Anda di halaman 1dari 7

EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI PERTAMBANGAN LAUT DITINJAU

DARI ASPEK HUKUM KEMARITIMAN


Haykal Afdhol Bagaskara
haykalbagas903@gmail.com
Fakultas Hukum Universitas Jember

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alamnya
menjadikan modal peningkatan perekonomian nasional dengan cara eksplorasi
dan eksploitasi mineral dan energi. Indonesia berhak melakukan proses eksplorasi
dan eksploitasi di darat maupun di perairan di wilayah yursidiksi nasional sesuai
dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Namun kesempatan eksplorasi
dan eksploitasi penambangan juga dapat dilakukan di luar yurisdiksi nasional atau
dengan kata lain di wilayah atau kawasan internasional berdasarkan ketentuan
UNCLOS 1982. Proses eksplorasi dan eksploitasi ini dilakukan dengan bantuan
International Seabed Authority (ISA) sebagai pemegang otoritas dasar laut
internasional. Saat ini Indonesia yang merupakan negara maritim yang
diproyeksikan sebagai poros maritim dunia perlu memaksimalkan peluang
tersebut. Selain itu, peran dari International Seabed Authority (ISA) sebagai
pemegang otoritas laut internasional sangat penting bagi perkembangan dunia
kemaritiman. Untuk menjawab persoalan tersebut, penelitian ini menggunakan
metode normatif yuridis dengan pendekatan undang-undang melalui studi pustaka
dengan sumber primer dan sumber sekunder sabagai bahan bacaan. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa regulasi nasional dan internasional sudah
mendukung pengupayaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya dasar laut, baik
di wilayah yuridiksi nasional maupun internasional. Tetapi terdapat poin penting
terkait keberlanjutan pengelolaan oleh Otoritas Dasar Laut Internasional dalam
memanajemen dan mengontrol pemenuhan sumber daya untuk masa depan.
Dengan demikian, Indonesia berpeluang menjadi neagara maju dan menjadi poros
maritim dunia apabila diimbangi dengan sumber daya manusia yang mumpuni.
Kata Kunci: Eksplorasi, Eksploitasi, Dasar Laut, Ekonomi Nasional

1
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state).1 Kondisi
geografis Indonesia berada di antara dua samudera dan dua benua menjadikannya
negara yang strategis secara geografis karena berada di persilangan lalu lintas
perdagangan dunia. Indonesia memiliki 70% wilayahnya adalah laut yang luasnya
mencapai 5.800.000 km persegi dengan panjang garis pantainya 80.781 km dan
17.506 pulau yang satu sama lain tehubung oleh lautan tentunya memiliki dampak
bagi negara.2 Beberapa dampak tersebut adalah pengaruh politik, sosial dan
budaya, ekonomi, keamanan dan pertahanan negara.
Perairan laut yang berkedudukan sebagai pengintegrasi antar pulau di
Indonesia memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Sebagai
konsekuensi logis dari letak geografis Indonesia yang dilalui oleh dua ring of fire
dunia berakibat munculnya potensi dari panas bumi, mineral, minyak, dan gas
bumi.3 Diperkirakan potensi ekonomi di sektor kelautan Indonesia mencapai 1,2
triliun Dollar Amerika per tahunnya dan mampu menyerap tenaga kerja sekitar 40
juta orang.4
Potensi pemberdayaan dan pemanfaatan sumber daya alam salah satunya
menggunakan proses penambangan sumber kekayaan yang potensial. Salah satu
objek penambangan tersebut adalah penambangan mineral dan energi yang
dilakukan di dasar laut perairan Indonesia. Hal ini juga dilakukan karena
meningkatnya permintaan logam dan menipisnya lahan sumber daya, sehingga
minat dalam eksplorasi dan eksploitasi pertambangan dari dasar laut cukup
tinggi.5

