Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata
Dosen Pengampu: Nency Dela Oktora, M. Sy
i
Puji Syukur Kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya
sehingga penulis bisa menyelesaikan sebuah Makalah berjudul “Penjelasan tentang
pemeriksaan dalam persidangan, Cara pemanggilan para pihak, Tahap perdamaian
(Mediasi), Tahap persidangan, Penambahan dan perubahan gugatan, serta Jalannya
persidangan.” Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Acara Perdata dan juga sebagai bahan pembelajaran teruntuk kita semua.
Shalawat teriring salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
yang selalu kita nantikan syafaatnya di yaumil qiyamah kelak. Amin.
Tidak lupa juga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Nency Dela
Oktora, M. Sy yang telah memberikan tugas serta arahan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak yang
dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk kedepannya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
A. Penjelasan Tentang Pemeriksaan dalam Persidangan............................................. 3
B. Cara Pemanggilan Para Pihak ................................................................................. 4
C. Tahap Perdamaian (Mediasi) .................................................................................. 6
D. Tahap Persidangan .................................................................................................. 7
E. Penambahan dan Perubahan Gugatan ..................................................................... 11
F. Jalannya Persidangan .............................................................................................. 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dari latar belakang masalah diatas, berikut ini adalah rumusan makalah yang
terbagi menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana Tahapan Pemeriksaan dalam Persidangan?
2. Bagaimana Cara Pemanggilan Para Pihak?
3. Apa yang dimaksud Tahap Perdamaian (Mediasi)?
4. Bagaimana Tahap Persidangan Penambahan dan Perubahan Gugatan?
5. Bagaimana Jalannya Persidangan?
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah diatas, berikut adalah tujuan masalah yang hendak dicapai
dalam penulisan makalah ini.
1. Menjelaskan Tahapan Pemeriksaan dalam Persidangan.
2. Menjelaskan Bagaimana Cara Pemanggilan Para Pihak.
3. Menjelaskan Tahap Perdamaian (Mediasi).
4. Menjelaskan Tahap Persidangan Penambahan dan Perubahan Gugatan.
5. Menjelaskan Jalannya Persidangan.
BAB II
2
PEMBAHASAN
3
c. Tahap pelaksanaan.
Selanjutnya tahap yang terakhir dalam penyelesaian perkara perdata di
pengadilan negeri adalah tahap pelaksanaan atau dikenal dengan tahap eksekusi.
Tahap pelaksanaan atau tahap eksekusi adalah pelaksanaan terhadap putusan
hakim yang telah dijatuhkan oleh pengadilan. Tahap pelaksanaan atau tahap
eksekusi ini dilakukan yaitu setelah putusan hakim pengadilan tersebut
mempunyai kekuatan hukum yang tetap/pasti.
4
Bila surat panggilan kepada para pihak yang berperkara tidak memenuhi syarat
panggilan patut atau layak sebagaimana tersebut di atas, maka panggilan tersebut adalah
tidak sah, dan konsekuensi hukumnya maka panggilan tersebutharus diulang. Setelah
panggilan kepada para pihak yang berperkara dilakukan dan memenuhi syarat panggilan
patut/layak maka dalam persidangan di pengadilan negeri ada beberapa kemungkinan
yang terjadi yaitu:
a. Pihak penggugat tidak datang dalam persidangan, sedang pihak tergugat hadir
dalam sidang. Dalam hal ini maka hakim dapat menjatuhkan tindakan bahwa
gugatan diputus gugur. Ketentuan tentang gugatan diputus gugur ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 124 HIR.
b. Sebaliknya bila ternyata tergugatnya yang tidak datang, sedangkan penggugatnya
hadir, maka dalam hal ini hakim dapat menjatuhkan putusan verstek berdasarkan
Pasal 125 HIR.
c. Bila ternyata pihak penggugat atau tergugatnya tidak hadir dalam persidangan,
maka hakim dapat menentukan bahwa sidang ditunda sebagaimana diatur dalam
Pasal 126 HIR. Pasal ini sebagai alernatif yang diambil hakim bila tidak
menggunakan ketentuan yang diatur dalam Pasal 124 dan Pasal 125 HIR di atas.
d. Dalam hal banyak tergugat, ternyata ada tergugat yang tidak datang maka hakim
dapat menentukan sidang ditunda sampai hari yang ditentukan. Dalam hal ini
tidak dapat dijatuhkan putusan verstek karena ada tergugat lainnya yang hadir dan
putusannya adalah putusan biasa (contradiktoir) bukan verstek ( Pasal 127 HIR).
e. Pihak penggugat maupun tergugatnya semuanya datang dalam persidangan di
pengadilan, maka hakim dalam hal ini berkewajiban atau harus mengusahakan
upaya perdamaian kepada para pihak yang berperkara sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 130 HIR.
