Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP YURIDIS TENTANG PERANTARA

Dosen Pengajar:
Ida Friatna, M.Ag.

Disusun Oleh:
Muhammad Djardjis 220106098
Nafsan Abidarda 220106120
Diski Adlani 220106132
Arif Hadi Ramadhana 220106131
Sarbaini Lembong 220106012

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PRODI ILMU HUKUM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Banda Aceh, 28 September 2023

Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB I ........................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN............................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................1
BAB II .......................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 2
A. Konsep Yuridis Perantara .............................................................................................................2
B. Konsep Yuridis Makelar ...............................................................................................................4
C. Konsep Yuridis Komisioner ..........................................................................................................6
D. Konsep Yuridis Agen ....................................................................................................................9
BAB III ....................................................................................................................................... 11
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan ................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia perdagangan sekarang ini peran jasa perantara/makelar dagang sangat
dibutuhkan oleh kalangan pengusaha/ produsen agar produknya dapat sampai ke tangan
konsumen secara lebih efektif dan efisien. Perantara /makelar berperan
mempertemukan penjual dengan pembeli atas nama orang lain atau perusahaan. Di era
modern saat ini peran makelar atau perantara dalam menjembatani suatu transaksi jual
beli keberadaannya sangatlah penting. Makelar adalah orang yang bertindak sebagai
penghubung antara 2 (dua) belah pihak yang berkepentingan, umumnya pihak-pihak
yang akan melakukan transaksi jual beli. Di dalam hal ini makelar adalah pedagang
perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil upah tanpa
menanggung risiko, dengan kata lain makelar ialah penengah antara penjual dan
pembeli untuk memudahkan jual beli. 1
Ditinjau dari hukum dagang, makelar diatur dalam Pasal 62 sampai 73 KUHD.
Dalam pasal 62 KUHD menjelaskan bahwa makelar ialah seorang perantara antara si
pembeli dan si penjual barang. Pekerjaan makelar ialah mengadakan perjanjian –
perjanjian atas nama, atas perintah dan biaya orang lain. Seorang makelar harus
diangkat oleh pemerintah. Sesudah mendapat pengangkatan, ia harus disumpah di
hadapan Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum tempat tinggal makelar tersebut.
Makelar bersumpah bahwa ia akan memenuhi segala kewajiban yang diberikan
kepadanya dengan tulus dan ikhlas hati.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu konsep yuridis perantara?


2. Apa yang disebut dengan konsep yuridis makelar?
3. Apa itu konsep yuridis komisioner?
4. Apa itu Konsep yuridis agen?

1 Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakes 29 Maret 2021

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Yuridis Perantara

Konsep yuridis perantara berkaitan dengan peran perantara dalam berbagai bidang,
seperti perdagangan, tindak pidana, dan penyelesaian sengketa. Perantara adalah
individu atau entitas yang bertindak sebagai pihak ketiga yang netral dan independen
untuk membantu pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa atau transaksi hukum. Tugas
utama perantara adalah memfasilitasi komunikasi, bernegosiasi, dan mencari solusi
yang dapat diterima oleh semua pihak. Berikut adalah peran konsep yuridis perantara:
1. Peran perantara dalam perdagangan
Dalam dunia perdagangan, peran jasa perantara/makelar dagang sangat dibutuhkan.
Perantara dagang adalah orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan sebagai
perantara dalam jual beli barang atau jasa antara penjual dan pembeli. Peran
perantara dagang antara lain adalah mempertemukan penjual dan pembeli,
membantu negosiasi harga, membantu pengiriman barang, dan membantu
penyelesaian sengketa.

2. Peran perantara dalam tindak pidana


Dalam tindak pidana, peran perantara juga sangat penting. Salah satu contohnya
adalah perantara dalam tindak pidana narkotika. Perantara dalam tindak pidana
narkotika adalah orang yang menjadi penghubung antara penjual dan pembeli
narkotika. Peran perantara dalam tindak pidana narkotika diatur dalam Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Perbuatan menjadi perantara
dalam tindak pidana narkotika dapat dikenakan sanksi pidana.

