Disusun oleh :
Kelompok 4
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
telah diberikan oleh Ibu dosen Ibu Mila Riskiawati SH,.MH. selaku dosen
pengampu pada mata kuliah Alternatif Penelesaian Sengketa. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu dosen dan kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara moral maupun materi, penulisan makalah ini ditulis
berdasarkan referensi dari Buku maupun media massa..
Penulis menyadari, bahwa makalah yang penulis buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi materi, penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan dan perbaikan untuk makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca
maupun penulis dan bisa bermanfaat untuk peningkatan ilmu pengetahuan
kedepannya Amin.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .................................................................... 3
C. Tujuan.................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Prosedur Mediasi...................................................................... 4
B. Mediasi Di Pengadilan.............................................................. 7
C. Akta Perdamaian....................................................................... 11
D. Berakhirnya Mediasi................................................................. 17
B. Saran.......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 21
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS) tidak mengatur
bagaimana prosedur pelaksanaan mediasi secara rinci. Pasal 6 Undang-undang
AAPS ini hanya mengatur tahapan-tahapan dari alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan.
Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan
putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian. Penetapan akta
perdamaian dibuat oleh hakim bertitik tolak dari hasil kesepakatan para pihak
yang berperkara.
B. Rumusan Masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prosedur Mediasi
1
Endrik Safudin. 2018. Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase,
Malang:Intrans Publishing Hal. 42
4
Sedangkan mengenai prosedur pelaksanaan mediasi bisa melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
2
Ibid, Halaman 43
5
2. Membantu para pihak memperkecil perbedaan-perbedaan dan fokus pada
masalah yang telah dihadapi,
3. Membantu para pihak untuk memformulasikan pemecahan masalah,
4. Mendorong para pihak untuk menerima pemecahan masalah, '
5. Mengonfirmasi dan mengklarifikasi perjanjian,
6. Membantu para pihak membuat pertanda perjanjian.
6
Tahap Ketiga: Penyelesaian Masalah
1.
Menyusun dan menetapkan agenda,
2.
Merumuskan kegiatan-kegiatan penyelesaian masalah
3.
Meningkatkan kerja sama,
4.
Melakukan identifikasi dan klarifikasi isu dan masalah:
5.
Mengadakan pilihan penyelesaian masalah,
6.
Membantu melakukan pilihan penaksiran:
7.
Membantu para pihak dalam menaksir, menilai, dan membuat prioritas
kepentingan-kepentingan mereka. 4
Tahap Keempat: Pengambilan Keputusan
B. Mediasi di Pengadilan
4
Ibid Halaman 45
5
Ibid Halaman 46
7
Mendahului berbagai Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sebelumnya
Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
1 Tahun 2002 yang mengatur tentang penerapan upaya perdamaian
berdasarkan pasal 130 HIR/154 RBG. Semua peraturan-peratuan tersebut baik
itu Surat Edaran Mahkamah Agung atau Peraturan Mahkamah Agung adalah
upaya Mahkamah Agung untuk mengurangi menumpuknya perkara serta demi
mewujudkan peradilan sederhana, cepat dar biaya ringan.
