Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

YURISDIKSI KRIMINAL NEGARA DALAM PENENGGELAMAN KAPAL PELAKU


TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN INDONESIA

Deliana Ayu Saraswati1, Joko Setiyono2


Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
jokosetiyono61@yahoo.com

ABSTRAK

Letak geografis Indonesia yang strategis, dapat menimbulkan adanya praktek kejahatan salah
satunya adalah illegal fishing.sehingga pemerintah menerapkan kebijakan penenggelaman kapal yang
melakukan illegal fishing di wilayah Perairan Indonesia, kebijakan ini berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif. Pendekatan yuridis normatif Hasil penelitian, bahwa keberadaan kapal yang sudah
ditenggelamkan terlebih dahulu sebelum proses persidangan dan dapat dilanjutkan ketahapan-tahapan
hukum selanjutnya sepanjang peristiwa tersebut didukung minimal dua alat bukti yang sah. Barang bukti
kapal yang akan di hadirkan dalam persidangan dapat berupa dokumentasi, baik berupa foto atau kamera
maupun audio visual (video), begitu juga ikan hasil tangkapan yang disisihkan, serta membuat berita acara
pembakaran dan/atau penenggelaman kapal. Pemberantasan tindak pidana illegal fishing tidaklah mudah
dibutuhkan kerjasama yang baik antara instansi-instansi yang berwenang.Pemerintah hendaknya
melengkapi fasilitas-fasilitas memadai bagi aparat penegak hukum dalam kesergapan menangani
pengawasan dan pengamanan di laut serta penangkapan kapal yang terbukti melakukan tindak pidana
illegal fishing di wilayah Indonesia, sehingga tidak mudah lolos.

Kata Kunci: Illegal Fishing; Pembuktian; Penenggelaman

1
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP
2 Penulis Kedua, Penulis Koresponden

180
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN Undang Dasar Negara Kesatuan Republik


Indonesia merupakan negara maritim terbesar Indonesia Tahun 1945, yang diatur lebih lanjut
di dunia.3 Negara yang dilintasi garis khatulistiwa ini dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 dan
memiliki 18.110 pulau yang tersebar dari Sabang perubahannya yaitu Undang-undang Nomor 45
hingga Merauke.4Indonesia diapit oleh dua benua Tahun 2009 tentang Perikanan. Kebijakan diartikan
besar yakni Benua Asia dan Benua Australia serta sebagai tata cara untuk mencapai tujuan dengan
berada diantara Samudera Pasifik dan Samudera mempertimbangkan hal-hal terbaik.
Hindia.Adanya posisi Indonesia yang berada di 1. Permasalahan
antara dua samudera tersebut, maka secara 1. Bagaimana yurisdiksi kriminal di wilayah
otomatis Indonesia memiliki pula laut yang dalam perairan Indonesia berkaitan dengan
dan laut berada diantara pulau disebut “selat”. penenggelaman kapal pelaku tindak pidana
Indonesia yang berada di posisi diapit oleh dua illegal fishing?
samudera tersebut juga menyebabkan daerah laut 2. Bagaimana mekanisme penenggelaman kapal
atau perairannya memiliki aneka sumber daya alam pelaku tindak pidana illegal fishing di perairan
berlimpah, salah satu diantaranya adalah ikan yang Indonesia?
beraneka jenisnya. 2. Kerangka Teori
Letak Indonesia yang begitu strategis ini Teori kedaulatan salah satunya adalah
memungkinkan peluang terjadinya berbagai macam Kedaulatan Negara.Negara merupakan subjek
kejahatan yang terjadi di laut, seperti pembajakan hukum yang terpenting disbanding subjek-subjek
kapal, perompak, bahkan karena lemahnya sistem hukum internasional lainnya. Menurut Kraneburg,
pengawasan dan pengamanan pengelolaan negara adalah organisasi kekuasaan yang
sumber daya alam, telah mengundang pihak-pihak diciptakan oleh kelompok manusia yang disebut
tertentu termasuk pihak asing untuk bangsa. Negara sebagai subjek hukum
memanfaatkannya secara illegal, baik berupa illegal internasional adalah organisasi kekuasaan yang
logging, illegal minning, maupun illegal fishing, yang berdaulat, menguasai wilayah tertentu, penduduk
dapat mengakibatkan kerugian negara, sehingga tertentu dan kehidupan didasarkan pada system
melaui tesis ini, penulis ingin memfokuskan pada hukum tertentu.Namun negara itu lahir, belum tentu
masalah Illegal Fishing.Hal ini sejalan dengan punya kedaulatan.Negara dikatakan berdaulat
amanat yang terkandung dalam Pasal 33 Undang- karena kedaulatannya merupakan suatu sifat atau

3Iwan
ciri hakiki daripada negara.Negara berdaulat maka
Gayo, Hukum Perikanan di Indonesia (Jakarta: Pustaka
Warga Negara,2013), halaman 5
4Ibid.

