Anda di halaman 1dari 15

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PROSES PILIHAN

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI JALUR NON


LITIGASI

Haykal Afdhol Bagaskara


haykalbagas903@gmail.com
Fakultas Hukum Universitas Jember

PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial erat kaitannya dengan hubungan antara
manusia satu dengan manusia yang lain tentunya tidak lepas dari adanya sebuah
perselisihan atau konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Manusia
dituntut untuk menjalankan hubungan sosial yang baik dengan orang lain agar
terwujud suatu kehidupan yang selaras dan damai.1 Kehidupan manusia yang
begitu dinamis dapat berakibat kepada kompleksnya permasalahan-permasalahan
yang akan ditimbulkan. Perbedaan kepentingan akan berlanjut kepada sebuah
kondisi yang saling bertentangan antara kepentingan pihak yang satu dengan
pihak yang lainnya. Perselisihan atau konflik yang terjadi secara berkelanjutan
dan tidak memiliki penyelesian atau solusi yang jelas, maka akan terjadi sebuah
sengketa yang saling mengganggu hubungan para pihak. Hak dan kewajiban yang
saling bertentangan dan tidak seimbang akan memunculkan suatu sengketa.

Secara umum, sengketa dari pihak-pihak yang berkonflik dapat


diselesaikan melalui dua jalur penyelesaian sengketa, yaitu melalui proses litigasi
atau melalui jalan pengadilan dan proses non litigasi atau jalan di luar pengadilan.
Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi atau melalui proses di pengadilan
biasanya menghasilkan sebuah kesepakatan yang sifatnya adversial.2 Sedangkan
proses penyelesaian sengketa melalui non litigasi lebih bersifat win-win solution
yang menjadi kesepakatan bersama pihak-pihak, sehingga hubungan pihak yang

1
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika), 2012,
Hlm. 5.
2
Yunari Afrik, Alternative Dispute Resolution (ADR) Sebagai Penyelesaian Sengketa
Non Litigasi, Jurnal Inovatif, Vol. 2, No. 1, Februari 2016, Hlm. 134.

1
berperkara dapat terjaga dengan baik dan masalah terselesaikan dengan
komprehensif.

Pilihan Penyelesian Sengketa di luar pengadilan merupakan proses


penyelesian sengketa hukum yang dilakukan di luar pengadilan. Proses non
litigasi atau di luar pengadilan merupakan hal yang dilakukan bagi pihak yang
berperkara melakukan penyelesaian sengketanya sebelum diselesikan di
pengadilan. Pengadilan seringkali dijadikan sebagai jalan terakhir jika memang
terjadi kebuntuan dalam penyelesian sengketanya. Erman Rajagukguk
mengatakan bahwa masyarakat terkhusus kaum bisnis lebih suka dalam
penyelesaian sengketanya untuk diselesaikan di luar pengadilan karena ada tiga
alasan, yaitu: Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sifatnya lebih tertutup
tanpa diketahui oleh pihak lain atau publik, hakim dalam kasus penyelesaian
sengketa bisnis dianggap kurang ahli dan masih belum mampu dalam
menyelesaikan sengketa yang timbul, dan putusan dalam penyelesaian sengketa di
luar pengadilan adalah hasil dari kompromi bersama.3

Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan biasanya diakibatkan oleh


respon masyarakat akibat perasaan tidak puas terhadap proses hukum di
pengadilan yang ribet dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Selain itu,
putusan yang dihasilkan biasanya tidak dapat diterima atau jauh dari kata ‘adil’
bagi pihak yang ‘kalah’. Munculnya alternatif pilihan penyelesaian sengketa di
luar pengadilan dilatarbelakangi oleh kondisi saat ini yang memandang bahwa
proses litigasi dijalankan dengan rumit, bertele-tele dan tidak efektif efisien. Hal
ini justru bertentangan atau dirasa kontradiktif terhadap salah satu asas dalam
proses peradilan, yaitu Asas Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat, dan
Biaya Ringan. Asas Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat, Biaya Ringan
hanya dijadikan formalitas saja bagi lembaga peradilan di Indonesia dan
minimnya capaian yang dihasilkan sesuai dengan asas tersebut.

