Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

“PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH MELALUI FORUM MEDIASI”

Dosen Pengampu :
Rani Eka Andatu, S.E.I, M,E.

Disusun Oleh :
1. Andri Wirayuda (21631006)
2. Diana Sentia (21631016)

PRODI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS SYARI'AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP TAHUN
AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik. Adapun Judul Makalah
yang penulis buat “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Forum Mediasi" ini tepat
pada waktunya.

Berkenaan dengan tugas yang diberikan oleh Dosen Pengampu Rani Eka Andatu,
S.E.I, M,E. dengan Mata Kuliah Hukum Dan Arbitrase Bisnis Syariah yaitu Makalah yang
berjudul “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Forum Mediasi” Mahasiswa
memiliki kewajiban untuk mengerjakannya dan mengumpulkan tepat waktu sesuai waktu
yang telah ditentukan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya bermanfaat bagi penulis dan
kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Mohon maaf atas segala
kesalahan dan kekurangan Makalah ini.

Wa'alaikumussalam Wr. Wb.

Curup, 1 Sepetember 2023

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB I ................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1

C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II ............................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3

A. Pengertian mediasi .................................................................................................. 3

B. Keuntungan Mediasi................................................................................................ 6

C. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi ....................................................... 7

D. Mediasi Melalui Lembaga Peradilan ....................................................................... 9

E. Lembaga Penyedia Jasa Mendiasi .......................................................................... 21

BAB III ............................................................................................................................ 25

PENUTUP ....................................................................................................................... 25

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 25

B. Saran ..................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 26

III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sengketa merupakan hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun bisnis. Sengketa dapat terjadi karena
berbagai faktor, seperti perbedaan pendapat, kepentingan, atau bahkan karena
ketidaktahuan. Dalam menyelesaikan sengketa, terdapat berbagai cara yang dapat
ditempuh, salah satunya adalah melalui mediasi. Mediasi adalah proses penyelesaian
sengketa secara sukarela dengan bantuan mediator, yaitu pihak ketiga yang netral dan
membantu para pihak untuk menemukan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah
pihak.
Mediasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa yang dianjurkan oleh
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (UU 30/1999). UU 30/1999 mengatur bahwa mediasi
merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh para
pihak yang bersengketa. Mediasi hadir menjadi salah satu jalan pendekatan tersebut,
dengan ciri khas asas kekeluargaan diharapkan akan mencapai kesepakatan yang adil
bagi kedua pihak yang bersengketa walaupun tidak terlalu signifikan dalam
menentukan keputusan layaknya seorang hakim pengadilan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Mediasi?


2. Apa Keuntungan Mediasi?
3. Bagaimana Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi?
4. Bagaimana Mediasi Melalui Lembaga Peradilan?
5. Apa saja Lembaga penyedia jasa mendiasi?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Mediasi?
2. Untuk mengetahui Keuntungan Mediasi?
3. Untuk engetahui Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi?
4. Untuk mengetahui Mediasi Melalui Lembaga Peradilan?
5. Untuk mengetahui Lembaga penyedia jasa mendiasi?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan
dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral dan tidak memihak sebagai
fasilitator, dimana keputusan untuk mencapai suatu kesepakatan tetap diambil oleh
para pihak itu sendiri, tidak oleh mediator.1
Para ahli mengemukakan makna mediasi secara etimologi dan terminologi.
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin “ mediare “ yang berarti
berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga
sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan
sengketa antara para pihak. “berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada
pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus
mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama,
sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.2
Kata mediasi juga berasal dari bahasa Inggris “mediation” yang artinya
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau
penyelesaian sengketa secara menengahi, dimana yang menengahinya dinamakan
mediator atau orang yang menjadi penengah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata mediasi memberikan arti sebagai proses mengikut sertakan pihak ketiga dalam
penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Pengertian tersebut mengandung
tiga unsur penting, yaitu :3
1. Mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi
antar dua pihak atau lebih.

1
I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesia Business Law Center
(IBLC) bekerjasama dengan Kantor Hukum Gani Djemat & Partners, Jakarta, 2007, hlm.107
2
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, & Hukum
Nasional, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009, hlm.2
3
Ibid, hlm.3