Ketentuan Pasal 130 Ayat (1) HIR berbunyi, “Jika pada hari yang
ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka pengadilan negeri dengan
pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.” Selanjutnya,
ayat (2) mengatakan:
Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu
bersidang, diperbuat sebuat surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah
pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan
berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
Pasal 131 ayat (1) HIR yaitu jika hakim tidak dapat mendamaikan para
pihak maka hal itu mesti disebut dalam berita acara sidang. Sehingga, dampak
dari kelalaian dalam Pasal 131 Ayat (1) HIR tersebut akan mengakibatkan
8
pemeriksaan perkara mengandung cacat formil dan berakibat pemeriksaan
batal demi hukum. 6
Perlu diketahui, bertitik tolak dari pasal 130 HIR maupun 154 RBG,
upaya perdamaian yang diatur dalam hukum acara perdata hampir mirip
dengan connected arbitration system. Hal ini karena seolah-olah perjanjian
perdamaian itu merupakan putusan hakim dalam kedudukannya sebagai
arbiter. Berarti, suatu hal yang tidak dipungkiri, Pasal 130 HIR atau 154 RBG
lebih menghendaki penyelesaian perkara dengan perdamaian daripada proses
putusan biasa. Lebih menghendaki penerapan konsep win win solution yaitu
sama-sama menang daripada penerapan winning atau losing, yaitu menang-
kalah.” 7
Sehingga eksistensi Pasal 130 HIR atau pasal 154 RBG dalam hukum
acara perdata ini lebih mirip merupakan kombinasi antara sistem mediasi atau
konsiliasi dengan court connected system, sehingga dapat dirangkai menjadi
court connected mediation atau conciliation. Para pihak menyelesaikan sendiri
lebih dahulu kesepakatan tanpa campur tangan hakim. Selanjutnya,
kesepakatan perdamaian itu diminta kepada hakim untuk dituangkan dalam
bentuk akta perdamaian. Dengan demikian, tampak jelas terhadap perdamaian
yang disepakati para pihak yang berperkara, jntervensi hakim sangat kecil,
hanya berupa pembuatan akta perdamaian yang dijatuhkan sebagai putusan
6
Ibid Halaman 47
7
Ibid Halaman 48
9
pengadilan yang berisi amar menghukum para pihak untuk menaati atau
memenuhi isi perdamaian.
8
Ibid Halaman 49
10
huruf e tetap dapat diselesaikan melalui mediasi sukarela pada tahap
pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum.
C. Akta Perdamaian
Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan
putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian. Penetapan akta
perdamaian dibuat oleh hakim bertitik tolak dari hasil kesepakatan para pihak
yang berperkara. 9Kesepakatan merupakan produk persetujuan para pihak yang
digariskan pasal 1230 KUH Perdata sehingga berlaku ketentuan pasal 1337
KUH Perdata yang melarang persetujuan mengandung kuasa yang terlarang,
yaitu persetujuan tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Akibat larangan ini akan
menyebabkan tidak pisa dibuatkannya penetapan akta perdamaian oleh hakim.
Hakim tidak dibenarkan mengukuhkan kesepakatan dalam bentuk penetapan
akta perdamaian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau
ketertiban umum. Apabila hakim tetap mengukuhkan maka penetapan akta
perdamaian itu dapat dimintai pembatalan. Untuk lebih jelasnya, sebab-sebab
larangan dalam penetapan akta perdamaian itu secara khusus diatur dalam
pasal-pasal sebagai berikut.
Dalam pasal 1859 ayat (2) KUH Perdata telah dijelaskan bahwa
“perdamaian dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan
penipuan atau paksaan.” Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui apabila
suatu perdamaian yang telah diSepakati para pihak yang membuatnya ada
unsur penipuan atau paksaan, maka persetujuan perdamaian tersebut dapat
dimintakan pembatalan. Oleh karena itu, penetapan akta perdamaian yang
bersumber dari persetujuan yang mengandung penipuan atau pemaksaan,
9
Ibid Halaman 50
11
dianggap mengandung cacat materiil. Sehingga, salah satu pihak yang
merasa mengalami penipuan atau pemaksaan dapat meminta pembatalan
atas penetapan akta perdamaian yang telah ditetapkan oleh hakim. 10
10
Ibid Halaman 51
11
Ibid Halaman 52
12
perdamaian jtu batal. Ketentuan ini menyebabkan penetapan akta perdamaian
yang bersumber dari persetujuan perdamaian yang demikian bertentangan
dengan pasal 1862 KUH Perdata, tidak melekat kekuatan eksekusi
(executorial kracht), bersifat non-executable sehingga dapat diajukan
pembatalan.
