Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENYELESAIAN SENGKETA

OLEH:
NAMA:JUPRAN
NIM : 2120203874130031

PASCASARJANA

HUKUM KELUARGA ISLAM (AHWAL ASY-SYAKHSHIYAH)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt. Berkat rahmat,

taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan nilai pada mata kuliah Mediasi dan Advokasi Hukum Keluarga

pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr.Aris S,Ag.,M.H selaku dosen

pengampuh yang telah memberikan petunjuk dalam penyelesaian makalah ini. Semoga

ibu selalu berada dalam lindungan Allah Swt. Aamiin.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi
subtansi, metode penulisan, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis menyarankan
kepada pembaca menggunakan metode search (menyelidik) question (menayakan) dan
review (mengulangi) agar lebih mudah memahami dan mendapatkan manfaat dari
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terkhusus bagi penulis
baik untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Aamiin
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permasalahan atau sengketa sering terjadi di kehidupan bermasyarakat.

Permasalahan atau sengketa biasanya banyak terjadi pada berbagai lini kegiatan

ekonomi dan bisnis. Perbedaan pendapat, benturan kepentingan, hingga rasa takut

dirugikan kerap menjadi sebab permasalahan atau sengketa tersebut terjadi. Pada

kehidupan warga manapun ada berbagai bentuk kepentingan. Kepentingan tadi terdapat

yang selaras satu sama lain, tetapi ada juga yang saling bertentangan satu dengan yang

lain, jika ada dua atau lebih kepentingan yang saling bertentangan, maka terjadilah

bentrok kepentingan.

Sengketa ini adakalanya dapat diselesaikan dengan jalur damai, tetapi

adakalanya permasalahan tadi menimbulkan ketegangan yang terus menerus yang

menyebabkan kerugian di kedua belah pihak, agar dalam mempertahankan kepentingan

masing-masing dan tidak melampaui batas-batas dari norma yang dipengaruhi, maka

untuk menghindari perbuatan main hakim sendiri para pihak yang merasa hak-haknya

dirugikan dapat 2 memutuskan untuk mencari cara-cara penyelesaian sengketa tersebut

yang menurut mereka dapat menyelesaikan konfilk yang terjadi. Mengacu pada latar

belakang diatas maka makalah ini akan membahas mengenai sengketa dan

penyelesaiannya dalam masyarakat Indonesia.

Proses sengketa terjadi karena tidak adanya titik temu antara pihak-pihak yang

bersengketa. Secara potensial, dua pihak yang mempunyai pendirian/ pendapat yang

berbeda dapat beranjak ke situasi sengketa. Secara umum, orang tidak akan
mengutarakan pendapat yang mengakibatkan konflik terbuka. Hal ini disebabkan oleh

kemungkinan timbulnya konsekuensi yang tidak menyenangkan, dimana seseorang

(pribadi atau sebagai wakil kelompoknya) harus menghadapi situasi rumit yang

mengundang ketidaktentuan sehingga dapat mempengaruhi kedudukannya. Mengacu

pada latar belakang diatas maka makalah ini akan membahas mengenai sengketa dan

penyelesaiannya dalam masyarakat Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pengertian Sengketa ?

2. Bagaimana Penyelesaian Sengketa dalam Masyarakat Indonesia?

3. Bagaimana Karakteristik Penyelesaian Sengketa di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN

1.Untuk mengetahui Pengertian Sengketa.

2. Untuk mengetahui Penyelesaian Sengketa dalam Masyarakat Indonesia.

3. Untuk mengetahui Karakteristik Penyelesaian Sengketa di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SENGKETA
Sengketa atau dalam bahasa inggris disebut dispute adalah pertentangan atau

konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai

hubungan atau kepentingan yang sama atas objek kepemilikan, yang menimbulkan

akibat hukum antara satu dengan yang lain. Sengketa dapat terjadi pada siapa saja dan

dimana saja. Sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat

terjadi baik dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional. Sengketa dapat terjadi

antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok

dengan kelompok, antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan

negara, antara negara satu dengan yang lainnya, dan sebagainya.

Berikut ini beberapa pengertian sengketa dari beberapa sumber buku:

• Menurut Chomzah (2003:14), sengketa adalah pertentangan antara dua pihak

atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan

atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

• Menurut Amriani (2012:12), sengketa adalah suatu situasi dimana ada pihak yang

merasa dirugikan oleh pihak lain, yang kemudian pihak tersebut menyampaikan

ketidakpuasan ini kepada pihak kedua. Jika situasi menunjukkan perbedaan

pendapat, maka terjadi lah apa yang dinamakan dengan sengketa.