3
2. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal
dari luar pihak bersengketa.
3. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai
penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan
keputusan.
Dalam Collins English Dictionary and Thesurus di sebutkan bahwa mediasi
adalah kegiatan menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna menghasilkan
kesepakatan (agreement).4
Penjelasan mediasi secara etimologi ini lebih menekankan kepada eksistensi
pihak ketiga (mediator) sebagai penengah antara kedua belah pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga (mediator) bertugas menjembatani para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya. Pihak ketiga cenderung bersifat netral di antara kedua belah pihak yang
bersengketa dan memberikan atau menemukan kesepakatan yang dapat memuaskan
para pihak, dan menjelaskan bagaimana sifat mediasi itu.
Penjelasan mediasi secara terminologi yaitu berdasarkan pengertian mediasi
menurut para pihak, yaitu :
Gary H. Barnes menyatakan “mediasi adalah proses untuk menyelesaikan
sengketa dengan bantuan pihak netral. Peranan pihak netral adalah melibatkan diri
untuk membantu para pihak, baik secara pribadi atau kolektif, untuk
mengidentifikasikan masalah-masalah yang dipersengketakan dan untuk
mengembangkan proposal untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Tidak seperti
arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutus setiap sengketa,

4
Lorna Gilmour, Penny Hand, dan Cormac McKeown (eds.), Collins English Dictionary and
Thesaurus, Third Edition Great Britain : Harper Colins Publishers, 2007, h. 510 dalam Syahrisal Abbas,
Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,Kencana, Jakarta,2011, hlm. 2

4
melainkan mediator dapat mengikuti pertemuan-pertemuan rahasia dan pembahasan
khusus bersama dengan pihak-pihak yang bertikai.”5
Gary Goodpaster mengemukakan “ mediasi adalah proses negosiasi pemecahan
(impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu
mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan
hakim atau arbitrase, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan
sengketa antara pihak. Namun, dalam hal ini para pihak mengusahakan kepada
mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-persoalan diantara
mereka. 6
Goodpaster mengemukakan pendapat mengenai mediasi tidak hanya mengenai
pengertiannya saja, tetapi mengeksplorasi lebih jauh lagi makna mediasi dengan
menggambarkan proses kegiatan mediasi, kedudukan dan peran pihak ketiga serta
bagaimana tujuan diadakannya mediasi. Mediasi ini merupakan negosiasi yang
dilakukan pihak ketiga dengan melakukan dialog untuk mencapai kesepakatan
bersama dengan tujuan menyelesaikan sengketa perdata tanpa harus melalui proses
peradilan dan memperoleh kesepakatan yang memuaskan.
Defenisi mediasi yang terdapat di dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 ini tidak
jauh berbeda dengan defenisi para ahli. Namun, di dalam PERMA No.1 Tahun 2008
ini mediasi lebih menekankan bahwa yang penting di dalam sebuah mediasi itu
adalah mediator. Mediator harus mampu mencari alternatif-alternatif penyelesaian
sengketa tersebut. Apabila para pihak sudah tidak menemukan lagi jalan keluar untuk
menyelesaikan sengketa tersebut maka mediator tersbut harus dapat memberikan
solusi-solusi kepada para pihak. Solusi-solusi tersebut haruslah kesepakatan bersama
dari si para pihak yang bersengketa. Disinilah terlihat jelas peran penting mediator.

5
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003, hlm.240
6
Ibid, hlm.241

5
Dari beberapa rumusan pengertian mediasi diatas, dapat di simpulkan bahwa
mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan
yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (non intervention) dan tidak
memihak (impartial) kepada para pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya
oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut dinamakan “mediator” atau
“penengah”, yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa dalam
menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan. Dengan perkataan lain mediator bisa dikatakan hanya sebagai fasilitator
saja. Hasil akhir dari mediasi diharapkan mencapai suatu titik temu penyelesaian
sebuah masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak yang bersengketa, yang akan
dituangkan dalam suatu kesepakatan berama. Dalam mengambil keputusan berada di
tangan para pihak dan bukan di tangan mediator.

B. Keuntungan Mediasi
Wirhanuddin mengatakan dalam bukunya,7 untuk menyelesaikan sengketa
memang sulit untuk dilakukan, namun bukan berarti tidak mungkin untuk
diwujudkan. Dengan mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan diantaranya:
1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan perselisihan secara cepat, relatif murah
dibandingkan dengan membawa perselisihan ini ke pengadilan atau ke lembaga
arbitrase.
2. Mediasi ini memberikan para pihak sebuah kemampuan untuk melakukan control
terhadap proses dan hasil.
3. Mediasi menfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara
nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka itu sendiri, sehingga
mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya saja.

7
Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, Semarang: Fatawa Publishing, 2014, hlm. 33-
35

6
4. Mediasi memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berpartisipasi secara
langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihannya.
5. Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam arbitrase dan litigasi sulit diprekdiksi,
dengan suatu kepastian melalui suatu consensus.
6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling
pengertian yang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa karena mereka
sendiri yang memutuskannya.

C. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi


Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah proses yang melibatkan
para pihak yang bersengketa, mediator, dan pihak-pihak lain yang terkait. Proses
mediasi ini dimulai dengan penunjukan mediator oleh para pihak atau oleh
pengadilan. Mediator kemudian akan melakukan pertemuan dengan para pihak untuk
menggali informasi dan mendengarkan pendapat mereka. Mediator juga akan
membantu para pihak untuk menemukan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah
pihak.
Proses mediasi dapat berlangsung dalam beberapa kali pertemuan. Jika para
pihak berhasil mencapai kesepakatan, maka kesepakatan tersebut akan dituangkan
dalam suatu akta perdamaian mediasi. Akta perdamaian mediasi harus ditandatangani
oleh para pihak dan mediator. Akta perdamaian mediasi ini memiliki kekuatan hukum
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap8.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang proses penyelesaian sengketa
melalui mediasi9:

8
Ainal Mardhiah, “Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Berdasarkan Perma No. 1/2008,”
Kanun Jurnal Ilmu Hukum 13, no. 1 (2011): 153–169.
9
Riscilia Lomban, “Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi,” Lex Privatum 1, no. 4
(2013).

7
1. Penunjukan Mediator
Mediator dapat ditunjuk oleh para pihak atau oleh pengadilan. Jika para pihak
berhasil menyepakati mediator, maka mediator akan ditunjuk oleh para pihak.
Jika para pihak tidak dapat menyepakati mediator, maka mediator akan ditunjuk
oleh ketua pengadilan.
2. Pertemuan Mediasi
Setelah mediator ditunjuk, maka mediator akan melakukan pertemuan dengan
para pihak untuk menggali informasi dan mendengarkan pendapat mereka.
Mediator juga akan membantu para pihak untuk menemukan solusi yang dapat
diterima oleh kedua belah pihak. Pertemuan mediasi biasanya dilakukan di ruang
mediasi yang disediakan oleh lembaga peradilan atau lembaga penyedia jasa
mediasi.
3. Hasil Mediasi
Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, maka kesepakatan tersebut akan
dituangkan dalam suatu akta perdamaian mediasi. Akta perdamaian mediasi
harus ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Akta perdamaian mediasi
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap. Artinya, akta perdamaian mediasi ini dapat dipaksakan
pelaksanaannya oleh pengadilan jika salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya.
4. Keberhasilan Mediasi
Keberhasilan mediasi ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: Kesediaan
para pihak untuk menyelesaikan sengketa secara sukarela, Kemampuan mediator
untuk menciptakan suasana yang kondusif, Kesepakatan yang dicapai oleh para
pihak. Mediasi dapat dikatakan berhasil jika para pihak dapat mencapai
kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

8
D. Mediasi Melalui Lembaga Peradilan
1. Integrasi Mediasi di Pengadilan
Integrasi mediasi di pengadilan adalah upaya untuk memasukkan mediasi
sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa (APS) dalam sistem peradilan.
Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa secara damai yang melibatkan
para pihak yang bersengketa dan seorang mediator. Mediator berperan sebagai
fasilitator yang membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan yang adil dan
memuaskan. Integrasi mediasi di pengadilan bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kepastian hukum, karena para pihak yang bersengketa
memiliki kesempatan untuk menyelesaikan sengketanya secara damai dan
adil.
b. Mempercepat proses penyelesaian sengketa, karena mediasi dapat
dilakukan secara lebih sederhana dan cepat daripada proses litigasi.
c. Mengurangi beban kerja pengadilan, karena tidak semua perkara perlu
diselesaikan melalui jalur litigasi.
Integrasi mediasi di pengadilan di Indonesia telah diatur dalam beberapa
peraturan perundang-undangan, antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (UU 30/1999)
b. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan (PERMA 1/2004)
c. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan (PERMA 1/2016)
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, mediasi di pengadilan
dapat dilakukan dalam berbagai jenis perkara, baik perdata maupun pidana.
Namun, mediasi di pengadilan lebih banyak diterapkan dalam perkara perdata,

9
seperti perkara perdata umum, perkara perdata khusus, dan perkara perdata
agama10.
2. Perubahan pnting dalam PERMA No.1 Tahun 2016
Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) No.1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disambut baik oleh Asosiasi Pengacara
Syariah Indonesia (APSI). Pengelola Pusdiklat APSI, Thalis Noor Cahyadi,
mengatakan ada beberapa hal penting yang menjadi pembeda antara PERMA
No.1 Tahun 2016 dengan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Mediasi.
Pertama, terkait batas waktu mediasi yang lebih singkat dari 40 hari menjadi
30 hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi. Kedua, adanya
kewajiban bagi para pihak (inpersoon) untuk menghadiri secara langsung
pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kecuali ada
alasan sah seperti kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam
pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter; di bawah pengampuan;
mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau
menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat
ditinggalkan.
Ketiga, hal yang paling baru adalah adanya aturan tentang Iktikad Baik
dalam proses mediasi dan akibat hukum para pihak yang tidak beriktikad baik
dalam proses mediasi. Pasal 7 menyatakan: (1) Para Pihak dan/atau kuasa
hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. 2) Salah satu pihak
atau Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik
oleh Mediator dalam hal yang bersangkutan:
a. tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam
pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;

10
Imade Sukadana, “Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka
Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, Dan Biaya Ringan” (Universitas Brawijaya,
2011), http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160823/.