5
(Alternative Dispute Resolution) dalam berbagai bentuk seperti : Mediasi dengan bantuan
seorang Fasilitator, atau bisa juga dengan cara konsiliasi melalui seorang konsiliator dll.
Kalau perdamaian yang dilakukan di dalam Pengadilan maka pada hari sidang yang
pertama setelah kedua belah pihak hadir maka hakim sesuai fungsinya akan berusaha
terlebih dahulu untuk mendamaikan kedua belah pihak, disini hakim dapat berperan
secara aktif sebagaimana di kehendaki oleh HIR dan RBG. Hukum Acara menghendaki
adanya perdamaian hal ini terlihat pada pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBG yang
berbunyi:
1. Jika pada hari sidang yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka
Pengadilan Negeri dengan pertolongan Ketua mencoba akan memperdamaikan
mereka.
2. Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai maka pada waktu bersidang
diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum
akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan hukum
dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
3. Terhadap putusan yang demikian itu tidak dapat dimohonkan banding. Dengan
demikian maka disini terlihat adanya peranan hakim untuk dapat terwujudnya
perdamaian tersebut, adapun kekuatan putusan perdamaian ini sama dengan
putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan lainnya, usaha perdamaian ini
terbuka sepanjang pemeriksaan berlangsung di persidangan.
D. Tahap Persidangan
Pada garis besar, proses persidangan perdata pada peradilan tingkat pertama di
Pengadilan Negeri terdiri dari 5 (lima) tahap sebagai berikut:
1. Tahap Mediasi
Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, Penggugat dan
Tergugat (Para Pihak) telah hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan
pemeriksaan, wajib untuk mengusahakan upaya perdamaian dengan Mediasi, yaitu suatu
cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu
6
Para Pihak yang berperkara dalam perundingan untuk mencari penyelesaian secara
mufakat. Mediator dapat merupakan seorang Hakim Pengadilan (yang bukan memeriksa
perkara) dan dapat juga merupakan seseorang dari pihak lain yang sudah memiliki
sertifikat sebagai Mediator.
Kewajiban Mediasi ini diatur secara umum dalam Pasal 130 HIR dan secara
khusus diatur secara lengkap dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik
Indonesia No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kesempatan
Mediasi diberikan oleh Majelis Hakim selama 40 hari, dan apabila masih belum cukup
dapat diperpanjang selama 14 hari. Pada kesempatan tersebut Para Pihak akan
mengajukan apa yang menjadi tuntutannya secara berimbang untuk mendapatkan titik
temu dalam penyelesaian sengketa secara win-win solution. Apabila dalam proses ini
telah tercapai kesepakatan, maka dapat dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang
ditandatangani oleh Para Pihak dan diketahui oleh Mediator. Akta kesepakatan ini
disampaikan kepada Majelis Hakim untuk mendapatkan Putusan Perdamaian. Akan tetapi
sebaliknya, jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai perdamaian dan kesepakatan,
maka Mediator akan membuat laporan kepada Majelis Hakim yang menyatakan Mediasi
telah gagal dilakukan.
7
perkara. Bahkan lebih dari itu, dalam Jawaban dapat berisi dalam rekonpensi (apabila
pihak Tergugat ingin menggugat balik pihak Penggugat dalam perkara tersebut).
