatan jaminan dapat terjadi, misalnya seseorang bernama A
menjual barang kepada B. Menurut pasal 1492 KUH Perdata, wajib bagi
B untuk menjamin terhadap A atas segala sesuatu berkenaan dengan
barang yang dijualnya tersebut dari gangguan pihak ketiga. Bila ternyata
kemudian ada gugatan dari pihak ketiga terhadap B, tentu saja B dapat
menarik A dalam perkara itu untuk memberikan jaminan. Dalam gugatan
semacam ini posisi tergugat menjadi penggugat dalam jaminan
(vrijwaring), sedangkan pihak ketiga berkedudukan sebagai tergugat
dalam jaminan (vrijwaring).

9
b. Gugatan Intervensi
Gugatan intervensi adalah tindsksn pihak ketiga yang masuk
kedalam perkara yang tengah dalam proses pemeriksaan. ada dua macam
gugatan intervensi yakni sebagai berikut.
1) Tussemkomst
Pengertian tussemkomst adalah suatu tindakan hukum yang
dilakukan pihak ke tiga dalam proses pemeriksaan perkara yang
tengah berlangsung. Tindakan hukum pihak ketiga dimaksud adalah
atas kehenddak dan kemauan sendiri dalam upaya membela
kepentingannya yang terancam dengan adanya sengketa kedua pihak
di pengadilan. Untuk itu,yang bersangkutan wajib mengajukan
permohonan gugatan tussemkomst,yang model dan struktur
paparannya seperti mengajukan gugatan sederhana. Untuk
permohonan ini hakim pemeriksa perkara akan memeriksa lebih
dahulu perkaranya, sebelum memeriksa pokok perkara. Oleh karna
itu, hakim akan memeberikan putusan sela.
Seperti halnya pengajuan gugatan sederhana, penggugat
tussemkomst memiliki beban kewajiban membuktikan dalil-dalil
tersebut berkaitan dengan tindakan hukumnya.Oleh karena itu, harus
disiapkan pula bukti-bukti tertulis maupun bukti keterangan saksi
untuk meneguhkan dalil gugatan tussemkomst-nya. Selanjutnya hakim
pemeriksa perkara memutuskan dalam putusan selanya, apakah dapat
menerima ataumenolak permohonan gugatan semacam itu.atas
putusan sela tersebut, baik penggugat asli, tergugat asli, maupun
penggugat tussemkomst dapat mengajukan banding. Namun,
pemeriksaan berkas perkara banding tersebut akan diperiksa
bersamaan dengan berkas putusan akhir atas pokok perkaranya.
Dengan kata lain, agar pemeriksaan pokok perkaranya tidak terhenti
karena adanya permohonan banding atas putusan sela gugatan
tussemkomst dimaksud , maka berkas banding tidak serta merta
dikirimkan ke pengadilanbanding seketika setelah pihak yang

10
mengajukan menandatangani risalah banding di kepaniteraan
pengadilan negari.
2) voeging atau partijen
Berbeda dengan pengertian sebelumnya, intervensi model
voeging atau partijen terjadi manakala permohonan keterlibatan pihak
ketiga ke dalam perkara yang masih dalam proses pemeriksaan.
Tindakan hukum seperti itu dilakukan demi kepentingan pihak ketiga
sendiridan atau sekaligus menyelamatkan kepentingan salah satu dari
para pihak yang tengah berperkara. Oleh karena itu, surat gugatan
voeging atau partijen pihak ketiga meminta kepada hakim pemeriksa
perkara agar diperkenankan berada secara bersama-sama dalam suatu
pihak, baik di pihak penggugat atau tergugat, untuk melawan pihak
lainnya.
Seperti halnya pada intervensi tussemkomst, hakim pemeriksa
perkara dalam hal ini juga akan memberikan putusan sela yang isinya
apakah dapat menerima atau menolak permohonan gugatan semacam
itu. Atas putusan sela tersebut, baik penggugta asli, tergugat asli,
maupun penggugat voeging atau partijen dapat mengajukan banding.
Namun, pemeriksaan berkas perkara seperti itu akan diperiksa
bersamaan dengan berkas putusan akhir pokok perkaranya di tingkat
banding. Dalam kalimat lain, dengan maksud agar pemeriksaan pokok
perkaranya tidak terhenti oleh upaya banding atas putusan sela
gugatan voeging atau partijen dimaksud, maka berkas banding tidak
semerta-merta dikiramkan ke pengadilan banding seketika setelah
pihak yang mengajukannya menandatangani risalah banding di
kepaniteraan pengadilan negeri.4

D. Teori Prosedur Mengajukan Gugatan Perdata


1. Teori-teori dalam membuat gugatan
Dalam HIR dan R.Bi tidak disebutkan secara tegas dan rinci tentang
bagaimana seharusnya syarat gugat disusun. Oleh karena itu orang bebas