10
b. menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada
pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturut-turut tanpa alasan sah;
c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan
Mediasi tanpa alasan sah;
d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak
menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau
e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah
disepakati tanpa alasan sah.
Thalis menjelaskan, apabila penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik
dalam proses Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), maka
berdasarkan Pasal 23, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim
Pemeriksa Perkara. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 22 PERMA No.1 Tahun
2016.
Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai pula kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. Mediator
menyampaikan laporan penggugat tidak beriktikad baik kepada Hakim
Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan
perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat
dilaksanakannya Mediasi. Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan putusan yang merupakan
putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima disertai
penghukuman pembayaran Biaya Mediasi dan biaya perkara.
Biaya Mediasi sebagai penghukuman kepada penggugat dapat diambil dari
panjar biaya perkara atau pembayaran tersendiri oleh penggugat dan diserahkan
kepada tergugat melalui kepaniteraan Pengadilan. Apabila Tergugat yang
dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),

11
dikenai kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. Mediator menyampaikan laporan
tergugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai
rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam
laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.
Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
sebelum melanjutkan pemeriksaan, Hakim Pemeriksa Perkara dalam persidangan
yang ditetapkan berikutnya wajib mengeluarkan penetapan yang menyatakan
tergugat tidak beriktikad baik dan menghukum tergugat untuk membayar Biaya
Mediasi.
Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari
biaya perkara yang wajib disebutkan dalam amar putusan akhir. Dalam hal
tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimenangkan dalam putusan, amar
putusan menyatakan Biaya Mediasi dibebankan kepada tergugat, sedangkan
biaya perkara tetap dibebankan kepada penggugat sebagai pihak yang kalah.
Dalam perkara perceraian di lingkungan peradilan agama, tergugat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihukum membayar Biaya Mediasi,
sedangkan biaya perkara dibebankan kepada penggugat. Pembayaran Biaya
Mediasi oleh tergugat yang akan diserahkan kepada penggugat melalui
kepaniteraan Pengadilan mengikuti pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama dinyatakan tidak
beriktikad baik oleh Mediator, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh
Hakim Pemeriksa Perkara tanpa penghukuman Biaya Mediasi.
Menurut Thalis, ketentuan Pasal 7, Pasal 22 dan Pasal 23 inilah yang nyata
berbeda dari ketentuan PERMA No.1 Tahun 2008. “Dan menurut hemat saya
disinilah ruh esensial dan indikasi efektifitas proses Mediasi dalam
menyelesaikan perkara. Dengan adanya i’tikad baik inilah maka proses mediasi

12
akan berjalan dengan efektif dan efisien,” ujarnya dalam siaran pers yang
diterima hukumonline, Rabu (10/2).
Thalis menambahkan, PERMA No.1 Tahun 2016 ini pula yang menegaskan
kembali peranan MEDIATOR independen untuk berperan lebih aktif dalam
menyelesaikan perkara atau sengketa di luar pengadilan, yang kemudian hasil
mediasi yang disepakati dapat diajukan penetapan ke Pengadilan melalui
mekanisme gugatan11.
3. Jenis perkara yang wajib Mediasi dan pengecualian
Jenis Perkara Wajib Menempuh Mediasi (Pasal 4) 12
1) Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara
perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak
berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih
dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain
berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.
2) Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui Mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan
tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain:
b) sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
c) sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan
Hubungan Industrial;
d) keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;

11
Imron Choeri and Rani Fitriani, “Implementasi Perma No 1 Tahun 2016 Tentang Mediasi
Perkara Perceraian Di PA Jepara,” Istidal: Jurnal Studi Hukum Islam 8, no. 2 (2021): 220–243.
12
Hanifah Febriani, Carissa Maharani, and Sadida Amalia Izzatul Haq, “PENGATURAN
MEDIASI PENAL PASCA REGULASI KEADILAN RESTORATIF DI KEPOLISIAN,
KEJAKSAAN, DAN MAHKAMAH AGUNG,” Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum 14, no. 1
(2023): 152–176.

