Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“Penjelasan Tentang Pemeriksaan dalam Persidangan, Cara Pemanggilan Para Pihak,


Tahap Perdamaian (Mediasi), Tahap Persidangan, Penambahan dan Perubahan Gugatan,
serta Jalannya Persidangan.”

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata
Dosen Pengampu: Nency Dela Oktora, M. Sy

Disusun oleh: Kelompok 3


1. Desta Adinda Rahmadhani (2002031007)
2. Destalia Endyta Putri (2002031008)
3. Farida (2002031010)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN AJARAN 2021/ 202
KATA PENGANTAR

i
Puji Syukur Kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya
sehingga penulis bisa menyelesaikan sebuah Makalah berjudul “Penjelasan tentang
pemeriksaan dalam persidangan, Cara pemanggilan para pihak, Tahap perdamaian
(Mediasi), Tahap persidangan, Penambahan dan perubahan gugatan, serta Jalannya
persidangan.” Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Acara Perdata dan juga sebagai bahan pembelajaran teruntuk kita semua.
Shalawat teriring salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
yang selalu kita nantikan syafaatnya di yaumil qiyamah kelak. Amin.
Tidak lupa juga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Nency Dela
Oktora, M. Sy yang telah memberikan tugas serta arahan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak yang
dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk kedepannya.

Kotagajah, 07 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................i


KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................2
C. Tujuan Masalah ......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Penjelasan Tentang Pemeriksaan dalam Persidangan............................................. 3
B. Cara Pemanggilan Para Pihak ................................................................................. 4
C. Tahap Perdamaian (Mediasi) .................................................................................. 6
D. Tahap Persidangan .................................................................................................. 7
E. Penambahan dan Perubahan Gugatan ..................................................................... 11
F. Jalannya Persidangan .............................................................................................. 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 19
B. Saran ....................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang terjadi di antara masyarakat
adalah dengan perantara kekuasaan kehakiman. Orang yang merasa dirugikan hak atau
kepentingannya dapat menggugat orang yang dianggap merugikannya di muka
pengadilan yang berwenang. Tujuan para pencari keadilan mengajukan perkara di muka
pengadilan adalah untuk mendapatkan keputusan yang adil guna menyelesaikan
perkaranya. Tentu saja para pencari keadilan tersebut, terutama pihak yang mengajukan
gugatan (Penggugat), mempunyai keinginan agar perkaranya dapat cepat selesai.
Keperluan ini, mereka harus menaati ketentuan peraturan perundangan yang
mengatur cara-cara penyelesaian perkara melalui pengadilan yang berlaku. Peradilan
yang bersifat cepat, sederhana, biaya murah, dan dengan kata-kata sederhana seringkali
mengalami realita yang justru sebaliknya. Kalau kita perhatikan, suatu perkara perdata
yang diajukan ke muka pengadilan diselesaikan dalam waktu yang relatif lama. Ini bisa
dikarenakan oleh para pihak yang berperkara sendiri, hakim yang memeriksa perkaranya,
saksi-saksi, atau mungkin juga hukum acara yang dipakai tidak memadai.
Penyelesaian suatu perkara, para pihak dapat menggunakan upaya yang diberikan
oleh hukum untuk mencapai suatu tujuan (upaya hukum). Salah satu upaya hukum yang
dapat dipergunakan oleh tergugat dalam sidang pemeriksaan perkara adalah upaya
melawan gugatan yang berupa eksepsi dan rekonveksi, di samping jawaban atas pokok
perkaranya. Penggugat juga diberi hak untuk membantah atas jawaban tergugat dalam
bentuk replik, sebagaimana tergugat juga berkesempatan mengajukan duplik atas
jawaban yang disampaikan oleh penggugat. Replikduplik ini bisa terjadi berulang kali
selama itu diperlukan.
Dari gambaran di atas, makalah ini akan membahas bagaimana pemeriksaan
perkara dalam hukum acara persidangan perdata. Juga akan mencoba membahas
beberapa hal yang berhubungan dengan tema tersebut.
B. Rumusan Masalah

1
Dari latar belakang masalah diatas, berikut ini adalah rumusan makalah yang
terbagi menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana Tahapan Pemeriksaan dalam Persidangan?
2. Bagaimana Cara Pemanggilan Para Pihak?
3. Apa yang dimaksud Tahap Perdamaian (Mediasi)?
4. Bagaimana Tahap Persidangan Penambahan dan Perubahan Gugatan?
5. Bagaimana Jalannya Persidangan?