4
Henny Mono, Praktik Berperkara Perdata, (Malang: Bayumedia, 2010). 30

11
menyusun dan merumuskan surat gugatannya asal cukup memberikan
keterangan tentang kejadian materiil yang menjadi dasar gugatan. Bagaimana
surat gugatan itu akan disusun, hal ini sangat tergantung dari selera masing-
masing pembuatnya dan tergantung pula dari duduknya perkara yang dialami
oleh orang yang membuat surat gugat itu. Dalam praktik peradilan dewasa
ini, orang (advokat atau pengacara) cenderung menuruti syatar-syarat yang
ditentukan dalam pasal 8 ayat (3) RV yaitu surat gugat harus dibuat secara
sistematis dengan unsur-unsur identitas para pihak, dalil dalil konkret tentang
adanya hubungan hukum yang merupakan dasar dari gugatan serta petitum
atau apa yang diminta/dituntut.
Dalam hukum acara perdata dikenal 2 teori tentang cara menyusun
gugatan kepada pengadilan yaitu:
a. Substaniering theorie
Teori ini menyatakan bahwa gugatan sw lain harus menyebutkan
peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebut
kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi
sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut.
b. Individualiserings theorie
Teori ini menyatakan bahwa dalam gugatan cukup disebut
peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukan adanya
hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan
kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya
kejadian-kejadian tersebut. Sejarah terjadinya atau sejarah adanya
pemilikan hak milik atas benda itu tidak perlu dimasukkan dalam
gugatan, karena hati itu dapat dikemukakan dalam persidangan dengan
disertai bukti-bukti seperlunya (Sudikno Mertokusumo,1979:31-32 dan
Ridwansyahrani, SH.,1988: 22).5
Sehubung dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku di
Indonesia sekarang adalah sis HIR dan R.Bg, maka penggugat bebas
merumuskan surat gugatannya, asalkan saja surat gugatan tersebut

5
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta:
Kencana, 2005), hlm.25

12
mencakup segala hal yang berhubungan drngan kejadian materiil yang
menjadi dasar gugatannya. Apabila surat gugat kurang jelas maka
berdasarkan pasa l119 HIR dan pasal 143 R.Bg, ketua pengadilan dapat
memberikan petunjuk kepada penggugat untuk memperbaiki gugatamnya.
Mahkamah Agung RI dalam sebuah putusan tanggal 15 maret 1972
no.547k/sip/1972 menyatakan bahwa oleh karena HIR dan R.Bg tidak
mentukan syarat-syarat tertentu dalam isi surat gugat, maka para pihak
bebas menyusun dan merumuskan gugatan tersebut asalkan cukup
memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi dasar
gugatannya.

E. Formulasi Gugatan
Menurut pasal 118 HIR, gugatan harus diajukan secara tertulis oleh
penggugat atau kuasanya. Bagi yang buta huruf dapat mengajukan gugatan secara
lisan. Surat gugatan harus memuat 3 hal:
1. Identitas para pihak (persona standi inyudicio), seperti nama lengka gelar,
julukan, bin/binti, umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya
sebagai pengguagat atau tergugat.
2. Posita/positium (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua
belah pihak). Dari posita inilah penggugat mengajulan gugatan, tanpa posita
yang jelas dapat berakibat gugatannya dinyatakan gugatan tidak dapat
diterima karena termasuk kabur (obscuurlibel). Karena itu, dalam membuat
posita dalam surat gugatan hendaknya jelas, singkat, kronologis, tepat, dan
terarah.
3. Petita/petitum (isituntutan). Petita dapat bersifat alternatif, dalam arti hanya 1
gugatan yang diajukan dan ada pula yang bersifat kumulatif, yaitu penggugat
mengajukan lebih dari 1 gugatan, misalnya seorang istri mengajukan gugatan
cerai ke pengadilan agama, secara bersamaan ia juga mengajukan gugatan
tentang hadhanah (hak asuh anak), biaya nafkah anak, dan harta gono gini.6

6
Henny Mono, Praktik Berperkara Perdata, (Malang: Anggota IKAPI Jatim, 2007).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, makakami dapat menyimpulkan bahwa sesuai
dengan makalah “Gugatan” kami menyimpulkan bahwa ada beberapa macam
gugatan dan dalam membuat suatu gugatanterdapat syarat-syarat yang harus
terpenuhi di dalamnya.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan makalah ini,tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya.karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Kami berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna
bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Manan Abdul, 2005, Penerapan Hukum Acara Perdata, Jakarta : Kencana

Soeroso, 2010, Yurisprudensi Hukum Acara perdata, Jakarta : Sinar Grapik

Mono Henny, 2010, Peraktik Peperkara Perdata, Malang : Bayumedia

Subekti, Tjitrosudibio, 2013, Hukum Perdata, Jakarta : persero

Mardani, 2010. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah :
Jakarta : Sinar Grafika

15

Anda mungkin juga menyukai