Pihak-pihak yang bersengketa sejatinya dapat menentukan proses


penyelesaian sengketanya sendiri. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 48

3
Erman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, (Jakarta: Chandra Pratama),
2000, Hlm. 30.

2
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 58 yang menjelaskan
bahwa upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui non litigasi.
Para pihak diberikan kebebasan untuk memilih penyelesaian sengketanya baik
melalui forum litigasi maupun non litigasi. Salah satu proses pilihan penyelesaian
sengketa di luar pengadilan adalah proses melalui mekanisme mediasi. Maka
dalam hal ini sesuai dengan latar belakang yang sudah penulis uraikan
sebelumnya, penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah tentang Pilihan
Penyelesaian Sengketa dengan judul ”Pelaksanaan Mediasi Dalam Proses Pilihan
Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non Litigasi”.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi pertama kali muncul dalam bahasa Latin
yaitu ‘mediare’ yang berarti ‘ditengah-tengah’. Maknanya adalah merujuk kepada
peran yang akan dilakukan oleh seorang mediator dalam menengahi dan
menyelesaikan sengketa antar pihak.4 Mediasi dapat diartikan juga sebagai sistem
yang menggunakan media dalam penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh
mediator yang tidak memiliki wewenang dalam memutus perkara, dan hanya
mengantarkannya kedalam sebuah kesepakatan bersama yang saling
menguntungkan para pihak.

Model penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh mediator atau pihak


luar yang netral tidak memihak pihak manapun guna untuk membantu para pihak
yang sedang bersengketa dalam memperoleh penyelesaian sengketa yang dapat
disepakatinya dengan seksama bagi para pihak adalah model dari salah satu proses
penyelesaian sengketa yaitu mediasi.5 Berjalannya mediasi tidak terlepas dari
keinginan pihak-pihak yang berperkara untuk diselesaikan melalui non litigasi
atau di luar pengadilan. Diterimanya mediasi sebagai salah satu jalan dalam
alternatif penyelesaian sengketa yaitu karena didasarkan pada cara penyelesaian

4
Rika Lestari, Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi Di
Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3 No. 2, Hlm. 223.
5
Nevey Varida Ariani, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan,
Jurnal RechVinding, Vol. 1, No. 2, Agustus, 2012, Hlm. 282.

3
masalah yang dilakukan dengan rasa kebersamaan dalam pembahasan masalah.
Kebersamaan dalam proses mediasi yang dilakukan di luar pengadilan sangat
penting untuk menjaga hubungan para pihak dan penyelesaian masalah
sengketanya tidak menimbulkan masalah baru.

Proses mediasi tidak jauh dari kata musyawarah dan konsensus yang sudah
dikenal sejak lama yang biasanya berada dalam ruang lingkup masyarakat
tradisional. Dengan esensi musyawarah atau konsensus, sejatinya mediasi
dilakukan dengan cara halus tanpa paksaan dari pihak manapun. Mediasi dalam
zaman dahulu biasanya dilakukan dan ditengahi dengan mediator yang merupakan
seorang tokoh masyarakat atau tokoh adat setempat yang memiliki wibawa dan
power dalam menengahi suatu masalah. Zaman sekarang mediator bisa siapa saja
asalkan ia berkompeten dan expert di bidangnya, sehingga dapat memahami
permasalahan yang disengketakan. Proses penyelesaian sengketa di luar
pengadilan saat ini dipandang sebagai pranata hukum yang penting sebagai cara
untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. 6

Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya zaman yang


semakin kompleks dan dinamis, permasalahan-permasalahan juga semakin
berkembang. Kapasitas pengadilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sangat
lama dan berbelit-belit. Maka dari itu, saat ini pun proses penyelesaian sengketa di
luar pengadilan juga lebih diminati. Bukan hanya masyarakat tradisional saja yang
melakukannya, tetapi masyarakat modern yang hidup dan erat dalam dunia bisnis,
industrial, perdagangan, atau perekonomian modern juga lebih condong untuk
menggunakan proses non litigasi dalam penyelesaian sengketanya. Hal ini
dikarenakan bahwa proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan dirasa lebih
cepat, murah dan tidak rumit dalam pelaksanaannya sehingga pihak-pihak dapat
menghemat waktu yang lebih banyak untuk melanjutkan kegiatannya masing-
masing.