C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah diatas, berikut adalah tujuan masalah yang hendak dicapai
dalam penulisan makalah ini.
1. Menjelaskan Tahapan Pemeriksaan dalam Persidangan.
2. Menjelaskan Bagaimana Cara Pemanggilan Para Pihak.
3. Menjelaskan Tahap Perdamaian (Mediasi).
4. Menjelaskan Tahap Persidangan Penambahan dan Perubahan Gugatan.
5. Menjelaskan Jalannya Persidangan.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan dalam Persidangan


Sebelum Majelis Hakim sampai kepada pengambilan Putusan dalam setiap
perkara perdata yang ditanganinya, terlebih dahulu harus melalui proses dan tahapan
pemeriksaan persidangan.Tanpa melalui proses tersebut, Majelis Hakim tidak akan dapat
mengambil keputusan. Melalui proses ini pula, semua pihak baik Penggugat maupun
Tergugat (dapat diwakilkan oleh Penasihat Hukum/Pengacara/Advokat yang bekerja di
kantor hukum sebagai kuasa hukumnya) diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan
segala sesuatunya dan mengemukakan pendapatnya, serta menilai hasil pemeriksaan
persidangan menurut perspektifnya masing-masing. Proses persidangan ini merupakan
salah satu aspek hukum formil yang harus dilakukan oleh Hakim untuk dapat
memberikan Putusan dalam perkara/kasus perdata.Adatiga tahap proses penyelesaian
perkara perdata di pengadilan negeri yang merupakan satu kesatuan proses, dimana tahap
satu dan tahap yang lainnya saling berkaitan.Proses penyelesaian perkara perdata tersebut
antara lain:
a. Tahap pendahuluan.
Tahap yang pertama-tama adalah tahap pendahuluan yaitu tahap yang
mendahului sebelum dilakukan pemeriksaan perkara. Tahap pendahuluan ini
diawali dari masuknya gugatan ke pengadilan negeri sampai dengan proses akan
disidangkannya sengketa oleh pengadilan untuk pertama kalinya.
b. Tahap penentuan.
Dalam tahap penentuan inilah pemeriksaan atas gugatan yang diajukan
tersebut dilakukan. Dalam tahap penentuan ini kegiatan pemeriksaan gugatan
mulai diperiksa yaitu dengan disidangkannya perkara untuk pertama kali,
kemudian dilakukan upaya perdamaian oleh hakim yang memeriksa perkara
kepada para pihak yang berperkara yang dalam hal ini dilakukan dengan cara
mediasi, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan gugatan, jawab menjawab
diatara para pihak, dilakukannya pembuktian, diajukannya kesimpulan akhir dari
para pihak yang berperkara, dilakukannnya raadkamer atau sidang musyawarah,
sampai dijatuhkannya putusan oleh hakim.

3
c. Tahap pelaksanaan.
Selanjutnya tahap yang terakhir dalam penyelesaian perkara perdata di
pengadilan negeri adalah tahap pelaksanaan atau dikenal dengan tahap eksekusi.
Tahap pelaksanaan atau tahap eksekusi adalah pelaksanaan terhadap putusan
hakim yang telah dijatuhkan oleh pengadilan. Tahap pelaksanaan atau tahap
eksekusi ini dilakukan yaitu setelah putusan hakim pengadilan tersebut
mempunyai kekuatan hukum yang tetap/pasti.

B. Cara Pemanggilan Para Pihak


Panggilan adalah menyampaikan secara resmi (official) dan patut (properly)
kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di Pengadilan, agar memenuhi dan
melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim. Surat panggilan
atau dikenal juga dengan sebutan relaas, adalah akta autentik karena ditanda tangani oleh
pejabat dalam hal ini adalah Jurusita/Jurusita Pengganti.
1. Siapa yang memanggil
Mengenai siapa yang memanggil kepada para pihak yang berperkara ini diatur
dalam ketentuan Pasal 388 HIR yakni, bahwa yang memanggil adalah juru sita
dengan relaas panggilan.
2. Cara memanggil
Cara memanggil kepada para pihak yang berperkara adalah sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 390 HIR yakni:
a. Harus ketemu sendiri kepada yang bersangkutan.
b. Bila tidak ketemu sendiri kepada yang bersangkutan maka disampaikan.
c. kepada lurah atau kepala desa setempat dari yang bersangkutan.
d. Bila tidak diketahui tempat tinggalnya maka dilakukan panggilan umum.
3. Tenggang waktu pemanggilan
Tenggang waktu pemanggilan kepada para pihak yang berperkara adalah haruslah
memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 122 HIR yakni:
a. Sekurang-kurangnya 3 hari kerja sebelum hari sidang.
b. Kecuali dalam hal-hal yang sangat diperlukan boleh kurang dari 3 hari asal
pertimbangannya dicantumkan dalam surat perintah panggilan itu.

