Dosen Pengampu:
SEMESTER 5
NOVEMBER 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan
dan kemampuan sehingga dapat menyelesaikan makalah “Cara dan Prosedur Pengajuan
Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali” dengan baik. Shalawat serta salam penulis sampaikan
kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah mengantarkan manusia dari zaman yang terang
benderang penuh petunjuk.
Makalah ini dibuat guna memenuhi mata kuliah Hukum Acara PTUN. Dengan bantuan
berbagai pihak, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I., selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Nur Efendi, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
3. Bapak Dr. Ahmad Mushonif, M.H.I selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
4. Ibu Dr. Rohmawati, M.A., selaku Koordinator Jurusan Hukum Keluarga Islam UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
5. Bapak Muhammad Amiril A’la, M.H., selaku Dosen Pengampu mata kuliah Hukum
Acara PTUN yang telah memberikan penugasan serta arahan kepada penulis dalam
penyusunan makalah ini.
6. Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penulisan makalah ini.
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima oleh Allah SWT dan
tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya penulisan makalah ini kami sugukan kepada segenap
pembaca dengan harapan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum upaya hukum adalah suatu cara yang diberikan oleh undang-undang
kepada seseorang ataupun badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim.
Setiap pelaku tindak pidana memiliki hak sebagaimana berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU
No. 8 Tahun 1981: “Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk
tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau
hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Dari ketentuan di atas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan upaya hukum yang sebenarnya tidak lain
adalah tata cara perlawanan, banding, kasasi, dan upaya hukum peninjauan kembali
putusan pengadilan atau Majelis Hakim.1 Adanya upaya hukum yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan tidak lain adalah untuk melindungi hak-hak para pelaku
tindak pidana jika dihadapkan pada putusan yang keliru, tidak memuaskan atau putusan
yang menyudutkan terdakwa.2
Dalam teori dan praktek hukum dikenal ada dua macam upaya hukum yaitu, upaya
hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Dalam suatu Negara hukum putusan hakim harus
mengandung rasa keadilan bagi masyarakat. Dalam Prakteknya putusan hakim sering juga
tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Demi
kebenaran dan keadilan, setiap keputusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang
agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap
putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur upaya
hukum menjadi dua bagian, yaitu upaya hukum biasa (Pasal 233 - Pasal 258 KUHAP) dan
upaya hukum luar biasa (Pasal 259 - Pasal 269 KUHAP).
1
Priscilia Singal. (2013). Fungsi Lembaga Peninjauan Kembali dalam Sistem Peradilan Pidana
di Indonesia. Lex et Societatis, Universitas Sam Ratulangi, 1 (2), hlm. 112
2
Fajar Laksono Soeroso. (2014). Aspek Keadilan dalam Sifat Final Putusan Mahkamah Konstitusi.
Jurnal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi RI, 11(1), hlm. 82.
1
Upaya hukum biasa meliputi banding dan kasasi, sedangkan upaya hukum luar biasa
yaitu peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijisde). Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dan
penyimpangan dari upaya hukum biasa, upaya banding dan kasasi.3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara dan prosedur pengajuan upaya hukum banding?
2. Bagaimana cara dan prosedur pengajuan upaya hukum kasasi?
3. Bagaimana cara dan prosedur pengajuan peninjauan kembali?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui cara dan prosedur pengajuan upaya hukum banding.
2. Untuk mengetahui cara dan prosedur pengajuan upaya hukum kasasi.
3. Untuk mengetahui cara dan prosedur pengajuan peninjauan kembali.
3
M.Yahya Harahap. (2012). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.607.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dasar hukum mengenai Upaya Hukum Banding diatur dalam Pasal 122 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan
atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan
Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.
1) Pemeriksaan di tingkat banding ini dimaksudkan agar seluruh pemeriksaan yang telah
dilakukan oleh Hakim Pengadilan Tingkat Pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara.
2) Pada pemeriksaan ini pihak diberi kesempatan untuk mengajukan argumen-
argumennya dalam bentuk memori banding mengenai hal-hal yang dianggap perlu,
yang menurut mereka telah dilupakan oleh Hakim Pengadilan Tingkaat Pertama.