Praktik berjalannya mediasi tidaklah bertentangan dengan tujuan dan


fungsi hukum yang peranannya sebagai pemulih ketentraman dan memelihara

6
Rahmadi Indra Tektona, Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa
Bisnis Di Luar Pengadilan, Pandecta, Vol. 6, No. 1, Januari 2011, Hlm. 88.

4
perdamaian dalam masyarakat.7 Mediasi yang dilakukan sebagai solusi
penyelesaian sengketa dapat tercapai dengan cepat dan membawa konsekuensi
hukum yaitu perdamaian yang dapat menutup jalannya perkara. Dengan
dilaksanakan dengan cepat maka para pihak tidak terbebani dengan masalah
dalam proses penyelesaian sengketanya atau bisa dikatakan hemat waktu dan
biaya.

B. Dasar Hukum Mediasi


Perkembangan mediasi di Indonesia sudah tergolong cukup baik. Hal ini
terlihat karena adanya suatu proses pengintegrasian metode mediasi ke dalam
suatu bentuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Misalnya ada
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial dan lain-lainnya.

Mediasi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999


tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Mediasi selayaknya
harus didasarkan kepada perasaan suka rela dalam merumuskan penyelesaian
sengketa bersama. Dengan landasan itikad baik oleh para pihak diharapkan proses
mediasi dapat berjalan lancar dan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Selain itu,
dalam BAB XII tentang Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan pada Pasal 58
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatakan
bahwa “Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa”.8

Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS, Mediasi yang


dilakukan oleh perantara yaitu mediator hanya dibatasi waktu maksimal 14 hari

7
Sugiatminingsih, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar
Pengadilan, Jurnal hukum, Vol. 12, No. 2, Juli-Desember, 2009, Hlm. 132.
8
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menjelaskan bahwa pilihan penyelesaian sengketa perkara perdata dapat diselesaiakan melalui
jalur non litigasi atau di luar pengadilan yaitu melalui arbitrase dan/atau alternatif penyelesaian
sengketa lainnya.

5
kerja untuk mencapai kata ‘sepakat’ bagi para pihak. Jika tidak ada kesepakatan
bagi pihak-pihak yang bersengketa maka para pihak akan melanjutkannya dengan
cara menghubungi lembaga arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa untuk
menunjukknya sebagai mediator penengah para pihak.

Proses mediasi dijalankan harus dengan cara pertemuan langsung bagi


para pihak yang sedang bersengketa. Ketentuan mediasi yang diatur dalam Pasal 6
ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS adalah merupakan suatu proses
kegiatan yang menjadi kelanjutan dari kegagalan proses negosiasi yang dilakukan
oleh para pihak menurut Pasal 6 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999. 9 Pada Pasal 6
ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS menjelaskan bahwa harus adanya
sebuah kesepakatan tertulis para pihak yang bersengketa atau adanya perbedaan
pendapat untuk diselesaikan melalui seseorang atau lebih penasihat ahli maupun
dilakukan oleh seorang mediator.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS menentukan bahwa


kesepakatan dalam penyelesaian sengketa atau perbedaan pendapat yang
dilakukan atas dasar kesepakatan yang tertulis dengan ditandatangani oleh para
pihak yang bersengketa adalah final sifatnya. Mediator wajib membantu
pelaksanaan kesepakatan tersebut. Para pihak yang sedang melaksanakan proses
penyelesaian sengketa wajib melakukan kesepakatan tersebut dengan itikad baik
karena sudah mengikat. Hasil dari kesepakatan tertulis tersebut wajib untuk
didaftarkan ke pengadilan dalam kurun waktu paling lama adalah 30 (tiga puluh)
hari yang dihitung sejak ditandatanganinya perjanjian kesepakatan tersebut. Hasil
dari kesepakatan yang sudah didaftarkan ke pengadilan tersebut wajib dijalankan
dalam waktu paling lama adalah tiga puluh hari sejak pendaftaran.

C. Tahapan Mediasi
Pelaksanaan mediasi juga memerlukan berbagai tahapan. Yang pertama
adalah tahap pembentukan forum. Seorang mediator harus membentuk forum
mediasi yang akan dilakukan sebagai media rapat bersama. Pada tahapan ini

9
Rahmi Yuniarti, Efisiensi Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam
Penyelesaian Sengketa Waralaba, Jurnal Hukum Fiat Justisia, Vol. 10, No. 3, Juli-September,
2016, Hlm. 563.

