Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

UPAYA HUKUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Hukum Acara Perdata

Dosen Pengampu: Eka Ristianawati, M.HI

Disusun Oleh :

1. Anastya Mawar Dini 2002026053


2. Esa Rahmat Darmawan 2002026063
3. M Rofiq Habibburahman 2002026127
4. Amrina Mujiyah

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puji syukur kami
panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Hukum Acara Perdata
yang berjudul “Upaya Hukum” tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah tentang
“Upaya Hukum” ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Grobogan, 15 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................................................

BAB I ...........................................................................................................................................

PENDAHULUAN .......................................................................................................................

A. Latar Belakan ...................................................................................................................


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................

BAB II ..........................................................................................................................................

PEMBAHASAN ..........................................................................................................................

A. Pengertian Upaya Hukum ................................................................................................


B. Bentuk-bentuk Upaya Hukum .........................................................................................
C. Banding ............................................................................................................................
D. Kasasi ...............................................................................................................................
E. Peninjauan Kembali .........................................................................................................

BAB III ........................................................................................................................................

Penutup .........................................................................................................................................

Kesimpulan ..................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk memperoleh
putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, setiap putusan yang
dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena
putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekilafan. Sebagai manusia biasa, mungkin
hakim khilaf atau kurang sempurna mempertimbangkan semua hal-hal berkenaan dengan
fakta-fakta yang terungkap di persidangan atau tidak tepat menggunakan sesuatu istilah
atau keliru menafsirkan unsur-unsur tindak pidana. Agar kekeliruan dan kekilafan itu
dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim
itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang paling tepat untuk dapat mewujudkan
kebenaran dan keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya hukum.
Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), upaya hukum adalah hak terdakwa atau
penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau
banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan
kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dengan
demikian KUHAP juga membedakan upaya hukum menjadi perlawanan, banding, kasasi
dan peninjauan kembali. Yang kesemuanya/masingmasing pada hakikatnya adalah untuk
tidak menerima putusan/penetapan pengadilan

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Upaya Hukum
2. Bentuk-bentuk Upaya Hukum
3. Banding
4. Kasasi
5. Peninjauan Kembali
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengerian Upaya Hukum

Upaya Hukum untuk menyelsaikan sengketa, secara garis besar terdapat dua model
penyelesaian sengketa keperdataan, yaitu secara litigasi dan non-litigasi. kedua macam model
penyelesaian sengketa ini sebagai antisipasi ketika sengekta tidak dapat dislesaikan hanya
dengan satu model penyelesaian saja.

Upaya Hukum litigasi adalah persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk
juga memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk
mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga. Sedangkan
Jalur litigasi adalah penyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan,

Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-
litigasi ini dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian perkara diluar
pengadilan ini diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam
penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman disebutkan ” Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau
melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan” . Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan ”
Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian
para ahli.”

Salah satu upaya Hukum selain litigasi dalam lingkup Hukum Perdata adalah gugatan.
Gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat,
pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan tergugat,
menuntut upaya hukum untuk mendapat keadilan. Tergugat diperlukan untuk menanggapi
keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung
penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak,
kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk
mencegah atau memaksa tindakan.
Upaya hukum ialah suatu upaya yang diberikan oleh undang-undang bagi seseorang
maupun badan hukum dalam hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai suatu tempat
bagi pihak-pihak yang tidak puas atas adanya putusan hakim yang dianggap tidak memenuhi
rasa keadilan, tidaklah sesuai dengan apa yang diinginkan, karena hakim itu juga seorang
manusia yang bisa secara tidak sengaja melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan salah
mengambil keputusan atau memihak kepada salah satu pihak.

B. Bentuk-Bentuk Upaya Hukum

Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa terdiri dari verzet, banding dan kasasi.

A.Verzet

Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau
kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan PN, yang sifatnya menghentikan
pelaksanaan putusan untuk sementara. Verzet atau perlawanan yang merupakan upaya hukum
terhadapan putusan yang dijatuhkan pengadilan karena tergugat tidak hadir pada waktu
perkara tersebut diperiksa atau perkara yang diputus secara verstek. Kepada pihak yang
dikalahkan serta diterangkan kepadanya bahwa ia berhak mengajukan perlawanan (verzet)
terhadap putusan tak hadir itu kepada pengadilan.

