PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial erat kaitannya dengan hubungan antara
manusia satu dengan manusia yang lain tentunya tidak lepas dari adanya sebuah
perselisihan atau konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Manusia
dituntut untuk menjalankan hubungan sosial yang baik dengan orang lain agar
terwujud suatu kehidupan yang selaras dan damai.1 Kehidupan manusia yang
begitu dinamis dapat berakibat kepada kompleksnya permasalahan-permasalahan
yang akan ditimbulkan. Perbedaan kepentingan akan berlanjut kepada sebuah
kondisi yang saling bertentangan antara kepentingan pihak yang satu dengan
pihak yang lainnya. Perselisihan atau konflik yang terjadi secara berkelanjutan
dan tidak memiliki penyelesian atau solusi yang jelas, maka akan terjadi sebuah
sengketa yang saling mengganggu hubungan para pihak. Hak dan kewajiban yang
saling bertentangan dan tidak seimbang akan memunculkan suatu sengketa.
1
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika), 2012,
Hlm. 5.
2
Yunari Afrik, Alternative Dispute Resolution (ADR) Sebagai Penyelesaian Sengketa
Non Litigasi, Jurnal Inovatif, Vol. 2, No. 1, Februari 2016, Hlm. 134.
1
berperkara dapat terjaga dengan baik dan masalah terselesaikan dengan
komprehensif.
3
Erman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, (Jakarta: Chandra Pratama),
2000, Hlm. 30.
2
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 58 yang menjelaskan
bahwa upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui non litigasi.
Para pihak diberikan kebebasan untuk memilih penyelesaian sengketanya baik
melalui forum litigasi maupun non litigasi. Salah satu proses pilihan penyelesaian
sengketa di luar pengadilan adalah proses melalui mekanisme mediasi. Maka
dalam hal ini sesuai dengan latar belakang yang sudah penulis uraikan
sebelumnya, penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah tentang Pilihan
Penyelesaian Sengketa dengan judul ”Pelaksanaan Mediasi Dalam Proses Pilihan
Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non Litigasi”.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi pertama kali muncul dalam bahasa Latin
yaitu ‘mediare’ yang berarti ‘ditengah-tengah’. Maknanya adalah merujuk kepada
peran yang akan dilakukan oleh seorang mediator dalam menengahi dan
menyelesaikan sengketa antar pihak.4 Mediasi dapat diartikan juga sebagai sistem
yang menggunakan media dalam penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh
mediator yang tidak memiliki wewenang dalam memutus perkara, dan hanya
mengantarkannya kedalam sebuah kesepakatan bersama yang saling
menguntungkan para pihak.
4
Rika Lestari, Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi Di
Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2, Hlm. 223.
5
Nevey Varida Ariani, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan,
Jurnal RechVinding, Vol. 1, No. 2, Agustus, 2012, Hlm. 282.
3
masalah yang dilakukan dengan rasa kebersamaan dalam pembahasan masalah.
Kebersamaan dalam proses mediasi yang dilakukan di luar pengadilan sangat
penting untuk menjaga hubungan para pihak dan penyelesaian masalah
sengketanya tidak menimbulkan masalah baru.
Proses mediasi tidak jauh dari kata musyawarah dan konsensus yang sudah
dikenal sejak lama yang biasanya berada dalam ruang lingkup masyarakat
tradisional. Dengan esensi musyawarah atau konsensus, sejatinya mediasi
dilakukan dengan cara halus tanpa paksaan dari pihak manapun. Mediasi dalam
zaman dahulu biasanya dilakukan dan ditengahi dengan mediator yang merupakan
seorang tokoh masyarakat atau tokoh adat setempat yang memiliki wibawa dan
power dalam menengahi suatu masalah. Zaman sekarang mediator bisa siapa saja
asalkan ia berkompeten dan expert di bidangnya, sehingga dapat memahami
permasalahan yang disengketakan. Proses penyelesaian sengketa di luar
pengadilan saat ini dipandang sebagai pranata hukum yang penting sebagai cara
untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. 6
6
Rahmadi Indra Tektona, Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa
Bisnis Di Luar Pengadilan, Pandecta, Vol. 6, No. 1, Januari 2011, Hlm. 88.