181
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

negara itu tidak mengakui suatu kesatuan yang leih B. PEMBAHASAN


tinggi daripada kekuasaannya sendiri. 1. Yurisdiksi kriminal dalam penenggelaman
3. Metode kapal pelaku tindak pidana illegal fishing di
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan perairan Indonesia
penelitian, maka pendekatan yang digunakan Apabila terjadi pelanggaran terhadap
dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis peraturan perundang-undangan negara pantai atau
normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah negara kepulauan di laut teritorial, perairan
penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai pedalaman, ataupun perairan kepulauan suatu
sebuah bangunan sistem normayang dimaksud negara, maka sesuai kedaulatan yang terkandung
yaitu mengenai asas-asas, norma, kaidah dari dalam Pasal 2 UNCLOS 1982 menyatakan bahwa
peraturan perundang-undangan, putusan negara pantai dapat memberlakukan semua
pengadilan, perjanjian, serta doktrin peraturan hukumnya bahkan hukum pidananya
(ajaran).5Penelitian yang dilakukan dengan terhadap kapal pelaku. Dengan ketentuan
penelitian kepustakaan (library research) .Studi pelanggaran tersebut membawa dampak bagi
kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan berbagai negara pantai atau mengganggu keamanan negara
ketentuan perundang-undangan, dokumentasi, pantai sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 ayat
mengumpulkan literature, serta mengakses internet (1) UNCLOS 1982.Namun unsur-unsur yang
berkaitan dengan permasalahan dalam lingkup terkandung dalam pasal tersebut tidak terpenuhi,
tindak pidana illegal fishing.6 Teknik ini dilakukan maka negara pantai tidak dapat menerapkan
oleh penulis dengan cara membaca dan memahami yurisdiksi pidananya atau disebut juga yurisdiksi
buku-buku, kurnal-jurnal maupun artikel-artikel kriminalnya terhadap kapal pelaku.Kewenangan
serta bahan bacaan yang berkaitan dengan pokok- negara pantai dalam menegakan hukumnya bagi
pokok penelitian dalam tesis ini.Namun untuk kapal asing yang melanggar hukum di laut
penguat data, diperlukan juga wawancara, yaitu territorial, perairan pedalaman ataupun perairan
proses tanya jawab terhadap pihak yang kepulauan serta memenuhi ketentuan Pasal 27
berwenang berkaitan dengan pembahasan dalam ayat (1) UNCLOS 1982, ini merupakan perwujudan
tesis ini. dari yurisdiksi territorial.
Pemerintah Indonesia berupaya memberantas
5
Mukti Fajar Nurdewata et.al.,Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
illegal fishing dengan membentuk perundang-
halaman 34 undangan untuk mengaturnya dengan harapan
6Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum

Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo dapat meminimalisir kejahatan serta
Persada, 2009), halaman 41.

182
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

memaksimalkan pemanfaatan dan perlindungan Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
sumber daya laut.Bahkan dalam masa Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah perikanan secara substansial dan redaksional
membuat kebijakan menenggelamkan kapal pelaku menimbulkan penafsiran dalam penerapannya.
illegal fishing, yang hingga sampai saat ini masih Apakah dalam proses pengejaran tersebut dapat
menimbulkan kontroversi. Langkah yang diambil dilakukan pembakaran dan/atau penenggelaman
pemerintah mengenai penenggelaman kapal asing terhadap kapal pelaku bila sudah terdapat bukti
ini berdasarkan aturan yaitu Undang-undang yang cukup adanya tindak pidana, sedang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, di mana bagaimana status hukum kapal yang sudah
Pasal 69 ayat (4), menyatakan bahwa: ditenggelamkan?
“…penyidik dan/atau pengawas perikanan Penegakan hukum terhadap tindak pidana di
dapat melakukan tindakan khusus berupa Indonesia dilakukan melalui proses peradilan
pembakaran dan/atau penenggelaman kapal sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang
perikanan yang bendera asing berdasarkan Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Pada
bukti permulaan yang cukup” tahapan penyidikan dalam tindak pidana perikanan,
Sedangkan sistem yang dianut peradilan lembaga yang berwenang adalah Penyidik POLRI,
pidana Indonesia adalah Sistem Pembuktian Penyidik PNS,dan Penyidik TNI AL.
“Negatief Wettelijk Stelsel” atau system pembuktian Pengaturan mengenai tindak pidana perikanan
menurut undang-undang secara negatif yang harus terdapat pada Pasal 8 Undang-undang Nomor 31
: Kesalahan terbukti dengan sekurang-kurangnya Tahun 2004 jo Undnag-undang Nomor 45 Tahun
dua alat bukti yang sah, dengan alat bukti minimum 2009 tentang Perikanan:
yang sah tersebut hakim memperoleh keyakinan
(1) Setiap orang dilarang melakukan
bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah
penangkapan ikan dan/atau membudidayakan
pelakunya. Sistem ini terdapat dalam Pasal 183
ikan dengan menggunakan bahan kimia,
KUHAP yang berisikan “ Hakim tidak boleh
bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
cara, dan/atau bangunan yang dapat
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
merugikan dan/atau yang dapat
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
membahayakan kelestarian Sumber Daya Ikan
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
dan/atau lingkungannya di Wilayah
terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Ketentuan Pasal 69 ayat (4) Undang-undang

