Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEMERIKSAAN DI DEPAN PERSIDANGAN PENGADILAN


TATA USAHA NEGARA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara

Dosen Pengampu : Taufiq Alamsyah, S.H, M.H

Disusun oleh :

Kelompok 6

Ahmad Dzikri Abdul Musawwir 1173030005


Ahmad Hasan Sajili 1173030006
Ai Nurla 1173030009
Alvian Katiwanda 1173030011
Boga Fadilah Sutrisno 1173030021
Firman Hakim 1173030032

SEMESTER IV/A
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemeriksaan Di Depan Persidangan
PTUN” dengan tepat waktu. Tugas makalah ini diajukan untuk memenuhi salah
satu tugas terstrusktur mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan makalah ini yang diantaranya :

1. Bapak Taufiq Alamsyah, S.H, M.H selaku dosen pengampu mata kuliah
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
2. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu dalam proses pembuatan
makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
3. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan berupa dorongan doa dan
juga materil.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat


kekurangan, baik dalam hal sistematika maupun teknik penulisan makalah, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami dan
bagi pembaca, Aamiin.

Bandung, 5 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................3

A. Proses susunan tahap pemeriksaan persidangan di PTUN..............................3

B. Para pelaku persidangan dalam PTUN..............................................................6

C. Pemeriksaan Acara Biasa, Pemerisaan Acara Cepat dan


Pemeriksaan Singkat...........................................................................................8

BAB III PENUTUP............................................................................................13

A. Kesimpulan..................................................................................................13

B. Kritik dan Saran...........................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PTUN adalah peradilan yang memiliki kekhasan tersendiri dimana dalam


perihal sengketa, pejabat pemerintah yang menjadi pihak tergugat dan rakyat
sebagai pihak penggugatnya. Hukum acara PTUN adalah rangkaian peraturan-
peraturan yang memuat cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama
lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum TUN. Terjadinya
peningkatan peranan pemerintah baik dalam kuantitatif maupun kualitatif
merupakan konsekuensi eksistensi sebuah Negara hukum modern. Factor
terpenting untuk mendukung efektivitas peranan pemerintah adalah factor control
yuridis yang efektif untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk penyalahgunaan
wewenang dalam administrasi.

Hal tersebut mendasari konsepsi keberadaan PTUN yang merupakan


pelembagaan control terhadap tindakan pemerintahan. PTUN diciptakan untuk
menyelesaikan sengketa anatara pemerintah dan warga negaranya yakni sengketa
yang timbul sebagai akibat dan adanya tindakan-tindakan pemerintah yang
dianggap melanggar hak warga negaranya.

Dengan demikian fungsi dari PTUN sebenarnya adalah sebagai sarana


untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara pemerintah dengan rakyat
sebagai akibat dikeluarkannya atau tidak dikeluarkannya keputusan Tata Usaha
Negara.

Adapun dalam proses pengajuan gugatan oleh penggugat kepada tergugat


melalui PTUN di sini ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu
pemeriksaan dengan acara biasa, pemeriksaan dengan acara singkat, pemeriksaan
dengan acara cepat.1
Demikian penulis akan menjelaskan secara lebih jauh mengenai
bahasan tentan Pemeriksaan Di Depan Persidangan PTUN baik itu secara
pengertiannya ataupun secara lebih luasnya lagi.

1
W. Riawan Tjandra, Peradilan Tata Usaha Negara, ( Universitas Atma Djaya Jogjakarta,
Yogyakarta, 1996 ) Hal 103.

1
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik itu untuk
penulis sendiri maupun untuk orang lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diuraikan diatas, maka dirumuskan beberapa


pokok permasalahan yang akan diuraikan dalam bab pembahasan,diantaranya:

1. Bagaimana proses susunan tahap pemeriksaan persidangan di PTUN ?


2. Siapa saja para pelaku persidangan dalam PTUN ?
3. Bagaimana Proses pemeriksaan Acara Biasa, Pemeriksaan Acara Cepat
dan Pemeriksaan Acara Singkat ?