4
Bila surat panggilan kepada para pihak yang berperkara tidak memenuhi syarat
panggilan patut atau layak sebagaimana tersebut di atas, maka panggilan tersebut adalah
tidak sah, dan konsekuensi hukumnya maka panggilan tersebutharus diulang. Setelah
panggilan kepada para pihak yang berperkara dilakukan dan memenuhi syarat panggilan
patut/layak maka dalam persidangan di pengadilan negeri ada beberapa kemungkinan
yang terjadi yaitu:
a. Pihak penggugat tidak datang dalam persidangan, sedang pihak tergugat hadir
dalam sidang. Dalam hal ini maka hakim dapat menjatuhkan tindakan bahwa
gugatan diputus gugur. Ketentuan tentang gugatan diputus gugur ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 124 HIR.
b. Sebaliknya bila ternyata tergugatnya yang tidak datang, sedangkan penggugatnya
hadir, maka dalam hal ini hakim dapat menjatuhkan putusan verstek berdasarkan
Pasal 125 HIR.
c. Bila ternyata pihak penggugat atau tergugatnya tidak hadir dalam persidangan,
maka hakim dapat menentukan bahwa sidang ditunda sebagaimana diatur dalam
Pasal 126 HIR. Pasal ini sebagai alernatif yang diambil hakim bila tidak
menggunakan ketentuan yang diatur dalam Pasal 124 dan Pasal 125 HIR di atas.
d. Dalam hal banyak tergugat, ternyata ada tergugat yang tidak datang maka hakim
dapat menentukan sidang ditunda sampai hari yang ditentukan. Dalam hal ini
tidak dapat dijatuhkan putusan verstek karena ada tergugat lainnya yang hadir dan
putusannya adalah putusan biasa (contradiktoir) bukan verstek ( Pasal 127 HIR).
e. Pihak penggugat maupun tergugatnya semuanya datang dalam persidangan di
pengadilan, maka hakim dalam hal ini berkewajiban atau harus mengusahakan
upaya perdamaian kepada para pihak yang berperkara sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 130 HIR.

C. Tahap Perdamaian (Mediasi)


Dalam sebuah sengketa atau perkara antara dua pihak dan beberapa pihak dapat
diupayakan agar diantara mereka terjadi perdamaian, penyelesaian sengketa melalui
perdamaian ini jauh lebih efektif, perdamaian bisa dilakukan di luar pengadilan atau juga
dalam sidang pengadilan itu sendiri, kalau diluar pengadilan kita mengenal adanya ADR

5
(Alternative Dispute Resolution) dalam berbagai bentuk seperti : Mediasi dengan bantuan
seorang Fasilitator, atau bisa juga dengan cara konsiliasi melalui seorang konsiliator dll.
Kalau perdamaian yang dilakukan di dalam Pengadilan maka pada hari sidang yang
pertama setelah kedua belah pihak hadir maka hakim sesuai fungsinya akan berusaha
terlebih dahulu untuk mendamaikan kedua belah pihak, disini hakim dapat berperan
secara aktif sebagaimana di kehendaki oleh HIR dan RBG. Hukum Acara menghendaki
adanya perdamaian hal ini terlihat pada pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBG yang
berbunyi:
1. Jika pada hari sidang yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka
Pengadilan Negeri dengan pertolongan Ketua mencoba akan memperdamaikan
mereka.
2. Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai maka pada waktu bersidang
diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum
akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan hukum
dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
3. Terhadap putusan yang demikian itu tidak dapat dimohonkan banding. Dengan
demikian maka disini terlihat adanya peranan hakim untuk dapat terwujudnya
perdamaian tersebut, adapun kekuatan putusan perdamaian ini sama dengan
putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan lainnya, usaha perdamaian ini
terbuka sepanjang pemeriksaan berlangsung di persidangan.

D. Tahap Persidangan
Pada garis besar, proses persidangan perdata pada peradilan tingkat pertama di
Pengadilan Negeri terdiri dari 5 (lima) tahap sebagai berikut:

1. Tahap Mediasi
Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, Penggugat dan
Tergugat (Para Pihak) telah hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan
pemeriksaan, wajib untuk mengusahakan upaya perdamaian dengan Mediasi, yaitu suatu
cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu

6
Para Pihak yang berperkara dalam perundingan untuk mencari penyelesaian secara
mufakat. Mediator dapat merupakan seorang Hakim Pengadilan (yang bukan memeriksa
perkara) dan dapat juga merupakan seseorang dari pihak lain yang sudah memiliki
sertifikat sebagai Mediator.
Kewajiban Mediasi ini diatur secara umum dalam Pasal 130 HIR dan secara
khusus diatur secara lengkap dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik
Indonesia No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kesempatan
Mediasi diberikan oleh Majelis Hakim selama 40 hari, dan apabila masih belum cukup
dapat diperpanjang selama 14 hari. Pada kesempatan tersebut Para Pihak akan
mengajukan apa yang menjadi tuntutannya secara berimbang untuk mendapatkan titik
temu dalam penyelesaian sengketa secara win-win solution. Apabila dalam proses ini
telah tercapai kesepakatan, maka dapat dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang
ditandatangani oleh Para Pihak dan diketahui oleh Mediator. Akta kesepakatan ini
disampaikan kepada Majelis Hakim untuk mendapatkan Putusan Perdamaian. Akan tetapi
sebaliknya, jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai perdamaian dan kesepakatan,
maka Mediator akan membuat laporan kepada Majelis Hakim yang menyatakan Mediasi
telah gagal dilakukan.

2. Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk Jawaban, Replik, dan Duplik)


Apabila Majelis Hakim telah mendapatkan pernyataan Mediasi gagal dari
Mediator, maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan ke tahap ke-2 yaitu pembacaan
surat Gugatan. Kesempatan pertama diberikan kepada pihak Penggugat untuk
membacakan surat Gugatannya. Pihak Penggugat pada tahap ini juga diberikan
kesempatan untuk memperbaiki surat Gugatannya apabila terdapat kesalahan-kesalahan,
sepanjang tidak merubah pokok Gugatan, bahkan lebih dari itu pihak Penggugat dapat
mencabut Gugatannya. Kedua kesempatan tersebut diberikan sebelum Tergugat
mengajukan Jawabannya.
Setelah pembacaan surat Gugatan, maka secara berimbang kesempatan kedua
diberikan kepada pihak Tergugat atau kuasanya untuk membacakan Jawabannya.
Jawaban yang dibacakan tersebut dapat berisikan hanya bantahan terhadap dalil-dalil
Gugatan itu saja, atau dapat juga berisikan bantahan dalam Eksepsi dan dalam pokok

7
perkara. Bahkan lebih dari itu, dalam Jawaban dapat berisi dalam rekonpensi (apabila
pihak Tergugat ingin menggugat balik pihak Penggugat dalam perkara tersebut).
Acara jawab-menjawab ini akan berlanjut sampai dengan Replik dari pihak
Penggugat dan Duplik dari pihak Tergugat. Replik merupakan penegasan dari dalil-dalil
Penggugat setelah adanya Jawaban dari Tergugat, sedangkan Duplik penegasan dari
bantahan atau Jawaban Tergugat setelah adanya Replik dari Penggugat. Dengan
berlangsungnya acara jawab-menjawab ini sampai kepada duplik, akan menjadi jelas apa
sebenarnya yang menjadi pokok perkara antara pihak Penggugat dan Tergugat. Apabila
Jawaban Tergugat terdapat Eksepsi mengenai kompetensi pengadilan, yaitu pengadilan
yang mengadili perkara tersebut tidak berwenang memeriksa perkara yang bersangkutan,
maka sesuai dengan ketentuan Pasal 136 HIR atau Pasal 162 Rbg Majelis Hakim akan
menjatuhkan Putusan Sela terhadap Eksepsi tersebut. Putusan Sela dapat berupa
mengabulkan Eksepsi dengan konsekuensi perkara dihentikan pemeriksaannya, dan
dapat pula Eksepsi tersebut ditolak dengan konsekuensi pemeriksaan perkara akan
dilanjutkan dengan tahap berikutnya.

3. Tahap Pembuktian
Tahap Pembuktian merupakan tahap yang cukup penting dalam semua proses
pemeriksaan perkara, karena dari tahap ini nantinya yang akan menentukan apakah dalil
Penggugat atau bantahan Tergugat yang akan terbukti. Dari alat-alat bukti yang diajukan
Para Pihak, Majelis Hakim dapat menilai peristiwa hukum apa yang terjadi antara
Penggugat dengan Tergugat sehingga terjadi perkara. Dari peristiwa hukum yang terbukti
tersebut nantinya Majelis Hakim akan mempertimbangkan hukum apa yang akan
diterapkan dalam perkara dan memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam perkara
tersebut.
Untuk membuktikan suatu peristiwa yang diperkarakan, Hukum Acara Perdata
sudah menentukan alat-alat bukti yang dapat diajukan oleh Para Pihak di persidangan,
yaitu disebutkan di dalam Pasal 164 HIR atau Pasal 284 Rbg yaitu:
Surat;
Saksi;
Persangkaan;

8
Pengakuan; dan
Sumpah.

4. Tahap Kesimpulan
Pengajuan Kesimpulan oleh Para Pihak setelah selesai acara Pembuktian tidak
diatur dalam HIR maupun dalam Rbg, akan tetapi mengajukan Kesimpulan ini timbul
dalam praktek persidangan. Dengan demikian, sebenarnya jika ada pihak yang tidak
mengajukan Kesimpulan, merupakan hal yang diperbolehkan. Bahkan terkadang, Para
Pihak menyatakan secara tegas untuk tidak mengajukan Kesimpulan, akan tetapi
memohon kebijaksanaan Hakim untuk memutus dengan seadil-adilnya. Sebenarnya,
kesempatan pengajuan Kesimpulan sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum Para
Pihak, dikarenakan melalui Kesimpulan inilah seorang kuasa hukum akan menganalisis
dalil-dalil Gugatannya atau dalil-dalil Jawabannya melalui Pembuktian yang didapatkan
selama persidangan. Dari analisis yang dilakukan itu akan mendapatkan suatu
Kesimpulan apakah dalil Gugatan terbukti atau tidak, dan kuasa Penggugat memohon
kepada Majelis Hakim agar gugatan dikabulkan. Sebaliknya kuasa Tergugat memohon
kepada Majes Hakim agar gugatan Penggugat ditolak.