183
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia 1996 tentang Perairan Indonesia, yaitu laut
(WPPRI). territorial, perairan kepulauan dan perairan
(2) Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli pedalaman. Dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-
penangkapan ikan, dan anak buah kapal undang Perikanan, menentukan bahwa kapal
(ABK) yang melakukan penangkapan ikan pengawas perikanan berfungsi melaksanakan
dilarang menggunakan bahan kimia, bahan pengawasan dan penegakan hukum di bidang
biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan
dan/atau bangunan yang dapat merugikan Negara Republik Indonesia. Sedangakan Pasal 69
dan/atau yang dapat membahayakan ayat (4) berbunyi, dalam melaksanakan fungsi
kelestarian Sumber Daya Ikan (SDI) dan/atau sebagaimana ayat (1) penyidik dan/atau pengawas
lingkungan di WPP RI. perikanan dapat melakukan tindakan khusus
(3) Pemilik kapal perikan, pemilik perusahaan berupa pembakaran atau penenggelaman kapal
perikanan, penanggungjawab perusahan perikanan berbendera asing berdasarkan bukti
perikanan, dan/atau operator kapal perikanan permulaan yang cukup. Yang dimaksudkan “bukti
dilarang menggunakan bahan kimia, bahan permulaan yang cukup” adalah bukti permulaan
biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, untuk menduga adanya tindak pidana di bidang
dan/atau bangunan yang dapat merugikan perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing,
dan/atau yang dapat membahayakan misal kapal perikanan berbendera asing tidak
kelestarian lingkungan.. memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan
2. Mekanisme Penenggelaman kapal pelaku Surat Izin Kapal Pengangkut ikan (SIKPI), serta
tindak pidana illegal fishing nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan
Wilayah laut di bawah kedaulatan negara ketika memasuki wilayah pengelolaan perikanan
adalah bagian laut dimana suatu negara Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini
mempunyai hak penuh di wilayah itu dan menunjukan bahwa tindakan khusus tersebut tidak
mempunyai wewenang tertinggi untu menguasai dapat dilakukan sewenang-wenang, tetapi hanya
wilayah tersebut. Daerah yang menjadi kedaulatan dilakukan apabila penyidik dan/atau pengawas
terdiri dari laut territorial (territorial sea), perairan perikanan yakin bahwa kapal perikanan berbendera
pedalaman (internal waters), dan perairan asing tersebut betul-betul melakukan tindak pidana
kepulauan (archipelagic sea), wilayah tersebut perikanan. Penggunaan Pasal 69 ayat (4) ini, Ketua
disebut juga Perairan Indonesia, yang sudah Pengadilan Negeri tidak mempunyai kewenangan
tercantum pada Undnag-undang Nomor 6 Tahun untuk memberikan persetujuan sebagaimana