C. Tujuan Masalah
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui proses susunan tahap pemeriksaan persidangan PTUN
2. Mengetahui para pelaku persidangan dalam PTUN
3. Mengetahui proses pemeriksaan Acara Biasa, Pemeriksaan Acara
Cepat dan Pemeriksaan Acara Singkat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses susunan tahap pemeriksaan persidangan di PTUN

1.  Pemeriksaan Persidangan (Pokok Perkara) 

 Pembacaan Gugatan (Pasal 74 ayat 1 UU No.5/1986)


Tahap pembacaan isi gugatan dari penggugat dan pembacaan jawaban
dari tergugatPasal 74 ayat (1) menyatakan bahwa ”Pemeriksaan sengketa
dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya
oleh Hakim Ketua Sidang dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat
diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya”. Dalam prakteknya bisa
saja hakim tidak membacakan gugatan atas persetujuan tergugat, mengingat
tergugat sudah mendapatkan salinan gugatan. Begitu juga terhadap jawaban
gugatan dari tergugat bisa saja tidak dibacakan oleh hakim tetapi hanya
diserahkan salinannya kepada penggugat
 Pembacaan Jawaban (Pasal 74 ayat 1 UU No.5/1986)
Jawaban yang diajukan oleh Tergugat dapat berupa alternatif, sebagai berikut:

Eksepsi saja, yang dapat berupa:


 Eksepsi tentang kewenangan absolut pengadilan (Pasal 77 ayat (1). Eksepsi
ini sebenarnya dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan dan
meskipun tidak ada eksepsi tersebut, apabila hakim mengetahui karena
jabatannya, wajib menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili
sengketa yang bersangkutan;
 Eksepsi tentang kewenangan relatif pengadilan (Pasal 77 ayat (2)). Eksepsi
ini diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok sengketa dan eksepsi
tersebut harus diputus sebelum pokok sengketa diperiksa;
 Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan pengadilan (Pasal 77 ayat (3)).
Eksepsi ini hanya dapat diputus bersama-sama dengan pokok sengketa.

3
 Jawaban pokok sengketa dan eksepsi, atau
 Jawaban pokok sengketa saja.2

 Replik (Pasal 75 ayat 1 UU No.5/1986)

Replik diartikan penggugat mengajukan atau memberikan tanggapan terhadap


jawaban yang telah diajukan oleh tergugat. Sebelum penggugat mengajukan
replik, atas dasar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 75 ayat (1), penggugat
dapat mengubah alasan yang mendasari gugatannya, asal disertai alasan yang
cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat. Replik diserahkan oleh
penggugat kepada Hakim Ketua Sidang dan salinannya oleh Hakim Ketua Sidang
diserahkan kepada tergugat.

 Duplik (Pasal 75 ayat 2 UUNo.5/1986)

Duplik diartikan tergugat mengajukan atau memberikan tanggapan terhadap


replik yang telah diajukan oleh penggugat. Dalam hal ini, sebelum mengajukan
duplik tergugat juga diberikan kesempatan untuk mengubah alasan yang
mendasari jawabannya, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan
kepentingan penggugat (Pasal 75 ayat (2)). Duplik diserahkan oleh tergugat
kepada Hakim Ketua Sidang dan salinannya oleh Hakim Ketua Sidang diserahkan
kepada penggugat. Setelah tergugat mengajukan duplik, kemudian Hakim Ketua
Sidang menetapkan hari sidang untuk memberikan kesempatan kepada penggugat
dan tergugat mengajukan alat-alat bukti.

 Tahap pengajuan Alat – Alat Bukti

1. Surat atau tulisan ( Pasal 100 ayat (1) huruf a Undang Undang
Nomor 5 Tahun 1986

Jika diserahkan ke sidang pengadilan oleh penggugat atau tergugat adalah


foto copy dari alat bukti yang berupa surat atau tulisan maka pada waktu sidang

2
Martiman Prodjohamidkojo, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, ( Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1996 ) hal 10 – 11.

4
pengadilan berlangsung penggugat atau tergugat harus memperlihatkan asli dari
alat alat bukti tersebut kepada hakim untuk diteliti apakah foto copy dari alat bukti
yang dimaksud sesuai atau tidak sesuai dengan yang aslinya.

2. Keterangan Ahli ( Pasal 100 ayat (1) huruf b Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1986.
3. Keterangan Saksi ( Pasal 100 ayat (1) huruf c Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1986.