• Menurut Rahmadi (2011:1), konflik atau sengketa merupakan situasi dan kondisi

di mana orang-orang saling mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun

perselisihan-perselisihan yang ada pada persepsi mereka saja.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI), pengertian

sengketa adalah 1) sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran;

perbantahan. 2) pertikaian; perselisihan. 3) perkara (dalam pegadilan).

Menurut Nurnaningsih Amriani, sengketa merupakan perselisihan yang terjadi

antara para pihak dalam perjanjian karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah

satu pihak dalam perjanjian tersebut.Sedangkan menurut Takdir Rahmadi, sengketa

adalah situasi dan kondisi dimana orang-orang saling mengalami perselisihan yang

bersifat factual maupun perselisihan menurut persepsi mereka saja.Sengketa adalah

kondisi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, yang kemudian pihak

tersebut menyampaikan ketidakpuasan tersebut kepada pihak kedua. Apabila suatu

kondisi menunjukkan perbedaan pendapat, maka terjadilah apa yang dinamakan

sengketa tersebut. Dalam konteks hukum khususnya hukum kontrak, yang dimaksud

dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara para pihak karena adanya

pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dituangkan dalam suatu kontrak, baik

sebagian maupun keseluruhan. Sehingga dengan kata lain telah terjadi wanprestasi oleh

pihak-pihak atau salah satu pihak, karena tidak dipenuhinya kewajiban yang harus

dilakukan atau dipenuhi namun kurang atau berlebihan yang akhirnya mengakibatkan

pihak satunya dirugikan.

Sengketa yang timbul antara para pihak harus diselesaikan agar tidak

menimbulkan perselisihan yang berkepanjangan dan agar memberikan keadilan dan

kepastian hukum bagi para pihak. Secara garis besar bentuk penyelesaian sengketa

dapat dilakukan melalui dua cara yaitu jalur litigasi maupun jalur non-litigasi.
B. PENYELESAIAN SENGKETA DALAM MASYARAKAT INDONESIA
Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, permasalahan atau sengketa antara

manusia maupun badan hukum terkadang tidak bisa terhindarkan. Sengketa tersebut

dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah perbedaan pendapat dan

kepentingan. Untuk menyelesaikan sengketa dapat dilakukan melalui dua cara, yakni

litigasi dan nonlitigasi.

1. Penyelesaian sengketa litigasi


Penyelesaian sengketa litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa melalui

jalur pengadilan. Penyelesaian sengketa dengan cara ini bersifat formalitas dan sesuai

dengan prosedur hukum yang ada. Pihak yang bersengketa dipaksa untuk menerima

keputusan pengadilan, meskipun putusan itu dinilai tidak memenuhi rasa keadilan bagi

salah satu pihak. Dikarenakan putusan yang bersifat win-lose atau menang-kalah,

penyelesaian sengketa melalui pengadilan rentan pun menimbulkan rasa permusuhan.

Selain itu, banyaknya kasus dan terbatasnya jumlah hakim dan panitera di pengadilan

membuat penyelesaian sengketa di pengadilan juga memerlukan waktu yang tidak

sebentar. Atas dasar berbagai pertimbangan ini, proses litigasi kerap kali menjadi pilihan

terakhir untuk menyelesaikan sengketa. Banyak pihak yang lebih memilih untuk

menggunakan cara perundingan untuk menyelesaikan sengketa yang dipercaya dapat

menghasilkan kesepakatan bersama dan menguntungkan para pihak bersengketa.

2. Penyelesaian sengketa nonlitigasi


Penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui

cara-cara di luar pengadilan yang menghasilkan kesepakatan yang bersifat win-win


solution. Kelebihan proses nonlitigasi ini adalah sifat kerahasiaannya karena proses

persidangan dan hasil keputusannya yang tidak dipublikasikan. Selain itu, lambannya

proses penyelesaian sengketa akibat hal prosedural dan administratif sebagaimana

dapat ditemukan dalam proses litigasi juga dapat dihindari. Di Indonesia, penyelesaian

sengketa di luar pengadilan dapat dilakukan dengan menggunakan alternatif

penyelesaian sengketa atau arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa Penyelesaian

sengketa di luar pengadilan umumnya dikenal dengan alternatif penyelesaian sengketa.

Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar

pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Definisi ini tertuang dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Dengan begitu, merujuk pada undang-undang ini, alternatif

penyelesaian sengketa adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan

kesepakatan dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan.

Alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi:

a) Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak

tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan,

yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan

kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam penyelesaian sengketa tidaklah

dominan, konsultan hanya memberikan pendapat (hukum), sebagaimana yang diminta

oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa

tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan
diberi kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang

dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.

Dengan adanya perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan dengan secara

langsung maupun dengan menggunakan teknologi komunikasi yang telah ada.

Konsultasi dapat dilakukan dengan cara klien mengajukan sejumlah pertanyaan kepada

konsultan. Hasil konsultasi berupa saran yang tidak mengikat secara hukum, artinya

saran tersebut dapat digunakan atau tidak oleh klien, tergantung kepentingan masing-

masing pihak.

b) Negosiasi
Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiksusikan

penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa

Indonesia), negosiasi diartikan sebagai penyelesaian sengketa secara damai melalui

perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.

Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses

penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak yang bersengketa dengan suatu

situasi yang sama-sama menguntungkan, dengan melepaskan atau memberikan

kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik. Kesepakatan

yang telah dicapai kemudian dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani dan

dilaksanakan oleh para pihak.

Namun proses negosiasi dalam penyelesaian sengketa terdapat beberapa

kelemahan. Yang pertama ialah ketika kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pihak

yang kuat akan menekan pihak yang lemah. Yang kedua ialah proses berlangsungnya
negosiasi acap kali lambat dan bisa memakan waktu yang lama. Yang ketiga ialah ketika

suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya.

c) Mediasi
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator)

yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih

mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan.

Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar

pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga (mediator) yang bersikap

netral dan tidak berpihak kepada pihak-pihak yang bersengketa serta diterima

kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.

Mediator bertindak sebagai fasilitator. Hal ini menunjukkan bahwa tugas mediator

hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalah dan tidak

mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Mediator berkedudukan

membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan

oleh para pihak yang bersengketa. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa,

tetapi berkewajiban untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa. Mediator harus

mampu menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi

diantara pihak-pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling

menguntungkan.

D. Konsiliasi
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang

atau badan (komisi konsiliasi) sebagai penegah yang disebut konsiliator dengan

mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk


menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif

memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.

Hasil penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa dituangkan

dalam kesepakatan tertulis yang dilaksanakan dengan iktikad baik para pihak

bersengketa. Arbitrase Penyelesaian sengketa nonlitigasi juga dapat dilakukan melalui

lembaga arbitrase. Menurut UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang

didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang

bersengketa. Dalam prosesnya, penyelesaian sengketa dengan arbitrase diputuskan

oleh pihak ketiga yang disebut arbiter, yang ditunjuk secara bersama-sama oleh para

pihak yang bersengketa. Syarat utama bagi proses arbitrase, yakni kewajiban para pihak

yang bersengketa membuat kesepakatan tertulis atau perjanjian arbitrase serta

menyepakati hukum dan tata cara untuk penyelesaian sengketa mereka. Berbeda

dengan alternatif penyelesaian sengketa yang hasilnya tergantung pada iktikad baik

pihak bersengketa, putusan arbitrase bersifat final, mempunyai kekuatan hukum tetap

serta mengikat para pihak. Jika para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase,

putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua pengadilan negeri atas permohonan

salah satu pihak yang bersengketa.

C. KARAKTERISTIK PENYELESAIAN SENGKETA DI INDONENESIA


Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa

diluar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak
yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketiga yang

netral. Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif penyelesaian sengketa adalah

lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati

para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,

mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Bagi orang awam, istilah “alternative” dalam APS dapat menimbulkan kerancuan,

seolah-olah mekanisme ini dapat menggantikan proses litigasi di pengadilan. Oleh

karena itu, perlu dipahami gerlebih dahulu bahwa APS adalah mekanisme yang

berdampingan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi di pengadilan. Mekanisme

APS ini terdiri dari berbagai bentuk penyelesaian sebagaiamana telah dibahas

sebelumnya.