Acara jawab-menjawab ini akan berlanjut sampai dengan Replik dari pihak
Penggugat dan Duplik dari pihak Tergugat. Replik merupakan penegasan dari dalil-dalil
Penggugat setelah adanya Jawaban dari Tergugat, sedangkan Duplik penegasan dari
bantahan atau Jawaban Tergugat setelah adanya Replik dari Penggugat. Dengan
berlangsungnya acara jawab-menjawab ini sampai kepada duplik, akan menjadi jelas apa
sebenarnya yang menjadi pokok perkara antara pihak Penggugat dan Tergugat. Apabila
Jawaban Tergugat terdapat Eksepsi mengenai kompetensi pengadilan, yaitu pengadilan
yang mengadili perkara tersebut tidak berwenang memeriksa perkara yang bersangkutan,
maka sesuai dengan ketentuan Pasal 136 HIR atau Pasal 162 Rbg Majelis Hakim akan
menjatuhkan Putusan Sela terhadap Eksepsi tersebut. Putusan Sela dapat berupa
mengabulkan Eksepsi dengan konsekuensi perkara dihentikan pemeriksaannya, dan
dapat pula Eksepsi tersebut ditolak dengan konsekuensi pemeriksaan perkara akan
dilanjutkan dengan tahap berikutnya.
3. Tahap Pembuktian
Tahap Pembuktian merupakan tahap yang cukup penting dalam semua proses
pemeriksaan perkara, karena dari tahap ini nantinya yang akan menentukan apakah dalil
Penggugat atau bantahan Tergugat yang akan terbukti. Dari alat-alat bukti yang diajukan
Para Pihak, Majelis Hakim dapat menilai peristiwa hukum apa yang terjadi antara
Penggugat dengan Tergugat sehingga terjadi perkara. Dari peristiwa hukum yang terbukti
tersebut nantinya Majelis Hakim akan mempertimbangkan hukum apa yang akan
diterapkan dalam perkara dan memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam perkara
tersebut.
Untuk membuktikan suatu peristiwa yang diperkarakan, Hukum Acara Perdata
sudah menentukan alat-alat bukti yang dapat diajukan oleh Para Pihak di persidangan,
yaitu disebutkan di dalam Pasal 164 HIR atau Pasal 284 Rbg yaitu:
Surat;
Saksi;
Persangkaan;
8
Pengakuan; dan
Sumpah.
4. Tahap Kesimpulan
Pengajuan Kesimpulan oleh Para Pihak setelah selesai acara Pembuktian tidak
diatur dalam HIR maupun dalam Rbg, akan tetapi mengajukan Kesimpulan ini timbul
dalam praktek persidangan. Dengan demikian, sebenarnya jika ada pihak yang tidak
mengajukan Kesimpulan, merupakan hal yang diperbolehkan. Bahkan terkadang, Para
Pihak menyatakan secara tegas untuk tidak mengajukan Kesimpulan, akan tetapi
memohon kebijaksanaan Hakim untuk memutus dengan seadil-adilnya. Sebenarnya,
kesempatan pengajuan Kesimpulan sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum Para
Pihak, dikarenakan melalui Kesimpulan inilah seorang kuasa hukum akan menganalisis
dalil-dalil Gugatannya atau dalil-dalil Jawabannya melalui Pembuktian yang didapatkan
selama persidangan. Dari analisis yang dilakukan itu akan mendapatkan suatu
Kesimpulan apakah dalil Gugatan terbukti atau tidak, dan kuasa Penggugat memohon
kepada Majelis Hakim agar gugatan dikabulkan. Sebaliknya kuasa Tergugat memohon
kepada Majes Hakim agar gugatan Penggugat ditolak.
5. Tahap Putusan
Setelah melalui beberapa proses dan tahapan persidangan, maka sampailah pada
proses dan tahapan terakhir, yaitu pembacaan Putusan. Menurut Sudikno Mertokusumo,
Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang
diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri
atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara Para Pihak. Selanjutnya dikatakan,
bahwa suatu putusan Hakim terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu:
a) Kepala Putusan;
b) Identitas Para Pihak;
c) Pertimbangan; dan
d) Amar.
Setiap Putusan pengadilan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas Putusan
yang berbunyi: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepala
9
Putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada Putusan. Selain kepala Putusan pada
halaman pertama dari Putusan, juga dicantumkan Identitas Para Pihak, yaitu pihak
Penggugat dan pihak Tergugat secara lengkap sesuai dengan surat Gugatan dari
Penggugat.
Selanjutnya di dalam putusan perkara perdata memuat pertimbangan.