 Tahap pengajuan kesimpulan

Pada tahap pengajuan kesimpulan ini pemeriksaan terhadap sengketa Tata


Usaha Negara sudah selesai. Masing – masing pihak mengemukakan pendapat
terkahir yang berupa kesimpulan dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan
mengenai sengketa tata usaha negara antara penggugat dengan tergugat, yang
intinya adalah sebagian berikut :

 Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa keputusan tata usaha negara yang


dikeluarkan oleh tergugat agar dinyatakan batal atau tidak sah.
 Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa keputusan tata usaha negara yang
telah di keluarkan adalah sah.

 Tahap penjatuhan putusan

Setelah penggugat dan tergugat mengemukakan kesimpulan, maka hakim


ketua sidang menyatakan sidang ditunda, karena majelis hakim akan mengadakan
musyawarah untuk mengambil keputusan. Apabila musyawarah majelis hakim
tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, maka suara hakim ketua majelis yang
menentukan.3

3
R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2014 ) Hal 142.

5
B. Para pelaku persidangan dalam PTUN
 Pihak penggugat

Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di Pengadilan Tata


Usaha Negara adaalj setiap subjek hukum, orang maupun badan hukum perdata
yang merasa kepentinganya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan Tata
Usaha Negara oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara di pusat maupun di
daerah ( pasal 53 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004 Jo pasal 1 angka 4 UU No.5
Tahun 1986.

 Pihak tergugat

Tergugat adalah Badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan


berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya,
yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata ( pasal 1 butir 6 Undang –
Undang Nomor 5 Tahun 1986. Badan atau pejabat TUN adalah badan atau pejabat
yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang
undangan yang berlaku ( pasal 1 butir 2 UU No. 5 Tahun 1986 ).

 Pihak ketiga yang berkepentingan

Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam


sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa
hakim dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara yang bertindak sebagai
pihak yang membela haknya atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak
yang bersangkutan.

Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut sertakan selama
waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan, pihak ketiga tersebut berhak
mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksana putusan pengadilan tersebut
kepada pengadilan yang mengadili sengketa tersebut pada tingkat pertama ( pasal
118 ayat 1 )

6
 Pemberian kuasa

Apabila di kehendaki, para pihak dapat diwakili atau didampingi oleh seorang
kuasa atau beberapa orang kuasa. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan sebelum
atau selama perkara diperiksa. Pemberian surat kuasa yang dilakukan sebelum
perkara diperiksa harus secara tertulis dengan membuat surat kuasa khusus.4

 Hakim

Pemeriksaan perkara dalam hukum acara peradilan tata usaha negara


dilakukan dengan hakim majelis ( tiga orang hakim ), yang terdiri dari atas suatu
orang yang bertindak selaku hakim ketua dan dia orang lagi bertindak sebagai
hakim anggota. Namun Dalma hal – hal tertentu dimungkinkan untuk menempuh
prosedur pemeriksaan dengan hakim tunggal ( Unus Judex ), Dalam hal hukum
acara PTUN hal ini dapat dilakukan dalam hal pemeriksaan dengan cara cepat
( pasal 99 aura 1).

C. Pemeriksaan Acara Biasa, Pemeriksaan Acara Cepat dan Pemeriksaan


Singkat
 Pemeriksaan Acara Biasa

Pemeriksaan dengan acara biasa diatur mulai Pasal 108 UU PTUN. Jika tidak
terdapat alasan khusus yang memenuhi criteria Pasal 98-99 UU PTUN. Sengketa
di PTUN akan diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa. Batas waktu
pemeriksaan acara biasa tidak boleh lewat waktu enam bulan sejak tanggal
registrasi sengketa tata usaha negara oleh kepaniteraan PTUN.

 Perihal ketidakhadiran penggugat dan tergugat di persidangan

Apabila penggugat atau kuasanya tidak hadir pada persidangan pada


panggilan kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun
setiap kali dipanggil secara patut sangsinya adalah:

4
Yuslim, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2015 ) Hal 90.

7
a) Gugatan dinyatakan gugur.
b) Penggugat harus membayar biaya perkara.

Namun hal tersebut tidak memungkinkan penggugat untuk memasukkan


gugatannya sekali lagi setelah membayar uang muka biaya perkara. Jika tergugat
atau kuasanya tidak hadir dalam persidangan dua kali sidang berturtu-turut atau
tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
meskipun telah dipanggil secara patut hakim ketua sidang dengan surat penetapan
meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir atau menanggapi gugatan.
Setelah lewat dua bulan sesudah penetapan itu dikirimkan dengan surat tercatat,
tidak diterima berita baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat maka hakim
ketua sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa
dilanjutkan dengan acara pemeriksaan biasa. Putusan terhadap pokok gugatan data
dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan menyangkut segi pembuktiannya dilakukan
secara tuntas.