4
perdamaian dalam masyarakat.7 Mediasi yang dilakukan sebagai solusi
penyelesaian sengketa dapat tercapai dengan cepat dan membawa konsekuensi
hukum yaitu perdamaian yang dapat menutup jalannya perkara. Dengan
dilaksanakan dengan cepat maka para pihak tidak terbebani dengan masalah
dalam proses penyelesaian sengketanya atau bisa dikatakan hemat waktu dan
biaya.
7
Sugiatminingsih, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar
Pengadilan, Jurnal hukum, Vol. 12, No. 2, Juli-Desember, 2009, Hlm. 132.
8
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menjelaskan bahwa pilihan penyelesaian sengketa perkara perdata dapat diselesaiakan melalui
jalur non litigasi atau di luar pengadilan yaitu melalui arbitrase dan/atau alternatif penyelesaian
sengketa lainnya.
5
kerja untuk mencapai kata ‘sepakat’ bagi para pihak. Jika tidak ada kesepakatan
bagi pihak-pihak yang bersengketa maka para pihak akan melanjutkannya dengan
cara menghubungi lembaga arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa untuk
menunjukknya sebagai mediator penengah para pihak.
C. Tahapan Mediasi
Pelaksanaan mediasi juga memerlukan berbagai tahapan. Yang pertama
adalah tahap pembentukan forum. Seorang mediator harus membentuk forum
mediasi yang akan dilakukan sebagai media rapat bersama. Pada tahapan ini
9
Rahmi Yuniarti, Efisiensi Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam
Penyelesaian Sengketa Waralaba, Jurnal Hukum Fiat Justisia, Vol. 10, No. 3, Juli-September,
2016, Hlm. 563.
6
mediator meminta komitmen para pihak apakah forum mediasi dapat dilanjutkan
atau tidak. Hal itu dilakukan dengan cara menjelaskan mengenai aturan dasar
mediasi, menjelaskan wewenangnya sebagai seorang mediator, meyakinkan
kepada para pihak bahwa mediator bersikap netral tidak memihak pihak manapun
dan meminta kepercayaan para pihak untuk berkomitmen atau memiliki itikad
baik dalam proses penyelesaian sengketa melalui mediasi. Yang kedua adalah
tahapan pengumpulan dan pembagian informasi. Mediator meminta para pihak
untuk memaparkan penjelasannya mengenai duduk perkara atau konflik yang
terjadi dari prespektif masing-masing pihak. Dari tahap ini seorang mediator harus
mengkualifikasi fakta-fakta yang disajikan oleh masing-masing pihak karena fakta
yang dipaparkan tersebut merupakan kepentingan yang dipertahankan oleh
masing-masing pihak. Mediator kemudia menyampaikan konklusinya terkait
informasi-informasi yang ada, mengulangi fakta-fakta esensial mengenai
sengketa.10 Tahap mediasi yang ketiga adalah tahap penyelesaian masalah.
Mediator dengan para pihak merumuskan secara bersama terkait rumusan
masalah, evaluasi terhadap solusi yang dipaparkan. Mediator dapat melakukan
pertemuan secara terpisah dan melakukan komunikasi secara bertahap dengan
masing-masing pihak. Dengan demikian, mediator dapat menggali lebih dalam
dan menemukan cara dalam menentukan alternatif-alternatif penyelesaian
sengketa menurut masing-masing para pihak. Tahap keempat adalah tahap akhir
atau tahap pengambilan keputusan. Dalam tahap ini, masing-masing pihak saling
bekerja sama dan memberikan pengertiannya satu sama lain terkait solusi yang
akan dibantu oleh mediator. Setelah solusi ditemukan, maka para pihaklah yang
dapat menentukan sendiri terkait apakah dapat disetujui atau ditolak terkait solusi
yang diberikan. Jika solusi yang ada sudah disepakati oleh masing-masing pihak
maka hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian. Jika ditolak,
proses penyelesaian sengketa dapat dilanjutkan melalui arbitrase atau melalui
pengadilan. Mediator membantu menyusun terkait ketentuan perjanjian yang
dimuat agar masing-masing pihak tidak ada yang tertinggal terkait
kepentingannya masing-masing dan ditandatangani oleh masing-masing pihak.