Pertimbangan ini dibagi menjadi dua yaitu, Pertimbangan tentang duduknya perkara dan
Pertimbangan tentang hukumnya. Dalam rumusan Putusan sering dibuat dengan huruf
kapital dengan judul “TENTANG DUDUKNYA PERKARA dan TENTANG
PERTIMBANGAN HUKUM“. Didalam Pertimbangan tentang duduknya perkara
memuat isi surat Gugatan Penggugat, isi surat Jawaban Tergugat yang ditulis secara
lengkap, alat-alat bukti yang diperiksa di persidangan, baik alat bukti dari pihak
Penggugat maupun alat bukti dari pihak Tergugat. Jika terdapat saksi yang diperiksa,
maka nama saksi dan seluruh keterangan saksi tersebut dicantumkan dalam Pertimbangan
ini.
Sedangkan Pertimbangan hukum suatu putusan perkara perdata adalah merupakan
pekerjaan ilmiah dari seorang Hakim, karena melalui Pertimbangan hukum inilah Hakim
akan menerapkan hukum kedalam peristiwa konkrit dengan menggunakan logika hukum.
Biasanya Pertimbangan hukum ini diuraikan secara sistematis, dimulai dengan
mempertimbangkan dalil-dalil Gugatan yang sudah terbukti kebenarannya karena sudah
diakui oleh Tergugat atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh Tergugat. Setelah
merumuskan hal yang telah terbukti tersebut, lalu akan dirumuskan pokok perkara
berdasarkan bantahan Tergugat.
Pokok perkara akan dianalisis melalui bukti-bukti yang diajukan oleh Para pihak.
Pertama akan diuji dengan bukti surat atau akta otentik/dibawah tangan yang diakui
kebenarannya. Bukti Surat tersebut juga akan dikonfrontir dengan keterangan saksi-saksi
yang sudah didengar keterangannya. Dengan cara demikian, maka Hakim akan
mendapatkan Kesimpulan dalam pokok perkara, mana yang benar diantara dalil
Penggugat atau dalilnya Tergugat. Bila yang benar menurut Pertimbangan hukum adalah
dalil Penggugat, maka Gugatan akan dikabulkan, dan pihak Penggugat adalah pihak yang
menang perkara. Sebaliknya berdasarkan Pertimbangan hukum putusan dalil-dalil
10
Gugatan Pengugat tidak terbukti, dan justru dalil Jawaban Tergugat yang terbukti, maka
Gugatan akan ditolak, sehingga pihak Tergugat yang menang dalam perkara tersebut.
2. Penambahan Gugatan
Penambahan gugatan misalnya, oleh karena semula tidak semua ahli waris
diikutsertakan, lalu ditambah agar mereka yang belum diikutsertakan ditarik pula
sebagai tergugat atau turut tergugat atau misalnya dalam hal lupa
dimohonkan/dicantumkan dalam petitum (tuntutan pokok) menyatakansah dan
berharga suatu sita jaminan kemudian dimohonkan agar petitum itu ditambahakan,
diperkenankan. Juga apabila mohon agar gugatan ditambah dengan petitum agar
11
putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vooraad), dapat
diluluskan.
F. Jalannya Persidangan
SEMA RI Nomor 6 Tahun 1992 tentang penyelesaian perkara di Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negeri, hakim diharapkan dapan menyelesaikan perkara kurang
dari 6 Bulan. Apabila persidangan lancar, maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali
terdiri sidang pertama sampai dengan putusan hakim.Susunan persidangan terdiri dari:
a. Hakim Tunggal atau hakim majelis, yang terdiri dari 1 ketua dan 2 hakim anggota,
yg dilengkapi oleh panitera sbg pencatat jalannya persidangan.
b. Pihak Penggugat dan Tergugat duduk berhadapan dengan hakim dan posisi
Tergugat di sebelah kanan dan Penggugat disebelah kiri hakim.
1. Sidang Pertama
Setelah hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan “sidang terbuka untuk
umum” dengan mengetuk palu, hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada Penggugat dan Tergugat.
a. Kemungkinan hadirnya para pihak
Ada 2 alternatif penyelesaian perkara
1) Perdamaian
a) Sidang dibuka dan terbuka untuk umum kec diatur berbeda.
b) Ketua majelis menanyakan identitas yang di kroscek dengan KTP.
c) Hakim berusaha mendamaikan (PERMA No. 1 Th 2008).
d) Perdamaian tecapai, hakim membuat penetapan untuk masing
masing pihak mematuh kesepakatan dalam mediasi.