3. Peran perantara dalam penyelesaian sengketa


Peran perantara juga sangat penting dalam penyelesaian sengketa. Perantara dalam
penyelesaian sengketa adalah orang atau badan hukum yang membantu pihak-pihak
yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan tanpa melalui proses pengadilan.
Peran perantara dalam penyelesaian sengketa antara lain adalah membantu pihak-

2
pihak yang bersengketa untuk berkomunikasi, membantu mencari solusi yang
menguntungkan kedua belah pihak, dan membantu menyusun kesepakatan.

Konsep yuridis perantara mengacu pada peran atau fungsi yang dimainkan oleh
pihak ketiga atau perantara dalam penyelesaian sengketa atau transaksi hukum
antara dua pihak atau lebih. Perantara ini dapat berperan dalam berbagai konteks
hukum, termasuk penyelesaian sengketa, negosiasi kontrak, arbitrase, mediasi, dan
sebagainya.
1. Tujuan Perantara
a. Penyelesaian Sengketa: Dalam konteks penyelesaian sengketa, perantara
bertujuan untuk membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai
kesepakatan tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang dan mahal.
b. Negosiasi Kontrak: Dalam negosiasi kontrak, perantara membantu pihak-
pihak yang bertransaksi untuk mencapai kesepakatan yang saling
menguntungkan dan meminimalkan konflik di masa mendatang.
2. Keunggulan Perantara:
a. Keberpihakan: Perantara harus bersikap netral dan tidak memihak kepada
salah satu pihak, sehingga dapat membantu menciptakan rasa keadilan.
b. Ketertutupan: Sering kali, proses perantaraan dilakukan secara rahasia, yang
dapat membantu pihak-pihak menjaga informasi sensitif atau rahasia bisnis.
c. Fleksibilitas: Perantara memiliki fleksibilitas untuk mengadopsi berbagai
pendekatan dalam mencari solusi, yang mungkin tidak tersedia dalam sistem
peradilan formal.
3. Jenis-Jenis Perantara:
a. Mediator: Mediator adalah perantara yang membantu pihak-pihak dalam
mencapai kesepakatan dalam sengketa. Mereka tidak mengambil keputusan,
tetapi mereka memfasilitasi komunikasi dan negosiasi.
b. Arbitrator: Arbitrator adalah perantara yang memiliki wewenang untuk
membuat keputusan yang mengikat dalam penyelesaian sengketa. Biasanya
digunakan dalam arbitrase.
c. Konciliator: Konciliator adalah perantara yang memberikan rekomendasi
kepada pihak-pihak dalam penyelesaian sengketa, tetapi keputusan akhir
tetap ada pada pihak-pihak tersebut.

3
4. Proses Perantaraan:
a. Pertemuan Awal: Pihak-pihak yang bersengketa atau bertransaksi bertemu
dengan perantara untuk menjelaskan masalah atau tujuan mereka.
b. Sesi Perantaraan: Perantara memfasilitasi komunikasi dan negosiasi antara
pihak-pihak, mencari solusi yang dapat diterima.
c. Kesepakatan: Jika pihak-pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat
perjanjian tertulis yang mengikat.

Perantaraan adalah alat yang berguna dalam menyelesaikan sengketa dan


merundingkan kontrak di berbagai konteks hukum. Dalam banyak kasus, ia
dapat menghemat waktu, biaya, dan konflik yang mungkin timbul dalam proses
peradilan formal. Namun, keberhasilan perantaraan sangat tergantung pada
kemampuan, integritas, dan independensi perantara yang bersangkutan.