10
Dewi Tuti dan Rini Heryati, Pengaturan Dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Nonlitigasi Di Bidang Perdagangan, Jurnal Dinamika Sosbud, Vol. 13, No. 1, Juni 2011, Hlm. 60.
7
Jika kesepakatan perdamaian tersebut ditingkatkan menjadi akta perdamaian yang
otentik (akta perdamaian notarial), maka mediator juga turut serta
menandatanganinya. 11 Sesuai Pasal 60 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menjelaskan bahwa suatu kesepakatan bersama terkait alternatif
penyelesaian sengketa hasilnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan bersifat final
dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik.
D. Karakter Mediator
(More: 2003) mengatakan bahwa ada tiga tipe seorang mediator yaitu:
Social network mediator; Authoritative mediator; Independent mediator. Social
network mediator biasanya digunakan untuk sengketa dalam ruang lingkup kecil
seperti keluarga, rekan usaha atau teman. Para pihak memilih mediator biasanya
seorang tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat atau teman terdekat dengan
mereka. Authoritative mediator dilakukan oleh mediator yang berasal dari pihak
yang memiliki otoritas misalnya dari instansi pemerintah atau sebagainya yang
memang berwenang. Independent mediator berasal dari pihak penyedia jasa atau
kantor yang memberikan jasa layanan penyelesaian sengketa yang merupakan
pure sebuah profesi sebagai seorang mediator.
11
Dedy Mulyana, Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan Menurut Hukum
Positif, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, September 2019, Hlm. 192.
8
Mediator yang menengahi dan menjalankan proses mediasi memiliki
kewajiban untuk mendatangkan para pihak yang bersengketa untuk saling bertemu
untuk mencari masukan mengenai pokok perkara yang sedang dipersengketakan.
Mediator yang merupakan pihak ketiga atau pihak diluar perkara dalam proses
mediasi, tidak boleh melakukan pemaksaan terhadap pihak manapun. Mediator
tidak berwenang untuk memutus persoalan yang ada dengan atas kemauannya
sendiri. Kesepakatan akhir tetap berada di tangan para pihak-pihak yang sedang
bersengketa. Dilihat dengan sudut pandang teoritis, mediasi dapat berjalan dengan
berhasil jika para pihak memiliki bargainning power yang setara dan para pihak
masih menginginkan hubungan yang baik untuk kedepannya. 12
Mediator yang menjadi penengah para pihak yang sedang berperkara harus
berkompeten dalam mengatur jalannya forum mediasinya dengan memperhatikan
kondusifitas suasana dan kondisi yang terjadi pada saat itu juga. Kondisi forum
sangat penting karena demi menunjang kompromi antara pihak agar hasil yang
dicapai sesuai dengan ekspektasi yang ada dan saling menguntungkan antar pihak.
Dengan dasar musyawarah, tentunya nilai-nilai perdamaian wajib dijunjung tinggi
dalam menentukan win-win solution (tidak ada pihak yang menang dan tidak ada
yang dikalahkan). Pada dasarnya memang dalam mediasi diutamakan sama-sama
menang, untung dan perasaan happy sehingga hubungan pihak dapat terjalin
secara berkelanjutan. Berbeda lagi dengan proses litigasi yang bersifat win-win
game (ada yang menang dan ada yang kalah selayaknya sebuah pertarungan
game).
12
Marwah M. Diah, Prinsip Dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa Di
Luar Pengadilan, Hukum Dan Dinamika Masyarakat, Vol.5, No. 2, April 2008, Hlm. 117.
9
terkait hal yang dipersengketakan. Mediator harus mengerti tentang substansi
perselisihan, mengidentifikasi masalah dalam konflik, mendengarkan para pihak
dengan aktif dan mampu menganalisis sengketa dengan maksimal.
Mediator dalam menengahi para pihak harus teliti terkait dengan masalah
yang sudah terlihat dengan jelas dan masalah yang masih samar-samar atau
kurang jelas sifatnya. Mediator wajib mengidentifikasi terkait penyebab timbulnya
dari suatu konflik melalui pengamatan pola pikir interaksi para pihak, sikap atau
perilaku, presepsi dan komunikasi yang terjadi saat mediasi berlangsung. Dengan
analisis tersebut, mediator dapat menyelesaikan perkara dengan mudah jika kedua
belah pihak berkomitmen dalam proses penyelesaiannya. Mediasi merupakan
proses non litigasi yang sangat penting dalam penyelesaian sebuah sengketa.