2) Pembacaan Surat Gugatan
a) Apabila tidak ada kesepakatan maka dicatat dalam berita acara
sidang dan dilanjutkan sidang. Dengan tahapan pembacaan Surat
gugatan.
b) Setelah pembacaan Surat Gugatan Hakim menanyakan kepada
penggugat apa gugatan tetap atau ada perubahan.
12
c) Kalau tidak ada perubahan masuk tahap mendengarkan jawaban.
1. Jawaban Tergugat
Apabila pada sidang Pengadilan kedua ternyata tidak dapat dicapai suatu
perdamaian antara Penggugat dan Tergugat. Tergugat memberikan jawaban lewat
13
hakim. Jawab menjawab dilakukan secara tertulis antara Penggugat (replik)
dengan Tergugat (duplik). Macam-macam Jawaban Tergugat:
a. menolak gugatan (membantah):
1) Tangkisan (eksepsi) (tidak ada sangkut paut dengan perkara pokok)
2) Sangkalan/ bantahan ( berhubungan dengan pokok perkara).
b. Membenarkan gugatan (pengakuan):
1) sebagian
2) seluruhnya
c. Referte
d. Permohonan
4. Permohonan
Sifat permohonan: tentu harus menguntungkan Tergugat sendiri.
Primer:
14
a) agar gugatan ditolak secara keseluruhan.
b)agar hakim menerima seluruh jawaban Tergugat. Subsidiair:
Apabila hakim berpendapat lain, Tergugat mohon agar hakim memberikan
putusan seadil-adilnya. Jawaban Tergugatpd prinsipnya menolak gugatan
Pengguga dengan jalan menangkis dan membantah apa yg didalihkan
Penggugat.
5. Rekonvensi
a) Pengertian
Gugatan oleh Tergugat, berhubung Penggugat juga melakukan wanprestasi
terhadap Tergugat atau gugatan oleh Tergugat terhadap Penggugat dalam
sengketa yang sedang berlangsung antara mereka.
b) Tujuan Gugat Rekonvensi
1. Menghemat waktu dan biaya atau hanya P konvensi yang membayar
biaya perkara.
2. Menyederhanakan/mempermudah prosedur.
3. Mempermudah pemeriksaan.
4. Menghindarkan putusan yg bertentangan satu sama lain.
15
5. Sidang Kelima (Pembuktian dari penggugat)
Bukti-bukti: surat-surat dan saksi-saksi. Hakim mengajukan pertanyaa-pertanyaan
yang dilanjutkan T sedangkan pihak P memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil Penggugat
sendiri dan yang melemahkan T.Terhadap saksi-saksi, Hakim mempersilakan P
mengajukan pertanyaan lebih dahulu, kemudian Hakim sendiri yang mengajukan
pertanyaan- pertanyaan dalam rangka mendapat keyakinan. Apabila pembuktian belum
selesai, dilanjutkan pada sidang berikutnya.
16
pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan
hakim. Pernyataan banding harus dilakukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai
sehari sehabis dijatuhkan putusan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut;
1. Ada tiga tahap proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan negeri yang
merupakan satu kesatuan proses, dimana tahap satu dan tahap yang lainnya saling
berkaitan. Proses pemeriksaan perkara perdata tersebut yakni tahap pendahuluan, tahap
penentuan dan tahap pelaksanaan.
2. Cara memanggil kepada para pihak yang berperkara adalah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 390 HIR yakni:
a. Harus ketemu sendiri kepada yang bersangkutan.
b. Bila tidak ketemu sendiri kepada yang bersangkutan maka disampaikan.
c. kepada lurah atau kepala desa setempat dari yang bersangkutan.
d. Bila tidak diketahui tempat tinggalnya maka dilakukan panggilan umum.
3. Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, Penggugat dan Tergugat
(Para Pihak) telah hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan pemeriksaan, wajib
untuk mengusahakan upaya perdamaian dengan Mediasi, yaitu suatu cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan
dibantu oleh Mediator.Kewajiban Mediasi ini diatur secara umum dalam Pasal 130 HIR
dan secara khusus diatur secara lengkap dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
Republik Indonesia No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
4. Pada garis besar, proses persidangan perdata pada peradilan tingkat pertama di
Pengadilan Negeri terdiri dari 5 (lima) tahap sebagai berikut:
a. Tahap mediasi
Majelis hakim akan berusaha menasehati para pihak untuk berdamai.
b. Tahap pembacaan gugatan (jawaban, replik dan duplik)
Bila upaya damai tidak berhasil, Majelis hakim akan memulai pemeriksaan
perkara dengan membacakan gugatan Penggugat , baik secara lisan maupun
tertulis.