 Pencabutan/perubahan gugatan dan perubahan jawaban

Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatannya hanya sampai


ada tahap replik, asalkan disertai dengan alasan yang cukup, tidak merugikan
kepentingan tergugat, hal tersebut harus dipertimbangkan secara seksama oleh
hakim. Perubahan yang diperkenankan disini adalah:

 Perubahan gugatan hanya dalam arti menambah alasan yang menjadi dasar
gugatan sampai dengan tingkat replik.
 Penggugat tidak boleh menambah tuntutannya yang akan merugikan
penggugat dalam pembelaannya.
 Perubahan yang diperkenankan adalah perubahan yang bersifat megurangi
tuntutan semula.

Sebaliknya tergugat juga dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya


hanya pada tahap duplik dengan syarat disertai alasan yang ckup, tidak merugikan

8
kepentingan penggugat, hal tersebut dipertimbangkan dengan seksama oleh
hakim.5

 Masuknya pihak ketiga dalam pemeriksaan

Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentinga dalam


sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan dalam masuk dalam
sengketa dan bertindak sebagai:

 Pihak yang membela haknya.


 Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.

Kemungkinan masuknya pihak ketiga dalam sengketa TUN tersebut adalah


sebagai berikut:

 Masuknya pihak ketiga pada sengketa yang sedang berjalan dilakukan atas
dasar kemauan sendiri ingin mempertahankan atau membela hak dan
kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan oleh keputusan pengadilan.
 Masuknya pihak ketiga dalam sengketa TUN yang sedang berjalan karena
permintaan salah satu pihak dengan maksud agar pihak ketiga itu selama
peruses bergabung dengan dirinya untuk memperkuat posisi hukumnya dalam
sengketa TUN tersebut.
 Masuknya pidak ketiga dalam sengketa TUN yang sedang berjalan atau
prakarsa hakim yang memeriksa sengketa TUN tersebut.

Permohonan untuk masuknya pihak ketiga tersebut dapat dikabulkan atau


ditolak oleh pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita acara
sidang.

 Hukum acara PTUN tidak mengenal rekonvensi

Sehubungan dengan gugatan yang diajukan penggugat dalam HAPTUN tidak


dikenal adanya rekonvensi dengan alasan sebagai berikut:

5
Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara suatu Perbandingan, ( Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2001 ) Hal 103.

9
 Negara memiliki exorbitante rechten (hak istimewa) sedangkan penggugat
tidak.
 Negara memiliki paksaan secara fisik sedangkan peggugat tidak.
 Perkara administrasi Negara pada hakikatnya tidak menunda kegiatan
pelaksanaan administrasi Negara yang tindakannya dipersoalkan.
 Tidak adanya sita jaminan dan pelaksanaan yang dapat dijalankan terlebih
dahulu walaupun masih ada upaya hukum lain.

Sengan demikian, jawaban tergugat sifatnya hanya untuk menggapai dalil-


dalil gugatan penggugat, tidak diperkenankan melakukan rekonvensi.6

 Pemeriksaan dengan Acara Biasa

Philipus (hal. 331) menjelaskan bahwa pemeriksaan dengan acara biasa


diawali dengan pemeriksaan persiapan. Pengadilan memeriksa dan memutus
sengketa dengan 3 (tiga) orang hakim.

Philipus menambahkan, dalam acara biasa, tahapan penanganan sengketa adalah:

 Prosedur dismisal

Pemeriksaan administratif untuk menetapkan apakah suatu gugatan dapat


diterima atau tidak dapat diterima.

 Pemeriksaan persiapan

Tahap ini dimaksudkan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.

 Pemeriksaan di sidang pengadilan

 Pemeriksaan dengan Acara Cepat

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan apabila terdapat kepentingan


penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan
permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada

6
Ibid, Hal 104.

10
Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. Pemeriksaan dengan acara
cepat dilakukan dengan Hakim Tunggal.

Ketua Pengadilan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah


diterimanya permohonan pemeriksaan acara cepat, mengeluarkan penetapan
tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut. Terhadap
penetapan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum.