6
mediator meminta komitmen para pihak apakah forum mediasi dapat dilanjutkan
atau tidak. Hal itu dilakukan dengan cara menjelaskan mengenai aturan dasar
mediasi, menjelaskan wewenangnya sebagai seorang mediator, meyakinkan
kepada para pihak bahwa mediator bersikap netral tidak memihak pihak manapun
dan meminta kepercayaan para pihak untuk berkomitmen atau memiliki itikad
baik dalam proses penyelesaian sengketa melalui mediasi. Yang kedua adalah
tahapan pengumpulan dan pembagian informasi. Mediator meminta para pihak
untuk memaparkan penjelasannya mengenai duduk perkara atau konflik yang
terjadi dari prespektif masing-masing pihak. Dari tahap ini seorang mediator harus
mengkualifikasi fakta-fakta yang disajikan oleh masing-masing pihak karena fakta
yang dipaparkan tersebut merupakan kepentingan yang dipertahankan oleh
masing-masing pihak. Mediator kemudia menyampaikan konklusinya terkait
informasi-informasi yang ada, mengulangi fakta-fakta esensial mengenai
sengketa.10 Tahap mediasi yang ketiga adalah tahap penyelesaian masalah.
Mediator dengan para pihak merumuskan secara bersama terkait rumusan
masalah, evaluasi terhadap solusi yang dipaparkan. Mediator dapat melakukan
pertemuan secara terpisah dan melakukan komunikasi secara bertahap dengan
masing-masing pihak. Dengan demikian, mediator dapat menggali lebih dalam
dan menemukan cara dalam menentukan alternatif-alternatif penyelesaian
sengketa menurut masing-masing para pihak. Tahap keempat adalah tahap akhir
atau tahap pengambilan keputusan. Dalam tahap ini, masing-masing pihak saling
bekerja sama dan memberikan pengertiannya satu sama lain terkait solusi yang
akan dibantu oleh mediator. Setelah solusi ditemukan, maka para pihaklah yang
dapat menentukan sendiri terkait apakah dapat disetujui atau ditolak terkait solusi
yang diberikan. Jika solusi yang ada sudah disepakati oleh masing-masing pihak
maka hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian. Jika ditolak,
proses penyelesaian sengketa dapat dilanjutkan melalui arbitrase atau melalui
pengadilan. Mediator membantu menyusun terkait ketentuan perjanjian yang
dimuat agar masing-masing pihak tidak ada yang tertinggal terkait
kepentingannya masing-masing dan ditandatangani oleh masing-masing pihak.

10
Dewi Tuti dan Rini Heryati, Pengaturan Dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Nonlitigasi Di Bidang Perdagangan, Jurnal Dinamika Sosbud, Vol. 13, No. 1, Juni 2011, Hlm. 60.

7
Jika kesepakatan perdamaian tersebut ditingkatkan menjadi akta perdamaian yang
otentik (akta perdamaian notarial), maka mediator juga turut serta
menandatanganinya. 11 Sesuai Pasal 60 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menjelaskan bahwa suatu kesepakatan bersama terkait alternatif
penyelesaian sengketa hasilnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan bersifat final
dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik.

D. Karakter Mediator
(More: 2003) mengatakan bahwa ada tiga tipe seorang mediator yaitu:
Social network mediator; Authoritative mediator; Independent mediator. Social
network mediator biasanya digunakan untuk sengketa dalam ruang lingkup kecil
seperti keluarga, rekan usaha atau teman. Para pihak memilih mediator biasanya
seorang tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat atau teman terdekat dengan
mereka. Authoritative mediator dilakukan oleh mediator yang berasal dari pihak
yang memiliki otoritas misalnya dari instansi pemerintah atau sebagainya yang
memang berwenang. Independent mediator berasal dari pihak penyedia jasa atau
kantor yang memberikan jasa layanan penyelesaian sengketa yang merupakan
pure sebuah profesi sebagai seorang mediator.