5. Tahap Putusan
Setelah melalui beberapa proses dan tahapan persidangan, maka sampailah pada
proses dan tahapan terakhir, yaitu pembacaan Putusan. Menurut Sudikno Mertokusumo,
Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang
diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri
atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara Para Pihak. Selanjutnya dikatakan,
bahwa suatu putusan Hakim terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu:
a) Kepala Putusan;
b) Identitas Para Pihak;
c) Pertimbangan; dan
d) Amar.
Setiap Putusan pengadilan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas Putusan
yang berbunyi: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepala

9
Putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada Putusan. Selain kepala Putusan pada
halaman pertama dari Putusan, juga dicantumkan Identitas Para Pihak, yaitu pihak
Penggugat dan pihak Tergugat secara lengkap sesuai dengan surat Gugatan dari
Penggugat.
Selanjutnya di dalam putusan perkara perdata memuat pertimbangan.
Pertimbangan ini dibagi menjadi dua yaitu, Pertimbangan tentang duduknya perkara dan
Pertimbangan tentang hukumnya. Dalam rumusan Putusan sering dibuat dengan huruf
kapital dengan judul “TENTANG DUDUKNYA PERKARA dan TENTANG
PERTIMBANGAN HUKUM“. Didalam Pertimbangan tentang duduknya perkara
memuat isi surat Gugatan Penggugat, isi surat Jawaban Tergugat yang ditulis secara
lengkap, alat-alat bukti yang diperiksa di persidangan, baik alat bukti dari pihak
Penggugat maupun alat bukti dari pihak Tergugat. Jika terdapat saksi yang diperiksa,
maka nama saksi dan seluruh keterangan saksi tersebut dicantumkan dalam Pertimbangan
ini.
Sedangkan Pertimbangan hukum suatu putusan perkara perdata adalah merupakan
pekerjaan ilmiah dari seorang Hakim, karena melalui Pertimbangan hukum inilah Hakim
akan menerapkan hukum kedalam peristiwa konkrit dengan menggunakan logika hukum.
Biasanya Pertimbangan hukum ini diuraikan secara sistematis, dimulai dengan
mempertimbangkan dalil-dalil Gugatan yang sudah terbukti kebenarannya karena sudah
diakui oleh Tergugat atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh Tergugat. Setelah
merumuskan hal yang telah terbukti tersebut, lalu akan dirumuskan pokok perkara
berdasarkan bantahan Tergugat.
Pokok perkara akan dianalisis melalui bukti-bukti yang diajukan oleh Para pihak.
Pertama akan diuji dengan bukti surat atau akta otentik/dibawah tangan yang diakui
kebenarannya. Bukti Surat tersebut juga akan dikonfrontir dengan keterangan saksi-saksi
yang sudah didengar keterangannya. Dengan cara demikian, maka Hakim akan
mendapatkan Kesimpulan dalam pokok perkara, mana yang benar diantara dalil
Penggugat atau dalilnya Tergugat. Bila yang benar menurut Pertimbangan hukum adalah
dalil Penggugat, maka Gugatan akan dikabulkan, dan pihak Penggugat adalah pihak yang
menang perkara. Sebaliknya berdasarkan Pertimbangan hukum putusan dalil-dalil

10
Gugatan Pengugat tidak terbukti, dan justru dalil Jawaban Tergugat yang terbukti, maka
Gugatan akan ditolak, sehingga pihak Tergugat yang menang dalam perkara tersebut.

E. Penambahan dan Perubahan Gugatan


Sebagaimana yang dibicarakan sebelumnya bahwa gugatan yang diajukan oleh
Penggugat setelah di panggil oleh Juru sita, maka pada tanggal yang telah ditentukan para
pihak datang ke Pengadilan untuk menghadiri siding, di ruang Pengadilan maka salah
satu pertanyaan yangkan dikemukakan oleh hakim setelah dibaca surat Gugatannya
adalah apakah surat Gugatan akan dilakukan perobahan, jika Penggugat menyatakan akan
melakukan perobahan maka hal itu di perkenankan oleh Hakim.
1. Perubahan Gugatan
HIR/RBg tidak mengatur tentang perubahan gugatan. Yang mengatur adalah
RV. Pasal 127 RV ditentukan bahwa perubahan gugatan sepanjang pemeriksaan
diperbolehkan asal tidak mengubah dan menambah petitum-tuntutan pokok
(onderwerp van den eis) akan tetapi di dalam praktek pengertian onderwerp van den
eis meliputi juga dasar dari tuntutan (posita), termasuk peristiwa-peristiwa yang
menjadi dasar tuntutan. Sehubungan dengan itu, terdapat beberapa batasan perubahan
gugutan yang bersumber dari praktik peradilan:
a) Tidak boleh mengubah materi pokok acara
b) Perubahan gugatan yang tidak prinsipil dapat dibenarkan.
c) Perubahan nomor surat keputusan
d) Tidak mengubah posita gugatan.
e) Pengurangan gugatan tidak boleh merugikan tergugat.