1
Ansari Muhammad Insa, Peranan Badan Usaha Milik Negara Dalam Pembangunan
Kemaritiman, Jurnal RechtVinding, Vol. 8, No. 2, Agustus 2019, hlm. 186.
2
Kartika Shanti Dwi, Keamanan Maritim Dari Aspek Regulasi dan Penegakan Hukum,
Jurnal Negara Hukum, Vol. 5, No. 2, November 2014, hlm. 144.
3
Kurnia Aan, Ancaman dan Peluang dalam Menyongsong Poros Maritim Dunia,
http://law.ui.ac.id/v3/ancaman-dan-peluang-dalam-menyongsong-poros-maritim-dunia/, diakses
pada 16 Juni 2022.
4
Putuhena M Ilham, Urgensi Pengaturan Mengenai Eksplorasi dan Eksploitasi
Pertambangan di Area Dasar Laut Internasional (International Sea Bed Area), Jurnal
RechtsVinding, Vol. 8, No. 2, Agustus 2019, hlm. 168.
5
Toro Norman et all, Seabed Mineral Resources, an Alternative for the Future of
Renewable Energy: A Critical Review, Ore Geologi Reviews, 2020, hlm. 2.
2
UNCLOS 1982 merupakan regulasi atau konvensi internasional yang
mengatur terkait segala ketentuan laut internasional. Oleh karena itu, Indonesia
yang merupakan negara kepulauan meratifikasi ketentuan UNCLOS 1982
sehingga Indonesia terikat dengan dengan ketentuan ini karena secara tegas
meratifikasinya dalam undang-undang nasional dengan harapan regulasi tersebut
memberikan kepastian hukum dalam wilayah laut atau perairan nasional,
khususnya mengenai penambangan dasar laut.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas maka permasalahan yang
dibahas dan menjadi fokus karya tulis ini adalah eksplorasi dan eksploitasi
pertambangan laut ditinjau dari aspek hukum kemaritiman. Dengan kajian karya
tulis ini diharapkan mampu memberikan pandangan mengenai regulasi dan
ketentuan dalam penambangan dasar laut nasional dan internasional dengan
melibatkan aspek kemaritiman.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian dalam karya tulis ini adalah menggunakan metode
normatif yuridis dengan objek pembahasan ruang lingkup kajian hukum terhadap
regulasi pertambangan dan area dasar laut internasional. Selain itu, pendekatan
yang dipakai dalam metode ini adalah menggunakan pendekatan undang-undang
(statute approach)6 dengan cara penelitian studi pustaka. Studi pustaka dilakukan
dengan bahan primer dan sekunder. Bahan primer yang dimaksud adalah undang-
undang dan konvensi internasional, sedangkan sumber sekunder adalah literatur
buku, jurnal atau karya tulis lainnya yang kredibel dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan analisa
kualitatif deskriptif sehingga data yang diperoleh dapat disusun secara mendalam
dan komprehensif tentang pertambangan area dasar laut internasional ditinjau dari
aspek hukum kemaritiman.

PEMBAHASAN

6
Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group),
2005, hlm. 35.
3
Indonesia meratifikasi ketentuan United Nations Convention on the Law of
the Sea (UNCLOS 1982) dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Dengan
diratifikasinya UNCLOS 1982 ini ke dalam regulasi nasional memiliki
konsekuensi bahwa semua regulasi atau ketentuan yang menyangkut mengenai
hukum laut harus mengacu kepada UNCLOS 1982. 7
Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun 1985 mengatakan bahwa wilayah laut
terdiri atas wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi serta laut lepas dan kawasan
dasar laut internasional. Selanjutnya dalam ayat (2) pasal ini menyebutkan bahwa
Indonesia berhak melakukan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dan
lingkungan laut. Ketentuan ini selaras dengan apa yang sudah tercantum dalam
UNCLOS 1982 tentang zona maritime.8 Dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU
No. 17 Tahun 1985 secara umum juga menjelaskan bahwa terdapat kewenangan
dalam mengatur laut teritorial dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
Salah satu sumber daya alam Indonesia yang begitu besar adalah wilayah
perairan. Wilayah ini meliputi kegiatan penambangan yang dilakukan di bawah
perairan pedalaman, wilayah kepulauan dan laut teritorial Indonesia sesuai dengan
Undang-Undang tentang Perairan. Hal ini tertuang dalam Pasal 8 dan Pasal 49
UNCLOS 1982 dan selanjutnya dituangkan ke dalam Pasal 4 UU No. 6 Tahun
1996 tentang Perairan Indonesia yang pada intinya menyatakan bahwa kedaulatan
perairan negara meliputi laut teritorial, perairan kepulauan dan periaran
pedalaman serta ruang udara di atas laut teritorial, serta dasar laut dan tanah di
bawahnya termasuk sumber kekayaan alam di bawahnya.
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menuangkan pengaturan mengenai
penambangan di wilayah ruang laut yaitu dalam Pasal 1 angka 28a yang
menjelaskan bahwa wilayah hukum pertambangan adalah di seluruh ruang darat,
ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni
kepulauan Indonesia, landas kontinen dan tanah di bawahnya. Oleh karena itu