Mediasi dilakukan dan diperantarai oleh pihak ketiga yang berupa


individu, baik perorangan atau dalam bentuk lembaga yang independen yang
fungsinya sebagai mediator untuk menyelesaikan persengketaan para pihak yang
sedang diperkarakan. Mediator harus menjaga kenetralannya dalam bersikap dan
bertindak untuk tidak memihak (bersikap imparsial) agar mediasi berjalan dengan
maksimal dengan mengedepankan musyawarah dalam mencapai kesepakatan
bersama atau konsensus yang menjadi dasar penyelesaian sengketa. Mediator
sejatinya berdiri di tengah-tengah, bersifat pasif dan tidak mengintervensi para
pihak baik dalam bersikap maupun dalam hal pemutusan hasil sengketa. Mediator
berkewajiban untuk melaksanakan tugasnya dan berfungsi dalam berdasarkan
kemauan dan kehendak para pihak yang bersengketa dalam menuju penyelesaian
sengketa.

11
Dedy Mulyana, Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan Menurut Hukum
Positif, Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, September 2019, Hlm. 192.

8
Mediator yang menengahi dan menjalankan proses mediasi memiliki
kewajiban untuk mendatangkan para pihak yang bersengketa untuk saling bertemu
untuk mencari masukan mengenai pokok perkara yang sedang dipersengketakan.
Mediator yang merupakan pihak ketiga atau pihak diluar perkara dalam proses
mediasi, tidak boleh melakukan pemaksaan terhadap pihak manapun. Mediator
tidak berwenang untuk memutus persoalan yang ada dengan atas kemauannya
sendiri. Kesepakatan akhir tetap berada di tangan para pihak-pihak yang sedang
bersengketa. Dilihat dengan sudut pandang teoritis, mediasi dapat berjalan dengan
berhasil jika para pihak memiliki bargainning power yang setara dan para pihak
masih menginginkan hubungan yang baik untuk kedepannya. 12

Mediator yang menjadi penengah para pihak yang sedang berperkara harus
berkompeten dalam mengatur jalannya forum mediasinya dengan memperhatikan
kondusifitas suasana dan kondisi yang terjadi pada saat itu juga. Kondisi forum
sangat penting karena demi menunjang kompromi antara pihak agar hasil yang
dicapai sesuai dengan ekspektasi yang ada dan saling menguntungkan antar pihak.
Dengan dasar musyawarah, tentunya nilai-nilai perdamaian wajib dijunjung tinggi
dalam menentukan win-win solution (tidak ada pihak yang menang dan tidak ada
yang dikalahkan). Pada dasarnya memang dalam mediasi diutamakan sama-sama
menang, untung dan perasaan happy sehingga hubungan pihak dapat terjalin
secara berkelanjutan. Berbeda lagi dengan proses litigasi yang bersifat win-win
game (ada yang menang dan ada yang kalah selayaknya sebuah pertarungan
game).

Seorang mediator dalam melaksanakan tugasnya sebagai penengah para


pihak harus jeli dalam menelaah dan menganalisis konflik yang terjadi. Mediator
harus berkompeten dalam menganalisis hal tersebut guna menawarkan proses
alternatif penyelesaian sengketa agar dapat diterima oleh masing-masing pihak.
Konflik yang terjadi yang sedang dipersengketakan oleh para pihak tidak akan
berdampak negatif jika seorang mediator dapat menjalankan tugasnya dengan
baik. Pengelolaan konflik sangat penting karena dapat menemukan benang merah

12
Marwah M. Diah, Prinsip Dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa Di
Luar Pengadilan, Hukum Dan Dinamika Masyarakat, Vol.5, No. 2, April 2008, Hlm. 117.

9
terkait hal yang dipersengketakan. Mediator harus mengerti tentang substansi
perselisihan, mengidentifikasi masalah dalam konflik, mendengarkan para pihak
dengan aktif dan mampu menganalisis sengketa dengan maksimal.