B. Konsep Yuridis Makelar

Ketentuan tentang makelar terdapat dalam Pasal 62-73 KUHD. Berdasarkan Pasal
62 KUHD, makelar itu adalah seorang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh
seorang pembesar yang ditunjuk oleh Presiden, dalam hal ini Kepala Pemerintah
Daerah.
Dengan demikian, seorang makelar adalah pedagang perantara yang membuka
usahanya di bidang perantara atas izin pengusaha setempat atas nama presiden. Contoh
makelar pada saat ini adalah semisal broker dan pialang saham.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh makelar, sebagaimana dalam Pasal
62 ayat (1) dan ayat (2) KUHD, yaitu:
a. Ahli dalam bidangnya.
b. Harus mengikuti ujian dan lulus dalam ujian tersebut.
c. Harus seorang pengusaha.
d. Dilakukan secara terang-terangan atau tidak melanggar hukum.
e. Merupakan profesi sehari-hari, atau dilakukan secara terus-menerus.
f. Berorientasi mencari keuntungan.
g. Diangkat oleh presiden, atau pejabat yang ditunjuk.
h. Mengangkat sumpah di Pengadilan Negeri setempat.

4
Menurut ketentuan pasal 65 ayat (1) KUHD, ada dua jenis pengangkatan makelar,
yaitu:

a. Umum, yaitu makelar yang diangkat untuk segala jenis usaha dagang.
b. Khusus, yaitu makelar yang diangkat hanya untuk jenis usaha dagang tertentu,
sebagaimana disebutkan dengan jelas dalam akta pengangkatannya.

Dalam kaitannya dengan hubungan hukum principal (pengusaha), makelar dan


pihak ketiga, maka mempunyai alur sebagai berikut: pertama, principal menunjuk
makelar melalui suatu perjanjian pemberian kuasa, yang di dalamnya ditentukan
kewenangan makelar. Kedua, makelar mengadakan hubungan hukum dengan pihak
ketiga, sebagai pelaksana amanat dari pemberi kuasa. Ketiga, sebagai akibat hukum
maka telah terjadi hubungan hukum perikatan antara principal dengan pihak ketiga.
Yang perlu diperhatikan, bahwa makelar dalam melaksanakan tugasnya bertindak
untuk dan atas nama principal, sehingga makelar hanya sebagai perantara.

Memperhatikan alur di atas maka sifat hubungan hukum yang ada adalah sebagai
berikut:

a. Hubungan antara principal dengan makelar hanya bersifat sementara atau tidak
tetap.
b. Makelar bertindak untuk kepentingan dan atas nama principal.
c. Makelar bukan para pihak, sehingga tidak dapat dituntut sebagai tergugat, namun
hanya sebagai turut tergugat.
d. Makelar berhak atas upah atau provisi dari principal.

Dalam Pasal 64 KUHD disebutkan macam-macam pekerjaan makelar, antara lain:

a. Melakukan penjualan dan pembelian bagi principalnya atas barang-barang


dagangan dan lainnya.
b. Kapal-kapal.
c. Saham atau andil.
d. Pencarteran kapal.
e. Perutangan uang atau lainnya.

5
Sedangkan hak makelar adalah sebagai berikut:

a. Hak atas upah dari principal, yang dalam hal ini disebut provisi
b. Hak retensi atau menahan barang, jika belum mendapatkan provisi.

Adapun kewajiban makelar diatur dalam Pasal 66-71 KUHD, yaitu:

a. Membuat pembukuan (buku saku dan buku harian) yang berisi: nama para pihak,
waktu transaksi, waktu levering, dan macam atau jenis dan jumlah barang (Pasal 66
KUHD).
b. Membuat kutipan pembukuan kepada pihak yang berkepentingan (Pasal 67 ayat (1)
KUHD).
c. Melakukan pembukaan pembukuan atas perintah hakim guna pemeriksaan perkara
di pengadilan (Pasal 67 ayat (2) KUHD).
d. Menyimpan contoh barang (Pasal 69 KUHD).
e. Bertanggung jawab atas keaslian tanda tangan surat berharga (Pasal 70 KUHD).
f. Membayar ganti rugi, biaya-biaya dan bunga (Pasal 71 KUHD).