Apabila terlawan/ dahulu penggugat tidak datang menghadap pada hari sidang terhadap
upaya hukum verzet, terlawan/ dahulu penggugat dianggap tidak hendak melawan atas
perlawanan yang telah diajukan terhadap putusan verstek tersebut. Perlawanan ini akan
diputus secara contradiktoir dengan membatalkan putusan verstek yang semula serta
mengadili lagi dengan menolak gugatan semula.

Prosedur mengajukan verzet menurut Pasal 129 ayat (1) HIR, adalah:

a. Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada
tergugat sendiri;

b. Perlawanan boleh diterima sehingga pada hari kedelapan setelah teguran (aanmaning) yang
tersebut dalam Pasal 196 HIR atau;

c. Dalam 8 (delapan) hari setelah permulaan eksekusi dalam Pasal 197 HIR.
Dalam prosedur verzet kedudukan para pihak tidak berubah yang mengajukan perlawanan
tetap menjadi tergugat sedangbyang dilawan tetap menjadi Penggugat yang harus memulai
dengan pembuktian. Verzet dapat diajukan oleh seorang Tergugat yang dijatuhi putusan
verstek, akan tetapi upaya verzet hanya bisa diajukan satu kali bila terhadap upaya verzet ini
tergugat tetap dijatuhi putusan verstek maka tergugat harus menempuh upaya hukum
Banding.

B. Banding

Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau
kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan PN. Para pihak mengajukan
banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan PN kepada PT melalui PN dimana putusan
tersebut dijatuhkan.

C. Kasasi

Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau
kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi. Para pihak
dapat mengajukan Kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan PT kepada Mahkamah
Agung (MA). Kasasi berasal dari perkataan “casser” yang berarti memecahkan atau
membatalkan, sehingga bila suatu permohonan Kasasi terhadap putusan pengadilan
dibawahnya diterima oleh MA, maka berarti putusan tersebut dibatalkan oleh MA karena
dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya.

Upaya Hukum Luar Biasa

1. Peninjauan Kembali (PK)

Upaya hukum peninjauan kembali/PK (request civil) merupakan suatu upaya agar putusan
pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun MA yang telah
berkekuatan hukum tetap (inracht van gewijsde), mentah kembali. Permohonan PK tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi).

2. Perlawanan Pihak Ketiga (DERDEN VERZET)

Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang
dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan
perlawanan pihak ketiga yang bukan pihak dalam perkara yang bersangkutan, karena merasa
dirugikam oleh putusan pengadilan. Syarat mengajukan derden verzet ini adalah pihak ketiga
tersebut tidak cukup hanya punya kepentingan saja, tetapi hak perdatanya benar-benar telah
dirugikan oleh putusan tersebut. Jadi, syarat utama mengajukan derden verzet adalah hak
milik pelawan telah terlanggar karena adanya putusan tersebut.Dengan mengajukan
perlawanan ini, pihak ketiga dapat mencegah atau menangguhkan pelaksanaan putusan
(eksekusi). Pihak ketiga yang bersangkutan dapat mengajukan perlawanan dalam bentuk
perlawanan pihak ketiga Conservatoir Beslag (sita jaminan)Demikian penegasan Putusan
MARI No. 3089 K/Pdt/1991 yang menjelaskan, sita jaminan yang diletakkan di atas milik
pihak ketiga memberi hak kepada pemiliknya untuk mengajukan derden verzet.

C. Banding

Upaya Hukum Biasa: Banding


Adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan
Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan
banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal
7 UU No 20/1947).
Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut
ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
1. ada pernyataan ingin banding
2. panitera membuat akta banding
3. dicatat dalam register induk perkara
4. pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah
pernyataan banding tersebut dibuat.
5. pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra
memori banding.