Mediator dalam menengahi para pihak harus teliti terkait dengan masalah
yang sudah terlihat dengan jelas dan masalah yang masih samar-samar atau
kurang jelas sifatnya. Mediator wajib mengidentifikasi terkait penyebab timbulnya
dari suatu konflik melalui pengamatan pola pikir interaksi para pihak, sikap atau
perilaku, presepsi dan komunikasi yang terjadi saat mediasi berlangsung. Dengan
analisis tersebut, mediator dapat menyelesaikan perkara dengan mudah jika kedua
belah pihak berkomitmen dalam proses penyelesaiannya. Mediasi merupakan
proses non litigasi yang sangat penting dalam penyelesaian sebuah sengketa.
Peran mediator dalam menjalankan forum mediasi menjadi kunci keberhasilan
sebuah mediasi. Mediator tidak boleh kaku dan tegang dalam menengahi para
pihak sehingga diskusi-diskusi para pihak dapat berjalan dengan relax. Mediator
secara umum mengarahkan diskusi penyelesaian sengketanya dijalankan dengan
menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi setelahnya.

Mediasi bukan hanya sebuah wadah atau fasilitas penyelesaian sengketa


biasa. Mediasi merupakan wadah dalam merancang proses, membantu para pihak
untuk menyelesaikan konflik sampai ke akar permasalahan untuk memahami
kepentingan bersama dan mencapai kesepakatan dari resolusi para pihak yang
bersangkutan.13 Mediator dapat memutuskan untuk menghentikan forum mediasi
karena alasan etika atau alasan lainnya, dan para pihak dapat memutuskan bahwa
mereka tidak puas dengan proses berjalannya mediasi. Perjanjian dari sebuah
kesepakatan yang telah dicapai bersama merupakan tanggung jawab bagi para
pihak untuk mengimplementasikan hasil kesepakatan dari mediasi tersebut.14
Perjanjian tersebut kemudian divalidasi dan diratifikasi oleh Pengadilan Negeri di
wilayah hukum pelaksanaan mediasi tersebut.

13
Yona Shamir, Alternative Dispute Resolution Approaches And Their Application, Israel
Center for Negotiation and Meditation, PCCP Series, Hlm. 24.
14
Ibid.

10
E. Teknik dan Strategi
Seorang mediator wajib menguasai berbagai teknik dan strategi dalam
menjalankan proses mediasinya. Mediator wajib mengenali diri sendiri sebelum
mengenali diri orang lain. Keyakinan terhadap diri pribadi, pengalaman dan
keyakinan dalam menjalankan perannya menjadi mediator menjadi jalan
kesuksesan mediasi. Seorang mediator memiliki tanggung jawab dalam
merancang sebuah proses mediasi, menetapkan agenda dan mengarahkan forum
mediasi menuju keberhasilan para pihak untuk mencapai kata ‘sepakat’. Mediator
harus membawa para pihak untuk percaya terhadap dirinya sebagai pihak yang
benar-benar netral dan membimbing para pihak untuk menuju penyelesaian
sengketa. Seorang mediator dapat menggunakan seorang pakar atau ahli dalam
kasus masalah tertentu yang memang benar-benar membutuhkan keterangannya.

Untuk strategi, seorang mediator harus teliti dalam memahami situasi dan
kondisi para pihak, mendorong para pihak untuk melakukan komunikasi yang
baik, memberikan sebuah opsi pilihan, dan mencapai sebuah kesepakatan
bersama. Selama berjalannya mediasi, fokus utama adalah penyelesaian sengketa
untuk kepentingan di masa depan, dan tetap mempertimbangkan masa lalu yang
memberikan informasi terkait pokok perkara atau penyebab konflik yang terjadi.
Analisis emosi para pihak yang dilakukan seorang mediator juga menjadi salah
satu kunci keberhasilan mediasi. Emosi dapat mempengaruhi penilaian para pihak
terhadap diskusi dalam forum mediasi. Perasaan-perasaan irasional yang bersifat
kontraproduktif dan bahkan dapat merugikan para pihak dapat menjadi
penghambat terwujudnya resolusi sebagai hasil kesepakatan bersama. Mediator
harus peduli terhadap emosi masing-masing pihak, harus menyadari betapa
pentingnya kontrol emosi dalam mediasi. Mediator sebagai pihak ketiga yang
memfasilitasi mediasi wajib mendengarkan suara dan perasaan para pihak,
memberikan empati kepada masing-masing kedua belah pihak. Mediator juga
harus peka terhadap perasaan-perasaan irasional yang dihasilkan kuat oleh emosi
para pihak dengan membantu menganalisis hasilnya dan memberikan waktu bagi
para pihak untuk merubah prespektifnya dalam snegketa yang terjadi.

