Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Disusun Oleh:

Nama : Annisa Syabani

Kelas : 2EB13

NPM : 20219930

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS GUNADARMA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
dalam menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan sehat-Nya,


sehingga makalah “Hukum Dalam Aspek Ekonomi” dapat diselesaikan.penulis
berharap makalah tentang Penyelesaian Sengketa ini dapat menjadi referensi para
pembaca.

Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena


kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar
makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
baik terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. semoga makalah ini dapat


bermanfaat.

Bekasi, 13 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Sengketa .................................................................................................... 3

2.2 Cara – Cara Penyelesaian Sengketa ............................................................................ 4

2.3 Pengertian Negoisasi ................................................................................................... 6

2.4 Pengertian Mediasi ...................................................................................................... 8

2.5 Pengertian Arbitrase .................................................................................................... 9

2.6 Perbandingan Antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi ...................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa dirugikanoleh
pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi conflict ofinterest.
Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidak puasannya kepada pihakkedua,
apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah
konfliktersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau
memiliki nilai - nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.

sengketa dapat terjadi pada siapa saja, baik dari karakter dan sifat seseorang, juga dapat

terjadi oleh adanya faktor-faktor eksternal berupa aturan-aturan yang berlaku bagi setiap orang.

“Aturan-aturan yang diberlakukan dan prosedur yang tertulis dan tidak tertulis dapat

menyebabkan konflik, jika penerapannya terlalu kaku dan keras”. Karena suatu peraturan yang

kaku menyebabkan seseorang tidak dapat bergerak ataupun bertindak. Selain itu bagi orang-

orang yang terjun di dunia bisnis, perselisihan akan selalu ada, baik dengan relasi, klien,

konsumen, maupun lawan atau saingan bisnis.

Adanya usaha dari para pihak untuk mencapai tujuannya masing-masing, tentunya akan

berdampak pada persaingan yang tidak sehat. Persaingan yang tidak sehat tentu akan

menimbulkan kerugian baik dari salah satu pihak, maupun pada kedua belah pihak. Maka dari

itu sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik dalam

lingkup nasional maupun internasional. Timbulnya suatu perselisihan tersebut mempunyai arti

penting agar manusia selalu dapat memelihara tingkah laku yang menimbulkan tata tertib

dalam hidup bersama tersebut , dan juga terjadinya suatu sengketa harus dapat diselesaikan

oleh para pihak.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sengketa?

2. Bagaimana cara penyelesaian sengketa?

3. Apa pengertian negoisasi?

4. Apa pengertian mediasi?

5. Apa pengertian arbitrase?

6. Apa perbandingan antara perundingan, arbitrase, dan ligitasi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian sengketa

2. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa

3. Untuk mengetahui pengertian negoisasi

4. Untuk mengetahui pengertian mediasi

5. Untuk mengetahui pengertian arbitrase

6. Untuk mengetahui perbandingan antara perundingan, arbitrase, dan ligitasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sengketa

Sengketa dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sengketa dapat
terjadi antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara
kelompok dengan kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan
dengan negara, antara negara satu dengan yang lainnya, dan sebagainya. Dengan kata
lain, sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik
dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional.

Sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh
pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan ketidakpuasan ini kepada pihak
kedua. Jika situasi menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadi lah apa yang
dinamakan dengan sengketa. Dalam konteks hukum khususnya hukum kontrak, yang
dimaksud dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara para pihak karena
adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dituangkan dalam suatu kontrak,
baik sebagian maupun keseluruhan. Dengan kata lain telah terjadi wanprestasi oleh pihak-
pihak atau salah satu pihak (Nurnaningsih Amriani, 2012: 12).

Menurut Nurnaningsih Amriani (2012: 13), yang dimaksud dengan


sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam perjanjian karena
adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Hal yang
sama juga disampaikan oleh Takdir Rahmadi (2011: 1) yang mengartikan bahwa konflik
atau sengketa merupakan situasi dan kondisi di mana orang-orang saling mengalami
perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihanperselisihan yang ada pada
persepsi mereka saja. Dengan demikian, yang dimaksud dengan sengketa ialah suatu
perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang saling mempertahankan
persepsinya masing-masing, di mana perselisihan tersebut dapat terjadi karena adanya
suatu tindakan wanprestasi dari pihak-pihak atau salah satu pihak dalam perjanjian.

3
2.2 Cara – Cara Penyelesaian Sengketa

1. Penyelesaian Sengketa melalui Litigasi

Proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui pengadilan atau


yang sering disebut dengan istilah “litigasi”, yaitu suatu penyelesaian sengketa yang
dilaksanakan dengan proses beracara di pengadilan di mana kewenangan untuk
mengatur dan memutuskannya dilaksanakan oleh hakim.

Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana


semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk
mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari suatu
penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose
solution.

Prosedur dalam jalur litigasi ini sifatnya lebih formal dan teknis,
menghasilkan kesepakatan yang bersifat menang kalah, cenderung menimbulkan
masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak
responsif dan menimbulkan permusuhan diantara para pihak yang bersengketa.
Kondisi ini menyebabkan masyarakat mencari alternatif lain yaitu penyelesaian
sengketa di luar proses peradilan formal. Penyelesaian sengketa di luar proses
peradilan formal ini lah yang disebut dengan “Alternative Dispute Resolution” atau
ADR.

2. Penyelesaian Sengketa melalui Non-Litigasi

Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah mengenal


adanya penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR),
yang dalam perspektif Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternative Dispute Resolution adalah suatu
pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak
dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan.

Akhir-akhir ini pembahasan mengenai alternatif dalam penyelesaian


sengketa semakin ramai dibicarakan, bahkan perlu dikembangkan untuk mengatasi
kemacetan dan penumpukan perkara di pengadilan maupun di Mahkamah Agung
Alternatif dalam penyelesaian sengketa jumlahnya banyak diantaranya :

4
a. Arbitrase

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa arbitrase (wasit) adalah
cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa. Arbitrase digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang
mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan secara negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk
menghindari penyelesaian sengketa melalui Badan Peradilan yang selama ini
dirasakan memerlukan waktu yang lama.

b. Negosiasi

Menurut Ficher dan Ury sebagaimana dikutip oleh Nurnaningsih Amriani (2012:
23), negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai
kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang
sama maupun yang berbeda. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh
Susanti Adi Nugroho bahwa negosiasi ialah proses tawar menawar untuk
mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi
yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar
dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua belah pihak.

c. Mediasi

Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang
memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu
dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga dapat
lebih efektif dalam proses tawar menawar. Mediasi juga dapat diartikan sebagai
upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui
mediator yang bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan
bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar
pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk
tercapainya mufakat.

5
d. Konsiliasi

Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi


konsiliator. Dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam
mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada para
pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator akan
menjadi resolution. Kesepakatan yang terjadi bersifat final dan mengikat para
pihak. Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu
kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa,
proses ini disebut konsiliasi.

e. Penilaian ahli

Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan
meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi.

f. Pencari fakta

(fact finding) Pencari fakta adalah sebuah cara penyelesaian sengketa oleh para
pihak dengan meminta bantuan sebuah tim yang biasanya terdiri atas para ahli
dengan jumlah ganjil yang menjalankan fungsi penyelidikan atau penemuan
fakta-fakta yang diharapkan memperjelas duduk persoalan dan dapat mengakhiri
sengketa.

2.3 Pengertian Negoisasi

Pada umumnya, jika terjadi sengketa maka para pihak yang sedang
berkonflik akan memulai suatu komunikasi terlebih dahulu, komunikasi dilakukan oleh
para pihak untuk dapat mengetahui pokok permasalahan. Setelah terjalin komunikasi di
antara para pihak selanjutnya adalah menegosiasikan masalah yang sedang dihadapi.

Dari ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999 rumusan tentang
negosiasi pada prinsipnya adalah memberikan kepada pihak-pihak terkait suatu alternatif
untuk menyelesaikan sendiri masalah yang timbul di antara mereka secara kesepakatan
dimana hasil dari kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis sebagai
komitmen yang harus dilaksanakan kedua belah pihak.

6
Dalam kenyataannya negosiasi merupakan cara pertama yang akan
ditempuh para pihak guna menghindari atau mengatasi suatu sengketa, karena merupakan
cara termurah dan paling tertutup dari pihak lain dibandingkan cara-cara lainnya.
Negosiasi adalah proses konsensual yang digunakan para pihak untuk memperoleh
kesepakatan di antara mereka yang bersengketa.

Negosiasi dijadikan sarana bagi mereka yang bersengketa untuk mencari

solusi pemecahan masalah yang mereka hadapi tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai

penengah. Negosiasi biasanya digunakan dalam kasus yang tidak terlalu pelik, dimana

para pihak beritikad baik untuk secara bersama memecahkan persoalannya. Negosiasi

dilakukan jika komunikasi antara pihak masih terjalin dengan baik, masih ada rasa saling

percaya, dan ada keinginan baik untuk mencapai kesepakatan serta menjalin hubungan

baik. Penyelesaian Negosiasi tidak win-lose, tetapi win-win. Karena itu pula cara

penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak. Batasan

waktu penyelesaian yang paling lama 14 hari, dan penyelesaiannya langsung oleh pihak

yang bersengketa.