3) Di sini dapat juga diajukan bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan atau
membantah atau memperkuat pertimbangan-pertimbanagan atau Putusan Hakim
Pengadilan Tingkat Pertama.
4) Pemeriksaan ini bersifat devolutif, artinya seluruh pemeriksaan perkara dipidanakan
atau diulang kembali oleh Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
1) Banding diajukan tertulis ke PTTUN atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam
tenggang waktu 14 hari sejak putusan di tingkat pertama.
2) Panitera mencatat permohonan dalam daftar perkara. Permohonan pemeriksaan
banding disertai pembayaran biaya perkara banding terlebih dahulu yang besarnya
ditaksir oleh panitera.
3) Para pihak dapat melihat berkas di PTUN.
4) Salinan putusan, berita acara, dan surat lain dikirimkan kepada Panitera PTTUN atau
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sesudah pernyataan permohonan pemeriksaan
banding.
3
5) Para pihak dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding serta surat
keterangan dan bukti kepada Panitera PTTUN atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dengan perantaraan Panitera Pengadilan.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan menutus perkara banding dengan
sekurang-kurangnya tiga orang Hakim. Apabila Pengadilan berpendapat berpendapat
bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang lengkap, maka Pengadilan
Tinggi berwenang untuk:
Kedua hal di atas, secara alternatif dapat dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara. Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan tidak
berwenang memeriksa perkara yang diajukan kepadanya, sedang Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara berpendapat lain, Pengadilan Tinggi tersebut dapat memeriksa dan memutus
sendiri perkara itu, atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan
memeriksa dan memutusnya.
Putusan Pengadilan Tinggi terhadap sengketa Tata Usaha Negara yang dimohonkan
banding tersebut dapat berupa:
4
Dian Aries Mujiburohman. (2022). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, STPN Press,
Yogyakarta, hlm. 85-87.
4
Menurut Sudikno, pada tingkat banding hakim tidak mengabulkan lebih dari yang dituntut
atau memutus hal yang tidak dituntut. Dengan kata lain, Hakim terikat pada intra petita yang
diajukan pemohon. Hal ini menunjukkan bahwa Hakim dalam tingkat banding harus
membiarkan putusan pada tingkat pengadilan pertama sepanjang tidak dibantah dalam tingkat
banding (tantum devolutum quantum appelatum).5
5
belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak
berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan.
2) Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1)
mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta
permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.
3) Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi
terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut
memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.
4) Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula
memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar.
5) Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan
tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan
memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
6) Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap .memori kasasi kepada
Panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.
7) Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi
sebagaimana dimaksudkan Pasal 47, Panitera Pengadilan yang memutus
perkara dalam tingkat pertama, mengirimkan permohonan kasasi, memori kasasi,
jawaban atas memori kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
8) Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar
dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat catatan
singkat tentang isinya, dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.9
Pengaturan mengenai Upaya Hukum Peninjauan Kembali ditemukan dalam Pasal 132
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, juga
merujuk padal Pasal 77 ayat (1) jo. Pasal 69 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung. Pihak yang tidak setuju dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
(dalam Sengketa Informasi dan Sengketa Penetapan Lokasi) dan/atau terhadap Putusan
Pengadilan Tinggi TUN, maupun Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI yang telah
berkekuatan hukum tetap, dapat mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan
Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung RI. Tenggang waktu pengajuan PK maksimal
9
https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/prosedur-berperkara/permohonan-kasasi, diakses pada
tanggal 12 November 2023, pukul 16.56 WIB
6
dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari setelah alasan-alasan yang termuat dalam
Pasal 67 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dengan
beberapa perbedaan parameternya.