2. Penambahan Gugatan
Penambahan gugatan misalnya, oleh karena semula tidak semua ahli waris
diikutsertakan, lalu ditambah agar mereka yang belum diikutsertakan ditarik pula
sebagai tergugat atau turut tergugat atau misalnya dalam hal lupa
dimohonkan/dicantumkan dalam petitum (tuntutan pokok) menyatakansah dan
berharga suatu sita jaminan kemudian dimohonkan agar petitum itu ditambahakan,
diperkenankan. Juga apabila mohon agar gugatan ditambah dengan petitum agar

11
putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vooraad), dapat
diluluskan.

F. Jalannya Persidangan
SEMA RI Nomor 6 Tahun 1992 tentang penyelesaian perkara di Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negeri, hakim diharapkan dapan menyelesaikan perkara kurang
dari 6 Bulan. Apabila persidangan lancar, maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali
terdiri sidang pertama sampai dengan putusan hakim.Susunan persidangan terdiri dari:
a. Hakim Tunggal atau hakim majelis, yang terdiri dari 1 ketua dan 2 hakim anggota,
yg dilengkapi oleh panitera sbg pencatat jalannya persidangan.
b. Pihak Penggugat dan Tergugat duduk berhadapan dengan hakim dan posisi
Tergugat di sebelah kanan dan Penggugat disebelah kiri hakim.

1. Sidang Pertama
Setelah hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan “sidang terbuka untuk
umum” dengan mengetuk palu, hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada Penggugat dan Tergugat.
a. Kemungkinan hadirnya para pihak
Ada 2 alternatif penyelesaian perkara
1) Perdamaian
a) Sidang dibuka dan terbuka untuk umum kec diatur berbeda.
b) Ketua majelis menanyakan identitas yang di kroscek dengan KTP.
c) Hakim berusaha mendamaikan (PERMA No. 1 Th 2008).
d) Perdamaian tecapai, hakim membuat penetapan untuk masing
masing pihak mematuh kesepakatan dalam mediasi.
2) Pembacaan Surat Gugatan
a) Apabila tidak ada kesepakatan maka dicatat dalam berita acara
sidang dan dilanjutkan sidang. Dengan tahapan pembacaan Surat
gugatan.
b) Setelah pembacaan Surat Gugatan Hakim menanyakan kepada
penggugat apa gugatan tetap atau ada perubahan.

12
c) Kalau tidak ada perubahan masuk tahap mendengarkan jawaban.

b. Kemungkinan Tidak Hadirnya Para Pihak


(1) Gugatan Gugur Tidak hadirnya penggugat atau kuasa hukumnya setelah di
panggil secara patut, dan pihak tergugat atau kuasanya datang.
(2) Putusan verstek
Berdasar pasal 125 ayat 1 HIR :
a) Tergugat atau para tergugat tidak hadir pada hari sidang yang telah
ditentukan atau tidak mengirim jawaban.
b) Tergugat atau para tergugat tidak mengirim wakil/kuasanya
yangsah untuk menghadap atau tidak mengirim jawaban.
c) Tergugat atau para tergugat telah di panggil secara patut.
d) Gugatan beralasan dan berdasarkan hukum sulthon(C)2012
Putusan verstek: Dikabulkan seluruhnya, Dikabulkan sebagian, Gugatan
ditolak dan Gugatan tidak dapat diterima.

2. Sidang Kedua (Jawaban tergugat)


a. Apabila para pihak dapat berdamaiada dua kemungkinan:
1) Gugatan dicabut
2) Mereka mengadakan perdamaian/mediasi di luar atau di muka sidang.
b. Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, maka hakim tidak campur.
c.Apabila perdamaian dilakukan di muka hakim, ketika perdamaian = putusan
pengadilan. Jika salah satu pihak ingkar janji, perkara tidak dapat diajukan
kembali.
d. Apabila tak tercapai suatu perdamaian. Sidang dilanjutkan dengan
penyerahan jawaban dari pihak Tergugat (dibuat rangkap 3 lembar pertama
untuk Penggugat, kedua untuk hakim dan ketiga arsip Tergugat sendiri.

1. Jawaban Tergugat
Apabila pada sidang Pengadilan kedua ternyata tidak dapat dicapai suatu
perdamaian antara Penggugat dan Tergugat. Tergugat memberikan jawaban lewat

13
hakim. Jawab menjawab dilakukan secara tertulis antara Penggugat (replik)
dengan Tergugat (duplik). Macam-macam Jawaban Tergugat:
a. menolak gugatan (membantah):
1) Tangkisan (eksepsi) (tidak ada sangkut paut dengan perkara pokok)
2) Sangkalan/ bantahan ( berhubungan dengan pokok perkara).
b. Membenarkan gugatan (pengakuan):
1) sebagian
2) seluruhnya
c. Referte
d. Permohonan

2. Jawaban dalam Eksepsi


1. Tangkisan bahwa syarat-syarat prosesuil gugatan tdk benar (declinatoir dan
disqualificatoir), atau eksepsi berdasarkan ktt materiil (eks dilatoir dan eks
peremtoir), shg gugatan harus dinyatakan tdk dapat diterima.
a) Dasar-dasar eksepsi, al:
1) Gugatan diajukan kpd Pengadilan yang tidak berwenang.
2) Gugatan salah alamat (T tidak ada hubungan hukum)
3) Penggugat tidak berkualitas Penggugat (Penggugat tidak mempunyai
hubungan hukum).
4) Tergugat tidak lengkap.
5) Penggugat telah memberi penundaan pembayaran.