Peran mediator dalam menjalankan forum mediasi menjadi kunci keberhasilan
sebuah mediasi. Mediator tidak boleh kaku dan tegang dalam menengahi para
pihak sehingga diskusi-diskusi para pihak dapat berjalan dengan relax. Mediator
secara umum mengarahkan diskusi penyelesaian sengketanya dijalankan dengan
menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi setelahnya.
13
Yona Shamir, Alternative Dispute Resolution Approaches And Their Application, Israel
Center for Negotiation and Meditation, PCCP Series, Hlm. 24.
14
Ibid.
10
E. Teknik dan Strategi
Seorang mediator wajib menguasai berbagai teknik dan strategi dalam
menjalankan proses mediasinya. Mediator wajib mengenali diri sendiri sebelum
mengenali diri orang lain. Keyakinan terhadap diri pribadi, pengalaman dan
keyakinan dalam menjalankan perannya menjadi mediator menjadi jalan
kesuksesan mediasi. Seorang mediator memiliki tanggung jawab dalam
merancang sebuah proses mediasi, menetapkan agenda dan mengarahkan forum
mediasi menuju keberhasilan para pihak untuk mencapai kata ‘sepakat’. Mediator
harus membawa para pihak untuk percaya terhadap dirinya sebagai pihak yang
benar-benar netral dan membimbing para pihak untuk menuju penyelesaian
sengketa. Seorang mediator dapat menggunakan seorang pakar atau ahli dalam
kasus masalah tertentu yang memang benar-benar membutuhkan keterangannya.
Untuk strategi, seorang mediator harus teliti dalam memahami situasi dan
kondisi para pihak, mendorong para pihak untuk melakukan komunikasi yang
baik, memberikan sebuah opsi pilihan, dan mencapai sebuah kesepakatan
bersama. Selama berjalannya mediasi, fokus utama adalah penyelesaian sengketa
untuk kepentingan di masa depan, dan tetap mempertimbangkan masa lalu yang
memberikan informasi terkait pokok perkara atau penyebab konflik yang terjadi.
Analisis emosi para pihak yang dilakukan seorang mediator juga menjadi salah
satu kunci keberhasilan mediasi. Emosi dapat mempengaruhi penilaian para pihak
terhadap diskusi dalam forum mediasi. Perasaan-perasaan irasional yang bersifat
kontraproduktif dan bahkan dapat merugikan para pihak dapat menjadi
penghambat terwujudnya resolusi sebagai hasil kesepakatan bersama. Mediator
harus peduli terhadap emosi masing-masing pihak, harus menyadari betapa
pentingnya kontrol emosi dalam mediasi. Mediator sebagai pihak ketiga yang
memfasilitasi mediasi wajib mendengarkan suara dan perasaan para pihak,
memberikan empati kepada masing-masing kedua belah pihak. Mediator juga
harus peka terhadap perasaan-perasaan irasional yang dihasilkan kuat oleh emosi
para pihak dengan membantu menganalisis hasilnya dan memberikan waktu bagi
para pihak untuk merubah prespektifnya dalam snegketa yang terjadi.
11
Mediator dalam menjalankan prakteknya sangat membutuhkan suatu
kemampuan personal yang mendukung terjalinnya suatu hubungan yang informal
terhadap para pihak. Kemampuan personal yang dimaksud adalah sifat untuk tidak
menghakimi, serta sikap yang mengedepankan empati dalam mendengarkan
pandangan para pihak.15 Para mediator yang dipekerjakan atau ditunjuk atau
menjadi sukarelawan untuk mengelola dan memanajemen proses penyelesaian
sengketa seharusnya tidak memiliki kepentingan secara langsung dalam konflik
kecuali untuk memediasi sengketa yang diperkarakan. Seorang mediator memiliki
kendali atas proses mediasi, tetapi tidak atas hasilnya. Kekuasaan tetap berada di
tangan para pihak yang memiliki kendali atas hasil akhir yang akan dicapai.