D. Kasasi
Upaya Hukum Biasa: Kasasi
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan
putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat
peradilan akhir.
Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang
dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No
14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:
1. tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas
wewenang;
2. salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku;
3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
E. Peninjauan Kembali
Upaya hukum peninjauan kembali (request civil) merupakan suatu upaya agar
putusan pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan pertama, banding, dan kasasi yang
telah berkekuatan hukum tetap (inracht van gewijsde). Permohonan Peninjauan
Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan
(eksekusi). Menurut Mertokusumo merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat
akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat (verstek), dan yang tidak lagi
terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan.
1. Alasan-Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
Alasan pengajuan peninjauan kembali (PK) diatur dalam Pasal 67 UU No. 14/1985, jo
Perma No. 1/1982, antara lain :
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya
diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu.
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang
dituntut.
d. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atas dasar
yang sama, oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya, telah diberikan
putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
e. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya.
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
2. Tenggang Waktu PK
Permohonan Peninjauan Kembali (PK) bagi Pemohon PK disampaikan dalam
tenggang waktu selambat-lambatnya 180 hari (Pasal.69 UU No. 14/1985) dan memori
peninjauan kembali disampaikan bersamaan pada waktu menandatangani Akta
Pemohonan Peninjauan Kembali di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dan selanjutnya
dalam tenggang waktu Termohon Peninjauan Kembali (PK) untuk mengajukan kontra
memori peninjauan kembali adalah 30 hari. Setelah ada pemberitahuan/penyampaian
memori peninjauan kembali kepada termohon peninjauan kembali (Pasal.72 UU
No.14/1985).
3. Prosedur Pengajuan Permohonan Kembali
1) Permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh pihak yang berhak kepada
Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam
tingkat pertama.
2) Membayar biaya perkara.
3) Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan secara lisan maupun tertulis. Bila
permohonan diajukan secara tertulis maka harus disebutkan dengan jelas alasan
yang menjadi dasar permohonannya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No.
14/1985)
4) Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan permohonannya secara lisan
dihadapan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim
yang ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut, yang akan membuat catatan
tentang permohonan tersebut (Pasal 71 ayat (2) UU No. 14/1985)
5) Hendaknya surat permohonan peninjauan kembali disusun secara lengkap
dan jelas, karena permohonan ini hanya dapat diajukan sekali.
6) Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan peninjauan kembali
maka Panitera berkewajiban untuk memberikan atau mengirimkan salinan
permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan
tujuan agar dapat diketahui dan dijawab oleh pihak lawan (Pasal 72 ayat (1) UU
No. 14/1985)
Pihak lawan (termohon peninjauan kembali) hanya punya waktu 30 hari setelah
tanggal diterima salinan permohonan (memori peninjauan kembali) untuk membuat
kontra memori peninjauan kembali bilamana tenggang waktu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Dari pengertian di atas terlihat bahwa upaya hukum merupakan hak terdakwa atau
terpidana yang dapat dipergunakan apabila si terdakwa atau si terpidana merasa tidak
puas atas putusan yang diberikan oleh pengadilan. Sehingga, terhadap hak tersebut, bisa
saja dipergunakan dan bisa juga tidak dipergunakan oleh si terdakwa atau si terpidana.
Dengan demikian KUHAP juga membedakan upaya hukum menjadi perlawanan,
banding, kasasi dan peninjauan kembali. Yang kesemuanya/masingmasing pada
hakikatnya adalah untuk tidak menerima putusan/penetapan pengadilan. Sedangkan
menurut ilmu pengetahuan hukum, upaya hukum dibagi atas Upaya perlawanan hukum
biasa dan upaya hukum luar biasa.
DAFTAR PUPSTAKA

Marpaun, Ledeng. (2011). Proses Penanganan Perkara Perdata. Jakarta: Sinar


Grafika
Harahap, Yahya. (2000). Pembahasan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika
http://www.jdih.karimunkab.go.id/index.php/artikel/tukum/170-upaya-hukum-biasa-
banding-kasasi-dan-verzet
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2296/Upaya-Hukum-dalam-Hukum-
Acara-Perdata.html

Anda mungkin juga menyukai