Di samping itu, sebagaimana Pasal 65 ayat (2) KUHD, makelar dilarang:

a. Berdagang atau berusaha jenis barang yang sama dengan mata usaha principal yang
diperantarainya.
b. Menjadi penjamin atas perjanjian atau perikatan yang diperantarainya.

Dalam KUHD juga disebutkan ketentuan sanksi bagi makelar, yaitu:

a. Dibebas tugaskan oleh pejabat yang mengangkat jika melanggar Buku I Bab IV
Bagian II KUHD, namun makelar masih bisa diangkat kembali, sebagaimana dalam
Pasal 71 KUHD.
b. Dilepas dari jabatannya jika melanggar pasal 65 ayat (2) KUHD dan jatuh pailit,
sebagaimana dalam Pasal 72 KUHD. Dalam hal ini, makelar tidak dapat diangkat
kembali, sebagaimana Pasal 73 KUHD.

C. Konsep Yuridis Komisioner

Komisioner dalam KUHD diatur dalam Pasal 76-85 KUHD. Yaitu, “orang yang
menjalankan perusahaan dengan membuat perjanjian-perjanjian atas namanya sendiri,

6
tetapi atas amanat dan tanggungan orang lain dengan menerima upah atau provisi,”
sebagaimana dalam Pasal 76 KUHD. Inilah yang membedakan makelar dengan
komisioner, bahwa seorang komisioner bertindak atas nama sendiri, ia bertindak atas
perintah dan tanggungan orang lain dan untuk tindakannya itu ia menerima upah atau
provisi.
Sedangkan ciri-ciri komisioner adalah sebagai berikut:
a. Seorang pengusaha, sebagaimana dalam Pasal 76 KUHD
b. Bertindak untuk principal dan atas nama diri sendiri, sebagaimana dalam Pasal 76
KUHD.
c. Tidak berkewajiban menyebut nama principal, sebagaimana dalam Pasal 77 ayat
(1) KUHD.
d. Boleh bertindak atas nama principal, termasuk perjanjian pemberian kuasa biasa,
sebagaimana dalam Pasal 79 KUHD.
e. Komisioner adalah pihak dalam perjanjian, sebagaimana dalam Pasal 77 ayat (2)
KUHD.
f. Tidak diperlukan pengangkatan secara resmi dan sumpah.

Dalam kaitannya komisioner bertindak atas nama sendiri atau atas nama principal,
perlu memperhatikan beberapa hal. Jika komisioner bertindak atas nama sendiri,
sebagaimana Pasal 76 KUHD, maka ada beberapa konsekuensi hukum, yaitu:

a. Komisioner terikat langsung dengan perikatan, sebagaimana Pasal 77 ayat (2)


KUHD.
b. Principal tidak dapat menuntut pihak ketiga, karena principal bukan termasuk para
pihak, sehingga dasar untuk menuntut tidak ada, sebagaimana Pasal 78 KUHD.
c. Komisioner bertanggung jawab atas biaya, kerugian, dan bunga jika wanprestasi,
sebagaimana Pasal 1800 ayat (1) KUHPerdata.

Namun, jika komisioner bertindak dengan nama principal, sebagaimana dalam Pasal 79
KUHD, maka:

a. Pada komisioner hanya berlaku perjanjian pemberian kuasa biasa.


b. Komisioner hanya sebagai perantara biasa, bukan termasuk para pihak.
c. Komisioner tidak memiliki hak mendahului.