Menurut Winarta, faktor-faktor keberhasilan dalam proses penyelesaian sengketa
di luar pengadilan antara lain yaitu: persengketaannya masih dalam tahap ‘wajar’;
adanya komitmen dari para pihak; adanya keberlanjutan hubungan; keseimbangan
posisi tawar-menawar; dan bersifat rahasia yang hanya diketahui para pihak yang
bersengketa.
F. Keuntungan Mediasi
Kecenderungan para pihak untuk menyelesaikan konflik yang terjadi untuk
diselesaikan melalui jalur non litigasi tidak terlepas dari yang namanya
keuntungan. Keuntungan yang diperoleh melalui jalur mediasi yaitu dapat
menciptakan suatu pondasi yang baik untuk melanjutkan hubungan yang sudah
terjaalin setelah konflik persengketaan dapat diselesaikan. Adapun keuntungan
lain yang dapat diperoleh melalui mediasi yaitu:
15
Abdul Halim Talli, Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008, Jurnal Al-Qadau,
Vol. 2 No. 1, 2015, Hlm. 80.
12
2. Informalitas. Forum mediasi adalah forum penyelesaian sengketa yang
dilakukan dengan cara informal yang dirancang sesuai dengan kebutuhan para
pihak. Penyampaian argumentasi yang dilakukan tidak terikat oleh prosedur
aturan yang berlaku berakibat kepada para pihak dapat bebas mengekspresikan
perasaannya, menjabarkan fakta yang ada sehingga mempermudah proses
penyelesaian mediasi.
3. Kerahasiaan. Sifat mediasi yang rahasia jauh dari publik dan pers sehingga
para pihak dapat tenang untuk menjalankan mediasi. Seorang mediator juga
terikat untuk tidak membocorkan masalah atau informasi terkait mediasi yang
dilakukan oleh para pihak.
5. Menghemat sumber daya. Proses non litigasi, terutama mediasi biasanya lebih
cepat selesai daripada proses di pengadilan dan juga lebih murah, menghemat
sumber daya seperti waktu, uang, dan tenaga. Dalam mediasi fokusnya adalah
masa depan dan tidak mengabaikan masa lalu sebagai informasi terkait
masalah penyebab konflik terjadi.
6. Menjaga hubungan para pihak. Salah satu alasan utama para pihak untuk
menggunakan mediasi adalah untuk melestarikan dan berpotensi untuk
meningkatkan hubungan yang terjalin antara pihak. Proses mediasi cocok
untuk penyelesaian masalah yang mementingkan masa depan para pihak.
PENUTUP
Mediasi adalah salah satu mekanisme forum yang digunakan sebagai
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Keberadaan mediasi dalam
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah terintegrasi dengan
baik, misalnya dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS, UU No. 48 Tahun
13
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan lain-lainnya. Berjalannya mediasi di
luar pengadilan dilatarbelakangi oleh kondisi saat ini bahwa proses litigasi
berjalan dengan rumit, biaya mahal, dan waktu yang lama. Oleh karena itu
mediasi menjadi salah satu pilihan dalam proses penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Seorang mediator harus memahami dan berkompeten dalam
menjalankan tugasnya sebagai pihak penengah yang netral. Mediator wajib
memahami situasi daan kondisi para pihak dan berempati untuk menemukan win-
win solution bagi para pihak. Kesepakatan dan hasil akhir sepenuhnya berada di
para pihak dan mediator hanya menjadi fasilitator. Banyak keuntungan yang
diperoleh melalui mediasi misalnya hasil yang cepat, hubungan para pihak terjaga,
biaya murah dan berpeluang dalam menjalin relasi kerja sama antar pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim Talli. 2015. Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008. Jurnal Al-
Qadau. Vol. 2 No. 1. Hlm. 80.
Dewi Tuti dan Rini Heryati. 2011. Pengaturan Dan Mekanisme Penyelesaian
Sengketa Nonlitigasi Di Bidang Perdagangan. Jurnal Dinamika Sosbud.
Vol. 13. No. 1. Juni. Hlm. 60.
14
Marwah M. Diah. 2008. Prinsip Dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian
Sengketa Di Luar Pengadilan. Hukum Dan Dinamika Masyarakat. Vol.5.
No. 2. April. Hlm. 117.
Sarwono. 2012. Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek. (Jakarta: Sinar
Grafika). Hlm. 5.
15