11
Mediator dalam menjalankan prakteknya sangat membutuhkan suatu
kemampuan personal yang mendukung terjalinnya suatu hubungan yang informal
terhadap para pihak. Kemampuan personal yang dimaksud adalah sifat untuk tidak
menghakimi, serta sikap yang mengedepankan empati dalam mendengarkan
pandangan para pihak.15 Para mediator yang dipekerjakan atau ditunjuk atau
menjadi sukarelawan untuk mengelola dan memanajemen proses penyelesaian
sengketa seharusnya tidak memiliki kepentingan secara langsung dalam konflik
kecuali untuk memediasi sengketa yang diperkarakan. Seorang mediator memiliki
kendali atas proses mediasi, tetapi tidak atas hasilnya. Kekuasaan tetap berada di
tangan para pihak yang memiliki kendali atas hasil akhir yang akan dicapai.
Menurut Winarta, faktor-faktor keberhasilan dalam proses penyelesaian sengketa
di luar pengadilan antara lain yaitu: persengketaannya masih dalam tahap ‘wajar’;
adanya komitmen dari para pihak; adanya keberlanjutan hubungan; keseimbangan
posisi tawar-menawar; dan bersifat rahasia yang hanya diketahui para pihak yang
bersengketa.

F. Keuntungan Mediasi
Kecenderungan para pihak untuk menyelesaikan konflik yang terjadi untuk
diselesaikan melalui jalur non litigasi tidak terlepas dari yang namanya
keuntungan. Keuntungan yang diperoleh melalui jalur mediasi yaitu dapat
menciptakan suatu pondasi yang baik untuk melanjutkan hubungan yang sudah
terjaalin setelah konflik persengketaan dapat diselesaikan. Adapun keuntungan
lain yang dapat diperoleh melalui mediasi yaitu:

1. Fleksibilitas. Proses mediasi dapat dirumuskan dengan melibatkan banyak


pilihan yang disesuaikan dengan kondisi para pihak. Mungkin terkait dengan
lokasi mediasi, tempat, waktu, orang yang terlibat, kriteria objek yang diterima
dan banyak pilihan lain terkait proses lanjutan dari mediasi. Dalam hal ini
mediasi sangat penting karena tidak berdasarkan pada suatu aturan yang kaku
dan tetap selayaknya di pengadilan.

15
Abdul Halim Talli, Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008, Jurnal Al-Qadau,
Vol. 2 No. 1, 2015, Hlm. 80.

12
2. Informalitas. Forum mediasi adalah forum penyelesaian sengketa yang
dilakukan dengan cara informal yang dirancang sesuai dengan kebutuhan para
pihak. Penyampaian argumentasi yang dilakukan tidak terikat oleh prosedur
aturan yang berlaku berakibat kepada para pihak dapat bebas mengekspresikan
perasaannya, menjabarkan fakta yang ada sehingga mempermudah proses
penyelesaian mediasi.

3. Kerahasiaan. Sifat mediasi yang rahasia jauh dari publik dan pers sehingga
para pihak dapat tenang untuk menjalankan mediasi. Seorang mediator juga
terikat untuk tidak membocorkan masalah atau informasi terkait mediasi yang
dilakukan oleh para pihak.

4. Tidak mengikat. Artinya sebuah perjanjian merupakan salah satu proses


mediasi yang biasanya bersifat tertulis. Jika para pihak merasa tidak senang
dengan proses atau para pihak belum menuntaskan haknya untuk menggunakan
penyelesaian sengketa lain untuk menyelesaikan perselisihan mereka, mereka
dapat melanjutkan proses penyelesaian sengketanya ke arbiter atau ke
pengadilan.

5. Menghemat sumber daya. Proses non litigasi, terutama mediasi biasanya lebih
cepat selesai daripada proses di pengadilan dan juga lebih murah, menghemat
sumber daya seperti waktu, uang, dan tenaga. Dalam mediasi fokusnya adalah
masa depan dan tidak mengabaikan masa lalu sebagai informasi terkait
masalah penyebab konflik terjadi.

6. Menjaga hubungan para pihak. Salah satu alasan utama para pihak untuk
menggunakan mediasi adalah untuk melestarikan dan berpotensi untuk
meningkatkan hubungan yang terjalin antara pihak. Proses mediasi cocok
untuk penyelesaian masalah yang mementingkan masa depan para pihak.