7
Puspitawati Dhiana dkk, Reformulasi Pengaturan Penambangan Bawah Laut di
Wilayah Perairan Indonesia, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 10, No. 4 Desember 2021,
hlm. 726
8
ibid, hlm. 722.
4
teritorial dan yurisdiksi perairan Indonesia yang merupakan salah satu negara
pantai memiliki hak eksklusif untuk memberi wewenang dan mengatur eksplorasi
dan eksploitasi sumber daya alam dalam yursidiksi nasional.9
Eksplorasi dan eksploitasi penambangan laut tidak hanya terbatas kepada
yurisdiksi teritorial nasional, tetapi dapat dilakukan di luar wilayah yurisdiksi dan
teritorial negara Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam UU No. 32 Tahun 2014
tentang Kelautan. Dalam Pasal 12 ayat (1) menjelaskan bahwa pemerintah
berwenang melakukan perjanjian kerja sama dengan lembaga internasional terkait.
Kemudian dilanjutkan dalam ayat (2) bahwa perjanjian kerja sama yang dimaksud
harus sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional.
Proses eksplorasi dan eksploitasi penambangan laut perlu dimaksimalkan
dengan memperluas peluang. Apabila Indonesia melakukan proses eksplorasi dan
eksploitasi tersebut di luar yurisdiksi nasional memang dimungkinkan, tetapi
memerlukan mekanisme yang sudah diatur sesuai hukum laut internasional
UNCLOS 1982. Dalam Pasal 153 UNCLOS 1982 dijelaskan bahwa segala
pelaksanaan dan pengorganisiran area dasar laut internasional diserahkan kepada
Otoritas Dasar Laut Internasional sebagai organisasi otonom yang memiliki
otoritas pengelolaan dasar laut internasional berdasarkan UNCLOS 1982.
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi penambangan di kawasan ini dapat
dilakukan oleh badan-badan negara, baik alamiah maupun yuridis yang berupa
perseorangan atau oleh perusahaan (organ bisnis).10 Sesuai dengan hal tersebut,
Indonesia perlu memaksimalkan peran dan posisinya untuk melakukan
pengembangan sektor pertambangan di laut internasional sebagai upaya
peningkatan ekonomi negara dan poros maritim dunia. Menurut data dari
European Commision menjelaskan bahwa perihal penjelajahan dasar laut
merupakan praktek yang berkelanjutan dalam beberapa dekade terakhir dan

9
Dingwall Joanna, The International Legal Regime Applicable to The Mineral Resource
of the Deep Seabed, University of Glasgow, 2018, hlm. 263.
10
Wilson, Mining the Deep Seabed: Domestic Regulation, International Law, and
UNCLOS, Tulsa Law Review, Vol. 18, Issue 2, 1982, hlm. 46
5
diperkirakan akan selalu meningkat secara global sebesar 10% pada tahun 2030
untuk kegiatan eksplorasi aktivitas dasar laut.11
Peran International Seabed Authority (ISA) begitu besar dalam kontrol
eksplorasi dan eksploitasi penambangan di laut internasional. Wilayah di luar
yurisdiksi dan teritorial suatu negara merupakan kewenangan administrasi
eksekutif bagi ISA yang mana penerbitan izin atas aktivitas eksplorasi dan
eksploitasi wilayah dasar laut internasional.12 Sebagai Otoritas Dasar Laut
Internasional harus memberikan peran atas perlindungan dan pemanfaatan
wilayah laut internasional karena wilayah dasar laut internasional merupakan
wilayah yang digunakan sebagai pencadangan sumber daya alam di generasi masa
depan sebagai warisan budaya bawah air.13
Pasal 137 UNCLOS 1982 menerangkan bahwa tidak diperbolehkan suatu
negara mengambil tindakan kepemilikan, sumber daya alam yang terkandung di
dalam wilayah dasar laut internasional merupakan hak umat manusia secara
keseluruhan, dan negara manapun dilarang untuk mengambil sumber daya alam
tanpa proses yang sesuai dengan regulasi UNCLOS 1982 yang telah ditetapkan.14
Apabila lebih dari itu, ISA dapat mempertimbangkan proses perizinan untuk
eksplorasi dan eksploitasi dari mineral dasar laut dalam.15
Pasal 157 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa ISA wajib mengatur dan
mengawasi kegiatan-kegiatan di kawasan laut internasional dengan tujuan
melakukan pengelolaan kekayaan-kekayaan sumber daya yang ada di kawasan
tersebut. ISA hanya memiliki kewenangan sebatas insidental dan konsisten