1) Permohonan diajukan secara tertulis Kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara;
2) Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang
berperkara, atau ahli warisnya, atau Kuasa Hukum yang secara khusus dikuasakan
untuk itu;
3) Surat Kuasa Khusus beserta lampiran berupa KTA dan BA Sumpah (apabila
menggunakan Kuasa);
4) Bukti Baru (novum) dan permohonan penyumpahan novum apabila alasan PK
didasarkan pada ditemukannya bukti baru yang menentukan;
5) Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam waktu 180 (seratus delapan
puluh) hari kalender, dalam hal:
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-
bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu, adalah sejak
diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana
memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak
yang berperkara;
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan (novum) yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan,
adalah sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya
harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut, atau apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, dan apabila dalam suatu putusan
terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, adalah sejak
putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para
pihak yang berperkara;
7
d. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah
diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain, adalah sejak
putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap
dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
6) Pemohon membayar panjar biaya PK yang jumlahnya sesuai dengan SK Ketua
Pengadilan mengenai penetapan pajar biaya perkara dan Panjar biaya kasasi disetorkan
melalui bank yang ditunjuk oleh Pengadilan:
a. Permohonan PK yang disampaikan ke Pengadilan Pengaju sebanyak 7 (tujuh)
eksemplar dilengkapi softcopy (CD/flasdisk).
b. Permohonan PK hanya dapat diajukan 1 kali
1) Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan oleh Pemohon dalam waktu 180
(seratus delapan puluh) hari kalender, dalam hal:
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-
bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu, adalah sejak
diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana
memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak
yang berperkara;
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan (novum) yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan,
adalah sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya
harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut, atau apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, dan apabila dalam suatu putusan
terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, adalah sejak
putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para
pihak yang berperkara;
d. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah
diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain, adalah sejak
8
putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap
dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
e. Pemohon atau Kuasa Hukumnya dalam waktu kurang dari 180 (empat belas)
hari sejak Putusan BHT diberitahukan, mengajukan upaya hukum PK.
2) Meja PTSP Menerima Permohonan PK dari Pemohon atau kuasanya;
3) Pemohon PK membayar panjar biaya PK yang jumlahnya sesuai dengan SK Ketua
mengenai penetapan pajar biaya perkara dan Panjar biaya kasasi disetorkan melalui
bank yang ditunjuk oleh Pengadilan;
4) Panitera melalui meja 3 membuat dan menandatangani akta PK;
5) Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari Pengadilan menyampaikkan pemberitahuan
permohonan PK disertai alasan-alasan PK kepada pihak lawan;
6) Pihak lawan memberikan tanggapan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sejak diterimanya pemberitahuan permohonan PK;
7) Jawaban/tanggapan atas alasan peninjauan kembali yang diterima di kepaniteraan
PTUN harus dibubuhi cap, hari dan tanggal penerimaannya yang dinyatakan di atas
surat jawaban tersebut oleh Panitera PTUN;
8) Pembayaran Biaya PK ke Mahkamah Agung RI dilakukan melalui Nomor Virtual
Account;
9) Dalam waktu 30 hari kalender Pengadilan Mengirim berkas bundel A dan B ke
Mahkamah Agung;
10) Pengambilan Salinan Putusan PK dapat diajukan melalui Pengadilan Pengaju setelah
membayar biaya Salinan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan.10
10
https://www.ptun-banjarmasin.go.id/layanan-hukum/gugatan-permohonan/prosedur-pengajuan-4,
diakses pada tanggal 10 November 2023, pukul 21.01 WIB.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam suatu Negara hukum putusan hakim harus mengandung rasa keadilan
bagi masyarakat. Dalam Prakteknya putusan hakim sering juga tidak luput dari
kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Demi kebenaran
dan keadilan, setiap keputusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang agar
kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Upaya hukum
biasa meliputi banding, kasasi dan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijisde). Upaya hukum luar biasa
merupakan pengecualian dan penyimpangan dari upaya hukum biasa, upaya banding
dan kasasi.
Kedua, Kasasi menjadi pintu lanjutan setelah banding. Pihak yang masih tidak
puas dengan hasil putusan Pengadilan Tinggi TUN dapat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung. Proses ini bertujuan untuk memeriksa aspek-aspek keabsahan
hukum dari putusan yang telah diberikan.
Terakhir, peninjauan kembali dapat dilakukan jika terdapat fakta baru (novum)
yang muncul setelah putusan final dan diajukan ke Mahkamah Agung. Dengan
demikian, keseluruhan proses upaya hukum ini menciptakan sistem perlindungan
hukum yang komprehensif, memastikan bahwa keputusan yang dihasilkan melibatkan
pertimbangan yang cermat dan memberikan keadilan kepada semua pihak yang terlibat
dalam sengketa.
10
DAFTAR PUSTAKA
11