PENUTUP
Mediasi adalah salah satu mekanisme forum yang digunakan sebagai
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Keberadaan mediasi dalam
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah terintegrasi dengan
baik, misalnya dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS, UU No. 48 Tahun

13
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan lain-lainnya. Berjalannya mediasi di
luar pengadilan dilatarbelakangi oleh kondisi saat ini bahwa proses litigasi
berjalan dengan rumit, biaya mahal, dan waktu yang lama. Oleh karena itu
mediasi menjadi salah satu pilihan dalam proses penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Seorang mediator harus memahami dan berkompeten dalam
menjalankan tugasnya sebagai pihak penengah yang netral. Mediator wajib
memahami situasi daan kondisi para pihak dan berempati untuk menemukan win-
win solution bagi para pihak. Kesepakatan dan hasil akhir sepenuhnya berada di
para pihak dan mediator hanya menjadi fasilitator. Banyak keuntungan yang
diperoleh melalui mediasi misalnya hasil yang cepat, hubungan para pihak terjaga,
biaya murah dan berpeluang dalam menjalin relasi kerja sama antar pihak.

Proses mediasi di luar pengadilan seharusnya menjadi metode


penyelesaian sengketa yang wajib dilaksanakan sebelum berlanjut ke proses
pengadilan. Sosialisasi proses non litigasi dalam ruang lingkup peradilan di
Indonesia harus dimasifkan karena mengingat beban pengadilan dalam
memproses perkara semakin menumpuk dan berat, juga menimbangkan efektifitas
penyelesaian sengketa. Untuk seorang mediator wajib memahami dan mendalami
terkait konflik atau sengketa yang dipermasalahkan oleh para pihak. Fokus utama
mediasi adalah menyelesaiakan sengketa dengan mementingkan hubungan para
pihak kedepannya agar tercipta sebuah win-win solution yang menguntungkan
para pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Talli. 2015. Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008. Jurnal Al-
Qadau. Vol. 2 No. 1. Hlm. 80.

Dedy Mulyana. 2019. Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan


Menurut Hukum Positif. Jurnal Wawasan Yuridika. Vol. 3. No. 2.
September. Hlm. 192.

Dewi Tuti dan Rini Heryati. 2011. Pengaturan Dan Mekanisme Penyelesaian
Sengketa Nonlitigasi Di Bidang Perdagangan. Jurnal Dinamika Sosbud.
Vol. 13. No. 1. Juni. Hlm. 60.

Erman Rajagukguk. 2000. Arbitrase dalam Putusan Pengadilan. (Jakarta:


Chandra Pratama). Hlm. 30.

14
Marwah M. Diah. 2008. Prinsip Dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian
Sengketa Di Luar Pengadilan. Hukum Dan Dinamika Masyarakat. Vol.5.
No. 2. April. Hlm. 117.

Nevey Varida Ariani. 2012. Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar


Pengadilan. Jurnal RechVinding. Vol. 1. No. 2. Agustus. Hlm. 282.

Rahmadi Indra Tektona. 2011. Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian


Sengketa Bisnis Di Luar Pengadilan. Pandecta. Vol. 6. No. 1. Januari.
Hlm. 88.

Rahmi Yuniarti. 2016. Efisiensi Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa


Dalam Penyelesaian Sengketa Waralaba. Jurnal Hukum Fiat Justisia. Vol.
10. No. 3. Juli-September. Hlm. 563.

Rika Lestari. Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi Di


Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum.
Vol. 3. No. 2. Hlm. 223.

Sarwono. 2012. Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek. (Jakarta: Sinar
Grafika). Hlm. 5.

Sugiatminingsi. 2009. Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar


Pengadilan. Jurnal hukum. Vol. 12. No. 2. Juli-Desember. Hlm. 132.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Yona Shamir. Alternative Dispute Resolution Approaches And Their Application,


Israel Center for Negotiation and Meditation. PCCP Series. Hlm. 24.

Yunari Afrik. 2016. Alternative Dispute Resolution (ADR) Sebagai Penyelesaian


Sengketa Non Litigasi. Jurnal Inovatif. Vol. 2. No. 1. Februari. Hlm. 134.

15

Anda mungkin juga menyukai