13
e) keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
f) permohonan pembatalan putusan arbitrase;
g) keberatan atas putusan Komisi Informasi;
h) penyelesaian perselisihan partai politik;
i) sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana;
dan
j) sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan
tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan;
k) sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya
penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
l) gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam
suatu perkara (intervensi);
m) sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan
pengesahan perkawinan;
n) sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan
penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan
Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi
dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang
ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat.
3) Pernyataan ketidakberhasilan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf e dan salinan sah Sertifikat Mediator dilampirkan dalam surat
gugatan.
4) Berdasarkan kesepakatan Para Pihak, sengketa yang dikecualikan
kewajiban Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c,
dan huruf e tetap dapat diselesaikan melalui Mediasi sukarela pada tahap
pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum.

14
4. Prosedur mediasi
Adapum prosedur mediasi menurut Perma No.1 Tahun 2016 adalah sebagai
berikut:
a. Tahap Pra Mediasi
Pasal 17 PERMA No. 1 Tahun 2016 menerangkan bahwa: “ Pada
hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh para pihak, hakim
pemeriksa perkara mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.”
Yang dimana harus disertai dengan iktikad baik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1), kemudian hakim wajib menunda proses sidang
perkara untuk memberi kesempatan para pihak menempuh proses mediasi.
Disamping itu hakim pemeriksa perkara wajib menjelaskan prosedur
mediasi kepada para pihak.
Dalam Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (2) dijelaskan para
pihak berhak memilih seorang atau lebih mediator yang tercatat dalam
daftar mediator di Pengadilan. Jika dalam proses mediasi terdapat lebih
dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan
disepakati oleh para mediator. Honorarium mediator (biaya mediator) di
jelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) yang menerangkan apabila para
pihak menggunakan jasa mediator hakim dan pegawai pengadilan tidak
dikenakan biaya, tetapi apabila para pihak menggunakan jasa mediator
nonhakim dan bukan pegawai pengadilan ditanggung bersama atau
berdasarkan kesepakatan para pihak.
Batas waktu pemilihan mediator diatur dalam Pasal 20 ayat (1)
sampai dengan (7) , yaitu setelah para pihak hadir pada sidang pertama,
hakim pemeriksa perkara mewajibkan para pihak pada hari itu juga, atau
paling lama 2 (dua) hari berikutnya untuk berunding gunan memilih
mediator termasuk biaya yang mugkin timbul akibat pilihan penggunaan

15
mediator nonhakim dan bukan pegawai pengadilan. Jika sampai dengan
batas waktu yang ditentukan 2 (dua) hari para pihak tidak dapat sepakat
memilih mediator yang dikehendaki, para pihak wajib menyampaikan
kegagalan mereka kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima
pemberitahuan kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim
pemeriksa segera menunjuk mediator hakim atau pegawai pengadilan yang
telah bersertifikat untuk menjalankan fungsinya sebagai mediator.
Apabila para pihak telah memilih mediator, ketua hakim pemeriksa
perkara menerbitkan penetapan yang memuat perintah untuk melakukan
mediasi dan menunjuk mediator. Hakim pemeriksa perkara
memberitahukan penetapan mediator melalui panitera pengganti. Hakim
wajib menunda proses persidangan untuk memberikan kesempatan kepada
para pihak menempuh mediasi. 13
b. Tahap Proses Mediasi
Pasal 24 ayat (1) sampai (4) menerangkan, dalam waktu paling lama
5 (lima) hari sejak penetapan mediasi, para pihak dapat menyerahkan
resume perkara kepada pihak lain dan mediator. Proses mediasi
berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan
perintah melakukan mediasi dan atas dasar kesepakatan para pihak, jangka
waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak berakhirnya jangka waktu mediasi.
Kewajiban beriktikad baik dalam menempuh mediasi diatur dalam
Pasal 7 ayat (1) dan (2), para pihak atau kuasa hukumnya wajib menempuh
mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak atau para pihak dan/atau
kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh mediator
dalam hal yang bersangkutan;

13
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

16
1) tidak hadir setelah dipanggil secara patun 2 (dua) kali berturut-turut
dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
2) menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir
pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2
(dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
3) ketidak hadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan
mediasi tanpa alasan sah;
4) menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau
tidak menanggapi resume perkara pihak lain;
5) tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah
disepakati tanpa alasan sah.
Pasal 26 ayat (1) dan (2) atas persetujuan para pihak dan atau kuasa
hukum, mediator dapat menghadirkan seorang atau lebih ahli, tokoh
masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat. Para pihak harus terlebih dahulu
mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari
penjelasan dan atau penilaian ahli dan atau tokoh masyarakat.14
c. Mediasi Mencapai Kesepakatan
Pasal 27 ayat (1) sampai dengan (6) menjelaskan jika mediasi
berhasil mencapai kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib
merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam kesepakatan perdamaian
yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Dalam proses mediasi
yang diwakili oleh kuasa hukum, penandatanganan kesepakatan
perdamaian hanya dapat dilakukan apabila terdapat pernyataan para pihak
secara tertulis yang memuat persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
Kemudian para pihak melalui mediator dapat mengajukan kesepakatan