184
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

ditegaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung dijadikan barang bukti maka apabila hendak
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Barang Bukti Kapal dimusnahkan atau dilelang, penyidik harus meminta
Dalam Perkara Pidana Perikanan. Selain itu teknis persetujuan Ketua Pengadilan Negeri setempat.
penenggelaman kapal diatur pula dalam Pasal 66C C. PENUTUP
ayat (1) huruf K, menentukan bahwa dalam Simpulan
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam 1. Penerapan kebijakan penenggelaman kapal
Pasal 66, pengawas perikanan berwenang asing yang melakukan tindak pidana illegal
melakukan tindakan khusus terhadap kapal fishing di wilayah perairan Indonesia didasarkan
perikanan yang berusaha melarikan diri dan/atau pada ketentuan Pasal 69 ayat (4) Undang-
melawan dan/atau membahayakan keselamatan Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
kapal pengawas perikanan dan/atau awak kapal Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
perikanan. Pasal ini berdasarkan ketentuan Pasal 2004 tentang Perikanan, berdasarkan bukti
111 Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) permulaan yang cukup adalah bukti permulaan
1982 tentang pengejaran seketika.Sebelum untuk menduga adanya tindak pidana dapat
dilakuakan tindakan khusus tersebut, petugas berupa kapal tersebut tidak memiliki Surat Ijin
haruslah terlebih dahulu melakukan evakuasi anak Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Ijin Kapal
buah kapal, menginventarisasi semua Pengangkut Ikan (SIKPI), serta nyata-nyata
perlengkapan dan peralatan kapal, mengambil menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika
dokumentasi, menyisihkan ikan sebgaai barang memasuki wilayah pengelolaan perikanan
bukti, serta membuat berita acara.Hal ini termuat Republik Indonesia (WPP-RI). Kebijakan
dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) penenggelaman ini juga tidak melanggar
Penanganan Tindak Pidana Perikanan.Selanjutnya ketentuan dalam UNCLOS 1982, dimana negara
teknis hukum penenggelaman kapal lainnya yaitu pantai diberi kewenangan melakukan
merujuk pada Pasal 76A undang-undang penegakan illegal fishing di kawasan laut yang
Perikanan, yang menegaskan bahwa benda tunduk dibawah kedaulatannya.
dan/atau alat yang digunakan atau dihasilkan dari 2. Prosedur dilakukannya penenggelaman ada 2
pidana perikanan dapat dirampas atau yaitu Pertama, upaya memberhentikan dan
dimusnahkan setelah mendapat persetujuan memeriksa terhadap kapal yang diduga
pengadilan.Dalam hal ini kapal perikanan yang melakukan tindak pidana illegal fishing. Upaya
diduga terlibat tindak pidana perikanan yang telah ini dilakukan oleh pengawas dan/atau penyidik
disita oleh penyidik secara sah menurut hukum dan perikanan dengan cara memberikan isyarat

185
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

berupa suara peringatan, berhenti dan di tarik DAFTAR PUSTAKA


ke dermaga terdekat untuk proses hokum Adolf, Huala, 2002, Aspek-aspek Negara Dalam
melalui Pengadilan Perikanan yang Hukum Internasional, Jakarta : PT. Raja
berkedudukan di pengadilan negeri. Kedua, Grafindo Persada
sudah diberi isyarat, kapal itu tidak berhenti Amir, Usmawadi, 2013, Penegakan Hukum IUU
atau melakukan perlawanan dapat dilakukan Fishing Menurut UNCLOS 1982 (Studi
penembakan peringatan sampai kapal Kasus: Volga Case), Jurnal Opinion Juris,
ditenggelamkan. Penenggalaman kapal dapat Vol 12
dibenarkan tanpa terlebih dahulu dilakukan Anwar, Yesmil, 2008, Pembaharuan Hukum
proses hukum sepanjang peristiwa tersebut Pidana, Jakarta: Grasindo
didukung minimal dua alat bukti yang sah Arief, Barda Nawawi,2010, Bunga Rampai
seperti yang tertuang dalam Pasal 183 KUHAP, Kebijakan Hukum Pidana ,Bandung : PT.
yaitu dokumentasi, baik berupa foto atau Citra Aditya Bakti
kamera maupun audio visual (video), begitu Arikunto, Suharsini, 1998, Prosedur Penelitian,
juga ikan hasil tangkapan yang disisihkan, serta Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
membuat berita acara pembakaran dan/atau Rineka Cipta
penenggelaman kapal. Atmasasmita, Romli, 2011, Sistem Peradilan
Saran Pidana Kontemporer, Jakarta : Prenada
1. Dalam pemberantasan tindak pidana illegal Media Group
fishing tidaklah mudah, maka dari itu Buana, Mirza Satria Hukum, 2007, Internasional
dibutuhkan kerjasama yang baik antara Teori dan Praktek, Bandung : Penerbit
instansi-instansi yang berwenang. Nusamedia
2. Pemerintah hendaknya melengkapi fasilitas- Budiyono, 2014, Pembatasan Kedaulatan Negara
fasilitas memadai bagi aparat penegak hukum Kepulauan Atas Wilayah Laut, Bandar
dalam kesergapan menangani pengawasan Lampung: Justice Publisher
dan pengamanan di laut serta penangkapan Dahuri, Rohmin, 2012 Petunjuk Teknis
kapal yang terbukti melakukan tindak pidana Penyelesaian Perkara Tindak Pidana
illegal fishing di wilayah Indonesia, sehingga Perikanan, Pusdiklat Kejagung RI
tidak mudah lolos. Gayo, Iwan, 2103, Hukum Perikanan di Indonesia,
Jakarta: Pustaka Warga Negara