Dalam hal permohonan pemeriksaan dengan acara cepat dikabulkan, Ketua


Pengadilan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya penetapan
menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan
persiapan. Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah
pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi 14 (empat belas) hari.7

 Pemeriksaan dengan Acara Singkat

Pemeriksaan dengan acara singkat dilakukan terhadap perlawanan.


Perlawanan tersebut diajukan terhadap penetapan dari prosedur dismisal dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah penetapan diucapkan.

Pemeriksaan singkat dilakukan karena adanya perlawanan penggugat tentang


gugatannya yang tidak diterima atau tidak berdasar. Dalam hal perlawanan
tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan tersebut gugur demi hukum
dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.
Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.

 Perbedaan Acara Biasa, Acara Cepat dan Acara Singkat

Philipus (hal. 331 – 332) memberikan perbedaan antara acara biasa, acara
cepat, dan acara singkat sebagai berikut:

1. Acara Biasa
 Diawali dengan pemeriksaan persiapan dengan majelis hakim 3 orang
 Tahapan penanganan sengketa:
 Prosedur dismisal
7
Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, ( UGM Press, 2011 ) Hal 331.

11
 Pemeriksaan persiapan
 Pemeriksaan di sidang pengadilan
 Bentuk akhir: putusan (vonis)

2. Acara Cepat
 Dilakukan karena kepentingan mendesak dengan hakim tunggal
 Dalam hal permohonan dikabulkan, pemeriksaan acara cepat dilakukan tanpa
melalui prosedur pemeriksaan persiapan.
 Bentuk akhir: putusan (vonis)

3. Acara Singkat
 Dilakukan terhadap perlawanan
 Penundaan pelaksanaan TUN, tidak untuk menyelesaikan pokok sengketa
 Bentuk akhir: penetapan8

BAB III

PENUTUP

8
Ibid, Hal 332.

12
A. Kesimpulan
 Susunan tahap pemeriksaan persidangan di PTUN
 Pembacaan gugatan
 Replik
 Duplik
 Tahap pengajuan Alat bukti
 Tahap pengajuan kesimpulan
 Tahap penjatuhan putusan

 Para pelaku dalam persidangan PTUN


 Pihak tergugat
 Pihak penggugat
 Pihak ketiga yang berkepentingan
 Pemberian kuasa
 Hakim

 Perbedaan Acara Biasa, Acara Cepat dan Acara Singkat

Philipus (hal. 331 – 332) memberikan perbedaan antara acara biasa, acara
cepat, dan acara singkat sebagai berikut:

Acara Biasa

 Diawali dengan pemeriksaan persiapan dengan majelis hakim 3 orang


 Tahapan penanganan sengketa:
 Prosedur dismisal
 Pemeriksaan persiapan
 Pemeriksaan di sidang pengadilan
 Bentuk akhir: putusan (vonis)

Acara Cepat

 Dilakukan karena kepentingan mendesak dengan hakim tunggal

13
 Dalam hal permohonan dikabulkan, pemeriksaan acara cepat dilakukan tanpa
melalui prosedur pemeriksaan persiapan.
 Bentuk akhir: putusan (vonis)

Acara Singkat

 Dilakukan terhadap perlawanan


 Penundaan pelaksanaan TUN, tidak untuk menyelesaikan pokok sengketa
 Bentuk akhir: penetapan

B. Kritik dan Saran

Hanya inilah yang dapat kami selesaikan dalam proses pembuatan makalah
ini, meskipun dalam sistematika penulisan masih jauh dari kata sempurna serta
masih banyak kekurangan, karena kami adalah manusia yang tempatnya salah dan
dosa.

Dan kami juga membutuhkan kritik dan saran agar bisa menjadi motivasi
untuk masa depan yang lebih baik dari masa sebelumnya. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara Bapak Tuafiq Alamsyah, S.H, M.H yang telah
memberikan arahan dalam proses pembuatan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hadjon M Philipus, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, UGM Press.

14
Prodjohamidkojo Martiman, 1996, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta:
Ghalia IndIndonesi

Setiadi Wicipto, 2001, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara suatu
Perbandingan,  Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Tjandra W Riawan, 1996, Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Djaya
Jogjakarta, Yogyakarta.

Wiyono R, 2014, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika.

Yuslim, 2015, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika.

15

Anda mungkin juga menyukai