Meskipun APS tidak dianggap sebagai pengganti dari mekanisme penyelesaian

sengketa melalui litigasi di pengadilan, namun APS merupakan jawaban dari praktisi-

praktisi hukum yang mempunyai pandangan kritis dari system peradilan misalnya

lamanya suatu proses litigasi di pengadilan untuk mencapai status final dan mengikat

(inkract van gewijdsde), korupsi yudisial, pemeriksaan kasus yang terbuka untuk umum,

maraknya makelar kasus dan lain sebagainya.

Penggunaan mekanisme penyelesain sengketa diluar pengadilan merupakan hal

yang dibutuhakn oleh masyarkat Indonesia, hal ini diperlukan sebelum masyarakat

khususnya para praktisi hukum menjadi masyarakat yang litigious minded. Dalam

praktiknya, penyelesaian sengketa melalui proses litigasi dipengadilan sering dijadikan

oleh para pihak yang bersengketa dikarenakan berbagai factor, yang diantaranya adalah
para pihak yang bersengketa biasanya tidak berorientasi pada pemecahan masalah yang

mengedepankan win-win solution melainkan lebih kepada pencarian putusan menang

atau kalah. APS dapat mencapai hasil yang lebih baik daripada mekanisme litigasi di

pengadilaan, hal itu dikarenakan 2 (dua) alasan, yaitu:

1) Jenis perselisihan membutuhkan cara pendekatan yang berlainan dan para

pihak yang bersengketa merancang mekanisme khusus untuk penyelesaian

berdasarkan musyawarah.

2) Mediasi dan bentuk APS lainnya melibatkan partisipasi yang lebih intensif dan

langsung dalam usaha penyelesaian dari semua pihak dan akibatnya

dikatakan bahwa APS merupakan suatu cara penyelesaian perselisihan yang

bukan lagi alternative.

Berbeda dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi di pengadilan di dalam

APS tidak ada pihak ketiga yang mengambil keputusan. Namun demikian, apabila dalam

pelaksanaan APS tersebut melibatkan pihak ketiga, maka peranannya adalah hanya

dalam rangka menyelesaikan sengketa yang ada. Karateristik lain dari mekanisme APS

adalah kesukarelaan, apabila tidak ada kesukarelaan diantara para pihak, maka

mekanisme APS tidak akan bias terlaksana.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masing-masing penyelesaian sengketa non litigasi maupun litigasi memiliki ciri

khas atau karakteristik yang berbeda-beda. Setiap metode juga memiliki kekurangan

serta kelebihan. Hal tersebut dapat disesuaikan oleh para pihak dengan memilih lembaga

penyelesaian sengketa yang paling efektif dalam menyelesaikan sengketa dan

menguntungkan bagi para pihak dimana perkembangan masyarakat telah mengalami

kemajuan yang sangat pesat sehingga dibutuhkan pranata hukum yang dapat

mendukung kebutuhan perkembangan masyarakat dalam berbagai bidang dan pada

kehidupan manapun terdapat berbagai kepentingan.

Kepentingan tadi terdapat yang selaras satu sama lain, tetapi ada juga yang

saling bertentangan satu dengan yang lain, jika ada dua atau lebih kepentingan yang

saling bertentangan, maka terjadilah bentrok kepentingan. Inilah yang pada istilah yuridis

dinamakan sengketa.Namun pada umumnya terdapat dua cara yang dapat dipilih untuk

menyelesaikan sengketa yaitu penyelesaian sengketa dengan cara litigasi dan

penyelesaian sengketa dengan cara non litigasi.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis dengan penuh kesadaran mengakui masih

terdapat banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun yang terkait dengan isi

makalah ini. Sebab itu, penulis memohon adanya saran, kritik serta tanggapan dari

pembaca untuk memaksimalkan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Chomzah, Ali Achmad. 2003. Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas
Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Pengertian berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Nurnaningsih Amriani. 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di


Pengadilan. Jakarta. Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 13.

Takdir Rahmadi. 2017. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.


Jakarta. Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 1.

Nugroho, Susanti Adi. 2017. Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan


Hukumnya: Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Triana, Nita. 2019. Alternative Dispute Resolution: Penyelesaian Sengketa Alternatif
dengan Model Medias, Arbitrase, Negosiasi, dan Konsiliasi. Yogyakarta: Kaizen Sarana
Edukasi.
UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa UU
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Winarta, Farans Herdra. Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia
dan Internasional. Jakarta: Sinar Grafika, 2016
Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa

Anda mungkin juga menyukai