14
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

17
perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara agar dikuatkan dalam akta
perdamaian.
Dalam Pasal 28 ayat (1) sampai (5) setelah menerima kesepakatan
perdamaian, hakim pemeriksa perkara segera mempelajari dan menelitinya
dalam waktu paling lama 2 (dua) hari, jika akta perdamaian belum
memenuhi ketentuan, hakim pemeriksa perkara wajib mengembalikan
kesepakatan perdamaian kepada mediator dan para pihak disertai petunjuk
tentang hal yang harus diperbaiki. Setelah mengadakan pertemuan dengan
para pihak, mediator wajib mengajukan kembali kesepakatan perdamaian
yang telah diperbaiki kepada hakim paling lama 7 (tujuh) hari, dan paling
lama 3 (tiga) hari setelah menerima kesepakatan yang telah memenuhi
ketentuan, hakim pemeriksa perkara menerbitkan penetapan hari sidang
untuk membacakan akta perdamaian.
Dalam hal kesepakatan perdamaian sebagian diatur dalam Pasal 29
ayat (1) sampai (5) menerangkan dalam proses mediasi mencapai
kesepakatan antara penggugat dan sebagian pihak tergugat, penggugat
mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak tergugat yang tidak
mencapai kesepakatan sebagian pihak lawan. Kesepakatan perdamaian
sebagian antara pihak sebagaimana dimaksud dibuat dan ditandatangani
oleh penggugat dengan sebagian pihak tergugat yang mencapai
kesepakatan dan mediator. Kesepakatan perdamaian sebagian dapat
dikuatkan dengan akta perdamaian sepanjang tidak menyangkut aset, harta
kekayaan dan/atau kepentingan pihak yang tidak mencapai kesepakatan. 15
d. Mediasi Tidak Berhasil atau Tidak dapat Dilaksanakan
Apabila mediasi tidak berhasil atau tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (1) sampai (3), mediator wajib

15
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

18
menyatakan mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan
memberitahukannya secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara, dalam
hal:
1) Para pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari berikut perpanjangannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3); atau
2) Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dan huruf e.
Mediator wajib menyatakan mediasi tidak dapat dilakukan dan
memberitahukannya secara tertulis kepada hakim pemeriksa perkara, dalam
hal;
1) Melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata
berkaitan dengan pihak lain
2) Melibatkan wewenang kementrian/lembaga/instansi di tingkat
pusat/daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak
menjadi pihak berperkara, kecuali pihak berperkara yang terkait
dengan pihak-pihak tersebut telah memperoleh persetujuan tertulis
dari kementrian/lembaga/instansi dan/atau Badan Usaha Milik
Negara/Daerah untuk mengambil keputusan dalam proses mediasi.
3) Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c.
Dan setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), hakim pemeriksa perkara segera menerbitkan
penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan
hukum acara yang berlaku.16

16
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

19
5. Kesepakatan perdamaian dan akta perdamaian
a. Kesepakatan Perdamaian
Kesepakatan perdamaian adalah kesepakatan yang dicapai oleh para pihak
yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa mereka. Kesepakatan
perdamaian ini dapat dibuat secara informal, misalnya hanya dengan lisan
atau tertulis, atau secara formal, misalnya dengan dibuat di hadapan
notaris.
1) Kesepakatan Perdamaian Secara Informal
Kesepakatan perdamaian yang dibuat secara informal tidak memiliki
kekuatan hukum yang mengikat. Artinya, kesepakatan perdamaian ini
tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh pengadilan jika salah satu
pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Kesepakatan perdamaian yang dibuat secara informal biasanya hanya
berupa lisan atau tertulis. Kesepakatan perdamaian yang dibuat secara
lisan dapat berupa percakapan antara para pihak, sedangkan kesepakatan
perdamaian yang dibuat secara tertulis dapat berupa surat, email, atau
dokumen lainnya.
2) Kesepakatan Perdamaian Secara Formal
Kesepakatan perdamaian yang dibuat secara formal memiliki kekuatan
hukum yang mengikat. Artinya, kesepakatan perdamaian ini dapat
dipaksakan pelaksanaannya oleh pengadilan jika salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya. Kesepakatan perdamaian yang dibuat secara
formal biasanya dibuat di hadapan notaris. Kesepakatan perdamaian yang
dibuat di hadapan notaris disebut akta perdamaian.
b. Akta Perdamaian Mediasi
Akta perdamaian mediasi adalah akta yang memuat kesepakatan
perdamaian yang dicapai melalui proses mediasi. Proses mediasi adalah