186
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Harahap, Yahya, 2008, Pembahasan Nurdewata, Mukti Fajar et.al., 2010, Dualisme
Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penelitian Hukum Normatif dan Empiris ,
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Patriana, I Wayan, 1990, Pengantar Hukum
Sinar Grafika Internasional, Bandung: Mandar Maju
Heryandi, 2013, Hukum Laut Internasional, Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah,
Lampung: Fakultas hokum 2014, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum,
Jaya, Nyoman Serikat Putra, 2006, Sistem Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Peradilan Pidana (Criminal Justice Prodjohamidjojo, Martiman, 1983, Sistem
System), Buku Pegangan Kuliah Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, Jakarta :
Peradilan Pidana Program Pasca Sarjana Ghalia Indonesia
Magister Ilmu Hukum Universitas Rahardjo, Satjipto, 2006, Membedah Hukum
Diponegoro Semarang Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Lamintang, P.A.F, 1984, Dasar-dasar Hukum Sihotang, Tommy, 2005, Masalah Illegal,
Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru Unreported, and Unregulated &
Latif, Abdul dan Hasbih Ali, 2011, Politik Hukum, Penanggulangan Melalui Pengadilan
Jakarta : PT. Sinar Grafika, Perikanan, Jurnal Keadilan vol.4 No.2
Mahmudah, Nunung, 2015, Illegal Fishing Starke, J.G., 2010, Pengantar Hukum
(Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Internasional,edisi kesepuluh, Jakarta:
Wilayah Perairan Indonesia),Jakarta : PT. Sinar Grafika
Sinar Grafika Subagyo, Joko, 1993, Hukum Laut Indonesia,
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Jakarta: Rineka Cipta
Pidana, Semarang: Badan Penerbit Suryokusumo, Sumaryono,2010, Hukum Pidana
Universitas Diponegoro Internasional, Jakarta: Tatanusa
Muthalib, Abdul, 2011, Zona-zona Maritim Soekanto, Soerjono, 2005, Faktor-Faktor Yang
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Internasional 1982 dan Perkembangan Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hukum Laut Indonesia, Bandar Lampung: , 2007, Pengantar Penelitian Hukum,
Universitas Lampung Jakarta: Unversitas Indonesia(UI-Press)
Nasution, Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2009,
Hukum, Bandung: Mandar Maju Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

187
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo susi-kerugian-akibat-illegal-fishing/, di


Persada akses tanggal 15 September 2016 pukul
Soemartono, R.M.Gatot P., 2004, Hukum 22.00
Lingkungan Indonesia, Jakarta: Sinar Arief Indra Kusuma Adhi, Kasubdit Penyidikan,Dit.
Grafika Penanganan Pelanggaran, Ditjen PSDKP,
Thantowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar, 2006, KKP (wawancara: 21 November 2016)
Hukum Iskandar Kontemporer, Bandung: Nurhasan, Penyelesaian Illegal Fishing
PT. Refika Aditama berdasarkan UU No.45 Tahun 2009, URL:
Siombo, Marhaeni Ria, 2010, Hukum Perikanan https://nurhasanblogger.wordpress.com/20
Nasional dan Internasional, Jakarta: 15/12/17/penyelesaian-illegal-fishing-
Gramedia Pustaka Utama berdasarkan-undang-undang-nomor-45-
Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang tahun-2009-2/, diakses tanggal 8
Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 September 2016 pukul 04.19
Tahun 2004 tentang Perikanan
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
TNI.
United Nations Convention on the Law Of the Sea
(UNCLOS) 1982
Markas Besar Angkatan Laut Dinas Pembinaan
Hukum, UNCLOS 1982, Dirjen Politik
Departemen Luar Negeri Republik
Indonesia, Jakarta, 2007, halaman 27.
Peraturan Pemerintah No.62 Tahun 2002 tentang
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada departemen
Kelautan dan Perikanan.
Perauturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No.Per.16/Men/2010.
Berita online, “Menteri Susi : Kerugian Akibat Illegal
Fishing”,URL:http://finance.detik.com/read/
2014/11/15/152125/2764211/4/menteri-

188

Anda mungkin juga menyukai