11
European Commission, Communication From The Commission to the European
Parliament, the Council, the European Economic, and Social Committe and the Committe of the
Regions: Blue Growth – oppurtunities from marine and sustainable maritime growth, COM, 2012,
hlm. 10.
12
Surabhi Ranganathan, Ocean Floor Grab: International Law and the Making of an
Extractive Imaginary, Oxford University, European Journal of International Law, Vol. 30, No. 2,
2019, hlm. 575.
13
Pandey Anju, Exploration of Deep Seabed Polymetallic Sulphides: Scientific Rationale
and Regulations of the International Seabed Authority, International Journal of Mining Science
and Technology, 2013, hlm. 7.
14
Idris and Nugraha Taufiq Rachmat, Does the International Community Have Efforts to
Protect the Marine Environment from Seabed Mining?, Sriwijaya Law Review, Vol. 5, Issue 2,
July, 2021, hlm. 275.
15
Dingwall Joanna, op.cit, hlm. 274.
6
kepada UNCLOS 1982. Selain itu, dalam prakteknya Otoritas ini harus berjalan
secara independen dan beritikad baik secara adil ke semua negara.
Praktek penambangan dengan cara eksplorasi dan eksploitasi mineral dan
energi di kawasan dasar laut internasional harus berada di bawah pengawasan
Otoritas karena Otoritas memiliki kewajiban dalam memastikan perlindungan
yang memadai terhadap lingkungan laut, menentukan keberlanjutan tanpa
menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan tersebut (dan ekosistem
terkait),16 khususnya kebutuhan untuk perlindungan dari efek bahaya dari
aktivitas seperti pengeboran, pengeboman, pengerukan dan konservasi sumber
daya alam.17 Problematika ini terjadi akibat perencanaan yang buruk, tidak
memadainya standar peraturan, dan kegagalan sistem dan penegakan hukum.18
PENUTUP
Indonesia yang merupakan negara kepulauan erat kaitannya dengan
melimpahnya sumber daya alam, khususnya sumber daya alam mineral dan energi
di dasar laut. UNCLOS 1982 memegang peranan penting sebagai konvensi
internasional yang mengatur laut internasional, sehingga Indonesia perlu
meratifikasinya dalam sistem hukum nasional. Peran Indonesia yang merupakan
negara maritim harus dimaksimalkan dengan peningkatan ekonomi nasional di
bidang eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dasar laut. Peran ISA dalam
mengontrol jalannya proses penambangan eksplorasi dan eksploitasi dasar laut
internasional sangat besar. Proses penambangan ini juga harus memerhatikan
keberlangsungan lingkungan dan sumber daya di masa depan.

16
Tunnicliffe Verena et all, Strategic Enviromental Goals and Objectives: Setting the
Basis for Enviromental Regulation of Deep Seabed Mining, Marine Policy, 2018, hlm. 1.
17
Almeida Laisa Branco, Ocean Law in Times of Health Emergency: Deep Seabed
Mining Contributions and its Fear of Overexploitation, Indonesian Journal of International Law,
Vol. 18, No. 1, Article 1, hlm. 7.
18
Squillace Mark, Best Regulatory Practice for Deep Seabed Mining: Lessons Learned
from the U.S. Surface Mining Control and Reclamation Art, Marine Policy, 2021, hlm. 1.
7

Anda mungkin juga menyukai