3. Sangkalan/bantahan berhubungan langsung dengan Pokok Perkara


Merupakan bantahan terhadap dalil-dalil/fundamentum petendi yg diajukan
Penggugat. Berdasarkan bantahan tersebut dapat meminta kepada hakim agar
gugatan ditolak.

4. Permohonan
Sifat permohonan: tentu harus menguntungkan Tergugat sendiri.
Primer:

14
a) agar gugatan ditolak secara keseluruhan.
b)agar hakim menerima seluruh jawaban Tergugat. Subsidiair:
Apabila hakim berpendapat lain, Tergugat mohon agar hakim memberikan
putusan seadil-adilnya. Jawaban Tergugatpd prinsipnya menolak gugatan
Pengguga dengan jalan menangkis dan membantah apa yg didalihkan
Penggugat.

5. Rekonvensi
a) Pengertian
Gugatan oleh Tergugat, berhubung Penggugat juga melakukan wanprestasi
terhadap Tergugat atau gugatan oleh Tergugat terhadap Penggugat dalam
sengketa yang sedang berlangsung antara mereka.
b) Tujuan Gugat Rekonvensi
1. Menghemat waktu dan biaya atau hanya P konvensi yang membayar
biaya perkara.
2. Menyederhanakan/mempermudah prosedur.
3. Mempermudah pemeriksaan.
4. Menghindarkan putusan yg bertentangan satu sama lain.

3. Sidang Ketiga (Replik)


Replik merupakan penegasan dari dalil-dalil Penggugat setelah adanya Jawaban
dari Tergugat. Replik ini juga dapat diajukan secara tertulis maupun secara lisan. Replik
diajukan oleh penggugat untuk meneguhkan gugatannya dengan mematahkan alasan
alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya.

4. Sidang Keempat (Duplik)


Duplik adalah penegasan dari bantahan atau Jawaban Tergugat setelah adanya
Replik dari Penggugat. Sama halnya dengan replik, duplik inipun juga dapat diajukan
dalam bentuka tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat untuk meneguhkan
jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat.

15
5. Sidang Kelima (Pembuktian dari penggugat)
Bukti-bukti: surat-surat dan saksi-saksi. Hakim mengajukan pertanyaa-pertanyaan
yang dilanjutkan T sedangkan pihak P memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil Penggugat
sendiri dan yang melemahkan T.Terhadap saksi-saksi, Hakim mempersilakan P
mengajukan pertanyaan lebih dahulu, kemudian Hakim sendiri yang mengajukan
pertanyaan- pertanyaan dalam rangka mendapat keyakinan. Apabila pembuktian belum
selesai, dilanjutkan pada sidang berikutnya.

6. Sidang Keenam (Pembuktian dari tergugat)


Bukti-bukti: surat-surat dan saksi-saksi. Hakim mengajukan pertanyaa-pertanyaan
yang dilanjutkan P sedangkan pihak T memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil Penggugat
sendiri dan yang melemahkan P. Terhadap saksi-saksi, Hakim mempersilakan T
mengajukan pertanyaan lebih dahulu, kemudian Hakim sendiri yang mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dalam rangka mendapat keyakinan. Apabila pembuktian belum
selesai, dilanjutkan pada sidang berikutnya.

7. Sidang Ketujuh (Kesimpulan)


Kesempatan pengajuan Kesimpulan sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum
Para Pihak, yakni penggugat dan tergugat dikarenakan melalui Kesimpulan inilah
seorang kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil Gugatannya atau dalil-dalil
Jawabannya melalui Pembuktian yang didapatkan selama persidangan. Dari analisis yang
dilakukan itu akan mendapatkan suatu Kesimpulan apakah dalil Gugatan terbukti atau
tidak, dan kuasa Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan dikabulkan.
Sebaliknya kuasa Tergugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan Penggugat
ditolak.

8. Sidang kedelapan (Putusan hakim)


Dalam sidang ini hakim membaca putusan yang seharusnya dihadiri oleh para
pihak. Setelah selesai membaca putusan, hakim mengetukkan palu tiga kali dan para