Ada baiknya apabila sudah mencapai suatu kesepakatan antara para pihak

dibuat tenggat waktu pelaksanaan atas kesepakatan tersebut bagi masing-masing pihak

dengan tujuan meminimalisasi kerugian-kerugian yang akan muncul dari tidak

dilaksanakannya kesepakatan tersebut. Oleh karena itu untuk dapat menjamin adanya

kepastian dalam pelaksanaan kesepakatan, sebaiknya dibuat suatu nota kesepakatan

ataupun akta perdamaian di antara para pihak yang bersifat mengikat para pihak untuk

taat dan tunduk terhadap segala hal yang telah disepakati bersama. Adanya nota

kesepakatan atau akta perdamaian tentu dapat dijadikan bukti oleh para pihak apabila

terjadi tindakan wanprestasi dari salah satu pihak dalam pelaksanan kesepakatan

sehingga pihak yang beritikad baik tidak dirugikan.

7
2.4 Pengertian Mediasi

Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari kosakata Inggris
yaitu mediation. Mediasi sering diungkapkan dalam berbagai definisi, diantaranya
sebagai berikut :

a. Menurut Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara
dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak
netral yang tidak memiliki kewenangan memutus (Takdir Rahmadi, 2011 :12).

b. Menurut Christopher W. Moore (1986) yang dikutip oleh Susanti Adi Nugroho
(2009:24), mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh
pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang
berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela dalam penyelesaian
permasalahan yang disengketakan.

c. Sedangkan menurut Folberg dan Taylor (1986) sebagaimana dikutip oleh Susanti
Adi Nugroho (2009: 24), mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan
bantuan seseorang atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan
permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai
penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan mediasi ialah suatu perundingan


antara pihak-pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh seorang atau lebih mediator
yang netral dalam rangka untuk mencapai kata mufakat dalam penyelesaian sengketa,
yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Mediasi mengandung unsur-unsur :

1. Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.


2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam
perundingan.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian.
4. Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

8
2.5 Pengertian Arbitrase

Menurut para ahli pengertian arbitrase sebagai berikut :

a. Subekti : merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit
atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada
atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih.
b. Abdulkadir Muhamad : peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela
oleh pihak-pihak yang bersengketa.
c. Pasal 3 ayat 3 UU No 14 tahun 1970 menyatakan bahwa penyelesaian perkara di luar
pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrsase tetap diperbolehkan tetapi
putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin
atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan.
UU arbitrase nasional : UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan UU tersebut, Arbitrase merupakan cara
penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum, yang didasarkan perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Penjanjian
arbitrase tidak batal meskipun :

a. Meninggalnya salah satu pihak.


b. Bangkrutnya salah satu pihak.
c. Novasi (Pembaharuan utang)
d. Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar)salah satu pihak.
e. Pewarisan.
f. Berlakunya syarat-syarat hapusnya peikatan pokok.
g. Bilamana pelaksanaan perjanjian dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan
persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase.
h. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Jenis Arbitrase :

a. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter : merupakan arbitrase yang dibentuk secara
khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu.
b. Arbitrase institusional : merupakan suatu lembaga yang bersifat permanen sehingga
arbitrase institusional tetap berdiri untuk selamanya, meskipun perselisihan telah
selesai.

9
2.6 Perbandingan Antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

A. Negosiasi atau perundingan


Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa
saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara
kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri
sengketa tersebut secara baik.
B. Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja
litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" dimana yang memeriksa perkara
tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Beberapa keunggulan arbitrase
dibandingkan litigasi antara lain:
1. Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang
bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang
tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun.
2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan
akan lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk
menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal ini
tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang
disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara.
3. Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan
mengikat para pihak.
Kelemahannya antara lain :
a. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak
(atau pihak yang kalah)
b. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke
Pengadilan Negeri.
c. Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial
(perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)

10
C. Litigasi
Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang
terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim.
Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang
memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana
salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang
kalah.
Kebaikan dari sistem ini adalah :
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di
Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis
sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
2. Biaya yang relatif lebih murah (salah satu azas peradilan Indonesia adalah
sederhana, cepat dan murah)
Kelemahan dari sistem ini adalah:
a. Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika
Pengadilan Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak,
pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau
kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa
berkekuatan hukum tetap)
b. Hakim yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis
hukum, namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai
oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Emirzon, Joni, “Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan”, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Garry Goodpaster, “Arbitrase di Indonesia”, Jakarta : Ghalia Indonesia,1995.

Hutagalung, Sophar Maru, S.H., M.H., “Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa”, Jakarta : Sinar Grafika, 2012.

12

Anda mungkin juga menyukai