Perlu diketahui, ada beberapa alasan yang tidak dapat dijadikan untuk
membatalkan sebuah perjanjian. Alasan-alasan tersebut secara khusus diatur
dalam pasal-pasal sebagai berikut:
12
Ibid Halaman 53
13
telah sengaja disembunyikan oleh salah satu pihak. Namun, penetapan akta
perdamaian itu dapat dimintakan pembatalan apabila sumber dari perdamaian
itu hanya mengenai satu pokok permasalahan sedangkan suratsurat yang
ditemukan itu menyatakan bahwa salah satu pihak sama sekali tidak berhak
atas pokok permasalahan yang dimaksud dalam perjanjian yang telah dibuat.
13
Ibid Halaman 54
14
kekuatan hukum tetap, apabila terhadapnya sudah tertutup upaya hukum.
Biasanya agar suatu putusan memiliki kekuatan yang demikian, apabila
telah ditempuh upaya banding dan kasasi. Namun, terhadap putusan akta
perdamaian, undang-undang sendiri yang melekatkan kekuatan itu secara
langsung kepadanya. Segera setelah putusan diucapkan, langsung secara
inheren pada dirinya berkekuatan hukum tetap, sehingga akta perdamaian
itu mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap.
Penegasan ini disebut dalam Pasal 130 Ayat (2) HIR. Kalimat terakhir
pasal tersebut menegaskan, putusan akta perdamaian :
Hal itu sejalan dengan amar putusan akta perdamaian yang menghukum
para pihak untuk menaati perjanjian perdamaian yang mereka sepakati.
Jadi dalam putusan tercantum amar kondemnatoir (condemnation),
sehingga apabila putusan tidak ditaati dan dipenuhi secara sukarela, dapat
dipaksakan pemenuhannya melalui f eksekusi oleh pengadilan.
14
Ibid Halaman 55
15
c. Putusan akta perdamaian tidak dapat disbanding
Hal itu ditegaskan dalam Pasal 130 Ayat (3) HIR. Putusan akta
perdamaian tidak dapat dibanding. Dengan kata lain, terhadap putusan
tersebut tertutup upaya hukum (banding dan kasasi). Larangan itu sejalan
dengan ketentuan yang mempersamakan kekuatannya sebagai . putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Bukankah terhadap putusan yang
berkekuatan hukum tetap, telah berakhir segala upaya hukum? Demikian
halnya dengan putusan akta perdamaian, selain dipersamakan dengan
putusan yang berkekuatan hukum tetap, Undang-Undang sendiri
menegaskan, bahwa terhadapnya tidak bisa diajukan banding.
H. Berakhirnya Mediasi
15
Ibid Halaman 56
16
Sama halnya negosiasi, berakhirnya mediasi dapat dipengaruhi oleh dua
keadaan yaitu pertama, mediasi berhasil dengan dibuatnya kesepakatan
tertulis sebagai bukti perdamaian antar para pihak. kedua, mediasi tidak
berhasil sehingga tidak tercapainya kesepakatan tertulis sebagai bukti
perdamaian. Ketika proses mediasi yang dilakukan dengan menghadirkan
pihak ketiga (mediator) berada dalam salah satu keadaan tersebut maka
mediasi bisa dikatakan telah berakhir. Artinya, tidak tercapainya kesepakatan
tertulis menjadi bukti berhasil atau tidak berhasilnya suatu proses mediasi."
Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari dengan bantuanseorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui
seorang mediator tidak berhasil mencapaikata sepakat, atau mediator tidak
berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat
menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketauntuk menunjuk seorang mediator.”
16
Ibid Halaman 57
17
kesepakatan tertulis tersebut. Ketentuan ini diatur dalam pasal 6 ayat
(7) UUAAPS yaitu: Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan
dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) : hari sejak penandatanganan”
17
Ibid Halaman 58
18
Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui
seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak
berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat
menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
18
Ibid Halaman 59
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
21