16
pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan
hakim. Pernyataan banding harus dilakukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai
sehari sehabis dijatuhkan putusan.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut;
1. Ada tiga tahap proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan negeri yang
merupakan satu kesatuan proses, dimana tahap satu dan tahap yang lainnya saling
berkaitan. Proses pemeriksaan perkara perdata tersebut yakni tahap pendahuluan, tahap
penentuan dan tahap pelaksanaan.
2. Cara memanggil kepada para pihak yang berperkara adalah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 390 HIR yakni:
a. Harus ketemu sendiri kepada yang bersangkutan.
b. Bila tidak ketemu sendiri kepada yang bersangkutan maka disampaikan.
c. kepada lurah atau kepala desa setempat dari yang bersangkutan.
d. Bila tidak diketahui tempat tinggalnya maka dilakukan panggilan umum.
3. Pada hari sidang yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, Penggugat dan Tergugat
(Para Pihak) telah hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan pemeriksaan, wajib
untuk mengusahakan upaya perdamaian dengan Mediasi, yaitu suatu cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan
dibantu oleh Mediator.Kewajiban Mediasi ini diatur secara umum dalam Pasal 130 HIR
dan secara khusus diatur secara lengkap dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
Republik Indonesia No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
4. Pada garis besar, proses persidangan perdata pada peradilan tingkat pertama di
Pengadilan Negeri terdiri dari 5 (lima) tahap sebagai berikut:
a. Tahap mediasi
Majelis hakim akan berusaha menasehati para pihak untuk berdamai.
b. Tahap pembacaan gugatan (jawaban, replik dan duplik)
Bila upaya damai tidak berhasil, Majelis hakim akan memulai pemeriksaan
perkara dengan membacakan gugatan Penggugat , baik secara lisan maupun
tertulis.

18
Kesempatan tergugat untuk menjawab gugatan Penggugat baik secara lisan
maupun tertulis.
Replik adalah kesempatan Penggugat untuk menanggapi jawaban Tergugat
baik secara lisan maupun tertulis.
Duplik adalah adalah kesempatan Tergugat untuk menanggapi jawaban
Penggugat baik secara lisan maupun tertulis.
c. Tahap pembuktian
Pada tahap ini baik penggugat akan dimintakan bukti untuk menguatkan dalil-
dalil gugatan dan tergugat akan dimintakan bukti untuk menguatkan
bantahannya.
d. Tahap kesimpulan
Penggugat dan tergugat menyampaikan kesimpulan akhir terhadap perkara
yang sedang diperiksa.
e. Tahap Putusan
Majelis Hakim akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan mengenai
perkara yang sedag diperiksa. Kemudian majelis hakim akan membacakan
putusan hasil musyawarah Majelis Hakim.
5. Penambahan dan perubahan gugatan diatur dalam RV. Pasal 127 RV, bahwa perubahan
gugatan sepanjang pemeriksaan diperbolehkan asal tidak mengubah dan menambah
petitum – tuntutan pokok (onderwerp van den eis) akan tetapi di dalam praktek
pengertian onderwerp van den eis meliputi juga dasar dari tuntutan (posita), termasuk
peristiwa-peristiwa
6. Apabila persidangan lancar, maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali terdiri sidang
pertama sampai dengan putusan hakim.
a. Sidang pertama
b. Sidang kedua (Jawaban Tergugat)
c. Sidang Ketiga (Replik)
d. Sidang Keempat (Duplik)
e. Sidang Kelima (Pembuktian dari Penggugat)
f. Sidang keenam (Pembuktian dari Tergugat)
g. Sidang Ketujuh (Kesimpulan Penggugat dan Tergugat)

19
h. Sidang Kedelapan (Putusan Hakim)
B. Saran
Penulisan ini jauh dari kata sempurna minimal kita bisa mengimplementasikan
tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan kelompok kami, karena kami manusia
yang adalah tempatnya salah dan dosa, dalam hadist: “al- insanu minal khotto wannisa”.
Kami juga membutuhkan saran dan kritik agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan
yang lebih baik daripada masa sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

20
Hadrian, Endang dan Lukman Hakim. 2020. Hukum Acara Perdata Di Indonesia: Permasalahan
Eksekusi dan Mediasi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Deepublish (Grup Penerbitan CV
Budi Utama).
Miladhiyanto, Sulthon. 2012. Hukum Acara Perdata. Jawa Tengan: Fakultas Hukum Universitas
Kanjuruhan.
Rasyid, Laila M dan Herinawati. 2015. Hukum Acara Perdata. Cetakan Pertama. Aceh : Unimal
Press.
Associates, dan Suria Nataadmadja. Proses dan Tahapan Persidangan Perkara Perdata.
Surialaw.com, diakses dari https://www.surialaw.com/news/proses-dan-tahapan-
persidangan-perkara-perdata,pada 07 April 2022.
Ibrahim, Nurm. Hukum Acara Perdata oleh Sri Hartini. Academia.edu, diakses dari
https://www.academia.edu/35324227/HUKUM_ACARA_PERDATA_Oleh_Sri_Hartini,
pada 07 April 2022.
Marjo, M. Laporan Isi Penelitian Juli 2016. Eprints.undip.ac.id, diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/75675/2/Lap_Isi_Pnltn_Juli_2016.pdf.
Ramadhan, Syahrul. Pemeriksaan Perkara Dalam Hukum Acara Perdata.Surialaw.com: diakses
https://www.academia.edu/38006427/PEMERIKSAAN_PERKARA_DALAM_HUKUM_AC
ARA_PERDATA, pada 07 April 2022.

21

Anda mungkin juga menyukai