20
proses penyelesaian sengketa secara sukarela dengan bantuan mediator,
yaitu pihak ketiga yang netral dan membantu para pihak untuk menemukan
solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Dalam proses mediasi, para pihak akan berusaha untuk mencapai
kesepakatan yang dapat menyelesaikan sengketa mereka. Jika berhasil,
kesepakatan perdamaian ini akan dituangkan dalam suatu akta perdamaian
mediasi.
Akta perdamaian mediasi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Artinya, akta
perdamaian mediasi ini dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh pengadilan
jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya17.

E. Lembaga Penyedia Jasa Mendiasi


1. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)
LAPSPI merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang bisa menjadi
alternatif bagi konsumen yang memiliki masalah dengan nilai sengketa yang
tidak terlalu besar. Layanan lembaga ini sepenuhnya gratis, sehingga konsumen
tidak perlu direpotkan dengan pengurusan di pengadilan. Hasil keputusan dari
LAPSPI ini nantinya bersifat mengikat kedua belah pihak, tetapi jika konsumen
merasa tidak puas, boleh membawanya ke pengadilan. Lembaga ini didirikan
oleh 6 asosiasi perbankan yakni LAPSPI didirikan oleh enam asosiasi perbankan
di Indonesia, yaitu: Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas),
Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Perhimpunan Bank Perkreditan
Rakyat Indonesia (Perbarindo), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo),
dan Perhimpunan Bank Asing (Perbina)
.

17
Akta Perdamaian, “KEKUATAN AKTA PERDAMAIAN DAN MASALAHNYA” 13
(2022): 2, https://jurnal.ugj.ac.id/index.php/Responsif.

21
2. Badan Arbitrase dan Mediasi Penjaminan Indonesia (BAMPI)
BAMPI adalah lembaga yang didirikan 17 lembaga penjaminan yang juga
merupakan anggota Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Lembaga yang didirikan pada 10 April 2015 ini bisa membantu masalah
konsumen yang berkaitan dengan pegadaian dan pembiayaan. Termasuk jika
konsumen memiliki pengaduan atas tindakan debt collector saat meminta
pembayaran cicilan kredit.
Masalah di lembaga pembiayaan merupakan masalah klasik yang banyak
terjadi di masyarakat bawah. Pemahaman yang keliru tentang aturan dan
kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan yang seharusnya masuk
ranah hukum perdata sering kali justru berakhir pada tindakan kekerasan yang
membawa masalah ke ranah pidana. Sosialisasi hadirnya lembaga ini sangat
penting untuk meminimalkan permasalahan yang ada di lapangan.
3. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)
BAPMI merupakan sebuah lembaga yang membantu mengatasi masalah
sengketa yang berkaitan dengan pasar modal. Lembaga ini didirikan pada 2002,
jauh sebelum OJK mengeluarkan peraturan tentang adanya LAPS. Apabila
mengalami masalah seputar pasar modal, seperti misalnya tentang repurchase
agreement (repo), konsumen bisa menghubungi BAPMI agar bisa dibantu
melakukan mediasi.
4. Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
Apabila Anda mengalami masalah dengan klaim asuransi yang ditolak, salah
satu langkah yang bisa diambil adalah dengan menghubungi BMAI untuk
membantu menyelesaikan permasalahan.BMAI merupakan lembaga yang berada
di bawah payung Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Asuransi
Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia

22
(AAJSI). Ketiganya merupakan anggota Federasi Asosiasi Pengasuransian
Indonesia (FAPI).
Didirikannya BMAI bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada pihak
yang tertanggung yang kurang paham dengan aturan asuransi. Pihak tertanggung
ini tidak akan dimintai biaya untuk bantuan hukum yang diberikan BMAI. Tiga
mekanisme yang biasanya dilakukan BMAI untuk menyelesaikan masalah, yakni
mediasi, ajudikasi, dan arbitrase. BMAI mampu memberikan bantuan melayani
sengketa dengan batas maksimal ganti rugi hingga Rp750 juta untuk asuransi
umum dan Rp500 juta untuk asuransi jiwa.
Penolakan atas klaim dan salah paham antara nasabah dan perusahaan
asuransi menempati urutan atas dalam kasus yang disengketakan di lembaga
mediasi. Kehadiran lembaga ini bisa memberikan pemahaman yang baik bagi
kedua belah pihak yang bersengketa untuk meminimalkan perselisihan.
5. Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP)
BMDP merupakan lembaga mediasi yang membantu permasalahan yang
terkait dengan dana pensiun. BMDP didirikan untuk menjembatani mantan
pegawai/karyawan yang bermasalah/bersengketa dengan uang pensiunnya. Salah
satu contoh kasus yang bisa mendapatkan bantuan dari BMDP adalah
pemotongan dana pensiun karena sebab yang tidak jelas.
6. Badan Arbitrase Ventura Indonesia (BAVI)
BAVI adalah lembaga mediasi yang didirikan pada tahun 2014 oleh empat
perusahaan: PT Sarana Jatim Ventura, PT Bahana Artha Ventura, PT Pertamina
Dana Ventura, dan PT Astra Mitra Ventura. Lembaga ini fokus pada pemberian
bantuan mediasi terkait dengan masalah yang menyangkut modal ventura. Salah
satu jenis masalah yang mungkin timbul dari sektor keuangan ventura adalah
bagi hasil yang tidak sesuai dengan kontrak oleh pemilik modal ventura atau
pelanggaran kontrak bagi hasil yang dilakukan pemodal ventura.