18
Kesempatan tergugat untuk menjawab gugatan Penggugat baik secara lisan
maupun tertulis.
Replik adalah kesempatan Penggugat untuk menanggapi jawaban Tergugat
baik secara lisan maupun tertulis.
Duplik adalah adalah kesempatan Tergugat untuk menanggapi jawaban
Penggugat baik secara lisan maupun tertulis.
c. Tahap pembuktian
Pada tahap ini baik penggugat akan dimintakan bukti untuk menguatkan dalil-
dalil gugatan dan tergugat akan dimintakan bukti untuk menguatkan
bantahannya.
d. Tahap kesimpulan
Penggugat dan tergugat menyampaikan kesimpulan akhir terhadap perkara
yang sedang diperiksa.
e. Tahap Putusan
Majelis Hakim akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan mengenai
perkara yang sedag diperiksa. Kemudian majelis hakim akan membacakan
putusan hasil musyawarah Majelis Hakim.
5. Penambahan dan perubahan gugatan diatur dalam RV. Pasal 127 RV, bahwa perubahan
gugatan sepanjang pemeriksaan diperbolehkan asal tidak mengubah dan menambah
petitum – tuntutan pokok (onderwerp van den eis) akan tetapi di dalam praktek
pengertian onderwerp van den eis meliputi juga dasar dari tuntutan (posita), termasuk
peristiwa-peristiwa
6. Apabila persidangan lancar, maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali terdiri sidang
pertama sampai dengan putusan hakim.
a. Sidang pertama
b. Sidang kedua (Jawaban Tergugat)
c. Sidang Ketiga (Replik)
d. Sidang Keempat (Duplik)
e. Sidang Kelima (Pembuktian dari Penggugat)
f. Sidang keenam (Pembuktian dari Tergugat)
g. Sidang Ketujuh (Kesimpulan Penggugat dan Tergugat)
19
h. Sidang Kedelapan (Putusan Hakim)
B. Saran
Penulisan ini jauh dari kata sempurna minimal kita bisa mengimplementasikan
tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan kelompok kami, karena kami manusia
yang adalah tempatnya salah dan dosa, dalam hadist: “al- insanu minal khotto wannisa”.
Kami juga membutuhkan saran dan kritik agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan
yang lebih baik daripada masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
20
Hadrian, Endang dan Lukman Hakim. 2020. Hukum Acara Perdata Di Indonesia: Permasalahan
Eksekusi dan Mediasi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Deepublish (Grup Penerbitan CV
Budi Utama).
Miladhiyanto, Sulthon. 2012. Hukum Acara Perdata. Jawa Tengan: Fakultas Hukum Universitas
Kanjuruhan.
Rasyid, Laila M dan Herinawati. 2015. Hukum Acara Perdata. Cetakan Pertama. Aceh : Unimal
Press.
Associates, dan Suria Nataadmadja. Proses dan Tahapan Persidangan Perkara Perdata.
Surialaw.com, diakses dari https://www.surialaw.com/news/proses-dan-tahapan-
persidangan-perkara-perdata,pada 07 April 2022.
Ibrahim, Nurm. Hukum Acara Perdata oleh Sri Hartini. Academia.edu, diakses dari
https://www.academia.edu/35324227/HUKUM_ACARA_PERDATA_Oleh_Sri_Hartini,
pada 07 April 2022.
Marjo, M. Laporan Isi Penelitian Juli 2016. Eprints.undip.ac.id, diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/75675/2/Lap_Isi_Pnltn_Juli_2016.pdf.
Ramadhan, Syahrul. Pemeriksaan Perkara Dalam Hukum Acara Perdata.Surialaw.com: diakses
https://www.academia.edu/38006427/PEMERIKSAAN_PERKARA_DALAM_HUKUM_AC
ARA_PERDATA, pada 07 April 2022.
21