Alur hubungan hukum antara principal, komisioner dengan pihak ketiga adalah
sebagai berikut: pertama, principal mengadakan perjanjian pemberian kuasa dengan

7
komisioner yang disebut dengan “perjanjian komisi”, bisa bersifat khusus atau biasa.
Kedua, komisioner mengadakan hubungan hukum perikatan dengan pihak ketiga.
Dengan demikian, secara hukum pemberi kuasa (principal) tidak ada hubungan hukum
dengan pihak ketiga, karena yang memiliki hubungan hukum dengan pihak ketiga
adalah komisioner

Ada beberapa hak khusus bagi komisioner, yaitu:

a. Hak mendahului, sebagaimana dalam Pasal 80-83 KUHD. Yaitu, hak istimewa
komisioner atas barang-barang principal yang ada di tangan komisioner dalam
rangka pemenuhan hutang atau penagihan komisioner: untuk dijual, yang ditahan
guna kepentingan yang akan datang, dan yang dibeli dan diterima untuk
kepentingan principal. Namun, izin penjualan dari Pengadilan Negeri setempat dan
harus memberitahu principal.
b. Hak retensi, sebagaimana dalam Pasal 85 KUHD jo. pasal 1812 KUHPerdata.
Yaitu, hak kuasa untuk menahan barang sampai upah atau provisi dan biaya-biaya
lain dibayar oleh principal. Namun, barang tersebut tidak boleh dijual, jika terjadi
pailit, tetapi principal dengan diwakili oleh kurator akan menjualnya, kemudian
komisioner akan didahulukan pelunasan upahnya daripada kreditur lain.

Berakhirnya pemberian kuasa pada komisioner, yaitu:

a. Meninggalnya si pemberi kuasa dan pemegang kuasa.


b. Dicabutnya pemberian kuasa oleh pemberi kuasa.
c. Pengembalian pemberian kuasa oleh pemegang kuasa.
d. Pengampuan, pailit, ketidakmampuan pemberi atau pemegang kuasa.

Sedangkan berakhirnya perjanjian komisi menurut KUHPerdata adalah:

a. Jika principal meninggal dunia, sedangkan tugas komisinya belum selesai, maka
komisioner wajib menyelesaikan tugasnya sampai tuntas, sebagaimana Pasal 1813
ayat (3) KUHPerdata.
b. Jika komisioner meninggal dunia, maka ahli warisnya yang wajib meneruskan tugas
komisioner yang belum terselesaikan, sebagaimana Pasal 1819.

8
D. Konsep Yuridis Agen

Konsep yuridis agen adalah bagian dari hukum yang mengatur hubungan antara
agen dan prinsipal dalam konteks perjanjian agen. Agen adalah individu atau entitas
yang bertindak atas nama prinsipal untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Prinsipal
adalah individu atau entitas yang memberi wewenang kepada agen untuk bertindak atas
namanya dalam hal-hal tertentu. Hubungan agen-prinsipal memiliki aspek hukum yang
rumit dan terdapat beberapa prinsip hukum yang mengatur hal ini.
1. Definisi Agen dan Prinsipal: Agen adalah individu atau entitas yang bertindak atas
nama prinsipal dalam melakukan tindakan hukum. Prinsipal adalah individu atau
entitas yang memberi wewenang kepada agen untuk bertindak atas namanya.
Prinsipal biasanya memberikan wewenang ini melalui suatu perjanjian.
2. Peran Agen: Agen bertindak atas nama prinsipal dan memiliki kewajiban untuk
menjalankan instruksi yang diberikan oleh prinsipalnya, selama tindakan tersebut
sesuai dengan batas wewenang yang telah diberikan. Tindakan agen dianggap
sebagai tindakan prinsipal, dan prinsipal bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
3. Batasan Wewenang: Prinsipal dapat mengatur batasan-batasan tertentu terkait
dengan wewenang agen dalam perjanjian agen. Prinsipal tidak akan bertanggung
jawab atas tindakan agen yang dilakukan di luar batasan-batasan ini, kecuali jika
ada alasan-alasan tertentu yang membenarkan tindakan tersebut.
4. Kewajiban Agen: Agen memiliki kewajiban untuk menjalankan instruksi prinsipal
dengan itikad baik dan dengan standar kecermatan yang wajar. Mereka juga harus
memberikan laporan kepada prinsipal tentang tindakan yang mereka lakukan atas
nama prinsipal.
5. Hubungan Kontraktual: Hubungan antara agen dan prinsipal biasanya diatur oleh
perjanjian tertulis. Perjanjian ini dapat berupa kontrak agen yang mengatur hak dan
kewajiban keduanya, termasuk kompensasi yang akan diterima oleh agen.
6. Tanggung Jawab Hukum: Prinsipal bertanggung jawab atas tindakan agen yang
dilakukan dalam konteks pekerjaan atau wewenang yang diberikan oleh prinsipal.
Ini berarti bahwa jika agen melakukan tindakan yang melanggar hukum atau
merugikan pihak ketiga, prinsipal dapat dianggap bertanggung jawab secara
hukum.