23
7. Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI)
BMPPI merupakan lembaga mediasi yang tergolong baru. Lembaga ini
didirikan organisasi-organisasi di sektor pembiayaan dan pegadaian bersama
dengan PT Pegadaian pada tahun 2014. Masalah yang diselesaikan BMPPI
adalah terjadinya kerusakan atau kehilangan pada barang yang digadaikan.
Apabila Anda sebagai konsumen mengalami kejadian tersebut, Anda bisa
menghubungi BMPPI untuk mendapatkan bantuan penanganan masalah.
Perlu diingat bahwa BMPPI lebih cenderung ke penanganan masalah di
pegadaian, bukan pembiayaan. Untuk masalah pembiayaan, Anda bisa meminta
mediasi ke BAMPI yang fokus ke sengketa perusahaan pembiayaan dengan
konsumennya18.

18
Gatot P Soemartono RM, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia (Gramedia Pustaka Utama,
2006).

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa rumusan pengertian mediasi diatas, dapat di simpulkan bahwa
mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan
yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (non intervention) dan tidak
memihak (impartial) kepada para pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya
oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut dinamakan “mediator” atau
“penengah”, yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa dalam
menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan. Dengan perkataan lain mediator bisa dikatakan hanya sebagai fasilitator
saja. Hasil akhir dari mediasi diharapkan mencapai suatu titik temu penyelesaian
sebuah masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak yang bersengketa, yang akan
dituangkan dalam suatu kesepakatan berama. Dalam mengambil keputusan berada di
tangan para pihak dan bukan di tangan mediator.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk memberi kritik
dan saran yang membangun supaya penulis mendapat pembelajaran baru. Dan
semoga makalah ini sanggup menjadi kawasan mendapat ilmu pengetahuan baru.

25
DAFTAR PUSTAKA

I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesia Business Law


Center (IBLC) bekerjasama dengan Kantor Hukum Gani Djemat & Partners,
Jakarta, 2007

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, & Hukum
Nasional, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009

Lorna Gilmour, Penny Hand, dan Cormac McKeown (eds.), Collins English Dictionary and
Thesaurus, Third Edition Great Britain : Harper Colins Publishers, 2007, h. 510
dalam Syahrisal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional,Kencana, Jakarta,2011

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003

Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, Semarang: Fatawa Publishing, 2014

Choeri, Imron, and Rani Fitriani. “Implementasi Perma No 1 Tahun 2016 Tentang Mediasi
Perkara Perceraian Di PA Jepara.” Istidal: Jurnal Studi Hukum Islam 8, no. 2
(2021): 220–243.
Febriani, Hanifah, Carissa Maharani, and Sadida Amalia Izzatul Haq. “PENGATURAN
MEDIASI PENAL PASCA REGULASI KEADILAN RESTORATIF DI
KEPOLISIAN, KEJAKSAAN, DAN MAHKAMAH AGUNG.” Media Keadilan:
Jurnal Ilmu Hukum 14, no. 1 (2023): 152–176.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan
Lomban, Riscilia. “Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi.” Lex Privatum 1, no. 4
(2013).
Mardhiah, Ainal. “Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Berdasarkan Perma No.

26
1/2008.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 13, no. 1 (2011): 153–169.
Perdamaian, Akta. “KEKUATAN AKTA PERDAMAIAN DAN MASALAHNYA” 13
(2022): 2. https://jurnal.ugj.ac.id/index.php/Responsif.
RM, Gatot P Soemartono. Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama,
2006.
Sukadana, Imade. “Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka
Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, Dan Biaya Ringan.”
Universitas Brawijaya, 2011. http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160823/.

27

Anda mungkin juga menyukai