9
7. Pemberhentian Agen: Prinsipal memiliki hak untuk memberhentikan agen kapan
saja, kecuali jika ada kontrak yang mengikat yang mengatur masa berlaku
perjanjian agen.
8. Pemberhentian Wewenang: Prinsipal juga dapat mencabut wewenang agen kapan
saja, dan agen tidak lagi memiliki wewenang untuk bertindak atas nama prinsipal
setelah pencabutan wewenang tersebut.

10
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Perantara
a. Perantara adalah individu atau entitas yang memfasilitasi transaksi antara dua
pihak atau lebih, tetapi tidak bertindak atas nama mereka sendiri.
b. Mereka berperan sebagai perantara untuk membantu pihak-pihak terlibat
dalam mencapai kesepakatan, namun mereka tidak memiliki kewenangan
untuk membuat keputusan atau mengikat kontrak atas nama pihak yang
mereka wakili.
c. Tugas utama perantara adalah memfasilitasi komunikasi antara pihak-pihak
yang terlibat dalam transaksi dan mencari potensi kesepakatan yang
menguntungkan semua pihak.

2. Makelar
a. Makelar adalah sejenis perantara yang biasanya bergerak dalam bidang jual
beli barang atau properti.
b. Mereka membantu pembeli dan penjual untuk menemukan kesepakatan yang
cocok, dan mereka dapat menerima komisi sebagai imbalan atas layanan
mereka jika transaksi berhasil.
c. Makelar tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan atau mengikat
kontrak atas nama pembeli atau penjual, tetapi mereka membantu dalam
negosiasi dan memfasilitasi proses transaksi.

3. Komisioner
a. Komisioner adalah individu atau entitas yang bertindak sebagai perantara
dalam transaksi komisi, di mana mereka menjual barang atau jasa atas nama
pihak lain dengan imbalan komisi.
b. Mereka bertindak atas nama pemilik barang atau jasa dan bertanggung jawab
untuk mencari pembeli yang cocok.

11
c. Komisioner dapat mengikat kontrak atas nama pemilik barang atau jasa, dan
mereka memiliki kewajiban untuk mengelola transaksi dengan itikad baik.

4. Agen
a. Agen adalah individu atau entitas yang bertindak atas nama prinsipal untuk
melakukan tindakan hukum tertentu.
b. Prinsipal memberikan wewenang kepada agen untuk bertindak atas namanya
dalam hal-hal tertentu.
c. Agen memiliki kewajiban untuk menjalankan instruksi prinsipal dengan itikad
baik dan dengan standar kecermatan yang wajar, dan prinsipal bertanggung
jawab atas tindakan agen.

Dalam semua konsep ini, peran utama adalah bertindak sebagai perantara atau
penghubung antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu transaksi atau hubungan
hukum. Namun, perbedaan utama terletak pada sifat dan lingkup wewenang serta
tanggung jawab hukum masing-masing konsep.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mubarok, Nafi’ (2015) Hukum Dagang: IAIN Press, Surabaya.


Ali, Chaidir. Yurisprudensi Hukum Dagang. Bandung: Alumni, 1982.
Mubarok, Nafi’. Buku Diktat Hukum Dagang. Surabaya: Fakultas Syariah
IAIN Sunan Ampel, 2012

13

Anda mungkin juga menyukai